Pokok Bahasan V. KULTUR KALUS DAN SUSPENSI SEL Pendahuluan Inisiasi pembentukan kalus merupakan salah satu langkah penting yang menentukan keberhasilan teknik kultur in vitro. Kalus merupakan massa sel yang tidak terorganisir, pada mulanya sebagai respon terhadap pelukaan (wounding). Pembelahan selnya menjadi tidak terkendali, sel-selnya mengalami proliferasi yaitu membelah terus menerus dengan sangat cepat, hal ini dimungkinkan karena sel-sel tumbuhan yang secara alamiahnya bersifat autotrof dikondisikan menjadi heterotrof oleh adanya nutrisi yang cukup komplek dan zat pengatur tumbuh didalam medium kultur. Selain dari luka bekas irisan, kalus juga dapat berasal dari pembelahan sel-sel kambium yang terus membelah dan berproliferasi. Proliferasi sel-sel akan terjadi lebih baik jika eksplan yang digunakan berasal dari jaringan yang masih muda. Sel-sel kalus secara fisiologis dan biokimia sangat berbeda dengan sel-sel eksplannya yang sudah terdiferensiasi. Sel-sel pada kalus bersifat meristematik dan merupakan salah satu wujud dari dediferensiasi. Dediferensiasi merupakan reversi dari sel-sel hidup yang telah terdiferensiasi menjadi tidak terdiferensiasi, atau dengan kata lain menjadi meristematik kembali. Dediferensiasi merupakan langkah awal bagi perbanyakan vegetatip dengan teknik kultur in vitro karena merupakan dasar terjadinya primordia tunas dan akar. Kalus dapat diperbanyak secara tidak terbatas dengan cara memindahkan sebagian kecil kalus kedalam medium baru (sub kultur). Kalus dengan sel-selnya yang bersifat meristematik, dapat didispersikan didalam medium cair sehingga dapat diperoleh kultur suspensi sel. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan prinsip dasar pelaksanaan teknik kultur kalus dan suspensi sel, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada kultur kalus dan suspensi sel. Subpokok Bahasan 1: KULTUR KALUS Pendahuluan Teknik kultur jaringan dimulai dengan mengisolasi bagian-bagian tanaman (sel, jaringan, organ) kemudian menumbuhkannya secara aseptis diatas atau didalam suatu medium budidaya sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri, dalam 1 - 2 bulan, tergantung dari jenis tumbuhannya, akan terbentuk kalus. Kalus biasanya terjadi pada eksplan ditempat irisan, karena jaringan kalus ini merupakan jaringan yang bertujuan menutup luka. Pembelahan sel-sel pada kalus dipacu oleh hormon endogen dan eksogen auksin dan sitokinin yang ditambahkan pada medium kultur. Kalus juga dapat timbul karena adanya infeksi dari mikroorganisme tertentu seperti Agrobacterium tumefaciens, gigitan serangga dan nematoda. Kalus yang diakibatkan oleh infeksi Agrobacterium disebut tumor (crown gall). Pembentukan kalus tergantung dari jenis tumbuhan, asal eksplan, umur fisiologi dari tanaman donor dan komposisi medium kultur. Pada kenyataannya sulit untuk memperoleh kalus dari hasil kultur jaringan yang eksplannya diambil dari sembarang bagian jaringan tumbuhan. Kultur kalus bertujuan untuk mendapatkan kalus dari eksplan yang ditumbuhkan diatas medium kultur secara terus menerus. Materi Subpokok Bahasan 1 Kalus telah berhasil diinduksi dari bermacam-macam eksplan, yang perlu mendapat perhatian pada pemilihan eksplan adalah, harus mengandung sel-sel yang aktip membelah. Semua bagian tanaman yang masih muda (kecambah) sangat responsip untuk induksi kalus. Bagian-bagian tanaman seperti embrio muda, hipokotil, kotiledon, koleoptil, umbi akar wortel yang mengandung kambium dan batang muda merupakan bagian yang mudah untuk dediferensiasi menghasilkan kalus. Eksplan terbaik untuk induksi kalus adalah jaringan dari bagian-bagian semai (seedling) yang dikecambahkan secara in vitro. Jaringan yang mengandung parenkim tidak hijau, seperti parenkim empulur, mempunyai respon yang lebih baik dibandingkan dengan sel-sel daun yang mengandung kloroplas. Ukuran eksplan juga penting untuk diperhatikan, idealnya ukuran eksplan yang dikehendaki adalah yang kecil tetapi tetap mempunyai kemampuan yang tinggi untuk membelah, hal ini dimaksudkan agar diperoleh sel-sel yang relatip homogen. Inisiasi pembentukan kalus dimulai dari hasil pembelahan sel yang terus menerus pada jaringan induk yang tidak perlu harus berhubungan langsung dengan medium kultur, pertumbuhan yang tercepat terjadi didaerah perifer. Hal ini disebabkan karena pada daerah tersebut ketersediaan hara dan oksigennya lebih baik. Pertumbuhan kalus merupakan hasil interaksi yang sangat komplek antara eksplan, komposisi medium dan kondisi lingkungan selama periode inkubasi. Sel-sel memperlihatkan peningkatan aktivitas sitoplasmik yang ditandai dengan meningkatnya respirasi dan jaringan kembali kekeadaan meristematik (dediferensiasi). Selama pertumbuhannya kalus dapat mengalami lignifikasi yang cukup kuat hiugga menyebabkan kalus bertekstur keras dan kompak, ada juga yang friabel dan lunak sehingga mudah terpecah-pecah menjadi serpihanserpihan kecil. Kalus dapat berwarna kekuningan, putih, hijau atau terpigmentasi oleh antosianin. Pigmentasi dapat seragam pada keseluruhan kalus atau sebagian daerah tidak terpigmentasi. Sel-sel pembentuk antosianin dan nonantosianin telah berhasil diisolasi dari kalus wortel. Induksi kalus dan pertumbuhan kalus yang terus berlangsung (dengan melakukan subkultur), memerlukan gula dan garam-garam mineral pada medium, selain itu juga memerlukan zat pengatur tumbuh: (i) Auksin (pada kebanyakan monokotil) (ii) Sitokinin (misalnya, pada gymnospermae) (iii) Auksin dan Sitokinin (pada kebanyakan dikotil dan beberapa spesies monokotil) (iv) Tidak memerlukan zat pengatur tumbuh (misalnya tumor, jaringan yang mengalami habituasi penuh) Zat pengatur tumbuh yang umum dan efektip digunakan untuk induksi kalus (dediferensiasi) adalah 2,4-D, dicamba atau picloram. Kalus dari eksplan yang berasal dari satu macam tipe sel akan mengandung sel-sel yang seragam pula, misalnya sel-sel parenkim floem dari wortel. Eksplan batang, akar dan daun sel-sel penyusunnya sangat heterogen, kalus yang terbentuk dari eksplan tersebut sel-selnya juga sangat heterogen dan terdiri dari bermacam-macam tipe sel misalnya sel-sel meristematik (ditengah), sel-sel yang parenchymatous, sel-sel yang mengandung vacuola, sel-sel raksasa, sel-sel seperti tracheid dsb, heterogenitas ini mencerminkan asal dari eksplannya. Sel-selyang heterogen dari jaringan yang kompleks menunjukkan pertumbuhan yang berbeda. Dengan mengubah komposisi media, terjadi seleksi sel-sel yang mempunyai sifat khusus. Media seleksi dapat didasarkan pada unsur-unsur hara atau zat pengatur tumbuh yang ditambahkan kedalam media. Selain dari eksplannya, sel-sel yang heterogen pada kalus juga dapat disebabkan karena masa kultur yang terlalu lama melalui serangkaian sub kultur yang berulang-ulang. Masa kultur yang terlalu lama menyebabkan adanya perubahan terhadap kebutuhan zat pengatur tumbuh eksogen, ketidak tergantungan sel-sel untuk terus membelah tanpa adanya zat pengatur tumbuh eksogen disebut habituasi. Sel-sel dapat mengalami habituasi terhadap auksin maupun sitokinin. Masa kultur yang terlalu lama juga dapat menyebabkan adanya heterogenitas karyologis, yang dicerminkan dengan adanya perubahan dari siklus sel dan ketidak teraturan pembelahan mitosis selama masa kultur. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berupa: (i) Poliploidi meningkat secara progresif sejalan dengan lamanya kultur kalus, zat pengatur tumbuh 2,4-D dapat menigkatkan frekuensi poliploidi. (ii) Aneuploidi yang kerapkali berkaitan dengan fragmentasi inti dan abnormalitas dari mitotic spindle. (iii) Perubahan structural pada kromosom, misalnya disentrik, fragmen aksentrik, ring kromosom dsb. (iv) Transposisi urutan DNA (v) Amplifikasi gen, jumlah gen untuk sifat tertentu per genom haploid bertambah (vi) Delesi, hilangnya suatu gen Adanya perubahan-perubahan karyologis ini menyulitkan aplikasi kultur kalus untuk mikropropagasi dan produksi metabolit sekunder, tetapi dapat dimanfaatkan untuk pemuliaan in vitro karena dapat menambah keragaman genetik. Setelah periode waktu tertentu, biasanya 2 minggu sampai 3 bulan, pertumbuhan kalus akan menurun, kalus akan menunjukan gejala-gejala penuaan seperti nekrosis atau menjadi coklat dan akhirnya mengering. Hal tersebut sebagai akibat dari beberapa faktor berikut: 1. Kandungan nutrisi media menyusut 2. Penguapan (evaporasi) yang mengakibatkan agar-agar semakin mengeras sehingga menghambat difusi nutrien dan meningkatnya konsentasi dari beberapa komponen medium 3. Sel-sel pada kalus juga mengeluarkan persenyawaan-persenyawaan hasil metabolisme yang menghambat karena terakumulasinya sejumlah senyawa toksik pada medium disekitar eksplan 4. Sel-sel yang terdapat ditengah-tengah massa sel mengalami kekurangan oksigen . Untuk mengatasi hal tersebut diatas, kalus harus disubkultur pada medium baru, tergantung dari tujuannya medium baru yang digunakan untuk subkultur dapat sama atau berbeda dengan medium semula. Secara umum dapat dikatakan, tujuan dilakukannya subkultur adalah untuk menjaga kehidupan dengan mempertahankan laju pertumbuhan sel tetap konstan sehingga dapat diperoleh kalus dengan sel-sel yang homogen, untuk memperbanyak kalus dan untuk diferensiasi kalus. Untuk tujuan diferensiasi biasanya digunakan medium yang mengandung kombinasi zat pengatur tumbuh dari auksin dan sitokinin yang berbeda. Pembentukan organ umumnya membutuhkan zat pengatur tumbuh yang lebih tinggi daripada yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kalus. Hal yang perlu diperhatikan pada subkultur adalah massa sel yang dipindah harus cukup banyak. Hal ini dapat dilakukan dengan membiarkan kalus tumbuh hingga mencapai diameter 2-3 cm sebelum dipisahkan dari eksplan dan membaginya menjadi 4-8 inokula untuk disubkulturkan pada medium baru. Bila kalus menunjukkan rupa yang hetcrogen, yang harus dipilih sebagai inokulum adalah kalus yang menunjukan pertumbuhan tercepat, biasanya yang berwarna agak pucat dan lunak. Doods & Roberts (1982) menganjurkan inokulum yang mempunyai diameter 5-10 mm dengan berat sekitar 20-100 mg. Subkultur yang berhasil biasanya dilakukan setiap 28 hari, namun waktu yang tepat tergantung pada kecepatan pertumbuhan kalus. Pertumbuhan kalus diukur dengan menghitung berat basah dan berat kering kalus pada periode waktu tertentu. Laju pertumbuhan kalus, seperti halnya pada kebanyakan organisme sel tunggal, membentuk kurva sigmoid (gambar 5.1). Gambar 5.1. Kurva pertumbuhan kalus (Dodds & Roberts, 1982) Proses diferensiasi in situ adalah reversible, hal ini ditunjukkan pada kultur in vitro . Eksplan yang berupa sel, jaringan dan organ tanaman pada hakekatnya telah mengalami proses diferensiasi. Dengan menanam bagianbagian tanaman tersebut diatas medium kultur secara aseptis, terjadilah proses dediferensiasi, yaitu terbentuknya sel-sel parenkimatis yang tidak terdiferensiasi (kalus). Sel-sel tanaman menunjukkan kemampuan yang luar biasa untuk meregenerasikan dirinya menjadi tanaman utuh dari sel-sel yang tidak terdiferensiasi tersebut, prosesnya disebut rediferensiasi, yaitu keadaan menjadi berdiferensiasi kembali untuk membentuk akar, tunas dan embrioid yang kemudian membentuk plantlet. Pembentukan struktur yang terorganisir pada kalus dimulai dengan pembentukan kelompok-kelompok sel yang rapat (meristemoid) dari sel-sel meristematik yang dicirikan dengan ukuran kecil, penuh plasma dan inti menyolok. Meristemoid diharapkan mampu membentuk primordia tunas maupun akar. Prosedur untuk mempelajari teknik dasar induksi kalus dicontohkan pada umbi akar wortel, tahapannya adalah sebagai berikut: Bahan dan alat: 1. Umbi akar wortel yang segar dan sehat 2. Medium MS padat dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D 1 mg/l, lihat cara pembuatan medium pada Pokok Bahasan IV 3. Petridish steril dengan kertas saring 4. Alkohol70% 5. Akuades steril 6. Detergent 7. Clorox, Sunclin 8. Sikatgigi 9. Skalpel, pisau, pinset 10. Erlenmeyer 250 ml, beker glass 250 ml 11. Sprayer Cara kerja 1. Persiapan eksplan Umbi akar wortel dicuci bersih dengan cara disikat permukaannya dengan menggunakan sikat gigi dan detergent. Umbi kemudian dipotong melintang pada bagian tengah setebal kira-kira 1 cm. Masukkan segera 5-8 potong umbi kedalam beker glass, kemudian segera dibawa kedalam Laminar air flow. 2. Sterilisasi eksplan a. Bersihkan permukaan meja kerja dengan menyemprotkan alkohol 70% dan melapnya dengan kertas tissue. Sterilisasi eksplan dilakukan dengan Clorox 10%. Masukkan potongan-potongan umbi kedalam beker glass steril, tuangkan 100 ml clorox kedalam beker glass yang berisi potongan eksplan, biarkan kira-kira 10 menit, sesekali beker glass digoyang-goyang. b. Dengan pipet steril, pindahkan potongan-potongan eksplan dari larutan Clorox kedalam beker glass kosong yang steril. Bilaslah eksplan dengan akuades steril dua kali masing-masing selama 10 menit. 3. Pemotongan eksplan a. Pindahkan potongan umbi kedalam petridish yang berisi kertas saring steril, dengan menggunakan skalpel yang tajam, potongan umbi ditipiskan ukurannya menjadi setebal kira-kira 0,5 cm b. Buatlah potongan umbi menjadi kubus dengan ukuran kira-kira 0,5 x 0,5 cm 4. Penanaman dan inkubasi a. Dengan pinset steril, masukkan 3 potong eksplan untuk tiap botol kultur yang berisi medium MS + 2,4-D 1 mg/l b. Botol kultur yang telah berisi eksplan segera ditutup, bed label yang menunjukkan : jenis tanaman, medium yang digunakan dan tanggal penanaman c. Bawa segera keruang incubator, inkubasi dilakukan pada suhu 25°C ditempat terang. Pengamatan: 1. Amati awal terbentuknya kalus, dari bagian mana kalus terbentuk 2. Lakukan subkultur pada minggu ke 3 3. Amati tekstur, struktur dan warna kalus 4. Ukurlah berat basah dan berat kering kalus Gambar 5.2. Gambar skematis induksi kalus umbi akar wortel Latihan soal-soal: 1. Apa yang disebut kalus, Jelaskan proses terbentuknya kalus! 2. Jelaskan bagaimana proses diferensiasi pada tanaman bersifat reversible 3. Jelaskan eksplan yang baik digunakan untuk induksi kalus! 4. Jelaskan apa yang terjadi pada kalus yang dipelihara untuk masa yang panjang! 5. Jelaskan mengapa pada kultur kalus perlu dilakukan subkultur! Petunjukjawaban latihan soal-soal 1. Ingat proses pembentukan kalus 2. Ingat proses dediferensiasi 3. Ingat jaringan yang meristematic 4. Ingat adanya habituasi, karyologis yang terjadi! 5. Ingat pertumbuhan kalus! heterogenitas dan perubahan-perubahan Subpokok Bahasan 2 : KULTUR SUSPENSISEL Pendahuluan Kalus mengandung sel-sel yang lebih homogen dibandingkan dengan selsel yang terdapat pada eksplan, namun demikian sel-sel pada kalus tidaklah seragarn. Kalus mengandung sel-sel yang mempunyai tingkat perkembangan yang berbeda-beda (asynchronous) hal ini disebabkan karena kalus dikulturkan pada medium padat, sehingga hanya bagian dasar dari kalus saja yang kontak dengan medium kultur, akses ternauap nutrient menjadi berbeda. Sinkronisasi dapat dilakukan dengan mengkulturkan kalus yang friabel kedalam medium cair yang diinkubasi dengan penggojokan, setelah dua atau tiga minggu akan terbentuk suspensi sel yang tumbuh aktip. Kultur suspensi sel merupakan suatu system yang ideal untuk mempelajari metabolisme sel, pengaruh berbagai persenyawaan pada sel dan mempelajari diferensiasi sel. Dari segi praktis kultur suspensi sel dapat digunakan sebagai sumber protoplas untuk difusikan atau manipulasi genetik, untuk membuat single cell clone, untuk produksi embryo somatik , sel-sel pada kultur suspensi sel juga dapat diperlakukan sebagai pabrik untuk memproduksi metabolit sekunder. Materi Subpokok Bahasan 2 Kalus yang friabel dan lunak jika ditransfer kedalam medium cair dan diinkubasi dengan penggojokan, setelah dua atau tiga minggu, sel-sel akan terpisah dari kalus dan inulai membelah, terdispersi didalam medium cair membentuk suspensi sel yang aktip tumbuh. Populasi sel-sel didalam kultur suspensi sel terdiri dari sel-sel tunggal yang bentuknya bermacam-macam, agregat-agregat (kumpulan) sel yang beragam ukurannya, bagian eksplan (inokulum) yang tersisa dan sel-sel mati, yang kesemuanya terdispersi didalam medium cair. Medium cair yang digunakan komposisinya sama dengan medium untuk induksi kalus, hanya pada kultur suspensi sel tidak menggunakan agaragar. Keuntungan dari digunakannya medium cair yang diinkubasikan dengan penggojokan pada kultur suspensi sel adalah : i. tidak terjadi gradient nutrisi dan gas ii. semua permukaan sel dapat kontak dengan medium iii. aerasi yang lebih baik iv. tidak terjadi akumulasi senyawa-senyawa toksik Kesemuanya membuat pertumbuhan sel pada kultur suspensi sel menjadi sangat cepat. Derajat dispersi sel-sel didalam medium cair sangat dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh. Penggunaan auksin dengan konsentrasi tinggi (sampai 10μM) bersama dengan sitokinin dengan konsentrasi yang lebih rendah (0,1 - 5) μM dapat meningkatkan dispersi sel. Inisiasi dari kultur suspensi sel memerlukan kalus sebagai inokulum yang jumlahnya relatip cukup banyak, yaitu sekitar 2-3 gram untuk 100 ml medium. Kalus sebanyak itu dapat menghasilkan suspensi sel dengan densitas awal sekitar 0,5-2,5 x 105 per ml medium. Kultur suspensi sel akan tumbuh dengan sangat cepat, untuk itu harus dilakukan subkultur dengan cara mengenapkan sel-sel pada dasar botol kultur, kemudian dengan hati-hati medium yang ada diatasnya dituang. Endapan sel-sel kemudian dibagi menjadi dua bagian, masing-masing digunakan sebagai inokulum dengan memasukkan kedalam medium baru yang komposisi dan volumenya sama dengan medium lama. Biasanya subkultur dilakukan secara teratur setiap satu atau dua minggu sekali, yaitu ketika sel berada pada awal fase stationary. Dasar yang digunakan untuk subkultur ini adalah untuk mempertahankan kultur tetap pada fase pertumbuhan logaritmik. Ada sejumlah metoda yang digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan sel pada kultur suspensi sel, yaitu dengan menghitung: a. Jumlah sel termampat (Packed Cell Volume, PCV) b. Jumlah sel c. Berat basah dan berat kering d. Total protein Sedangkan viabilitas sel ditentukan dengan pengecatan PDA, Evan's blue, tetrazolium salt dsb. Viabilitas sel menentukan kemampuan sel-sel untuk membelah. Pada semua metoda pengukuran tersebut diatas, sampling dari kultur dilakukan pada interval waktu tertentu. Hasil pengukuran yang diplotkan dengan waktu sampling tersebut akan menghasilkan kurva pertumbuhan yang khas, berbentuk sigmoid, yang dicirikan dengan 5 fase pertumbuhan (gambar 5.3). Gambar 5.3. Kurva pertumbuhan sel pada kultur suspensi sel Pada saat inokulasi, sel-sel pada medium kultur berada dalam tahap persiapan untuk membelah, sel-sel berada pada lag fase. Sel-sel kemudian mengalami fase pertumbuhan eksponensial yang pendek, ditandai dengan laju pembelahan yang maksimal. Kemudian diikuti dengan fase pertumbuhan linear, pembelahan sel melambat tetapi laju ekspansi/pembentangan sel meningkat. Pembelahan dan pembentangan sel menurun selama fase progressive deceleration. Akhirnya sel-sel masuk ke fase stationary. Selama fase stationary jumlah sel pada kultur kurang lebih konstan karena sel-sel tidak membelah lagi. Siklus ini dapat diulang bilamana pada awal fase stationary sel-selnya disubkultur pada medium segar. Pada setiap metode pengukuran pertumbuhan, kultur suspensi sel mempunyai kurve perumbuhan yang berbeda. Pada suatu kultur suspensi sel mungkin saja didapatkan lag fase yang sangat pendek, setelah mencapai fase stationary kemudian menurun sangat drastik, ini menunjukkan adanya sejumlah sel yang mengalami lisis. Pada kultur yang lain setelah fase stationary kurva naik lagi ini disebabkan karena sel-selnya membesar. Metode sederhana untuk mengukur laju pertumbuhan pada kultur suspensi sel dikembangkan oleh Dr. Christianson dari Michigan state Univ. Dasar teknik ini adalah pengukuran volume sel yang terendapkan pada periode waktu tertentu. Sebagai contoh: 50 ml suspensi sel dimasukan dalam gelas ukur atau tabung sentrifugasi yang berskala, sel-sel dibiarkan mengendap sampai tidak ada penambahan volume sel-sel yang mengendap. Waktu pengendapan sel untuk setiap kali pengukuran harus sama, misalnya V30 artinya volume pengendapan sel-sel selama 30 menit. Waktu yang diperlukan untuk mengendapkan sel-sel ini berbeda-beda, tergantung dari tipe kultur suspensinya. Metode ini sangat menguntungkan karena kecepatannya dan tidak ada sampel yang terbuang. Yang perlu diperhatikan pada proses pemeliharaan kultur suspensi sel adalah menyeleksi tipe-tipe sel yang tumbuh dan membelah pada medium cair. Laju pertumbuhan sel yang sangat cepat dapat diseleksi dengan sering melakukan subkultur dengan hanya menggunakan sel-sel tunggal atau agregatagregat kecil sebagai inokulum. Untuk memisahkan sel-sel dari agregat-agregat besar dan kecil dapat dilakukan dengan menyaring suspensi sel dengan menggunakan nilon filter atau stainless stell filter sebelum disubkultur. Penyaringan ini biasanya hanya dilakukan pada subkultur yang pertama, subkultur yang kedua dan seterusnya tidak perlu dilakukan penyaringan, teknik penyaringan ini merupakan salah satu usaha sinkroninasi pada kultur suspensi sel. Kultur sel yang sinkronous adalah jika sebagian terbesar dari populasi sel melewati setiap fase dari siklus sel (Gi, S, 62 dan M) secara serentak. Untuk mempelajari pembelahan sel dan metabolisme sel pada kultur suspensi sel, sebaiknya digunakan kultur suspensi sel yang sinkronous, yang memperlihatkan amplifikasi dari setiap kejadian dari siklus sel dibandingkan dengan kultur yang tidak sinkronous. Pada umumnya kultur suspensi sel itu tidak sinkronous, sehingga perlu dilakukan sinkronisasi. Ada dua metoda yang dapat digunakan untuk sinkronisasi pada kultur suspensi sel: 1. Starvation, metode ini dikerjakan pertama, dengan menahan sel-sel pada G1 atau G2 dari siklus sel dengan mengkulturkan sel-sel pada medium starvasi hormon dan nutrien, proses pelaparan ini akan mengakibatkan sel- sel berada pada fase pertumbuhan yang stasioner. Setelah periode starvasi dilewati, sel-sel kemudian disubkultur dengan medium yang mengandung nutrient penuh dan hormon, sel-sel yang berada pada fase stationary akan membelah secara sinkronous. Kultur suspensi sel Acer pseudoplatanus yang ditumbuhkan dengan medium starvasi nitrogen berada pada fase stationary, dapat membelah secara sinkronous setelah disubkultur pada medium segar yang diperkaya. Selsel yang berada pada fase stationary tertahan pada fase G1 siklus sel, yang kemungkinan disebabkan karena ketiadaan ion nitrat pada medium starvasi. Pada kultur sel A. pseudoplatanus dengan skala besar, derajat sinkronitas dapat dipertahankan lebih dari lima siklus sel, seperti yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah sel pada setiap tahapan sitokinesis yang berurutan. Hal serupa juga terjadi pada kultur sel Vinca rosea yang dikulturkan pada medium starvasi phosphate selama 4 hari kemudian ditransfer kedalam medium yang mengandung phosphate. 2. Penghambatan (inhibition). Penghambat sintesis DNA seperti 5- aminouracil, FUdR, hydroxyurea, thymidine dan aphidicolin, sering digunakan untuk sinkronisasi kultur sel. Sel-sel yang diperlakukan dengan bahan-bahan kimia tersebut hanya akan melanjutkan siklus selnya sampai pada fase G1 dan semua sel akan terkumpul pada batas G1/S. Penghilangan inhibitor akan menyebabkan pembelahan sel-sel terjadi secara sinkronous. Dengan metoda ini pembelahan sel yang sinkronous dibatasi hanya untuk satu siklus sel. Kultur suspensi sel memungkinkan dilakukanya seleksi sel dan membuat klon dari sebuah sel dengan teknik sel plating. Sel disuspensikan didalam medium cair dengan kerapatan duakali lipat dari kerapatan akhir yang dibutuhkan untuk sel plating. Suspensi sel kemudian dicampur dengan medium yang mengandung agar-agar yang masih mencair (35°C) dengan perbandingan 1:1. Gambar 5. 4. Diagram cara pembuatan sel plating Suspensi sel yang sudah bercampur medium yang mengandung agaragar kemudian segera dituang kedalam Petridis, petridish di segel dengan parafilm dan diinkubasi 25°C dalam kondisi gelap, koloni sel akan tumbuh dari sebutir sel pada permukaan medium agar. Untuk penghitungan efisiensi plating digunakan formula: Jumlah koloni pada akhir kultur Plating efficiency (PE) = X 100 Jumlah awal sel/plate Kultur suspense sel dapat diinisiasi dari kalus. Tahapan pekerjaan dapat dilihat pada gambar 5.5. Gambar 5.5. Pembuatan kultur suspense sel dan sel plating Pembuatan kultur suspensi sel dan sel plating dilaksanakan dengan prosedur : 1. Kalus wortel yang dibuat seperti yang dijelaskan pada suppokok bahasan 1 2. Siapkan medium cair MS dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D 1 mg/l didalam Erlenmeyer 100 ml. Tiap Erlenmeyer berisi 50 ml medium cair 3. Siapkan medium MS padat dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D 1 mg/l didalam petridish. 4. Pilihlah kalus yang lunak dan berwarna putih cerah, timbang secara aseptis sebanyak (1 - 1,5) gram, masukkan kalus kedalam Erlenmeyer yang berisi medium MS cair, tutup yang rapat dan beri label. 5. Letakkan Erlenmeyer yang sudah berisi kalus pada penggojok (shaker), atur kecepatan 120 rpm, inkubasi dilakukan pada suhu 25°C pada kondisi gelap. 6. Setelah 2-3 minggu akan terbentuk suspensi sel, lakukan subkultur didalam laminar air flow cabinet, dengan menyaring suspensi sel menggunakan nilon filter porositas 80 μm, bagilah filtratnya menjadi dua bagian, biarkan selama 30-50 menit, supaya sel-sel mengendap, buanglah medium lama dengan cara menuang, tambahkan medium baru sebanyak 100 ml, kembalikan salah satu Erlenmeyer yang berisi sel-sel dengan medium baru diatas shaker. 7. Pindahkan sisa filtrate kedalam tabung sentrifugasi, endapkan dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit, buanglah supernatant. 8. Resuspensikan pellet dengan 1 ml medium cair baru, taburkan diatas petridish yang telah berisi medium MS padat, ratakan dengan menggoyang petridish pelan-pelan, tutuplah petridish dan segel dengan parafilm, beri label dan tempatkan kultur didalam incubator 25°C pada kondisi gelap. Latihan soal-soal: 1. Jelaskan apa keuntungan digunakannya medium cair dibandingkan dengan medium padat? 2. Jelaskan kurva pertumbuhan sel pada kultur suspensi sell 3. Kapan sebaiknya dilakukan subkultur pada kultur suspensi sel, tnengapa 4. Jelaskan bagaimana sinkronisasi pada kultur suspensi sel dikerjakan! 5. Jelaskan apa manfaat kultur suspensi sel! Petunjuk jawaban latihan soal-soal 1. Ingat keunggulan penggunaan medium cair ! 2. Ingat fase-fase pertumbuhan sel pada kultur sel ! 3. Ingat tipe pertumbuhan sel pada setiap fase ! 4. Ingat prinsip penghambatan siklus sel ! 5. Ingat manfaat kultur sel !