Majalah kesehatan FKUB volume 1 nomer 2, Juni 2014 95

advertisement
Majalah kesehatan FKUB
volume 1 nomer 2, Juni 2014
Pengaruh Pemberian Asi Eksklusif terhadap Insidensi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bareng Kotamadya Malang
Lega Umami*, Kuswantoro Rusca P*, Fransiska Imavike F*
ABSTRAK
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang sering menyerang bayi dan anak-anak
dengan manifestasi klinis beragam. Salah satu upaya pencegahan ISPA pada bayi adalah dengan memberikan
ASI eksklusif, karena ASI mengandung unsur kekebalan spesifik dan nonspesifik yang dapat melindungi bayi
baru lahir dari infeksi saluran napas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian ASI
eksklusif terhadap insidensi ISPA pada bayi usia 0-6 bulan. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik
observasional dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive
sampling. Sampel adalah para ibu beserta bayinya dan berjumlah 88 orang. Berdasarkan hasil uji statistik dengan
chi square diperoleh nilai x2 = 46.642 yang lebih besar dari nilai x2 tabel = 3.841 dengan nilai signifikansi sebesar
0.000 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pemberian ASI eksklusif terhadap
insidensi ISPA pada bayi usia 0-6 bulan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh pemberian ASI
eksklusif terhadap rendahnya insidensi ISPA pada bayi usia 0-6 bulan. Berdasarkan hasil penelitian ini
disarankan agar para ibu tetap memiliki motivasi yang tinggi untuk memberikan ASI eksklusif pada bayinya dan
bagi petugas kesehatan harus memiliki keterampilan penyuluhan manajemen laktasi yang benar.
Kata kunci : ASI eksklusif, ISPA, Kekebalan nonspesifik, Kekebalan spesifik.
Effect of Exclusive Breastfeeding to Acute Respiratory Infection (ARI) Incidence on 0 to 6
Month-Old Infants at Bareng Public Health Center Malang
ABSTRACT
Acute Respiratory Infection (ARI) is an infectious disease that often attack infants and children with various
clinical manifestations. Exclusive Breastfeeding can be one of ARI’s preventions for infants since it is contains
specific and nonspecific immune factors that can protect newborn baby from ARI. The aim of this study is to
determine the effect of exclusive breastfeeding to ARI’s incidence on 0 to 6 month-old infants. This research
design was analytic observational with cross sectional study approach. Sampling method was purposive
sampling. Samples were consisted of 88 mothers and their infants. According to statistic result with chi square
test, it was obtained x2 value = 46.642 which was greater than x2 tabel value = 3.841 with significant value 0.000
(p < 0.05). The result indicated that exclusive breastfeeding had significant effect to prevent ARI’s insidence on 0
to 6 month-old infants. The conclusion from this study was: exclusive breastfeeding had an effect to decrease ARI
incidence on 0 to 6 months-old infants. Based on the conclusion, it was suggested that mothers should have high
motivation to breastfeed their infants exclusively. Furthermore, health worker should have a good skill of public
education for lactation management.
Keywords : ARI incidence, Exclusive breastfeeding, Nonspecific immunity, Specific immunity.
*Program Studi Ilmu Keperawatan, FKUB
95
Majalah kesehatan FKUB
volume 1 nomer 2, Juni 2014
bayi apabila ASI diberikan secara tepat dan
benar sampai bayi berumur 6 bulan. Bayi
berumur kurang dari 6 bulan sistem
pencernaannya belum matur hingga bayi
berumur 6 bulan.6
ASI mengandung faktor kekebalan yang
banyak dan bermanfaat terhadap pencegahan
ISPA terutama sejak pemberian ASI di awal
kelahiran bayi hingga bayi berusia 6 bulan.
Salah satu faktor kekebalan terhadap ISPA
adalah imunoglobulin.6 Imunoglobulin yang
banyak ditemukan pada saluran cerna dan
saluran napas adalah imunoglobulin A (IgA).
Sementara antibodi terhadap penyakit saluran
pernapasan yang ditransfer dengan bantuan
jaringan limfosit adalah bronchus assosiated
immunocompetent lymphoid tissue (BALT).7
Angka cakupan ASI eksklusif di kota Malang
pada tahun 2009 sebesar 77,32 % dari 13.144
sasaran bayi. Hal ini bisa dikatakan cukup
sukses mengingat target cakupan ASI di kota
Malang sebesar 60 %, walaupun belum
mencapai target nasional sebesar 80 %.
Namun ternyata tidak semua wilayah kerja
Puskesmas di kota Malang sudah mampu
mencapai target cakupan ASI yang sebesar 60
%. Untuk cakupan ASI terendah di kota
Malang adalah wilayah kerja Puskesmas
Bareng sebesar 5,07 %.4 Jumlah penderita
ISPA balita di wilayah kerja Puskesmas
Bareng yang memiliki angka cakupan ASI
terendah sebesar 1.712 jiwa. Jumlah penderita
ISPA nonpneumonia pada bayi kurang dari 1
tahun sebesar 440 jiwa. Sementara jumlah
penderita ISPA pneumonia pada bayi kurang
dari 1 tahun sebesar 88 jiwa.4 Oleh sebab itu,
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
seberapa jauh pengaruh pemberian ASI
eksklusif terhadap insidensi ISPA. Hasil
penelitian diharapkan mampu memotivasi
masyarakat untuk memberikan ASI eksklusif
bagi bayi mereka selama 6 bulan pertama
sebagai upaya pencegahan dan penurunan
kejadian ISPA.
PENDAHULUAN
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
adalah infeksi saluran pernapasan yang
berlangsung sampai 14 hari. ISPA merupakan
penyebab kematian terbesar pada anak-anak
berusia di bawah 5 tahun di negara-negara
berkembang.1 ISPA merupakan penyakit yang
sering dijumpai dengan manifestasi ringan
sampai berat. ISPA yang mengenai jaringan
paru-paru atau ISPA berat, dapat menjadi
pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit
infeksi penyebab kematian utama, terutama
pada balita. Angka prevalensi ISPA pada balita
di kota Malang pada tahun 2009 sebesar
31.941 jiwa, terdiri dari 30.806 penderita ISPA
nonpneumonia dan 1.039 penderita ISPA
pneumonia.
Jumlah
penderita
ISPA
nonpneumonia pada bayi berusia kurang dari 1
tahun sebesar 9.609 jiwa, dan pada balita usia
1 - 4 tahun sebesar 21.197 jiwa. Sementara
jumlah penderita ISPA pneumonia pada bayi
berusia kurang dari 1 tahun sebesar 369 jiwa,
dan pada balita usia 1 - 4 jiwa sebesar 639
jiwa.2 Berdasarkan hasil survey kesehatan
rumah tangga (SKRT) 2001 dan suvey
demografik kesehatan indonesia (SDKI) 2007,
angka kematian bayi (AKB) di Jatim sebesar
35 jiwa per 1.000 kelahiran hidup. Infeksi
saluran napas menjadi penyebab kematian
bayi kedua sebesar 27,6 % setelah gangguan
perinatal. Rasio AKB untuk rentang usia 1-11
bulan sebesar 32 %. Menurut WHO, 19 %
penyebab kematian bayi dan balita disebabkan
oleh ISPA.3 Angka kematian pada balita
karena pneumonia di kota Malang sebesar 6
jiwa.4
Salah satu faktor resiko yang
mempengaruhi penyakit ISPA adalah status
gizi. Prevalensi dan insidensi ISPA cenderung
lebih tinggi pada anak dengan status gizi
kurang. Malnutrisi merupakan faktor resiko
penting untuk ISPA. Anak yang menderita
malnutrisi berat atau kronis lebih sering
terkena ISPA dibandingkan anak dengan berat
badan normal.5
Salah satu upaya pencegahan ISPA
adalah dengan peningkatan atau perbaikan
gizi. Pada bayi usia kurang dari 6 bulan,
peningkatan atau perbaikan gizi hanya bisa
dari pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif. Hal
ini dikarenakan jumlah komposisi ASI masih
cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan
BAHAN DAN METODE
Desain penelitian yang digunakan yaitu
analitik observasional dengan pendekatan
cross sectional melalui pengisian kuesioner
dan pengamatan. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua bayi berusia 0-6 bulan yang ada
96
Majalah kesehatan FKUB
volume 1 nomer 2, Juni 2014
di wilayah kerja Puskesmas Bareng kotamadya
Malang sebesar 134 jiwa. Jumlah sampel
dalam penelitian ini sesuai dengan nomogram
Harry King yakni sebanyak 88 orang ibu dan
bayinya yang memenuhi kriteria inklusi.
Pengumpulan data menggunakan pengamatan
melalui pemeriksaan langsung oleh petugas
kesehatan dan pengisian kuesioner oleh ibu
dari bayi serta studi dokumentasi yakni
pencatatan status gizi dan cakupan ASI yang
diperoleh dari buku KIA/KMS yang dimiliki oleh
bayi. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
pemberian ASI eksklusif terhadap insidensi
ISPA pada bayi usia 0-6 bulan, maka
digunakan uji statistik chi square dengan
derajat kepercayaan 95 %, α = 0,05 bermakna
apabila p ≤ 0,05. Pengolahan data
menggunakan komputer dengan program
SPSS for Windows.
dengan 37 bayi memiliki status non-ISPA dan
7 bayi memiliki status ISPA. Kemudian bayi
yang tidak mengkonsumsi ASI eksklusif
sebanyak 44 bayi dengan 5 bayi memiliki
status non-ISPA dan 39 bayi memiliki status
ISPA. Dari hasil uji statistik dengan
menggunakan uji chi square (x2) diperoleh nilai
chi-square sebesar 46.642 yang lebih besar
dari (x2) tabel dengan df=1, yaitu sebesar
3.841, dengan nilai signifikansi (p) sebesar
0.000 yang lebih kecil dari alpha (α) 0.05
sehingga hipotesis penelitian diterima. Hal ini
berarti pemberian ASI eksklusif berpengaruh
secara signifikan terhadap insidensi ISPA pada
bayi.
Tabel 1. Tabulasi silang pengaruh pemberian
ASI eksklusif dan ASI non eksklusif terhadap
insiden ISPA
ASI
HASIL
Penelitian dilakukan di posyandu wilayah
kerja Puskesmas Bareng kotamadya Malang
pada tanggal 1-31 Mei 2011. Jumlah
responden adalah 88 orang ibu dan bayinya.
Karakteristik bayi yang diperoleh adalah
mayoritas berjenis kelamin perempuan
sebesar 52 bayi (59,10 %); berusia 5-6 bulan
sebanyak 47 bayi (53,41 %); berat badan lahir
≥2500 g sebanyak 82 bayi (93,18 %); status
gizi cukup sebanyak 51 bayi (57,95 %); urutan
kelahiran kedua sebanyak 37 bayi (42,00 %);
jumlah bayi dengan pola konsumsi ASI
eksklusif sama dengan jumlah bayi yang nonASI eksklusif; jumlah bayi dengan serangan
ISPA 0 kali sama dengan jumlah bayi dengan
serangan ISPA 1-3 kali. Karakteristik ibu adalah terbanyak berusia 19-40 tahun sebanyak
80 orang (90,91 %); tingkat pendidikan
SMA/SMK sebanyak 55 orang (62,50 %);
profesi ibu sebagai ibu rumah tangga
sebanyak 59 orang (67,50 %). Selanjutnya
untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
pemberian ASI eksklusif terhadap insidensi
ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Bareng Malang maka dibuat
tabulasi silang yang dapat menggambarkan
penyebaran data secara lebih rinci
sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
Pada Tabel 1 terlihat bahwa bayi yang
mengonsumsi ASI eksklusif sebanyak 44 bayi
Eksklusif
NonEksklusif
TOTAL
ISPA
Non-ISPA
TOTAL
Frek
%
Frek
%
Frek
%
7
39
8,0
44,3
37
5
42,0
5,7
44
44
50,0
50,0
46
52,3
42
47,7
88
100,0
PEMBAHASAN
ASI merupakan makanan yang tepat bagi
bayi karena mengandung komposisi yang
sesuai kebutuhan bayi dan mengandung unsur
kekebalan yang sangat diperlukan untuk
melindungi bayi dari berbagai infeksi secara
efektif. Oleh sebab itu, ASI sering disebut
sebagai darah putih karena mengandung selsel yang penting dalam proses fagositosis
kuman. Pemberian ASI eksklusif pada bayi
baru lahir hingga ia berusia 6 bulan merupakan
salah satu upaya pencegahan ISPA. ISPA
merupakan penyakit yang sering dijumpai pada
bayi dan anak. Gejala yang ditimbulkan pun
beragam mulai dari yang ringan sampai berat.
ISPA yang berat dapat menjadi pneumonia
yang menjadi penyebab kematian utama pada
balita.
Berdasarkan tabulasi silang (Tabel 1)
dapat dilihat bahwa bayi yang mendapat ASI
eksklusif yang memiliki riwayat ISPA sebanyak
7 bayi (8,0 %) dan yang non-ISPA sebanyak
37 bayi (42,0 %). Pada bayi non-ASI eksklusif,
sebanyak 49 bayi (44,3 %) memiliki riwayat
ISPA dan sebanyak 5 bayi (5,7 %) non-ISPA.
97
Majalah kesehatan FKUB
volume 1 nomer 2, Juni 2014
Dari hasil analisa data diperoleh nilai chi
square hitung lebih besar dari nilai x2 tabel
dengan nilai signifikansi (p) lebih kecil dari
alpha (α). Jadi, pemberian ASI eksklusif
berpengaruh secara signifikan terhadap
insidensi ISPA pada bayi usia 0-6 bulan. Pada
awal kehidupan, bayi memperoleh banyak
protein antibodi dari ibunya melalui plasenta.
Protein antibodi ini bersirkulasi dalam darah
bayi sampai dia lahir yang berperan untuk
melindungi bayi dari serangan mikroba
patogen, bakteri, virus, dan debris sel. Tetapi
ketika bayi lahir, bayi perlu mendapatkan ASI
eksklusif untuk memperoleh tambahan proteksi
diri selain sebagai pemenuh kebutuhan gizi
bayi selama 6 bulan. Peran ASI sebagai agen
proteksi bayi terhadap serangan kuman dan
virus tidak terlepas dari peran antibodi, protein,
dan sel imun dalam ASI.8 Kadar zat anti infeksi
tersebut memiliki kadar paling tinggi dalam
kolostrum.9 Selain itu, kolostrum juga memiliki
3 manfaat besar yaitu sebagai pembersih
selaput usus bayi baru lahir sehingga saluran
pencernaan siap untuk menerima makanan;
mengandung kadar protein yang tinggi
terutama gama globulin/ immunoglobulin
sehingga dapat memberikan perlindungan
tubuh terhadap infeksi; dan mengandung zat
antibodi sehingga mampu melindungi tubuh
bayi dari berbagai penyakit infeksi untuk
jangka waktu hingga 6 bulan.6 Itulah mengapa
pemberian ASI eksklusif dapat melindungi bayi
terhadap infeksi seperti ISPA secara efektif.
Pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif
mudah terserang ISPA karena kandungan zat
gizi dan zat protektifnya tidak selengkap ASI.
Susu sapi/susu formula banyak mengandung
protein kasein yang dapat memicu alergi. Pada
susu formula juga tidak ditemukan sel hidup
seperti sel darah putih, zat pembunuh bakteri,
antibodi, enzim, hormon, dan faktor
pertumbuhan. Di samping itu, susu formula
juga mengandung IgE dan IgG lebih banyak
dari ASI.7 IgE memediasi hipersensitivitas tipe
cepat atau respon alergi dengan menimbulkan
pelepasan mediator (histamin) dari sel mast
dan basofil karena paparan terhadap allergen.
Histamin menyebabkan hidung berair, hidung
tersumbat, gatal pada kulit, dan sesak napas.10
Secara umum terdapat 3 faktor resiko ISPA
yang utama dan saling berkaitan atau saling
mempengaruhi satu sama lain, yaitu faktor
agent (bibit penyakit), faktor host (manusia)
dan faktor environment (lingkungan). Faktor
agent sudah jelas merupakan bibit penyakit
ISPA. Faktor host (bayi) dipengaruhi oleh
umur, BBLR, status gizi, dan daya tahan tubuh
bayi. Pada bayi berusia kurang dari 6 bulan,
berat badan lahir, status gizi, dan daya tahan
tubuh bisa ditingkatkan atau diperbaiki melalui
pemberian ASI eksklusif dan imunisasi tertentu
yang diberikan sejak lahir.
Dari 44 bayi yang diberi ASI eksklusif di
wilayah kerja Puskesmas Bareng kebanyakan
memiliki rentang usia 5 - 6 bulan sebanyak 24
bayi; status gizi cukup sebanyak 44 bayi; dan
berat badan lahir ≥ 2500 g sebanyak 44 bayi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor status gizi
yang baik, berat badan lahir normal dan
lamanya pemberian ASI eksklusif hingga usia
6 bulan dapat menurunkan insidensi ISPA
pada bayi usia 0 – 6 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Bareng, Malang. Umur diduga
terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya.
Bayi dan balita merupakan kelompok yang
kekebalan tubuhnya belum sempurna,
sehingga masih rentan terhadap penyakit
infeksi khususnya ISPA. Oleh sebab itu, perlu
adanya pemberian ASI eksklusif mulai bayi
lahir hingga bayi berusia 6 bulan untuk
memperkuat sistem imunnya agar terhindar
dari penyakit ISPA. Kondisi gizi yang baik juga
dapat mempengaruhi terjadinya penurunan
insidensi ISPA pada bayi.1 Prevalensi dan
insidensi ISPA cenderung lebih tinggi pada
anak dengan status gizi kurang.5 Adanya kondisi malnutrisi menyebabkan melemahnya
daya tahan tubuh anak karena nutrisi yang
buruk
disertai dengan fagositosis yang
menurun.
Bayi dengan BBLR memiliki sistem
pertahanan tubuh yang rendah terhadap
mikroorganisme patogen sehingga bayi
dengan BBLR rentan terhadap penyakit infeksi
seperti ISPA. Sedangkan bayi dengan BBL
(berat badan lahir) normal, sistem pertahanan
tubuhnya terbangun secara optimal sehingga
bayi dengan BBL normal jarang menderita
ISPA.11
Selain faktor-faktor di atas, masih terdapat
faktor environment (lingkungan) yang
dipengaruhi oleh usia ibu, tingkat pendidikan
dan pengetahuan ibu, serta jenis pekerjaan
ibu yang menggambarkan keadaan sosial
98
Majalah kesehatan FKUB
volume 1 nomer 2, Juni 2014
ekonomi, jumlah pendapatan keluarga dan
kepemilikan barang. Selain itu, faktor
lingkungan juga dipengaruhi oleh paparan
polusi
udara,
keberadaan
ventilasi,
keberadaan anggota keluarga yang menderita
ISPA, dan kepadatan hunian rumah. Namun
beberapa faktor di atas belum bisa dikaji oleh
peneliti selain faktor kepadatan hunian rumah
dan keberadaan anggota keluarga yang
menderita ISPA yang bisa diwakili oleh urutan
kelahiran bayi.
Dari hasil tabulasi silang antara rentang
usia ibu, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan
ibu, dan urutan kelahiran bayi dengan status
ASI pada bayi mereka, dapat diketahui bahwa
kebanyakan ibu yang secara eksklusif
menyusui memiliki karakteristik rentang usia 19
– 40 tahun yaitu sebanyak 41 orang dari 80
orang; tingkat pendidikan SMA sebanyak 34
orang dari 55 orang; jenis pekerjaan sebagai
ibu rumah tangga/tidak bekerja sebanyak 41
orang dari 59 orang; dan urutan kelahiran bayi
yang pertama dan kedua masing-masing 17
bayi dari 44 bayi yang diberi ASI eksklusif. Jadi
dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki
rentang usia 19-40 tahun dengan tingkat
pendidikan tinggi dan
tingkat kesibukan
rendah karena tidak bekerja di luar rumah,
serta memiliki urutan kelahiran bayi yang
pertama dan kedua menurunkan angka
insidensi ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Bareng kota Malang.
Usia ibu pada kisaran 19-40 tahun
tergolong usia awal masa dewasa. Pada kisaran usia tersebut ibu
memiliki tugas
perkembangan mulai dari membina keluarga,
mengasuh anak, dan mengelola rumah tangga.12 Jadi, dapat disimpulkan bahwa usia ibu
yang tergolong usia awal masa dewasa
mampu memberikan ASI eksklusif sehingga
menurunkan angka insidensi ISPA pada bayi
usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Bareng.
Menurut Abdullah (2003), pendidikan akan
memberikan kesempatan kepada seseorang
untuk membuka jalan pikiran dalam menerima
ide-ide atau nilai-nilai baru. Ibu dengan
pendidikan yang baik akan memiliki akses
informasi yang lebih luas sehingga berdampak
positif terhadap cara merawat bayi.11 Pada ibu
yang tidak bekerja, kesempatan memberikan
ASI eksklusif lebih besar daripada ibu yang
bekerja. Hal ini dikarenakan ibu yang tidak
bekerja kebanyakan waktunya dihabiskan di
rumah untuk mengasuh anaknya dan
mengelola kebutuhan rumah tangga. Pada ibu
yang bekerja masih menemui kendala di
lingkungan pekerjaannya, antara lain cuti
bersalin hanya dimungkinkan bagi pekerja
formal atu tenaga kontrak, sedangkan petani,
pekerja rumah tangga, dan pekerja di sektor
informal masih belum terlindungi oleh peraturan ILO, WHA (world health assembly) dan
UNICEF mengenai anjuran menyusui eksklusif
selama 6 bulan melalui pemberian cuti dan
upah kerja selama cuti dan difasilitasi untuk
terus menyusui di lingkungan kerja. Di lain
pihak, sebagian ibu tidak mengambil cuti
bersalin karena khawatir upah yang diterima
akan dikurangi atau kehilangan pekerjaannya
selama menjalankan cuti. Tempat penitipan
anak di lingkungan tempat bekerja tidak
dimanfaatkan oleh ibu, karena tidak tersedia
alat transportasi yang aman dan nyaman.7
Urutan kelahiran bayi menunjukkan jumlah
penghuni rumah. Semakin besar urutan
kelahiran bayi maka semakin banyak pula
jumlah penghuni rumah tersebut. Jumlah
penghuni rumah mengindikasikan kepadatan
hunian rumah. Keadaan tempat tinggal yang
padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam
rumah. Hal ini semakin parah bila ada anggota
keluarga yang menderita ISPA atau penyakit
menular dan sebagai perokok. Keberadaan
anggota keluarga yang menderita ISPA juga
bisa menjadi faktor resiko munculnya penyakit
ISPA.1 Secara geografis, kelurahan Bareng
terletak di tengah kota Malang yang strategis
dengan pusat perdagangan dan perindustrian.
Sehingga kelurahan Bareng yang berpenduduk
padat agak sulit mendapatkan lingkungan
sehat terutama udara bersih dan sehat.
Akibatnya insidensi ISPA pada bayi di
Kelurahan Bareng cukup tinggi. Pada Tabel 1,
tersaji data bahwa pada bayi yang diberi ASI
eksklusif terdapat 7 bayi yang memiliki status
ISPA dari 44 bayi. Berdasarkan hasil tabulasi
silang antara ASI, ISPA, dan faktor resiko
lainnya seperti umur bayi, BBL, status gizi,
urutan kelahiran, umur ibu, tingkat pendidikan
dan jenis pekerjaan ibu diperoleh bahwa
ketujuh bayi tersebut memiliki umur 5-6 bulan,
BBL normal, status gizi normal, umur ibu
tergolong usia awal masa dewasa, tingkat
99
Majalah kesehatan FKUB
volume 1 nomer 2, Juni 2014
pendidikan SMA, jenis pekerjaan ibu rumah
tangga. Sementara berdasarkan hasil tabulasi
silang antara ASI, ISPA dan urutan kelahiran
diperoleh bahwa ketujuh bayi tersebut memiliki
urutan kelahiran ke-2 sebanyak 3 bayi, urutan
kelahiran ke-3 sebanyak 3 bayi dan urutan
kelahiran ke-3 sebanyak 1 bayi. Dari hasil
wawancara terpadu dengan kuesioner,
diperoleh keterangan bahwa bayi yang diberi
ASI eksklusif bisa terpajan ISPA karena
tertular oleh saudaranya di rumah. Pada bayi
yang tidak diberi ASI eksklusif terdapat 5 bayi
yang tidak memiliki status ISPA. Berdasarkan
hasil tabulasi silang antara ASI, ISPA dan
faktor resiko lainnya seperti umur bayi, BBL,
status gizi, urutan kelahiran, umur ibu, tingkat
pendidikan dan jenis pekerjaan ibu diperoleh
bahwa dari kelima bayi tersebut 4 bayi memiliki
umur 0-4 bulan, 4 bayi dengan BBL normal, 5
bayi dengan status gizi normal, 4 bayi
dengan umur ibu tergolong usia awal masa
dewasa, tingkat pendidikan SMA, 4 bayi
dengan ibu berprofesi ibu rumah tangga. Dari
hasil wawancara terpadu dengan kuesioner
diketahui bahwa ibu sengaja mencampurkan
pemberian ASI dengan susu formula karena
jumlah ASInya kurang mencukupi kebutuhan
bayi dan adanya kesan bahwa kandungan
susu formula lebih komplit. Menurut pendapat
ibu selama bayi diberi ASI dan PASI, si bayi
tidak pernah sakit kecuali setelah diimunisasi
dan berat badan bayi meningkat atau normal.
Pemberian ASI eksklusif hingga bayi berusia 6
bulan merupakan langkah yang efektif dan
efisien dalam memenuhi kebutuhan gizi dan
memberikan perlindungan bagi bayi dari
serangan infeksi khususnya ISPA. ASI tidak
hanya memberikan manfaat bagi bayi tapi juga
memberikan manfaat bagi ibu, keluarga, dan
negara. Jadi pemberian PASI/ susu formula
seharusnya tidak diberikan sejak bayi baru
lahir mengingat efeknya yang merugikan bagi
bayi, kecuali untuk yang benar-benar
membutuhkan dengan indikasi medik dan bayi
yatim piatu.7
wilayah kerja Puskesmas Bareng Malang. Bayi
yang mengonsumsi ASI eksklusif kebanyakan
belum pernah mengalami ISPA yakni
sebanyak 37 bayi (42,0 %). Bayi yang tidak
mengonsumsi ASI eksklusif kebanyakan
pernah mengalami ISPA yakni sebanyak 39
bayi (44,3 %).
.
SARAN
1. Bagi masyarakat
Sebaiknya para ibu tetap berusaha
memberikan ASI secara eksklusif dan
menghindari pemberian PASI terlalu dini.
Mengingat pentingnya manfaat ASI dalam
mencegah
berbagai
penyakit
infeksi
khususnya ISPA. Keberhasilan pemberian ASI
eksklusif dipengaruhi oleh berbagai faktor di
antaranya kondisi fisik ibu terkait dengan
kemampuan untuk memproduksi ASI dan
motivasi ibu untuk tetap memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya sehingga produksi
ASI tetap optimal. Oleh sebab itu, diperlukan
persiapan kondisi ibu secara fisik melalui
pemenuhan kebutuhan gizinya selama hamil
maupun persiapan psikis guna merangsang
terbentuknya mekanisme refleks prolaktin dan
oksitosin yang akan menjamin produksi ASI
selama
fase
menyusui.
Pentingnya
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
tentang ASI dan manfaatnya bagi bayi,
keluarga dan masyarakat sehingga keluarga
atau orang tua termotivasi untuk mendukung
ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya. Perlunya peningkatan peran aktif dari
kelompok pendukung ASI di masyarakat
melalui pembinaan LSM misalnya PKK,
Dharmawanita dan sebagainya.
2. Bagi petugas pelayanan kesehatan
Perlu adanya kegiatan peningkatan
penggunaan ASI yang dapat dilaksanakan
dengan melakukan kerja sama antar subdinas,
yaitu subdinas P2P yang menangani Program
P2 ISPA, subdinas kesejahteraan keluarga
yang menangani program KIA dan subdinas
promosi kesehatan. Petugas pelayanan
kesehatan khususnya yang berada di kamar
bersalin, BKIA dan Posyandu harus
mendapatkan keterampilan
memberikan
penyuluhan dan mendemonstrasikan cara
menyusui yang benar agar ibu hamil kelak
termotivasi untuk menyusui bayinya secara
KESIMPULAN
Hasil uji statistik dengan uji chi square
menunjukkan adanya pengaruh signifikan
pemberian ASI eksklusif terhadap rendahnya
insidensi ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di
100
Majalah kesehatan FKUB
volume 1 nomer 2, Juni 2014
eksklusif. Pembentukan klinik laktasi yang menyediakan ruang konsultasi bila diperlukan
sewaktu-waktu oleh ibu menyusui baik di
rumah sakit maupun di puskesmas. Perlu
adanya kerja sama lintas sektoral dalam
merealisasikan pengadaan ruang khusus untuk
menyusui beserta sarananya misalnya, di
tempat kerja/ perusahaan dan di tempattempat umum seperti, mall, terminal, stasiun,
taman kota.
3. Bagi penelitian selanjutnya
Untuk penelitian dapat diteliti faktor yang
dapat mempengaruhi timbulnya ISPA selain
factor pemberian ASI eksklusif.
Http://www.fatayad.or.id. Diakses 29
November 2010.
10. Wahab AS. Sistem Imun, Imunisasi &
Penyakit Imun. Jakarta: Widya Medika.
2002.
11. Abdullah. Pengaruh Pemberian ASI
terhadap Kasus ISPA pada Bayi Umur 0-4
Bulan. Tesis. Jakarta: FKM UI. 2003.
12. Hurlock EB. Psikologi Perkembangan.
Edisi Ke-5. Jakarta: Erlangga. 2003.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhandayani I. Faktor – Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian ISPA Pada
Balita di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati.
Skripsi. Semarang: Universitas Negeri
Semarang. 2006.
2. [Dinkes] Dinas Kesehatan Kota Malang.
Laporan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat
Kota
Malang
Tahun
2008/2009. Malang: Dinkes. 2009.
3. Sulani F. Strategi Percepatan Penurunan
Angka Kematian Bayi & Balita dan
Dukungan Lintas Program. Seminar
Nasional Bandung Bina Kesehatan Anak.
Bandung: Depkes RI. 2008.
4. [Dinkes] Dinas Kesehatan Kota Malang.
Laporan Tahunan Program P2 ISPA tahun
2009: Rekapitulasi Hasil Penemuan
Penderita ISPA Balita. Malang: Dinkes.
2009.
5. Sinaga SA. Analisa Kecenderungan
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) pada Bayi dan Balita Tahun 20022006 untuk Peramalan pada Tahun 20072011 di Kota Medan. Medan: USU eRepository. 2007.
6. Kristiyansari W. ASI, Menyusui & SADARI.
Yogyakarta: Nuha Medika. 2009.
7. [IDAI] Ikatan Dokter Anak Indonesia
Cabang DKI Jakarta. Bedah ASI. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2008.
8. Newman J. How Breast Milk Protects
Newborns. Scientific American. 1995;
273(6):76.
9. Harli M. Imunisasi Pertama & Utama.
Harian
Swara.
1999.
(online).
101
Download