Studi Kasus Gerakan Anti Batubara oleh LSM

advertisement
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1
Kesimpulan
LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia merupakan organisasi
gerakan soial baru yang terlihat dari isu-isu yang diperjuangkan oleh LSM ini dan
jaringan kerja yang luas. Oleh karena itu, framing pada anggota organisasi
gerakan
sosial
mempertahankan
diperlukan
dalam
membentuk
partisipasi
anggotanya
sebagai
identitas
aktivis
kolektif
adalah
guna
melalui
pemaknaan dan interaksi mereka dengan media komunikasi organisasi yang
memuat frame gerakan sosial anti-batubara yang mengandung grievances dari
LSM tersebut. Media komunikasi tersebut berupa buku, aksi, maupun atribut
berupa baju, melalui pesan-pesan yang terdapat pada media tersebut Greenpeace
berusaha membangun pemaknaan atas suatu keadaan berdasarkan sudut pandang
LSM ini dan mengkonstruksi gagasan individu, yang berguna dalam membentuk
identitas kolektif anggotanya.
Pada LSM Greenpeace Asia Tenggara, frame gerakan sosial anti-batubara
terdiri dari tiga jenis yaitu agregate frame, consensus frame, dan collective action
frame, ketiga jenis frame ini dapat ditemukan pada tujuan maupun pesan-pesan
yang terdapat pada buku “Biaya Sebenarnya Batubara” yang diterbitkan oleh
LSM Greenpeace yang memiliki peran komunikasi organisasi maupun
komunikasi publik, aksi damai langsung Cilacap maupun Bali yang memiliki
peran komunikasi publik, baju anti-batubara yang memiliki peran komunikasi
organisasi maupun komunikasi publik, dan booklet yang diberikan oleh LSM in
sebagai souvenir kepada supporter serta profil LSM ini yang terdapat pada situs
resmi Greenpeace Asia Tenggara Indonesia yang memiliki peran komunikasi
organisasi maupun komunikasi publik. Frame gerakan sosial tersebut ditemukan
melalui identifikasi elemen-elemen frame pada masing-masing media komunikasi.
Pertama, agregate frame pada LSM ini, memandang perubahan iklim
sebagai tantangan terbesar masyarakat dunia karena dampak-dampaknya bersifat
irreversible (tidak dapat diputar balik), terlebih lagi bagi penduduk yang berada di
114
kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia penyebab dari perubahan iklim berasal dari
dua sektor yaitu sektor hutan dan sektor energi khusunya batubara.
Kedua, consensus frame yang terlihat adalah seruan bagi masyarakat untuk
bersama-sama mendesak pemerintah maupun perusahaan untuk mengembangkan
energi terbarukan dan menghentikan penggunaan batubara, karena apabila
batubara terus menerus digunakan laju perubahan iklim global akan semakin cepat
dan masyarakat yang bermukim dekat dengan PLTU akan terus menanggung
beban ekonomi, kesehatan dan kerusakan lingkungan.
Ketiga, collective action frame, frame ini dikonstruksi oleh injustice
frame, agency frame, dan identity frame. Injustice frame pada gerakan antibatubara Greenpeace berasal dari dampak-dampak yang ditimbulkan sepanjang
rantai aliran produksi batubara, mulai dari kegiatan penambangan batubara,
pembakaran batubara, dan warisan batubara. Dalam agency frame gerakan antibatubara, supporter Greenpeace dan aliansi LSM anti-batubara dipandang
Greenpeace sebagai sumber kekuatan sedangkan pemerintah dianggap sebagai
’lawan’ atau pihak yang tidak memiliki komitmen politik dan niat baik untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada terkait dengan bidang
energi, serta melabeli pejabat pemerintah yang berusaha di bidang batubara
sebagai mafia batubara. Dalam identity frame, Greenpeace memandang diri
mereka sendiri sebagai organisasi yang mandiri dan independen bebas dari segala
tekanan politik maupun kepentingan, dan menggunakan konfrontasi kreatif, yang
menjadi ciri dalam setiap aksi yang dilakukan oleh LSM ini.
Frame gerakan sosial, khususnya gerakan anti-batubara berpengaruh
dalam membangun maupun mengkontruksi identitaf kolektif anggotanya.
Identitas kolektif anti-batubara yang melekat pada anggota Greenpeace Asia
Tenggara Indonesia, yang terdiri dari juru kampanye, anggota divisi new media,
anggota DDC, volunter, dan siswi GPU, merupakan hasil interaksi dan
pemaknaan mereka terhadap frame gerakan sosial pada media komunikasi LSM
Greenpeace Asia Tenggara
Indonesia. Identitas kolektif pada kelima subjek
penelitian dapat dilihat melalui tiga jenis identitas yang melekat pada dirinya yaitu
identitas aktivis, identitas organisasi, dan identitas taktik. Identitas aktivis yang
melekat pada kelima subjek penelitian adalah sama yaitu aktivis lingkungan.
115
Sebagai aktivis lingkungan, mereka memiliki agregate frame maupun consensus
frame yang sama dengan Greenpeace.
Perbedaan terdapat pada identitas organisasi maupun taktik. Hal ini tidak
terlepas dari sejarah keaktivisan mereka sebelum bergabung dan berinteraksi
secara langsung dengan LSM Greenpeace sehingga mempengaruhi dan
membentuk collective action frame mereka, dan interaksi mereka dengan media
komunikasi juga turut mempengaruhi pembentukan collective action frame
mereka.
Berdasarkan hal tersebut terdapat lima tipe identitas kolektif, yaitu (1)
identitas kolektif juru kampanye terdiri dari identitas aktivis lingkungan, identitas
Greenpeace dan identitas aksi langsung, dimana identitas ini adalah hasil interaksi
juru kampanye dengan buku, aksi-aksi Greenpeace, maupun situs resmi
Greenpeace dan dipengaruhi oleh sejarah keaktivisan juru kampanye sebagai
seorang peneliti pada Yayasan Pelangi Indonesia; (2) identitas kolektif anggota
divisi new media terdiri dari identitas aktivis lingkungan, identitas Greenpeace
dan identitas independen, dimana identitas ini adalah hasil interaksi anggota
divisi tersebut dengan buku maupun aksi-aksi Greenpeace; (3) identitas kolektif
siswi GPU terdiri dari identitas aktivis lingkungan, identitas Education Care Unit
dan identitas aksi langsung maupun independen, dimana identitas ini adalah hasil
interaksi siswi GPU dengan aksi-aksi Greenpeace maupun situs resmi
Greenpeace dan dipengaruhi oleh sejarah keaktivisan juru kampanye sebagai
seorang peneliti pada Yayasan Pelangi Indonesia; (4) identitas kolektif anggota
DDC terdiri dari identitas aktivis lingkungan, identitas Greenpeace dan identitas
aksi langsung dan independen, dimana identitas ini adalah hasil interaksi anggota
DDC tersebut dengan buku, aksi-aksi Greenpeace, maupun situs resmi
Greenpeace dan dipengaruhi oleh interaksi dia dengan pegawai Taman Nasional
dan guide Taman Nasional; (5) identitas kolektif volunter terdiri dari identitas
aktivis lingkungan, identitas MAPALA Titas Karya Bakti dan identitas aksi
langsung, dimana identitas ini adalah hasil interaksi juru kampanye dengan aksiaksi Greenpeace dan dipengaruhi oleh sejarah keaktivisan volunter sebagai
seorang anggota MAPALA Titas Karya Bakti.
116
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Greenpeace Asia Tenggara
sebagai organisasi gerakan sosial menyebarkan maupun mengkontruksi gagasan
anggotanya dengan cara menyebarluaskan frame gerakan sosial melalui media
komunikasi organisasi yang ditunjukan melalui pesan-pesan yang terdapat di
dalamnya, pesan-pesan yangg mengandung frame ini mempengaruhi ataupun
membentuk identitas kolektif anggotanya. identitas kolektif yang melekat pada
anggota Greenpeace yaitu juru kampanye, anggota DDC, volunteer, siswi GPU
dan anggota divisi new media merupakan hasil dari interaksi maupun pemaknaan
mereka terhadap frame gerakan sosial pada media komunikasi berupa buku, aksiaksi, dan atribut berupa baju yang memuat nilai-nilai dari budaya organisasi LSM
Greenpeace Asia Tenggara. Pemaknaan maupun interaksi anggota terhadap media
komunikasi yang mengandung frame gerakan sosial anti-batubara membuat
mereka dapat menempelkan suatu peristiwa dalam benak masing-masing anggota,
merasakan keresahan yang sama, mengidentifikasi latar belakang munculnya
keresahan bersama terhadap digunakannya batubara hingga solusi yang sesuai,
dan melabeli pihak-pihak yang terkait di dalamnya, sehingga terbentuk suatu
identitas kolektif di antara anggotanya.
Perbedaan identitas kolektif antara satu dengan yang lain juga diakibatkan
oleh sejarah keaktivisan masing-masing anggota dan intensitas interaksi anggota
dengan media komunikasi organisasi. Walaupun terdapat perbedaan identitas
kolektif antara satu anggota dengan yang lain, framing batubara pada organisasi
ini dapat dikatakan berhasil, sebab terjadi perubahan sebagian ataupun seluruh
identitas kolektif anggota yang menjadi responden penelitian ini. Selain itu,
selarasnya frame gerakan sosial yang melekat anggota LSM Greenpeace,
termasuk ke dalam suatu keberhasilan, hal ini yang didasari oleh gagasan atau
argumen yang mereka kemukakan mengenai kondisi lingkungan Indonesia,
khususnya dalam konteks isu batubara, walaupun argumen-argumen yang mereka
utarakan tidak selalu sama dengan gagasan-gagasan yang LSM ini ingin bangun .
8.2
Saran
Greenpeace sebagai organisasi gerakan sosial baru, dengan jumlah
anggota yang cukup banyak dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, perlu
117
membentuk identitas kolektif anggotanya. Dengan terbentuknya identitas kolektif
maka komitemen maupun patisipasi anggota akan terjaga. Namun dalam
kenyaataanya terdapat perbedaan identitas kolektif yang melekat pada setiap
anggota, perbedaan ini disebabkan karena setiap anggota belum tentu berinteraksi
media komunikasi organisasi. Hal ini menyebabkan pemaknaan mereka terhadap
isu batubara menjadi berbeda-beda dan konstruksi gagasan yang Greenpeace
perjuangkan menjadi tidak sempurna., walaupun sejarah keaktivisan sebelum
mereka menjadi anggota Greenpeace pada masing-masing individu tidak dapat
dipisahkan. Oleh karena itu, sebaiknya LSM Greenpeace Asia Tenggara
Indonesia, lebih gencar mensosialisasikan dan mendorong setiap anggotanya
untuk berinteraksi dengan media komunikasi melalui forum-forum tertentu,
misalnya dengan mengadakan suatu diskusi interaktif antara sesama anggota,
terkait dengan isu-isu spesifik yang diperjuangkan oleh Greenpeace. Hal ini
diperlukan untuk membangun kesepahaman diantara anggota dan membantu
mengkontruksi gagasan setiap anggota, karena kesepahaman (identitas kolektif)
ini berpengaruh terhadap komitmen mereka untuk terus berjuang bersama LSM
Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia.
Persoalan framing anggota dari sebuah organisasi gerakan sosial baru
merupakan hal yang sangat menarik untuk diteliti. Namun pada penelitian kali ini,
peneliti hanya melihat framing pada anggota LSM Greenpeace Asia Tenggara
Indonesia, sebagai hasil pemaknaan, kontruksi gagasan maupun interaksi anggota
dengan frame gerakan sosial yang terdapat pada LSM tersebut. Frame dalam
penelitian ini dipandang sebagai suatu content (isi), sehingga proses terbentuknya
frame pada setiap anggota tidak dapat dijelaskan. Oleh karena itu untuk penelitian
selanjutnya disarankan menggunakan teori frame aligment process, agar proses
framing pada diri anggota dapat terlihat dan dijelaskan.
118
Download