Faktor yang mempengaruhi pembentukan Luka Dekubitus Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan akibat tekanan. Tetapi, ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan resiko terjadi luka dekubitus yang terjadi luka dekubitus yang lebih lanjut pada pasien. Menurut Potter & Perry (2005) ada 10 faktor yang mempengaruhi pembentukan luka dekubitus diantaranya gaya gesek, friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia, infeksi, demam, gangguan sirkulasi perifer, obesitas, kakesia, dan usia. 1. Gaya Gesek Gaya gesek merupakan tekanan yang dberikan pada kulit dengan arah pararel terhadap permukaan tubuh (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry 2005). Gaya ini terjadi saat pasien bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya diatas saat tempat tidur dengan cara didorong atau di geser kebawah saat berada pada posisi fowler yang tinggi. Jika terdapat gaya gesek maka kulit dan lapisan subkutan menempel pada permukaan tempat tidur, dan lapisan otot serta tulang bergeser sesuai dengan arah gerakan tubuh. Tulang pasien bergeser kearah kulit dan memberi gaya pada kulit (Maklebust & Sieggren, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Kapiler jaringan yang berada di bawahnya tertekan dan terbeban oleh tekanan tersebut. Akibatnya, tak lama setelah itu akan terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi, perdarahan dan nekrosis pada lapisan jaringan. Selain itu, terdapat Penurunan aliran darah kapiler akibat tekanan eksternal pada kulit. Lemak subkutan lebih rentan terhadap gesek dan hasil tekanan dari struktur tulang yang berada di bawahnya.akhirnya pada kulit akan terbuka sebuah saluran sebagai drainase dari area nekrotik. Perlu di ingat bahwa cedera ini melibatkan lapisan jaringan bagian dalam dan paling sering dimulai dari kontrol, seperti berada di bawah jaringan rusak. Dengan mempertahankan tinggi bagian kepala tempat tidur dibawah 30 derajat dapat menghindarkan cedera yang diakibatkan gaya gesek (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Brayan dkk, 1992 dalam Potter & Perry, 2005 mengatakan juga bahwa gaya gesek tidak mungkin tanpa disertai friksi. 2. Friksi Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan pada kulit saat digeser pada permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2005) . Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera akibat friksi mempengaruhi epedermis atau lapisan kulit bagian atas, yang terkelupas ketika pasien mengubah posisinya. Seringkali terlihat cedera abrasi pada siku atau tumit (Wysocki & Bryant, 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Karena cara terjadi luka seperti ini, maka perawat sering menyebut luka bakar seprei ”sheet burns” (Bryant et el, 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Cedera ini terjadi pada pasien gelisah, pasien yang gerakan nya tidak terkontrol, seperti kondisi kejang, dan pasien yang kulitnya diseret dari pada diangkat dari permukaan tempat tidur selama perubahan posisi (Maklebust & Siegreen, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Tindakan keperawatan bertujuan mencegah cedera friksi antara lain sebagai berikut: memindahkan klien secara tepat dengan mengunakan teknik mengangkat siku dan tumit yang benar, meletakkan benda-benda dibawah siku dan tumit seperti pelindung dari kulit domba, penutup kulit, dan membran transparan dan balutan hidrokoloid untuk melindungi kulit, dan menggunakan pelembab untuk mempertahankan hidrasi epidermis (Potter & Perry, 2005) . 3. Kelembaban Adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan terjadinya kerusakan integritas kulit. Akibat kelembaban terjadi peningkatan resiko pembentukan dekubitus sebanyak lima kali lipat (Reuler & Cooney, 1981 dalam Potter & Perry, 2005). Kelembaban menurunkan resistensi kulit terhadap faktor fisik lain seperti tekenan atau gaya gesek (Potter & Perry, 2005). Pasien imobilisasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan higienisnya sendiri, tergantung untuk menjaga kulit pasien tetap kering dan utuh. Untuk itu perawat harus memasukkan higienis dalam rencana perawatan. Kelembaban kulit dapat berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi dari sistem yang mengalirkan oksigen yang dilembabkan, muntah, dan inkontensia. Beberapa cairan tubuh seperti urine, feses, dan inkontensia menyebabkan erosi kulit dan meningkatkan resiko terjadi luka akibat tekanan pada pasien (Potter & Perry, 2005). 4. Nutrisi Buruk Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan jaringan subkutan yang serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan diantara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek tekanan meningkat pada jaringan tersebut. Malnutrisi merupakan penyebab kedua hanya pada tekanan yang berlebihan dalam etiologi, patogenesis, dekubitus yang tidak sembuh (Hanan & scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Pasien yang mengalami malnutrisi mengalami defisiensi protein dan keseimbangan nitrogen negatif dan tidak adekuat asupan vitamin C (Shekleton & Litwack, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Status nutrisi buruk dapat diabaikan jika pasien mempunyai berat badan sama dengan atau lebih dari berat badan ideal. Pasien dengan status nutrisi buruk biasa mengalami hipoalbuminunea (level albumin serum dibawah 3g/100 ml) dan anemia (Nalto, 1983 ; Steinberg 1990 dalam Potter & Perry, 2005). Albumin adalah ukuran variable yang biasa digunakan untuk mengevaluasi status protein pasien. Pasien yang albumin serumnya dibawah 3g/100 ml beresiko tinggi. Selain itu, level albumin rendah dihubungkan dengan lambatnya penyembuhan luka (Kaminski et el, 1989); Hanan & Scheele, 1991). Walaupun kadar albumin serum kurang tepat memperlihatkan perubahan protein viseral, tapi albumin merupakan prediktor malnutrisi yang terbaik untuk semua kelompok manusia (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Level total protein juga mempunyai korelasi dengan luka dekubitus, level total protein dibawah 5,4 g/100 ml menurunkan tekanan osmotik koloid, yang akan menyebabkan edema interstisial dan penurunan oksigen ke jaringan (Hanan & Scheele 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Edema akan menurunkan toleransi kulit dan jaringan yang berada di bawahnya terhadap tekanan, friksi, dan gaya gesek. Selain itu, penurunan level oksigen meningkatkan kecepatan iskemi yang menyebabkan cedera jaringan (Potter & Perry, 2005). Nutrisi buruk juga mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada pasien yang mengalami kehilangan protein berat, hipoalbuminimea menyebabkan perpindahan volume cairan ekstrasel kedalam jaringan sehingga terjadi edema. Edema dapat meningkatkan resiko terjadi dekubitus di jaringan. Suplai darah pada suplai jaringan edema menurun dan produk sisa tetap tinggal karena terdapatnya perubahan tekanan pada sirkulasi dan dasar kapiler (Shkleton & litwalk, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). 5. Anemia Pasien anemia beresiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen serta mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan luka (Potter & Perry, 2005). 6. Kakeksia Kakeksia merupakan penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai kelemahan dan kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan penyakit berat seperti kanker dan penyakit kardiopulmonal tahap akhir. Kondisi ini meningkatkan resiko luka dekubitus pada pasien. Pada dasarnya pasien kakesia mengalami kehilangan jaringan adipose yang berguna untuk melindungi tonjolan tulang dari tekanan ( Potter & Perry, 2005). 7. Obesitas Obesitas dapat mengurangi dekubitus. Jaringan adipose pada jumlah kecil berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari tekanan. Pada obesitas sedang ke berat, jaringan adipose memperoleh vaskularisasi yang buruk, sehingga jaringan adipose dan jaringan lain yang berada dibawahnya semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemi (Potter & Perry, 2005). 8. Demam Infeksi disebabkan adanya patogen dalam tubuh. Pasien infeksi biasa mengalami demam. Infeksi dan demam menigkatkan kebutuhan metabolik tubuh, membuat jaringan yang telah hipoksia (penurunan oksigen) semakin rentan mengalami iskemi akibat (Skheleton & Litwalk, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Selain itu demam menyebabkan diaporesis (keringatan) dan meningkatkan kelembaban kulit, yang selanjutnya yang menjadi predisposisi kerusakan kulit pasien (Potter & Perry, 2005). 9. Gangguan Sirkulasi Perifer Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan mengalami kerusakan iskemia. Gangguan sirkulasi pada pasien yang menderita penyakit vaskuler, pasien syok atau yang mendapatkan pengobatan sejenis vasopresor (Potter & Perry, 2005). 10. Usia Studi yang dilakukan oleh kane et el (1989) mencatat adanya luka dekubitus yang terbasar pada penduduk berusia lebih dari 75 tahun. Lansia mempunyai potensi besar untuk mengalami dekubitus oleh karena berkaitan dengan perubahan kulit akibat bertambahnya usia, kecenderungan lansia yang lebih sering berbaring pada satu posisi oleh karena itu imobilisasi akan memperlancar resiko terjadinya dekubitus pada lansia. Imobilsasi berlangsung lama hampir pasti dapat menyebabkan dekubitus (Roah, 2000) menurut pranaka (1999), ada tiga faktor penyebab dekubitus pada lansia yaitu: a. Faktor kondisi fisik lansia itu sendiri (perubahan kulit, status gizi, penyakit-penyakit neurogenik, pembuluh darah dan keadaan hidrasi atau cairan tubuh). b. Faktor perawatan yang diberikan oleh petugas kesehatan c. Faktor kebersihan tempat tidur, alat tenun yang kusut dan kotor atau peralatan medik yang menyebabkan lansia terfiksasi pada suatu sikap tertentu. (andika, 2011) Andika, %20II.pdf S. 2011. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24965/4/Chapter diakses pada 26 Maret 2014 Normal leukosit adalah 5000-10.000. jika terjadi leukositosis merupakan penanda terjadinya infeksi. Tetapi nilai leukosit normal atau rendah diakibatkan oleh infeksi virus/mikoplasma, infeksi berat sehingga tidak menimbulkan leukosit dan pada orang tua (Dahlan, 2006) Dahlan, Zul. 2006. Pneumonia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. Indikasi O2: 1. Hipoksemia a. Tanda klinis: Peningkatan frekuensi nafas, tarikan dinding dada yang dalam, napas cuping hidung, bunyi napas abnormal, kejang lama, letargi atau koma. b. Oksimeter denyut (Pulse oxymeter) c. Analisis gas darah: pada lansia saturasi oksigen sudah mulai menurun (Setyanto, ….) Setyanto, D B. ….. http://mirror.warneter.net/unduh/Terapi%20oksigen %20WHO%20dr%20Dharmawan.pdf/ diakses pada 3 April 2014 PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA USIA LANJUT / MANULA Salah satu kelompok umur yang sering luput dari pertimbangan-pertimbangan khususdalam pemakaian obat adalahn kelompok usia lanjut. Hal ini dapat dimengerti mengingat usialanjut secara fisiologis umumnya dianggap sama dengan kelompok umur dewasa. Namunsebenarnya, pada periode tertentu telah terjadi berbagai penurunan fungsi berbagai organtubuh. Penurunan fungsi bisa disebabkan karena proses menua, maupun perubahan-perubahan lain yang secara fisik kadang tidak terdeteksi. Terdapat perbedaan pendapatmengenai batasan usia lanjut, namun pada umumnya para peneliti mengambil batas 65 tahun.Yang perlu mendapat perhatian adalah, bahwa ternyata pada pasien usia lanjut, umumnyadijumpai lebih dari satu jenis penyakit, satu atau lebih di antaranya bersifat kronis, sementara penyakit lain yang akut, jika tidak ditangani dengan baik dapat memperburuk kondisipenderita. Dari aspek penderita, faktor-faktor seperti penurunan aktivitas/fungsi organ, derajatpenyakit, penurunan kemampuan untuk mengurus diri sendiri, menurunnya masukan cairandan makanan, serta kemungkinan menderita lebih dari satu macam penyakit, seringmempersulit proses pengobatan secara opitmal. Penguasaan dokter terhadap aspek-aspek klinis serta prinsip penggunaan obat untuk usia lanjut dengan demikian menjadi pentinguntuk meningkatkan kualitas pengobatan. Kebanyakan pengobatan penyakit pada usia lanjut atau manula dilakukan denganpendekatan secara empiris yaitu dengan menggunakan antibiotik spektrum luas dengan tujuanagar antibiotik yang dipilih dapat melawan beberapa kemungkinan antibiotik penyebabinfeksi. Padahal tanpa disadari penggunaan antibiotik spektrum luas secara tidak terkendalisangat memungkinkan timbulnya masalah yang tidak diinginkan seperti timbulnya efek samping obat maupun potensi terjadinya resistensi. Alasan penggunaan antibiotik sprektrumluas ini disebabkan oleh penyakit penyerta yang banyak diderita oleh para lansia dan kondisitertentu seperti diabetes melitus, payah jantung kronik, penyakit vaskuler, penyakit paruobstruksi kronik (PPOK), peminum alkohol dan penyakitpenyakit lainnya. Penyakit-penyakittersebut di atas umumnya terdapat pada usia lanjut. Faktor predesposisi lain antara lainberupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, keadaan imunodefisiensi, kelainan ataukelemahan stuktur organ dada dan penurunan kesadaran. Juga ada tindakan invasive sepertiinfuse, trakeotomi, atau pemasangan ventilator. Perlu diteliti faktor lingkungan khususnyatempat kediaman misalnya di rumah jompo, penggunaan antibiotik dan obat suntik iv, sertaalkoholik yang meningkatkan terjadinya kuman gram negative (Khairudin, 2009). Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan membahayakankesehatan. Misalnya, mengakibatkan gangguan dapat saluran pencernaan (diare, mual, muntah).Khawatir masyarakat awam yang tidak paham, mempergunakan dosis antibiotik untuk segala jenis penyakit. Penderita dapat mengalami reaksi alergi8. Mulai yang ringan seperti ruam dangatal hingga berat seperti pembengkakan bibir, kelopak mata, sampai gangguan napas. Sebab,bisa jadi penderita alergi dengan antibiotik tersebut. Efek yang terjadi dari ringan hinggaberat. Pasien bisa mengalami anafilaktik shock atau shock karena penggunaan antibiotik tersebut. Lebih berbahaya lagi, antibiotik juga bisa mengakibatkan kelainan hati. Sepertidiketahui, antibiotik memiliki bahan dasar kimia. Selain berfungsi membunuh kuman, bahankimia tersebut harus dinetralkan tubuh supaya aman. Caranya adalah dengan memecah bahankimia tersebut (Katzung, 1986). Pertimbangan pemberian obat terutama antibiotik pada usia lanjut, tidak saja diambilberdasarkan ketentuan dewasa, tetapi perlu beberapa penyesuaian seperti dosis dan perhatianlebih besar pada kemungkinan efek samping, karena adanya perbedaan fungsi organorgantubuh, dan lebih rentannya usia lanjut terhadap efek samping/efek toksik obat. Prinsip-prinsipdasar pemakaian antibiotika pada usia lanjut tidak berbeda dengan kelompok usia lainnya.Yang perlu diwaspadai adalah pemakaian antibiotika golongan aminoglikosida dan laktam,yang ekskresi utamanya melalui ginjal. Penurunan fungsi ginjal karena usia lanjut akanmempengaruhi eliminasi antibiotika tersebut, di mana waktu paruh obat menjadi lebihpanjang (waktu paruh gentasimin, kanamisin, dan netilmisin dapat meningkat sampai dua kalilipat) dan memberi efek toksik pada ginjal (nefrotoksik), maupun organ lain (misalnyaototoksisitas) ( Katzung, 1986). Budiman, Iman. 2011. Tugas Farmakologi “Penggunaan Antibiotik pada Balita dan Manula”. Universitas Padjajaran: Fakultas Farmasi. Malnutrisi Pada Lansia A. Latar Belakang Orang berusia lanjut ternyata seringkali mengalami masalah malnutrisi walaupun mereka tidak kelihatan kurus. Semakin bertambah umur seseorang, semakin tinggi risiko menderita malnutrisi. Menderita penyakit tertentu, menurunnya fungsi fisiologis, pola makan yang salah, faktor ekonomi, berkurangnya kontak sosial, serta mengkonsumsi banyak obat adalah faktor yang mempengaruhi terjadinya malnutrisi pada usia lanjut. Bila malnutrisi tidak ditangani dengan baik akan membawa konsekuensi defisiensi energi, protein dan nutrisi lainnya yang dapat berakibat pada meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan serta menurunnya kualitas hidup seseorang. Hal ini sebenarnya dapat dihindari dengan asupan nutrisi tepat dan menerapkan pola hidup sehat sejak dini. Menurut dr. Nina Kemala Sari, SpPDKGer, FINASIM, Malnutrisi pada usia lanjut merupakan konsekuensi dari berbagai masalah sosial, ekonomi, fisik-somatik, dan lingkungan. Pada pasien usia lanjut yang sedang sakit, malnutrisi meningkatkan komplikasi penyakit, membutuhkan waktu penyembuhan lebih lama serta menyebabkan biaya pengobatan membengkak. Dengan demikian, nutrisi harus dianggap sebagai bagian dari pengobatan itu sendiri agar penanganan penyakit lebih baik dan efesien. Adanya gangguan mobilisasi (artritis dan stroke), gangguan kapasitas aerobik, gangguan indra (mencium, merasakan, dan penglihatan), gangguan gigi geligi/kemampuan mengunyah, malabsorbsi, penyakit kronik (anoreksia, gangguan metabolisme), alkohol, dan obat-obatan menyebabkan usia lanjut mudah mengalami malnutrisi. Faktor psikologis seperti depresi dan dimensia serta faktor sosial ekonomi (keterbatasan keuangan, pengetahuan gizi yang kurang, fasilitas memasak yang kurang dan ketergantungan dengan orang lain) juga dapat menyebabkan usia lanjut mengalami malnutrisi. Malnutrisi berhubungan dengan gangguan imunitas, menghambat penyembuhan luka, penurunan kualitas hidup, peningkatan biaya penggunaan fasilitas kesehatan, dan peningkatan mortalitas. Di dunia saat ini terdapat sekitar 737 juta jiwa penduduk usia lanjut, yaitu usia 60 tahun lebih (data UNFPA). Dari jumlah tersebut sekitar duapertiga tinggal di negaranegara berkembang, termasuk di Indonesia. Data BPS tahun 2010 mencatat jumlah penduduk Indonesia yaitu sebesar 237.641.326 dan sekitar 20 juta orang adalah penduduk usia lanjut. Di Indonesia, jumlah populasi orang berusia lanjut ini akan mengalami peningkatan yang luar biasa; terbesar di dunia (414%) pada tahun 2025. Hal ini mendorong kita semua untuk siap menghadapinya, siap dalam menghadapi konsekuensi logis akan adanya masalah-masalah yang muncul seiring dengan ledakan populasi usia lanjut ini. Keluhan pasien usia lanjut yang datang ke RS seringkali ternyata disebabkan karena mereka tidak mengkonsumsi nutrisi dengan baik. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan perbaikan asupan nutrisi agar orang tua dapat mengkonsumsi makanan yang berimbang dan memenuhi kebutuhan tubuh. Namun demikian, konsumsi nutrisi yang baik tidak hanya dilakukan pada saat masa tua. Menabung cadangan nutrisi sejak dini perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit degeneratif serta menurunnya kualitas hidup. Dengan adanya kesadaran akan pentingnya menjaga kebutuhan nutrisi sejak usia tengah baya diharapkan dapat memiliki masa tua yang sehat baik secara fisik dan mental. Manusia Lanjut Usia (MANULA) atau yang sering disebut Lansia dimasukkan ke dalam kelompok rentan gizi, meskipun tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan badan , bahkan sebaliknya sudah terjadi involusi dan degenerasi jaringan dan sel-selnya. Timbulnya kerentanan terhadap kondisi gizi disebabkan kondisi fisik, baik anatomis maupun fungsionalnya. Gigi-geligi pada Lansia mungkin sudah banyak yang rusak bahkan copot, sehingga memberikan kesulitan dalam mengunyah makanan. Maka makanan harus diolah sehingga makanan tidak perlu digigit atau dikunyah keras-keras. Makanan yang dipotong kecil-kecil, lunak dan mudah ditelan akan sangat membantu para Lansia dalam mengkonsumsi makanannya. Fungsi alat pencernaan dan kelenjar-kelenjarnya juga sudah menurun, sehingga makanan harus yang mudah dicerna dan tidak memberatkan fungsi kelenjar pencernaan.makanan yang tidak banyak mengandung lemak, pada umumnya lebih mudah dicerna, tetapi harus cukup mengandung protein dan karbohidrat. Kadar serat yang tidak dicerna jangan terlalu banyak, tetapi harus cukup tersedia untuk melancarkan peristalsis dan dengan demikian melancarkan pula defaecatie, dan menghindarkan obstipasi. Patut diingat bahwa keperluan energi Lansia sudah menurun, jadi jangan disediakan seperti masih belum berusia lanjut. Ada baiknya bila mereka dijaga jangan sampai menjadi kegemukan karena akan lebih mudah menderita berbagai kelainan atau penyakit gizi yang berhubungan dengan kondisi obesitas. Frekuensi penyakit Diabetes Mellitus, Cardiovascular diseases terdapat meningkat pada kelompok Lansia. Yang umum sangat ditakuti ialah kemungkinan meningkat untuk mendapat penyakit kanker. B. PERAN NUTRISI PADA LANSIA Nutrisi yang di butuhkan pasien lansia adalah nutrisi yang mengandung antioksidan (beta karoten, vitamin C dan vitamin E) dan nutrisi yang merangsang regenerasi sel yang cepat. Contoh nutrisi yang kaya antioksidan adalah spirulina yang oleh peneliti internasional mengandung superantioksidan selain itu mengandung vitamin dan mineral yang lengkap. Spirulina dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral yang sangat lengkap di dunia selain itu kandungan antioksidannya paling tinggi di antara makanan – makanan yang lain. Karena itu spirulina banyak digunakan untuk mengatasi gizi buruk dan kelaparan di Negara – Negara afrika. Untuk mengatasi masalah ini nutrisi yang dapat merangsang proses regenerasi yang cepat sangat diperlukan, contohnya adalah teripang atau gamat teripang tinggi mengandung kolagen dan protein serta cell growth factor. Kolagen, Protein dan cell growth factor merupakan tiga komponen penting yang dibutuhkan untuk merangsang proses regenerasi sel – sel yang rusak atau mati. Peran nutrisi sangat penting untuk pasien lansia yang terkena penyakit degeneratif, sebab yang menimpa mereka karena proses ketuaan di mana kemampuan tubuh untuk melakukan regenerasi sel mulai menurun disebabkan karena hormon pertumbuhan yang mulai menurun seiring bertambahnya usia. Peran nutrisi adalah memenuhi kebutuhan gizi tubuh untuk menjalankan metabolisme, melawan radikal – radikal bebas dan merangsang proses regenerasi sel – sel baru untuk memperbaiki fungsi organ. Nutrisi dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dengan dosis obat yang berkurang, menghambat perjalanan penyakit, memperbaiki metabolisme dan sistem hormon, mempercepat proses penyembuhan dari dalam tubuh itu sendiri. Hal itu telah di alami oleh ayah saya yang menderita hipertensi (tekanan darah tinggi) dan rematik Nutrisi yang adekuat merupakan suatu komponen esensial pada ksehatan lansia. Status nutrisi seseorang akan berpengaruh terhadap setiap system tubuh. Bimbingan yang membahas secara langsung tentang kebutuhan nutrisi pada lansia masih sedikit. Pada sebagian lansia, ketiadaan bimbingan ini terjadi karena lansia lebih heterogen daripada orang muda dan kurang mampu dalam menghitung kebutuhan nutrisi mereka melalui nomogram. Kekurangakuratan dan kemudahan untuk memahami informasi dalam membimbing lansia dan para praktisi telah mengarahkan penggunaan statistic apa adanya yang berkaitan dengan status nutrisi lansia. Secara fisiologis, kebutuhan energi lebih dikaitkan dengan tingkat aktivitas fisik daripada usia kronologis. Kebutuhan asupan kalori sehari-hari yang disarankan (Recommended Daily Allowance [RDA]) pada lansia yang berusia 65 sampai 75 tahun 2300 kkal. RDA untuk lansia di atas usia 75 tahun diturunkan menjadi 2050 kkal, konsumsi kalori dari karbohidrat kompleks yang diharuskan sebanyak 55 sampai 65% dan kurang dari 30% lemak, serta porsi sisanya adalah protein. Faktor-faktor fisiologis lainnya yang dikaitkan dengan kebutuhan nutrisi yang unik pada lansia adalah menurunnya sensitivitas olfaktorius, perubahan persepsi rasa dan peningkatan kolesistokininyang dapat memengaruhi keinginan untuk makan dan peningkatan rasa kenyang. Proses penuaan itu sendiri sebenarnya tidak mengganggu proses penyerapan vitamin pada berbagai tingkatan yang luas. Namun, laporan-laporan terakhir mengindikasikan bahwa lansia mengalami defisiensi vitamin B12, vitamin D dan asam folat. Perubahanperubahan dan kebutuhan mineral meliputi rendahnya kebutuhan akan zat besi pada wanita lansia daripada wanita usia produktif. Asupan kalsium sebagai salah satu mineral esensial lainnya bagi lansia sekitar 600 mg per hari untuk wanita. Hal ini hanya menggambarkan 30 sampai 40% dari tingkat kebutuhan yang disarankan. Panduan diet terbaru menyarankan sedikitnya 1000 mg kalsium per hari untuk seluruh lansia dan 1500 mg per hari untuk wanita lansia yang tidak menggunakan esterogen. Suplemen kalsium tidak akan diabsorpsi secara merata. Karena perbedaan derajat keasaman yang dibutuhkan untuk absorpsi yang sesuai, kalsium sitrat malat merupakan bentuk yang lebih dipilih untuk diberikan bagi lansia yang mengalami hipoklohidria atau aklorhidria. Pada proses penuaan yang normal, peningkatan jaringan adipose secara normal dapat menyertai penurunan massa tubuh dan cairan tubuh total. Meskipun hasil studi memperlihatkan bahwa orang-orang Amerika mengkonsumsi sedikit lemak, prevalensi obesitas telah meningkat 133% dalam 10 tahun terakhir. Lemak tubuh yang berlebihan sebaiknya akan merugikan lansia. Buku penuntun diet yang baru telah menekankan tentang pentingnya mempertahankan berat badan yang stabil dan mengikuti program diet dan olahraga yang tepat dalam seluruh rentang waktu kehidupan. Oleh karena itu pencegahan yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut: 1. Pencegahan Primer Proses penuaan mempengaruhi kebutuhan nutrisi dan status nutrisi pada 30 juta lansia, 6 juta dari mereka berisiko tinggi terhadap malnutrisi. Studi-studi mengindikasikan bahwa lansia yang memiliki penghasilan kurang dari 6000 dolar per tahun atau kurang dari 35 dolar per minggu untuk komsumsi makanan dan para lansia yang mengunjungi rekan atau keluarganya kurang dari dua kali per minggu, dan para lansia yang kelebihan berat badan sebesar 25 kg atau yang kekurangan berat badan 10 kg adalah mereka yang beresiko tinggi mengalami malnutrisi, selain dari jutaan orang yang mengalami kekurangan nutrisi. Faktor-faktor sosioekonomi, juga penderita penyakit kronis dan polifarmasi, turut berperan terhadap masalah malnutrisi yang actual atau potensial bagi lansia. Instrument pengkajian sebagaimana yang telah di kembangkan oleh program Nutrition Screening Initiative untuk menentukan status nutrisi direkomundasikan dapat di gunakan oleh seluruh pemberi pelayanan kesehatan. Lembaran instrument ini tersedia melalui Nutrition Screening Initiative, 1010 Wisconsin Avenue NW, Washington, DC 20007. Suatu upaya yang konsisten untuk mengidentifikasi lansia dengan gangguan nutrisi demikian juga untuk resiko gangguan nutrisi yang seharusnya menjadi prioritas jika tujuan nasional untuk promosi kesehatan dan pencegahan penyakit ingin di capai. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder di mulai dengan pengkajian yang seksama terhadap klien dan upaya-upaya untuk mengidentifikasi sumber masalah gisi. Kesalahan pengaturan metabolisme seharusnya di perbaiki dan pemberian obat-obatan untuk kondisi-kondisi kronis dapat di sesuaikan untuk mengurangi efek samping yang mengganggu nutrisi yang normal. Depresi yang tidak terditeksi asupan diet dan malnutrisi. Selain itu, suatu pengkajian nutrisi adalah penting untuk menentukan tujuan yang realistis dan tepat pada lansia dengan masalah nutrisi. Pelayanan ahli diet akan menguntungkan bagi klien. Banyak lansia tidak mengetahui bagaimana kebutuhan nutrisi mereka mengalami perubahan sebagai akibat penuaan. Oleh karena itu, seluruh pemberi layanan kesehatan perluh di siapkan untuk memberikan informasi yang akurat dan terbaru tentang nutrisi normal, demikian juga tentang kebutuhan nutrisi yang menyertai proses penyakit. Suatu penelitian terbaru mengemukakan bahwa perawat tidak di persiapkan secara adekuat untuk memberikan jenis instruksi ini kepada klien lansia. Asuhan keperawatan adalah suatu bagian penting dalam memperbaiki asupan nutrisi pada institusi pelayanan akut maupun pelayanan jangka panjang. Dedikasi di perluhkan untuk meyakinkan bahwa kebutuhan nutrisi klien di masukan sebagai bagian dari rencana keperawatan secara total. Mengizinkan pemberian suplemen dalam kaleng untuk pembangun tubuh yang di letakan di meja disamping tempat tidur atau untuk di kembalikan pada bagian gizi tidak akan membantu memfasilitasi asupan yang adekuat. Suplemen sangat baik digunakan di antara waktu makan dan sering ditoleransi dengan baik jika disajikan dalam keadaan dingin. Alternatif-alternatif makanan, seperti nutrisi parenteral total dan pemberian makanan dengan penduga lambung, mungkin diperluhkan jika asupan yang adekuat tidak dapat di pertahankan melalui rute oral. Keterlibatan keluarga sangat penting untuk menyediakan nutrisi yang baik di semua lingkungan. Kemampuan untuk memberikan makanan kesukaan lansia dan memberikan atmosfer sosial yang mendorong asupan makanan adalah hal terbaik yang dapat dilakukan oleh keluarga. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan kesukaan klien. Walaupun suplemen tidak perluh digunakan dalam keadaan yang seimbang, laporan terbaru saat ini tidak memenuhi jumlah makanan harian yang dianjurkan. Dosis yang berlebihan di atas jumlah asupan harian yang dianjurkan tidak dianjurkan pada saat ini dan terbukti dapat merugikan jika digunakan dalam waktu yang lama. Rekomendasi tambahan termasuk penggunaan makanan berserat untuk meningkatkan asupan vitamin dan mineral, dan meningkatkan defekasi yang normal. Rekomendasi asupan serat yang disarankan saat ini sekitar 20 sampai 35 gram serat per hari. C. KEBUTUHAN NUTRISI PADA LANSIA 1. Kalori Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa kecepatan metabolisme basal pada orang-orang berusia lanjut menurun sekitar 15-20%, disebabkan berkurangnya massa otot dan aktivitas. Kalori (energi) diperoleh dari lemak 9,4 kal, karbohidrat 4 kal, dan protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia komposisi energi sebaiknya 20-25% berasal dari protein, 20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat. Kebutuhan kalori untuk lansia lakilaki sebanyak 1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita 1700 kal. Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi akan disimpan berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas. Sebaliknya, bila terlalu sedikit, maka cadangan energi tubuh akan digunakan, sehingga tubuh akan menjadi kurus. 2. Protein Untuk lebih aman, secara umum kebutuhan protein bagi orang dewasa per hari adalah 1 gram per kg berat badan. Pada lansia, masa ototnya berkurang. Tetapi ternyata kebutuhan tubuhnya akan protein tidak berkurang, bahkan harus lebih tinggi dari orang dewasa, karena pada lansia efisiensi penggunaan senyawa nitrogen (protein) oleh tubuh telah berkurang (disebabkan pencernaan dan penyerapannya kurang efisien). Beberapa penelitian merekomendasikan, untuk lansia sebaiknya konsumsi proteinnya ditingkatkan sebesar 12-14% dari porsi untuk orang dewasa. Sumber protein yang baik diantaranya adalah pangan hewani dan kacangkacangan. 3. Lemak Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari konsumsi energi) dapat menimbulkan penyakit atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah ke jantung). Juga dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut adalah asam lemak tidak jenuh (PUFA = poly unsaturated faty acid). Minyak nabati merupakan sumber asam lemak tidak jenuh yang baik,sedangkan lemak hewan banyak mengandung asam lemak jenuh. 4. Karbohidrat dan serat makanan Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau konstipasi (susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada usus. Serat makanan telah terbukti dapat menyembuhkan kesulitan tersebut. Sumber serat yang baik bagi lansia adalah sayuran, buah-buahan segar dan biji-bijian utuh. Manula tidak dianjurkan mengkonsumsi suplemen serat (yang dijual secara komersial), karena dikuatirkan konsumsi seratnya terlalu banyak, yang dapat menyebabkan mineral dan zat gizi lain terserap oleh serat sehingga tidak dapat diserap tubuh. Lansia dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula-gula sederhana dan menggantinya dengan karbohidrat kompleks, yang berasal dari kacangkacangan dan biji-bijian yang berfungsi sebagai sumber energi dan sumber serat. 5. Vitamin dan mineral Hasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia kurang mengkonsumsi vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam folat, vitamin C, D, dan E umumnya kekurangan ini terutama disebabkan dibatasinya konsumsi makanan, khususnya buah-buahan dan sayuran, kekurangan mineral yang paling banyak diderita lansia adalah kurang mineral kalsium yang menyebabkan kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi menyebabkan anemia. Kebutuhan vitamin dan mineral bagi lansia menjadi penting untuk membantu metabolisme zat-zat gizi yang lain. Sayuran dan buah hendaknya dikonsumsi secara teratur sebagai sumber vitamin, mineral dan serat. 6. Air Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan tubuh untuk mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat dan urine), membantu pencernaan makanan dan membersihkan ginjal (membantu fungsikerja ginjal). Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 68 gelas per hari. D. Makanan Sehat Bagi Lansia Makanan sehat bagi lansia antara lain mencakupi empat sehat lima sempurna dengan porsi yang kurang dari orang dewasa kecuali asupan protein dan vitamin serta mineral, dimana kalsium dan zat besi juga memerankan peranan yang penting untuk metabolisme tubuh. Berikut ini disajikan beberapa contoh makanan sehat untuk manula yang telah dikelompokkan: Sumber Karbohidrat: Nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie instan, mie kering, roti tawar, singkong, talas, ubi jalar, pisang nangka, macaroni Sumber Protein Hewani: Daging ayam, daging sapi, hati (ayam atau sapi), telur unggas, ikan mas, ikan kembung, ikan sarden, bandeng, baso daging Sumber Protein Nabati: Kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, tahu, tempe, oncom Buah-buahan: Pepaya, belimbing, alpukat, apel, jambu biji, jeruk, mangga, nangka, pisang ambon, sawo, semangka, sirsak, tomat Sayuran: Bayam, buncis, beluntas, daun pepaya, daun singkong, katuk, kapri, kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada Kue: Bika ambon, dadar gulung, getuk lindri, apem, kroket, kue pia, kue putu, risoles Susu: Susu sapi, susu kambing, susu kerbau, susu kedelai, skim Berdasarkan kegunaannya bagi tubuh, zat gizi dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu : 1) Kelompok zat energi. a) Bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, jagung, gandum, ubi, roti, singkong dll, selain itu dalam bentuk gula seperti gula, sirup, madu, dll. b) Bahan makanan yang mengandung lemak seperti minyak, santan, mentega, margarine, susu dan hasil olahannya. 2) Kelompok zat pembangun Kelompok ini meliputi makanan – makanan yang banyak mengandung protein, baik protein hewani maupun nabati, seperti daging, ikan, susu, telur, kacang-kacangan dan olahannya. 3) Kelompok zat pengatur Kelompok ini meliputi bahan-bahan yang banyak mengandung vitamin dan mineral, seperti buah-buahan dan sayuran. E. Menu harian untuk lansia Para ahli gizi menganjurkan bahwa untuk lansia yang sehat, menu seharihari hendaknya : 1. Tidak berlebihan, tetapi cukup mengandung zat gizi sesuai dengan persyaratan kebutuhan lansia.\ 2. Bervariasi jenis makanan dan cara olahnya 3. Membatasi konsumsi lemak yang tidak kelihatan (menempel pada bahan pangan, terutama pangan hewani) 4. Membatasi konsumsi gula dan minuman yang banyak mengandung gula 5. Menghindari konsumsi garam yang terlalu banyak, merokok dan minuman beralkohol 6. Cukup banyak mengkonsumsi makanan berserat (buah-buahan, sayuran dan sereal) untuk menghindari sembelit atau konstipasi 7. Minuman yang cukup. Menu makanan manula dalam sehari dapat disusun berdasarkan konsep “4 sehat 5 sempuna” atau “Konsep gizi seimbang” diantaranya : Kelompok makanan pokok (utama) : nasi (1 porsi= 200 gram) Kelompok lauk pauk : daging (1 potong= 50 gram), tahu (1 potong = 25 gr) Kelompok sayuran : bayam (1 mangkok = 1001 gr) Kelompok buah-buahan : pepaya (1 potong = 100 gr) dan susu (1 gelas = 100 gr) F. Kelompok makanan dan jenis makanan 1. Karbohidrat : nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie, roti, singkong, talas, ubi-ubian, pisang, nangka, macaroni 2. Protein hewani : daging sapi, daging ayam, hati (ayam atau sapi), telur unggas, ikan, baso daging 3. Protein nabati : kacang-kacangan, tahu, tempe, oncom 4. Buah-buahan : pepaya, belimbing, alpukat, apel, jambu biji, jeruk, mangga, nangka, pisang, awo, sirsak, semangka 5. Sayuran : bayam, buncis, beluntas, daun pepaya, daun singkong, katuk, kapri, kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada 6. Makanan jajanan : bika ambon, dadar gulung, getuk lindri, apem, kroket, kue putu, risoles 7. Susu : susu kambing, susu kedelai, skim G. Menu untuk manula dalam sehari 1. WAKTU MENU PORSI a. Pagi Roti-telur-susu 1 tangkep 1 gelas b. Selingan Papais 2 bungkus c. Siang Nasi 1 piring, Semur 1 potong, Pepes tahu 1 bungkus, Sayur bayam 1 mangkok, Pisang 1 buah d. Selingan Kolak pisang 1 mangkok e. Malam Mie baso 1 mangkok, Pepaya 1 buah H. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN GIZI PADA LANSIA 1. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau ompong. 2. Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita rasa manis, asin, asam, dan pahit. 3. Esophagus/kerongkongan mengalami pelebaran. 4. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun 5. Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan konstipasi 6. Penyerapan makanan di usus menurun. I. Masalah Gizi pada Lansia 1. Gizi berlebih Gizi berlebih pada lansia banyak terjadi di negara-negara barat dan kota-kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan berlebih, apalai pada lansia penggunaan kalori berkurang karena berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan itu sulit untuk diubah walaupun disadari untuk mengurangi makan.Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya : penyakit jantung, kencing manis, dan darah tinggi. 2. Gizi kurang Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah social ekonomi dan juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan menyebabkan berat badan kurang dari normal. Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun, kemungkinan akan mudah terkena infeksi. 3. Kekurangan vitamin Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan ditambah dengan kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makan berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu dan tidak bersemangat. J. Status gizi pada usia lanjut 1. Metabolisme basal menurun, kebutuhan kalori menurun, status gizi lansia cenderung mengalami kegemukan/obesitas 2. Aktivitas/kegiatan fisik berkurang, kalori yang dipakai sedikit, akibatnya cenderung kegemukan/obesitas 3. Ekonomi meningkat, konsumsi makanan akibatnya cenderung kegemukan/obesitas menjadi berlebihan, 4. Fungsi pengecap/penciuman menurun/hilang, makan menjadi tidak enak dan nafsu makan menurun, akibatnya lansia menjadikurang gizi (kurang energi protein yang kronis 5. Penyakit periodontal (gigi tanggal), akibatnya kesulitan makan yang berserat (sayur, daging) dan cenderung makan makanan yang lunak (tinggi klaori), hal ini menyebabkan lansia cenderung kegemukan/obesitas 6. Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencerna makanan, hal ini mengganggu penyerapan vitamin dan mineral, akibatnya lansia menjadi defisiensi zat-zat gizi mikro 7. Mobilitas usus menurun, mengakibatkan susah buang air besar, sehingga lansia menderita wasir yang bisa menimbulkan perdarahan dan memicu terjadinya anemia 8. Sering menggunakan obat-obatan atau alkohol, hal ini dapat menurunkan nafsu makan yang menyebabkan kurang gizi dan hepatitis atau kanker hati 9. Gangguan kemampuan motorik, akibatnya lansia kesulitan untuk menyiapkan makanan sendiri dan menjadi kurang gizi 10. Kurang bersosialisasi, kesepian (perubahan psikologis), akibatnya nafsu makan menurun dan menjadi kurang gizi 11. Pendapatan menurun (pensiun), konsumsi makanan menjadi menurun akibatnya menjadi kurang gizi 12. Dimensia (pikun), akibatnya sering makan atau malah jadi lupa makan, yang dapat menyebabkan kegemukan atau pun kurang gizi. 10 Langkah agar dapat hidup lebih lama, sehat, dan berarti untuk lansia 1. Menciptakan pola makan yang baik, kemudian bersahabat dengannya. Cobalah menciptakan suasana yang menyenangkan di meja makan semenarik mungkin sehingga dapat menimbulkan selera 2. Memperkuat daya tahan tubuh. Makanlah makanan yang mengandung zat gizi yang mengandung zat gizi yang penting untuk kekebalan, seperti : biji-bijian utuh, sayuran berdaun hijau, makanan laut. 3. Mencegah tulang agar tidak menjadi keropos dan mengerut Santaplah makanan yang mengandung vitamin D. Pada usia diatas 60 tahun kemampuan penyerapan kalsium menurun, vitamin D membantu penyerapan kalsium dalam tubuh, contoh makanan sumber vitamin D adalah susu 4. Memastikan agar saluran pencernaan tetap sehat, aktif dan teratur Karena itu harus makan sedikitnya 20 gram makanan yang mengandung serat, seperti biji-bijian, jeruk dan sayuran yang berdaun hijau tua 5. Menyelamatkan penglihatan dan mencegah terjadinya katarak Santaplah makanan yang mengandung vitamin C, E dan B karoten (antioksidan), seperti : sayuran berwarna kuning dan hijau, jeruk sitrun dan buah lain 6. Mengurangi resiko penyakit jantung Yaitu dengan membatasi makanan berlemak yang banyak mengandung kolesterol dan natrium dan harus banyak makan makanan yang kaya vitamin B6, B12, asam folat, serat yang larut, kalsium dan aklium, seperti biji-bijian utuh, susu tanpa lemak, kacang kering daging tidak berlemak, buah, termasuk nanas dan sayuran. 7. Agar ingatan tetap baik dan sistem syaraf tetap bagus, harus banyak makan vitamin B6, B 12 dan asam folat 8. Mempertahankan berat badan ideal dengan jalan tetap aktif secara fisik, makan rendah lemak dan kaya akan karbohidrat kompleks 9. Menjaga agar nafsu makan tetap baik dan otot tetap lentur Dengan jalan melakukan olah raga aerobik (berjalan atau berenang). Olah raga dilakukan menurut porsi masing-masing usia serta tingkat kebugaran setiap orang 10. Tetaplah berlatih http://www.scribd.com/document_downloads/direct/111659524? extension=pdf&ft=1396433495&lt=1396437105&user_id=250735348&uahk=N63lfNoR SJ1d/nVs8DJy2LihSdw diakses pada 2 April 2014 Penyebab Imobilisasi 1. Rasa lemah (malnutrisi, gangguan elektrolit, tidak digunakannya otot, anemia, gangguan neurologis, miopati) 2. Kekakuan otot (OA, Parkinson, RA, Gout, obat-obat antipsikotik) 3. Rasa Nyeri (tulang, sendi, otot/masalah pada kaki) 4. Ketidakseimbangan (kelemahan, fuungsi neurologis, hipotrnsi ortostatik, obat-obatan) 5. Masalah psikologis (gangguan fungsi kognitif berat (demensia), gangguan fungsi mental (depresi)) Komplikasi imobilisasi: 1. Thrombosis 2. Emboli paru 3. Kelemahan otot 4. Kontraktur otot dan sendi 5. Osteoporosis 6. Ulkus dekibitus 7. Hipotensi postural 8. Pneumonia dan ISK 9. Gangguan nutrisi 10. Konstipasi dan skibala (Setiati, 2006) Setiati S,Rossheroe A G. 2006. Imobilisasi pada usia lanjut dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing.