OBESITAS (Skripsi)

advertisement
PENGARUH PEMBERIAN TEMPE
TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PANKREAS MENCIT
(Mus musculus L.) OBESITAS
(Skripsi)
Oleh
KURNIA FITRI APRILLIANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRACT
THE EFFECT OF TEMPEH ON PANCREAS HISTOPATHOLOGICAL
APPEARANCE IN THE OBESE MALE MICE (Mus musculus L.)
By
KURNIA FITRI APRILLIANA
Obesity is an excessive fat accumulation that can caused some diseases
such as diabetes mellitus, heart disease, and some cancer. One of the
manifestations of obesity is the fat accumulation in the organs that are not
supposed to be, which can damage the organs, such as the liver, muscles, heart
and pancreas. Tempeh was known could decrease cholesterol to lower levels. This
study aimed to determine the effect of tempe on histopathologic picture pancreas
induced obese male mice a high-fat high-protein feed.
This study was an experimental design with 4 groups of intervention.
Each group contains 6 male mice. Group I (negative control) given the normal
diet; group II (positive control) was given a high-fat high-protein diet there are
40% normal diet and 60% beef fat; group III (treatment 1) was given a high-fat
high-protein diet and tempeh 2 grams per day; and group IV (treatment 2) given
high-fat high-protein diet and tempeh 4 grams per day. The test is using KruskalWallis test (p <0.05) and post hoc Mann Whitney test (p <0.05).
The results showed on the first group mostly normal apperarances founded
and minimal fat accumulation called grade 0, second group showed grade 0,1,2
and 3, there are grade 0,1 and 2 found in third group, and the fourth group was
mostly found grade 0. Between group I and IV showed significant difference
appearance that mean there is a repairment from damage before. As a conclusion,
tempe that can reduce the severity of fatty pancreas.
Keywords: Obesity, histopathological, pancreas, tempeh
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN TEMPE TERHADAP GAMBARAN
HISTOPATOLOGI PANKREAS MENCIT (Mus musculus L.) OBESITAS
Oleh
KURNIA FITRI APRILLIANA
Obesitas adalah akumulasi lemak berlebihan yang dapat memicu beberapa
penyakit seperti diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, dan beberapa bentuk
kanker. Salah satu manifestasi dari obesitas ini adalah terjadinya akumulasi lemak
di organ yang tidak seharusnya, sehingga dapat merusak organ tersebut seperti
hati, otot, jantung dan pankreas. Tempe diketahui dapat menurunkan kadar
kolesterol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tempe
terhadap gambaran histopatologi lemak pankreas pada mencit jantan obesitas yang
diinduksi pakan tinggi lemak tinggi protein.
Desain penelitian ini adalah eksperimental dengan 4 kelompok perlakuan.
Masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor mencit jantan. Kelompok I (kontrol
negatif) diberikan pakan normal; kelompok II (kontrol positif) diberikan pakan
tinggi lemak tinggi protein yang terdiri dari 40% pakan normal dan 60% lemak
sapi; kelompok III (perlakuan 1) diberikan pakan tinggi lemak tinggi protein dan
tempe 2 gram per hari; dan kelompok IV (perlakuan 2) diberikan pakan tinggi
lemak tinggi protein dan tempe 4 gram per hari. Uji yang digunakan adalah uji
Kruskal-Wallis (p<0,05) dan uji post hoc Mann Whitney (p<0,05).
Hasilnya menunjukkan kelompok I ditemukan gambaran normal hingga
akumulasi lemak minimal atau derajat 0, kelompok II ditemukan derajat 0,1,2 dan
3, kelompok III ditemukan derajat 0,1 dan 2, serta kelompok IV ditemukan derajat
0. Kelompok II dan IV menunjukkan adanya perbedaan gambaran lemak pankreas
yang signifikan yang berarti adanya perbaikan dari kerusakan. Kesimpulannya
tempe dapat menurunkan tingkat keparahan perlemakan pankreas.
Kata kunci : Obesitas, histopatologi, pankreas, tempe
PENGARUH PEMBERIAN TEMPE
TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PANKREAS MENCIT
(Mus musculus L.) OBESITAS
Oleh
KURNIA FITRI APRILLIANA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 1 April 1995, sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Yulias, s.i.k dan Ibu Sovia
Erliana.
Penulis menempuh pendidikan Tanaman Kanak-kanak (TK) di TK Ikal II, Jakarta
Barat, pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2000. Pendidikan Sekolah Dasar
(SD) ditempuh di SD Negeri 2 Rawa Laut, Bandar Lampung, pada tahun 2000
dan lulus pada tahun 2006. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
ditempuh di SMP Negeri 1 Bandar Lampung, yang diselesaikan pada tahun 2009.
Pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMA Negeri 2 Bandar
Lampung, dan lulus pada tahun 2012. Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Alhamdulillaahirabbil’alamiin…
Segala Puji hanya untuk ALLAAH SWT
Tak henti-hentinya ku mengucap syukur kepada Mu yaa Rabb
Serta shalawat dan salam kepada idola ku Rasulullaah SAW dan para sahabat
yang mulia
Semoga sebuah karya kecil ini menjadi amal shaleh bagiku dan menjadi
kebanggaan bagi keluarga ku tercinta
Semoga Jannah-Nya tempat kita beristirahat kelak
SANWACANA
Alhamdulillaahirobbilalamiin, puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan
karunia-Nya kepada saya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Tempe Terhadap Gambaran
Histopatologi Pankreas Mencit (Mus Musculus L.) Obesitas” adalah salah satu
syarat menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes, Sp.PA, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung;
2. dr. Susianti, M.Sc, selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran serta nasihat yang sangat
bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini, juga selaku dokter Pembimbing
Akademik saya yang tidak bosan untuk memberikan semangat, motivasi,
serta arahan selama saya menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung ini;
2
3. dr. Ricky Ramadhian, M.Sc, selaku pembimbing II yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran serta nasihat
yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini;
4. dr. Evi Kurniawaty, M.Sc, selaku pembahas yang telah bersedia
meluangkan waktunya dan memberikan ilmu, kritik, saran serta arahan
dalam skripsi ini;
5. dr. Tiwuk Susantiningsih, M.Biomed, yang telah memberikan kesempatan
untuk bergabung dalam penelitian, meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, ilmu, kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini;
6. Seluruh staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter Universitas
Lampung atas semua ilmu yang telah diberikan kepada saya untuk
menambah wawasan yang menjadi landasan bagi masa depan dan cita-cita;
7. Seluruh staf dan karyawan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
yang membantu dalam proses pembelajaran semasa kuliah dan
penyelesaian skripsi ini;
8. Mbak Nur yang telah membantu selama proses penelitian;
9. Ayah, Bunda, adik-adikku tersayang (Novira dan Rizky), kucingku
tercinta Song Hee Chu, serta keluarga besar atas dukungan, semangat, doa,
motivasi dan kasih sayang, yang selalu menjadi alasan saya untuk terus
berjuang sampai saat ini;
10. Fathia Sabila Umar, Viera Rininda Maulidinar, Nahdia Fadhila, Devita
Wulan Permatasari, Ika Agustin Putri Haryanti atas kasih sayang,
kehangatan, kebersamaan, canda, tawa, doa, bantuan dan dukungan yang
diberikan;
3
11. Teman-teman tim penelitian (Huzaimah, Kharisma Mr, Lana Asfaradila,
Eduard dan Tri Suhanda) atas kerja sama, bantuan dan keceriaan yang
diberikan;
12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 atas kebersamaan dan
kekompakannya selama ini. Semoga kita menjadi dokter-dokter yang
professional;
13. Adik-adik angkatan 2013, 2014 dan 2015 atas dukungan dan doanya, tetap
berjuang dan semangat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu
pen
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 5
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Obesitas..................................................................................................... 7
2.1.1. Definisi .......................................................................................... 7
2.1.2. Epidemiologi ................................................................................. 9
2.1.3. Faktor Resiko ................................................................................ 10
2.1.4. Patofisiologi .................................................................................. 12
2.1.5. Manifestasi Klinis ......................................................................... 14
2.1.6. Penanganan.................................................................................... 15
2.1.7. Obesitas pada mencit..................................................................... 16
2.2. Pankreas .................................................................................................... 18
2.2.1. Anatomi......................................................................................... 19
2.2.2. Fisiologi......................................................................................... 19
2.2.3. Histologi ........................................................................................ 23
2.3 Absorpsi, Transport dan Distribusi Lipid ................................................. 24
ii
2.4 Pankreas pada Obesitas............................................................................. 27
2.5 Tempe ....................................................................................................... 29
2.6 Kerangka Penelitian .................................................................................. 33
2.6.1 Kerangka Teori.............................................................................. 33
2.6.2 Kerangka Konsep .......................................................................... 35
2.7 Hipotesis ................................................................................................... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ..................................................................................... 36
3.2. Tempat dan Waktu ................................................................................... 36
3.2.1. Tempat........................................................................................... 36
3.2.2. Waktu ............................................................................................ 36
3.3.Populasi dan Sampel ................................................................................. 37
3.3.1 Populasi ......................................................................................... 37
3.3.2 Sampel........................................................................................... 38
3.4.Alat dan Bahan.......................................................................................... 40
3.4.1 Alat ................................................................................................ 40
3.4.2 Bahan............................................................................................. 41
3.5.Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional......................................... 42
3.5.1 Identifikasi Variabel...................................................................... 42
3.5.2 Definisi Operasional...................................................................... 42
3.6.Prosedur Penelitian ................................................................................... 44
3.6.1 Alur Penelitian............................................................................... 44
3.6.2 Prosedur Pemberian Tempe .......................................................... 45
3.6.3 Prosedur Pengambilan Organ Pankreas ........................................ 46
3.6.4 Prosedur Pembuatan Preparat........................................................ 46
3.6.5 Pewarnaan Hematoxyllin-Eosin.................................................... 48
3.6.6 Prosedur Pengamatan Pankreas..................................................... 49
3.7. Rancangan dan Analisis Data ................................................................... 51
3.7.1 Uji Normalitas Data ...................................................................... 51
3.7.2 Uji Homogenitas Data................................................................... 52
3.7.3 Uji Parametrik (One Way Anova).................................................. 52
iii
3.7.4 Uji Non-parametrik (Kruskal Wallis)............................................ 52
3.8 Etika Penelitian ......................................................................................... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ..................................................................................................... 55
4.2 Pembahasan.......................................................................................... 63
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan .............................................................................................. 69
5.2 Saran.....................................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70
LAMPIRAN..................................................................................................... 75
iv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Kategori Indeks Massa Tubuh menurut WHO..................................... 8
2. Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 g bahan segar dan 100 g bahan kering
.............................. 30
3. Kandungan Protein dan Asam Amino per 100 gram Tempe Kukus.... 31
4. Definisi Operasional Variabel.............................................................. 43
5. Data Hasil Pengamatan pada Masing-Masing Kelompok ................... 57
6. Data Hasil Analisis Uji Mann Whitney ..................................................... 61
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Grafik Berat Badan dan Usia Mencit Obesitas ................................... 17
2. Pankreas Manusia................................................................................. 18
3. Pankreas Mencit ................................................................................... 19
4. Sel Asinar pada pankreas ..................................................................... 23
5. Absorpsi Lipid........................................................................................ 25
6. Mekanisme Transport Lipid..................................................................... 26
7. Deposisi Lemak Ektopik ...................................................................... 27
8. Kerangka Teori..................................................................................... 34
9. Kerangka Konsep ................................................................................. 35
10. Alur Penelitian ..................................................................................... 50
11. Histopatologi Kelenjar Pankreas Mencit –
dengan Pewarnaan Hematoxylin-Eosin Perbesaran 400x.................... 57
vi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel Hasil Pengamatan Preparat tiap Kelompok LAMPIRAN.......... 78
2. Uji Saphiro Wilk .................................................................................. 79
3. Uji Kruskal-Wallis ............................................................................... 79
4. Uji Post Hoc Mann Whitney ................................................................ 80
5. Mencit Penelitian ditempatkan dalam kandang ................................... 83
6. Perlakuan Mencit diberi tempe kukus ................................................. 83
7. Proses Pembedahan Mencit.................................................................. 84
8. Pengambilan organ pancreas................................................................ 84
9. Preparat Organ Pankreas ...................................................................... 85
10. Pembacaan Preparat di Balai Veteriner Lampung ............................... 85
11. Dokumentasi Kegiatan ......................................................................... 86
12. Gambaran Pankreas tiap Mencit .................................................................... 87
13. Surat Keterangan Lulus Kaji Etik .................................................................. 88
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang
dapat mengganggu kesehatan. Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh
(IMT) adalah indeks sederhana untuk mengukur berat badan dan tinggi badan
yang biasa digunakan untuk mengklasifikasikan status gizi orang dewasa. Indeks
ini didefinisikan sebagai berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan
kuadrat tinggi dalam meter (kg/m2). Dari definisi World Health Organisation
(WHO), IMT lebih dari atau sama dengan 25 adalah kelebihan berat badan
(overweight) sedangkan IMT lebih dari atau sama dengan 30 adalah obesitas
(WHO, 2012).
Menurut WHO pada tahun 2008, terdapat total lebih dari setengah miliar orang
dewasa dinyatakan obesitas di seluruh dunia. Prevalensi obesitas di seluruh dunia
dua kali lipat sejak tahun 1980. Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar orang
dewasa diatas 18 tahun mengalami kelebihan berat badan. Dari jumlah tersebut
lebih dari 600 juta orang mengalami obesitas. Kegemukan dan obesitas ini
termasuk dalam salah satu kejadian yang berkaitan dengan jumlah kematian di
seluruh dunia (WHO, 2012).
2
Dalam studi Trishnee Bhurosy dan Rajesh Jeewon dari Universitas Mauritius
2014, melalui rata-rata IMT dari 6 negara yang dikategorikan WHO yaitu Afrika,
Amerika, Mediterania Timur, Eropa, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat negaranegara tersebut diramalkan akan menghadapi obesitas yang meningkat (Bhurosy
& Jeewon, 2014).
Menurut data Global Body Mass Index yang diluncurkan pada situs WHO,
prevalensi obesitas di seluruh dunia pada tahun 2004 meningkat berkisar lebih
dari 20% di Amerika Serikat, Seychelles dan Selandia Baru. Prevalensi kelebihan
berat badan untuk pria dan wanita meningkat berkisar antara 23,2% di Jepang dan
66,3% di Amerika Serikat, dan 13,4% hingga 72,5% di Indonesia (Low et al.,
2009). Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2007 menunjukkan angka
Indonesia untuk kejadian berat badan lebih pada anak usia sekolah mencapai
15,9% (RISKESDAS, 2010).
Obesitas merupakan masalah yang meningkat di seluruh dunia dengan merugikan
kesehatan dan berdampak pada ekonomi yang signifikan. Tingkat obesitas telah
meningkat di beberapa negara, kondisi ini berkaitan dengan banyak penyakit,
seperti Diabetes Mellitus (DM), penyakit jantung, dan beberapa bentuk kanker
dan kemungkinan akan meningkat terus selama 2 dekade mendatang (Wang et al.,
2014).
3
Salah satu dari bentuk fenotip klinis standar dari obesitas adalah obesitas sentral
karena penumpukan lemak ektopik. Lemak ektopik yaitu lemak yang berada
diluar tempat penumpukan yang seharusnya yaitu sel adiposa. Dalam subyek
manusia yang tersuspeksi dapat terjadi gangguan keseimbangan energi dan
penurunan kapasitas penyimpanan lipid di subkutan dan jaringan adipose visceral
untuk menyimpan hasil kelebihan energi dan akhirnya terjadi peningkatan
akumulasi lemak di situs yang tidak diinginkan atau ektopik seperti hati, otot
rangka, jantung, dan bahkan sel β pankreas (Britton & Fox, 2011).
Salah satu tempat akumulasi lemak yang dapat memungkinkan terjadi pada
obesitas adalah organ hati. Infiltrasi lemak pada hati dengan tidak adanya asupan
alkohol berlebih dan kondisi kronis lainnya dari hati disebut penyakit hati
berlemak nonalkohol atau nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD). Beberapa
studi telah menunjukkan bahwa NAFLD dikaitkan dengan resistensi insulin,
diabetes mellitus tipe 2, sindrom metabolik, aterosklerosis, dan risiko yang lebih
besar dari kejadian kardiovaskular yang merugikan. Serupa dengan kondisi di
hati, deposisi lipid yang berlebihan di pankreas disebut steatosis pankreas atau
penyakit pankreas berlemak non-alkohol atau nonalcoholic fatty pancreas disease
(NAFPD) (Mathur et al., 2007).
Pada penelitian Fraulob dikatakan bahwa paparan jangka panjang diet tinggi
lemak pada tikus dapat menginduksi akumulasi lemak baik interlobular dan
intralobular sel asinar, infiltrasi sel inflamasi, dan fibrosis di pankreas, sehingga
kerusakan arsitektur normal pankreas dan pulau langerhans. Demikian juga, pada
4
tikus C57BL/6 yang diberi diet tinggi lemak meningkatkan resistensi insulin dan
dapat memicu dari NAFLD dan NAFPD (Fraulob et al., 2010). Penelitian Sovinar
2013 didapatkan hasil pengamatan mikroskopis pada organ pankreas dari monyet
yang diberi pakan tinggi energi yaitu ditemukan adanya degenerasi hidropis dan
degenerasi lemak. Degenerasi hidropis pada pulau Langerhans juga dapat
ditemukan pada penderita DM (Sovinar, 2013).
Tempe merupakan olahan kedelai dengan fermentasi kapang Rhizopus. Kapang
yang sering digunakan dalam pembuatan tempe, adalah Rhizopus microsporus dan
R. oryzae. Pembuatan tempe dimulai dengan merendam kedelai dalam air. Karena
kedelai direndam dalam air, maka kondisi kedelai adalah anaerob. Mikroba yang
hidup di sekitar kedelai, melakukan aktivitas fermentasi. Pada umumnya mikroba
tersebut melakukan fermentasi asam laktat (Purwoko, 2001).
Komponen kedelai terdiri dari protein, lemak, serat dan photochemical termasuk
isoflavon. Beberapa penelitian meneliti isoflavon sebagai komponen bioaktif yang
penting dari kedelai. Isoflavon terdiri dari 3 komponen yaitu genistein, daidzein
dan glycitein. Pada penelitian Mezei et al (2003) menunjukkan bahwa isoflavon
memperbaiki metabolisme lemak dan glukosa melalui aktifasi reseptor PPAR
(Mezei et al., 2003). Penelitian Runiana 2009 dilaporkan bahwa pemberian diet
tempe terbukti dapat menurunkan kadar gula darah pada tikus model DM. Dan
secara histopatologi pemberian diet tempe dapat memperbaiki gambaran distribusi
sel endokrin pankreas pulau Langerhans pada tikus model DM (Runiana, 2009).
5
Pada penelitian Priastiti, dikatakan terdapat penurunan kadar kolesterol LDL pada
pemberian tempe kedelai hitam dan kuning pada wanita menopause dengan
dislipidemia. Penurunan kadar kolesterol LDL sebesar 6.1 mg/dl (3.9%) pada
kelompok perlakuan tempe kedelai hitam dan sebesar 4.9 mg/dl (3.3%) pada
kelompok dengan intervensi tempe kedelai kuning setelah pemberian tempe
kedelai sebanyak 150 gram selama 14 hari (Priastiti, 2013). Tetapi penelitian
tentang pengaruh pemberian tempe terhadap gambaran histopatologi jaringan
pankreas mencit obesitas belum dilakukan.
Dari latar belakang di atas belum diketahui mengenai gambaran histopatologi
pankreas mencit obesitas yang diberi tempe, maka peneliti tertarik untuk meneliti
apakah terdapat pengaruh pemberian tempe terhadap gambaran histoplatologi
pankreas dari mencit obesitas?
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat
pengaruh pemberian tempe terhadap gambaran histopatologi pankreas
mencit obesitas?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Mengetahui pengaruh pemberian tempe terhadap gambaran histopatologi
pankreas dari mencit obesitas.
6
1.4
Manfaat
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan hasil yang dapat bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan, bagi peneliti dan juga bagi masyarakat. Adapun manfaat
penelitian ini adalah :
1. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah atau
bahan acuan bagi penelitian lain.
2. Bagi peneliti, merupakan sebagai suatu bentuk pengaplikasian disiplin
ilmu yang telah dipelajari selama perkuliahan dan dapat mengembangkan
pengetahuan peneliti terutama mengenai pengaruh pemberian tempe
terhadap gambaran histopatologi pankreas tikus jantan obesitas.
3. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
informasi bagi masyarakat umum mengenai manfaat dari mengkonsumsi
tempe.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Obesitas
2.1.1 Definisi
Definisi obesitas sangat bervariasi bergantung pada sumber informasi yang
diperoleh. Dalam kamus kedokteran Dorland disebutkan bahwa obesitas adalah
peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan rangka dan fisik, sebagai
akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh (Dorland, 2011).
Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan
tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah kondisi
kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisir pada bagiam –bagian
tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila
ditemukan kelebihan berat badan > 20% pada pria dan > 25% pada wanita karena
lemak (Ganong, 2003).
Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan saat ini
antara lain pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar pinggang, serta
perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul. IMT merupakan alternatif
untuk tindakan mengukur lemak tubuh karena murah serta mudah dilakukan.
8
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut :
Rumus 1. Rumus Indeks Massa Tubuh
IMT = [berat badan (kg)] / [tinggi (dalam meter)] 2
Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasikan
menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk semua umur
bagi pria dan wanita. Untuk anak – anak dan remaja, interpretasi IMT adalah
spesifik mengikut usia dan jenis kelamin. Secara umum, IMT 25 ke atas
membawa arti pada obesitas. Nilai IMT di bawah 18,5 diartikan sebagai sangat
kurus atau underweight, IMT melebihi 23 berarti berat badan berlebih atau
overweight, dan IMT lebih dari 25 diartikan sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi
orang dewasa adalah diantara 18,5 sampai 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga
tingkat yaitu tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-40), tingkat III (>40) (CDC, 2009).
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan
pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Pada
akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai
berikut (Centre of Obesity Research and Education, 2007) :
Tabel 1. Kategori Indeks Massa Tubuh menurut WHO
IMT
Kategori
Kurang dari 18.5
Underweight
18.5–24.9
normal weight
25.0–29.9
Overweight
30.0–34.9
class I obesity
35.0–39.9
class II obesity
Lebih dari 40.0
class III obesity
(Sumber : Centre of Obesity Research and Education, 2007)
9
2.1.2 Epidemiologi
Obesitas pada dewasa ini merupakan masalah global yang ditemukan tidak
hanya di negara maju namun banyak juga ditemukan di negara berkembang.
Menurut berbagai penelitian epidemiologi, prevalensi obesitas pada anak
meningkat tiap tahunnya. Bertambahnya produk makanan cepat saji,
perkembangan teknologi, penggunaan kendaraan bermotor dan berbagai media
elektronik, memberi dampak ketidakseimbangan energi. Berkurangnya
aktivitas fisik diikuti asupan kalori tinggi, membuat status keseimbangan anak
mengarah positif (Damayanti, 2011).
Menurut data RISKESDAS tahun 2010 disebutkan prevalensi anak kegemukan
dan obesitas pada usia 6-12 tahun ialah sebesar 9,2%. Penelitian lain
menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas
meningkat dua kali lipat setiap tahun, terutama pada usia anak sekolah.3,7 Pada
tahun 2010 prevalensi kegemukan secara nasional di Indonesia adalah 14,0
persen Terjadi peningkatan prevalensi kegemukan yaitu dari 12,2 persen
tahun 2007 menjadi 14,0 persen tahun 2010. Dua belas provinsi memiliki
masalah kegemukan di atas angka nasional. Urutan ke 12 provinsi dari
prevalensi tertinggi sampai terendah adalah: (1) DKI Jakarta, (2) Sumatera
Utara, (3) Sulawesi Tenggara, (4) Bali, (5) Jawa Timur, 6) Sumatera Selatan,
(7) Lampung, (8) Aceh, (9) Riau, (10) Bengkulu, (11) Papua Barat dan (12)
Jawa Barat (RISKESDAS, 2010).
10
2.1.3 Faktor Risiko
Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian
besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan
faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan
nutrisional.
a. Faktor Genetik.
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila
kedua orangtua obesitas, kemungkinan 80% anaknya menjadi obesitas,
bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila
kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%. Mekanisme
kerentanan genetik terhadap obesitas yaitu melalui efek pada resting
metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan
kontrol nafsu makan. Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas
ditentukan secara genetik sedangkan lingkungan menentukan ekspresi
fenotip.
b. Faktor lingkungan.
 Aktifitas fisik
Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure,
yaitu sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian dinegara
maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan
kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah
mempunyai risiko peningkatan berat badan.
11
 Faktor nutrisional
Kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan
energi. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat
berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80%
disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas
penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak yang tidak
diiringi peningkatan oksidasi lemak mengakibatkan sekitar 96% lemak
akan disimpan dalam jaringan lemak baik subkutan, visceral atau
tempat lainnya.
 Faktor sosial ekonomi
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan,
serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan
jenis dan
jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan adanya
perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik,
seperti: kesekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas
bermain
dengan
teman
serta
lingkungan
rumah
yang
tidak
memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih
senang bermain komputer/games, nonton TV atau video disbanding
melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari
junkfood yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas
(CDC, 2009).
12
2.1.4 Patofisiologi
Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme obesitas.
Telah disebutkan sebelumnya, faktor lingkungan merupakan faktor utama
dalam obesitas, dan faktor lain yang berperan adalah kelainan dan mutasi
genetik (Damayanti, 2011). Menurut Andrew J Walley (2009), patofisiologi
obesitas dapat terjadi karena gangguan pada keseimbangan energi, adiposit,
dan neurobehavior.
a. Obesitas dan keseimbangan energi
Obesitas telah lama dipandang sebagai penyakit dari ketidakseimbangan
energi. Dapat terjadi karena masukan energi yang berlebihan ataupun
kurangnya energi yang dikeluarkan. Juga terdapat leptin yang merupakan
adipokin yang dibebaskan dari jaringan adiposa, berfungsi menekan
nafsu makan dan sebagai regulator utama keseimbangan energi dan berat
badan. Leptin selain bekerja di sinyal kenyang, juga bekerja dalam
pengeluaran energi. Kadar leptin yang tinggi akan menyebabkan
penurunan kadar uncoupling protein (UCP1). Protein ini berfungsi
sebagai termogenesis dan penentuan basal metabolic rate dengan cara
meningkatkan kerja simpatis pada jaringan lemak coklat (Sherwood,
2011).
13
b. Obesitas dan kelainan adiposit
Abnormalitas penyimpanan dan mobilisasi lemak adalah mekanisme lain
yang juga berpotensi dalam patofisiologi obesitas. Ketika kelebihan
makronutrient terutama glukosa dalam darah, akan terjadi perubahan
glukosa menjadi glikogen. Bila simpanan dalam hati dan otot telah
memenuhi kapasitas, makan glukosa akan dirubah menjadi asam lemak
dan
selanjutnya
disimpan
dalam
adiposit
(Sherwood,
2011).
Penyimpanan lemak yang terus menerus akan membuat hipertrofi atau
pembesaran adiposit. Pada orang dewasa, adiposit akan mengalami
pembesaran namun tidak bertambah jumlahnya. Berbeda dengan obesitas
yang terjadi pada anak-anak, adiposit tidak hanya mengalami hipertrofi
namun juga hiperplasia. Hal inilah yang menyebabkan 75% anak yang
mengalami obesitas akan berlanjut hingga dewasa (Walley, 2009).
c. Obesitas dan kelainan neurobehavior
Defek neurologis pada kontrol rasa lapar dan asupan makanan, menjadi
bagian
penting
dari
patogenesis
obesitas.
Beberapa
penelitan
mendapatkan bahwa mutasi gen yang berperan dalam obesitas
monogenik ialah gen-gen yang termasuk dalam kontrol rasa lapar pada
jalur leptin-melanocortin (Walley, 2009).
14
2.1.5 Manifestasi Klinis
Obesitas secara klinis jelas pada setiap umur, namun paling sering pada usia 1
tahun, 5-6 tahun dan masa remaja. Tanda dan gejala yang khas dari obesitas
adalah wajah yang membulat, pipi yang tembem, dagu rangkap, leher relatif
pendek, dada membusung, payudara membesar akibat jaringan lemak, perut
membuncit dengan dinding perut berlipat, dapat tampak striae berwarna putih
atau merah lembayung, ekstremitas biasanya besar dikedua paha atau lengan
atas, jari tangan relatif kecil, kedua tungkai umumnya berbentuk X, kedua
pangkal paha bagian dalam menempel dan bergesekan, menyebabkan laserasi
dan ulserasi yang menimbulkan bau tidak enak. Pada anak lelaki, penis tampak
kecil karena tersembunyi dalam jaringan lemak suprapubik (burried penis)
(Lewis, 2000).
Bentuk fisik obesitas menurut distribusi lemak dibedakan dalam apple shape
body atau android bila lebih banyak lemak di bagian atas tubuh dan pear shape
body atau gynoid bila lebih banyak lemak terdistribusi di bagian bawah tubuh
(pinggul dan paha). Bentuk yang pertengahan adalah intermediate. Apple shape
body cenderung lebih besar mengalami penyakit kardiovaskular, hipertensi dan
diabetes (Damayanti, 2011). Anak dengan obesitas dapat mengalami stress dan
kesukaran sosial dan psikologis. Stigmatisasi sosial anak obesitas di
lingkungan sekolah sering kali terjadi. Anak sekolah sering kali digoda,
diintimidasi, dan dikeluarkan dari aktivitas lain (Lewis, 2000).
15
2.1.6 Penanganan
Penanganan obesitas tergantung tingkatan obesitas menurut BMI, kondisi
medis umum dan kesiapan untuk program secara khusus. Penanganan ini
termasuk diantaranya kombinasi diet, latihan atau olahraga, modifikasi perilaku
dan kadang juga dibutuhkan obat penurun berat badan (weight-loss drugs).
Dalam keadaan sangat parah kadang dibutuhkan tindakan bedah. Adanya
motivasi untuk menurunkan berat badan hingga ideal cukup membantu
keberhasilan terapi. Menurut Guidance and Protocol Advisory Committee,
yaitu beberapa manajemen yang bisa dilakukan untuk menangani obesitas.
a. Diet
Empat kategori dalam program diet diantaranya : rendah lemak (low-fat),
rendah karbohidrat (low-carbohydrate),rendah kalori (low-calorie) dan
very low-calorie.
b. Latihan atau olahraga
Kerja otot sangat bergantung dari lemak dan glikogen dalam tubuh.
Dengan latihan yang benar dan rutin, lemak akan digunakan sebagai
energi.
c. Medikamentosa
Orlistat (Xenical) dan Sibutramine (Meridia) adalah obat yang digunakan
sebagai terapi untuk obesitas. Obat-obat ini bersifat ananoreksia yang
sifatnya menekan nafsu makan dan bekerja pada satu atau lebih
neurotransmitter yang berperan mengatur hal ini.
16
d. Pembedahan
Pembedahan bariatrik adalah intervensi lain yang digunakan dalam terapi
obesitas. Pembedahan ini digunakan hanya pada kasus pasien dengan
obesitas berat/severe (BMI > 40) yang gagal dalam terapi diet, latihan
ataupun obat-obatan. Yang dilakukan adalah dengan mengurangi volume
dari gaster, meningkatkan kepuasan dalam nafsu makan, dapat juga
dilakukan pemendekan usus (gastric bypass) sehingga terjadi penurunan
absorpsi dari makanan. Pembedahan untuk kasus seperti ini berhubungan
dengan efektifitas dari penurunan berat badan jangka panjang dan
penurunan resiko kematian. Yang terlihat jelas adalah resiko penyakit
kardiovaskular, diabetes mellitus dan kanker menurun seara signifikan
(Guidelines & Protocols Advisory Committee, 2011).
2.1.7 Obesitas pada mencit
Sebagian besar tikus cenderung menjadi gemuk pada pemberian diet tinggi lemak,
dapat dilihat dalam berbagai konteks seperti berat badan, toleransi glukosa,
resistensi insulin, trigliserida dan parameter lainnya tergantung pada strain atau
jenisnya. Beberapa galur inbred lebih rentan terhadap obesitas ketika diberi
makanan diet tinggi lemak seperti mencit C57Bl6 atau AKR (Rossmeisl et al.,
2003). Walaupun demikian, strains yang menunjukkan kenaikan berat badan yang
sama dapat menunjukkan respon yang berbeda untuk parameter lainnya.
Misalnya, ketika diberi makan diet lemak 58 kkal%, mencit C57Bl6 dan mencit
17
AKR akan memiliki tingkatan kenaikan berat badan yang sama, tetapi mencit
C57Bl6 lebih glukosa toleran dibandingkan dengan mencit AKR (Rossmeisl et
al., 2003). Strain lainnya hanya lebih tahan terhadap obesitas, seperti mencit
SWR/J dan A/J (Surwit et al., 1998). Bahkan dalam strain yang sama, respon
fenotipnya dapat menunjukkan perbedaan untuk diet tinggi lemak telah diamati
antara hewan dibesarkan di fasilitas yang berbeda (Prpic et al., 2002).
Gambar 1. Grafik Berat Badan dan Usia Mencit Obesitas
(Farley et al., 2003)
18
2.2
Pankreas
Pankreas merupakan organ tubuh istimewa yang berfungsi ganda sebagai kelenjar
eksokrin dan endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin pankreas berperan penting
dalam sistem pencernaan dengan mensekresikan enzim-enzim pankreas seperti
amilase, lipase dan tripsin. Sebagai kelenjar endokrin, pankreas dikenal dengan
produksi hormon-hormon insulin dan glukagon yang berperan dalam metabolisme
glukosa (Guyton, 2007).
Gambar 2. Pankreas Manusia (Gibson H, 2014)
19
Gambar 3. Pankreas Mencit (Fukuda A, 2013)
2.2.1 Anatomi
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal
sekitar 12,5 cm dan tebal ± 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dari
atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua
saluran ke duodenum, terletak pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil
caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak dan
berlobulus (Snell, 2000).
2.2.2 Fisiologi
a. Eksokrin Pankreas
Getah pankreas mengandung enzim -enzim untuk pencernaan ketiga jenis
makanan utama : protein, karbohidrat , dan lemak. Dan juga mengandung
ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang memegang peranan penting
dalam menetralkan kimus asam yang keluarkan oleh lambung ke dalam
duodenum (Guyton, 2007).
20
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kimotripsin, karboksi peptidase,
ribonuklease, deoksiribonuklease. Enzim pencernaan untuk karbohidrat
adalah amilase pankreas yang menghidrolisis pati, glikogen dan sebagian
besar karbvohidrat lain kecuali selulosa untuk membentuk karbohidrat,
sedangkan enzim-enzin untuk pencernaan lemak adalah : lipase pankreas
yang menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol, asam lemak dan
kolesterol esterase yang menyebabkan hidrolisis ester-ester kolesterol
(Guyton, 2007).
Enzim-enzim getah pankreas seluruhnya disekresi oleh asinus kelenjar
pankreas. Namun dua unsur getah pankreas lainnya, air dan ion
bikarbonat, terutama disekresi oleh sel-sel epitel duktulus-duktulus kecil
yang terletak didepan asinus khusus yang berasal dari duktulus. Bila
pankreas dirangsang untuk mengsekresi getah pankreas dalam jumlah
besar yaitu air dan ion bikarbonat, konsentrasi ion bikarbonat dapat
meningkat sampai 145mEq/liter (Guyton, 2007).
Setiap hari pankreas menghasilkan 1200-1500 ml pancreatic juice, cairan
jernih yang tidak berwarna. Pancreatic juice paling banyak mengandung
air, beberapa garam, sodium bikarbonat, dan enzim-enzim. Sodium
bikarbonat memberi sedikit pH alkalin (7,1-8,2) pada pancreatic juice
sehingga
menghentikan gerak pepsin dari lambung dan menciptakan
lingkungan yang sesuai bagi enzim-enzim dalam usus halus (Guyton,
2007).
21
b. Endokrin Pankreas
Tersebar di antara alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok kecil sel
epitelium yang jelas terpisah dan nyata. Kelompok ini adalah pulau-pulau
kecil/kepulauan Langerhans yang bersama-sama membentuk organ
endokrin.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin adalah :
 Insulin
Insulin merupakan komponen protein yang struktur molekulnya terdiri
dari 2 rantai polipeptida, yaitu rantai A (acidic) yang mengandung 21
asam amino dengan glysine sebagai N-terminal dan sebuah rantai B
(bacidic). Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam
lemak, dan asam amino dalam darah serta mendorong penyimpanan
nutrisi tersebut. Insulin mempunyai sel target yang luas meliputi banyak
sel dan jaringan seperti otot skelet, otot jantung, lemak, fibroblast, sel
hati, leukosit, kelenjar mamari, tulang, tulang rawan, kulit, aorta,
kelenjar hipofise, dan syaraf perifer. Tetapi sel target yang paling utama
adalah hati, sel lemak, dan otot (Sherwood, 2011).
 Glukagon
Molekul glukagon adalah polipeptida rantai lurus yang mengandung
29n residu asam amino dan memiliki molekul 3485. Glukagon
merupakan hasil dari sel-sel alfa, yang mempunyai prinsip aktivitas
fisiologis meningkatkan kadar glukosa darah (Guyton, 2007).
22
 Somatostatin
Somatostatin
dijumpai
di
sel
D
pulau
langerhans
pankreas.
Somatostatin menghambat sekresi insulin, glukagon, dan polipeptida
pankreas dan mungkin bekerja lokal di dalam pulau-pulau pankreas.
(Sherwood, 2011).
 Polipeptida Pankreas
Polipeptida pancreas manusia merupakan suatu polipeptida linear yang
dibentuk oleh sel F pulau langerhans. Hormon ini berkaitan erat dengan
polipeptida YY (PYY), yang ditemukan di usus dan mungkin hormon
saluran cerna; dan neuropeptida Y, yang ditemukan di otak dan sistem
saraf otonom (Sherwood, 2011).
2.2.3 Histologi
Pankreas berperan sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi
tersebut dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.
 Bagian eksokrin
Pankreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobus dan
merupakan tubuloasinosa kompleks. Asinus berbentuk tubular, dikelilingi
lamina basal dan terdiri 5-8 sel berbentuk pyramid yang tersusun
mengelilingi luen sempit. Diantara asini, terdapat jaringan ikat halus
23
mengandung pembuluh darah,pembuluh limfe, saraf dan saluran keluar
(Eroschenko, 2010).
Gambar 4. Sel Asinar pada pankreas (Eroschenko, 2010 )
 Bagian Endokrin
Bagian endokrin pankreas, yaitu pulau Langerhans, tersebar di seluruh
pankreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel
pucat dengan banyak pembuluh darah yang berukuran 76×175 mm dan
berdiameter 20 sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun
lebih banyak ditemukan di ekor daripada kepala dan badan pankreas.
Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular tipis dari jaringan eksokrin
disekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di dalam pulau. Sel-sel ini
membentuk sekitar 1% dari total jaringan pankreas (Gibson, 2003).
24
Pada manusia, pulau Langerhans terdapat sekitar 1-2 juta pulau. Masingmasing memiliki pasokan darah yang besar. Darah dari pulau Langerhans
mengalir ke vena hepatika. Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi
beberapa jenis bergantung pada sifat pewarnaan dan morfologinya
(Gibson, 2003).
2.3 Absorpsi, Transport dan Distribusi Lipid
Digesti lipid adalah proses hidrolisis lipid sebelum dapat diserap usus, TG yang
banyak dari sumber bahan makanan harus dipecah jadi asam lemak dan gliserol
dengan bantuan enzim lipase pankreas. Proses emulsifikasi lipid terjadi dalam
usus halus dan dilakukan oleh garam empedu. Absorbsi lipid dapat terjadi dengan
cara difusi pasif yang terjadi dalam usus halus (duodenum dan jejenum) dalam
bentuk monogliserida, FFA dan membentuk misel. Selain proses difusi pasif,
absorbsi lipid dapat terjadi secara aktif untuk TG, kolesterol dan fosfolipida yang
dibentuk dalam usus, kemudian mengikuti aliran darah untuk selanjutnya
bergabung dengan protein (apoprotein) sehingga terbentuk lipoprotein dapat
beredar dalam sirkulasi darah (Guyton & Hall, 2007)
25
Gambar 5. Absorpsi Lipid (Lehninger Principle of Biochemistry, 2008)
Lipoprotein merupakan molekul yang mengandung kolesterol dalam bentuk
bebas maupun ester, trigliserida, fosfolipid, yang berikatan dengan protein yang
disebut apoprotein. Dalam molekul lipoprotein inilah lipid dapat larut dalam
sirkulasi darah, sehingga bisa diangkut dari tempat sintesis menuju tempat
penggunaannya serta dapat didistribusikan ke jaringan tubuh. Lipoprotein dibagi
menjadi beberapa jenis, berdasarkan berat jenisnya, yaitu, kilomikron, Very
Low Density Lipoprotein (VLDL), Intermediate Density Lipoprotein (IDL), Low
Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL) (Murray, 2008).
Lipoprotein yang berperan penting dalam pendistribusian kolesterol ialah HDL
dan LDL. Fungsi HDL yaitu mengangkut kolesterol kembali ke hati untuk proses
metabolisme. Fungsi LDL ialah sebagai pembawa kolesterol ke sel-sel yang
26
mengandung reseptor LDL guna dimanfaatkan sel tersebut. Lipoprotein
mengalami metabolisme melalui 3 jalur, yakni jalur metabolisme eksogen,
endogen, dan reverse cholesterol transport (Murray, 2008).
Gambar 6. Mekanisme Transport Lipid (Bryant, 2003)
27
2.4 Pankreas pada obesitas
Obesitas berkaitan dengan berbagai penyakit, seperti kanker, sindrom metabolik,
dan penyakit kardiovaskular. Pada manusia, obesitas dan resistensi insulin terkait
dapat menyebabkan infiltrasi lemak dari otot lurik, jantung, hati, dan pankreas.
Penyimpanan yang berlebihan lemak di jaringan pankreas telah disebut
lipomatosis pankreas. Lipomatosis istilah tua dan kini digantikan oleh steatosis.
Literatur tentang steatosis pankreas sangat jarang, dan mekanisme patofisiologis
dan relevansi klinis sebagian besar tidak diketahui. Tingkat steatosis pankreas
berkorelasi dengan usia dan BMI. Selain itu, penelitian Stamm menunjukkan
hubungan yang signifikan antara aterosklerosis kronis, diabetes pada dewasa, dan
fibrosis pankreas dengan steatosis pankreas (Van Geenen et al., 2010).
Gambar 7. Deposisi Lemak Ektopik (Despres et al., 2008)
28
Infiltrasi lemak hati dengan tidak adanya asupan alkohol berlebih dan kondisi
kronis lainnya dari hati disebut penyakit hati berlemak nonalkohol (NAFLD).
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa NAFLD dikaitkan dengan resistensi
insulin, diabetes tipe 2, sindrom metabolik, aterosklerosis, dan risiko yang lebih
besar dari kejadian kardiovaskular yang merugikan. Serupa dengan kondisi di
hati, deposisi lipid yang berlebihan di pankreas disebut steatosis pankreas atau
penyakit pankreas berlemak nonalkohol (NAFPD). Paparan jangka panjang untuk
diet tinggi lemak pada tikus menginduksi akumulasi lemak baik interlobular dan
intralobular, infiltrasi sel inflamasi, dan fibrosis di pankreas, sehingga kerusakan
arsitektur normal pankreas dan pulau langerhans (Mathur et al., 2007).
Pada penelitian sebelumnya didapatkan hasil pengamatan mikroskopis pada organ
pankreas dari monyet yang diberi pakan tinggi energi yaitu ditemukan adanya
degenerasi hidropis dan degenerasi lemak pada seluruh kelompok perlakuan.
Degenerasi hidropis pada pulau Langerhans juga dapat ditemukan pada penderita
diabetes. Degenerasi hidropis pada penderita diabetes biasanya disebabkan oleh
infiltrasi glikogen. Namun pada penelitian ini degenerasi hidropis yang terjadi
tidak disebabkan oleh adanya infiltrasi glikogen pada pulau Langerhans. Hal ini
dapat diketahui dari hasil evaluasi glukosa darah pada setiap kelompok perlakuan
yang masih dalam kisaran normal yang menunjukkan hewan tidak menderita
diabetes (Sovinar, 2013).
Pada studi Mathur, dikatakan bahwa tikus obesitas dalam penelitiannya memiliki
pankreas yang lebih berat dan lemak pankreas yang berlebih, terutama trigliserida
29
dan asam lemak bebas, serta peningkatan sitokin. Mereka menyimpulkan bahwa
obesitas menyebabkan infiltrasi lemak dari pankreas, yang dapat disebut penyakit
perlemakan pankreas non alkohol. Penelitian ini mungkin dapat memiliki
implikasi mengenai keparahan pankreatitis pada pasien obesitas serta hubungan
obesitas dengan kanker pankreas. Dengan demikian, akumulasi lemak beracun
dan sitokin proinflamasi di pankreas, steato pankreatitis, mungkin menjadi kunci
untuk pathogenesis dari pankreatitis dan kanker pankreas (Mathur et al., 2007).
2.5
Tempe
Tempe merupakan makanan olahan kedelai dengan fermentasi kapang Rhizopus.
Kapang yang sering digunakan dalam pembuatan tempe, adalah Rhizopus
microsporus dan R. oryzae. Kedua kapang tersebut mempunyai aktivitas enzim βglukosidase berbeda. Aktivitas enzim β-glukosidase R. microsporus var. chinensis
lebih kuat daripada R. oryzae (Purwoko et al., 2001).
Pembuatan tempe dilakukan menurut metode Siregar & Pawiroharsono (1997).
Kedelai (500 g) direndam dalam air mendidih dan dibiarkan selama 12 jam pada
suhu kamar (± 30° C). Kedelai dikuliti, dan dikukus selama 1 jam. Kotiledon
kedelai (50 g) diletakkan dalam cawan petri dan disterilisasi dalam autoklaf
(121°C, 2 atm, 15 menit). Setelah dingin, kotiledon tersebut diinokulasi dengan
0,15 g (0,3%) inokulum tempe (± 4x104 cfu/g) dan diinkubasikan pada suhu 30°C
selama 24-72 jam sampai menjadi tempe (Purwoko et al., 2001).
30
Menurut Avidra (2008) tempe seberat hanya kira-kira 100 g mampu mencukupi
kebutuhan harian protein dan asam amino sebesar 37%. Jenis protein dan asam
amino yang terkandung dalam tempe sangat lengkap. Kandungan asam amino
terbanyak secara berurutan adalah glutamic acid, aspartic acid, leucine, arginine,
proline, serine, alanine, valine, lysine, phenylalanine, isoleucine, threonine,
gycine dan tyrosine. Pada proses fermentasi tempe terjadi peningkatan level
ketidakjenuhan lemak sehingga kandungan asam lemak tak jenuh (PUFA) dalam
tempe cukup baik. Bahkan 100 g tempe mengandung 220 mg asam lemak Omega
3 dan 3590 mg asam lemak Omega 6.
Tabel 2. Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 g bahan segar dan
100 g bahan kering.
Zat Gizi
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat (g)
Mineral :
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin :
Tiamin (mg)
Riboflavin (mg)
Piridoksin (mg)
Sianokobalamin (mg)
Biotin (mg)
Asam pentotenat (mg)
Niasin (mg)
Asam amino esensial (g)
Asam amino non-esensial
Berat Basah
Kedelai
Tempe
Berat Kering
Kedelai
Tempe
40.30
20.70
46.20
46.50
16.70
24.90
3.20
8.80
13.50
3.20
19.10
28.20
3.70
19.70
30.20
7.20
222
682
10
155
324
4
254
781
11
347
724
9
0.42
0.13
157.00
0.13
30.60
375
0.58
15.50
22.10
0.12
0.29
45.00
1.70
23.70
232.00
1.13
8.40
11.30
0.48
0.15
180.00
0.20
35.00
430.00
0.67
17.70
26.50
0.28
0.65
100.00
3.90
53.00
520.00
2.52
18.90
25.40
(Sumber : Utari, 2010)
31
Menurut Sugano (2005) kedelai mengandung tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein,
glisitein, dan genistein. Pada tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam
bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga
merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi
pembentukan radikal bebas. Kedelai mengandung dua asam amino yang bersifat
menjaga keseimbangan hormon insulin, yakni asam amino glisin dan asam amino
arginin.
Tabel 3. Kandungan Protein dan Asam Amino per 100 gram Tempe Kukus
Parameter
Hasil
%w/w Berat Basah
Protein
Asam Amino :
Arginine
Glutamic acid
Aspartic acid
Serine
Histidine
Glycine
Threonine
Alanine
Tyrosine
Methionine
Valine
Phenylalanine
I – leucine
Leucine
Lysine
Tryptophane
16,85
6,58
1,74
1,13
0,5
0,31
0,42
0,44
0,47
0,4
0,15
0,58
0,53
0,51
0,76
0,95
0,13
(Sumber : Utari et al., 2011)
Suatu studi pada binatang yang memberikan intervensi protein kedelai
menemukan intervensi protein kedelai pada jangka pendek akan menurunkan
serum insulin dan intervensi pada jangka panjang meningkatkan serum glukagon.
32
Kemampuan protein kedelai mengatur rasio insulin/glukagon dijelaskan oleh
komposisi asam amino sedangkan konsentrasi serum glukagon tergantung pada
jumlah dan komposisi protein yang dikonsumsi. Tingginya rasio arginin/lisin
dihubungkan dengan tingginya konsentrasi serum glukagon atau penurunan
sekresi insulin sehingga menghambat lipogenesis. Turunnya plasma insulin oleh
protein kedelai disebabkan karena turunnya pelepasan dari pankreas atau
peningkatan perpindahan hepatik (Utari et al., 2011).
Berbagai uji klinik pada manusia menyebutkan bahwa konsumsi 25 gram hingga
50 gram protein kedelai per hari adalah aman dan efektif menurunkan LDL sekitar
4% hingga 8% dan dapat memperbaiki profil lipid khususnya pada individu yang
mengalami hiperkolesterolemia. Jumlah tersebut kira-kira setara dengan minimal
150 gram tempe setiap hari atau 3 potong tempe ukuran sedang. Pemasakan yang
tepat adalah dengan pengukusan atau perebusan dalam waktu singkat tidak lebih
dari 10 menit, sehingga zat gizi masih dalam jumlah maksimal. Peran asam amino
untuk memperbaiki profil lipid dan antioksidan tersebut dapat menurunkan risiko
terkena penyakit jantung koroner (Utari et al., 2011).
Penelitian Runiana 2009 dilaporkan bahwa pemberian diet tempe terbukti dapat
menurunkan kadar gula darah pada tikus model DM. Dan secara histopatologi
pemberian diet tempe dapat memperbaiki gambaran distribusi sel endokrin
pankreas pulau Langerhans pada tikus model DM (Runiana, 2009).
33
2.6
Kerangka Penelitian
2.6.1 Kerangka Teori
Obesitas sentral adalah salah satu fenotip standar klinis dari penumpukan
lemak ektopik. Dalam subyek manusia yang tersuspeksi, dapat terjadi
gangguan keseimbangan energi dan kapasitas penyimpanan lipid di lemak
subkutan untuk menyimpan hasil kelebihan energi lebih adiposa viseral
dan akhirnya terjadi peningkatan akumulasi lemak di situs yang tidak
diinginkan (penumpukan lemak ektopik), seperti hati, otot rangka, jantung,
dan sel β pankreas (Britton & Fox 2011).
Deposisi lipid yang berlebihan di pankreas disebut steatosis pankreas atau
penyakit pankreas berlemak nonalkohol (NAFPD) (Mathur et al., 2007).
Pada pemeriksaan mikroskopis histopatologi pankreas dapat juga
ditemukan adanya degenerasi hidropis dan degenerasi lemak (Sovinar,
2013).
Berbagai uji klinik pada manusia menyebutkan bahwa konsumsi 25 gram
hingga 50 gram protein kedelai per hari efektif menurunkan LDL sekitar
4% hingga 8% dan dapat memperbaiki profil lipid khususnya pada
individu yang mengalami hiperkolesterolemia (Utari et al., 2011)
34
Genetik/
keturunan
Hormon
Status sosial
ekonomi
Keterpaparan
Media
Fast Food
Pola makan
Pengobatan
Aktivitas fisik
Obesitas
gangguan keseimbangan energi dan kapasitas penyimpanan lipid
akumulasi lemak di tempat yang tidak diinginkan↑
penumpukan lemak ektopik
hati
Tempe
otot rangka
sel β pankreas
Akumulasi
protein di
Pankreas
jantung
Infiltrasi sel
inflamasi &
Fibrosis
Asam Amino
Ariginin
Insulin ↓
Glukagon ↑
Lipogenesis
Akumulasi
lemak pada sel
pankreas ↓
Ket :
: Objek yang diteliti
: Mengakibatkan
: Menghambat
Gambar 8. Kerangka Teori
Akumulasi
Lemak di
Intralobular
&Interlobular
35
2.6.2 Kerangka Konsep
Variable independen dalam penelitian ini adalah pemberian tempe.
Variabel independen ini akan mempengaruhi variable dependen yaitu
gambaran histopatologi jaringan pankreas mencit obes.
Variable Independen
Variabel Dependen
Mencit Normal, Tempe (-) (K1)
Pemberian
Tempe
Mencit Obesitas, Tempe (-) (K2)
Mencit Obesitas, Tempe dosis 2 mg (P1)
Gambaran
Histopatologi
pankreas
mencit
obesitas
Mencit Obesitas, Tempe dosis 4 mg (P2)
Gambar 9. Kerangka Konsep
2.7 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
“Terdapat pengaruh pemberian tempe terhadap perubahan gambaran
histopatologi pankreas mencit jantan obesitas”
III. METODE PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan post-test control design group. Penelitian ini menggunakan
mencit jantan yang dibagi menjadi 4 kelompok. Terdiri atas 1 kelompok kontrol
negatif (K1), 1 kelompok kontrol positif (K2), 1 kelompok obesitas yang
diberikan tempe 2gram/hari selama 28 hari (P1), dan 1 kelompok obesitas yang
diberikan tempe 4gram/hari selama 28 hari (P2).
3.2
Tempat dan Waktu
3.2.1 Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi - Biokimia Molekuler Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung dan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
3.2.2 Waktu
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai bulan Oktober 2015.
37
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah mencit jantan (Mus musculus L) berusia 6 – 8
minggu dengan berat badan rata-rata 20 - 30 gram untuk mencit kontrol negatif
dan berat badan rata-rata 40-60 gram untuk mencit obesitas. Mencit diperoleh dari
Institut Pertanian Bogor (IPB) yang diinduksi pakan tinggi lemak tinggi protein
selama 28 hari. Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang mempunyai
kriteria inklusi dan ekslusi.
a. Kriteria inklusi mencit normal:
1) Mencit jantan galur DDY
2) Berumur 6-8 minggu
3) Berat badan rata-rata 20-30 gram
4) Diperoleh dari tempat pembiakan yang sama
5) Dipelihara pada tempat dan waktu yang sama
b. Kriteria inklusi mencit obesitas
1)
Mencit jantan obesitas galur DDY
2)
Berumur 6-8 minggu
3)
Berat badan rata-rata 40-60 gram
4)
Diperoleh dari tempat pembiakan yang sama
5)
Diperoleh pada tempat dan waktu yang sama
38
c. Kriteria eksklusi
1) Terjadi penurunan berat badan selama proses pemeliharaan lebih
dari 10%
2) Tampak sakit selama proses pemeliharaan (gerak terbatas, bulu
terlihat kusam, terdapat luka gigitan, kotoran cair)
3) Mencit mati
3.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan yang ditentukan
dengan rumus Federer. Menurut Federer (1963), rumus penentuan sampel untuk
uji eksperimental rancangan acak lengkap (RAL) adalah:
t (n-1)≥15
Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah
pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini akan menggunakan
4 kelompok sehingga perhitungan sampel menjadi
4 (n-1) ≥15
4n – 4 ≥15
4n ≥19
n ≥4,75
39
Jadi jumlah sampel yang akan digunakan pada tiap kelompok adalah lima ekor
mencit jantan dan mencit dikalikan dengan empat perlakuan sehingga jumlah
sampel adalah 20 ekor mencit. Dua puluh ekor mencit dibagi menjadi empat
kelompok secara acak. Pembagian empat kelompok mencit, yaitu :
Kelompok K1 : 5 mencit (kontrol)
Kelompok K2 : 5 mencit (obesitas)
Kelompok P1 : 5 mencit (perlakuan)
Kelompok P2 5 mencit (perlakuan)
Dan untuk menghindari drop out atau mencit mati maka setiap kelompok
diberi tambahan dengan rumusan sebagai berikut :
N =
N =
N =
N=
N = 5,55
N = 6 (hasil pembulatan ke atas)
Keterangan :
N = besar sampel koreksi.
n = besar sampel awal.
f = perkiraan proporsi drop out sebesar 10%
40
Jadi, jumlah sampel yang diperlukan untuk setiap kelompok adalah 6 ekor dan
jumlah kelompok yang digunakan adalah 4 kelompok sehingga pada penelitian ini
menggunakan 24 ekor tikus dari populasi yang ada.
3.4
Alat dan Bahan
3.4.1 Alat
a. Kandang mencit dengan penutup kawat
b. Tempat makan dan minum mencit
c. Timbangan analitik untuk mengukur berat badan mencit
d. Alat bedah minor untuk pengambilan jaringan
e. Wadah untuk jaringan pancreas
f. Object glass
g. Cover glass
h. Spidol
i. Label
j. Tissue cassette
k. Automatic tissue processor
l. Tissue embedding console
m. Incubator
n. Mikrotom
o. Mikroskop cahaya
p. Kamera
41
3.4.2 Bahan
a. Tempe
b. Pakan standar (pelet dan gabah)
c. Pakan tinggi protein dan lemak
d. Aquades
e. Buffered Neutral Formaline (BNF) 10%
f. Alkohol, Alkohol absolut, Alkohol 95%, Alkohol 80% dan Alkohol
70%
g. Parafin
h. Kertas tisu
i. Ketamine-xylazine
j. Xylol
k. Mayer’s Hematoxylin
l. Lithium karbonat
m. Eosin
n. Larutan albumin
o. Air hangat
p. Larutan periodic acid 1%
q. Schiff reagent
r. Sodium bisulfit 10%
s. 1 N HCL
42
3.5
Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.5.1 Identifikasi Variabel
a.
Variabel
perlakuan
adalah
pemberian
tempe
dengan
dosis
2gram/kgBB/hari dan 4gram/kgBB/hari.
b.
Variabel respon pada penelitian ini adalah perbedaan gambaran
histopatologi organ pankreas pada mencit obesitas.
3.5.2 Definisi Operasional Variabel
Untuk memudahkan penjelasan dan memperlihatkan variabel-variabel
yang terlibat dalam penelitian ini, maka diberikan definisi konsep dan
operasional sesuai dengan tujuan penelitian ini.
43
Tabel 4. Definisi Operasional Variabel
No
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Hasil Ukur
1
Tempe
Tempe
dikukus
selama15-30menit
dan
diberikan
sebanyak
jumlah
yang aman dan
efektif menurunkan
kolesterol.
Pada manusia
yang
efektif
150gr/hari,
dikonversi-kan
pada
mencit
dengan faktor
konversi 0.026
Jumlah tempe
yang diberikan
kepada
kelompok :
Jenis
Variabel
Kategorik
(Numerik)
Kelompok :
K1 : tidak
diberikan
K2 : tidak
diberikan
P1 : 2 gr/hari
P2 : 4 gr/hari
2
Gambaran
Gambaran
Jumlah
Histopatologi histopatologi organ akumulasi sel
Pankreas
pankreas
dengan adiposa
mencit
pankreas
pewarnaan
HE
mikroskopis
perbesaran
400x (interlobular
yang penilaiannya dan
intra
difokuskan
pada lobular) yang
distribusi
lemak dinilai
dikategorikan
intralobular,
5
interlobular,
dan menjadi
derajat (Van
jumlah lemak total
Geenen et al.,
pankreas.
2010)
Derajat :
0 = 0% - 7%;
1 = 8% - 14%;
2 = 15% -25%;
3 = 26% -50%;
4 = >51%;
5 = > 75%.
Kategorik
(Ordinal)
44
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Alur Penelitian
Penelitian ini merupakan uji eksperimental laboratorium dalam bidang
ilmu Biologi-Biokimia Molekuler dan ilmu Patologi Anatomi. Penelitian
dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian tempe pada mencit
jantan obesitas. Mencit dibagi atas 4 kelompok besar yang terdiri dari 5
mencit jantan tiap kelompoknya, serta 1 cadangan untuk setiap
kelompok. Sehingga total keseluruhan melibatkan 24 ekor mencit jantan.
Pada penelitian ini terdiri atas kelompok kontrol 1 (K1) yaitu mencit
normal, kontrol 2 (K2) yaitu mencit obesitas, dan kelompok perlakuan 1
(P1) dosis 2 gram dan kelompok perlakuan 2 (P2) yang merupakan
mencit jantan obesitas yang diberikan tempe dosis 4 gram.
Mencit diadaptasi di laboratorium selama 7 hari. Setiap kelompok
dipelihara pada lokasi dan waktu yang sama serta kondisi yang sesuai.
Untuk kelompok kontrol diberi pakan standar BR-2 dan minum.
Kemudian kelompok kontrol 2 diberi pakan standar BR-2 dengan
kombinasi makanan tinggi lemak dan protein serta minum. Sedangkan
untuk kelompok perlakuan dikombinasikan dengan tempe. Untuk
kelompok perlakuan 1 (KP1) diberikan tempe sebanyak 2 gram/hari, dan
kelompok perlakuan 2 (KP2) diberikan tempe sebanyak 4 gram/hari.
Dihari ke-29 mencit dipuasakan terlebih dahulu selama 10 jam kemudian
45
dinarkosis menggunakan ketamine + xylazine dengan dosis 75-100
mg/kgbb dan 5-10 mg/kgbb secara intraperitoneal. Kemudian mencit dieuthanasia dengan menggunakan metode cervical dislocation dengan
cara ibu jari dan jari telunjuk ditempatkan dikedua sisi leher ditekan ke
dasar tengkorak dan tangan lainnya pada pangkal ekor atau kaki belakang
dengan cepat ditarik sehingga menyebabkan pemisahan antara tulang
leher dan tengkorak (AVMA, 2013).
Setelah mencit dipastikan mati, dilakukan pembedahan untuk mengambil
jaringan pankreas mencit untuk pemeriksaan histopatologi. Hasil
penelitian berupa data dan ditabulasi untuk mengetahui pengaruh
pemberian tempe pada gambaran histopatologi pankreas mencit obesitas.
3.6.2 Prosedur Pemberian Tempe
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Priastiti (2013) tempe diberikan
sebanyak
150
gram
perhari
sehingga
menimbulkan
efek
hipokolesterolemik. Dikonversikan ke mencit menjadi 1,5 gram.
Sehingga digunakan dosis sebesar 2 gram/hari dan 4 gram/hari selama 28
hari pemberian. Kelompok yang diberikan tempe adalah kelompok
perlakuan 1 dan 2.
46
3.6.3 Prosedur Pengambilan Organ Pankreas
Pada hari ke-29, mencit dianastesi general dengan ketamin dan xylazine
dengan dosis 35 mg/kg BB. Nekropsi dilakukan dengan menyayat kulit
dan otot abdominal hingga rongga perut terbuka. Darah dikeluarkan
hingga detak jantung terhenti dan selanjutnya dilakukan pengambilan
organ pankreas. Organ pankreas difiksasi dengan buffer neutral formalin
(BNF) 10% dilanjutkan dengan pembuatan preparat histopatologi.
3.6.4 Prosedur Pembuatan Preparat
Pembuatan preparat histopatologi pada organ pankreas dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut :
a. Fiksasi
Jaringan yang akan dibuat sediaan histopatologinya difiksasi dalam
larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) 10% minimal 48 jam hingga
mengeras (matang). Sampel organ yang terfiksasi dengan sempurna
ditrimming setebal ± 0,5 cm. potongan kemudian dimasukkan dalam
tissue cassette untuk dimasukkan dalam automatic tissue processor.
b. Dehidrasi
Proses dehidrasi dimasukkan untuk menarik air dari jaringan dan
mencegah terjadinya pengerutan sampel yag diuji. Dehidrasi
dilakukan dengan cara merendam sampel dalam larutan alkohol
dengan konsentrasi bertingkat (75%, 95% dan alkohol absolut). Proses
47
perendaman pada masing-masing konsentrasi alkohol dilakukan
selama 2 jam. Proses dehidrasi dilakukan dengan menggunakan mesin
otomatis yaitu automatic tissue processor.
c. Clearing
Proses clearing atau penjernihan dilakukan 2 tahap dengan
menggunakan xylol I dan xylol II. Xylol berfungsi untuk melarutkan
alkohol dan parafit.
d. Infiltrasi
Infiltrasi atau impregnasi adalah proses pengisian ke dalam pori-pori
jaringan. Pengisian pori-pori jaringan ini dimaksudkan untuk
mengeraskan jaringan agar mudah dipotong dengan pisau mikrotom.
Parafin yang digunakan adalah parafin histoplast.
e. Embedding dan Blocking
Embedding atau blocking adalah proses penanaman jaringan dalam
blok parafin. Parafin yang digunakan adalah parafin histoplast. Proses
embedding dilakukan dengan menggunakan alat tissue embedding
console.
f. Sectioning
Sectioning adalah proses pemotongan jaringan dengan menggunakan
mikrotom dengan ketebalan 4-5µm. pemotongan dilakukan dengan
alat rotary microtome spencer. Sediaan kemudian di letakkan pada
gelas objek dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 37ºC selama
24 jam.
48
3.6.5 Pewarnaan Hematoxyllin – Eosin
Sebelum melakukan pewarnaan, preparat histopatologi dideparafinisasi
dengan larutan xylol (I dan II) selama dua menit. Kemudian dilakukan
proses rehidrasi dengan cara mencelupkan sediaan ke dalama alcohol
bertingkat (alkohol absolut, alcohol 95% dan alcohol 80%). Perendaman
dalam alcohol 95% dan 80% dilakukan selama 1 menit. Kemudian
sediaan dicuci dengan air yang mengalir (air kran) selama 1 menit.
Sediaan diwarnai dengan pewarna Mayer’s Hematoxyllin dengan tahapan
sebagai berikut :
a. Preparat direndam dalam larutan Mayer’s Hematoxyllin selama 8
menit;
b. Dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 30 detik;
c. Dicelupkan ke dalam larutan lithium karbonat selama 15-30 detik;
d. Dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 2 menit;
e. Preparat direndam dalam larutan Eosin selama 2 – 3 menit;
f. Cuci dengan air mengalir (air kran) selama 30-60 detik;
g. Preparat dicelupkan ke dalam larutan alcohol 95% dan alcohol
absolute sebanyak 10 kali celupan, absolute II selama 2 menit, xylol I
selama satu menit dan xylol II selama dua menit;
h. Mounting, setelah tahapan pewarnaan, sediaan ditetesi perekat
permount dan ditutup dengan cover glass.
49
3.6.6 Prosedur Pengamatan Pankreas
Pengamatan
preparat
dilakukan
dengan
bantuan
mikroskop
yang
dihubungkan dengan komputer yang dilengkapi dengan piranti lunak
khusus. Pengamatan dimulai dengan perbesaran lensa obyektif 100x untuk
mengamati seluruh lapangan pandang dan untuk menentukan daerah yang
akan diamati, yaitu daerah dominan sel asinar. Kemudian preparat histologis
pankreas diamati dengan perbesaran lensa obyektif 400 kali dan pada lima
lapangan pandang yang berbeda. Cara penilaian skoring hampir sama
dengan penilaian lemak jaringan hati pada NAFLD yaitu skoring Manja
Roenigk. Skoring Manja Roenigk adalah dengan membaca tiap preparat
jaringan dalam lima lapangan pandang yaitu pada keempat sudut dan bagian
tengah preparat dengan pembesaran 400 kali.
Steatosis dalam sediaan histologis tampak sebagai vakuola-vakuola bening
yang terdapat pada intralobular yaitu diantara sel asinar dan interlobular
yaitu diantara lobulus kelenjar pankreas. Sesuai dengan prosedur penilaian
Van Geenen, perhitungan lemak pada pankreas dinilai dari lemak
intralobular maupun interlobular, juga dapat ditambahkan apabila terdapat
inflamasi sel radang. Steatosis atau distribusi lemak interlobular dan
intralobular dari 5 lapangan pandang dijumlahkan. Kemudian dicatat dan
dihitung jumlah persentase kerusakan yang terjadi. Kemudian dihitung
rerata dengan model skoring Van Geenen. Hasil rata-rata dari kelima lapang
pandang menentukan tingkat distribusi lemak yang dibagi menjadi 5
kategori yaitu derajat 0, derajat 1, derajat 2, derajat 3 dan derajat 4.
50
Mencit diadaptasikan di laboratorium selama 7 hari
K1
K2
Mencit di beri
pakan standar
Mencit dipelihara
selama 28 hari
KP2
KP1
131
Mencit OBESITAS
K2
Mencit di beri
konsumsi tinggi
lemak dan protein
selama 28 hari.
KP1
131
Mencit di beri
konsumsi tinggi lemak
dan protein dan serta
diberikan Tempe
2gram/hari selama 28
hari.
KP2
Mencit di beri
konsumsi tinggi
lemak dan protein
dan serta diberikan
Tempe 4gram/hari
selama 28 hari.
Mencit di puasakan selama 10 jam
Mencit di anastesi
Mencit di nekropsi
Pembukaan abdomen dan pengambilan organ pankreas
Menempatkan pankreas pada wadah yang telah disediakan
Sampel pankreas difiksasi dengan formalin 10%
Sampel pankreas dikirim ke BPPV Bandar Lampung untuk pembuatan sediaan
histologi
Pengamatan dengan mikroskop
Interpretasi hasil pengamatan
Gambar 10. Alur Penelitian
51
Keterangan :
K1 = Kelompok Negatif
K2 = Kelompok Positif
P1 = Kelompok Perlakuan tempe 2gram/kgBB/hari
P2 = Kelompok Perlakuan tempe 4gram/kgBB/hari
3.7
Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini diproses dengan beberapa uji normalitas, uji
homogenitas dan uji parametric. Dengan tingkat signifikasi p<0,05, dengan
prosedur sebagai berikut :
3.7.1 Uji Normalitas Data (p>0,05)
Pengujian normalitas data menggunakan Shapiro Wilk test untuk mengetahui data
berdistribusi normal atau tidak normal karena populasi <50. Hasil uji normalitas
ini untuk menetukan analisis data berikutnya, yaitu analisis parametrik bila data
berdistribusi normal atau non parametrik apabila data tidak berdistribusi normal.
52
3.7.2 Uji Homogenitas Data (p>0,05)
Pengujian homogenitas data menggunakan Leven’s untuk mengetahui data
homogen atau tidak homogen. Hasil uji homogenitas ini untuk menentukan
analisis berikutnya, yaitu analisis parametrik bila data berdistribusi normal dan
homogen atau non parametrik apabila data tidak berdistribusi normal.
3.7.3 Uji Non-Parametrik Kruskal-Wallis
Dikarenakan data tidak berdistribusi normal dan merupakan hal yang
membuat uji parametrik tidak terpenuhi, maka digunakan uji nonparametrik
Kruskal-Wallis. Hipotesis dianggap bermakna bila p<0,05. Pada uji KruskalWallis menghasilkan ini nilai p<0,05, maka dilanjutkan dengan melakukan
analisis Post-Hoc Mann Whitney untuk melihat perbedaan pengaruh antar
kelompok.
53
3.8
Etika Penelitian
Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung, dengan menerapkan prinsip 3R menurut
Deklarasi Helsinki dalam protokol penelitian, yaitu sebagai berikut.
1. Replacement
Adalah
keperluan
memanfaatkan
hewan
percobaan
sudah
diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun
literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat
digantikan oleh makhluk hidup lainseperti sel atau biakan jaringan.
2. Reduction
Adalah pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi
tetap dapat mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini sampel
dihitung berdasarkan rumus Frederer yaitu t(n-1) ≥ 15, Dimana t
merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah
pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok.
3. Refinement
Adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi dengan
prinsip dasar membebaskan hewan coba dalam beberapa kondisi, yaitu
sebagai berikut.
a. Bebas dari rasa lapar dan haus, dalam penelitian ini hewan coba
diberikan pakan dan minum standar secara ad libitum.
b. Bebas dari ketidak-nyamanan, dalam penelitan ini hewan coba
ditempatkan din animal house degan suhu terjaga 20-25°C, kemudian
hewan coba terbagi menjadi 4-8 ekor tiap kandang. Animal house
54
berada jauh dari gangguan bising dan aktivitas manusia serta kandang
dijaga kebersihannya, sehingga dapat mengurangi stres pada hewan
coba.
c. Bebas dari nyeri dan penyakit. Dengan menjalankan program
kesehatan, pencegahan, dan pemantauan, serta pengobatan terhadap
hewan coba jika diperlukan.
Prosedur perlakuan dan pengambilan sampel selama penelitian telah dijelaskan
dengan mempertimbangkan tindakan manusiawi dan prinsip etika penelitian
hewan coba. Hal ini dilakukan untuk menghargai kehidupan hewan coba sesuai
dengan etika penelitian yang berlaku.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dan juga temuan gambaran
mikroskopis serta uji statistik dapat diambil simpulan bahwa terdapat
pengaruh yang bermakna pada pemberian tempe terhadap gambaran
histopatologi pankreas mencit (Mus Musculus L) obesitas. Tempe mempunyai
pengaruh dalam perbaikan gambaran histopatologi pankreas pada obesitas.
Semakin banyak jumlah tempe yang dikonsumsi, semakin baik gambaran
histopatologi pankreas yang rusak pada keadaan obesitas.
5.2 Saran
Saran bagi peneliti lain :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek antiobesitas tempe
menggunakan dosis tingkat yang berbeda-beda untuk menemukan dosis
yang lebih tepat
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek antiobesitas tempe
menggunakan cara konsumsi yang lain untuk menemukan cara pengolahan
yang lebih tepat dan efektif.
70
3. Perlu dilakukan penelitian lain terhadap efek-efek lain yang dimiliki oleh
macam-macam kandungan lain dari tempe.
DAFTAR PUSTAKA
Avidra. 2008. Manfaat Tempe untuk Perempuan. http://avidra.multiply.com/
journal/item/37. dalam E. Runiana. 2009. Distribusi Sel Insulin Pakreas
Pada Tikus Yang Diberi Diet Tempe Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor [Skripsi]
AVMA. 2013. Guidelines for the Euthanasia of Animals S. Leary & W.
Underwood, eds., Schaumburg.
Bhurosy T, Jeewon R. 2014. Overweight and Obesity Epidemic in Developing
Countries: A Problem with Diet, Physical Activity, or Socioeconomic Status
The Scientific World Journal. pp.1–7.
Britton KA, Fox CS.2011. Ectopic fat depots and cardiovascular disease.
Circulation Topic Review. 124 (24) : 837-841.
CDC (Centers for Disease Control and Prevention) . 2009. Overweight and
Obesity.
Centre for Obesity Research an Education. 2007. Body Mas Index : BMI
Calculator.
Damayanti R, Endang DL, Maria Mexitaha, Sri Sudaryati N. 2011. Buku Ajar
Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Badan Penerbit IDAI. Hal 230-241.
Damayanti RS, Nasar SS, Devaera Y, Tanjung C. 2000. Rekomendasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia: Asuhan Nutrisi Pediatrik (Pediatric Nutrition Care),
penyunting Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Despres JP, Lemieux I, Bergeron J, Pibarot P, Mathieu P, Larose E, et al. 2008.
Abdominal obesity and the metabolic syndrom: contribution to global
cardiometabolic risk. Arteriosclersis, thrombosis, and vascular biology,
28(6), pp.1039–1049.
Dietz WH. 1993. Childhood Obesity. Dalam Textbook of Pediatric Nutrition IInd
ed. Suskind RM, Suskind LL. (Eds). New York: Raven Press: 279-84.
Dorland WAN. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28 (Alih Bahasa :
Albertus Agung Mahode). Jakarta : EGC
Erdman JW, Badger TM, Lampe JW, Setchell KDR, Messina M. 2004. Not all
soy products are created equal: caution needed in interpretation of research
results. The Journal of nutrition, 134(5), p.1229S–1233S.
Eroschenko VP.2010. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional Edisi
11. Jakarta: EGC. Hlm:324-6, 331, 342.
Farley C, Cook JA, Spar BD, Austin TM and Kowalski TJ. 2003. Meal pattern
analysis of diet-induced obesity in susceptible and resistant rats. Obes Res.
11: 845-851.
Federer WY. 1963. Experimental Design, Theory and Application. New York:
Mac. Millan. hal. 544.
Franck N, Maris M, Nalbandian S, Talukdar S, Schenk S, Hofmann HP, Osborn
O. 2014. Knock-Down of IL-1Ra in Obese Mice Decreases Liver
Inflammation and Improves Insulin Sensitivity. PLoS ONE, 9(9).
Fraulob JC, Diamantino RO, Santos CF, Aguila MB, Lacerda CAM. 2010. A
mouse model of metabolic syndrome: Insulin resistance, Fatty liver and
Non-Alcoholic Fatty Pancreas Disease (NAFPD) in C57BL/6 Mice Fed a
High Fat Diet. Journal of Clinical Biochemistry and Nutrition, 46(3),
pp.212–223.
Ganong WF. 2003. Fisiologi Saraf & Sel Otot. Dalam H. M. Djauhari
Widjajakusumah: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC.
Hal.49
Gibson J. 2003. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta
Gilbert E, Liu D. 2012. Anti-diabetic functions of soy isoflavone genistein:
mechanisms underlying effects on pancreatic ß-cell function. Food &
Function, 4(2), 200–212.
Giroux I, Kurowska EM, Freeman DJ, Carroll KK. 1999. Biochemical and
Molecular Action of Nutrients-Addition of Arginine but Not Glycine to
Lysine Plus Methionine-Enriched Diets Modulates Serum Cholesterol and
Liver Phospholipids in Rabbits. Journal of Nutrition, 129(10), pp.1807–
1813.
Guidelines & Protocols Advisory Commitee. 2011. Overweight and Obese Adults:
Diagnosis and Management: 1–6.
Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.11 (Alih Bahasa :
dr.Irawati, dkk). Jakarta : EGC
Junqueira LC, Carneiro J. 1982. Histologi Dasar. Alih Bahasa Adji Dharma. 1990.
EGC Penerbit Buku Kedokteran. Hal. 123-132.
Lewis AB, John SC. 2000.Nutrisi. Dalam: Nelson WE, Behrman RE, Kliegman
RM, Arvin AM, editor. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, volume 1. Jakarta:
EGC. Hal 214-218.
Linberg AD. 2009. Acute Pancreatitis
Gastroenterology Nursing 32(2): 75-82.
and
Hypertriglyceridemia.
Low S, Chin MC, Deurenberg-Yap M. 2009. Review on epidemic of obesity.
Annals of the Academy of Medicine Singapore, 38(1), 57–65.
Mathur A, Marine M, Lu D, Swatz-Basile DA, Saxena R, Zyromski NJ, Pitt HA.
2007. Nonalcoholic fatty pancreas disease. HPB: The Official Journal of
The International Hepato Pancreato Biliary Association, 9(4), pp.312–318.
Mezei O, Banz WJ, Steger RW, Peluso MR, Wintersa TA, & Shay N. 2003. Soy
isoflavones exert antidiabetic and hypolipidemic effects through the PPAR
pathways in obese Zucker rats and murine RAW 264.7 cells. The Journal of
Nutrition, 133(January): 1238–1243.
Mitchell RN. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran.
Edisi ke-7. Jakarta: EGC Medical Publisher. Terjemahan dari: Pocket
Companion to Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease.
Muscelli E, Pereira JA, Lazarin MA, Silva CA, Pareja JC, Saad MJ. 2001. Lack of
insulin inhibition on insulin secretion in non-diabetic morbidly obese
patients. International Journal of Obesity and Related Metabolic Disorders:
Journal of the International Association for the Study of Obesity, 25, 798–
804.
Nestel P. 2002. Role of Soy Protein in Cholesterol-Lowering: How Good Is It?
Arterioscler Thromb Vasc Biol, 22(11), pp.1743–1744.
Priastiti DA. 2013. Perbedaan Kadar Kolesterol LDL Penderita Dislipidemia Pada
Pemberian Tempe Kedelai Hitam Dan Tempe Kedelai Kuning. Artikel
Penelitian, pp.1–43.
Price SA, Lorraine MW. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Pathophysiology Clinical
Concepts of Disease Processes.
Prpic V, Watson PM, Frampton IC, Sabol MA, Jezek GE, Gettys TW. 2002.
Adaptive Changes in Adipocyte Gene Expression Doffer in AKR/J and
SWR/J Mice during Diet-Induced Obesity. American Society for Nutritional
Science.132:3325-3332
Purwoko T, Pawiroharsono S, Gandjar I. 2001. Biotransformasi Isoflavon oleh
Rhizopus oryzae UICC 524. BioSMART, 3(2), 7–12.
Moran R, Gilbert A. 1999. Evaluation and Treatment of Childhood Obesity. Am
Fam Physician.;59(4):861-868.
Reinehr T, Enriori PJ, Harz K, Cowley MA, Roth CL. 2006. Pancreatic
polypeptide in obese children before and after weight loss. International
Journal of Obesity. 30: 1476–1481.
RISKESDAS. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010.
Rossmeisl M, Rim JS, Koza RA, Kozak LP. 2003. Variation in type 2 diabetesrelated traits in mouse strains susceptible to diet-induced obesity. Diabetes.
52(8), pp.1958–66.
Runiana E. D. I. F. 2009. Distribusi Sel Insulin Pankreas Pada Tikus Yang Diberi
Diet Tempe. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
[Skripsi]
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 7. (Alih
Bahasa: dr.Brahm U. Pendit). Jakarta: EGC. Hal 701-109, 776-780.
Siregar, E. dan Pawiroharsono, S. (1997). Inocula formulation and its role of
biotransformation of isoflavonoid coumpounds. Dalam: Sudarmadji, S.,
Suparmo dan Raharjo, S. Reiventing the Hidden Miracle of Tempe,
Proceding International Tempe Symposium, Bali, hal 85-98. Indonesian
Tempe Foundation, Jakarta.
Snell, RS, . 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa
Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta.
Sovinar M. 2013. Pengaruh Nikotin Pada Gambaran Mikroskopis Pankreas
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Yang Diberi Pakan Berenergi
Tinggi. Institut Pertanian Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan [Skripsi].
Sugano M. 2005. Soy in Health and Disease Prevention. New York : Tailor 7
Francis Group
Surwit RS, Feinglos MN, Rodin J, Sutherland A, Petro AE, Opara EC, Kuhn CM,
Rebuffe-Scrive M. 1998. Differential effects of fat and sucrose on body
composition in C57BL/6 and A/J mice. Metabolism: clinical and
experimental, 47(11), pp.1354–1359.
Suarsana IN, Priosoeryanto BP, Wresdiyati T. 2010. Sintesis Glikogen Hati dan
Otot pada Tikus Diabetes yang Diberi Ekstrak Tempe, 11(3), 190–195.
The Endocrine Society’s Clinical Guideline. 2008. Prevention and treatment of
pediatric obesity: An endocrine society clinical practice guideline based on
expert opinion. Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 93(12):
4576–4599.
Utari DM. 2010. Kandungan asam lemak, zink, dan copper pada tempe,
bagaimana potensinya untuk mencegah penyakit degeneratif. Gizi
Indonesia. 33(2), 108–115.
Utari DM, Hadi R, Muhilal R. 2011. Potensi asam amino pada tempe untuk
memperbaiki profil lipid dan diabetes mellitus. Kesehatan Masyarakat
Nasional. 5(4):166-70.
Van Geenen EJM, Smits MM, Schreuder TCM, van der Peet DL, Bloemena E,
Mulder CJJ. 2010. Nonalcoholic fatty liver disease is related to nonalcoholic
fatty pancreas disease. Pancreas, 39(8), 1185–1190.
Walley AJ, Asher JE, Froguel P. 2009. The genetic contribution to non-syndromic
human obesity. Nature Reviews | Genetics Volume 10
Wang CY, Ou HY, Chen MF, Chang TC, Chang CJ. 2014. Enigmatic ectopic fat:
Prevalence of Nonalcoholic Fatty Pancreas Disease and its associated
factors in a Chinese population. Journal of the American Heart Association.
3(1): pp.e000297–e000297.
World Health Organisation, 2012. WHO | Obesity and overweight. World Health
Organisation Media Centre Fact Sheet No. 311.
Download