Faktor yang mempengaruhi pembentukan Luka Dekubitus

advertisement
Faktor yang mempengaruhi pembentukan Luka Dekubitus
Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan akibat
tekanan. Tetapi, ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan resiko
terjadi luka dekubitus yang terjadi luka dekubitus yang lebih lanjut pada pasien.
Menurut Potter & Perry (2005) ada 10 faktor yang mempengaruhi pembentukan
luka dekubitus diantaranya gaya gesek, friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia,
infeksi, demam, gangguan sirkulasi perifer, obesitas, kakesia, dan usia.
1. Gaya Gesek
Gaya gesek merupakan tekanan yang dberikan pada kulit dengan arah
pararel terhadap permukaan tubuh (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry
2005). Gaya ini terjadi saat pasien bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya
diatas saat tempat tidur dengan cara didorong atau di geser kebawah saat
berada pada posisi fowler yang tinggi. Jika terdapat gaya gesek maka kulit dan
lapisan subkutan menempel pada permukaan tempat tidur, dan lapisan otot
serta tulang bergeser sesuai dengan arah gerakan tubuh. Tulang pasien
bergeser kearah kulit dan memberi gaya pada kulit (Maklebust & Sieggren,
1991 dalam Potter & Perry, 2005). Kapiler jaringan yang berada di bawahnya
tertekan dan terbeban oleh tekanan tersebut. Akibatnya, tak lama setelah itu
akan terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi,
perdarahan dan nekrosis pada lapisan jaringan. Selain itu, terdapat Penurunan
aliran darah kapiler akibat tekanan eksternal pada kulit. Lemak subkutan lebih
rentan terhadap gesek dan hasil tekanan dari struktur tulang yang berada di
bawahnya.akhirnya pada kulit akan terbuka sebuah saluran sebagai drainase
dari area nekrotik. Perlu di ingat bahwa cedera ini melibatkan lapisan jaringan
bagian dalam dan paling sering dimulai dari kontrol, seperti berada di bawah
jaringan rusak. Dengan mempertahankan tinggi bagian kepala tempat tidur
dibawah 30 derajat dapat menghindarkan cedera yang diakibatkan gaya gesek
(AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Brayan dkk, 1992 dalam Potter
& Perry, 2005 mengatakan juga bahwa gaya gesek tidak mungkin tanpa
disertai friksi.
2. Friksi
Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan pada kulit saat digeser
pada permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur (AHPCR, 1994 dalam
Potter & Perry, 2005) . Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera akibat
friksi mempengaruhi epedermis atau lapisan kulit bagian atas, yang terkelupas
ketika pasien mengubah posisinya. Seringkali terlihat cedera abrasi pada siku
atau tumit (Wysocki & Bryant, 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Karena cara
terjadi luka seperti ini, maka perawat sering menyebut luka bakar seprei
”sheet burns” (Bryant et el, 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Cedera ini
terjadi pada pasien gelisah, pasien yang gerakan nya tidak terkontrol, seperti
kondisi kejang, dan pasien yang kulitnya diseret dari pada diangkat dari
permukaan tempat tidur selama perubahan posisi (Maklebust & Siegreen,
1991 dalam Potter & Perry, 2005). Tindakan keperawatan bertujuan mencegah
cedera friksi antara lain sebagai berikut: memindahkan klien secara tepat
dengan mengunakan teknik mengangkat siku dan tumit yang benar,
meletakkan benda-benda dibawah siku dan tumit seperti pelindung dari kulit
domba, penutup kulit, dan membran transparan dan balutan hidrokoloid untuk
melindungi kulit, dan menggunakan pelembab untuk mempertahankan hidrasi
epidermis (Potter & Perry, 2005) .
3. Kelembaban
Adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan terjadinya
kerusakan integritas kulit. Akibat kelembaban terjadi peningkatan resiko
pembentukan dekubitus sebanyak lima kali lipat (Reuler & Cooney, 1981
dalam Potter & Perry, 2005). Kelembaban menurunkan resistensi kulit
terhadap faktor fisik lain seperti tekenan atau gaya gesek (Potter & Perry,
2005).
Pasien imobilisasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan higienisnya
sendiri, tergantung untuk menjaga kulit pasien tetap kering dan utuh. Untuk itu
perawat harus memasukkan higienis dalam rencana perawatan. Kelembaban
kulit dapat berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi dari sistem yang
mengalirkan oksigen yang dilembabkan, muntah, dan inkontensia. Beberapa
cairan tubuh seperti urine, feses, dan inkontensia menyebabkan erosi kulit dan
meningkatkan resiko terjadi luka akibat tekanan pada pasien (Potter & Perry,
2005).
4. Nutrisi Buruk
Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan jaringan subkutan
yang serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai
bantalan diantara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu
efek tekanan meningkat pada jaringan tersebut. Malnutrisi merupakan
penyebab kedua hanya pada tekanan yang berlebihan dalam etiologi,
patogenesis, dekubitus yang tidak sembuh (Hanan & scheele, 1991 dalam
Potter & Perry, 2005). Pasien yang mengalami malnutrisi mengalami
defisiensi protein dan keseimbangan nitrogen negatif dan tidak adekuat asupan
vitamin C (Shekleton & Litwack, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Status
nutrisi buruk dapat diabaikan jika pasien mempunyai berat badan sama dengan
atau lebih dari berat badan ideal. Pasien dengan status nutrisi buruk biasa
mengalami hipoalbuminunea (level albumin serum dibawah 3g/100 ml) dan
anemia (Nalto, 1983 ; Steinberg 1990 dalam Potter & Perry, 2005).
Albumin adalah ukuran variable yang biasa digunakan
untuk
mengevaluasi status protein pasien. Pasien yang albumin serumnya dibawah
3g/100 ml beresiko tinggi. Selain itu, level albumin rendah dihubungkan
dengan lambatnya penyembuhan luka (Kaminski et el, 1989); Hanan &
Scheele, 1991). Walaupun kadar albumin serum kurang tepat memperlihatkan
perubahan protein viseral, tapi albumin merupakan prediktor malnutrisi yang
terbaik untuk semua kelompok manusia (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter
& Perry, 2005).
Level total protein juga mempunyai korelasi dengan luka dekubitus, level
total protein dibawah 5,4 g/100 ml menurunkan tekanan osmotik koloid, yang
akan menyebabkan edema interstisial dan penurunan oksigen ke jaringan
(Hanan & Scheele 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Edema akan
menurunkan toleransi kulit dan jaringan yang berada di bawahnya terhadap
tekanan, friksi, dan gaya gesek. Selain itu, penurunan level oksigen
meningkatkan kecepatan iskemi yang menyebabkan cedera jaringan (Potter &
Perry, 2005).
Nutrisi buruk juga mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada
pasien
yang
mengalami
kehilangan
protein
berat,
hipoalbuminimea
menyebabkan perpindahan volume cairan ekstrasel kedalam jaringan sehingga
terjadi edema. Edema dapat meningkatkan resiko terjadi dekubitus di jaringan.
Suplai darah pada suplai jaringan edema menurun dan produk sisa tetap
tinggal karena terdapatnya perubahan tekanan pada sirkulasi dan dasar kapiler
(Shkleton & litwalk, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).
5. Anemia
Pasien anemia beresiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin
mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen serta mengurangi
jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu
metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan luka (Potter & Perry, 2005).
6. Kakeksia
Kakeksia merupakan penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai
kelemahan dan kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan penyakit berat
seperti kanker dan penyakit kardiopulmonal tahap akhir. Kondisi ini
meningkatkan resiko luka dekubitus pada pasien. Pada dasarnya pasien
kakesia mengalami kehilangan jaringan adipose yang berguna untuk
melindungi tonjolan tulang dari tekanan ( Potter & Perry, 2005).
7. Obesitas
Obesitas dapat mengurangi dekubitus. Jaringan adipose pada jumlah kecil
berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari
tekanan. Pada obesitas sedang ke berat, jaringan adipose memperoleh
vaskularisasi yang buruk, sehingga jaringan adipose dan jaringan lain yang
berada dibawahnya semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemi
(Potter & Perry, 2005).
8. Demam
Infeksi disebabkan adanya patogen dalam tubuh. Pasien infeksi biasa
mengalami demam. Infeksi dan demam menigkatkan kebutuhan metabolik
tubuh, membuat jaringan yang telah hipoksia (penurunan oksigen) semakin
rentan mengalami iskemi akibat (Skheleton & Litwalk, 1991 dalam Potter &
Perry, 2005). Selain itu demam menyebabkan diaporesis (keringatan) dan
meningkatkan kelembaban kulit, yang selanjutnya yang menjadi predisposisi
kerusakan kulit pasien (Potter & Perry, 2005).
9. Gangguan Sirkulasi Perifer
Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan
mengalami kerusakan iskemia. Gangguan sirkulasi pada pasien yang
menderita penyakit vaskuler, pasien syok atau yang mendapatkan pengobatan
sejenis vasopresor (Potter & Perry, 2005).
10. Usia
Studi yang dilakukan oleh kane et el (1989) mencatat adanya luka
dekubitus yang terbasar pada penduduk berusia lebih dari 75 tahun. Lansia
mempunyai potensi besar untuk mengalami dekubitus oleh karena berkaitan
dengan perubahan kulit akibat bertambahnya usia, kecenderungan lansia yang
lebih sering berbaring pada satu posisi oleh karena itu imobilisasi akan
memperlancar resiko terjadinya dekubitus pada lansia. Imobilsasi berlangsung
lama hampir pasti dapat menyebabkan dekubitus (Roah, 2000) menurut
pranaka (1999), ada tiga faktor penyebab dekubitus pada lansia yaitu:
a. Faktor kondisi fisik lansia itu sendiri (perubahan kulit, status gizi,
penyakit-penyakit neurogenik, pembuluh darah dan keadaan hidrasi atau
cairan tubuh).
b. Faktor perawatan yang diberikan oleh petugas kesehatan
c. Faktor kebersihan tempat tidur, alat tenun yang kusut dan kotor atau
peralatan medik yang menyebabkan lansia terfiksasi pada suatu sikap
tertentu.
(andika, 2011)
Andika,
%20II.pdf
S.
2011.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24965/4/Chapter
diakses pada 26 Maret 2014
Normal leukosit adalah 5000-10.000. jika terjadi leukositosis merupakan
penanda terjadinya infeksi. Tetapi nilai leukosit normal atau rendah diakibatkan
oleh infeksi virus/mikoplasma, infeksi berat sehingga tidak menimbulkan leukosit
dan pada orang tua (Dahlan, 2006)
Dahlan, Zul. 2006. Pneumonia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Indikasi O2:
1. Hipoksemia
a. Tanda klinis: Peningkatan frekuensi nafas, tarikan dinding dada yang
dalam, napas cuping hidung, bunyi napas abnormal, kejang lama, letargi
atau koma.
b. Oksimeter denyut (Pulse oxymeter)
c. Analisis gas darah: pada lansia saturasi oksigen sudah mulai menurun
(Setyanto, ….)
Setyanto, D B. ….. http://mirror.warneter.net/unduh/Terapi%20oksigen
%20WHO%20dr%20Dharmawan.pdf/ diakses pada 3 April 2014
PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA USIA LANJUT / MANULA
Salah satu kelompok umur yang sering luput dari pertimbangan-pertimbangan
khususdalam pemakaian
obat
adalahn
kelompok
usia
lanjut.
Hal
ini
dapat dimengerti mengingat usialanjut secara fisiologis umumnya dianggap sama dengan
kelompok umur dewasa. Namunsebenarnya, pada periode tertentu telah terjadi
berbagai penurunan fungsi berbagai organtubuh. Penurunan fungsi bisa
disebabkan karena proses menua, maupun perubahan-perubahan lain yang secara
fisik kadang tidak terdeteksi. Terdapat perbedaan pendapatmengenai batasan usia
lanjut, namun pada umumnya para peneliti mengambil batas 65 tahun.Yang perlu
mendapat perhatian adalah, bahwa ternyata pada pasien usia lanjut, umumnyadijumpai lebih
dari satu jenis penyakit, satu atau lebih di antaranya bersifat kronis, sementara
penyakit lain yang akut, jika tidak ditangani dengan baik dapat memperburuk
kondisipenderita.
Dari aspek penderita, faktor-faktor seperti penurunan aktivitas/fungsi organ,
derajatpenyakit, penurunan kemampuan untuk mengurus diri sendiri, menurunnya
masukan cairandan makanan, serta kemungkinan menderita lebih dari satu macam
penyakit, seringmempersulit proses pengobatan secara opitmal. Penguasaan
dokter terhadap aspek-aspek klinis serta prinsip penggunaan obat untuk usia lanjut
dengan demikian menjadi pentinguntuk meningkatkan kualitas pengobatan.
Kebanyakan pengobatan penyakit pada usia lanjut atau manula dilakukan
denganpendekatan secara empiris yaitu dengan menggunakan antibiotik spektrum
luas dengan tujuanagar antibiotik yang dipilih dapat melawan beberapa
kemungkinan antibiotik penyebabinfeksi. Padahal tanpa disadari penggunaan
antibiotik spektrum luas secara tidak terkendalisangat memungkinkan timbulnya
masalah yang tidak diinginkan seperti timbulnya efek samping obat maupun
potensi terjadinya resistensi. Alasan penggunaan antibiotik sprektrumluas ini
disebabkan oleh penyakit penyerta yang banyak diderita oleh para lansia dan
kondisitertentu seperti diabetes melitus, payah jantung kronik, penyakit vaskuler,
penyakit paruobstruksi kronik (PPOK), peminum alkohol dan penyakitpenyakit
lainnya. Penyakit-penyakittersebut di atas umumnya terdapat pada usia lanjut.
Faktor predesposisi lain antara lainberupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus,
keadaan imunodefisiensi, kelainan ataukelemahan stuktur organ dada dan penurunan
kesadaran. Juga ada tindakan invasive sepertiinfuse, trakeotomi, atau pemasangan
ventilator. Perlu diteliti faktor lingkungan khususnyatempat kediaman misalnya di
rumah jompo, penggunaan antibiotik dan obat suntik iv, sertaalkoholik yang
meningkatkan terjadinya kuman gram negative (Khairudin, 2009).
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan
membahayakankesehatan.
Misalnya,
mengakibatkan
gangguan
dapat
saluran
pencernaan (diare, mual, muntah).Khawatir masyarakat awam yang tidak paham,
mempergunakan dosis antibiotik untuk segala jenis penyakit. Penderita dapat
mengalami reaksi alergi8. Mulai yang ringan seperti ruam dangatal hingga berat
seperti pembengkakan bibir, kelopak mata, sampai gangguan napas. Sebab,bisa
jadi penderita alergi dengan antibiotik tersebut. Efek yang terjadi dari ringan
hinggaberat. Pasien bisa mengalami anafilaktik shock atau shock karena
penggunaan antibiotik tersebut. Lebih berbahaya lagi, antibiotik juga bisa
mengakibatkan kelainan hati. Sepertidiketahui, antibiotik memiliki bahan dasar
kimia. Selain berfungsi membunuh kuman, bahankimia tersebut harus dinetralkan
tubuh
supaya
aman.
Caranya
adalah
dengan
memecah
bahankimia
tersebut (Katzung, 1986).
Pertimbangan pemberian obat terutama antibiotik pada usia lanjut, tidak saja
diambilberdasarkan ketentuan dewasa, tetapi perlu beberapa penyesuaian seperti
dosis dan perhatianlebih besar pada kemungkinan efek samping, karena adanya
perbedaan fungsi organorgantubuh, dan lebih rentannya usia lanjut terhadap efek
samping/efek toksik obat. Prinsip-prinsipdasar pemakaian antibiotika pada usia
lanjut tidak berbeda dengan kelompok usia lainnya.Yang perlu diwaspadai adalah
pemakaian antibiotika golongan aminoglikosida dan laktam,yang ekskresi
utamanya
melalui
ginjal.
Penurunan
fungsi
ginjal
karena
usia
lanjut
akanmempengaruhi eliminasi antibiotika tersebut, di mana waktu paruh obat
menjadi lebihpanjang (waktu paruh gentasimin, kanamisin, dan netilmisin dapat
meningkat sampai dua kalilipat) dan memberi efek toksik pada ginjal
(nefrotoksik), maupun organ lain (misalnyaototoksisitas) ( Katzung, 1986).
Budiman, Iman. 2011. Tugas Farmakologi “Penggunaan Antibiotik pada Balita dan
Manula”. Universitas Padjajaran: Fakultas Farmasi.
Malnutrisi Pada Lansia
A. Latar Belakang
Orang berusia lanjut ternyata seringkali mengalami masalah malnutrisi
walaupun mereka tidak kelihatan kurus. Semakin bertambah umur seseorang,
semakin tinggi risiko menderita malnutrisi. Menderita penyakit tertentu,
menurunnya fungsi fisiologis, pola makan yang salah, faktor ekonomi,
berkurangnya kontak sosial, serta mengkonsumsi banyak obat adalah faktor
yang mempengaruhi terjadinya malnutrisi pada usia lanjut. Bila malnutrisi
tidak ditangani dengan baik akan membawa konsekuensi defisiensi energi,
protein dan nutrisi lainnya yang dapat berakibat pada meningkatnya biaya
pemeliharaan kesehatan serta menurunnya kualitas hidup seseorang. Hal ini
sebenarnya dapat dihindari dengan asupan nutrisi tepat dan menerapkan pola
hidup sehat sejak dini.
Menurut dr. Nina Kemala Sari, SpPDKGer, FINASIM, Malnutrisi pada
usia lanjut merupakan konsekuensi dari berbagai masalah sosial, ekonomi,
fisik-somatik, dan lingkungan. Pada pasien usia lanjut yang sedang sakit,
malnutrisi
meningkatkan
komplikasi
penyakit,
membutuhkan
waktu
penyembuhan lebih lama serta menyebabkan biaya pengobatan membengkak.
Dengan demikian, nutrisi harus dianggap sebagai bagian dari pengobatan itu
sendiri agar penanganan penyakit lebih baik dan efesien. Adanya gangguan
mobilisasi (artritis dan stroke), gangguan kapasitas aerobik, gangguan indra
(mencium, merasakan, dan penglihatan), gangguan gigi geligi/kemampuan
mengunyah, malabsorbsi, penyakit kronik (anoreksia, gangguan metabolisme),
alkohol, dan obat-obatan menyebabkan usia lanjut mudah mengalami
malnutrisi. Faktor psikologis seperti depresi dan dimensia serta faktor sosial
ekonomi (keterbatasan keuangan, pengetahuan gizi yang kurang, fasilitas
memasak yang kurang dan ketergantungan dengan orang lain) juga dapat
menyebabkan usia lanjut mengalami malnutrisi. Malnutrisi berhubungan
dengan gangguan imunitas, menghambat penyembuhan luka, penurunan
kualitas hidup, peningkatan biaya penggunaan fasilitas kesehatan, dan
peningkatan mortalitas.
Di dunia saat ini terdapat sekitar 737 juta jiwa penduduk usia lanjut, yaitu
usia 60 tahun lebih (data UNFPA). Dari jumlah tersebut sekitar duapertiga
tinggal di negaranegara berkembang, termasuk di Indonesia. Data BPS tahun
2010 mencatat jumlah penduduk Indonesia yaitu sebesar 237.641.326 dan
sekitar 20 juta orang adalah penduduk usia lanjut.
Di Indonesia, jumlah populasi orang berusia lanjut ini akan mengalami
peningkatan yang luar biasa; terbesar di dunia (414%) pada tahun 2025. Hal
ini
mendorong kita semua untuk siap menghadapinya, siap dalam menghadapi
konsekuensi logis akan adanya masalah-masalah yang muncul seiring dengan
ledakan populasi usia lanjut ini.
Keluhan pasien usia lanjut yang datang ke RS seringkali ternyata
disebabkan karena mereka tidak mengkonsumsi nutrisi dengan baik. Oleh
karena itu, penting untuk dilakukan perbaikan asupan nutrisi agar orang tua
dapat mengkonsumsi makanan yang berimbang dan memenuhi kebutuhan
tubuh.
Namun demikian, konsumsi nutrisi yang baik tidak hanya dilakukan pada
saat masa tua. Menabung cadangan nutrisi sejak dini perlu dilakukan untuk
mencegah timbulnya berbagai penyakit degeneratif serta menurunnya kualitas
hidup.
Dengan adanya kesadaran akan pentingnya menjaga kebutuhan nutrisi
sejak usia tengah baya diharapkan dapat memiliki masa tua yang sehat baik
secara fisik dan mental.
Manusia Lanjut Usia (MANULA) atau yang sering disebut Lansia
dimasukkan ke dalam kelompok rentan gizi, meskipun tidak ada hubungannya
dengan pertumbuhan badan , bahkan sebaliknya sudah terjadi involusi dan
degenerasi jaringan dan sel-selnya. Timbulnya kerentanan terhadap kondisi
gizi disebabkan kondisi fisik, baik anatomis maupun fungsionalnya.
Gigi-geligi pada Lansia mungkin sudah banyak yang rusak bahkan copot,
sehingga memberikan kesulitan dalam mengunyah makanan. Maka makanan
harus diolah sehingga makanan tidak perlu digigit atau dikunyah keras-keras.
Makanan yang dipotong kecil-kecil, lunak dan mudah ditelan akan sangat
membantu para Lansia dalam mengkonsumsi makanannya.
Fungsi alat pencernaan dan kelenjar-kelenjarnya juga sudah menurun,
sehingga makanan harus yang mudah dicerna dan tidak memberatkan fungsi
kelenjar pencernaan.makanan yang tidak banyak mengandung lemak, pada
umumnya lebih mudah dicerna, tetapi harus cukup mengandung protein dan
karbohidrat. Kadar serat yang tidak dicerna jangan terlalu banyak, tetapi harus
cukup tersedia untuk melancarkan peristalsis dan dengan demikian
melancarkan pula defaecatie, dan menghindarkan obstipasi.
Patut diingat bahwa keperluan energi Lansia sudah menurun, jadi jangan
disediakan seperti masih belum berusia lanjut. Ada baiknya bila mereka dijaga
jangan sampai menjadi kegemukan karena akan lebih mudah menderita
berbagai kelainan atau penyakit gizi yang berhubungan dengan kondisi
obesitas. Frekuensi penyakit Diabetes Mellitus, Cardiovascular diseases
terdapat meningkat pada kelompok Lansia. Yang umum sangat ditakuti ialah
kemungkinan meningkat untuk mendapat penyakit kanker.
B. PERAN NUTRISI PADA LANSIA
Nutrisi yang di butuhkan pasien lansia adalah nutrisi yang mengandung
antioksidan (beta karoten, vitamin C dan vitamin E) dan nutrisi yang
merangsang regenerasi sel yang cepat. Contoh nutrisi yang kaya antioksidan
adalah
spirulina
yang
oleh
peneliti
internasional
mengandung
superantioksidan selain itu mengandung vitamin dan mineral yang lengkap.
Spirulina dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral yang sangat lengkap di
dunia selain itu kandungan antioksidannya paling tinggi di antara makanan –
makanan yang lain. Karena itu spirulina banyak digunakan untuk mengatasi
gizi buruk dan kelaparan di Negara – Negara afrika. Untuk mengatasi masalah
ini nutrisi yang dapat merangsang proses regenerasi yang cepat sangat
diperlukan, contohnya adalah teripang atau gamat teripang tinggi mengandung
kolagen dan protein serta cell growth factor. Kolagen, Protein dan cell growth
factor merupakan tiga komponen penting yang dibutuhkan untuk merangsang
proses regenerasi sel – sel yang rusak atau mati. Peran nutrisi sangat penting
untuk pasien lansia yang terkena penyakit degeneratif, sebab yang menimpa
mereka karena proses ketuaan di mana kemampuan tubuh untuk melakukan
regenerasi sel mulai menurun disebabkan karena hormon pertumbuhan yang
mulai menurun seiring bertambahnya usia. Peran nutrisi adalah memenuhi
kebutuhan gizi tubuh untuk menjalankan metabolisme, melawan radikal –
radikal bebas dan merangsang proses regenerasi sel – sel baru untuk
memperbaiki fungsi organ.
Nutrisi dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dengan dosis obat yang
berkurang, menghambat perjalanan penyakit, memperbaiki metabolisme dan
sistem hormon, mempercepat proses penyembuhan dari dalam tubuh itu
sendiri. Hal itu telah di alami oleh ayah saya yang menderita hipertensi
(tekanan darah tinggi) dan rematik
Nutrisi yang adekuat merupakan suatu komponen esensial pada ksehatan
lansia. Status nutrisi seseorang akan berpengaruh terhadap setiap system
tubuh. Bimbingan yang membahas secara langsung tentang kebutuhan nutrisi
pada lansia masih sedikit. Pada sebagian lansia, ketiadaan bimbingan ini
terjadi karena lansia lebih heterogen daripada orang muda dan kurang mampu
dalam
menghitung
kebutuhan
nutrisi
mereka
melalui
nomogram.
Kekurangakuratan dan kemudahan untuk memahami informasi dalam
membimbing lansia dan para praktisi telah mengarahkan penggunaan statistic
apa adanya yang berkaitan dengan status nutrisi lansia.
Secara fisiologis, kebutuhan energi lebih dikaitkan dengan tingkat aktivitas
fisik daripada usia kronologis. Kebutuhan asupan kalori sehari-hari yang
disarankan (Recommended Daily Allowance [RDA]) pada lansia yang berusia
65 sampai 75 tahun 2300 kkal. RDA untuk lansia di atas usia 75 tahun
diturunkan menjadi 2050 kkal, konsumsi kalori dari karbohidrat kompleks
yang diharuskan sebanyak 55 sampai 65% dan kurang dari 30% lemak, serta
porsi sisanya adalah protein.
Faktor-faktor fisiologis lainnya yang dikaitkan dengan kebutuhan nutrisi
yang unik pada lansia adalah menurunnya sensitivitas olfaktorius, perubahan
persepsi rasa dan peningkatan kolesistokininyang dapat memengaruhi
keinginan untuk makan dan peningkatan rasa kenyang. Proses penuaan itu
sendiri sebenarnya tidak mengganggu proses penyerapan vitamin pada
berbagai tingkatan yang luas.
Namun, laporan-laporan
terakhir
mengindikasikan
bahwa
lansia
mengalami defisiensi vitamin B12, vitamin D dan asam folat. Perubahanperubahan dan kebutuhan mineral meliputi rendahnya kebutuhan akan zat besi
pada wanita lansia daripada wanita usia produktif. Asupan kalsium sebagai
salah satu mineral esensial lainnya bagi lansia sekitar 600 mg per hari untuk
wanita. Hal ini hanya menggambarkan 30 sampai 40% dari tingkat kebutuhan
yang disarankan. Panduan diet terbaru menyarankan sedikitnya 1000 mg
kalsium per hari untuk seluruh lansia dan 1500 mg per hari untuk wanita
lansia yang tidak menggunakan esterogen. Suplemen kalsium tidak akan
diabsorpsi secara merata. Karena perbedaan derajat keasaman yang
dibutuhkan untuk absorpsi yang sesuai, kalsium sitrat malat merupakan bentuk
yang lebih dipilih untuk diberikan bagi lansia yang mengalami hipoklohidria
atau aklorhidria.
Pada proses penuaan yang normal, peningkatan jaringan adipose secara
normal dapat menyertai penurunan massa tubuh dan cairan tubuh total.
Meskipun
hasil
studi
memperlihatkan
bahwa
orang-orang
Amerika
mengkonsumsi sedikit lemak, prevalensi obesitas telah meningkat 133%
dalam 10 tahun terakhir. Lemak tubuh yang berlebihan sebaiknya akan
merugikan lansia. Buku penuntun diet yang baru telah menekankan tentang
pentingnya mempertahankan berat badan yang stabil dan mengikuti program
diet dan olahraga yang tepat dalam seluruh rentang waktu kehidupan. Oleh
karena itu pencegahan yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer
Proses penuaan mempengaruhi kebutuhan nutrisi dan status nutrisi
pada 30 juta lansia, 6 juta dari mereka berisiko tinggi terhadap malnutrisi.
Studi-studi mengindikasikan bahwa lansia yang memiliki penghasilan
kurang dari 6000 dolar per tahun atau kurang dari 35 dolar per minggu
untuk komsumsi makanan dan para lansia yang mengunjungi rekan atau
keluarganya kurang dari dua kali per minggu, dan para lansia yang
kelebihan berat badan sebesar 25 kg atau yang kekurangan berat badan 10
kg adalah mereka yang beresiko tinggi mengalami malnutrisi, selain dari
jutaan
orang
yang
mengalami
kekurangan
nutrisi.
Faktor-faktor
sosioekonomi, juga penderita penyakit kronis dan polifarmasi, turut
berperan terhadap masalah malnutrisi yang actual atau potensial bagi
lansia. Instrument pengkajian sebagaimana yang telah di kembangkan oleh
program Nutrition Screening Initiative untuk menentukan status nutrisi
direkomundasikan dapat di gunakan oleh seluruh pemberi pelayanan
kesehatan. Lembaran instrument ini tersedia melalui Nutrition Screening
Initiative, 1010 Wisconsin Avenue NW, Washington, DC 20007. Suatu
upaya yang konsisten untuk mengidentifikasi lansia dengan gangguan
nutrisi demikian juga untuk resiko gangguan nutrisi yang seharusnya
menjadi prioritas jika tujuan nasional untuk promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit ingin di capai.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder di mulai dengan pengkajian yang seksama
terhadap klien dan upaya-upaya untuk mengidentifikasi sumber masalah
gisi. Kesalahan pengaturan metabolisme seharusnya di perbaiki dan
pemberian obat-obatan untuk kondisi-kondisi kronis dapat di sesuaikan
untuk mengurangi efek samping yang mengganggu nutrisi yang normal.
Depresi yang tidak terditeksi asupan diet dan malnutrisi. Selain itu, suatu
pengkajian nutrisi adalah penting untuk menentukan tujuan yang realistis
dan tepat pada lansia dengan masalah nutrisi. Pelayanan ahli diet akan
menguntungkan bagi klien.
Banyak lansia tidak mengetahui bagaimana kebutuhan nutrisi mereka
mengalami perubahan sebagai akibat penuaan. Oleh karena itu, seluruh
pemberi layanan kesehatan perluh di siapkan untuk memberikan informasi
yang akurat dan terbaru tentang nutrisi normal, demikian juga tentang
kebutuhan nutrisi yang menyertai proses penyakit. Suatu penelitian terbaru
mengemukakan bahwa perawat tidak di persiapkan secara adekuat untuk
memberikan jenis instruksi ini kepada klien lansia.
Asuhan keperawatan adalah suatu bagian penting dalam memperbaiki
asupan nutrisi pada institusi pelayanan akut maupun pelayanan jangka
panjang. Dedikasi di perluhkan untuk meyakinkan bahwa kebutuhan
nutrisi klien di masukan sebagai bagian dari rencana keperawatan secara
total.
Mengizinkan pemberian suplemen dalam kaleng untuk pembangun
tubuh yang di letakan di meja disamping tempat tidur atau untuk di
kembalikan pada bagian gizi tidak akan membantu memfasilitasi asupan
yang adekuat. Suplemen sangat baik digunakan di antara waktu makan dan
sering ditoleransi dengan baik jika disajikan dalam keadaan dingin.
Alternatif-alternatif makanan, seperti nutrisi parenteral total dan
pemberian makanan dengan penduga lambung, mungkin diperluhkan jika
asupan yang adekuat tidak dapat di pertahankan melalui rute oral.
Keterlibatan keluarga sangat penting untuk menyediakan nutrisi yang
baik di semua lingkungan. Kemampuan untuk memberikan makanan
kesukaan lansia dan memberikan atmosfer sosial yang mendorong asupan
makanan adalah hal terbaik yang dapat dilakukan oleh keluarga. Anjurkan
keluarga untuk membawa makanan kesukaan klien. Walaupun suplemen
tidak perluh digunakan dalam keadaan yang seimbang, laporan terbaru
saat ini tidak memenuhi jumlah makanan harian yang dianjurkan. Dosis
yang berlebihan di atas jumlah asupan harian yang dianjurkan tidak
dianjurkan pada saat ini dan terbukti dapat merugikan jika digunakan
dalam waktu yang lama.
Rekomendasi tambahan termasuk penggunaan makanan berserat untuk
meningkatkan asupan vitamin dan mineral, dan meningkatkan defekasi
yang normal. Rekomendasi asupan serat yang disarankan saat ini sekitar
20 sampai 35 gram serat per hari.
C. KEBUTUHAN NUTRISI PADA LANSIA
1. Kalori
Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa kecepatan metabolisme basal
pada orang-orang berusia lanjut menurun sekitar 15-20%, disebabkan
berkurangnya massa otot dan aktivitas. Kalori (energi) diperoleh dari
lemak 9,4 kal, karbohidrat 4 kal, dan protein 4 kal per gramnya. Bagi
lansia komposisi energi sebaiknya 20-25% berasal dari protein, 20% dari
lemak, dan sisanya dari karbohidrat. Kebutuhan kalori untuk lansia lakilaki sebanyak 1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita 1700 kal. Bila
jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi akan
disimpan berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas. Sebaliknya, bila
terlalu sedikit, maka cadangan energi tubuh akan digunakan, sehingga
tubuh akan menjadi kurus.
2. Protein
Untuk lebih aman, secara umum kebutuhan protein bagi orang dewasa
per hari adalah 1 gram per kg berat badan. Pada lansia, masa ototnya
berkurang. Tetapi ternyata kebutuhan tubuhnya akan protein tidak
berkurang, bahkan harus lebih tinggi dari orang dewasa, karena pada
lansia efisiensi penggunaan senyawa nitrogen (protein) oleh tubuh telah
berkurang (disebabkan pencernaan dan penyerapannya kurang efisien).
Beberapa penelitian merekomendasikan, untuk lansia sebaiknya konsumsi
proteinnya ditingkatkan sebesar 12-14% dari porsi untuk orang dewasa.
Sumber protein yang baik diantaranya adalah pangan hewani dan kacangkacangan.
3. Lemak
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total
kalori yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih
dari
40%
dari
konsumsi
energi)
dapat
menimbulkan
penyakit
atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah ke jantung). Juga
dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut adalah asam lemak tidak
jenuh (PUFA = poly unsaturated faty acid). Minyak nabati merupakan
sumber asam lemak tidak jenuh yang baik,sedangkan lemak hewan banyak
mengandung asam lemak jenuh.
4. Karbohidrat dan serat makanan
Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit
atau konstipasi (susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada
usus. Serat makanan telah terbukti dapat menyembuhkan kesulitan
tersebut. Sumber serat yang baik bagi lansia adalah sayuran, buah-buahan
segar dan biji-bijian utuh. Manula tidak dianjurkan mengkonsumsi
suplemen serat (yang dijual secara komersial), karena dikuatirkan
konsumsi seratnya terlalu banyak, yang dapat menyebabkan mineral dan
zat gizi lain terserap oleh serat sehingga tidak dapat diserap tubuh. Lansia
dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula-gula sederhana dan
menggantinya dengan karbohidrat kompleks, yang berasal dari kacangkacangan dan biji-bijian yang berfungsi sebagai sumber energi dan sumber
serat.
5. Vitamin dan mineral
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia kurang
mengkonsumsi vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam folat, vitamin C, D,
dan E umumnya kekurangan ini terutama disebabkan dibatasinya
konsumsi makanan, khususnya buah-buahan dan sayuran, kekurangan
mineral yang paling banyak diderita lansia adalah kurang mineral kalsium
yang
menyebabkan
kerapuhan
tulang
dan kekurangan
zat
besi
menyebabkan anemia. Kebutuhan vitamin dan mineral bagi lansia menjadi
penting untuk membantu metabolisme zat-zat gizi yang lain. Sayuran dan
buah hendaknya dikonsumsi secara teratur sebagai sumber vitamin,
mineral dan serat.
6. Air
Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat
diperlukan tubuh untuk mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat dan
urine), membantu pencernaan makanan dan membersihkan ginjal
(membantu fungsikerja ginjal). Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 68 gelas per hari.
D. Makanan Sehat Bagi Lansia
Makanan sehat bagi lansia antara lain mencakupi empat sehat lima
sempurna dengan porsi yang kurang dari orang dewasa kecuali asupan protein
dan vitamin serta mineral, dimana kalsium dan zat besi juga memerankan
peranan yang penting untuk metabolisme tubuh. Berikut ini disajikan beberapa
contoh makanan sehat untuk manula yang telah dikelompokkan:
 Sumber Karbohidrat: Nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie
instan, mie kering, roti tawar, singkong, talas, ubi jalar, pisang nangka,
macaroni

Sumber Protein Hewani: Daging ayam, daging sapi, hati (ayam atau sapi),

telur unggas, ikan mas, ikan kembung, ikan sarden, bandeng, baso daging
Sumber Protein Nabati: Kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kacang

merah, kacang tolo, tahu, tempe, oncom
Buah-buahan: Pepaya, belimbing, alpukat, apel, jambu biji, jeruk, mangga,

nangka, pisang ambon, sawo, semangka, sirsak, tomat
Sayuran: Bayam, buncis, beluntas, daun pepaya, daun singkong, katuk,

kapri, kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada
Kue: Bika ambon, dadar gulung, getuk lindri, apem, kroket, kue pia, kue

putu, risoles
Susu: Susu sapi, susu kambing, susu kerbau, susu kedelai, skim
Berdasarkan kegunaannya bagi tubuh, zat gizi dibagi ke dalam tiga
kelompok besar, yaitu :
1) Kelompok zat energi.
a) Bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, jagung,
gandum, ubi, roti, singkong dll, selain itu dalam bentuk gula seperti
gula, sirup, madu, dll.
b) Bahan makanan yang mengandung lemak seperti minyak, santan,
mentega, margarine, susu dan hasil olahannya.
2) Kelompok zat pembangun
Kelompok ini meliputi makanan – makanan yang banyak mengandung
protein, baik protein hewani maupun nabati, seperti daging, ikan, susu,
telur, kacang-kacangan dan olahannya.
3) Kelompok zat pengatur
Kelompok ini meliputi bahan-bahan yang banyak mengandung vitamin
dan mineral, seperti buah-buahan dan sayuran.
E. Menu harian untuk lansia
Para ahli gizi menganjurkan bahwa untuk lansia yang sehat, menu
seharihari hendaknya :
1. Tidak berlebihan, tetapi cukup mengandung zat gizi sesuai dengan
persyaratan kebutuhan lansia.\
2. Bervariasi jenis makanan dan cara olahnya
3. Membatasi konsumsi lemak yang tidak kelihatan (menempel pada bahan
pangan, terutama pangan hewani)
4. Membatasi konsumsi gula dan minuman yang banyak mengandung gula
5. Menghindari konsumsi garam yang terlalu banyak, merokok dan minuman
beralkohol
6. Cukup banyak mengkonsumsi makanan berserat (buah-buahan, sayuran
dan sereal) untuk menghindari sembelit atau konstipasi
7. Minuman yang cukup.
Menu makanan manula dalam sehari dapat disusun berdasarkan konsep “4
sehat 5 sempuna” atau “Konsep gizi seimbang” diantaranya :


Kelompok makanan pokok (utama) : nasi (1 porsi= 200 gram)
Kelompok lauk pauk : daging (1 potong= 50 gram), tahu (1 potong = 25


gr)
Kelompok sayuran : bayam (1 mangkok = 1001 gr)
Kelompok buah-buahan : pepaya (1 potong = 100 gr) dan susu (1 gelas =
100 gr)
F. Kelompok makanan dan jenis makanan
1. Karbohidrat : nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie, roti,
singkong, talas, ubi-ubian, pisang, nangka, macaroni
2. Protein hewani : daging sapi, daging ayam, hati (ayam atau sapi), telur
unggas, ikan, baso daging
3. Protein nabati : kacang-kacangan, tahu, tempe, oncom
4. Buah-buahan : pepaya, belimbing, alpukat, apel, jambu biji, jeruk,
mangga, nangka, pisang, awo, sirsak, semangka
5. Sayuran : bayam, buncis, beluntas, daun pepaya, daun singkong, katuk,
kapri, kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada
6. Makanan jajanan : bika ambon, dadar gulung, getuk lindri, apem, kroket,
kue putu, risoles
7. Susu : susu kambing, susu kedelai, skim
G. Menu untuk manula dalam sehari
1. WAKTU MENU PORSI
a. Pagi Roti-telur-susu 1 tangkep 1 gelas
b. Selingan Papais 2 bungkus
c. Siang Nasi 1 piring, Semur 1 potong, Pepes tahu 1 bungkus, Sayur
bayam 1 mangkok, Pisang 1 buah
d. Selingan Kolak pisang 1 mangkok
e. Malam Mie baso 1 mangkok, Pepaya 1 buah
H. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN GIZI PADA
LANSIA
1. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau
ompong.
2. Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita
rasa manis, asin, asam, dan pahit.
3. Esophagus/kerongkongan mengalami pelebaran.
4. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun
5. Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan
konstipasi
6. Penyerapan makanan di usus menurun.
I. Masalah Gizi pada Lansia
1. Gizi berlebih
Gizi berlebih pada lansia banyak terjadi di negara-negara barat dan
kota-kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan
berat badan berlebih, apalai pada lansia penggunaan kalori berkurang
karena berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan itu sulit untuk
diubah
walaupun
disadari
untuk
mengurangi
makan.Kegemukan
merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya : penyakit
jantung, kencing manis, dan darah tinggi.
2. Gizi kurang
Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah social ekonomi
dan juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah
dari yang dibutuhkan menyebabkan berat badan kurang dari normal.
Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan
kerusakan-kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut
rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun, kemungkinan akan mudah
terkena infeksi.
3. Kekurangan vitamin
Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan ditambah
dengan kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makan
berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu
dan tidak bersemangat.
J. Status gizi pada usia lanjut
1. Metabolisme basal menurun, kebutuhan kalori menurun, status gizi
lansia cenderung mengalami kegemukan/obesitas
2. Aktivitas/kegiatan fisik berkurang, kalori yang dipakai sedikit,
akibatnya cenderung kegemukan/obesitas
3. Ekonomi meningkat, konsumsi makanan
akibatnya cenderung kegemukan/obesitas
menjadi
berlebihan,
4. Fungsi pengecap/penciuman menurun/hilang, makan menjadi tidak
enak dan nafsu makan menurun, akibatnya lansia menjadikurang gizi
(kurang energi protein yang kronis
5. Penyakit periodontal (gigi tanggal), akibatnya kesulitan makan yang
berserat (sayur, daging) dan cenderung makan makanan yang lunak
(tinggi
klaori),
hal
ini
menyebabkan
lansia
cenderung
kegemukan/obesitas
6. Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencerna makanan, hal ini
mengganggu penyerapan vitamin dan mineral, akibatnya lansia
menjadi defisiensi zat-zat gizi mikro
7. Mobilitas usus menurun, mengakibatkan susah buang air besar,
sehingga lansia menderita wasir yang bisa menimbulkan perdarahan
dan memicu terjadinya anemia
8. Sering menggunakan obat-obatan atau alkohol, hal ini dapat
menurunkan nafsu makan yang menyebabkan kurang gizi dan hepatitis
atau kanker hati
9. Gangguan kemampuan motorik, akibatnya lansia kesulitan untuk
menyiapkan makanan sendiri dan menjadi kurang gizi
10. Kurang bersosialisasi, kesepian (perubahan psikologis), akibatnya
nafsu makan menurun dan menjadi kurang gizi
11. Pendapatan menurun (pensiun), konsumsi makanan menjadi menurun
akibatnya menjadi kurang gizi
12. Dimensia (pikun), akibatnya sering makan atau malah jadi lupa makan,
yang dapat menyebabkan kegemukan atau pun kurang gizi.
10 Langkah agar dapat hidup lebih lama, sehat, dan berarti untuk
lansia
1. Menciptakan pola makan yang baik, kemudian bersahabat dengannya.
Cobalah menciptakan suasana yang menyenangkan di meja makan
semenarik mungkin sehingga dapat menimbulkan selera
2. Memperkuat daya tahan tubuh.
Makanlah makanan yang mengandung zat gizi yang mengandung zat
gizi yang penting untuk kekebalan, seperti : biji-bijian utuh, sayuran
berdaun hijau, makanan laut.
3. Mencegah tulang agar tidak menjadi keropos dan mengerut Santaplah
makanan yang mengandung vitamin D. Pada usia diatas 60 tahun
kemampuan penyerapan kalsium menurun, vitamin D membantu
penyerapan kalsium dalam tubuh, contoh makanan sumber vitamin D
adalah susu
4. Memastikan agar saluran pencernaan tetap sehat, aktif dan teratur
Karena itu harus makan sedikitnya 20 gram makanan yang
mengandung serat, seperti biji-bijian, jeruk dan sayuran yang berdaun
hijau tua
5. Menyelamatkan
penglihatan
dan
mencegah
terjadinya
katarak
Santaplah makanan yang mengandung vitamin C, E dan B karoten
(antioksidan), seperti : sayuran berwarna kuning dan hijau, jeruk sitrun
dan buah lain
6. Mengurangi resiko penyakit jantung Yaitu dengan membatasi makanan
berlemak yang banyak mengandung kolesterol dan natrium dan harus
banyak makan makanan yang kaya vitamin B6, B12, asam folat, serat
yang larut, kalsium dan aklium, seperti biji-bijian utuh, susu tanpa
lemak, kacang kering daging tidak berlemak, buah, termasuk nanas
dan sayuran.
7. Agar ingatan tetap baik dan sistem syaraf tetap bagus, harus banyak
makan vitamin B6, B 12 dan asam folat
8. Mempertahankan berat badan ideal dengan jalan tetap aktif secara
fisik, makan rendah lemak dan kaya akan karbohidrat kompleks
9. Menjaga agar nafsu makan tetap baik dan otot tetap lentur Dengan
jalan melakukan olah raga aerobik (berjalan atau berenang). Olah raga
dilakukan menurut porsi masing-masing usia serta tingkat kebugaran
setiap orang
10. Tetaplah berlatih
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/111659524?
extension=pdf&ft=1396433495&lt=1396437105&user_id=250735348&uahk=N63lfNoR
SJ1d/nVs8DJy2LihSdw
diakses pada 2 April 2014
Penyebab Imobilisasi
1. Rasa lemah (malnutrisi, gangguan elektrolit, tidak digunakannya otot,
anemia, gangguan neurologis, miopati)
2. Kekakuan otot (OA, Parkinson, RA, Gout, obat-obat antipsikotik)
3. Rasa Nyeri (tulang, sendi, otot/masalah pada kaki)
4. Ketidakseimbangan (kelemahan, fuungsi neurologis, hipotrnsi ortostatik,
obat-obatan)
5. Masalah psikologis (gangguan fungsi kognitif berat (demensia), gangguan
fungsi mental (depresi))
Komplikasi imobilisasi:
1. Thrombosis
2. Emboli paru
3. Kelemahan otot
4. Kontraktur otot dan sendi
5. Osteoporosis
6. Ulkus dekibitus
7. Hipotensi postural
8. Pneumonia dan ISK
9. Gangguan nutrisi
10. Konstipasi dan skibala
(Setiati, 2006)
Setiati S,Rossheroe A G. 2006. Imobilisasi pada usia lanjut dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing.
Download