3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan

advertisement
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi dan Klasifikasi Genjer (L. flava)
Genjer di Indonesia ditemukan di Pulau Sumatra dan Jawa. Genjer di Jawa
terdapat di dataran rendah bagian barat sampai dengan ketinggian ±1300 m di
atas permukaan laut. Menurut Heyne (1987) genjer digunakan sebagai makanan
ternak babi di Daerah Toba. Tanaman genjer juga dapat dimanfaatkan menjadi
bahan makanan yaitu salah satu jenis sayuran. Daun-daun muda dan bunga
majemuk yang belum mekar merupakan sayuran yang sering dijual pada pasarpasar tradisional di Daerah Jawa Barat. Morfologi tanaman genjer disajikan pada
Gambar 1. Klasifikasi tanaman genjer menurut Plantamor (2008) adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Liliopsida (berkeping satu atau monokotil)
Sub Kelas
: Alismatidae
Ordo
: Alismatales
Famili
: Limnocharitaceae
Genus
: Limnocharis
Spesies
: L. flava (L.) Buch
Gambar 1 Tanaman genjer (L. flava)
Genjer (L. flava) merupakan tumbuhan rawa yang berakar dalam tanah,
bergetah dan menghasilkan tanaman baru dengan membengkokkan tangkai
4
bunganya sehingga terbentuk akar pada ujungnya. Tanaman tersebut berumur
lebih dari 1 tahun. Jenis sayur tersebut tumbuh luas merumpun, tinggi sekitar
30-80 cm. Daun berbentuk bulat telur, tebal berisi dengan tangkai daun yang
panjang, berwarna hijau muda, bersisi tiga, sisi belakang ujung daun berpori air
dengan tepi berwarna keunguan, dan panjang daunnya berkisar 7,5-27 cm
(Heyne 1987).
Tanaman genjer merupakan tumbuhan yang hidup bertahun-tahun, tegak
tanaman akuatik hingga rawa-terestrial, memiliki ketinggian 20 cm hingga 100
cm. Batang tanaman memiliki panjang 5-7,5 cm, tebal, berbentuk segitiga dengan
banyak ruang udara, terdapat pelipis pada bagian dasar. Helaian daun bulat, luasan
berbentuk bulat panjang atau bulat telur berukuran 5-30 cm x 4-25 cm, berwarna
kuning-hijau, bergurat, 9-13 gurat utama dengan sejumlah gurat paralel melintang
yang bertindak sebagai gurat sekunder (Bergh 1994).
Bunga berjumlah 3 hingga 15, panjang ibu tangkai bunga mencapai 90 cm,
tegak, ketika berbunga, melengkung ketika berbuah, bunga di dalam axil dari
tanaman berselaput. Kelopak bunga berjumlah 3 dengan panjang 2 cm, mahkota
berjumlah 3 dengan bentuk bulat telur hingga bulat dan panjang 1,5-3 cm, tertutup
oleh kelopak. Biji berbentuk seperti sepatu kuda dengan panjang 1-1,5 mm,
dilengkapi dengan mahkota yang melintang, berwarna coklat gelap. Kotiledon
memiliki panjang 8-11,5 mm (Bergh 1994).
Tanaman genjer dapat bereproduksi secara vegetatif maupun dengan biji.
Biji yang tekandung dalam kapsul matang atau tolikel merupakan biji yang ringan
dan dapat disebarkan oleh aliran air. Reproduksi secara vegetatif yakni, kapsul
yang menekuk ke arah air, menyediakan biji-bijian untuk dilepas. Kapsul yang
kosong dapat berkembang menjadi tanaman vegetatif yang membentuk tanaman
inang atau mengapung untuk menetap di tempat lain. Tanaman ini selalu berbunga
sepanjang tahun di wilayah dengan kelembaban yang cukup. Namun tanaman ini
dapat menjadi tanaman tahunan dimana kelembaban bersifat musiman
(Departement of Primary Industries and Fisheries 2007).
Menurut Wardana (2012), batang genjer tersusun atas satu lapis jaringan
epidermis yang terletak pada bagian luar. Epidermis pada batang genjer bersifat
sebagai pelindung dengan bentuk yang tidak beraturan. Bagian dalam dari
5
epidermis terdapat korteks yang tersusun tidak beraturan. Jaringan korteks terletak
di bagian dalam epidermis yang tersusun dari beberapa lapis sel berkloroplas serta
jaringan pembuluh pengangkut yang tersebar. Jaringan korteks ke arah tengah
daun berkembang dan membentuk ruang antar sel yang besar sebagai tempat
untuk pertukaran dan penyimpanan udara.
Daun tanaman genjer tersusun atas jaringan epidermis, jaringan dasar
(mesofil), jaringan pengangkut, dan jaringan penguat. Permukaan atas dan bawah
daun genjer dilapisi oleh jaringan epidermis. Sel penyusun epidermis tanaman
genjer memiliki bentuk tidak beraturan dan memanjang serta tersusun dengan
rapat. Permukaan epidermis sering dilapisi oleh kutikula atau rambut halus (pilus),
untuk melindungi daun dari serangan pemangsa, spora jamur atau tetesan air
hujan (Wardana 2012).
2.2
Kandungan Gizi pada Sayuran
Sayuran merupakan salah satu jenis pangan yang mengandung berbagai
zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk melakukan berbagai aktivitas.
Zat gizi tersebut adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air.
Vitamin dan mineral merupakan zat gizi utama yang terkandung dalam sayuran
dan buah, sedangkan zat gizi lainnya umumnya terdapat dalam jumlah yang tidak
terlalu banyak (Wirakusumah 2007). Zat-zat gizi menyediakan kebutuhan sel-sel
tubuh yang beraneka ragam. Sel memerlukan energi, bahan-bahan pembangunan
dan bahan-bahan untuk memperbaiki bagian yang rusak menggunakan zat-zat gizi
(Muchtadi 2001). Kandungan gizi beberapa jenis sayuran disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi beberapa jenis sayuran
Sayuran
Bayam
Kangkung
Daun singkong
Daun pepaya
Selada
Kadar Air
(%)
86,9
89,7
77,2
75,4
94,8
Sumber : Mahmud (2006)
Protein
(%)
3,5
3,0
6,8
8,0
1,2
Lemak
(%)
0,5
0,3
1,2
2,0
0,2
Karbohidrat
(%)
6,5
5,4
13,0
11,9
2,9
Serat
(%)
0,9
2,0
2,4
2,1
0,8
6
2.2.1 Protein
Protein adalah molekul makro yang memiliki berat molekul antara lima
ribu hingga beberapa juta dalton. Protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia
yaitu asam amino yang terdiri dari unsur-unsur organik yaitu karbon, hidrogen,
oksigen dan nitrogen. Beberapa asam amino mengandung unsur-unsur mineral
diantaranya fosfor, besi, iodium, dan kobalt (Almatsier 2004). Protein berfungsi
sebagai bahan dasar pembentuk sel-sel dan jaringan tubuh. Protein juga berperan
dalam proses pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh yang
mengalami kerusakan. Sayuran yang mengandung protein tinggi biasanya berasal
dari
biji-bijian,
seperti
kacang
panjang,
buncis,
dan
kecambah
(Wirakusumah 2007).
Kandungan protein pada bahan pangan dapat dianalisis menggunakan uji
berdasarkan kandungan nitrogen (metode Kjeldahl). Metode ini pada prinsipnya
adalah oksidasi senyawa organik oleh asam sulfat untuk membentuk
karbondioksida dan air serta pelepasan nitrogen dalam bentuk amonia. Jumlah
gram protein dalam bahan pangan (makanan) biasanya dihitung dalam hasil
perkalian jumlah gram nitrogen dengan 6,25. Konstanta ini diperoleh dari asumsi
bahwa protein mengandung 16% nitrogen dan 100/16 = 6,25 (Muchtadi 2001).
2.2.2 Lemak
Lemak merupakan persenyawaan yang terbentuk dari asam lemak dan
gliserol, tersusun oleh unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O).
Lemak mempunyai sifat dapat larut dalam pelarut organik seperti petrolium
benzene, eter, dan sebagainya, tetapi tidak larut dalam air. Bentuk lemak ada dua
yaitu lemak (fat) yang berupa padatan pada suhu kamar misalnya lemak hewan
dan minyak (oil) yang berbentuk cairan dalam suhu kamar misalnya minyak
jagung, minyak kedelai, minyak kelapa sawit dan minyak zaitun. Secara umum
formulasi kimia suatu asam lemak adalah CH3(CH2)nCOOH (Muchtadi 2001).
Kandungan lemak pada buah dan sayuran umumnya sedikit, lemak yang
terkandung dalam pangan nabati biasanya berupa asam lemak tidak jenuh
(Wirakusumah 2007).
Lemak secara umum memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah
penghasil energi, pembangun atau pembentuk struktur tubuh, penghasil asam
7
lemak essensial yang penting bagi tubuh, pembawa vitamin larut lemak, pelumas
diantara persendian, membantu pengeluaran sisa makanan serta pemberi kepuasan
cita rasa dan agen pengemulsi (Suhardjo dan Kusharto 1988). Lemak yang
terdapat pada bahan pangan nabati umumnya berupa asam lemak tidak jenuh.
Fungsi dari asam lemak tak jenuh yaitu sebagai komponen dari sel-sel saraf,
membran selular, dan senyawa yang menyerupai hormon. Asam lemak tidak
jenuh juga berfungsi sebagai proteksi dan terapi untuk penyakit jantung serta
kanker (Wirakusumah 2007).
2.2.3 Serat
Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen dalam tanaman yang tidak
tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap di saluran
pencernaan. Serat secara alami terdapat dalam tanaman. Serat terdiri dari berbagai
substansi yang kebanyakan diantaranya adalah karbohidrat kompleks. Serat
makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu serat larut (soluble fiber) dan serat
tidak larut (insoluble fiber). Umumnya, tanaman mengandung kedua-duanya
dengan serat tidak larut pada porsi yang lebih banyak. Serat yang larut di dalam
air antara lain terdiri atas pektin, getah tanaman, dan beberapa hemiselulosa.
Contoh serat tidak larut adalah lignin dan selulosa (Hermaningsih 2008).
Kandungan serat kasar dalam bahan pangan dapat dihitung setelah sampel
kering didestruksi dengan H2SO4 dan NaOH. Kandungan serat kasar dapat
diketahui setelah beberapa kandungan utama seperti protein, lemak, karbohidrat,
dan pati dihilangkan (AOAC 2005). Berdasarkan jenis kelarutannya, serat dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu serat tidak larut dalam air dan serat yang larut
dalam air. Sifat kelarutan ini sangat menentukan pengaruh fisiologis serat pada
proses-proses di dalam pencernaan dan metabolisme zat-zat gizi. Selulosa,
hemiselulosa dan lignin tergolong serat tidak larut air. Selulosa merupakan seratserat panjang yang terbentuk dari homopolimer glukosa rantai linier. Rantai
molekul pembentuk selulosa akan semakin panjang seiring dengan meningkatnya
umur tanaman. Di dalam tanaman, selulosa berfungsi memperkuat dinding sel.
Hemiselulosa mempunyai rantai molekul lebih pendek dibanding selulosa. Unit
ini terdiri dari heksosa dan pentosa. Hemiselulosa berfungsi sebagai penguat
dinding sel dan cadangan makanan bagi tanaman. Lignin termasuk senyawa
8
aromatik yang tersusun dari polimer fenil propan. Lignin bersama-sama dengan
holoselulosa (gabungan selulosa dan hemiselulosa) berfungsi membentuk jaringan
tanaman (Soelistijani 2005).
2.3
Vitamin
Vitamin adalah komponen tambahan makanan yang berperan sangat
penting dalam gizi manusia, banyak vitamin tidak stabil pada kondisi pemrosesan
tertentu dan penyimpanan, karena itu kandungan vitamin dalam makanan yang
diproses dapat sangat menurun bahkan hilang. Vitamin merupakan zat-zat organik
kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil. Vitamin berperan
sebagai zat pengatur yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu vitamin larut dalam
lemak ( vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin larut dalam air (B1, B2, B3, B4, B5,
B6, B12, asam folat, biotin, dan vitamin C) (Wirakusumah 2007). Kandungan
vitamin pada berbagai golongan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan vitamin pada beberapa golongan makanan
Golongan makanan
Daging unggas, ikan
Telur
Produk susu
Lemak dan minyak
Buah
Kentang
Sayur
Kacang dan polong
Tepung (produk
serealia)
Gula dan pemanis
Vitamin
A
(retinol)
(%)
22,9
6,8
11,8
8,6
7,3
5,7
36,4
0,4
0
Vitamin
B1
(Tiamin)
(%)
29,4
2,5
9,9
0
4,3
6,7
8
5,5
33,6
24,6
5,9
43,1
0
2
1,9
5,6
1,8
14,2
Vitamin
B3
(Niasin)
(%)
46
0,1
1,7
0
2,5
7,6
6,8
7
22,7
0,1
-
Vitamin B2
(Riboflavin)
(%)
Vitamin
C
(%)
1,1
0
4,7
0
35
20,9
38,3
0
0
Sumber: deMan (1989)
Vitamin berfungsi sebagai bagian dari koenzim, tanpa vitamin enzim
tersebut tidak efektif sebagai biokatalis. Koenzim adalah bentuk vitamin yang
difosforilasi dan berperan dalam metabolisme lemak, protein, dan karbohidrat.
Vitamin terdapat dalam makanan sebagai provitamin atau senyawa yang bukan
9
vitamin. Provitamin adalah senyawa yang tidak termasuk vitamin tetapi dapat
diubah menjadi vitamin. Beta karoten dapat diubah menjadi vitamin A pada
dinding usus, 7-dehidrokolesterol dapat diubah menjadi vitamin D3 oleh sinar
ultraviolet. Iradiasi pada tanaman dapat mengubah ergosterol menjadi vitamin D2.
Asam amino triptofan bisa diubah menjadi niasin (60 mg triptofan menghasilkan
1 mg niasin) (Nasoetion 1987).
Kekurangan vitamin telah lama dikenal mengakibatkan penyakit defisiensi
yang serius. Kelebihan dosis vitamin tertentu, terutama vitamin yang larut dalam
lemak, dapat mengakibatkan keracunan yang serius, karena alasan ini
penambahan vitamin ke dalam makanan harus dikendalikan secara hati-hati
(deMan 1989). Vitamin walaupun sifatnya mikro namun memiliki peran yang
penting. Untuk menguji kandungan vitamin dalam bahan pangan dapat digunakan
metode kromatografi (Huyghebaert et al 2003).
2.3.1 Vitamin C
Vitamin C disebut juga asam askorbat, merupakan vitamin yang paling
sederhana, mudah berubah akibat oksidasi, tetapi amat berguna bagi manusia.
Struktur kimianya terdiri dari 6 rantai atom C (C6H8O6), karena mudah bereaksi
dengan O2 di udara menjadi asam dehidroaskorbat. Vitamin ini merupakan fresh
food vitamin karena sumber utamanya adalah buah-buahan dan sayuran segar.
Sumber-sumbernya diantaranya adalah jeruk, brokoli, brussel sprout, kubis, lobak
dan stroberi (Kamiensky dan Keogh 2006).
Vitamin C diproduksi oleh tumbuhan dalam jumlah yang besar. Fungsi
vitamin C bagi tumbuhan adalah sebagai agen antioksidan yang dapat
menetralkan singlet oksigen yang sangat reaktif, berperan dalam pertumbuhan sel,
berfungsi seperti hormon, dan ikut berperan dalam proses fotosintesis
(Davey 2006). Vitamin C hanya dapat dibentuk oleh tumbuhan dan terdapat pada
sayuran serta buah-buahan dalam jumlah yang besar. Hal ini disebabkan karena
tumbuhan memiliki enzim mikrosomal L-gulonolakton oksidase, sebagai
komponen dalam pembentukan asam askorbat (Nasoetion & Karyadi 1987 dan
Padayatty et al. 2003).
Vitamin C pada tumbuhan merupakan metabolit sekunder. Vitamin ini
dapat ditemukan pada buah citrus, tomat, sayuran berwarna hijau, dan kentang.
10
Vitamin C digunakan dalam metabolisme karbohidrat dan sintesis protein, lipid,
dan kolagen. Vitamin C juga dibutuhkan oleh endotel kapiler dan perbaikan
jaringan. Vitamin C bermanfaat dalam absorpsi zat besi dan metabolisme asam
folat. Tidak seperti vitamin yang larut lemak, vitamin C tidak disimpan dalam
tubuh dan diekskresikan di urin (Kamiensky dan Keogh 2006).
Kebutuhan vitamin C berdasarkan U.S. RDA antara lain untuk pria dan
wanita sebanyak 60 mg/hari, bayi sebanyak 35 mg/hari, ibu hamil sebanyak 70
mg/hari, dan ibu menyusui sebanyak 95 mg/hari. Kebutuhan vitamin C meningkat
300-500% pada penyakit infeksi, TB, tukak peptik, penyakit neoplasma, pasca
bedah
atau
trauma,
hipertiroid,
kehamilan,
dan
laktasi
(Kamiensky dan Keogh 2006).
2.3.2 Beta karoten
Beta karoten merupakan karotenoid, salah satu pigmen tanaman yang
dikenal memiliki antioksidan. Zat ini cepat dikonversi menjadi vitamin A oleh
tubuh. Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), perbedaan antara satu
provitamin A dengan yang lainnya terletak pada struktur cincin yang terdapat
dikedua sisi rantai alifatik. Beta karoten mempunyai dua struktur cincin β-ionon,
α-karoten mempunyai satu struktur cincin β-ionon dan sisi lainnya terdapat
struktur cincin α-ionon (ikatan rangkap pada posisi 4 dan 5), γ-karoten pada satu
sisi mempunyai struktur cincin β-ionon sedangkan pada sisi lainnya tidak
mempunyai struktur cincin, tetapi memiliki jumlah atom karbon yang sama
dengan provitamin A lainnya.
Tubuh manusia mempunyai kemampuan mengubah sejumlah besar
karoten menjadi vitamin A (retinol), sehingga karoten ini disebut provitamin A.
Beta karoten bermanfaat untuk penanggulangan kebutaan karena xerophtalmia,
rabun senja, konjungtivitis (radang kelopak mata), retinopati, katarak dan
penurunan fungsi bagian dari retina yang terletak di bagian belakang mata. Selain
itu juga dapat mengurangi peluang terjadinya penyakit kanker ataupun membantu
menekan kanker terutama kanker saluran pernapasan prostat, dan pankreas. Beta
karoten juga dapat membantu mengatasi masalah yang sering diderita oleh wanita
seperti menstruasi yang tidak normal, abnormal pap smear, premenstrual
syndrom, vaginitis, dan infeksi saluran kencing (Pitojo 2006).
11
2.3.3 High performance liquid chromatography (HPLC)
High performance liquid chromatography (HPLC) adalah metode
kromatografi yang dikembangkan menggunakan cairan sebagai fase gerak baik
cairan polar maupun non polar, dan bekerja pada tekanan tinggi (Adnan 1997).
Dalam kromatografi partisi cair baik fase stasioner maupun fase mobile berupa
cairan. Pelarut yang digunakan harus tidak dapat bercampur. Perlarut yang lebih
polar biasanya digunakan sebagai fase stasioner, oleh karena itu sistem ini
dinamakan kromatografi fase normal (normal phase chromatography). Bila fase
stasioner yang dipakai senyawa non polar, sedangkan fase mobilnya polar atau
terbalik dengan sistem fase normal maka sistemnya disebut kromatografi fase
balik (reverse phase chromatography). Komponen utama alat yang dipakai dalam
HPLC antara lain (1) reservoir zat pelarut untuk fase gerak; (2) pompa; (3)
injektor; (4) kolom; (5) detektor dan (6) rekorder (Adnan 1997).
Komposisi
vitamin
dapat
ditentukan
menggunakan
HPLC
(Robinson 1995). Penggunaan HPLC yang digabungkan dengan detektor
flourimetrik memungkinkan berfungsi sebagai metode khusus dan sensitif yang
dapat dikembangkan untuk penentuan beberapa vitamin dalam bahan makanan,
diantara banyak metode yang dianjurkan, vitamin merupakan yang paling sering
diuji dalam bentuk bebas, meliputi hidrolisis dari bentuk fosforilase (Ndaw et al.
2000).
2.4
Mineral
Mineral yang banyak terdapat pada sayuran adalah zat besi, seng, mangan,
kalsium, dan fosfor. Mineral tersebut memiliki nilai kegunaan yang berbeda-beda
pada manusia (Huyghebaert et al. 2003). Mineral memegang peranan penting
dalam memelihara fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan sebagai katalis dan
kofaktor aktivitas berbagai enzim dalam setiap tahap metabolisme. Mineral
digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro
dibutuhkan dalam jumlah besar (lebih dari 100 mg/hari), sedangkan mineral
mikro dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil (kurang dari 15 mg/hari)
(Wirakusumah 1997).
12
Penggolongan mineral terdiri dari mineral makro dan mineral mikro.
Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari
100 mg/hari yaitu natrium, klorida, kalsium, fosfor, magnesium dan belerang
Mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan kurang dari 100 mg/hari antara
lain besi, iodium, mangan, dan seng. Jumlah mineral mikro di dalam tubuh kurang
dari 15 mg. Hingga saat ini dikenal sebanyak 24 mineral yang dianggap esensial
(Almatsier 2004).
2.4.1 Mineral makro
Unsur mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang
terdapat dalam jumlah besar. Mineral makro dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih
dari 100 mg/hari. Kelompok mineral makro terdiri dari kalium, kalsium,
magnesium, natrium, sulfur, klor dan fosfor (Winarno 2008). Unsur mineral
makro yang dibutuhkan oleh tubuh adalah:
a. Kalsium (Ca)
Kalsium merupakan unsur terbanyak di dalam tubuh manusia. Tubuh
orang dewasa memiliki kalsium sebanyak 1,0-1,4 kg atau sekitar 2% dari berat
badan. Kalsium terkonsentrasi pada tulang rawan dan gigi, sisanya terdapat dalam
cairan tubuh dan jaringan lunak (Winarno 2008). Peranan kalsium adalah untuk
pembentukan tulang dan pemeliharaan jaringan tulang, namun ion kalsium
terdistribusi secara luas dalam jaringan lunak. Fungsi lain dari kalsium meliputi
kontraksi otot, proses pembekuan darah, transmisi saraf, pemeliharaan keutuhan
membran sel dan aktivasi beberapa enzim penting (Halver 1989).
Kalsium dalam tubuh juga berfungsi mengukur proses biologis yang
terjadi. Keperluan kalsium terbesar terjadi pada waktu pertumbuhan, tetapi
kebutuhan kalsium juga masih diteruskan meskipun sudah mencapai usia dewasa.
Pada proses pembentukan tulang, tulang baru akan dibentuk bersamaan dengan
dihancurkannya tulang yang tua secara simultan (Williams 2005). Angka
kecukupan gizi rata-rata mineral kalsium bagi bayi usia 0-12 bulan adalah sebesar
200-400 mg/hari, anak-anak usia 1-9 tahun sebesar 500-600 mg/hari, laki-laki dan
wanita usia 18-19 tahun sebesar 500-600 mg/hari dan usia 19-65 tahun sebesar
800 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Kekurangan kalsium
dapat mengakibatkan rakhitis, merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya
13
gangguan kalsifikasi pada tulang. Apabila kadar kalsium dalam darah menurun,
maka keseimbangan diperoleh dengan mengambil cadangan dari tulang-tulang
dan gigi. Keadaan ini menyebabkan keropos tulang (osteoporosis) dan gigi geligi
tanggal (Nasoetion et al. 1994).
b. Kalium (K)
Kalium merupakan kation utama dalam sebagian besar sel (cairan
intraseluler) dan otot (Harjono et al. 1996). Kalium berperan dalam pengaturan
kandungan cairan sel. Kalium bersama dengan klorida membantu menjaga
tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Kalium juga membantu dalam
mengaktivasi reaksi enzim yaitu piruvat kinase yang dapat menghasilkan asam
piruvat dalam proses metabolisme karbohidrat (Winarno 2008). Kalium juga
berperan dalam pengaturan fungsi otot. Kalium yang dikonsumsi dalam jumlah
besar akan menurunkan tekanan darah, sehingga dapat mencegah penyakit darah
tinggi (Okuzumi dan Fujii 2000).
Angka kecukupan gizi kalium pada orang dewasa adalah sebesar
2.000 mg/hari. Kekurangan kalium pada manusia akan mengakibatkan lemah,
lesu, kehilangan nafsu makan dan kelumpuhan, sedangkan kelebihan akan
menyebabkan gagal jantung yang berakibat kematian serta gangguan fungsi ginjal
(Almatsier 2004).
c. Natrium (Na)
Natrium merupakan bagian terbesar dari cairan ekstraseluler, natrium dan
klorida berfungsi membantu mempertahankan tekanan osmotik dan menjaga
keseimbangan asam basa (Winarno 2008). Angka kecukupan gizi rata-rata
natrium orang dewasa adalah sebesar
500-2400 mg/hari. Kekurangan natrium
disebabkan oleh berkurangnya cairan ekstraseluler sehingga tekanan osmotik
dalam tubuh menurun. Natrium dalam jumlah banyak akan menyebabkan orang
muntah-muntah atau diare, kejang dan kehilangan nafsu makan. Pada saat kadar
natrium dalam darah turun, maka perlu diberikan natrium dan air untuk
mengembalikan keseimbangan (Almatsier 2004). Kelebihan kadar natrium akan
menyebabkan hipertensi yang banyak ditemukan pada masyarakat yang
mengkonsumsi natrium dalam jumlah besar seperti pada masyarakat Asia. Hal ini
14
disebabkan oleh pola konsumsi dengan kandungan natrium yang tinggi yaitu 7,68,2 g/hari (Winarno 2008).
2.4.2 Mineral mikro
Mineral mikro merupakan mineral yang terdapat di dalam tubuh dalam
jumlah yang kecil dan secara tetap terdapat dalam sistem biologis. Kebutuhan
tubuh akan mineral mikro kurang dari 100 mg sehari. Mineral mikro terdiri atas
besi, iodium, seng, mangan, kobalt, fluorin dan tembaga (Winarno 2008). Mineral
mikro memegang peranan penting untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan
dan reproduksi (Muchtadi et al. 2001).
a. Besi (Fe)
Besi memiliki fungsi untuk transportasi oksigen ke jaringan (hemoglobin)
dan dalam mekanisme oksidasi seluler. Penipisan cadangan besi dapat
mengakibatkan anemia defisiensi besi (Harjono et al. 1996). Absorpsi besi
merupakan proses yang kompleks. Banyaknya besi yang diserap sangat
bergantung pada kebutuhan tubuh akan besi . Zat besi dapat diabsorpsi oleh tubuh
dalam kondisi normal sekitar 15% dari makanan yang dikonsumsi, sedangkan
pada kondisi kekurangan zat besi tubuh dapat mengarbsorpsi sampai dengan 35%
(Winarno 2008).
Angka kecukupan gizi rata-rata besi bayi 0-12 bulan adalah 0,5-7 mg/hari,
anak-anak 1-9 tahun sebesar 8-10 mg/hari, laki-laki dan wanita 10-18 tahun
sebesar 13-19 mg/hari serta usia 19-65 tahun sebesar 13-26 mg/hari
(Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Kekurangan besi dapat
menyebabkan anemia, pertumbuhan terganggu dan kehilangan nafsu makan.
Kekurangan besi banyak dialami bayi di bawah usia 2 tahun serta para ibu yang
sedang mengandung dan menyusui (Winarno 2008).
b. Seng (Zn)
Seng memiliki peranan dalam sintesis protein serta pembelahan sel. Seng
diperlukan dalam jumlah sangat kecil dalam tubuh dan membentuk bagian yang
esensial dari banyak enzim (misalnya karbonat anhidrase yang penting dalam
metabolisme karbondioksida). Defisiensi seng sering dihubungkan dengan
anemia,
tubuh
pendek,
penyembuhan
luka
terganggu
dan
geofagia
(Harjono et al. 1996). Angka kecukupan gizi rata-rata seng bagi bayi umur 0-12
15
bulan adalah sebesar 1,3-7,5 mg/hari, anak-anak 1-9 tahun sebesar 8,2-11,2
mg/hari, laki-laki dan wanita 10-18 tahun sebesar 12,6-17,4 mg/hari serta usia
19-65 tahun ke atas sebesar 9,3-13,4 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi 2004). Kekurangan seng dapat terjadi pada golongan rentan yaitu anak-anak,
ibu hamil dan menyusui serta orang tua. Kekurangan seng dapat menyebabkan
terjadinya diare, gangguan pertumbuhan, gangguan kematangan seksual,
gangguan sistem saraf, sistem otak dan gangguan pada fungsi kekebalan
(Almatsier 2004).
2.4.3 Atomic absorption spectrophotometer (AAS)
Atomic absorption spectrophotometer atau spektroskopi serapan atom
merupakan suatu metode yang digunakan untuk penentuan unsur-unsur logam dan
metaloid (Chasteen 2007). Analisis unsur dengan panjang gelombang pada daerah
sinar tampak seperti Ca, K, Na, Mg, P dan sebagainya dapat dilakukan dengan
cara spektroskopi serapan atom dan spektroskopi emisi nyala. Spektroskopi
serapan atom mengukur radiasi yang diserap oleh atom-atom yang tidak
tereksitasi sedangkan pada spektroskopi emisi nyala yang diukur adalah radiasi
yang dipancarkan dengan panjang gelombang tertentu oleh atom-atom yang
tereksitasi (Nur 1989).
Prinsip pemeriksaan spektrofotometer serapan atom yaitu molekul sampel
diubah menjadi atom-atom bebas dengan bantuan nyala atau flame. Atom-atom
akan mengabsorbsi cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang dari atom
tersebut dan intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan panjang gelombang
dari atom tersebut serta intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan
banyaknya cahaya. Waktu pengujian dengan instrumen AAS lebih cepat
dibandingkan dengan metode pengujian gravimetri dan titrimetri, karena preparasi
sampel lebih cepat, yakni disediakan dalam larutan kemudian dimasukkan untuk
dibakar (Chasteen 2007).
2.5
Pengukusan
Pengukusan merupakan proses pemanasan dengan suhu air 66-82 oC.
Pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah
dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan. Pengolahan panas juga
16
mempunyai pengaruh yang merugikan pada zat gizi, karena degradasi panas dapat
terjadi pada zat gizi (Harris dan Karmas 1989).
Pengolahan yang biasa dilakukan terhadap sayuran seperti semanggi
sebelum dikonsumsi adalah pengukusan. Pengukusan termasuk perlakuan
pemasakan menggunakan panas basah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan
yaitu aman, bergizi dan dapat diterima secara sensori maupun kimia
(Harris dan Karmas 1989). Pengukusan secara nyata dapat menurunkan kadar zat
gizi makanan yang besarnya bergantung pada cara mengukus dan jenis makanan
yang dikukus. Keragaman susut zat gizi di antara berbagai cara pengukusan
terutama terjadi akibat degradasi oksidatif (Harris dan Karmas 1989).
Alat yang digunakan untuk proses pengukusan berupa dandang yang
terdiri dari dua bagian yaitu bagian bawah untuk air pengukus dan bagian
berlubang di atasnya untuk tempat sayuran. Sebelum sayuran dimasukkan
sebaiknya air dididihkan terlebih dahulu, setelah itu baru sayuran dimasukkan.
Untuk sayuran berwarna hijau sebaiknya dandang jangan ditutup terlalu rapat.
Metode pengukusan memberikan beberapa keuntungan yaitu kandungan gizi tidak
banyak berkurang, rasa sayur lebih enak, renyah, dan harum, serta kemungkinan
sayur menjadi hangus hampir tidak ada (Novary 1999).
Download