BAB II KAJIAN TEORI, RERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan ingin menciptakan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain. (Kotler dan Keller (2012:5). Pengertian ini menunjukan bahwa kegiatan pemasaran berkembang sejak adanya kebutuhan manusia. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut, kegiatan pemasaran yang dilakukan menekankan pada usaha pemuasan kepada konsumen. Oleh karena itu, kegiatan pemasaran yang dilakukan tidak hanya menjadi lebih luas, tetapi juga menjadi terpadu atau terintegrasi (integrated marketing activities). Kegiatan pemasaran yang dilakukan tidak hanya promosi dan distribusi, tetapi mencakup perkembangan produksi, penetapan harga dan pelayanan konsumen. Kotler membedakan definisi pemasaran menjadi dua yaitu “Suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan mencitakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dari pihak lain”. Menurut defenisi manajerial, “Pemasaran merupakan seni dan ilmu dalam memilih pasar sasaran, mendapatkan, memelihara dan membutuhkan konsumen melalui penciptaan, penyampaian dan komunikasi nilai konsumen yang 17 18 superior”, (Kotler dan Keller 2009). Dari defenisi manajerial inilah berkembang ilmu manajemen, yang mencakup proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada konsep pemasaran dan proses manajemen yang mencakup analisa, perancanaan pelaksanaan kebijakan, strategi dan pengendalian. Dengan pendekatan manajerial inilah mulai dikenal manajemen pemasaran. Dan menurut asosiasi pemasaran amerika (Kotler dan Keller, 2009) pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelangan dan megelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya. 2.2 Pengertian Merek (brand) Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan merek (brand) sebagai “nama, istilah tanda, simbol atau rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang di maksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendeferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing.” Dengan demikian, sebuah merek adalah produk atau jasa penambah dimensi yang dengan cara tertentu mendeferensiasikannya dari produk atau jasa lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama (Kotler dan Keller, 2008:332). 19 Sedangkan menurut Darmadi Durianto,dkk (2007:1) : “ Merek merupakan, nama, istilah, tanda, simbol, atau pun kombinasinya yang mengindentifikasikan suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing.” Memang berdasarkan definisi diatas, fungsi merek hanya untuk mengidentifikasikan serta membedakan suatu produk dari produk lain. Shakespeare, pujangga terkenal tempo doeloe pernah meremehkan nama. Katanya, “Apalah arti sebuah nama”?. Mengingat merek bagi produk sama dengan nama manusia, dapatkah kita mengatakan,”Apa arti dari sebuah Merek”? Sama sekali tidak. Merek bukan hanya bentuk fisik dari produk saja melainkan merek dibentuk oleh sifat dari merek itu sendiri, hubungan merek dengan konsumen merupakan simbol pernyataan aktualisasi diri dan tentunya sangat berhubungan dengan identitas perusahaan. Jika merek dari sebuah produk tersebut sudah memiliki citra merek yang positif, maka merek tersebut merupakan janji penjualan untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Menurut Philip Kotler (2000:404), merek dapat memiliki enam tingkat pengertian, yaitu : 1. Atribut (Attributes) Yaitu merek mengingatkan pada atrinut-atribut tertentu. 20 2. Manfaat (Benefits) Yaitu suatu merek lebih dari serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. 3. Nilai (values) Yaitu merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. 4. Budaya (Culture) Yaitu merek juga mewakili budaya tertentu 5. Kepribadian (Personality) Yaitu merek juga menentukan mencerminkan kepribadian tertentu 6. Pemakai (User) yaitu merek menunjukan jenis konsumen yang membeli atau mengunakan produk tersebut. 2.2.1 Peranan dan Kegunaan Merek Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang 21 mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur (Rangkuti, 2002:37), yaitu brand name yang terdiri dari hurup-hurup atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain atau warna tertentu spesifik. Kedua unsur dari sebuah merek, selain berguna untuk membedakan satu produk dari produk lainnya juga berguna untuk mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli. Merek menjadi sangat penting saat ini karena beberapa faktor, seperti : Emosi konsumen terkadang turun naik, merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil Merek mampu menembus setiap setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin banyak asosiasi merek terbentuk dalam merek tersebut. Jika asosiasi merek yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan citra merek. 22 Merek sangat berpengaruh dalam membentuk prilaku konsumen. Merek yang kuat akan sanggup merubah prilaku konsumen. Merek memudahkan pembelian oleh proses konsumen. pengambilan Dengan keputusan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan di belinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, Kepuasan, kebanggan, ataupun atribut yang melekat pada merek tersebut. Merek terkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan. Dalam kondisi pasar yang kompetitif, preferensi dan loyalitas pelanggan adalah kunci kesuksesan. Terlebih lagi pada kondisi sekarang, nilai suatu merek yang mapan sebanding dengan realitas semakin sulitnya, menciptakan suatu merek. Pemasaran dewasa ini merupakan pertempuran yang dirasakan konsumen, tidak sekedar pertempuran produk. Beberapa produk dengan kualitas, model, features (karakteristik tambahan dari produk), serta kualitas yang relatif sama dapat memiliki kinerja yang berbeda-beda di pasar karena perbedan yang dirasakan dari produk tersebut di benak Membangun yang dirasakan konsumen dapat dilakukan melalui jalur merek. Suatu produk dengan ekuitas merek yang kuat dapat membentuk landasan merek yang kuat dan mampu mengembangkan 23 keberadaan suatu merek dalam persaingan apa pun dalam jangka waktu yang lama. Dengan semakin banyaknya jumlah pemain pasar, meningkat pula ketajaman persaingan di antara merek-merek yang beroperasi di pasar dan hanya produk yang memiliki ekuitas merek kuat yang akan tetap mampu bersaing, merebut, dan menguasai pasar. Di lain pihak, menurut Chandrashekran et al, yang dikutip ulang dalam Jurnal Sains Pemasaran Indonesia , Andre Nugroho P, MM (2003:54) mengatakan: “Suatu pemilihan merek, akan melalui suatu pola : seseorang akan membetuk suatu ide atau suatu kepercayaan akan beberapa alternatif dan membangun suatu preferensi. Kepercayaan-kepercayaan dan preferensi tersebut dapat membantu konsumen mengambil keputusan.” 2.3 Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity) Menurut David A. Aaker (Freddy Rangkuty,2004:39), ekuitas merek atau brand equity adalah : “Seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.” menurut Aaker dalam Tjiptono (2005: 39) adalah serangkaian 24 aset dan liabilities (kewajiban) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan tersebut. Menurut Kotler dan Keller (2009: 263), ekuitas merek sebagai nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berfikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan. Pengertian lain dari ekuitas merek menurut Kotler dan Keller (2009: 258) adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan. Berdasarkan berbagai pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek merupakan nilai lebih yang dimiliki oleh suatu merek produk atau jasa yang dapat memberikan manfaat bagi konsumen maupun pemilik merek, yang ditunjukan dari sikap konsumen terhadap merek. Ekuitas merek yang kuat akan memberikan value, baik kepada pelanggan maupun kepada perusahaan. Untuk pelanggan akan memberikan efek meningkatkan interpretasi atau proses informasi pelanggan, meningkatkan keyakinan pelanggan dalam keputusan pembelian, dan meningkatkan kepuasan mereka dalam menggunakan produk dan jasa. 25 Ekuitas Merek dapat dikelompokan kedalam 5 kategori, yaitu : 1. loyalitas merek (brand loyalty), 2. kesadaran merek (brand awareness), 3. kesan kualitas (perceived qulity), 4. asosiasi-asosiasi merek sebagai tambahan terhadap kesan kualitas (brand association) 5. dan aset-aset merek lainnya (Other Proprietary brand asset) seperti paten, cap, saluran hubungan. Empat elemen ekuitas merek di luar aset-aset merek lainya dikenal dengan elem-elemen utama dari ekuitas merek. Elemen ekuitas merek yang kelima secara langsung akan di pengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut. Konsep ekuitas merek ini dapat ditampilkan pada gambar 2.1., yang memperlihatkan memampuan ekuitas merek atau brand dalam menciptakan nilai bagi perusahaan atau pelanggan atas dasar lima kategori aset yang telah disebutkan. 26 Kesan Kualitas Kesadaran Brand Asosiasi Brand Ekuitas Merek Loyalitas Brand Memberikan Nilai Kepada Perusahan Dengan Menguatkan : efesiensi dan efektivitas program pemasaran, loyalitas brand, harga/laba, perluasan brand, peningkatan perdagangan dan keuntungan kompetitif. Aset hak milik Brand yang lain Memberikan Nilai Kepada Customer Dengan Menguatkan Terhadap interprestasi atau pross informasi, rasa percaya diri dalam pembelian, pencapaian kepuasan dari customer. Sumber : Rangkut, Freddy, (2004:39) Gambar 2.1. Konsep Brand Equity 2.3.1 Asosiasi Merek (Brand Association) Menurut Aaker dalam Rangkuti (2008:43) “menyatakan bahwa asosiasi merek adalah segala hal berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek”. Asosiasi tidak hanya eksis namun juga memiliki suatu tingkatan kekuatan keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya, ditambah lagi jika kaitan tersebut didorong oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. 27 Asosiasi merek menurut David A Aaker (Freddy Rangkuti,2004:160) adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi merek menjadi salah satu komponen yang membentuk ekuitas merek. Hal ini disebabkan karena asosiasi merek dapat membentuk image positif terhadap merek yang muncul, yang pada akhirnya akan menciptakan prilaku positif konsumen. Di sisi lain menurut Keller (Uswatun Chasanah, 2003 :106) bahwa asosiasi merek didorong pula oleh identitas dari merek tersebut yang ingin dibangun oleh perusahan. Lebih lanjut disebutkan oleh keller, asosiasi merek memiliki berbagi tipe sebagai berikut : 1. Atributes (Atribut), asosiasi yang dikaitkan terhadap atribut-atribut dari merek tersebut, baik yang berhubungan langsung terhadap produknya maupun yang tidak berhubungan langsung terhadap produknya. Seperti harga (price), perasaan (feeling), pengalaman (experiences) dan personalitas merek (brand Personality). 2. Benefit (manfaat) asosiasi suatu merek dikaitkan dengan manfaat fungsional (fungsional Benefit), manfaat simbolik (symbolic benefit), dari pemakaian dan pengalaman yang dirasakan oleh pengguna (experiental Benefit) 3. Attitudes (Sikap), asosiasi yang muncul dikarenakan motivasi diri sendiri yang merupan sikap dari berbagi sumber, seperti Punishment, Reward dan Ilmu pengetahuan (Knowledge). patents, trade mark, dan lain sebagainya. 28 Asosiasi merek (brand association) adalah segala sesuatu yang muncul dan terkait dengan ingatan konsumen mengenai suatu merek. Asosiasi merek (brand association) mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut, produk, geografis, harga, pesaing, selebriti, dan lain – lain (Durianto, et al.,2004). Atribut Produk Pelanggan Atribut tidak berwujud Orang terkenal atau khalayak Asosiasi Merek Manfaat bagi pelanggan Gaya hidup atau kepribadian Kelas produk Harga relatif Negara/ wilayah geografis Penggunaan Jasa Pesaing Sumber : Durianto, et al.,(2004). Gambar 2.2. Asosiasi – Asosiasi Merek Asosiasi – asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut: 1. Atribut produk Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika 29 atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek. 2. Atribut tidak berwujud Suatu faktor tidak berwujud merupakan atibut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi,, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif. 3. Manfaat bagi pelanggan Sebagian besar atibut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka terdapat hubungan antara pelanggan dengan produsen. 4. Harga relatif Evaluasi terhadap suatu merek dengan suatu penggunaan atau aplikas tertentu. 5. Penggunaan Pendekatan ini mengasosiasikan merek dengan suatu pengguna atau aplikasi tertentu. 6. Pelanggan Pendekatan ini mengasosiasikan merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk. 7. Orang terkenal atau khalayak Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut. 30 8. Gaya hidup atau kepribadian Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama. 9. Kelas produk Mengasosiakan sebuah merek menurut kelas produknnya. 10. Jasa pesaing Mengetahui persaingan dan berusaha untuk menyamai atau bahkan menggungguli persaingan. 11. Negara / Wilayah Geografis Sebuah negara dapat menjadi sebuah simbol yang kuatasalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan dan kemampuan. Merek yang telah mapan akan memiliki posisi yang menonjol dalam persaingan apabila didukung oleh berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian dibenak konsumen sehingga membentuk citra tentang merek. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut. 31 2.3.1.1 Fungsi – Fungsi Asosiasi Merek Fungsi asosiasi merek (brand association) dalam pembentukan ekuitas merek adalah : 1. Membantu penyusunan informasi merek 2. Membedakan merek tersebut dengan merek lainnya Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaaan suatu merek yang lain. 3. Sebagai alasan konsumen untuk membeli Asosiasi merek membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek itu. 4. Menciptakan sikap positif terhadap merek tersebut Asosiasi dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman tersebut menjadi sesuatu berbeda. 5. Sebagai landasan untuk melakukan perluasan merek (brand expansion). Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian antara merek dan sebuah produk baru, atau dengan memunculkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut. 32 2.3.1.2 Hubungan Antar Variabel Asosiasi Merek dengan Citra Merek Asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek didalam benak konsumen. Citra merek adalah persepsi tentang merek yang direfleksikan oleh asosiasi merek yang ada dalam benak konsumen. Asosiasi merek adalah informasi lain yang dianggap penting mengenai suatu produk yang ada dibenak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap citra merek. Asosiasi dan pencitraan keduanya mewakili berbagai realita obyektif merek yang telah mapan dan memiliki posisi yang menonjol dalam kompetisi karena didukung asosiasi merek kuat. Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan pelanggan, sehingga dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek satu dengan merek lain. Asosiasi merek yang kuat dapat meningkatkan citra merek suatu produk. 2.3.1.3 Hubungan Antar Variabel Asosiasi Merek dengan Keputusan Pembelian Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangsangan yang disebut brand image (Durianto, dkk, 2004). Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, maka akan semakin kuat citra mereknya (Durianto, 33 dkk, 2004). Asosiasi merek dapat memberi manfaat bagi konsumen (customers benefits) yang pada akhirnya akan memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut. Menurut Astuti dan Cahyadi (2007) asosiasi merek dapat menciptakan kredibilitas merek yang baik di pikiran pelanggan. Hal ini akan menimbulkan rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian. 2.3.2 Kesadaran Merek (Brand Awareness) Kesadaran Merek menurut David A. Aaker adalah kesanggupan seseorang calon pembeli untuk mengenal atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Freddy Rangkuti (2004:39). Peran Brand Awareness dalam keseluruhan Brand Equity tergantung dari sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek. Menurut Eti Rochaety (2005:35) Brand Awareness merupakan kemampuan seseorang pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan tertentu secara spontan atau setelah dirancang dengan kata-kata kunci. Kesadaran ini digunakan sebagai salah satu indikator efektivitas pemasaran. Definisi-definisi para ahli mengenai brand awareness dapat ditarik kesimpulan bahwa kesadaran merek merupakan ujuan umum komunikasi pemasaran,adanya kesadaran merek yang tinggi diharapkan kapanpun 34 kebutuhan kategori muncul, merek tersebut akan dimunculkan kembali dari ingatan yang selanjutnya dijadikan pertimbangan berbagai alternatif dalam pengambilan keputusan. Kesadaran merek menunjukan pengetahuan konsumen terhadap eksistensi suat merek. Peran brand awareness dalam ekuitas merek ergantung pada tingkat pencapaian kesadaran dalam benak konsumen Durianto (2004: 30) menyatakan bahwa kesadaran merek dapat dibangun dan diperbaiki melalui cara-cara berikut: 1. Pesan yang disampaikan oleh suatu merek harus mudah diingat oleh konsumen. 2. Pesan yang disampaikan harus berbeda dengan produk lainnya serta harus ada hubungan antara merek dengan kategori produknya. 3. Memakai slogan maupun jingle lagu yang menarik sehingga membantu konsumen mengingat merek. 4. Jika suatu merek memiliki simbol, hendaknya simbol tersebut dapat dihubungkan dengan mereknya. 5. Perluasan nama dapat dipakai agar merek semakin diingat konsumen. 6. Kesadaran merek dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang sesuai dengan kategori produk, merek, maupun keduanya. 7. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan daya ingat, karena membentuk ingatan adalah lebih sulit dibanding membentuk pengenalan. 35 Tingkatan kesadaran merek secara berurutan, dapat digambarkan sebagai piramida seperti di bawah ini : Top of Mind Brand Recall Brand Recognition Unware of Brand Sumber : Rangkuti,Freddy (2004:40) Gambar 2.3. Piramida Brand Awareness Penjelasan Mengenai Piramida Brand Awareness Dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah : 1. Unware of Brand (tidak meyakini merek) Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, di mana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. 2. Brand recognition (Pengenalan Merek) Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seseorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian. 36 3. Brand recall (Pengingatan kembali terhadap merek) Pengingatan kembali pada merek didasarkan terhadap permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut. 4. Top of Mind ( Puncak Pikiran) Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan ia dapat ,menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama sekali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen. 2.3.2.1 Hubungan Antar Variabel Kesadaran Merek dengan Citra Merek Kesedaran merek merupakan faktor kunci dalam membangun pondasi suatu produk atau merek. Kesadaran merek merupakan kemampuan konsumen dalam mengingat seberapa jauh tentang merek. Dengan kata lain kesadaran merek sangat berperan dalam membangun citra merek. Semakin tinggi suatu merek yang berada dibenak konsumen maka produk atau merek tersebut menjadi prioritas utama yang selalu dikedepankan bagi konsumen. 37 Keuntungan bagi perusahaan yang mengeluarkan produk atau merek yaitu dapat membangun citra merek yang kuat bagi merek tertentu. 2.3.2.2 Hubungan Antar Variabel Kesadaran Merek dengan Keputusan Pembelian Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan megkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai. Nilai-nilai yang dapat diciptakan oleh kesadaran merek (Durianto, dkk, 2004) antara lain: 1. Jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasiasosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi di benak konsumen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek rendah, suatu asosiasi yang diciptakan pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut. 2. Familier / rasa suka Jika kesadaran merek sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan suatu merek. 38 3. Substansi / komitmen Apabila kesadaran merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu dapat dirasakan konsumen. 4. Mempertimbangkan merek Langkah awal dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merek-merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akan dibeli. Merek dengan Top Of Mind yang tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen. Kesadaran merek mampu memberikan keyakinan konsumen dalam memilih suatu merek. Produk mudah untuk ditiru, tetapi merek yang terekam dalam benak konsumen tidak dapat ditiru oleh pesaing (Yuan, 2008). Menurut Astuti dan Cahyadi (2007), saat pengambilan keputusan pembelian dilakukan, kesadaran merek (brand awareness) memegang peranan penting. Merek menjadi bagian dari (consideration set) sehingga memungkinkan preferensi pelanggan untuk memilih merek tersebut. 39 2.4 Citra Merek (Brand Image) Menurut Supranto (2007:132) mengemukakan. “Citra merek ialah apa yang konsumen pikir atau rasakan ketika mereka mendengar atau melihat suatu merek atau pada intinya apa yang konsumen pelajari tentang merek”. Sedangkan menurut Freddy Rangkuti (2004:244) Brand Image atau brand personality adalah “sekumpulan assosiasi merek yang terbentuk dan melekat dibenak konsumen”. Dari beberapa pengertian tersebut dapat diketahui bahwa Citra Merek (Brand Image) merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek tertentu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan referensi terhadap suatu merek. Manfaat lain yang positif adalah perusahaan bisa mengembangkan suatu lini produk dengan memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap merek. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mempertahankan dan meningkatkan citra merek yang sudah positif. Jika suatu saat perusahaan ingin mengubah merek produk yang telah lama dan mempunyai citra positif, maka perubahan itu harus terlebih dahulu menilai inverensi konsumen atas perubah yang akan dilakukan. Persoalan yang dihadapi adalah bagaimana mempengaruhi citra positif konsumen terhadap merek. Ramuan kunci untuk mempengaruhi citra merek memposisikan mereknya untuk memenuhi kebutuhan segmen pasar sasaran. Dalam memposisikan merek produk, pemasar terlebih dahulu harus 40 mempunyai konsep produk yang dapat mengkomunikasikan manfaat yang diinginkan. Selain itu pula perusahaan harus dapat menciptakan brand image yang positif dan baik agar konsumen memiliki kepercayaan terhadap produk tersebut. Dari penjelasan mengenai citra merek di atas, citra merek memiliki kaitan dengan perilaku konsumen. Karena ketika citra merek positif di benak konsumen, maka keputusan pembelian akan terus meningkat. Keputusan pembelian adalah salah satu dari perilaku konsumen. 2.4.1 Hubungan Antar Variabel Citra Merek Dengan Keputusan Pembelian Wicaksono (2007), mengemukakan pentingnya pengembangan citra merek dalam keputusan pembelian. Brand image yang dikelola dengan baik akan menghasilkan konsekuensi yang positif, meliputi: a. Meningkatkan pemahaman terhadap aspek-aspek perilaku konsumen dalam mengambil keputusan pembelian. b. Memperkaya orientasi konsumsi tehadap hal-hal yang bersifat simbolis lebih dari fungsi-fungsi produk. c. Meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk. d. Meningkatkan keunggulan bersaing berkelanjutan, mengingat inovasi teknologi sangat mudah untuk ditiru oleh pesaing. Menciptakan kesan menjadi salah satu karateristik dasar dalam orientasi pemasaran modern yaitu lewat pemberian perhatian lebih 41 serta penciptaan merek yang kuat. Implikasi dari hal tersebut menjadikan merek suatu produk menciptakan image dari produk itu sendiri di benak pikiran konsumen dan menjadikan motivasi dasar bagi konsumen dalam memilih suatu produk. 2.5 Perilaku Konsumen 2.5.1 Pengertian Perilaku Konsumen Dalam konteks perilaku konsumen, sikap didefinsikan sebagai kecenderungan yang dipelajari dalam berperilaku dengan cara menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu. Yang dimaksud dengan objek sikap ini sendiri adalah konsep yang berhubungan dengan konsumsi atau pemasaran khusus, seperti produk, golongan produk, merek, jasa, kepemilikan, penggunaan produk, sebabsebab atau isu, orang, iklan, situs internet, harga, medium atau pedagang ritel. Namun perlu dipahami, dalam pelaksanaan riset sikap konsumen, yang dijadikan target hanya objek sikap tertentu. Contoh riset mengenai sikap konsumen terhadap merk elektronik tertentu, sikap konsumen mengenai peluncuran produk tertentu. Ada beberapa hal penting mengenai sikap yang harus dipahami : a) Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari, artinya sikap tertentu merupakan hasil pembelajaran konsumen terhadap suatu hal. 42 b) Sikap mempunyai konsitensi. Sikap relative konsisten, tetapi dalam situasi kondisi tertentu bisa berubah. c) Sikap terjadi dalam situasi tertentu. 2.5.2 Dasar (basis) dalam Pengambilan Keputusan Sementara itu, Terry 2007 menyebutkan Terdapat 5 dasar dalam pengambilan Keputusan : 1. Intuisi. Pengambilan keputusan pengambilan keputusan sifatnya subyektif. berdasarkan intuisi adalah yang berdasarkan perasaan yang Dalam pengambilan keputusan berdasarkan intusi ini, meski waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif pendek, tetapi keputusan yang dihasilkan seringkali relatif kurang baik karena seringkali mengabaikan dasar-dasar pertimbangan lainnya. 2. Pengalaman. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengalaman pengetahuan yang dimiliki praktis, seseorang, karena maka dengan dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung-ruginya dan baik-buruknya keputusan yang akan dihasilkan. 43 3. Wewenang. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya, atau oleh orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Hasil keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama dan memiliki otentisitas (otentik), tetapi dapat menimbulkan sifat rutinitas, mengasosiasikan dengan praktek diktatorial dan sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga dapat menimbulkan kekaburan. 4. Fakta. Pengambilan keputusan berdasarkan data dan fakta empiris dapat memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik. Dengan fakta, tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada. 5. Rasional. Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasio, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan dan konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pengambilan keputusan secara rasional ini 44 berlaku sepenuhnya dalam keadaan yang ideal. Pada pengambilan keputusan secara rasional terdapat beberapa hal sebagai berikut: 1. Kejelasan masalah: tidak ada keraguan dan kekaburan masalah. 2. Orientasi tujuan: kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai. 3. Pengetahuan alternatif: seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekuensinya. 4. Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria. 5. Hasil maksimal: pemilihan alternatif terbaik berdasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal. 2.5.3 Proses Pengambilan Keputusan dan Dimensinya Menurut Kotler dan Keller (2009), bahwa keputusan adalah sebuah proses pendekatan penyelesaian masalah yang terdiri dari pengenalan masalah, mencari informasi, beberapa penilaian alternatif, membuat keputusan pembelian, dan perilaku setelah membeli yang dilalui konsumen. Keputusan merupakan bagian atau salah satu elemen penting dari perilaku konsumen disamping kegiatan fisik yang melibatkan konsumen dalam menilai, mendapatkan dan mempergunakan barangbarang serta jasa ekonomis. Perspektif pemecahan masalah 45 mencangkup semua jenis perilaku pemenuhan kebutuhan dan jajaran luas dari faktor-faktor yang memotivasi dan mempengaruhi keputusan konsumen. Pengambilan keputusan konsumen berbeda-beda, bergantungan pada jenis keputusan pembelian. Keputusan yang lebih kompleks mungkin melibatkan partisipasi yang lebih banyak dan kebebasan membeli yang lebih besar. Menurut Kotler dan Keller (2009) keputusan pembelian adalah suatu tindakan yang dilakukan konsumen untuk membeli suatu produk tertentu, setelah mendapat rangsanganrangsangan pembelian. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan konsumen yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan. Tahap-tahap proses keputusan pembelian dapat digambarkan dalam sebuah model di bawah ini : Pengenalan masalah Pencarian informasi Evaluasi alternatif Keputusan Pembelian Perilaku pasca pembelian Sumber : Kotler dan Keller (2009) Gambar 2.4 Tahap Proses Membeli 46 1. Pengenalan Masalah Proses membeli dengan pengenalan masalah atau kebutuhan pembelian menyadari suatu perbedaan antara keadaan yang sebenarnya dan keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat digerakan oleh rangsangan dari dalam pembelian atau dari luar. 2. Pencarian Informasi Konsumen mungkin tidak berusaha secara aktif dalam mencari informasi sehubung dengan kebutuhannya. Seberapa jauh orang tersebut mencari informasi yang dimiliki, kemudahan informasi, tambahan dan kepuasan yang diperoleh dari kegiatan mencari informasi. Biasanya jumlah kegiatan mencari informasi meningkat ketika konsumen bergerak dari keputusan situasi pemecahan masalah yang terbatas ke pemecahan masalah yang maksimal. 3. Evaluasi Alternatif Informasi yang didapat dari calon pembeli digunakan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai masalahmasalah alternatif yang dihadapinya serta daya tarik masingmasing alternatif. Produsen harus berusaha memahami cara konsumen mengenal informasi yang diperolehnya dan sampai pada sikap tertentu mengenai produk promosi dan keputusan untuk pembeli. 47 4. Keputusan Membeli Produsen harus memahami bahwa konsumen mempunyai cara sendiri dalam menangani informasi yang diperolehnya dengan membatasi alternatif-alternatif yang harus dipilih dan dievaluasi untuk menentukan produk mana yang akan dibeli. 5. Perilaku Pasca Pembelian Apabila barang yang dibeli tidak memberikan kepuasan yang diharapkan, maka pembeli akan merubah sikapnya terhadap merek barang tersebut menjadi sikap negatif bahkan mungkin akan menolak dari daftar pilihan. Sebaliknya bila konsumen mendapat kepuasan dari barang yang dibelinya maka keinginan untuk membeli terhadap merek barang tersebut cenderung menjadi lebih kuat. Produsen harus mengurangi perasaan tidak senang atau perasaan negatif terhadap suatu produk dengan cara membantu konsumen menentukan informasi yang membenarkan pilihan konsumen melalui komunikasi yang diarahkan pada orang-orang yang baru saja membeli produknya. Menurut Kotler & Keller (2009) pada tahap perilaku pasca pembelian, pemasran harus memantau kepuasan pasca pembelian dan tindakan pasca pembelian. 1. Kepuasan pasca pembelian Keputusan pembelian merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembelian atas suatu produk dengan kinerja yang 48 dirasakan pembelian atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah dari harapan, pelanggan akan kecewa; jika ternyata sesuai harapan, pelanggan akan puas; jika melebihi harapan, pelanggan akan membeli kembali (loyal) pada produk tersebut dan membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan atau tidak menguntungkan tentang produsen tersebut dengan orang lain. 2. Tindakan pasca pembelian Kepuasan atau ketidak puasan konsumen terhadap suatau produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut. 2.6 Penelitian Terdahulu 1 . Peneliti : Praba Sulistyawati (2011) Judul : ANALISIS PENGARUH CITRA MEREK DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN LAPTOP MEREK ACER DI KOTA SEMARANG Hasil : 1. Variabel kualitas produk memiliki pengaruh lebih besar terhadap keputusan pembelian konsumen dibandingkan variabel citra merek dengan hasil regresi sebesar 49 0,559. Selanjutnya pengaruh variabel lainnya citra merek adalah sebesar 0,250. 2. Hipotesis pertama (H1) yang menyatakan bahwa citra merek (X1) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian (Y), telah terbukti kebenarannya. Hal ini berarti citra merek merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong konsumen untuk melakukan pembelian produk laptop merek Acer. 3. Hipotesis kedua (H2) yang menyatakan bahwa kualitas produk (X2) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian (Y), telah terbukti kebenarannya. Hal ini berarti kualitas produk merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong konsumen untuk melakukan pembelian produk laptop merek Acer. 4. Variasi keputusan pembelian dijelaskan oleh variabel citra merek dan kualitas produk sebesar 57,7% , sedangkan sisanya 42,3% dijelaskan oleh sebabsebab yang lain diluar model. 50 2. Peneliti : Lilik Suprapti (2010) Judul : ANALISIS PENGARUH BRAND AWARENESS, PERCEIVED VALUE, ORGANIZATIONAL PERCEIVED QUALITY ASSOCIATION TERHADAP DAN KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN (Studi Pada Pemilik Sepeda Motor Yamaha Mio CW di Harpindo Semarang) Hasil : 1. Berikutnya pada variabel brand awareness (X1) memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian (Y) yaitu sebesar 0,260. Dengan nilai thitung pada variabel brand awareness (X1) adalah sebesar 3,178 dengan tingkat signifikansi 0,002. Sehingga variabel brand awareness (X1) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian (Y) Hal tersebut di dukung oleh persepsi responden terbukti bahwa Yamaha Mio CW merupakan motor automatic terlaris sehingga memudahkan untuk mengingat merek, mampu produk Kaunang yaitu Tessa mengingat dan ikon/duta Ida Kusuma, mendapatkan helm dan jaket dalam mengingat promo produk,terdapat varian produk yaitu standar dan sporty, selanjutnya kekhasan merek yang membuat berbeda dengan merek lain adalah warna dan desain stikernya. 51 2. Sedangkan mengenai variabel organizational assosiation (X3) memiliki pengaruh sebesar 0,212 terhadap keputusan pembelian konsumen (Y). Dengan nilai thitung pada variabel organizational assosiation (X3) adalah sebesar 2,052 dengan tingkat signifikansi 0,043. Dengan demikian variabel organizational association (X3) memilki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian (Y), terbukti pada kredibilitas motor yang persepsi perusahaan terkenal, responden menyatakan merupakan orientasi bahwa perusahaan perusahaan sepeda berkaitan dengan sepeda motor automatic yaitu kesesuaian untuk pengguna para wanita dengan kemudahan cara pemakaian, kessuksesan perusahaan merupakan perusahaan yang puluhan tahun tetap eksis bahkan semakin berkembang, reputasi perusahaan pada Yamaha sudah teruji kualitas dan kepercayaannya, dan inovasi perusahaan yang semakin menarik dan semakin berkembang. 3. Variasi keputusan pembelian dijelaskan oleh variabel brand awareness, perceived value, organizational association serta perceived quality sebesar 66,3%,sedangkan sisanya 33,7% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model. 52 3. Peneliti : Fadli dan Inneke Qamariah (2008) Judul : ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKUITAS MEREK SEPEDA MOTOR MEREK HONDA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN (Studi Kasus pada Universitas Sumatera Utara) Hasil : Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini bahwa secara serempak ekuitas merek yang terdiri dari variabel kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek, dan loyalitas merek berpengaruh sangat signifikan terhadap keputusan pembelian sepeda motor merek Honda di lingkungan Universitas Sumatera Utara, dan secara parsial variabel loyalitas merek, kesan kualitas dan asosiasi merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian sepeda motor merek Honda di lingkungan Universitas Sumatera Utara, sedangkan variabel kesadaran merek tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen dalam melakukan pembelian sepeda motor merek Honda. Variabel yang dominan berpengaruh terhadap keputusan pembelian sepeda motor merek Honda di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah variabel loyalitas merek. Hal ini berarti bahwa sepeda motor merek Honda telah memberikan keterikatan emosional yang dipengaruhi oleh kepuasan yang dirasakan oleh konsumen menggunakan sepeda motor merek Honda. yang telah 53 2.7 Kerangka Pemikiran Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode analisis kausal. Analisis kausal adalah penelitian untuk mengetahui tentang pengaruh satu atau lebih veriabel bebas (independent variables) terhadap variabel terikat (dependent variabel). Tujuan penelitian kausal dalam hal ini adalah untuk mengetahui seberapa besar Pengaruh Asosiasi Merek, E – Marketing, Brand Awareness Terhadap Loyalitas Konsumen dan Keputusan Pembelian dengan mediasi Citra merek PT. Asuransi Astra Buana (Garda Oto). Asosiasi Merek (X1) PenerapanE-Marketing (X2) Citra Merek (Y1) Brand Awareness (X2) Gambar 2.5 Model Penelitian Keputusan Pembelian (Y2) 54 2.8 Hipotesis Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis merupakan pernyataan penelitian tentang pengaruh variabel-variabel dalam penelitian, serta merupakan pernyataan yang paling spesifik. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Hipotesis 1 ( HA ) : Diduga terdapat pengaruh persepsi asosiasi merek terhadap citra merek garda oto Hipotesis 2 ( HA ) : Diduga terdapat pengaruh Brand Awereness terhadap citra merek garda oto Hipotesis 3 ( HA ) : Diduga terdapat pengaruh citra merek terhadap keputusan pembelian produk garda oto Hipotesis 4 ( HA ) : Diduga terdapat pengaruh asosiasi merek terhadap keputusan pembelian produk garda oto Hipotesis 5 ( HA ) : Diduga terdapat pengaruh Brand Awareness terhadap keputusan pembelian produk garda oto