II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pembangunan Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang mencakup berbagai aspek kehidupan secara berkesinambungan yang hasilnya harus bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses dari pemikiran yang dilandasi keinginan untuk mencapai kemajuan bangsa. Todaro dan Smith (2006) menyatakan nilai inti pembangunan adalah kecukupan (sustenance), harga diri (self esteem) dan kebebasan (freedom). Kecukupan (sustenance) adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan. Harga diri (selfesteem) untuk menjadi manusia seutuhnya, merupakan dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan sesuatu. Sedangkan kebebasan (freedom) dari sikap menghamba berupa kemampuan untuk memilih. Nilai yang terkandung dalam konsep ini adalah konsep kemerdekaan manusia, yang diartikan sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak mudah diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materil dalam kehidupan ini. Sedangkan tujuan inti pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) ada tiga, yaitu: 1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup 2. Peningkatan standar hidup 3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial Bank Dunia 1991, dalam Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwatujuan utama pembangunan adalah memperbaiki kualitas kehidupan. Sedangkan United Nations Development Programme (UNDP, 1991) menyatakan bahwa cara terbaik untuk mewujudkan pembangunan adalah dengan meningkatkan kualitas manusia. 11 12 2.2. Indeks Pembangunan Manusia Menurut UNDP (Human Development Report, 1990), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi setiap orang (”a process of enlarging peoples’s choices”) untuk hidup lebih panjang, lebih sehat dan hidup lebih bermakna. Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas, dimana dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sisi manusianya, bukan hanya dari sisi pertumbuhan ekonominya. Untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia digunakan suatu ukuran yang di namakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks komposit yaitu gabungan dari beberapa indikator. Adapun beberapa indikator tersebut terdiri dari indikator kesehatan (indeks lama hidup), indikator pendidikan (indeks melek huruf dan rata-rata lama sekolah) dan indikator ekonomi yang ditunjukkan dengan tingkat daya beli penduduk (purchasing power parity). Gabungan dari ketiga indikator ini diharapkan mampu mengukur tingkat kesejahteraan dan keberhasilan pembangunan manusia di suatu wilayah. Laporan UNDP 1995 menyatakan bahwa dasar pemikiran konsep pembangunan manusia meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian; b. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus berpusat pada penduduk secara komprehensif dan bukan hanya pada aspek ekonomi semata; c. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan/kapasitas manusia, tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan/kapasitas manusia tersebut secara optimal; d. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan; 13 e. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya. Selanjutnya dalam laporan Pembangunan Manusia Tahun 2001, UNDP menyatakan ada empat aspek utama yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan manusia, yaitu: 1. Peningkatan produktivitas dan partisipasi penuh dalam lapangan pekerjaan dan perolehan pendapatan. Dalam komponen ini, pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu bagian dari model pembangunan manusia. 2. Peningkatan akses dan kesetaraan memperoleh peluang-peluang ekonomi dan politik. Dengan kata lain, penghapusan segala bentuk hambatan ekonomi dan politik yang merintangi setiap individu untuk berpartisipasi sekaligus memperoleh manfaat dari peluang-peluang tersebut. 3. Adanya aspek keberlanjutan (sustainability), yakni bahwa peluang-peluang yang disediakan kepada setiap individu saat ini dapat dipastikan tersedia juga bagi generasi yang akan datang, terutama, daya dukung lingkungan atau modal alam dan „ruang‟ kebebasan manusia untuk berkreasi. 4. Pembangunan tidak hanya untuk masyarakat, tetapi juga oleh masyarakat. Artinya, masyarakat terlibat penuh dalam setiap keputusan dan proses-proses pembangunan, bukan sekedar obyek pembangunan, dengan kata lain adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Berdasarkan konsep-konsep tersebut, penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Produktivitas Penduduk harus mampu meningkatkan produktivitas dan berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah. Sehingga pembangunan ekonomi merupakan bagian dari model pembangunan manusia. 2. Pemerataan Penduduk harus memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial. Semua 14 hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup 3. Kesinambungan Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui 4. Pemberdayaan Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil keputusan dari proses pembangunan. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) menurut RPJMN untuk mendukung ketersediaan angkatan kerja berketrampilan dan berpendidikan tinggi, dengan strategi pengembangan, yaitu: 1. Meningkatkan akses pelayanan pendidikan dan keterampilan kerja. 2. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan. 3. Meningkatkan produktivitas angkatan kerja dan mengembangkan ekonomi lokal. Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk yang dilakukan dengan menitikberatkan pada pembangunan SDM secara fisik dan mental. Azas pemerataan yang merupakan salah satu dasar trilogi pembangunan yang akan diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan. Azas pemerataan merupakan salah satu prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi jalur pemerataan, kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk perlu dilakukan oleh pemerintah melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan dasar. Pembangunan manusia dapat juga dilihat dari sisi pelaku atau sasaran yang ingin dicapai. Dalam kaitan ini, UNDP melihat pembangunan manusia sebagai 15 semacam “model” pembangunan tentang penduduk, untuk penduduk, dan oleh penduduk, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Tentang penduduk; berupa investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya. b. Untuk penduduk; berupa penciptaan peluang kerja melalui perluasan (pertumbuhan ekonomi dalam negeri); c. Oleh penduduk; berupa upaya untuk memperkuat (empowerment) penduduk dalam menentukan harkat manusia dengan cara berpartisipasi dalam proses politik dan pembangunan. Selain pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara di dunia. HDI juga digunakan untuk mengklasifikasikan apakah suatu negara adalah negara maju, negara berkembang atau terbelakang. Indeks HDI pada tahun 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India, Amartya Send an Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London Scholl of Economic dan sejak itu dipakai oleh program pembangunan PBB pada laporan HDI tahunannya. HDI digambarkan sebagai “pengukuran vulgar” oleh Amartya Sen karena batasannya, dimana indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan, dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti untuk mengetahui hal-hal yang lebih rinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya. HDI mengukur pencapaian rata-rata negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia: 1 Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran 2 Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua pertiga) dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, dan atas/gross enrolment ratio (bobot satu per tiga). 3 Standar kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita, produk domestic bruto dalam paritas kekuatan beli/purchasing power parity. 16 Nilai IPM berkisar antara 0 – 100. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu. Karena hanya mencakup tiga komponen utama, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Kaitannya dengan capaian pembangunan yang komprehensif yang mampu mengakomodir konsep pembangunan manusia secara lebih luas, United Nations Development Programme (UNDP) sejak 1990 telah menggunakan indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja (performance) suatu negara atau wilayah dalam pembangunan manusia. Dimensi pembangunan manusia menjadi sangat penting sehingga diperlukan kemauan dan komitmen yang kuat dari penyusun kebijakan dan para pelaku pembangunan. Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. Sementara itu United Nation Development Program (UNDP) sejak tahun 1990 telah mengeluarkan secara berkala IPM sebagai ukuran kuantitatif tingkat pencapaian pembangunan manusia. Indeks ini merupakan teknik komposit terhadap beberapa indikator tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan. Secara umum IPM merupakan salah satu instrument untuk mengetahui pencapaian pembangunan manusia suatu negara karena dalam batas-batas tertentu IPM mewakili tujuan dari pembangunan manusia. Hal ini sejajar dengan pemahaman yang telah dikemukakan oleh UNDP dalam Laporan Pembangunan Manusia Tahun 1990, bahwa tujuan mendasar dari pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat hidup lebih panjang, lebih sehat serta memiliki kreativitas untuk mengaktualisasikan gagasan. Pernyataan ini sejalan dengan yang pernah dikemukakan oleh Sen (2000), bahwa dengan menempatkan pembangunan manusia sebagai tujuan akhir dari proses pembangunan diharapkan dapat menciptakan peluang-peluang yang secara langsung menyumbang upaya memperluas dan meningkatkan kemampuan 17 manusia dan kualitas kehidupan mereka, antara lain melalui peningkatan layanan kesehatan, pendidikan dasar dan jaminan sosial, khususnya bagi warga miskin. Diantara beberapa pengertian pembangunan manusia di atas, dapat ditarik benang merah kesamaan, bahwa “Pembangunan Manusia” adalah upaya meningkatkan kemampuan manusia terutama melalui peningkatan taraf kesehatan dan pendidikan, sehingga membuat manusia menjadi lebih sehat, kreatif dan lebih produktif sehingga memungkinkan untuk meraih peluang-peluang yang tersedia bagi dirinya masing-masing dalam kelangsungan hidupnya untuk mendapatkan penghasilan yang layak. 2.2.1 Komponen-Komponen IPM 2.2.1.1 Indeks Harapan Hidup Indeks Harapan Hidup (IHH) menunjukkan jumlah tahun hidup yang diharapkan dapat dinikmati penduduk suatu wilayah. Dengan memasukkan informasi mengenai angka kelahiran dan kematian per tahun variabel (e₀) diharapkan akan mencerminkan rata-rata lama hidup sekaligus hidup sehat masyarakat. Sehubungan dengan sulitnya mendapatkan informasi orang yang meninggal pada kurun waktu tertentu, maka untuk menghitung angka harapan hidup digunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel). Data dasar yang dibutuhkan dalam metode ini adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin. Secara singkat, proses penghitungan angka harapan hidup ini disediakan oleh program Mortpak. Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup dengan cara menstandarkan angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya (BPS, 2009). 2.2.1.2 Indeks Pendidikan Penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua indikator yaitu angka melek huruf/ Adult Literacy Rate Index(Lit) dan rata-rata lama sekolah/ Mean Years Of Schooling Index (MYS). Populasi yang digunakan adalah penduduk usia 15 tahun ke atas karena pada kenyataannya penduduk usia tersebut sudah ada yang berhenti sekolah. Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih mencerminkan 18 kondisi sebenarnya. Angka melek huruf diolah dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan rata-rata lama sekolah dihitung menggunakan tiga variabel secara simultan yaitu partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani, dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan Kedua indikator pendidikan ini dimunculkan dengan harapan dapat mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka Lit), dimana Lit merupakan proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam suatu kelompok penduduk secara keseluruhan. Sedangkan cerminan angka MYS merupakan gambaran terhadap keterampilan yang dimiliki penduduk. 2.2.1.3 Standar Hidup Layak Berbeda dengan UNDP yang menggunakan indikator GDP per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai indikator standar hidup layak. Di Indonesia menggunakan “rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan” (adjusted real per capita expenditure) atau daya beli yang disesuaikan (purchasing power parity). Untuk perhitungan IPM sub nasional (provinsi/kabupaten/kota) tidak memakai PDRB per kapita karena PDRB per kapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak mencerminkan daya beli riil masyarakat yang merupakan concern IPM. Untuk mengukur daya beli penduduk, BPS memakai data rata-rata konsumsi 27 komoditi terpilih dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap paling dominan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah distandarkan agar bisa dibandingkan antar daerah dan antar waktu yang disesuaikan dengan indeks PPP (Purchasing Power Parity) 2.2.2 Tahapan Penghitungan IPM Tahapan pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks masingmasing komponen IPM (e°), pengetahuan, dan standar hidup layak) dengan hubungan matematis sebagai berikut: Indeks X(i) = [X(i)– X(i)min]/[X (i)maks– X (i)min] (2.1) 19 dimana X(i) = indikator komponen IPM ke-i (i = 1,2,3) Xmaks = nilai maksimum Xi Xmin = nilai minimum Xi Persamaan di atas akan menghasilkan nilai 0 ≤ Xi ≤ 1, untuk mempermudah cara membaca skala dinyatakan dalam 100 persen sehingga nilainya menjadi 0 ≤ Xi ≤ 100. Indikator yang digunakan sebagai ukuran nilai maksimum dan minimum dari setiap faktor adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Indikator IPM Indikator Nilai Maksimum Nilai Minimum Keterangan AngkaHarapanHidup/ AHH (thn) 85 25 UNDP Angka Melek Huruf/AMH (%) 100 0 UNDP Rata-rata (thn) 15 0 UNDP 732.720 300.000 UNDP (disesuaikan) lama sekolah Konsumsi riil per kapita Sumber: UNDP Tahapan kedua penghitungan IPM adalah menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indeks Xi dengan hubungan matematis: IPM= 1/3 [X(1) + X (2) + X(3)] (2.2) dimana: X1 = indeks harapan hidup X2 = indeks pendidikan = {2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama sekolah)} X3 = indeks konsumsi per kapita yang disesuaikan 20 Secara singkat konsep IPM dapat digambarkan sebagai berikut: IPM Dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat Pengetahuan Indikator HarapanHidup saat lahir Tingkat Melek Huruf (Lit) Dimension Indeks Indeks Harapan Hidup Standar Kehidupan Layak Rata-rata lama sekolah (MYS) Pengeluaran riil per kapita (PPP rupiah) Indeks Pendapatan Indeks Pendidikan Indeks Pembangunan Manusia Sumber: BPS,2010 Gambar 2.1 Alur Konsep IPM 2.3. Wilayah Perbatasan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Kawasan perbatasan adalah suatu kawasan yang merupakan bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain . Wilayah negara ini meliputi wilayah darat, wilayah perairan, dasar laut, dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat Provinsi dan 16 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil. 21 Wilayah perbatasan menurut buku utama rencana induk pengelolaan perbatasan negara merupakan wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan dengan negara lain, dan batas-batas wilayahnya ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wilayah perbatasan di Indonesia secara umum dicirikan antara lain oleh: (1) letak geografisnya berbatasan langsung dengan negara lain, bias propvinsi, kabupaten/kota maupun kecamatan yang memiliki bagian wilayah yang langsung bersinggungan dengan garis batas negara. (2) kawasan perbatasan umumnya masih relatif terpencil, miskin, kurang sarana dan prasarana dasar sosial dan ekonomi, serta (3) kondisi pertumbuhan ekonominya relatif lambat dibandingkan wilayah lain. Selama ini pendekatan perencanaan pengembangan kawasan perbatasan lebih banyak ditekankan pada pendekatan keamanan (security approach). Namun seiring dengan perkembangan kajian-kajian tentang kawasan perbatasan bahwa, kawasan perbatasan darat dan laut antar negara merupakan kawasan yang masih rentan terhadap infiltrasi ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial budaya dari negara lain. Di sisi lain, kawasan perbatasan antar negara masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang sangat mendasar seperti rendahnya kesejahteraan masyarakat, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, serta minimnya infrastruktur di sektor perhubungan dan sarana kebutuhan dasar masyarakat. Ketertinggalan pembangunan kawasan perbatasan baik darat maupun laut dengan negara tetangga secara sosial maupun ekonomi dikhawatirkan dapat berkembang menjadi kerawanan yang bersifat politis untuk jangka panjang. Upaya pembangunan wilayah perbatasan merupakan amanah UUD 1945 Indonesia masih mengalami kendala sosial, ekonomi, budaya dan keterbatasan daya dukung di wilayah yang dihuninya. Menurut Bappenas (2004), sebagaimana pelaksanaan pembangunan pada wilayah-wilayah lain relatif masih tertinggal, pembangunan wilayah perbatasan menganut pendekatan, antara lain: 1. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia (basic need approach), yaitu kecukupan konsumsi pangan, sandang dan perumahan yang layak huni. 2. Pemenuhan akses standar terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur mobilitas warga. 22 3. Peningkatan partisipasi dan akuntabilitas publik dalam setiap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program pembangunan untuk kepentingan masyarakat. Selain tiga pendekatan yang secara umum diterapkan dalam setiap program pembangunan, hal lain yang perlu memperoleh perhatian adalah konteks sosial budaya, adat istiadat, kondisi geografis dan keunikan komunitas dan kewilayahan yang dimiliki oleh wilayah perbatasan (Bappenas, 2004). Lebih khusus lagi, pengembangan kawasan perbatasan ditekankan pada tiga aspek utama sebagaimana ciri-ciri kawasan perbatasan, yaitu: 1. Aspek Demarkasi dan Delimitasi Garis Batas Penetapan batas wilayah negara (demarkasi dan delimitasi) dilakukan untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah negara.Upaya ini membutuhkan dukungan, seperti survei dan pemetaan wilayah perbatasan, penamaan (toponim) pulau, border diplomacy, hingga pengakuan Perserikatan BangsaBangsa (PBB). Pada dasarnya penetapan batas negara harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan bilateral/multilateral dan bukan bersifat unilateral. 2. Aspek Politik, Hukum dan Keamanan. Tingginya potensi kerawanan di perbatasan menyebabkan perlunya perhatian khusus terhadap wilayah ini dalam hal peningkatan kesadaran politik, penegakan hukum, serta peningkatan upaya keamanan. 3. Aspek Kesejahteraan, Sarana dan Prasarana Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan Negara. Namun pembangunan di beberapa wilayah perbatasan masih tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga, terutama wilayah yang berbatasan dengan Malaysia dan Singapura. Hal ini menyebabkan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara secara tegas membagi kewenangan pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan 23 pemerintah kabupaten dalam pelaksanaan pembangunan daerah perbatasan. Kewenangan Pemerintah Pusat antara lain : a. Menetapkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan; b. Mengadakan perundingan dengan negara lain mengenai penetapan Batas Wilayah Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan dan hukum internasional; c. Membangun atau membuat tanda Batas Wilayah Negara; d. Melakukan pendataan dan pemberian nama pulau dan kepulauan serta unsur geografis lainnya; e. Memberikan izin kepada penerbangan internasional untuk melintasi wilayah udara teritorial pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan perundangundangan; f. Memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing untuk melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan pada jalur yang telah ditentukan; g. Melaksanakan pengawasan di zona tambahan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran dan menghukum pelanggar peraturan perundangan di bidang bea cukai, fiskal, imigrasi, atau saniter di dalam wilayah negara atau laut teritorial; h. Menetapkan wilayah udara yang dilarang dilintasi oleh penerbangan internasional untuk pertahanan dan keamanan; i. Membuat dan memperbarui peta Wilayah Negara dan menyampaikannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun sekali; dan j. Menjaga keutuhan, kedaulatan, dan keamanan wilayah negara serta Kawasan Perbatasan. Kewenangan Pemerintah Provinsi yaitu : a. Melaksanakan kebijakan Pemerintah dan menetapkan kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan; b. Melakukan koordinasi pembangunan di Kawasan Perbatasan; c. Melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antar-pemerintah daerah dan/atau antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga; dan 24 d. Melakukan pengawasan pelaksanaan pembangunan Kawasan Perbatasan yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten/Kota. Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota antara lain : a. Melaksanakan kebijakan Pemerintah dan menetapkan kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan; b. Menjaga dan memelihara tanda batas; c. Melakukan koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan di Kawasan Perbatasan di wilayahnya; dan d. Melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antar-pemerintah daerah dan/atau antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga. Dalam rangka melaksanakan kewenangannya tersebut, baik Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban menetapkan biaya pembangunan Kawasan Perbatasan. Selain pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah, Undang-undang ini juga mengamanatkan pembentukan Badan Pengelola Perbatasan yang bertugas menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengkoordinasikan pelaksanaan dan melaksanakan evaluasi serta pengawasan. 2.4. Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat kinerja perekonomian, baik di tingkat nasional maupun regional. Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi penduduk bertambah. Dalam tingkat negara seluruh barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri diukur secara agregat dalam bentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Seluruh barang dan jasa yang diproduksi dikonversi dalam bentuk mata uang negara yang bersangkutan agar dapat diagregasikan. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari perubahan peningkatan PDB riil pada periode tertentu. Pada tingkat rumah tangga ataupun individu pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari peningkatan pendapatan rumah tangga atau pendapatan perkapita. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi dapat didekati dengan ukuran peningkatan PDB atau peningkatan pendapatan perkapita. 25 Todaro dan Smith (2006), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Adatiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu: 1. Akumulasi modal. “meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang berwujud tanah, peralatan fisik,dan sumber daya manusia. Akumulasi modal akan terjadi jika sebagian dari pendapatan sekarang ditabung yang kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di masamasa mendatang. Investasi juga harus disertai investasi infrastruktur (jalan, listrik, air bersih, fasilitas sanitasi, fasilitas komunikasi) demi menunjang aktivitas ekonomi produktif. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia bermuara pada peningkatan kualitas modal manusia yang pada akhirnya dapat berdampak positif terhadap angka produksi‟. 2. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. “Secara tradisional pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan angkatan kerja telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestiknya”. 3. Kemajuan teknologi.”Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi caracara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan tradisional”. 2.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia Myrdal (1971), mengartikan pembangunan sebagai pergerakan ke atas dari sebuah sistem sosial. Sedangkan menurut Todaro dan Smith, 2006, menekankan 3 nilai dasar pembangunan, yaitu peningkatan ketersediaan kebutuhan pokok, peningktan standar hidup, dan perluasan pilihan ekonomis dan sosial setiap individu. Sehingga dapat diketahui mengenai strategi kebutuhan pokok, agar sekelompok sosial yang lemah mendapatkan manfaat dari setiap program pembangunan. Konsep kebutuhan pokok harus dipandang sebagai dasar utama dalam strategi pembangunan ekonomi dan sosial. 26 Midgley (1995), menjelaskan bahwa pembangunan sosial merupakan pendekatan pembangunan yang secara eksplisit mengintegrasikan proses pembangunan ekonomi dan sosial. Pembangunan sosial tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya pembangunan ekonomi, sedangkan pembangunan ekonomi tidaklah bermakna kecuali diikuti dengan peningkatan kesejahteraan sosial dari populasi sebagai suatu kesatuan. Pembangunan ekonomi atau lebih tepatnya pertumbuhan ekonomi merupakan syarat bagi tercapainya pembangunan manusia, karena dengan pembangunan ekonomi terjamin peningkatan produktivitas dan peningkatan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja. Van den Berg (2001) menggambarkan hubungan antara pendapatan (GDP per kapita) dengan HDI (sebagai ukuran kesejahteraan) seperti terlihat pada gambar 2.2. Peningkatan real GDP per kapita akan berpengaruh besar terhadap peningkatan HDI untuk negara dengan tingkat real GDP per kapita rendah. UNDP memberi batasan dengan tingkat rata-rata output per kapita dunia ($ 5.000). Setelah tahun 1999, pendapat tersebut dimodifikasi menjadi lighty curve dengan asumsi semakin tinggi GDP per kapita, maka efek untuk setiap pertumbuhan GDP per kapita terhadap HDI akan menurun (diminishing return of per capita GDP). Hal ini didasarkan atas teori Amartya Sen, bahwa peningkatan GDP per kapita bukan hanya meningkatkan ketersediaan barang dan jaa, tetapi juga kemudahan dalam menentukan pilihan peendidikan, economic kebebasan dan kesehatan. Welfare (HDI) Sebelum tahun 1999 Setelah tahun 1999 $ 5.000 GDP per kapita Sumber: Van den Berg (2001) Gambar 2.2 Hubungan GDP dengan HDI freedom, 27 2.6 Pendidikan dan Pembangunan Manusia Pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas, memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta menguasai teknologi, tetapi juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi (Schweke, 2004). Oleh karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak saja berguna bagi perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum. Pencapaian pendidikan di setiap tingkat pendidikan akan dapat meningkatkan pendapatan dan produktivitas. Pendidikan juga merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial ekonomi. Kegagalan membangun pendidikan akan dapat melahirkan berbagai masalah krusial seperti pengangguran, kriminalitas, penyalah gunaan narkoba, dan welfare dependency yang akan menjadi beban sosial politik bagi pemerintah. Selain itu dalam upaya mencapai pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), sektor pendidikan memegang peranan yang sangat strategis khususnya dalam mendorong akumulasi modal yang dapat mendukung proses produksi dan aktivitas-aktivitas ekonomi lainnya. Analisis atas investasi dalam bidang pendidikan menyatu dalam pendekatan modal manusia. Modal manusia (human capital) adalah istilah yang sering digunakan oleh para ekonom untuk pendidikan, kesehatan dan kapasita manusia yang lain yang dapat meningkatkan produktivitas jika hal-hal tersebut semakin meningkat. Pendidikan memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro, 2006). Memasuki abad ke-21, paradigma pembangunan yang merujuk knowledge based economy menjadi semakin dominan. Paradigma ini menegaskan tiga hal: Pertama, kemajuan ekonomi dalam banyak hal bertumpu pada basis dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, hubungan kausalitas antara pendidikan dan kemajuan ekonomi menjadi kian kuat dan solid. Ketiga, pendidikan menjadi 28 penggerak utama dinamika perkembangan ekonomi, yang mendorong proses transformasi struktural jangka panjang 1. 2.7 Kesehatan dan Pembangunan Manusia Laporan Komisi Makroekonomi dan Kesehatan tahun 2001 dalam Arum (2003) menekankan pentingnya pembangunan manusia sebagai sentral pembangunan. Dimana pada tingkat mikro yaitu pada tingkat individual dan keluarga, kesehatan adalah dasar bagi produktivitas kerja dan kapasitas untuk belajar di sekolah. Tenaga kerja yang sehat secara fisik dan mental akan lebih enerjik dan kuat, lebih produktif, dan mendapatkan penghasilan yang tinggi. Pada tingkat makro, penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik merupakan masukan (input) penting untuk menurunkan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi jangka panjang. Arum juga menyatakan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara tingkat kesehatan yang baik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang secara statistik diperkirakan bahwa setiap 10 persen dari angka harapan hidup waktu lahir akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi minimal 0,3-0,4 persen per tahun, jika faktor-faktor pertumbuhan lainnya tetap. Kesejahteraan ekonomi yang semakin meningkat sebagai akibat dari bertambah panjangnya usia sangatlah penting. Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat, dapat merujuk pada angka harapan hidup. Pada negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-rata hidup lebih lama, dengan demikian secara ekonomis mempunyai peluang untuk memperoleh pendapatan lebih tinggi. Keluarga yang angka harapan hidupnya lebih panjang, cenderung untuk menginvestasikan pendapatannya di bidang pendidikan dan menabung. Dengan demikian tabungan nasional dan investasi akan meningkat, dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 2.8 Pendapatan Per Kapita Pembangunan manusia dapat diartikan sebagai suatu proses yang dapat menyebabkan pendapatan per kapita suatu masyarakat bertambah dalam jangka panjang. Menurut Sukirno (2006), pendapatan per kapita dapat digunakan untuk 1 www.kompas.com. “Pengembangan Wilayah Perbatasan”(diakses tanggal 20 September 2012) 29 tiga tujuan, yaitu : (i) menentukan tingkat kesejahteraan yang dicapai suatu negara pada suatu tahun tertentu; (ii) menggambarkan tingkat kelajuan atau kecepatan pembangunan ekonomi dunia dan di berbagai negara; dan (iii) menunjukkan jurang pembangunan diantara berbagai negara. Berdasarkan penggunaan tersebut di atas, maka pendapatan per kapita dapat digunakan dalam mengukur daya beli masyarakat yang selanjutnya berkaitan dengan kesejahteraan yang dicapai dalam suatu negara. Pendapatan per kapita dapat digunakan dalam mengukur daya beli masyarakat yang kemudian berkaitan dengan kesejahteraan yang dicapai dalam suatu negara. Pendapatan per kapita didefinisikan sebagai besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita. 2.9 Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah merupakan cerminan kebijakan yang pemerintah lakukan, yaitu jika pemerintah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, maka pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Menurut Suparmoko (1994) dalam Eka (2011), bahwa pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi: a. Pengeluaran merupakan investasi yang menembah kekuatan dan ketahanan ekonomi dimasa yang akan dating. b. Pengeluran langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat. c. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang. d. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli lebih luas. Adapun macam-macam pengeluaran pemerintah, yaitu: a. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau sepenuhnya, artinya pengeluaran masyarakat pemerintah yang mendapatkan menerima jasa-jasa pembayaran dan kembali barang-barang dari yang 30 bersangkutan. Misalnya, pengeluaran untuk jasa-jasa dan barang-barang pemerintah atau proyek-proyek produktif. b. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan- keuntungan ekonomi bagi masyarakat yang denga naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. Misalnya pengeluaran untuk bidang pertanian, pendidikan, dan pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat. c. Pengeluaran yang tidak self liquiditing dan tidak reproduktif, yaitu pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat. Misalnya untuk bidang rekreasi, pendirian monumen dan sebagainya. d. Pengeluaran merupakan penghematan dimasa datang, misalnya pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu, untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya berunsurkan pos-pos pengeluaran untuk membiayai pelaksanaan roda pemerintahan sehari-hari meliputi belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang), angsuran dan utang pemerintah serta jumlah pengeluaran lainnya. Sedangkan pengeluaran pembangunan maksudnya adalah pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik, yang dibedakan atas pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pendanaan terhadap fasilitas-fasilitas umum yang akan digunakan oleh masyarakat berhubungan langsung dengan berapa besar jumlah pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk meningkatkan fasilitas umum yang diperlukan. Jadi semakin besar jumlah pengeluaran pemerintah untuk bidang pendidikan dan kesehatan maka semakin besar pula dana pembangunan serta 31 semakin baik pula kualitas sarana dan prasarana pelayanan publik termasuk bidang pendidikan dan kesehatan yang ada. Pendidikan dan kesehatan yang baik akan meningkatkan kapasitas serta berperan membuka peluang yang lebih besar untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi (Lanjouw et.al, 2001). Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan dan kualitas pembangunan manusia. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, total penerimaan daerah yang didapatkan dari pengelolaan sumber daya dan juga bantuan dari pemerintah yang berupa Dana perimbangan khusus (DAK), diharapkan akan mendorong peningkatan alokasi dana untuk mensejahterakan masyarakat. Pengalokasian dana belanja modal untuk kesejahteraan khususnya di bidang pendidikan, diharapkan lebih besar untuk kemajuan daerah dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Belanja modal ini dapat berupa pembangunan gedung, sarana dan prasarana yang memadai untuk kenyamanan bersekolah. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM didasarkan kepada pemikiran bahwa pendidikan tidak sekedar menyiapkan peserta didik agar mampu masuk dalam pasaran kerja, namun lebih daripada itu, pendidikan merupakan salah satu upaya pembangunan watak bangsa (national character building) seperti kejujuran, keadilan, keikhlasan, kesederhanaan dan keteladanan. Penggunaan indikator kesejahteraan yang komprehensif dan akomodatif terhadap konsepsi pembangunan yang berkelanjutan sangat penting. Arah kebijakan peningkatan, perluasan dan pemerataan pendidikan untuk belanja modal dilaksanakan melalui antara lain; penyediaan fasilitas layanan pendidikan berupa pembangunan unit sekolah baru, penambahan ruang kelas dan penyediaan fasilitas Kemajuan pendidikan ini dilihat dari indikator: dapat membaca dan menulis, penduduk usia sekolah, penduduk masih sekolah, sekolah, angka partisipasi kasar, angka partisipasi murni, dan tamat sekolah (BPS, 2006). Sedangkan dalam rangka meningkatkan pelayanan dasar kesehatan dan pemerataan pembangunan di bidang kesehatan, fokus kegiatan akan ditekankan pada: (i) peningkatan akses, pemerataan, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin; (ii) peningkatan ketersediaan tenaga 32 medis dan paramedis, terutama untuk pelayanan kesehatan dasar di daerah terpencil dan tertinggal; (iii) pencegahan dan pemberantasan penyakit menular; (iv) penanganan masalah gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil, bayi dan anak balita; (v) peningkatan pemanfaatan obat generik esensial, pengawasan obat, makanan dan keamanan pangan; serta (vi) revitalisasi program KB (BPS, 2004) Mardiasmo (2002), menyatakan bahwa dalam era otonomi, pemerintah daerah harus semakin mendekatkan diri pada berbagai pelayanan dasar masyarakat. Oleh karena itu, alokasi belanja modal memegang peranan penting guna peningkatan pelayanan ini. Sejalan dengan peningkatan pelayanan ini (yang ditunjukkan dengan peningkatan belanja modal) diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembangunan manusia yang diharapkan. Berbagai pemaparan ini menunjukkan bahwa realisasi pengeluaran pemerintahakan memberikan dampak yang berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kualitas pembangunan manusia yang tercermin dari meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 2.9.1 Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan Mengacu pada UU No.20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. Pada nagara maju dapat dilihat dari tingginya tingkat pendidikan masyarakatnya karena tersedianya pelayanan pendidikan yang menunjang dan memadai. Peranan dominan pemerintah dalam pasar pendidikan tidak hanya mencerminkan masalah kepentingan pemerintah tetapi juga aspek ekonomi khusus yang dimilki oleh sektor pendidikan yaitu sebagai berikut (Achsanah dalam Rica Amanda, 2010): 1. Pengeluaran pendidikan sbagai investai 2. Eksternalitas 3. Pengeluaran bidang pendidikan dan implikasinya terhadap kebijakan public 4. Tingkat pengembalian pendidikan 33 2.9.2 Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan Beberapa ekonom menganggap bahwa kesehatan merupakan fenomena ekonomi, baik jika dinilai dari stok maupun sebagai investasi. Sehingga fenomena kesehatan menjadi variabel yang nantinya dapat dianggap sebagai faktor produksi untuk meningkatkan nilai tambah barang dan jasa, atau sebagai suatu sasaran dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai baik oleh individu, rumah tangga maupun masyarakat, yang dikenal sebagai tujuan kesejahteraan. Oleh karena itu kesehatan dianggap sebagai modal dan memiliki tingkat pengembalian yang positif baik untuk individu maupun untuk masyarakat. Dana untuk kesehatan yang diatur dalam UU No. 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa besar anggaran kesehatan pemerintah dialokasikan minimal 5 persen dari APBN di luar gaji, sementara besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dialokasikan minimal 10 persen dari APBD di luar gaji, 0leh karena itu sudah semestinya pemerintah harus dapat menyediakan pelayanan publik yang memadai dalam rangka peningkatan kualitas pembangunan manusia yang selanjutnya dapat meningkatkan IPM. (Maryani, 2010). 2.10 Kemiskinan dan Pembangunan Manusia Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Badan Pusat Statistik (2010) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumah tangga sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal (layak bagi kehidupannya) atau penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Penetapan perhitungan garis kemiskinan dalam masyarakat mencakup kebutuhan makanan dan non makanan. Untuk kebutuhan minimum makanan disetarakan dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari. Garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan (luas 34 lantai bangunan, penggunaan air bersih, dan fasilitas tempat pembuangan air besar); pendidikan (angka melek huruf, wajib belajar 9 tahun, dan angka putus sekolah); dan kesehatan (rendahnya konsumsi makanan bergizi, kurangnya sarana kesehatan serta keadaan sanitasi dan lingkungan yang tidak memadai). Sedangkan menurut BAPPENAS kemiskinan adalah kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, yang tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermanfaat. Hak-hak dasar masyarkat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Dengan mengetahui definisi kemiskinan yang ada maka dapat disimpulkan bahwa makin banyaknya jumlah penduduk miskin secara langsung akan menurunkan IPM di suatu daerah karena adanya keterbatasan mereka untuk mengakses kebutuhannya terutama kebutuhan bukan makanan. 2.11 Infrastruktur Infrastruktur merupakan keseluruhan elemen yang berguna untuk berfungsinya perekonomian dengan memfasilitasi sirkulasi barang, manusia dan ide. Setiap usaha untuk meningkatkan dan mendiversifikasi produksi, memperluas perdagangan, menyebarkan penduduk, mengurangi kemiskinan, serta memperbaiki kondisi lingkungan membutuhkan prasarana infrastruktur. Grigg (2000) mendefinisikan infrastruktur sebagai fasilitas-fasilitas/struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan ekonomi masyarakat.Todaro (2006) juga mendefinisikan infrastruktur sebagai salah satu faktor penting yang menentukan pembangunan ekonomi. Dalam World Bank Report infrastruktur dibagi tiga (Bank Dunia, 1994), yaitu : a. Infrastruktur Ekonomi, merupakan asset fisik yang menyediakan jasa dan digunakan dalam produksi dan konsumsi final meliputi public utilities (telekomunikasi, air minum, dan sanitasi ,public works (bendungan, saluran 35 irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan, kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang). b. Infrastruktur Sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan serta rekreasi c. Infrastruktur Administrasi/Institusi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi. Pemerintah melalui PP No.42 tahun 2005 tentang Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur, menjelaskan jenis infrastruktur yang penyediaannya diatur oleh pemerintah, yaitu: transportasi, jalan, pengairan, air minum dan sanitasi, telematika, kelistrikan, dan pengangkutan minyak dan gas bumi. Penggolongan ini dapat dikategorikan sebagi infrastruktur dasar, karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas sehingga penyediaannya perlu diatur oleh pemerintah. 2.12 Infratruktur dan Pembangunan Manusia Pertumbuhan ekonomi merupakan prasyarat bagi tercapainya pembangunan manusia, karena pertumbuhan ekonomi dapat meningkatan produktivitas dan meningkatkn pendapatan. Sehingga pembangunan infrastruktur tidak bisa diabaikan karena merupakan faktor utama dalam peningkatan produktivitas. Gambar 2.3 menunjukkan hubungan infrastruktur dengan pembangunan manusia. Infrastruktur yang baik adalah pendukung yang sangat penting dalam tiap aktivitas agar berlangsung efektif dan efisien. Pembangunan akan tercapai jika didukung oleh infrastruktur yang memadai yang diindikasikan dengan kualitas layanan sarana dan prasarana yang baik (Indratno, 2008). Pembangunan Manusia Pendidikan Infrastruktur Kesehatan Ekonomi (Pendapatan) Sumber : Indratno, 2008 Gambar 2.3 Hubungan Infrastruktur dengan Pembangunan Manusia 36 2.13. Penelitian Terdahulu Ramires, et. al (2002) telah melakukan penelitian terkait dengan hubungan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia yang menggunakan dua model yaitu: (1) pertumbuhan ekonomi untuk pembangunan manusia, (2) pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi. Berbagai hubungan di masing-masing model, beserta tinjauan dari beberapa materi yang ada. Ramires menggunakan data lintas negara untuk periode 1970-1992. Hasil yang diperoleh bahwa ada hubungan positif yang kuat di kedua arah dan bahwa pengeluaran publik untuk pelayanan sosial dan pendidikan perempuan menentukan kekuatan hubungan antara pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia, sementara tingkat investasi dan distribusi pendapatan berhubungan signifikan dalam menentukan kekuatan antara pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi. Cahyadi (2005), dalam kajiannya tentang faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan manusia di Provinsi Bali. Teknik pengolahan data yang dilakukan dengan model ekonometrika OLS dengan data panel yang terdiri dari 9 kabupaten/kota dengan tahun analisis 1996, 1999 dan 2002. Variabel terikat yang digunakan adalah IPM, sedangkan variabel bebas yang digunakan adalah PDRB, investasi bruto, realisasi anggaran pembangunan sosial, rata-rata pengeluaran rumah tangga per bulan, jumlah penduduk miskin, rasio jumlah murid terhadap jumlah ruang kelas SD, rasio jumlah sarana kesehatan terhadap jumlah penduduk, dan persentase rummah tangga yang mempunyai air bersih. Hasil penelitian adalah jumlah penduduk miskin berpengaruh signifikan negatif terhadap IPM, anggaran pembangunan sosial dan akses terhadap air bersih berpengaruh signifikan secara positif terhadap IPM dan bersifat inelastis. Sedangan rata-rata pengeluaran rumah tangga, PDRB, investasi dan rasio prasarana pendidikan dan kesehatan berpengaruh signifikan secara positif dan bersifat elastis. Kajian pembangunan manusia yang dilakukan oleh Alam (2006) berfokus pada ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Bekasi pada tahun 1996-2004, kemajuan ekonomi antar kecamatan, serta menganalisis faktor-faktor sosial dan ekonomi yang mempengaruhi IPM di Kabupaten Bekasi. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan Analisis Weighted Coefficient Variation (CVw) atau Williamson (Iw). Nilai indeks berkisar antara nol dan satu. Alat 37 Analisis yang kedua adalah Tipelogi Klaasen dengan melihat perbandingan antara laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dan PDRB per kapita kecamatan terhadap angka LPE dan PDRB perkapita rata-rata kabupaten. Sedangkan alat Analisis selanjutnya adalah regresi data panel dengan IPM sebagai Variabel bebas, dan variabel terikatnya terdiri dari: PDRB per kapita kecamatan; sarana pendidikan (jumlah gedung SD dan MI); rasio guru SD dan MI; jumlah sarana kesehatan kecamatan; rasio tenaga medis per 1000 penduduk; kepadatan penduduk kecamatan; dan akses penduduk terhadap air bersih. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan PDRB, rasio guru terhadap murid SD, kepadatan penduduk, dan rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih signifikan mempengaruhi IPM di Kabupaten Bekasi dan disparitas pendapatan yang tinggi di Kabupaten Bekasi tidak serta merta menyebabkan tingginya disparitas IPM. Penelitian tentang Indeks Pembangunan Manusia juga dilakukan oleh Yanuarta (2009). Penelitian Yanuarta mengaitkan alokasi anggaran pembangunan dengan peningkatan indeks pembangunan manusia di Kabupaten Lampung Barat. Metode analisis yang digunakan adalah dengan regresi berganda dengan memasukkan variabel-variabel berupa belanja pembangunan sektor pendidikan, belanja sektor kesehatan, dan belanja sektor perekonomian. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan belanja pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan mempunyai pengaruh signifikan terhadap peningkatan IPM. Prioritas pembangunan sektor pendidikan adalah program sekolah gratis, rehabilitasi sekolah, pemerataan guru, peningkatan kompetisi guru, pengadaan sarana pendidikan, pembentukan PKBM, pembangunan sekolah, peningkatan insentif guru, dan pendidikan D2 bagi guru SD. Prioritas pembangunan bidang kesehatan yaitu pengobatan gratis, revitalisasi posyandu, dan pengadaan dokter dan bidan. Selain itu Patrioka (2011) juga meneliti tentang pembangunan manusia dengan fokus penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia di Provinsi Jawa Barat. Metode analisis yang digunakan adalah data panel dengan unit time series 2005-2009 dan cross section-nya 25 kabupaten/kota. Data yang digunakan adalah IPM, PDRB perkapita, jumlah penduduk miskin, jumlah SD dan SMP, jumlah guru, jumlah murid, jumlah puskesmas, jumlah rumah sakit, jumlah pelayan kesehatan dan panjang jalan. 38 Penelitian ini menyimpulkan bahwa seluruh faktor yang dianalisis berpengaruh secara signifikan terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi Jawa Barat. 2.14 Kerangka Pemikiran Kawasan perbatasan merupakan manifestasi utama kedaulatan suatu negara yang memiliki peranan penting dan strategis dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber alam, pertahanan keamanan dan kedaulatan ekonomi suatu negara. Kawasan ini memiliki potensi sumber daya alam (hutan, tambang dan mineral, perikanan dan kelauatan) yang sangat besar dan terbentang disepanjang perbatasan yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk meningkatkan perekonomian daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu kawasan perbatasan juga merupakan beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam RPJMN 2004-2009, yang menjadi pintu gerbang keluar masuk. Oleh karena itu wilayah ini harus dipertahankan dan dikembangkan dengan berbagai cara sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan agar dapat sejajar dengan negara tetangga. Namun demikian, hingga saat ini kondisi perekonomian sebagian besar wilayah perbatasan masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan wilayah lain bahkan dibeberapa kawasan perbatasan terjadi kesenjangan pembangunan dengan negara lain. Kondisi ini umumnya disebabkan oleh terbatasnya sarana dan prasarana sosial ekonomi seperti perhubungan, telekomunikasi, pemukiman, air bersih, listrik, jalan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Keterbatasan sarana dan prasarana di kawasan ini menyebabkan minimnya kegiatan investasi, rendahnya optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam, rendahnya penciptaan lapangan pekerjaan, keterisolasian wilayah, tingginya angka kemiskinan, terjadinya aktifitas illegal, dan rendahnya kualitas sumber daya manusia, serta munculnya ancaman terhadap pertahanan dan keamanan negara yang dipicu oleh bergesernya patok batas dan perhatian yang kurang dari Pemerintah Indonesia terhadap warganya di kawasan perbatasan. Untuk menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda depan yang berinteraksi positif dengan negara tetangga diperlukan upaya dan komitmen dari 39 seluruh komponen bangsa, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, masyarakat, dan sebagainya. Sehingga berbagai permasalahan yang timbul tersebut dapat dibuat solusi pemecahannya agar pemerataan pembangunan, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan yang selama ini diharapkan dapat terwujud. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut diperlukan perhatian yang serius terhadap pembangunan sumber daya manusia.Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, salah satu indikatornya adalah indeks pembangunan manusia. Meningkatnya indeks pembangunan manusia akan berdampak pada pencapaian pembangunan. Strategi untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia secara efektif adalah dengan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan indeks pembangunan manusia, sehingga bisa dijadikan faktor penting dalam menentukan kebijakan. Secara keseluruhan kerangka pemikiran penelitian ini seperti pada Gambar 2.4 berikut ini: Wilayah Perbatasan Darat Indonesia Faktor-faktor yang memengaruhi IPM Potensi Pendidikan: - Tenaga Pendidik Kesehatan: - Tenaga Kesehatan Ekonomi: - PDRB per Kapita - Pengeluaran Pendidikan dan Kesehatan Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia Implikasi Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Sosial: - Kemiskinan - Infrastruktur - Pengangguran Pendidik 40 2.14. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini : 1. PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan, rasio tenaga pendidik tingkat SD, rasio tenaga pendidikan tingkat SMP, berpengaruh rasio tenaga kesehatan, dan infrastruktur positif terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia. 2. Persentase tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran terbuka berpengaruh negatif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).