e:\warta\warta 24(1) 2012\0713

advertisement
Perkembangan Teknologi Proses Dekafeinasi Kopi di Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
Sukrisno Widyotomo1)
1)
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember.
Kopi diminum oleh konsumen bukan sebagai sumber nutrisi melainkan sebagai
minuman penyegar. Bagi penikmat kopi yang memiliki toleransi tinggi terhadap kafein,
menikmati kopi dapat membuat tubuh menjadi lebih segar dan hangat, namun bagi
yang toleransinya rendah justru dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Kopi rendah
kafein merupakan salah satu bentuk alternatif diversifikasi produk kopi yang dapat
meningkatkan nilai tambah. Dekafeinasi merupakan suatu proses pengurangan
kandungan kafein di dalam suatu bahan pertanian. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia telah berhasil mengembangkan teknologi proses dekafeinasi biji kopi. Bahan
baku yang tersedia dalam jumlah yang cukup, ketersediaan teknologi proses dan
sumber daya manusia yang memadai untuk penerapan di lapangan serta potensi
serapan pasar domestik yang tinggi memberikan peluang nyata pengembangan proses
produksi kopi rendah kafein di Indonesia. Peningkatan nilai tambah dapat diperoleh
dari nilai jual kopi rendah kafein yang tinggi dan konsentrat kafein sebagai produk
sampingnya. Selain itu, peningkatan konsumsi domestik kopi dapat diperoleh dengan
memberikan kesempatan bagi penikmat kopi yang rentan terhadap kafein, dan
peningkatan kesejahteraan dapat diperoleh dengan terbukanya peluang kerja dan
pendapatan pada beberapa sektor industri terkait.
Kopi diminum oleh konsumen bukan sebagai
sumber nutrisi melainkan sebagai minuman penyegar.
Kafein akan memberikan efek stimulasi bagi tubuh,
namun menikmati kopi tidak identik dengan
mengkonsumsi kafein. Untuk penikmat kopi yang
memiliki toleransi tinggi terhadap kafein, menikmati
kopi akan membuat tubuh menjadi segar dan hangat
namun bagi yang memiliki toleransi rendah terhadap
kafein, menikmati kopi dengan kadar kafein yang
tinggi akan menyebabkan munculnya beberapa
keluhan. Data akurat yang menggambarkan jumlah
penikmat kopi yang rentan kafein hingga saat ini
masih sulit diperoleh. Namun demikian, potensi
serapan produk kopi di pasaran domestik oleh
penikmat kopi yang rentan kafein sangat besar.
Salah satu upaya strategis untuk meningkatkan
daya saing produk kopi primer di pasar internasional
adalah perluasan pasar melalui peningkatan
diversifikasi produk. Pengembangan diversifikasi
produk tersebut diharapkan dapat memberikan
insentif ekonomi bagi negara maupun pelaku usaha
melalui peningkatan lapangan kerja, pengembangan
24 | 1 | Februari 2012
21 <<
industri dan peningkatan konsumsi kopi di dalam
negeri. Diversifikasi produk primer kopi dapat
ditempuh dengan cara mengkonversi biji kopi asalan
menjadi produk kopi rendah kafein. Nilai tambah
diperoleh dari harga jual kopi rendah kafein dan
produk samping berupa senyawa kafein. Saat ini kopi
rendah kafein produk impor relatif tidak banyak
tersedia di pasar domestik dengan harga yang mahal
sehingga tidak terjangkau oleh sebagian masyarakat
yang berpenghasilan rendah. Selama ini teknologi
proses dekafeinasi kopi masih bersumber dari
teknologi impor baik dari aspek hardware maupun
software-nya. Beberapa teknologi produksi kopi
rendah kafein telah dikembangkan di dalam negeri,
namun masih perlu dicari metode dekafeinasi yang
dapat diaplikasikan untuk skala usaha kecil
menengah tanpa mengesampingkan aspek
kesehatan konsumen.
Kondisi perkebunan kopi dan sumber daya
manusia yang ada di Indonesia menuntut
diterapkannya paket teknologi yang tepat guna agar
dapat tercapai proses produksi yang berkelanjutan.
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
Tulisan ini mengulas proses dekafeinasi kopi secara
umum, dan perkembangan penelitian yang dilakukan
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir. Peluang dan tantangan
yang besar dihadapi untuk menerapkan teknologi
tepat dan berguna agar tujuan memperoleh nilai
tambah dan meningkatkan konsumsi kopi domestik
dapat tercapai.
Kafein
Kafein memiliki massa molar 194,19 g/mol dan
densitas 1,2 g/cm 3. Dalam kondisi murni berupa
serbuk putih tidak berbau, berasa pahit yang bersifat
mudah larut dalam pelarut organik (kloroform, eter,
benzene) dan pelarut air tetapi sukar larut dalam
petroleum eter. Kristal kafein akan meleleh pada
suhu 236°C, dapat membentuk kristal dengan satu
molekul air, dan bersifat anhidrous jika dipanaskan
pada suhu di atas 80°C. Kafein dalam bentuk hidrous
(hydrate) dan anhidrous akan stabil pada suhu di
bawah 52°C.
Kafein yang bereaksi dengan basa akan
membentuk presipitat garam. Presipitat yang tidak
larut dalam air juga terbentuk jika kafein bereaksi
dengan garam dari logam berat seperti Hg dan Pt.
Kafein dapat berkaitan dengan potasium klorogenat
menjadi garam klorogenat secara kompleks yang
memiliki sifat tidak larut dalam air. Selain itu, beberapa
pustaka menyebutkan bahwa kafein dengan bentuk
dasar heterosiklis memiliki sifat pharmakologi.
Gambar 1.
Rumus bangun kafein (C8H10N4O2) (Clarke &
Macrae, 1989)
kafein yang mempunyai efek kurang baik bagi
penikmat kopi yang rentan terhadap kafein. Bagi
penikmat kopi yang memiliki toleransi tinggi, kafein
akan bermanfaat sebagai perangsang dalam
melakukan berbagai aktivitas. Kadar kafein yang
terdapat dalam secangkir teh dilaporkan sebesar 40–
50 mg, sedangkan dalam secangkir kopi kadar kafein
yang terkandung dapat mencapai 80-100 mg. Aturan
perdagangan yang berlaku di Eropa dan Amerika
menyebutkan bahwa kopi bubuk dikatakan rendah
kafein jika memiliki kadar kafein antara 0,1-0,3%.
Laporan Ditjenbun tahun 2010 menyebutkan
volume ekspor biji kopi rendah kafein dan bubuk kopi
1200
Decafein
Kopi Bubuk
Kopi Bubuk decafein
1000
800
Nilai
Kafein (C 8 H 10 N 4 O 2 ) atau 1,3,7-trimetil-2,6
dioksipurin merupakan salah satu senyawa alkaloid
yang penting di dalam biji kopi. Ditemukan pertama
kali tahun 1819 oleh Friedrich Ferdinand Runge
seorang ahli kimia asal Jerman. Kadar kafein yang
pernah diidentifikasi terdapat di dalam biji kopi
berkisar antara 1,51 - 3,33% dari bobot kering (bk)
biji kopi Robusta dan 0,96 - 1,62% dari bobot kering
biji kopi Arabika. Sedangkan kafein yang terkandung
di dalam biji kopi sangrai kopi Robusta dan Arabika
masing-masing sebesar 2% dan 1%. Kafein
dilaporkan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma
kopi, dan hanya memberikan rasa pahit sekitar 1030%.
600
400
200
0
Kopi Rendah Kafein
Volume, ton
Nilai, 000 US$
Ekspor
Paradigma baru bagi penikmat kopi adalah kopi
sebagai minuman yang dapat memberikan rasa
nikmat, segar, dan menyehatkan. Kopi mengandung
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
Gambar 2.
Volume, ton
Nilai, 000 US$
Impor
Nilai ekspor-impor kopi rendah kafein tahun
2008 (Ditjenbun, 2010).
24 | 1 | Februari 2012
>> 22
sumberdaya lokal.
80
Kelarutan kafein, g/100g H2O
rendah kafein pada tahun 2008 masing-masing
mencapai 33 ton dan 185 ton dengan nilai US$ 99
ribu dan US$ 652 ribu. Sedangkan volume dan nilai
impor produk yang sama masing-masing sebesar
4 ton untuk biji kopi rendah kafein senilai US$ 16
ribu, dan 19 ton bubuk untuk kopi rendah kafein
senilai US$ 46 ribu. Kopi rendah kafein produk lokal
diharapkan akan memiliki dayasaing yang tinggi
dibandingkan dengan sejenis asal impor karena
bahan baku tersedia cukup banyak dan murah, dan
proses produksi dapat memaksimalkan pemanfaatan
70
60
50
40
30
20
10
0
0
20
40
60
80
100
120
o
Suhu air, C
Dekafeinasi Kopi
Proses dekafeinasi kopi pertama kali dilakukan
oleh Katz tahun 1990 di Jerman. Proses pelarutan
senyawa kafein dari dalam biji kopi diawali oleh
pemecahan ikatan senyawa komplek kafein dan asam
klorogenat dengan perlakuan panas. Pemanasan
mengakibatkan senyawa kafein terbebas dengan
ukuran dan berat molekul yang lebih kecil sehingga
akan mudah bergerak, berdifusi melalui dinding sel,
dan selanjutnya larut dalam air. Kafein di dalam biji
kopi sebagian besar berada dalam kondisi terikat
sebagai senyawa alkaloid berbentuk senyawa garam
komplek kalium klorogenat dengan ikatan ionik. Ikatan
komplek ini menyebabkan kafein tidak dapat
bergerak bebas dan perlu proses pemanasan agar
mudah larut dalam air.
Dekafeinasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pelarut air (water decaffeination),
pelarut organik-anorganik (solvent decaffeination)
dan super kritikal CO 2 (Carbon dioxide
decaffeination). Salah satu contoh proses dekafeinasi
dengan menggunakan pelarut air atau sering disebut
natural decaffeination adalah The Swiss Water
Process. Biji kopi ditempatkan dalam air panas dan
bersirkulasi pada tekanan tertentu. Biji kopi akan
menyerap air dan mengalami pengembangan karena
pori-pori biji semakin terbuka. Kondisi tersebut
memudahkan kafein terlarut dan keluar dari matrik
padatan biji kopi. Air yang telah melarutkan senyawa
kimia termasuk kafein selanjutnya mengalir ke dalam
sistem penyaringan karbon aktif. Sistem penyaringan
karbon aktif berfungsi memisahkan kafein yang
terdapat dalam pelarut dan senyawa kimia lainnya.
Setelah senyawa kafein dipisahkan dari pelarut, maka
pelarut disirkulasi ulang ke dalam biji kopi sebelum
dilakukan proses pengeringan dan pengemasan.
Kelarutan kafein dalam air maupun dalam pelarut
24 | 1 | Februari 2012
23 <<
Gambar 3.
Kurva kelarutan kafein dalam air (Macrae,
1985; Spiller, 1999).
organik-sintetik akan meningkat dengan naiknya
suhu. Namun, penggunaan suhu proses yang tinggi
akan berdampak pada penurunan citarasa kopi yang
dihasilkan.
Proses dekafeinasi menggunakan pelarut dapat
dilakukan dengan dua metode, yaitu :
a. Metode langsung
Caranya, biji kopi ditempatkan dalam air hangat
yang bersirkulasi. Selama proses tersebut biji kopi
akan mengembang karena menyerap air dan
porositas biji akan terbuka sehingga senyawa kafein
akan mudah diekstraksi. Pelarut organik atau sintetik
kemudian disirkulasikan ke dalam biji kopi agar
senyawa kafein keluar dari matrik padatan biji kopi
sampai batas tertentu sesuai yang dipersyaratkan
kopi rendah kafein.
b. Metode tidak langsung
Biji kopi ditempatkan di dalam air sampai kondisi
mendidih dan disirkulasi. Biji kopi akan menyerap
air dan mengalami pengembangan karena pori-pori
biji semakin terbuka. Kondisi tersebut memudahkan
kafein terlarut dan keluar dari matrik padatan biji
kopi. Pelarut yang dapat digunakan untuk melarutkan
kafein dari dalam biji kopi antara lain methylene
chlorida (dichloromethane) dan etil asetat. Setelah
senyawa kafein dipisahkan dari pelarut, maka pelarut
disirkulasi ulang ke dalam biji kopi sebelum dilakukan
proses pengeringan untuk mengurangi residu pelarut
yang masih ada di dalam biji kopi.
Dayalarut kafein dalam pelarut sintetik relatif
tinggi, namun dengan alasan harga, potensi polusi
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
lingkungan, dan pengaruh negatif terhadap
kesehatan menyebabkan pelarut sintetik harus
digunakan secara cermat. Dilaporkan oleh Sivertz
& Desroiser (1979) bahwa proses dekafeinasi dapat
dilakukan dengan pelarut organik seperti metilen
klorida, 1,2-diklor etana, asam karboksilat 5-hidroksi
triptamida, mono-diester gliserol-tri asetat, ester
polihidrik alkohol, asam karboksilat, di-triklor etana,
asam asetat, ester etilen, triklortrifluroetan, PE,
n-heksan, dan flouronasi-HC. Sedangkan proses
dekafeinasi dengan pelarut anorganik dilakukan
dengan menggunakan CO2 cair, gas NO2, gabungan
air dan CO2 cair.
Kafein dipisahkan dari pelarut dengan proses
distilasi atau disirkulasikan dalam lapisan karbon aktif,
dan selanjutnya pelarut dapat digunakan kembali
untuk proses pelarutan senyawa kafein dari dalam
biji kopi yang baru. Setelah proses dekafeinasi
selesai, biji kopi segera dikukus agar residu pelarut
yang masih melekat dapat ditekan serendah
mungkin. Proses penyangraian dan pengecilan
ukuran dapat membantu pelepasan residu pelarut
yang masih melekat pada biji kopi.
Pengembangan Proses Dekafeinasi
oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengeluarkan (ekstraksi) satu komponen campuran
dari zat padat adalah pengurasan (leaching). Metode
pengurasan digunakan untuk melarutkan zat yang
dapat larut dari campuran dengan zat padat yang
tak dapat larut. Pada proses pengurasan ini, sifatsifat zat padat dapat mengalami perubahan.
Selama proses pengurasan zat padat akan
terbentuk massa terbuka yang permeable, dan
pelarut mengalir melalui rongga-rongga dalam
hamparan zat padat yang tidak teraduk. Metode
tersebut dapat dilakukan dalam sistem batch maupun
kontinyu. Pengurasan hamparan padat tidak
bergerak (stasioner) dilakukan di dalam tangki
dengan dasar berlubang yang berfungsi untuk
mendukung zat padat tetapi masih dapat melewatkan
pelarut keluar.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
secara intensif telah mengembangkan reaktor kolom
tunggal untuk proses dekafeinasi biji kopi Robusta.
Reaktor kolom tunggal merupakan kolom tegak yang
dirancang untuk proses dekafeinasi biji kopi dengan
metode pengurasan (leaching) dengan rancangan
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
yang sederhana sehingga mudah dan murah dalam
hal pembuatan, operasional, dan perawatan. Ruang
di dalam reaktor kolom tunggal dibagi dalam 2
kompartemen. Kompartemen atas berfungsi
menampung biji kopi yang akan diproses, dan
kompartemen bawah berfungsi untuk menampung
air atau pelarut. Sumber panas yang digunakan
adalah kompor bertekanan (burner) berbahan bakar
LPG (Liquid Petroleum Gas). Reaktor kolom tunggal
dilengkapi dengan sebuah pompa yang berfungsi
untuk mensirkulasi air atau pelarut dari kompartemen
bawah ke kompartemen atas.
Proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom
tunggal dilakukan dalam dua tahapan. Tahap
pertama adalah proses pengukusan (steaming) biji
kopi dengan menggunakan uap air panas pada suhu
100oC. Setelah proses pengukusan selesai, massa
air dikeluarkan dari dalam reaktor dan diganti
dengan pelarut. Tahap kedua adalah proses
pelarutan kafein di dalam reaktor yang sama. Proses
pelarutan senyawa kafein dari dalam biji kopi dapat
terjadi karena pelarut bersirkulasi secara kontinyu
dengan menggunakan pompa sirkulasi ke dalam
tumpukan biji (batch system).
Penelitian proses dekafeinasi biji kopi Robusta
dalam reaktor kolom tunggal diawali pada tahun 2004
menggunakan pelarut air pada suhu 100oC. Teknik
dekafeinasi dengan menggunakan pelarut air
memiliki beberapa keuntungan, antara lain: air mudah
diperoleh, rata-rata hasil ekstraksi cukup tinggi, dan
kafein yang diperoleh relatif murni. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan rasio berat biji kopi dan
pelarut air sebesar 1 : 2, kadar kafein dalam biji kopi
yang semula 2,46% bk turun menjadi 0,45% bk
setelah proses pelarutan berlangsung selama 6 jam.
Pemanasan lanjut mampu menurunkan kadar kafein
sampai 0,3% bk, namun citarasa dan aroma seduhan
kopi yang dihasilkan berubah negatif secara
signifikan.
Pengembangan proses dengan menggunakan
pelarut etil asetat teknis konsentrasi 10% dilakukan
pada tahun 2007 dan 2008. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa kadar kafein 0,3% bk diperoleh
setelah proses dekafeinasi berlangsung antara 812 jam tergantung pada suhu pelarut dan ukuran
biji kopi. Citarasa biji kopi rendah kafein yang
dihasilkan lebih baik jika dibandingkan dengan
menggunakan pelarut air. Penelitian proses
dekafeinasi biji kopi yang bersinergi dengan
pemanfaatan limbah cair pengolahan kakao
dilakukan pada tahun 2009-2010. Pelarutan yang
digunakan adalah limbah cair fermentasi biji kakao
24 | 1 | Februari 2012
>> 24
yang digunakan dalam reaktor kolom tunggal telah
pada tahun 2011. Model matematik dapat digunakan
untuk memprediksi waktu dekafeinasi biji kopi
Robusta dengan menggunakan pelarut asam asetat,
limbah cair fermentasi biji kakao maupun pelarut
tersier pulpa kakao.
Analisis Ekonomi
Gambar 4. Reaktor kolom tunggal.
dan pelarut tersier pulpa kakao. Limbah cair
fermentasi biji kakao mengandung senyawa asam
asetat sebesar 1,32% (v/v), sedangkan pelarut tersier
pulpa kakao mengandung senyawa etanol dan asam
asetat masing-masing sebesar 1,63% (v/v) dan
0.22% (v/v).
Waktu merupakan salah satu parameter yang
sangat penting dalam suatu proses pengolahan
biologik. Proses akan berlangsung efisien jika
berlangsung tepat waktu dan dengan dengan mutu
produk yang baik. Model matematik yang dapat
memprediksi waktu proses dekafeinasi biji kopi
Robusta kaitannya dengan level konsentrasi pelarut
Analisis ekonomi proses produksi biji kopi kering
rendah kafein dilakukan pada skala terbatas dengan
pelarut air, asam asetat, limbah cair fermentasi biji
kakao dan pelarut tersier pulpa kakao. Beberapa
parameter biaya tetap dan tidak tetap ditampilkan
pada Tabel 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
biaya proses produksi kopi rendah kafein sebesar
Rp. 24.181,-/kg biji kopi kering rendah kafein
diperoleh jika proses dekafeinasi dilakukan dengan
pelarut air. Namun, citarasa akhir yang dihasilkan
kurang disukai konsumen. Biaya proses tertinggi
sebesar Rp. 274.181,-/kg biji kopi kering rendah
kafein diproses dengan pelarut asam asetat.
Tingginya biaya proses tersebut menyebabkan
produk yang dihasilkan kurang dapat bersaing di
pasaran. Biaya proses produksi kopi rendah kafein
dengan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao dan
pelarut tersier pulpa kakao masing-masing sebesar
Rp. 26.681,-/kg biji kopi kering rendah kafein, dan
Rp. 29.181,-/kg biji kopi kering rendah kafein. Kondisi
di lapangan menunjukkan bahwa limbah cair
fermentasi biji kakao relatif lebih murah dan mudah
diperoleh jika dibandingkan dengan pelarut tersier
pulpa kakao. Upaya peningkatan dayasaing produk
di pasaran domestik dapat dilakukan dengan
Tabel 1. Analisis ekonomi produksi kopi rendah kafein skala terbatas
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Param eter
Kapasitas olah
Harga biji kopi
Harga biji kakao
Harga asam asetat
Biaya produksi
a. Limbah cair fermentasi
b. Pelarut tersier
Kebutuhan pelarut
Depresiasi reaktor
Tenaga kerja
Perawatan
Bahan bakar
Satuan
Nilai
Keterangan
kg/hari
Rp./kg
Rp./kg
Rp./liter
24
19 000
30 000
50 000
24 jam/hari
glasial
Rp./liter
Rp./liter
liter/hari
Rp./hari
Rp./hari
Rp./hari
Rp./hari
500
1 000
120
6 849
82 500
25 000
10 000
Rasio 1 : 5
Umur ekonomis10 tahun
3 HOK
LPG
Biaya proses produksi biji kopi kering rendah kafein
a.
b.
c.
d.
24 | 1 | Februari 2012
25 <<
Air
Asam asetat
Limbah cair fermentasi
Pelarut tersier
Rp./kg
Rp./kg
Rp./kg
Rp./kg
24
274
26
29
181
181
681
181
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
pengkayaan citarasa kopi rendah kafein dengan
beberapa tanaman herbal, seperti jahe, ginseng dan
rosela yang ditambahkan dalam kopi bubuk rendah
kafein.
Penutup
Kopi rendah kafein merupakan salah satu
bentuk alternatif diversifikasi produk kopi Robusta
yang dapat meningkatkan nilai tambah. Bahan
baku yang tersedia dalam jumlah yang cukup,
ketersediaan teknologi proses dan sumberdaya
manusia yang memadai untuk penerapan di lapangan
serta potensi serapan pasar domestik yang tinggi
memberikan peluang nyata pengembangan produk
tersebut di Indonesia. Peningkatan mutu dapat
diperoleh dengan penerapan proses dekafeinasi
yang tepat guna, salah satunya dengan metode
leaching menggunakan reaktor kolom tunggal.
Peningkatan nilai tambah dapat diperoleh dari nilai
jual kopi rendah kafein yang tinggi dan konsentrat
kafein sebagai produk sampingnya. Selain itu,
peningkatan konsumsi domestik kopi dapat diperoleh
dengan memberikan kesempatan bagi penikmat kopi
yang rentan terhadap kafein, dan peningkatan
kesejahteraan dapat diperoleh dengn terbukanya
peluang kerja dan pendapatan pada beberapa sektor
industri terkait.
*****
VISCO (Viscous Coffee)
KOPI KENTAL RENDAH KAFEIN
Paradigma baru bagi penikmat kopi adalah kopi sebagai minuman yang
dapat memberikan rasa nikmat, segar, dan menyehatkan. Kafein akan
memberikan efek stimulasi bagi tubuh, namun menikmati kopi tidak identik
dengan mengkonsumsi kafein. Untuk penikmat kopi yang memiliki toleransi
tinggi terhadap kafein, menikmati kopi akan membuat tubuh menjadi segar
dan hangat namun bagi yang memiliki toleransi rendah terhadap kafein,
menikmati kopi dengan kadar kafein yang tinggi akan menyebabkan
munculnya beberapa keluhan.
VISCO merupakan kopi kental rendah kafein produk Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia. VISCO tersedia dalam 3 macam varian, yaitu VISCO
natural, VISCO mix dan VISCO herbal.
Informasi dan pemesanan :
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
Jl. PB. Sudirman No. 90 Jember 68118
Telp. 0331-757130
Contact person: Sukrisno Widyotomo
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
24 | 1 | Februari 2012
>> 26
Download