Sambiloto merupakan tanaman jenis her

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees)
Sambiloto merupakan tanaman jenis herba yang dikenal dengan sebutan
“King of Bitter” karena rasanya yang sangat pahit (Kumar et al., 2012). Tanaman
sambiloto diduga berasal dari India. Dalam Indian Pharmacopeia disebutkan
bahwa sambiloto digunakan untuk mengobati penyakit disentri, diare atau malaria
dan bahkan tercantum paling sedikit dalam 26 formula Ayurvedic. Dalam
Traditional Chinese Medicine (TCM), sambiloto dikatakan sebagai tanaman ”cold
property” yang digunakan sebagai penurun panas serta detoksifikasi racun di
dalam tubuh. Sambiloto dapat tumbuh di semua jenis tanah baik itu dari tanah
kering maupun tanah yang basah sehingga tanaman ini terdistribusi luas di
belahan bumi (Akbar, 2011).
Di beberapa daerah di Indonesia, sambiloto dikenal dengan berbagai nama.
Masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebutnya dengan bidara,
sambiroto, sandiloto, sadilata, takilo, dan paitan. Di Jawa Barat disebut dengan
takila, atau ki peurat. Di Bali dikenal dengan samiroto. Masyarakat Sumatera dan
sebagian besar masyarakat Melayu menyebutnya dengan pepaitan atau ampadu.
(Prapanza dan Marianto, 2003).
2.1.1. Klasifikasi Tanaman
Menurut Sivananthan dan Elamaran (2013) secara taksonomi, sambiloto
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
5
6
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dikotiledon
Ordo
: Personales
Famili
: Acanthaceae
Subfamili
: Acanthoidae
Genus
: Andrographis
Spesies
: Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees
Gambar 2.1. Tanaman sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees)
2.1.2. Morfologi Tanaman
Tanaman sambiloto tergolong terna (herba), tumbuh tegak, tinggi sekitar
50cm, tanaman semusim, rasa sangat pahit. Batang berkayu, pangkal bulat, bentuk
segi empat saat muda, dan bulat setelah tua, percabangan monopodial, berwarna
hijau. Daun tunggal, barhadapan, bentuk lanset, tepi rata (integer), ujung dan
pangkal tajam atau runcing, daun bagian atas dari batang berbentuk seperti
braktea, permukaan halus, berwarna hijau, tidak ada stipula (daun penumpu),
berukuran 3-12 cm. Bunga kecil, biseksual, zigimorf, sepal (daun kelopak) 5
7
buah, petal (tajuk) 5 buah, mempunyai bibir yang terbelah dua, berwarna putih
dengan strip ungu, stamen (benang sari) 2 buah dengan antena yang konatus
(digabungkan), filamen (tangkai sari) digabungkan dengan tabung korola (corola
tube), ovarium superior (menumpang) dengan 2 karpela (daun buah) dan 2 ruang,
plasenta akselir, bakal biji 2 atau lebih (dalam tiap ruang), infloresensi
(perbungaan) rasemosa yang bercabang membentuk panikula (malai). Buah
kapsula berbentuk jorong (memanjang) dengan 2 ruang dan biji berbentuk
gepeng. Tanaman ini tumbuh banyak di Asia Tenggara seperti di India, Sri Lanka,
Pakistan, Malaysia dan Indonesia, dibudidayakan secara luas di India, Cina dan
Tailand (Jarukamjorn dan Nemoto, 2008).
2.1.3. Kandungan Kimia Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees
Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees mengandung senyawa metabolit
sekunder diterpen dan flavonoid. Beberapa jenis diterpen telah teridentifikasi
dalam herba sambiloto diantaranya yaitu deoksiandrografolid, andrografolid,
neoandrografolid, isoandrografolid, 14-deoksi-11,12-didehidroandrografolid, dan
3,19-Dihydroxy-15-methoxy-entlabda-8(17),11,13-trien-16,15-olide.
jenis
flavonoid
yaitu
Beberapa
5,4'-dihydroxy-7,8-dimethoxyflavone;
dihydroxydimethoxyflavone; 5,4'-dihydroxy-7-methoxy-8-O-β-D-glucopyrarosylflavone dan
apigenin-7-O-β-D-glucuronide teridentifikasi dari seluruh bagian
tanaman (Song et al., 2013).
Komponen bioaktif utama dari Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees
adalah andrografolid. Komponen ini dapat ditemukan di semua bagian tanaman,
8
terutama pada bagian daun. Kadar senyawa andrografolid yang terdapat dalam
daun sebesar 2,5 - 4,8% dari berat keringnya (Chao and Lin, 2010).
2.2. Andrografolid
Andrografolid adalah diterpenoid lakton, berupa kristal tak berwarna dan
mempunyai rasa yang sangat pahit (Chao dan Lin, 2010). Rumus molekul
andrografolid adalah C20H30O5. Gambar struktur andrografolid disajikan dalam
gambar 2.2.
Gambar 2.2. Struktur Kimia Andrografolid (Depkes RI, 2008)
Andrografolid mudah larut dalam metanol, etanol, piridin, asam asetat dan
aseton, tapi sedikit larut dalam eter dan air. Titik leleh dari komponen ini adalah
2280 – 2300C dan spektrum ultraviolet dalam metanol, λmaks adalah 230 nm
(Depkes RI, 2008). Analisis andrografolid dapat dilakukan dengan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Kristalisasi
(Wongkittipong et al., 2000).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, andrografolid memiliki
beberapa aktivitas farmakologi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nugroho et
9
al. (2012) secara in vivo menunjukkan bahwa andrografolid dapat menurunkan
kadar gula darah, trigliserida dan LDL. Selain itu, pada penelitian in vitro
andrografolid dilaporkan dapat meningkatkan degradasi protein iNOS sehingga
mencegah inflamasi pada pembuluh darah (Azlan et al., 2013). Dan hasil
penelitian secara empiris, penelitian Dandu dan Inamdar (2009) menyatakan
bahwa ekstrak sambiloto menunjukkan aktivitas antioksidan dengan menaikkan
aktivitas superoksida dismutase (SOD) dan katalase pada tikus DM tipe 1.
2.3. Ekstrak Terpurifikasi
Ekstrak terpurifikasi adalah ekstrak yang sudah mengalami proses purifikasi
untuk menghilangkan komponen pengganggu seperti lemak, klorofil dan lain-lain.
Ekstrak yang biasa diperoleh dari proses ekstraksi simplisia tanaman obat dengan
menggunakan pelarut organik atau air, seringkali mengandung senyawa yang
tidak diinginkan seperti zat warna (pigmen), tanin, karbohidrat, lilin, resin.
Keberadaan tanin akan menyebabkan kekeruhan selama penyimpanan atau proses
berikutnya, sedangkan zat warna, karbohidrat, lilin dan resin mempengaruhi
kestabilan sifat fisika ekstrak ketika akan diformulasikan. Selain kestabilan,
senyawa
pengganggu
(senyawa
yang tidak
diinginkan)
tersebut
dapat
mempengaruhi senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak (Srijanto, 2012).
Purifikasi ekstrak diharapkan akan meningkatkan khasiat ekstrak disamping
memperkecil jumlah dosis pemberian kepada pengguna. Proses purifikasi adalah
metode untuk mendapatkan komponen bahan alam murni bebas dari komponen
10
kimia lain yang tidak dibutuhkan. Untuk tingkatan kemurnian (purity) suatu
struktur senyawa tertentu, kemurnian bahan harus 95-100% (Srijanto, 2012).
2.4. Aterosklerosis
Aterosklerosis
merupakan
pengerasan
pembuluh
darah
arteri
yang
disebabkan karena penumpukkan simpanan lemak dan substansi lainnya sehingga
lumen pembuluh darah menjadi sempit dan elastisitasnya menurun yang
mengakibatkan terganggunya aliran darah (Ross, 1999). Aterosklerosis adalah
penyakit kronis yang ditandai dengan penebalan dan pengerasan dinding arteri.
Lesi mengandung deposit lipid dan mengalami kalsifikasi, mengakibatkan
obstruksi pembuluh darah, agregasi trombosit, dan vasokonstriksi abnormal
(Brashers, 2001).
Aterosklerosis merupakan penyakit yang berjalan progresif lambat pada arteri
besar hingga sedang, tempat yang utama mengalami aterosklerosis adalah aorta.
Aterosklerosis ditandai oleh fibrofatty plagues yang menonjol dan dasarnya pada
tunika intima, plak ini tersusun dari lipid, sel-sel otot polos yang mengadakan
proliferasi dan matriks ekstrasel yang meningkat jumlahnya (Mitchell et al.,
2008).
2.4.1. Morfologi Aterosklerosis
Plak ateromatosa yang khas atau fibrofatty plague merupakan lesi berwarna
putih-kuning dengan dasar yang terletak pada tunika intima dan menonjol ke
dalam lumen pembuluh darah. Plak ateroma mengandung sel-sel mati, lipid,
pecahan kolesterol, sel-sel busa, penuh lemak, sel makrofag, sel otot polos dan
11
protein plasma, pembuluh darah kecil melakukan proliferasi pada perbatasan
tunika intima-media. Menurut Mitchell et al. (2008) terdapat dua varian yang
telah diketahui yaitu :
1. Fatty streaks
: Lesi dini yang tersusun dari kumpulan sel-sel makrofag
serta sel-sel otot polos yang penuh lemak di dalam tunika intima.
2. Plak komplikata : Ateroma yang mengalami kalsifikasi, perdarahan, fisura,
atau ulserasi dan merupakan predisposisi terjadinya trombosis lokal, penebalan
tunika media, mikroemboli kolesterol.
(Mitchell et al., 2008 ; Brashers, 2001).
Risiko aterosklerosis berkorelasi dengan kadar LDL (low-density lipoprotein)
serum, karena LDL membawa 70% dari total kolesterol serum, peningkatan kadar
LDL berarti peningkatan kadar kolesterol yang beredar dalam darah dan dapat
mengendap dalam dinding pembuluh darah. Risiko berbanding terbalik dengan
kadar HDL (high density lipoprotein) dan hal ini sebagian terjadi karena HDL
membantu membersihkan kolesterol dari lesi dinding pembuluh darah. Kadar
LDL yang tinggi mempercepat aterosklerosis (Mitchell et al., 2008).
Kolesterol
bukan
merupakan
satu-satunya
faktor
yang membentuk
aterosklerosis, sekalipun bahan baku utama aterosklerosis adalah kolesterol.
Aterosklerosis semakin mudah terbentuk, selain akibat peninggian kolesterol juga
karena seseorang memiliki faktor risiko seperti menderita diabetes mellitus,
hipertensi, riwayat keluarga menderita penyakit jantung, obat atau alat
kontrasepsi, perokok, pertambahan usia yaitu 45 tahun ke atas bagi laki-laki dan
55 tahun ke atas bagi wanita dan kurang aktivitas olahraga (Cahyono, 2008).
12
2.4.2. Proses Terjadinya Aterosklerosis
Aterosklerosis sangat berhubungan dengan arteri. Pembuluh arteri terdapat
lapisan intima, terdiri dari susunan sel endotel yang merupakan deretan sel-sel
yang melapisi permukaan dalam dari lumen pembuluh darah. Endotel juga
merupakan komponen yang membentuk pembuluh paling kecil yang disebut
kapiler (Kabo, 2008).
Proses aterosklerosis diawali oleh adanya jejas (injury) endotel yang kronis.
Banyak hal yang bisa menyebabkan jejas endotel, seperti toksin bakteri dan virus,
zat racun dari rokok, kolesterol dan berbagai zat yang dapat menyebabkan
inflamasi. Oleh karena itu, jejas endotel paling sering terjadi percabangan arteri.
Apabila terjadi aktivasi sel endotel secara terus-menerus dalam jangka waktu yang
lama maka akan terjadi disrupsi endotel yang memungkinkan terjadi interaksi
antara elemen darah dengan dinding arteri. Sel darah putih akan melekat pada
endotel, kemudian dengan molekul lemak terutama kolesterol LDL akan
bermigrasi ke dalam sub-endotel, maka akan terbentuk garis lemak (fatty streak).
Garis lemak merupakan lesi awal dari aterosklerosis. Aterosklerosis dipicu oleh
reaksi inflamasi dimana leukosit mulai menggembung karena terisi molekul
lemak yang dinamakan sel busa. Sel busa akan akan terus berekspansi keluar dan
kedalam merangsang rekruimen sel otot polos dari lapisan media. Dengan
demikian, dinding pembuluh darah akan menebal dan ada bagian yang menonjol
ke dalam lumen arteri yang disebut plak. Plak merupakan tumpukan sel lemak,
kalsium, sebagian otot polos dan berbagai komponen sel radang melalui proses
reaksi inflamasi (Cahyono, 2008; Kleemann, 2008).
13
A
B
C
Gambar 2.3. Proses terjadinya Aterosklerosis dari pembentukan disfungsi endotel
(A), pembentukan fatty streak (B), dan pembentukan fibrous cap (C) (Braunwald
et al, 2001)
Menurut Braunwald et al (2001), perubahan paling awal yang mendahului
lesi aterosklerosis adalah disfungsi endotel. Perubahan-perubahan ini adalah
meningkatnya permeabilitas endotel terhadap lipoprotein dan konstituen plasma,
adesi lekosit, adesi endotel dan migrasi lekosit ke dalam dinding arteri. Ketiga
proses ini dibantu oleh mediator inflamasi seperti nitric oxide, prostasiklin,
platelet-derived growth factor (PDGF), angiotensin II, endotelin, oxLDL,
interleukin-8, PDGF, selectin, macrophage colony-stimulating factor dan
14
osteopontin. Lesi pertama aterosklerosis, yaitu penumpukan lipoprotein dalam
intima. Lipoprotein berikatan dengan matriks ekstraselular, yaitu proteoglikan.
Kemudian lipoprotein teroksidasi dan mencetuskan respon inflamasi lokal.
Lekosit masuk setelah sebelumnya terjadi adesi lekosit pada endotel. Terjadi
penumpukan monosit dan limfosit pada fatty streak, monosit berdiferensiasi
menjadi makrofag dan memakan lipoprotein, kemudian menjadi foam cell. Terjadi
migrasi sel otot polos kedalam intima, dan bersama matriks ekstraselular
membentuk fibrous cap yang melindungi lipid core yang berisi makrofag. Lama
kelamaan sel makrofag mati dan kandungan lipid masuk kedalam ruang
ekstraselular.
Gambar 2.4. Sel Busa Aorta Abdominalis Tikus Wistar dengan menggunakan
Pewarnaan HE dan Pembesaran 100x (Maliya, 2006)
15
2.5. Malondealdehid (MDA)
Proses terjadinya aterosklerosis salah satunya adalah proses radikal bebas
yang menghasilkan peroksida lipid berupa malondialdehida (MDA) yang apabila
terbentuk secara berlebihan menyebabkan stres oksidatif yang akan bereaksi
secara terus menerus dengan fosfolipid dari LDL, menyebabkan proses oksidasi,
dan difagositosis oleh makrofag sehingga terbentuk foam cell berlebihan, selain
itu proses fagositosis yang dilakukan sel neutrofil, sel monosit, dan sel T limfosit
akan menghasilkan radikal bebas. Stres oksidatif terjadi akibat ketidakseimbangan
radikal bebas dengan antioksidan. Lipid yang terdapat pada lipoprotein (LDL)
Low Density Lipoprotein ini sangat mudah teroksidasi oleh radikal bebas. LDL
yang telah teroksidasi ini akan difagositosis oleh makrofag membentuk sel busa.
Fagositosis oleh makrofag ini juga akan menghasilkan radikal bebas sehingga
akan meningkatkan stress oksidatif. Jika radikal bebas menyerang lipid pada LDL,
maka akan menginduksi terjadinya peroksidasi lipid. Akhir dari reaksi ini adalah
terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai senyawa yang bersifat toksik
terhadap sel, seperti malondialdehid (MDA). Peningkatan kadar LDL akan
meningkatkan terjadinya peroksidasi lipid (Sukmawati, 2005). Tingginya kadar
radikal bebas dalam tubuh dapat di tunjukkan oleh rendahnya aktifitas enzim
antioksidan dan tingginya kadar malondialdehid (MDA) dalam plasma (Winarsi,
2007).
MDA merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas. MDA
dapat terbentuk apabila radikal bebas hidroksil seperti Reactive Oxygen
Species (ROS) bereaksi dengan komponen asam lemak dari membran sel sehingga
16
terjadi reaksi berantai yang dikenal dengan peroksidasi lemak. Peroksidasi lemak
tersebut akan menyebabkan terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai
senyawa toksik dan menyebabkan kerusakan pada membran sel. Pada keadaan
stress oksidatif yang tinggi, terjadi peningkatan kadar MDA serum secara
signifikan. Bila keadaan stress oksidatif teratasi, kadar MDA kembali menurun
(Asni, dkk., 2009).
2.6. Obat Aterosklerosis
Aterosklerosis sangat erat kaitannya dengan kadar kolesterol terutama ester
kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) di dinding arteri. Maka untuk
mengurangi risiko aterosklerosis adalah dengan menyeimbangkan kadar
kolesterol dalam darah (Kovala, 2005). Golongan obat untuk terapi aterosklerosis
adalah golongan statin karena mekanisme kerjanya yang dapat menurunkan kadar
LDL darah, serta memiliki efikasi dan keamanan yang paling baik dibandingkan
obat untuk terapi aterosklerosis lainnya (Rohman, 2007).
Golongan statin menghambat sintesis kolesterol pada fase awal dengan
menghambat HMG-CoA reductase. Efek statin pada penurunan LDL mencapai
18% - 55% dan penurunan trigliserida 7% - 30% serta meningkatkan kadar HDL
5% - 15%, tergantung dari jenis/golongan statin yang digunakan. Golongan statin
mempunyai efek pleiotropik yang sangat baik yaitu menstabilkan plak
aterosklerosis dan mengurangi reaksi inflamasi serta mengurangi proliferasi otot
polos (Olsson et al., 2005).
17
Adapun contoh obat golongan statin adalah pravastatin, lovastatin,
atorvastatin (Brashers, 2001). Berdasarkan efektivitas atau kemampuan statin
dalam menurunkan kadar LDL pada dosis awal, terdapat golongan statin yang
dikelompokkan ke dalam aksi kuat menurunkan LDL yaitu atorvastatin (Oxford
dan King, 2002).
2.7. Metode Induksi Aterosklerosis pada Hewan Uji
Sejak tahun 1992 tikus telah menjadi model yang sangat baik untuk penelitian
aterosklerosis. Model yang sering digunakan adalah model induksi diet tinggi
lemak yang dapat dilakukan dengan menggunakan telur yang dikombinasi dengan
lemak babi atau lemak sapi (Jawien et al., 2004). Lemak babi mengandung lemak
jenuh yang lebih tinggi yaitu 25% dibandingkan lemak sapi yaitu 1,2% (Hermanto
et al., 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho et al. (2012) menyatakan
bahwa pemberian diet tinggi lemak selama 50 hari dengan 15% lemak babi dan
5% kuning telur berhasil menginduksi peningkatan kadar LDL dan kolesterol
pada tikus jantan galur wistar yang dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis.
Selain itu, pemberian vitamin D untuk induksi aterosklerosis juga dilakukan oleh
Srinivas et al. (2008) mengatakan bahwa dengan pemberian vitamin D3 20.000
IU dalam 1,5 mL olive oil yang diberikan secara oral dan dengan pemberian 100
mg kalsium yang dicampurkan dengan pakan tinggi lemak dapat mempercepat
terbentuknya aterosklerosis yang diberikan selama satu bulan.
Download