BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, BUILD

advertisement
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, BUILD OPERATE
TRANSFER (BOT), DAN WANPRESTASI
2.1
Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
2.1.1 Pengertian Perjanjian
Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst (Belanda)
atau contract (Inggris).1 Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan
Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Perjanjian dengan demikian mengikat para pihak secara hukum, untuk
mendapatkan hak atau melaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian
itu. Perjanjian memberikan kepastian bagi penyelesaian sengketa, dan perjanjian
ditujukan untuk memperjelas hubungan hukum.
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak berarti para pihak yang bersepakat
memiliki suatu hubungan hukum untuk melaksanakan hak dan kewajiban masingmasing. Hubungan hukum ini sering disebut sebagai perikatan. Perikatan
didefinisikan sebagai suatu hubungan hukum yang mengikat antara orang yang
satu dan orang yang lain berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan itu.2
1
Salim, op.cit, H.160.
Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,
(selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I), h.229.
2
Perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan selain undangundang maka yang menjadi kaitan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa
perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian itu berupa rangkaian perkataan
yang mengandung janji-janji atau sanggupan yang diucapkan atau ditulis. 3
Perjanjian dapat dilakukan secara lisan dan secara tertulis. Perjanjian lisan
biasanya dilakukan oleh masyarakat adat untuk ikatan hukum yang sederhana.
Sedangkan perjanjian tertulis biasanya dilakukan oleh masyarakat yang modern,
berkaitan dnegan bisnis yang hubungan hukumnya kompleks. Perjanjian tertulis
ini yang hubungan hukumnya kompleks disebut dengan kontrak. Namun tidak
semua perjanjian tertulis diberikan judul kontrak, tergantung kepada kesepakatan
para pihak, sifat, materi perjanjian dan kelaziman dalam penggunaan istilah untuk
perjanjian itu.4 Adapun beberapa pandangan para Sarjana mengenai perjanjian
adalah:
Rutten menyatakan bahwa
“perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan formalitasformalitas dari peraturan-peraturan yang ada, tergantung dari persesuaian
kehendak dua orang atau lebih orang-orang yang ditunjukkan untuk
timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban
pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak
secara timbal balik.”5
3
R. Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, h.1
Ketut Artadi Dan Dewa Nyoman Rai Asmara, 2014, Implementasi Ketentuan-Ketentuan
Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, h. 28.
5
Purwahid Patrik, 1984, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, h.46.
4
J.Van Dunne menyatakan bahwa “perjanjian dapat ditafsirkan sebagai
suatu hubungan hukum penawaran dari satu pihak dan perbuatan hukum
penerimaan dari pihak lain.”6
Subekti menyatakan bahwa, “suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di
mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu.”7
2.1.2 Subjek Dan Objek Perjanjian
Pihak-pihak dalam perjanjian adalah sebagai berikut:
a.
Antara orang dengan orang
b. Antara orang dengan badan usaha berbadan hukum
c. Antara orang dengan badan usaha bukan badan hukum8
Apabila perjanjian dibuat antara orang dengan orang, maka orang-orang
yang bertindak sebagai pihak-pihak harus cakap bertindak menurut hukum yaitu
orang dewasa yang cakap melakukan perbuatan hukum yang telah berusia 21
tahun dan berakal sehat. Sedangkan tidak cakap melakukan perbuatan hukum
berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu orang-orang yang belum dewasa,
mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, orang-orang perempuan, dalam halhal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua semua orang
kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian
tertentu.
6
Ibid.
R. Subekti, loc.cit.
8
Ketut Artadi Dan Dewa Nyoman Rai Asmara, op.cit, h.30.
7
Badan usaha berbadan hukum diwakili oleh orang yang secara hukum
mempunyai kewenangan untuk mewakili badan hukum itu, tergantung bentuk
badan usahanya. Secara hukum artinya baik menurut ketentuan hukum Perdata
dan hukum lainnya, maupun akta pendirian badan usaha itu sendiri.
Menurut Sri Soedewi Masjchoen bahwa badan hukum adalah kumpulan
orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu badan, yaitu
berwujud himpunan, dan harta kekayaan yang disendirikian untuk tujuan tertentu
dan dikenal dengan yayasan. 9
Selanjutnya Salim HS berpendapat bahwa:
“badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan
(arah yang ingin dicapai) tertentu, harta kekayaan, serta hak dan
kewajiban, berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa
unsur-unsur badan hukum, antara lain:
1. Mempunyai perkumpulan
2. Mempunyai tujuan tertentu
3. Mempunyai harta kekayaan
4. Mempunyai hak dan kewajiban, dan
5. Mempunyai hak untuk menggugat dan digugat.”10
Adanya badan hukum disamping manusia tunggal adalah suatu realita
yang timbul sebagai suatu kebutuhan hukum dalam pergaulan ditengah-tengah
masyarakat.
manusia selain
mempunyai kepentingan perseorangan juga
mempunyai kepentingan bersama dan tujuan bersama yang harus diperjuangkan
bersama pula, Karena itu mereka berkumpul mempersatukan diri dengan
membentuk suatu organisasi dan memilih pengurusnya untuk mewakili mereka.
Mereka juga memasukan harta kekayaan masing-masing menjadi milik bersama,
9
Salim HS, 2008, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, h.26.
Ibid, h.26.
10
dan menetapkan peraturan-peraturan intern yang hanya berlaku dikalangan
mereka anggota organisasi itu.
Semua orang yang mempunyai kepentingan bersama yang tergabung
dalam kesatuan kerjasama tersebut dianggap perlu sebagai kesatuan yang baru,
yang mempunyai hak-hak dan kewajiban anggota-anggotanya serta dapat
bertindak hukum sendiri sebagaimana halnya manusia sebagai subjek hukum.
Badan hukum memiliki hak dan kewajiban, serta dapat pula mengadakan
hubungan hukum baik antara badan hukum dengan orang manusia sehingga badan
hukum dapat mengadakan perjanjian-perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewamenyewa dan segala macam perbuatan dilapangan harta kekayaan. 11
Badan hukum merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang
yang diciptakan oleh hukum. Badan hukum sebagai subjek hukum dapat bertindak
hukum atau dapat dikatakan melakukan perbuatan hukum seperti manusia.
Dengan demikian badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa
dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan
persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari
kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak
dengan perantara-perantara pengurus-pengurusnya. Badan hukum dikategorikan
sebagai subjek hukum sama dengan manusia disebabkan karena:
1. Badan hukum itu mempunyai kekayaan sendiri
2. Sebagai pendukung hak dan kewajiban
3. Dapat digugat dan menggugat di muka pengadilan
11
h.21.
Riduan Syahrini, 1985, Selak Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung,
4. Ikut serta dalam lalu lintas hukum dalam melakukan jual beli
5. Mempunyai tujuan dan kepentingan.
Secara umum Badan hukum dikatakan sebagai pembawa hak dan tidak
berjiwa dibedakan menjadi dua bentuk yaitu:
1.
Badan hukum publik
Badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang
menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya,
maka badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk
oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan oleh
pemerintah atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti
Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank
Indonesia, dan Perusahaan Negara.
Perusahaan Milik Negara atau Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang
Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara
yang dipisahkan. Badan Usaha Milik Negara bentuknya ada dua macam,
yaitu Persero dan Perum.
Persero didirikan oleh Mentri merupakan wakil pemerintah yang
mewajibkan perseroan didirikan minimal dua orang. Persero menjadi
badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Mentri Hukum dan
HAM. Sedangkan Perum, dasar pembentukannya dengan Peraturan
Pemerintah tentang pendiriaan suatu Perum. Perum memperoleh status
badan hukum sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang
berdirinya Perum dalam Lembaran Negara RI (pasal 35 ayat (2) UU
BUMN).
2.
Badan hukum privat
Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata
yang menyangkut kepentingan banyak orang didalam badan hukum itu.
badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang
untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah,
seperti perseroan terbatas, koperasi, yayasan, dan badan amal.
Badan usaha tidak
berbadan hukum.
perkumpulan sosial
kemasyarakatan, maka yang berhak mewakili perkumpulan itu adalah
pihak yang ditunjuk oleh anggaran dasar atau anggaran rumah
tangganya. 12
Sedangkan mengenai objek perjanjian menurut Pasal 1332 KUHPerdata
menyebutkan bahwa, pokok perjanjian adalah barang yang dapat diperdagangkan.
Barang yang dapat diperdagangkan ini mengandung pengertian luas, karena yang
dapat diperdagangkan bukan hanya barang yang tampak oleh mata namun juga
yang tidak tampak oleh mata. objek dari perjanjian adalah barang dan jasa. Jasa
12
Ketut Artadi Dan Dewa Nyoman Rai Asmara, op.cit, h. 31.
dapat menjadi objek perjanjian, artinya orang dapat menjual jasa sebagai barang
dagangan.13
Objek perjanjian dapat ditentukan berupa memberikan suatu benda
bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud. Melakukan suatu
perbuatan tertentu atau tidak melakukan suatu perbuatan. 14
Tanah sebagai benda yang tidak bergerak yang mempunyai nilai strategis
dan ekonomis, karena tanah mempunyai fungsi penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Tanah yang ada diseluruh wilayah Republik Indonesia adalah
tanah yang harus dipergunakan, diusahakan, dimanfaatkan, dipelihara, dilindungi,
dan dikelola sebaik-baiknya dan dapat mewujudkan kemakmuran rakyat sebesarbesarnya.
Kegiatan
yang
dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, perusahaan swasta dan masyarakat pada umumnya
tidak terlepas dari kebutuhan akan tanah, disebabkan kegiatan yang dilakukannya
pada umumnya berada diatas tanah. Tanah dapat dipergunakan untuk keperluan
mendirikan bangunan. Kebutuhan akan tanah ini terus meningkat dari tahun ke
tahun seiring pesatnya pembangunan. Dalam kamus besar bahasa indonesia
disebutkan pengertian mengenai tanah yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi
yang diatas sekali. Pengertian tanah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Poko-Pokok Agraria dinyatakan sebagai
berikut:
13
14
Ketut Artadi Dan Dewa Nyoman Rai Asmara, op.cit, h. 33.
Abdulkadir Muhammad I, op.cit, h.302
Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal
2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang
disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang,
baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum.
Dengan demikian yang dimaksud istilah tanah dalam Pasal 4 adalah
permukaan bumi. 15
Tanah yang dikuasai oleh pemerintah kabupaten/kota masih ada yang
berupa tanah kosong yang tidak mempunyai nilai ekonomis atau nilai
ekonomisnya rendah bagi pemerintah kabupaten/kota. Maka agar tanah kososng
ini
dapat
bernilai
ekonomis
maka
pemerintah
mendayagunakan
atau
mengoptimalkan tanah kosong ini dalam bentuk melaksanakan kerjasama dengan
perusahaan swasta. Tanah tersebut diberikan kepada pihak swasta untuk
mendirikan bangunan gedung diatas tanah yang dikuasai oleh pemerintah. 16
2.1.3 Syarat Sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian mempunyai kekuatan hukum apabila perjanjian tersebut
dibuat sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Dalam KUHPerdata Pasal 1338
ayat (1) menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dbuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Berkaitan dengan hal ini,
maka suatu perjanjian yang sah harus terpenuhi empat syarat yang tercantum
dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu ;
a.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Mengandung arti bahwa antara
para pihak dalam perjanjian telah ada persesuaian kehendak masing-masing.
15
Supriadi, 2009, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, h.3
Urip Santoso, 2014, Perjanjian Bangun Guna Serah Antara Pemerintah Kabupaten/Kota
Dan Perseroan Terbatas, Mimbar Hukum Volume 26 Nomor 1, Departemen Hukum Administrasi
Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, h.29.
16
Kesepakatan ini tidak sah apabila disebabkan oleh kekhilafan, paksaan, ataupun
penipuan ( Pasal 1321, Pasal 1322, Pasal 1328 KUHPerdata) Persetujuan dapat
dinyatakan secara tegas maupun secara diam-diam. Persetujuan kehendak itu
sifatnya bebas, artinya betul-betul atas kemauan sukarela pihak-pihak, tidak ada
paksaan sama sekali dari pihak manapun. Sebelum ada persetujuan biasanya
pihak-pihak mengadakan perundingan (negotiation), yaitu pihak yang satu
memberitahukan kepada pihak yang lain menyatakan pula kehendaknya sehingga
tercapai persetujuan yang mantap.17
Sepakat merupakan salah satu syarat yang amat penting dalam sahnya
suatu perjanjian. Sepakat ditandai dengan adanya penawaran dan penerimaan
dengan cara tertulis, lisan, diam-diam, dan simbol-simbol tertentu. Kesepakatan
dengan cara tertulis dapat dilakukan dengan akta otentik maupun akta dibawah
tangan.
Akta dibawah tangan merupakan akta yang dibuat oleh para pihak. Akta
ini dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Akta dibawah tangan dimana para pihak menandatangani kontrak itu diatas
materai (tanpa keterlibatan pejabat umum)
2. Akta dibawah tangan yang didaftar oleh notaris/pejabat yang berwenang
3. Akta dibawah tangan dan dilegalisasi oleh notaris/pejabat yang berwenang.18
17
Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
(selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad II), h.89
18
H. Salim, H.Abdullah, Dan Wiwiek Wahyuningsih, 2014, Perancangan Kontrak Dan
Memorandum Of Understanding (MoU), Sinar Grafika, Jakarta, h. 16
Akta otentik atau akta notariel merupakan pernyataan atau perjanjian yang
termuat dalam akta notaris. notaris adalah pejabat umum yang mempunyai
kewenangan memberikan kesaksian atau melegalisasi suatu fakta.
Kesepakatan secara lisan banyak terjadi dalam pergaulan masyarakat
sederhana. Misalnya saat berbelanja di pasar. Kesepakatan secara diam-diam juga
banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari saat berbelanja di swalayan
dengan mengambil barang menyerahkan kepada kasir dan membayar barangnya.
kesepakatan menggunakan simbol juga banyak ditemui dalam kehidupan seharihari yaitu saat kita berbelanja di warung untuk membeli rokok maka dengan
menempel dua jari di mulut merupakan simbol untuk membeli rokok.19
Kesepakatan sesungguhnya merupakan inti dari perjanjian. Kapan
kesepakatan itu terjadi merupakan pertanyaan yang sangat penting. Karena kapan
kesepakatan itu terjadi sebagai saat lahirnya perjanjian, ada berbagai teori untuk
kapan lahirnya perjanjian, yaitu:
1. Teori Kehendak
Menurut teori ini, pada hakekatnya yang menyebabkan terjadinya
perjanjian adalah kehendak. Suatu penerapan konsekuan dari teori ini
adalah bahwa kalau terjadi perbedaan atau pertentangan antara
pernyataan dengan kehendaknya maka tidak terjadi perjanjian. Teori ini
akan menghadapi kesulitan apabila tidak ada persesuaian antara
kehendak dan pernyataan.
19
Ketut Artadi Dan Dewa Nyoman Rai Asmara, op.cit, h.52.
2. Teori Keterangan
Menurut teori ini yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah
semata-mata
keterangan atau pernyataan yang dikemukakan. Jika
terjadi pertentangan antara kehendak dengan pernyataan, maka
perjanjian dianggap terjadi seperti yang dituangkan dalam keterangan
atau pernyataan.
3. Teori Kepercayaan
Menurut teori ini tidak semua keterangan atau pernyataan yang
menyebabkan terjadinya perjanjian, tetapi hanyalah keterangan atau
pernyataan yang menimbulkan kepercayaan bahwa hal itu memang
sungguh-sungguh dikehendaki. 20
b.
Kecakapan untuk membuat perikatan
Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal berhubungan dengan masalah
kewenangan bertindak dalam hukum karena kecakapan bertindak dapat
melahirkan perjanjian yang sah. Orang yang membuat suatu perjanjian harus
cakap menurut hukum, dalam KUH Perdata Pasal 1330 disebutkan sebagai orangorang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian.
1. Orang yang belum dewasa, yang ditentukan dalam Pasal 330
KUHPerdata adalah mereka yang belum genap berumur 21 tahun dan
tidak lebih dahulu telah kawin.
20
H. Salim, H.Abdullah, Dan Wiwiek Wahyuningsih, op.cit, h.26.
2. Mereka yang masih di bawah pengampuan, sesuai ketentuan Pasal 433
KUHPerdata adalah orang yang dungu, sakit otak, mata gelap, dan
boros.
3. Orang Perempuan dalam hal tertentu dalam hal yang ditetapkan oleh
undang-undang.21 orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan
oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang
telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu, diatur pula
dalam Pasal 108 KUHPerdata disebutkan bahwa seorang perempuan
yang bersuami, untuk mengadakan suatu perjanjian, memerlukan
bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya.
Akan tetapi hal ini sudah tidak berlaku dengan adanya UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yakni Pasal 31
yang menyatakan: hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan
hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
c.
Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu adalah pokok perjanjian karena merupakan objek
perjanjian dan prestasi yang harus dipenuhi. Prestasi itu harus tertentu atau
setidaknya dapat ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus jelas, ditentukan
jenisnya ataupun jumlahnya. Keharusan mengenai suatu hal tertentu artinya apa
21
Ketut Artadi Dan Dewa Nyoman Rai Asmara, op.cit, h.57.
yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari kedua belah pihak jika
timbul suatu perselisihan.22
d.
Suatu sebab/kausa yang halal
Kausa yang halal dalam perjanjian yaitu isi dari perjanjian itu sendiri.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak memberikan defenisi dengan jelas
tentang causa yang halal. Dalam KUHPerdata dijelaskan bahwa sebab yang halal
adalah :
1. Bukan tanpa sebab
2. Bukan sebab yang palsu
3. Bukan sebab yang terlarang
Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa
suatu sebab terlarang apabila dilarang oleh Undang-undang atau apabila
berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Rumusan Pasal 1337 sesungguhnya tidak memberikan batasan yang pasti
tentang makna sebab terlarang maka apabila tidak terpenuhinya syarat obyektif
maka perjanjian itu batal demi hukum. Hal ini berarti dari semula dianggap tidak
pernah ada perjanjian dilakukan dan tujuan para pihak tersebut dalam melahirkan
persetujuan adalah gagal. Hal suatu syarat subtyektif, jadi syarat ini tidak
terpenuhi maka perjanjian ini dapat dibatalkan. Jadi, perjanjian yang telah dibuat
akan tetap berlaku selama tidak ada pembatalan dari para pihak.23
22
23
R. Subekti, op.cit, h.19.
R. Subekti, loc.cit.
2.2.4 Unsur-Unsur Perjanjian
Dalam perjanjian terdapat tiga unsur penting yaitu:
a. Unsur Esensialia
Perjanjian dibuat berdasarkan pada unsur-unsur pokok. Salah satu unsur
pokok tidak ada, maka perjanjian menjadi timpang, dan perjanjian dianggap
tidak pernah ada dan tidak mempunyai akibat hukum. unsur esensialia dari
suatu perjanjian mewujudkan bentuk utuh dari suatu perjanjian, jika hal itu
tidak dipenuhi, maka tuntutan terhadap pemenuhan perjanjian tidak dapat
diterima.24
b. Unsur Naturalia
Unsur yang sudah diatur dalam undang-undang dan berlaku untuk setiap
perjanjian, apabila para pihak tidak mengaturnya. 25
c. Unsur Aksidentalia
Suatu peristiwa yang dituangkan dalam suatu perjanjian yang nanti ada atau
tidak ada peristiwa mana menjadi unsur aksidentalia mengikat para pihak. 26
2.1.5 Asas-Asas Dalam Perjanjian
Menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh
para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi
para pihak, Kitab Undang-undang Hukum Perdata memberikan berbagai asas
umum yang merupakan pedoman atau patokan serta menjadi batas atau rambu
dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat, sehingga pada
24
Ketut Artadi Dan Dewa Nyoman Rai Asmara, op.cit, h.35.
Ketut Artadi Dan Dewa Nyoman Rai Asmara, loc.cit.
26
Ketut Artadi Dan Dewa Nyoman Rai Asmara, op.cit, h.36.
25
akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak yang dapat dipaksakan
pelaksanaanya atau pemenuhannya. Berikut asas-asas umum hukum perjanjian
yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata:
a.
Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata, yang berbunyi: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas
yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian
2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun
3. Menentukan isi perjanjia, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
4. Menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis atau lisan. 27
Asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan
mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakan
atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang
prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang.
b.
Asas Konsensualitas
Asas konsensualitas memperlihatkan kepada kita semua, bahwa pada
dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua orang atau lebih
telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu pihak
dalam perjanjian tersebut, segara setelah orang-orang tersebut mencapai
27
H. Salim, H.Abdullah, Dan Wiwiek Wahyuningsih, op.cit, h.2
kesepakatan tersebut telah tercapai secara lisan semata karena perjanjian tidak
harus memerlukan formalitas.
Ketentuan tentang asas konsensualitas dapat ditemui juga dalam Pasal
1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu syarat-syarat perjanjian yang
salah satunya kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. 28
c.
Asas Personalitas
Asas ini diatur dan dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 1315 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan: “Pada umumnya tak seorang
pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu
perjanjian yang dibuat oleh seorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subjek
hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri’.
Dari rumusan tersebut pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh
subjek hukum pribadi hanya berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri. 29
d.
Asas Pacta Sunt Servada
Asas Pacta Sunt Servada disebut juga dengan asas kepastian hukum, asas
ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas Pacta Sunt Servada dapat
disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi “perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”. 30
28
Ketut Artadi Dan Dewa Nyoman Rai Asmara, op.cit, h.48.
Kartini Muljadi Dan Gunawan Widjadja, 2010, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian,
PT. Raja Grafindo Perdasa, Jakarta. h.14.
30
H. Salim, H.Abdullah, Dan Wiwiek Wahyuningsih, loc.cit.
29
2.2
Tinjaun Umum Tentang Build, Operate, And Transfer
2.2.1 Pengertian Build, Operate, And Transfer
Perjanjian Bangun Guna Serah (Buil, Operate, And Transfer/ BOT)
merupakan istilah yang baru dalam kegiatan ekonomi indonesia. Walaupun jika
melihat sejarahnya konsep BOT sebenarnya merupakan konsep yang sudah
memiliki umur yang cukup tua yaitu sekitar 300 sebelum masehi dilakukan di
kota Eretria yunani (Athena).
Pada hakekatnya konsep BOT yang diterapkan pada proyek infrastruktur
pemerintah, merupakan suatu konsep yang mana proyek dibangun atas biaya
sepenuhnya perusahaan swasta, beberapa perusahaan swasta bekerjasama dengan
BUMN dan setelah dibangun dioperasikan oleh kontraktor dan setelah tahap
pengoperasian selesai, sebagaimana ditentukan dalam perjanjian BOT, kemudian
pengalihan proyek tersebut pada pemerintah selaku pemilik proyek. 31
Adapun beberapa pendapat sarjana mengenai pengertian BOT. Menurut
Clifford. W Garstang menyebutkan bahwa
“BOT adalah salah satu bentuk pembiayaan proyek pembangunan yang
mana kontraktor harus menyediakan sendiri pendanaan untuk proyek
tersebut juga kontraktor harus menanggung pengadaan material, peralatan,
jasa lain yang dibutuhkan untuk kelengkapan proyek. Kontraktor diberikan
hak untuk mengoperasikan dan mengambil manfaat ekonominya sebagai
penggantian atas semua biaya yang telah dikeluarkan untuk selama waktu
tertentu.”32
Menurut Neal Bieker dan Cassie Boggs,
“bahwa bentuk kerjasama BOT dapat dilakukan jika pemerintah atau
badan usaha milik pemerintah mengadakan suatu perjanjian dengan suatu
perusahaan 18ector swasta dimana perusahaan tersebut tersedia untuk
31
32
Budi Santoso, op.cit, h.14.
Anita Kamilah, op.cit, h. 115.
membiayai, merancang, dan membangun suatu fasilitas atau proyek atas
biaya sendiri, dan kepadanya diberikan hak konsesi, biasanya untuk suatu
waktu yang telah ditentukan, hak untuk mengoperasikan fasilitas atau
proyek tersebut dan mengumpulkan atau menyediakan barang-barang bagi
kepentingan fasilitas atau proyek atau pendapatan lain dari pengoperasian
proyek sebelum fasilitas atau proyek tersebut diserahkan kembali kepada
pemerintah diakhiri masa konsesi.” 33
Pengertian perjanjian Bangun Guna Serah dapat pula dirujuk menurut
Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia No. 248/KMK.04/1995 tentang
perlakuan pajak penghasilan terhadap pihak-pihak yang melakukan kerjasama
dalam bentuk perjanjian bangun guna serah (Buil, Operate, And Transfer/ BOT),
yang menyebutkan bahwa:
BOT adalah bentuk perjanjian kerja sama yang dilakukan antara pemegang
hak atas tanah dengan investor, dimana pihak investor diberikan hak untuk
mendirikan bangunan selama masa perjanjian Buil, Operate, And Transfer/
BOT, dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang
hak atas tanah setelah masa bangun guna serah berakhir.
Menurut
keputusan
Mentri
Keuangan
Republik
Indonesia
No.
470/KMK.01/1994 tentang tata cara penghapusan dan pemanfaatan barang
milik/kekayaan negara, yang menentukan perjanjian Bangun Guna Serah (Buil,
Operate, And Transfer/ BOT) adalah:
Pemanfaatan barang/milik kekayaan negara berupa tanah oleh pihak lain,
dengan cara pihak lain tersebut membangun bangunan atau sarana lain,
berikut fasilitasnya diatas tanah tersebut, serta mendayagunakannya dalam
jangka waktu tertentu, untuk kemudian meyerahkannya kembali tanah,
bangunan dan atau sarana lain berikut fasilitasnya tersebut beserta
pendayagunaannya kepada departemen/lembaga yang bersangkutan selalu
berakhirnya jangka waktu yang disepakati.
33
Anita Kamilah, loc.cit.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38
Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006
Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, menyebutkan bahwa:
Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa
tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana
berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut
dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya
diserahkan kembali tanah beserta bangunannya dan/atau saran berikut
fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah. Menyebutkan:
Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa
tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana
berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut
dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya
diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
Pada dasarnya BOT adalah salah satu bentuk pembiayaan proyek
pembangunan yang mana kontraktor harus menyediakan sendiri pendanaan untuk
proyek tersebut juga kontraktor harus menanggung pengadaan material, peralatan,
jasa lain yang dibutuhkan untuk kelengkapan proyek. Sebagai gantinya kontraktor
diberikan hak untuk mengoperasikan dan mengambil manfaat ekonominya
sebagai ganti atas semua biaya yang telah dikeluarkan untuk selama waktu
tertentu.
Pelaksanaan pengadaan proyek infrastruktur menggunakan sistem BOT
tidak lain adalah suatu kontrak atau perjanjian antara pemilik proyek (pemerintah)
dengan pihak lain sebagai operator atau pelaksana proyek. pemilik proyek
memberikan hak pada operator atau pelaksana untuk membangun sebuah saran
dan prasarana serta mengoperasikannya untuk jangka waktu tertentu dan
mengambil seluruh atau sebagian keuntungan dan pada akhir masa kontrak harus
mengembalikan proyek tersebut pada pemilik proyek. Apabila semuanya berjalan
sesuai dengan rencana maka pada akhir masa kontrak, atau pada saat proyek
tersebut harus dikembalikan pada pemerintah maka kontraktor telah mendapatkan
kembali semua biaya yang telah dikeluarkannya ditambah dengan sejumlah
keuntungan yang diharapkan dari proyek tersebut.34
Build Operate And Transfer merupakan salah stau jenis kerja sama
pemerintah dengan pihak swasta dalam penyediaan . Dalam Keputusan Presiden
No. 7 Tahun 1998 Tentang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta
Dalam Pembangunan Dan/Atau Pengelolaan Infrastruktur menyebutkan jenis
perjanjian kerjasama yang meliputi dua kelompok perjanjian.
Jenis perjanjian kerjasama dalam pengelolaan infrastruktur, dibedakan dari
segi:
a. Tariff, ongkos biaya, dan sewa, yang meliputi jenis perjanjian Build
Operate And Transfer (BOT), Build Own Transfer (BOO) , Develop
Operate Transfer (DOT), Rehabilitate Operate Transfer (ROT),
Rehabilitate Operate Own (ROO)
b. Jadwal pembayaran amortisasi, yang meliputi jenis perjanjian Build
Transfer, Build Lease And Transfer (BLT) dan Build Transfer And
Operate (BTO).35
2.2.2 Keuntungan Dan Kerugian Buil, Operate, And Transfer/ BOT
Sepanjang segala sesuatunya berjalan sesuai rencana, maka semua pihak
yang terlibat langsung maupun tidak langsung akan memperoleh keuntungan
34
Anita Kamilah, op.cit, h.116.
Y. Sogar Simamora, 2013, Hukum Kontrak Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Di
Indonesia, Kantor Hukum WINS & Partners, Surabaya, h. 227.
35
dengan adanya proyek BOT. adapun keuntungan dan kerugian melalui
penggunaan BOT adalah :
1. Keuntungan
a. Dari sudut pemerintah
Beberapa keuntungan yang akan diperoleh oleh pemerintah dalam
pembangunan proyek infrastrukturnya dengan sistem BOT, adalah :
1. Pemerintah dapat mengurangi penggunaan dan APBN/APBD dan
mengurangi jumlah dana pinjaman dari pihak ketiga
2. Pembiayaan dengan sistem BOT akan menguntungkan secara financial
maupun
secara
administrative,
yaitu
pemerintah
tidak
harus
mengadakan studi kelayakan, proyek akan dibiayai dan dilaksanakan
oleh dan atas risiko pihak lain dan dari mutu atau kualitas hasil
pembangunan dapat dari mutu atau kualitas hasil pembangunan dapat
dipertanggung-jawabkan.
3. Pada akhir masa pengelolaan maka segala bangunan dan fasilitas yang
ada diserahkan kepada pemerintah, dan untuk menjaga agar bangunan
beserta fasilitas pendukung yang diserahkan kepada pemerintah
tersebut tetap dalam kondisi yang baik, pemerintah tetap membebani
kewajiban kepada pihak investor untuk melakukan pemeliharaan
maupun perbaikan-perbaikan selama masa BOT tersebut berlangsung.
4. Pemerintah dapat merealisasikan pengadaan infrastruktur yang sangat
bermanfaat bagi pelayanan terhadap masyarakat, tanpa mengeluarkan
pendanaan yang berarti Karena semua telah ditanggung oleh
kontraktor, dan bahkan membuka kesempatan kerja untuk mengurangi
jumlah pengangguran.
5. Pembiayaan pembangunan dengan sistem BOT tidak menimbulkan
beban utang bagi pemerintah.36
b. Dari sudut masyarakat/swasta
Pada dasarnya keuntungan yang akan didapat oleh pihak swasta atau
masyarakat sebagai pemilik lahan, sama dengan keuntungan yang akan
didapat oleh pihak pemerintah, karena kedua-duanya berkedudukan samasama sebagai partner pihak kontraktor atau pihak investor.
c. Dari sudur investor
Bagi investor, dengan proyek BOT akan terbuka peluang dna diberi
kesempatan untuk memasuki bidang usaha yang semula hanya ditangani
pemerintah atau BUMUN/BUMD. Investor dapat melakukan ekspansi
usaha
yang
mempunyai
prospek
menguntungkan
serta
dapat
memanfaatkan lahan strategis yang dimiliki pemerintah. 37
2. Kerugian
Bagi pemerintah, proyek BOT tidak jarang berarti melepaskan monopoli
dan menyerahkan pada swasta. Hal ini akan berarti pula melepaskan salah satu
sumber pendapatan yang potensial mendatangkan keuntungan, melepaskan hak
pengelolaan aset strategis dan memberikannya pada swasta untuk jangka waktu
tertentu. Beberapa hal pemerintah masih sering diikutkan dalam masalah yang
rumit (pembebasan tanah, pemindahan lokasi, dan sebagainya).
36
37
Anita Kamilah, op.cit, h.166.
Budi Santoso, op.cit, h.19.
Bagi investor, proyek BOT biasanya besar risikonya, untuk itu
memerlukan perhitungan yang teliti dan rumit. Kemungkinan juga kesulitan
dalam pendanaan karena perbankan menganggap tidak bankable untuk dibiayai.
Kemungkinan pemerintah tidak mau menanggung risiko selama pelaksanaan
proyek dan selama masa konsesi.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan perjanjian
BOT memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak bagi pemerintah sebagai
pemilik lahan juga bagi investor sebagai pihak yang memiliki dana. Bagi swasta
(investor) dapat melakukan pembangunan untuk melakukan kegiatan usaha tanpa
harus memiliki lahan/tanah. Bagi pemerintah yang memiliki lahan strategis yang
akan memanfaatkannya memerlukan biaya yang sangat tinggi yang akan
mengganggu penggunaan dan APBN/APBD, maka dalam jangka waktu pendek
dengan menggunakan sistem BOT, pemerintah mendaptkan keuntungan selain
akan
mendapatkan
pembiayaan
atas
pembangunan
proyek,
juga
akan
mendapatkan kompensasi atau royalty dari pengelolaan proyek tersebut. Dalam
jangka panjang maka pemerintah mendapatkan bangunan beserta sarana dan
prasarananya, maka perjanjian BOT ini dapat meningkatkan penerimaan keuangan
pemerintah, baik pada saat pembangunan, pengoprasian dan pada saat penyerahan
bangunan. 38
2.2.3 Risiko Yang Ditimbulkan Dalam Build Operate Transfer
Pelaksanaan perjanjian BOT sangat rentan dengan berbagai risiko, risikorisiko yang mungkin timbul dalam proyek BOT, adalah :
38
Anita Kamilah, op.cit, h.168.
a. Risiko politik
Hal-hal yang dapat dikategorikan sebagai risiki politik diantaranya yaitu
nasionalisasi proyek, pelanggaran kewajiban oleh negara, perubahan khusus
dalam hukum yang merugikan proyek, kegagalan pembayaran negara.39
b. Risiko hukum
Risisko hukum dapat timbul dari berbagai kemungkinan, misalnya
kemungkinan tidak dapat diterapkan atau tidak dapat dilaksanakannya
kontrak-kontrak baik seluruhnya atau sebagianyang dibuat oleh para pihak. 40
c. Risiko ekonomi
Risiko ekonomi terjadi karena perhitungan dari proyek didasarkan pada
asumsi-asumsi yang tidak benar dan bias terhadap biaya implementasi proyek,
keadaan pasar, atau pergerakan nilai mata uang yang tiba-tiba melonjak
sehingga keadaan tersebut sangat menyulitkan bagi pihak investor untuk
melanjut pelaksanaan perjanjian BOT.41
d. Risiko pasar dan pendapatan
Faktor pasar dan pendapatan ini adalah hilangnya pendapatan yang disebabkan
oleh ketidakcukupan pendapatan langsung dari proyek kekurangannya
pendapatan dari sumber lain yang berkaitan dengan proyek atau pembatasan
oleh pemerintah dalam hal peningkatan tariff atau juga waktu penggunaan
yang minim dari proyek pihak investor sebagai penerima konsesi dapat
39
Anita Kamilah, loc.cit.
Anita Kamilah, loc.cit.
41
Anita Kamilah, loc.cit.
40
menegosiasikan kembali dalam kontrak konsesnsi, hak-hak kompensasi, atau
hak untuk menaikkan tarif atau memperpendek jangka waktu konsesi. 42
Risiko yang mungkin timbul dalam pelaksanaan perjanjian BOT perlu
diperhitungkan secara cermat dan dapat menjadi bahan negosiasi yang cukup alot
diantara para pihak. Penganggulangannya atau penyelesaiannya umumnya
dilakukan dengan jalan melakukan relokasi meminimalisasi risiko dan
mengalokasikan risiko tersebut kepada pihak yang paling lazim dilakukan untuk
merelokasikan risiko diantaranya adalah melalui penggunaan pranata asuransi
atau pertanggungan sebagai pihak yang akan memberikan jaminan atau
tanggungan jika risiko-risiko tersebut benar-benar terjadi pada perjanjian BOT.43
2.2.4 Asas-Asas dalam Buil, Operate, And Transfer/ BOT
Perjanjian BOT yang mereka buat pada asasnya menjalankan suatu "asas
kerja-sama yang saling menguntungkan", dimana pemilik lahan yang semula
hanya memiliki lahan (atau beserta bangunannya) saja setelah adanya kerjasama
dengan Perjanjian BOT pada suatu saat akan memiliki bangunan (atau bangunan
yang lebih baik dari bangunan semula). Begitu pula pihak Pemerintah yang
semula hanya pemegang hak eksklusif saja yang bilamana akan mewujudkan fisik
bangunannya tidak mempunyai dana yang cukup. Setelah adanya kerjasama
dalam bentuk Perjanjian BOT diharapkan akan memiliki fisik bangunan. demikian
pula bagi pihak investor dengan adanya kerjasama dalam Perjanjian BOT akan
mendapat suatu keuntungan dari pengelolaannya.
42
Anita Kamilah, loc.cit.
Munir Fuady, 1997, Pembiayaan Perusahaan Masa Kini Tinjauan Hukum Bisnis, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, h. 26.
43
adanya "asas kepastian hukum", bahwa pada suatu saat investor akan
mengembalikan bangunan beserta fasilitasnya yang melekat padanya (asset)
bersangkutan kepada pihak pemilik lahan/pemegang hak eksklusif.
Kemudian yang ketiga "asas musyawarah". Artinya jika timbul
perselisihan antara pihak investor dengan pihak pemilik lahan pemegang hak
eksklusif, baik saat membangun, mengoperasionalkan hasil bangunan serta hal-hal
lainnya. mereka akan menyelesaikannya dengan cara mengadakan musyawarah.
Apabila
musyawarah
itu
tidak
didapat,
mereka
akan
menyerahkan
penyelesaiannya pada keadilan putusan hakim. Demikian pula hal-hal yang belum
atau kurang diatur di dalam Perjanjian BOT, kedua belah pihak sepakat untuk
mengatur lebih lanjut dalam perjanjian tersendiri. Dengan demikian di dalam
Perjanjian BOT paling tidak didasarkan atas 3 asas, yaitu asas kerjasama yang
saling menguntungkan dan asas kepastian hukum serta asas musyawarah.
2.3
Tinjauan Umum Tentang Wanprestasi
2.3.1 Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk.
Pengertian yang umum mengenai wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang
tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Wanprestasi
adalah pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan
tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali. 44
44
M Yahya Harahap, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, h.60.
Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati
dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitor karena dua
kemungkinan alasan, yaitu:
a. Kesalahan debitor, baik karena kesengajaan yang dilakukan debitor maupun
kelalaian
b. Karena keadaan memaksa, diluar kemampuan debitor, jadi debitor tidak
bersalah. 45
Untuk
menentukan
apakah
seorang
debitor
bersalah
melakukan
wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitor dikatakan sengaja
atau lalai tidak memenuhi prestasi, dalam hal ini ada 3 keadaan, yaitu:
a. Debitor tidak memenuhi prestasi sama sekali
b. Debitor memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru, dan
c. Debitor memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat
Untuk mengetahui sejak kapan debitor dalam keadaan wanprestasi, perlu
diperhatikan apakah dalam perikatan itu ditentukan jangka waktu pelaksanaan
pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan
pemenuhan prestasi tidak ditentukan, perlu memperingatkan debitor supaya dia
memenuhi prestasi. Menurut Pasal 1238 KUHPerdata debitor dianggap lalai
dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan.
Ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut: debitur
dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu atau
berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri,
45
Abdulkadir Muhammad I, op.cit, h.241.
yaitu
bila
perikatan
ini
mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan.
Berdasarkan kekuatan perjanjian itu sendiri apabila dalam surat perjanjian
telah ditetapkan ketentuan debitur dianggap bersalah jika satu kali sajapun dia
melewati batas waktu yang diperjanjikan. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong
debitur tetap melaksanakan kewajiban. penegasan seperti ini perjanjian, tanpa
peneguran kelalaian, dengan sendirinya debitur sudah berada dalam keadaan lalai
bila
dia
tidak
melaksanakan
prestasi
tepat
pada
waktunya. 46
untuk
memperingatkan debitor untuk menjalankan prestasinya yaitu dengan cara
memberikan peringatan tertulis, yang isinya bahwa debitor harus memenuhi
prestasinya dalam waktu yang telah ditentukan jika dalam waktu itu debitor tidak
memenuhinya, dibitor dinyatakan lalai atau wanprestasi. Peringatan tertulis
tersebut dapat dilakukan secara resmi dan tidak resmi. Jika dilakukan secara resmi
dilakukan di pengadilan yang disebut sommatie, sedangkan peringatan tidak resmi
misalnya melalui surat tercatat, telegram, facsimile, atau disampaikan sendiri
kepada debitor. Surat peringatan ini disebut ingebreke stelling.47
2.3.2 Bentuk-Bentuk Wanprestasi
Debitor juga dapat dikatakan melakukan wanprestasi apabila ia melanggar
perjanjian dengan melakukan atau berbuat sesuatu yang seharusnya tidak boleh
dilakukannya. Wanprestasi seorang debitor dapat berupa empat macam, yaitu:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
46
47
M Yahya Harahap, op.cit, h.62.
Abdulkadir Muhammad I, op.cit, h.242.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
d. Melakukan
sesuatu
yang
menurut
perjanjian
tidak
boleh
dilakukannya48
2.3.3 Akibat Hukum Wanprestasi
Akibat hukum bagi debitor yang telah melakukan wanprestasi adalah
hukuman atau sanksi hukum berikut ini:
a. Debitor diwajibkan membayar ganti kerugian yang diderita oleh
kreditor (Pasal 1243 KUHPerdata)
b. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditor dapat menuntut pemutusan
atau pembatalan perikatan melalui pengadilan (pasal 1266
KUHPerdata)
c. Perikatan untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada debitor
sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPerdata)
d. Debitor diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan
atau pembatalan disertai ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPerdata)
e. Debitor wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan di pengadilan
dan debitor dinyatakan bersalah. 49
2.3.4 Ganti Rugi Karena Wanprestasi
Jika wanprestasi itu benar-benar menimbulkan kerugian kepada kreditur,
maka debitur wajib mengganti kerugian yang timbul. 50 Kerugian yang bisa
dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh
telah dikeluarkan, atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa benda si
berpiutang, tetapi juga berupa kehilangan keuntungan, yaitu keuntungan yang
didapat seandainya si berutang tidak lalai. Bahwa kerugian yang harus diganti
48
R. Subekti, op.cit, h.45
Abdulkadir Muhammad I, loc.cit.
50
M Yahya Harahap, op.cit, h.65
49
meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari
wanprestasi, artinya ada hubungan sebab akibat antara wanprestasi dengan
kerugian yang diderita. Ganti rugi sering diperinci dalam tiga unsur yaitu:
1. Biaya (kosten) adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata
sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak
2. Rugi (schaden) adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan
kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur.
3. Bunga (interesten) adalah bunga yang berjalan selama piutang terlambat
dilunasi, keuntungan yang tidak diperoleh karena keterlambatan penyerahan
bendanya. 51
Penuntutan ganti rugi, oleh undang-undang diberikan ketentuan-ketentuan
tentang apa yang dapat dimasukkan dalam ganti rugi tersebut. Dapat dikatakan,
ketentuan itu merupakan pembatasan dari apa yang boleh dituntut sebagai ganti
rugi. Seorang debitur yang lalai, masih juga dilindungi oleh undang-undang
terhadap kewenangan kreditur. Hal ini diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248
KUHPerdata yang menyatakan “si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya,
rugi dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu
perikatan dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan
sesuatu tipu-daya yang dilakukan olehnya.” Dan “bahkan jika hal tidak
dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu-daya si berutang, penggantian gentian
biaya, rugi dan bunga sekedar mengenai kerugian yang dideritanya oleh si
berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang
51
Abdulkadir Muhammad I, op.cit, h.247.
merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perikatan.” Yang dimaksud
dengan bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah
dibayangkan atau dihitung oleh kreditur. Ada macam-macam bunga yang harus
diganti oleh debitur, yaitu:
1. Bunga yang konvensional adalah bunga yang diperjanjikan para pihak
di dalam perjanjian (Pasal 1249 KUHPerdata)
2. Bunga yang kompensatoir adalah bunga yang tidak diperjanjikan para
pihak dalam perjanjian, dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Bunga yang moratoir, adalah bunga yang dibebankan kepada
debitur atas utang sejumlah uang yang terlambat dibayarkan atau
apabila mengenai sejumlah uang yang tidak tepat dalam memenuhi
kewajibannya sesuai KUHPerdata Pasal 1250, adalah 6 % setahun.
b. Keadaan memaksa, mengajukan bahwa si berpiutang sendiri juga
telah lalai. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan hak nya
untuk menuntut ganti rugi atau disebut juga pelepasan hak. 52
Persyaratan dapat diduga dan akibat langsung dari wanprestasi memang
sangat dekat hubungannya satu sama lain. Lazimnya apa yang tak dapat diduga,
juga bukan suatu akibat langsung atau kelalaian si debitur. Menurut teori tentang
sebab dan akibat, bahwa suatu peristiwa dianggap sebagai akibat dari suatu
peristiwa lain, apabila peristiwa yang pertama secara langsung diakibatkan oleh
peristiwa yang kedua dan menurut pengalaman dalam masyarakat dapat diduga
akan terjadi.
52
R. Subekti, op.cit, h.49.
Download