3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Genjer (L. flava) Genjer di Indonesia ditemukan di Pulau Sumatra dan Jawa. Genjer di Jawa terdapat di dataran rendah bagian barat sampai dengan ketinggian ±1300 m di atas permukaan laut. Menurut Heyne (1987) genjer digunakan sebagai makanan ternak babi di Daerah Toba. Tanaman genjer juga dapat dimanfaatkan menjadi bahan makanan yaitu salah satu jenis sayuran. Daun-daun muda dan bunga majemuk yang belum mekar merupakan sayuran yang sering dijual pada pasarpasar tradisional di Daerah Jawa Barat. Morfologi tanaman genjer disajikan pada Gambar 1. Klasifikasi tanaman genjer menurut Plantamor (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu atau monokotil) Sub Kelas : Alismatidae Ordo : Alismatales Famili : Limnocharitaceae Genus : Limnocharis Spesies : L. flava (L.) Buch Gambar 1 Tanaman genjer (L. flava) Genjer (L. flava) merupakan tumbuhan rawa yang berakar dalam tanah, bergetah dan menghasilkan tanaman baru dengan membengkokkan tangkai 4 bunganya sehingga terbentuk akar pada ujungnya. Tanaman tersebut berumur lebih dari 1 tahun. Jenis sayur tersebut tumbuh luas merumpun, tinggi sekitar 30-80 cm. Daun berbentuk bulat telur, tebal berisi dengan tangkai daun yang panjang, berwarna hijau muda, bersisi tiga, sisi belakang ujung daun berpori air dengan tepi berwarna keunguan, dan panjang daunnya berkisar 7,5-27 cm (Heyne 1987). Tanaman genjer merupakan tumbuhan yang hidup bertahun-tahun, tegak tanaman akuatik hingga rawa-terestrial, memiliki ketinggian 20 cm hingga 100 cm. Batang tanaman memiliki panjang 5-7,5 cm, tebal, berbentuk segitiga dengan banyak ruang udara, terdapat pelipis pada bagian dasar. Helaian daun bulat, luasan berbentuk bulat panjang atau bulat telur berukuran 5-30 cm x 4-25 cm, berwarna kuning-hijau, bergurat, 9-13 gurat utama dengan sejumlah gurat paralel melintang yang bertindak sebagai gurat sekunder (Bergh 1994). Bunga berjumlah 3 hingga 15, panjang ibu tangkai bunga mencapai 90 cm, tegak, ketika berbunga, melengkung ketika berbuah, bunga di dalam axil dari tanaman berselaput. Kelopak bunga berjumlah 3 dengan panjang 2 cm, mahkota berjumlah 3 dengan bentuk bulat telur hingga bulat dan panjang 1,5-3 cm, tertutup oleh kelopak. Biji berbentuk seperti sepatu kuda dengan panjang 1-1,5 mm, dilengkapi dengan mahkota yang melintang, berwarna coklat gelap. Kotiledon memiliki panjang 8-11,5 mm (Bergh 1994). Tanaman genjer dapat bereproduksi secara vegetatif maupun dengan biji. Biji yang tekandung dalam kapsul matang atau tolikel merupakan biji yang ringan dan dapat disebarkan oleh aliran air. Reproduksi secara vegetatif yakni, kapsul yang menekuk ke arah air, menyediakan biji-bijian untuk dilepas. Kapsul yang kosong dapat berkembang menjadi tanaman vegetatif yang membentuk tanaman inang atau mengapung untuk menetap di tempat lain. Tanaman ini selalu berbunga sepanjang tahun di wilayah dengan kelembaban yang cukup. Namun tanaman ini dapat menjadi tanaman tahunan dimana kelembaban bersifat musiman (Departement of Primary Industries and Fisheries 2007). Menurut Wardana (2012), batang genjer tersusun atas satu lapis jaringan epidermis yang terletak pada bagian luar. Epidermis pada batang genjer bersifat sebagai pelindung dengan bentuk yang tidak beraturan. Bagian dalam dari 5 epidermis terdapat korteks yang tersusun tidak beraturan. Jaringan korteks terletak di bagian dalam epidermis yang tersusun dari beberapa lapis sel berkloroplas serta jaringan pembuluh pengangkut yang tersebar. Jaringan korteks ke arah tengah daun berkembang dan membentuk ruang antar sel yang besar sebagai tempat untuk pertukaran dan penyimpanan udara. Daun tanaman genjer tersusun atas jaringan epidermis, jaringan dasar (mesofil), jaringan pengangkut, dan jaringan penguat. Permukaan atas dan bawah daun genjer dilapisi oleh jaringan epidermis. Sel penyusun epidermis tanaman genjer memiliki bentuk tidak beraturan dan memanjang serta tersusun dengan rapat. Permukaan epidermis sering dilapisi oleh kutikula atau rambut halus (pilus), untuk melindungi daun dari serangan pemangsa, spora jamur atau tetesan air hujan (Wardana 2012). 2.2 Kandungan Gizi pada Sayuran Sayuran merupakan salah satu jenis pangan yang mengandung berbagai zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk melakukan berbagai aktivitas. Zat gizi tersebut adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Vitamin dan mineral merupakan zat gizi utama yang terkandung dalam sayuran dan buah, sedangkan zat gizi lainnya umumnya terdapat dalam jumlah yang tidak terlalu banyak (Wirakusumah 2007). Zat-zat gizi menyediakan kebutuhan sel-sel tubuh yang beraneka ragam. Sel memerlukan energi, bahan-bahan pembangunan dan bahan-bahan untuk memperbaiki bagian yang rusak menggunakan zat-zat gizi (Muchtadi 2001). Kandungan gizi beberapa jenis sayuran disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan gizi beberapa jenis sayuran Sayuran Bayam Kangkung Daun singkong Daun pepaya Selada Kadar Air (%) 86,9 89,7 77,2 75,4 94,8 Sumber : Mahmud (2006) Protein (%) 3,5 3,0 6,8 8,0 1,2 Lemak (%) 0,5 0,3 1,2 2,0 0,2 Karbohidrat (%) 6,5 5,4 13,0 11,9 2,9 Serat (%) 0,9 2,0 2,4 2,1 0,8 6 2.2.1 Protein Protein adalah molekul makro yang memiliki berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta dalton. Protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino yang terdiri dari unsur-unsur organik yaitu karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa asam amino mengandung unsur-unsur mineral diantaranya fosfor, besi, iodium, dan kobalt (Almatsier 2004). Protein berfungsi sebagai bahan dasar pembentuk sel-sel dan jaringan tubuh. Protein juga berperan dalam proses pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan. Sayuran yang mengandung protein tinggi biasanya berasal dari biji-bijian, seperti kacang panjang, buncis, dan kecambah (Wirakusumah 2007). Kandungan protein pada bahan pangan dapat dianalisis menggunakan uji berdasarkan kandungan nitrogen (metode Kjeldahl). Metode ini pada prinsipnya adalah oksidasi senyawa organik oleh asam sulfat untuk membentuk karbondioksida dan air serta pelepasan nitrogen dalam bentuk amonia. Jumlah gram protein dalam bahan pangan (makanan) biasanya dihitung dalam hasil perkalian jumlah gram nitrogen dengan 6,25. Konstanta ini diperoleh dari asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen dan 100/16 = 6,25 (Muchtadi 2001). 2.2.2 Lemak Lemak merupakan persenyawaan yang terbentuk dari asam lemak dan gliserol, tersusun oleh unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Lemak mempunyai sifat dapat larut dalam pelarut organik seperti petrolium benzene, eter, dan sebagainya, tetapi tidak larut dalam air. Bentuk lemak ada dua yaitu lemak (fat) yang berupa padatan pada suhu kamar misalnya lemak hewan dan minyak (oil) yang berbentuk cairan dalam suhu kamar misalnya minyak jagung, minyak kedelai, minyak kelapa sawit dan minyak zaitun. Secara umum formulasi kimia suatu asam lemak adalah CH3(CH2)nCOOH (Muchtadi 2001). Kandungan lemak pada buah dan sayuran umumnya sedikit, lemak yang terkandung dalam pangan nabati biasanya berupa asam lemak tidak jenuh (Wirakusumah 2007). Lemak secara umum memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah penghasil energi, pembangun atau pembentuk struktur tubuh, penghasil asam 7 lemak essensial yang penting bagi tubuh, pembawa vitamin larut lemak, pelumas diantara persendian, membantu pengeluaran sisa makanan serta pemberi kepuasan cita rasa dan agen pengemulsi (Suhardjo dan Kusharto 1988). Lemak yang terdapat pada bahan pangan nabati umumnya berupa asam lemak tidak jenuh. Fungsi dari asam lemak tak jenuh yaitu sebagai komponen dari sel-sel saraf, membran selular, dan senyawa yang menyerupai hormon. Asam lemak tidak jenuh juga berfungsi sebagai proteksi dan terapi untuk penyakit jantung serta kanker (Wirakusumah 2007). 2.2.3 Serat Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen dalam tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap di saluran pencernaan. Serat secara alami terdapat dalam tanaman. Serat terdiri dari berbagai substansi yang kebanyakan diantaranya adalah karbohidrat kompleks. Serat makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu serat larut (soluble fiber) dan serat tidak larut (insoluble fiber). Umumnya, tanaman mengandung kedua-duanya dengan serat tidak larut pada porsi yang lebih banyak. Serat yang larut di dalam air antara lain terdiri atas pektin, getah tanaman, dan beberapa hemiselulosa. Contoh serat tidak larut adalah lignin dan selulosa (Hermaningsih 2008). Kandungan serat kasar dalam bahan pangan dapat dihitung setelah sampel kering didestruksi dengan H2SO4 dan NaOH. Kandungan serat kasar dapat diketahui setelah beberapa kandungan utama seperti protein, lemak, karbohidrat, dan pati dihilangkan (AOAC 2005). Berdasarkan jenis kelarutannya, serat dapat digolongkan menjadi dua, yaitu serat tidak larut dalam air dan serat yang larut dalam air. Sifat kelarutan ini sangat menentukan pengaruh fisiologis serat pada proses-proses di dalam pencernaan dan metabolisme zat-zat gizi. Selulosa, hemiselulosa dan lignin tergolong serat tidak larut air. Selulosa merupakan seratserat panjang yang terbentuk dari homopolimer glukosa rantai linier. Rantai molekul pembentuk selulosa akan semakin panjang seiring dengan meningkatnya umur tanaman. Di dalam tanaman, selulosa berfungsi memperkuat dinding sel. Hemiselulosa mempunyai rantai molekul lebih pendek dibanding selulosa. Unit ini terdiri dari heksosa dan pentosa. Hemiselulosa berfungsi sebagai penguat dinding sel dan cadangan makanan bagi tanaman. Lignin termasuk senyawa 8 aromatik yang tersusun dari polimer fenil propan. Lignin bersama-sama dengan holoselulosa (gabungan selulosa dan hemiselulosa) berfungsi membentuk jaringan tanaman (Soelistijani 2005). 2.3 Vitamin Vitamin adalah komponen tambahan makanan yang berperan sangat penting dalam gizi manusia, banyak vitamin tidak stabil pada kondisi pemrosesan tertentu dan penyimpanan, karena itu kandungan vitamin dalam makanan yang diproses dapat sangat menurun bahkan hilang. Vitamin merupakan zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil. Vitamin berperan sebagai zat pengatur yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu vitamin larut dalam lemak ( vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin larut dalam air (B1, B2, B3, B4, B5, B6, B12, asam folat, biotin, dan vitamin C) (Wirakusumah 2007). Kandungan vitamin pada berbagai golongan makanan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kandungan vitamin pada beberapa golongan makanan Golongan makanan Daging unggas, ikan Telur Produk susu Lemak dan minyak Buah Kentang Sayur Kacang dan polong Tepung (produk serealia) Gula dan pemanis Vitamin A (retinol) (%) 22,9 6,8 11,8 8,6 7,3 5,7 36,4 0,4 0 Vitamin B1 (Tiamin) (%) 29,4 2,5 9,9 0 4,3 6,7 8 5,5 33,6 24,6 5,9 43,1 0 2 1,9 5,6 1,8 14,2 Vitamin B3 (Niasin) (%) 46 0,1 1,7 0 2,5 7,6 6,8 7 22,7 0,1 - Vitamin B2 (Riboflavin) (%) Vitamin C (%) 1,1 0 4,7 0 35 20,9 38,3 0 0 Sumber: deMan (1989) Vitamin berfungsi sebagai bagian dari koenzim, tanpa vitamin enzim tersebut tidak efektif sebagai biokatalis. Koenzim adalah bentuk vitamin yang difosforilasi dan berperan dalam metabolisme lemak, protein, dan karbohidrat. Vitamin terdapat dalam makanan sebagai provitamin atau senyawa yang bukan 9 vitamin. Provitamin adalah senyawa yang tidak termasuk vitamin tetapi dapat diubah menjadi vitamin. Beta karoten dapat diubah menjadi vitamin A pada dinding usus, 7-dehidrokolesterol dapat diubah menjadi vitamin D3 oleh sinar ultraviolet. Iradiasi pada tanaman dapat mengubah ergosterol menjadi vitamin D2. Asam amino triptofan bisa diubah menjadi niasin (60 mg triptofan menghasilkan 1 mg niasin) (Nasoetion 1987). Kekurangan vitamin telah lama dikenal mengakibatkan penyakit defisiensi yang serius. Kelebihan dosis vitamin tertentu, terutama vitamin yang larut dalam lemak, dapat mengakibatkan keracunan yang serius, karena alasan ini penambahan vitamin ke dalam makanan harus dikendalikan secara hati-hati (deMan 1989). Vitamin walaupun sifatnya mikro namun memiliki peran yang penting. Untuk menguji kandungan vitamin dalam bahan pangan dapat digunakan metode kromatografi (Huyghebaert et al 2003). 2.3.1 Vitamin C Vitamin C disebut juga asam askorbat, merupakan vitamin yang paling sederhana, mudah berubah akibat oksidasi, tetapi amat berguna bagi manusia. Struktur kimianya terdiri dari 6 rantai atom C (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O2 di udara menjadi asam dehidroaskorbat. Vitamin ini merupakan fresh food vitamin karena sumber utamanya adalah buah-buahan dan sayuran segar. Sumber-sumbernya diantaranya adalah jeruk, brokoli, brussel sprout, kubis, lobak dan stroberi (Kamiensky dan Keogh 2006). Vitamin C diproduksi oleh tumbuhan dalam jumlah yang besar. Fungsi vitamin C bagi tumbuhan adalah sebagai agen antioksidan yang dapat menetralkan singlet oksigen yang sangat reaktif, berperan dalam pertumbuhan sel, berfungsi seperti hormon, dan ikut berperan dalam proses fotosintesis (Davey 2006). Vitamin C hanya dapat dibentuk oleh tumbuhan dan terdapat pada sayuran serta buah-buahan dalam jumlah yang besar. Hal ini disebabkan karena tumbuhan memiliki enzim mikrosomal L-gulonolakton oksidase, sebagai komponen dalam pembentukan asam askorbat (Nasoetion & Karyadi 1987 dan Padayatty et al. 2003). Vitamin C pada tumbuhan merupakan metabolit sekunder. Vitamin ini dapat ditemukan pada buah citrus, tomat, sayuran berwarna hijau, dan kentang. 10 Vitamin C digunakan dalam metabolisme karbohidrat dan sintesis protein, lipid, dan kolagen. Vitamin C juga dibutuhkan oleh endotel kapiler dan perbaikan jaringan. Vitamin C bermanfaat dalam absorpsi zat besi dan metabolisme asam folat. Tidak seperti vitamin yang larut lemak, vitamin C tidak disimpan dalam tubuh dan diekskresikan di urin (Kamiensky dan Keogh 2006). Kebutuhan vitamin C berdasarkan U.S. RDA antara lain untuk pria dan wanita sebanyak 60 mg/hari, bayi sebanyak 35 mg/hari, ibu hamil sebanyak 70 mg/hari, dan ibu menyusui sebanyak 95 mg/hari. Kebutuhan vitamin C meningkat 300-500% pada penyakit infeksi, TB, tukak peptik, penyakit neoplasma, pasca bedah atau trauma, hipertiroid, kehamilan, dan laktasi (Kamiensky dan Keogh 2006). 2.3.2 Beta karoten Beta karoten merupakan karotenoid, salah satu pigmen tanaman yang dikenal memiliki antioksidan. Zat ini cepat dikonversi menjadi vitamin A oleh tubuh. Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), perbedaan antara satu provitamin A dengan yang lainnya terletak pada struktur cincin yang terdapat dikedua sisi rantai alifatik. Beta karoten mempunyai dua struktur cincin β-ionon, α-karoten mempunyai satu struktur cincin β-ionon dan sisi lainnya terdapat struktur cincin α-ionon (ikatan rangkap pada posisi 4 dan 5), γ-karoten pada satu sisi mempunyai struktur cincin β-ionon sedangkan pada sisi lainnya tidak mempunyai struktur cincin, tetapi memiliki jumlah atom karbon yang sama dengan provitamin A lainnya. Tubuh manusia mempunyai kemampuan mengubah sejumlah besar karoten menjadi vitamin A (retinol), sehingga karoten ini disebut provitamin A. Beta karoten bermanfaat untuk penanggulangan kebutaan karena xerophtalmia, rabun senja, konjungtivitis (radang kelopak mata), retinopati, katarak dan penurunan fungsi bagian dari retina yang terletak di bagian belakang mata. Selain itu juga dapat mengurangi peluang terjadinya penyakit kanker ataupun membantu menekan kanker terutama kanker saluran pernapasan prostat, dan pankreas. Beta karoten juga dapat membantu mengatasi masalah yang sering diderita oleh wanita seperti menstruasi yang tidak normal, abnormal pap smear, premenstrual syndrom, vaginitis, dan infeksi saluran kencing (Pitojo 2006). 11 2.3.3 High performance liquid chromatography (HPLC) High performance liquid chromatography (HPLC) adalah metode kromatografi yang dikembangkan menggunakan cairan sebagai fase gerak baik cairan polar maupun non polar, dan bekerja pada tekanan tinggi (Adnan 1997). Dalam kromatografi partisi cair baik fase stasioner maupun fase mobile berupa cairan. Pelarut yang digunakan harus tidak dapat bercampur. Perlarut yang lebih polar biasanya digunakan sebagai fase stasioner, oleh karena itu sistem ini dinamakan kromatografi fase normal (normal phase chromatography). Bila fase stasioner yang dipakai senyawa non polar, sedangkan fase mobilnya polar atau terbalik dengan sistem fase normal maka sistemnya disebut kromatografi fase balik (reverse phase chromatography). Komponen utama alat yang dipakai dalam HPLC antara lain (1) reservoir zat pelarut untuk fase gerak; (2) pompa; (3) injektor; (4) kolom; (5) detektor dan (6) rekorder (Adnan 1997). Komposisi vitamin dapat ditentukan menggunakan HPLC (Robinson 1995). Penggunaan HPLC yang digabungkan dengan detektor flourimetrik memungkinkan berfungsi sebagai metode khusus dan sensitif yang dapat dikembangkan untuk penentuan beberapa vitamin dalam bahan makanan, diantara banyak metode yang dianjurkan, vitamin merupakan yang paling sering diuji dalam bentuk bebas, meliputi hidrolisis dari bentuk fosforilase (Ndaw et al. 2000). 2.4 Mineral Mineral yang banyak terdapat pada sayuran adalah zat besi, seng, mangan, kalsium, dan fosfor. Mineral tersebut memiliki nilai kegunaan yang berbeda-beda pada manusia (Huyghebaert et al. 2003). Mineral memegang peranan penting dalam memelihara fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan sebagai katalis dan kofaktor aktivitas berbagai enzim dalam setiap tahap metabolisme. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro dibutuhkan dalam jumlah besar (lebih dari 100 mg/hari), sedangkan mineral mikro dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil (kurang dari 15 mg/hari) (Wirakusumah 1997). 12 Penggolongan mineral terdiri dari mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg/hari yaitu natrium, klorida, kalsium, fosfor, magnesium dan belerang Mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan kurang dari 100 mg/hari antara lain besi, iodium, mangan, dan seng. Jumlah mineral mikro di dalam tubuh kurang dari 15 mg. Hingga saat ini dikenal sebanyak 24 mineral yang dianggap esensial (Almatsier 2004). 2.4.1 Mineral makro Unsur mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang terdapat dalam jumlah besar. Mineral makro dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg/hari. Kelompok mineral makro terdiri dari kalium, kalsium, magnesium, natrium, sulfur, klor dan fosfor (Winarno 2008). Unsur mineral makro yang dibutuhkan oleh tubuh adalah: a. Kalsium (Ca) Kalsium merupakan unsur terbanyak di dalam tubuh manusia. Tubuh orang dewasa memiliki kalsium sebanyak 1,0-1,4 kg atau sekitar 2% dari berat badan. Kalsium terkonsentrasi pada tulang rawan dan gigi, sisanya terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak (Winarno 2008). Peranan kalsium adalah untuk pembentukan tulang dan pemeliharaan jaringan tulang, namun ion kalsium terdistribusi secara luas dalam jaringan lunak. Fungsi lain dari kalsium meliputi kontraksi otot, proses pembekuan darah, transmisi saraf, pemeliharaan keutuhan membran sel dan aktivasi beberapa enzim penting (Halver 1989). Kalsium dalam tubuh juga berfungsi mengukur proses biologis yang terjadi. Keperluan kalsium terbesar terjadi pada waktu pertumbuhan, tetapi kebutuhan kalsium juga masih diteruskan meskipun sudah mencapai usia dewasa. Pada proses pembentukan tulang, tulang baru akan dibentuk bersamaan dengan dihancurkannya tulang yang tua secara simultan (Williams 2005). Angka kecukupan gizi rata-rata mineral kalsium bagi bayi usia 0-12 bulan adalah sebesar 200-400 mg/hari, anak-anak usia 1-9 tahun sebesar 500-600 mg/hari, laki-laki dan wanita usia 18-19 tahun sebesar 500-600 mg/hari dan usia 19-65 tahun sebesar 800 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Kekurangan kalsium dapat mengakibatkan rakhitis, merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya 13 gangguan kalsifikasi pada tulang. Apabila kadar kalsium dalam darah menurun, maka keseimbangan diperoleh dengan mengambil cadangan dari tulang-tulang dan gigi. Keadaan ini menyebabkan keropos tulang (osteoporosis) dan gigi geligi tanggal (Nasoetion et al. 1994). b. Kalium (K) Kalium merupakan kation utama dalam sebagian besar sel (cairan intraseluler) dan otot (Harjono et al. 1996). Kalium berperan dalam pengaturan kandungan cairan sel. Kalium bersama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Kalium juga membantu dalam mengaktivasi reaksi enzim yaitu piruvat kinase yang dapat menghasilkan asam piruvat dalam proses metabolisme karbohidrat (Winarno 2008). Kalium juga berperan dalam pengaturan fungsi otot. Kalium yang dikonsumsi dalam jumlah besar akan menurunkan tekanan darah, sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (Okuzumi dan Fujii 2000). Angka kecukupan gizi kalium pada orang dewasa adalah sebesar 2.000 mg/hari. Kekurangan kalium pada manusia akan mengakibatkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan dan kelumpuhan, sedangkan kelebihan akan menyebabkan gagal jantung yang berakibat kematian serta gangguan fungsi ginjal (Almatsier 2004). c. Natrium (Na) Natrium merupakan bagian terbesar dari cairan ekstraseluler, natrium dan klorida berfungsi membantu mempertahankan tekanan osmotik dan menjaga keseimbangan asam basa (Winarno 2008). Angka kecukupan gizi rata-rata natrium orang dewasa adalah sebesar 500-2400 mg/hari. Kekurangan natrium disebabkan oleh berkurangnya cairan ekstraseluler sehingga tekanan osmotik dalam tubuh menurun. Natrium dalam jumlah banyak akan menyebabkan orang muntah-muntah atau diare, kejang dan kehilangan nafsu makan. Pada saat kadar natrium dalam darah turun, maka perlu diberikan natrium dan air untuk mengembalikan keseimbangan (Almatsier 2004). Kelebihan kadar natrium akan menyebabkan hipertensi yang banyak ditemukan pada masyarakat yang mengkonsumsi natrium dalam jumlah besar seperti pada masyarakat Asia. Hal ini 14 disebabkan oleh pola konsumsi dengan kandungan natrium yang tinggi yaitu 7,68,2 g/hari (Winarno 2008). 2.4.2 Mineral mikro Mineral mikro merupakan mineral yang terdapat di dalam tubuh dalam jumlah yang kecil dan secara tetap terdapat dalam sistem biologis. Kebutuhan tubuh akan mineral mikro kurang dari 100 mg sehari. Mineral mikro terdiri atas besi, iodium, seng, mangan, kobalt, fluorin dan tembaga (Winarno 2008). Mineral mikro memegang peranan penting untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan dan reproduksi (Muchtadi et al. 2001). a. Besi (Fe) Besi memiliki fungsi untuk transportasi oksigen ke jaringan (hemoglobin) dan dalam mekanisme oksidasi seluler. Penipisan cadangan besi dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi (Harjono et al. 1996). Absorpsi besi merupakan proses yang kompleks. Banyaknya besi yang diserap sangat bergantung pada kebutuhan tubuh akan besi . Zat besi dapat diabsorpsi oleh tubuh dalam kondisi normal sekitar 15% dari makanan yang dikonsumsi, sedangkan pada kondisi kekurangan zat besi tubuh dapat mengarbsorpsi sampai dengan 35% (Winarno 2008). Angka kecukupan gizi rata-rata besi bayi 0-12 bulan adalah 0,5-7 mg/hari, anak-anak 1-9 tahun sebesar 8-10 mg/hari, laki-laki dan wanita 10-18 tahun sebesar 13-19 mg/hari serta usia 19-65 tahun sebesar 13-26 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Kekurangan besi dapat menyebabkan anemia, pertumbuhan terganggu dan kehilangan nafsu makan. Kekurangan besi banyak dialami bayi di bawah usia 2 tahun serta para ibu yang sedang mengandung dan menyusui (Winarno 2008). b. Seng (Zn) Seng memiliki peranan dalam sintesis protein serta pembelahan sel. Seng diperlukan dalam jumlah sangat kecil dalam tubuh dan membentuk bagian yang esensial dari banyak enzim (misalnya karbonat anhidrase yang penting dalam metabolisme karbondioksida). Defisiensi seng sering dihubungkan dengan anemia, tubuh pendek, penyembuhan luka terganggu dan geofagia (Harjono et al. 1996). Angka kecukupan gizi rata-rata seng bagi bayi umur 0-12 15 bulan adalah sebesar 1,3-7,5 mg/hari, anak-anak 1-9 tahun sebesar 8,2-11,2 mg/hari, laki-laki dan wanita 10-18 tahun sebesar 12,6-17,4 mg/hari serta usia 19-65 tahun ke atas sebesar 9,3-13,4 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Kekurangan seng dapat terjadi pada golongan rentan yaitu anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orang tua. Kekurangan seng dapat menyebabkan terjadinya diare, gangguan pertumbuhan, gangguan kematangan seksual, gangguan sistem saraf, sistem otak dan gangguan pada fungsi kekebalan (Almatsier 2004). 2.4.3 Atomic absorption spectrophotometer (AAS) Atomic absorption spectrophotometer atau spektroskopi serapan atom merupakan suatu metode yang digunakan untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid (Chasteen 2007). Analisis unsur dengan panjang gelombang pada daerah sinar tampak seperti Ca, K, Na, Mg, P dan sebagainya dapat dilakukan dengan cara spektroskopi serapan atom dan spektroskopi emisi nyala. Spektroskopi serapan atom mengukur radiasi yang diserap oleh atom-atom yang tidak tereksitasi sedangkan pada spektroskopi emisi nyala yang diukur adalah radiasi yang dipancarkan dengan panjang gelombang tertentu oleh atom-atom yang tereksitasi (Nur 1989). Prinsip pemeriksaan spektrofotometer serapan atom yaitu molekul sampel diubah menjadi atom-atom bebas dengan bantuan nyala atau flame. Atom-atom akan mengabsorbsi cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang dari atom tersebut dan intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan panjang gelombang dari atom tersebut serta intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan banyaknya cahaya. Waktu pengujian dengan instrumen AAS lebih cepat dibandingkan dengan metode pengujian gravimetri dan titrimetri, karena preparasi sampel lebih cepat, yakni disediakan dalam larutan kemudian dimasukkan untuk dibakar (Chasteen 2007). 2.5 Pengukusan Pengukusan merupakan proses pemanasan dengan suhu air 66-82 oC. Pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan. Pengolahan panas juga 16 mempunyai pengaruh yang merugikan pada zat gizi, karena degradasi panas dapat terjadi pada zat gizi (Harris dan Karmas 1989). Pengolahan yang biasa dilakukan terhadap sayuran seperti semanggi sebelum dikonsumsi adalah pengukusan. Pengukusan termasuk perlakuan pemasakan menggunakan panas basah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu aman, bergizi dan dapat diterima secara sensori maupun kimia (Harris dan Karmas 1989). Pengukusan secara nyata dapat menurunkan kadar zat gizi makanan yang besarnya bergantung pada cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus. Keragaman susut zat gizi di antara berbagai cara pengukusan terutama terjadi akibat degradasi oksidatif (Harris dan Karmas 1989). Alat yang digunakan untuk proses pengukusan berupa dandang yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian bawah untuk air pengukus dan bagian berlubang di atasnya untuk tempat sayuran. Sebelum sayuran dimasukkan sebaiknya air dididihkan terlebih dahulu, setelah itu baru sayuran dimasukkan. Untuk sayuran berwarna hijau sebaiknya dandang jangan ditutup terlalu rapat. Metode pengukusan memberikan beberapa keuntungan yaitu kandungan gizi tidak banyak berkurang, rasa sayur lebih enak, renyah, dan harum, serta kemungkinan sayur menjadi hangus hampir tidak ada (Novary 1999).