PENGARUH PEMBERIAN TEMPE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PANKREAS MENCIT (Mus musculus L.) OBESITAS (Skripsi) Oleh KURNIA FITRI APRILLIANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 ABSTRACT THE EFFECT OF TEMPEH ON PANCREAS HISTOPATHOLOGICAL APPEARANCE IN THE OBESE MALE MICE (Mus musculus L.) By KURNIA FITRI APRILLIANA Obesity is an excessive fat accumulation that can caused some diseases such as diabetes mellitus, heart disease, and some cancer. One of the manifestations of obesity is the fat accumulation in the organs that are not supposed to be, which can damage the organs, such as the liver, muscles, heart and pancreas. Tempeh was known could decrease cholesterol to lower levels. This study aimed to determine the effect of tempe on histopathologic picture pancreas induced obese male mice a high-fat high-protein feed. This study was an experimental design with 4 groups of intervention. Each group contains 6 male mice. Group I (negative control) given the normal diet; group II (positive control) was given a high-fat high-protein diet there are 40% normal diet and 60% beef fat; group III (treatment 1) was given a high-fat high-protein diet and tempeh 2 grams per day; and group IV (treatment 2) given high-fat high-protein diet and tempeh 4 grams per day. The test is using KruskalWallis test (p <0.05) and post hoc Mann Whitney test (p <0.05). The results showed on the first group mostly normal apperarances founded and minimal fat accumulation called grade 0, second group showed grade 0,1,2 and 3, there are grade 0,1 and 2 found in third group, and the fourth group was mostly found grade 0. Between group I and IV showed significant difference appearance that mean there is a repairment from damage before. As a conclusion, tempe that can reduce the severity of fatty pancreas. Keywords: Obesity, histopathological, pancreas, tempeh ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN TEMPE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PANKREAS MENCIT (Mus musculus L.) OBESITAS Oleh KURNIA FITRI APRILLIANA Obesitas adalah akumulasi lemak berlebihan yang dapat memicu beberapa penyakit seperti diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, dan beberapa bentuk kanker. Salah satu manifestasi dari obesitas ini adalah terjadinya akumulasi lemak di organ yang tidak seharusnya, sehingga dapat merusak organ tersebut seperti hati, otot, jantung dan pankreas. Tempe diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tempe terhadap gambaran histopatologi lemak pankreas pada mencit jantan obesitas yang diinduksi pakan tinggi lemak tinggi protein. Desain penelitian ini adalah eksperimental dengan 4 kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor mencit jantan. Kelompok I (kontrol negatif) diberikan pakan normal; kelompok II (kontrol positif) diberikan pakan tinggi lemak tinggi protein yang terdiri dari 40% pakan normal dan 60% lemak sapi; kelompok III (perlakuan 1) diberikan pakan tinggi lemak tinggi protein dan tempe 2 gram per hari; dan kelompok IV (perlakuan 2) diberikan pakan tinggi lemak tinggi protein dan tempe 4 gram per hari. Uji yang digunakan adalah uji Kruskal-Wallis (p<0,05) dan uji post hoc Mann Whitney (p<0,05). Hasilnya menunjukkan kelompok I ditemukan gambaran normal hingga akumulasi lemak minimal atau derajat 0, kelompok II ditemukan derajat 0,1,2 dan 3, kelompok III ditemukan derajat 0,1 dan 2, serta kelompok IV ditemukan derajat 0. Kelompok II dan IV menunjukkan adanya perbedaan gambaran lemak pankreas yang signifikan yang berarti adanya perbaikan dari kerusakan. Kesimpulannya tempe dapat menurunkan tingkat keparahan perlemakan pankreas. Kata kunci : Obesitas, histopatologi, pankreas, tempe PENGARUH PEMBERIAN TEMPE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PANKREAS MENCIT (Mus musculus L.) OBESITAS Oleh KURNIA FITRI APRILLIANA Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN Pada Fakultas Kedokteran Universitas Lampung FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 1 April 1995, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Yulias, s.i.k dan Ibu Sovia Erliana. Penulis menempuh pendidikan Tanaman Kanak-kanak (TK) di TK Ikal II, Jakarta Barat, pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2000. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) ditempuh di SD Negeri 2 Rawa Laut, Bandar Lampung, pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2006. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditempuh di SMP Negeri 1 Bandar Lampung, yang diselesaikan pada tahun 2009. Pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMA Negeri 2 Bandar Lampung, dan lulus pada tahun 2012. Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Alhamdulillaahirabbil’alamiin… Segala Puji hanya untuk ALLAAH SWT Tak henti-hentinya ku mengucap syukur kepada Mu yaa Rabb Serta shalawat dan salam kepada idola ku Rasulullaah SAW dan para sahabat yang mulia Semoga sebuah karya kecil ini menjadi amal shaleh bagiku dan menjadi kebanggaan bagi keluarga ku tercinta Semoga Jannah-Nya tempat kita beristirahat kelak SANWACANA Alhamdulillaahirobbilalamiin, puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan karunia-Nya kepada saya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Tempe Terhadap Gambaran Histopatologi Pankreas Mencit (Mus Musculus L.) Obesitas” adalah salah satu syarat menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes, Sp.PA, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 2. dr. Susianti, M.Sc, selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran serta nasihat yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini, juga selaku dokter Pembimbing Akademik saya yang tidak bosan untuk memberikan semangat, motivasi, serta arahan selama saya menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ini; 2 3. dr. Ricky Ramadhian, M.Sc, selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran serta nasihat yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini; 4. dr. Evi Kurniawaty, M.Sc, selaku pembahas yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan ilmu, kritik, saran serta arahan dalam skripsi ini; 5. dr. Tiwuk Susantiningsih, M.Biomed, yang telah memberikan kesempatan untuk bergabung dalam penelitian, meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, ilmu, kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini; 6. Seluruh staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung atas semua ilmu yang telah diberikan kepada saya untuk menambah wawasan yang menjadi landasan bagi masa depan dan cita-cita; 7. Seluruh staf dan karyawan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang membantu dalam proses pembelajaran semasa kuliah dan penyelesaian skripsi ini; 8. Mbak Nur yang telah membantu selama proses penelitian; 9. Ayah, Bunda, adik-adikku tersayang (Novira dan Rizky), kucingku tercinta Song Hee Chu, serta keluarga besar atas dukungan, semangat, doa, motivasi dan kasih sayang, yang selalu menjadi alasan saya untuk terus berjuang sampai saat ini; 10. Fathia Sabila Umar, Viera Rininda Maulidinar, Nahdia Fadhila, Devita Wulan Permatasari, Ika Agustin Putri Haryanti atas kasih sayang, kehangatan, kebersamaan, canda, tawa, doa, bantuan dan dukungan yang diberikan; 3 11. Teman-teman tim penelitian (Huzaimah, Kharisma Mr, Lana Asfaradila, Eduard dan Tri Suhanda) atas kerja sama, bantuan dan keceriaan yang diberikan; 12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini. Semoga kita menjadi dokter-dokter yang professional; 13. Adik-adik angkatan 2013, 2014 dan 2015 atas dukungan dan doanya, tetap berjuang dan semangat. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu pen i DAFTAR ISI DAFTAR ISI.................................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii DAFTAR TABEL............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 5 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas..................................................................................................... 7 2.1.1. Definisi .......................................................................................... 7 2.1.2. Epidemiologi ................................................................................. 9 2.1.3. Faktor Resiko ................................................................................ 10 2.1.4. Patofisiologi .................................................................................. 12 2.1.5. Manifestasi Klinis ......................................................................... 14 2.1.6. Penanganan.................................................................................... 15 2.1.7. Obesitas pada mencit..................................................................... 16 2.2. Pankreas .................................................................................................... 18 2.2.1. Anatomi......................................................................................... 19 2.2.2. Fisiologi......................................................................................... 19 2.2.3. Histologi ........................................................................................ 23 2.3 Absorpsi, Transport dan Distribusi Lipid ................................................. 24 ii 2.4 Pankreas pada Obesitas............................................................................. 27 2.5 Tempe ....................................................................................................... 29 2.6 Kerangka Penelitian .................................................................................. 33 2.6.1 Kerangka Teori.............................................................................. 33 2.6.2 Kerangka Konsep .......................................................................... 35 2.7 Hipotesis ................................................................................................... 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ..................................................................................... 36 3.2. Tempat dan Waktu ................................................................................... 36 3.2.1. Tempat........................................................................................... 36 3.2.2. Waktu ............................................................................................ 36 3.3.Populasi dan Sampel ................................................................................. 37 3.3.1 Populasi ......................................................................................... 37 3.3.2 Sampel........................................................................................... 38 3.4.Alat dan Bahan.......................................................................................... 40 3.4.1 Alat ................................................................................................ 40 3.4.2 Bahan............................................................................................. 41 3.5.Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional......................................... 42 3.5.1 Identifikasi Variabel...................................................................... 42 3.5.2 Definisi Operasional...................................................................... 42 3.6.Prosedur Penelitian ................................................................................... 44 3.6.1 Alur Penelitian............................................................................... 44 3.6.2 Prosedur Pemberian Tempe .......................................................... 45 3.6.3 Prosedur Pengambilan Organ Pankreas ........................................ 46 3.6.4 Prosedur Pembuatan Preparat........................................................ 46 3.6.5 Pewarnaan Hematoxyllin-Eosin.................................................... 48 3.6.6 Prosedur Pengamatan Pankreas..................................................... 49 3.7. Rancangan dan Analisis Data ................................................................... 51 3.7.1 Uji Normalitas Data ...................................................................... 51 3.7.2 Uji Homogenitas Data................................................................... 52 3.7.3 Uji Parametrik (One Way Anova).................................................. 52 iii 3.7.4 Uji Non-parametrik (Kruskal Wallis)............................................ 52 3.8 Etika Penelitian ......................................................................................... 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ..................................................................................................... 55 4.2 Pembahasan.......................................................................................... 63 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan .............................................................................................. 69 5.2 Saran.....................................................................................................69 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70 LAMPIRAN..................................................................................................... 75 iv DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Kategori Indeks Massa Tubuh menurut WHO..................................... 8 2. Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 g bahan segar dan 100 g bahan kering .............................. 30 3. Kandungan Protein dan Asam Amino per 100 gram Tempe Kukus.... 31 4. Definisi Operasional Variabel.............................................................. 43 5. Data Hasil Pengamatan pada Masing-Masing Kelompok ................... 57 6. Data Hasil Analisis Uji Mann Whitney ..................................................... 61 v DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Grafik Berat Badan dan Usia Mencit Obesitas ................................... 17 2. Pankreas Manusia................................................................................. 18 3. Pankreas Mencit ................................................................................... 19 4. Sel Asinar pada pankreas ..................................................................... 23 5. Absorpsi Lipid........................................................................................ 25 6. Mekanisme Transport Lipid..................................................................... 26 7. Deposisi Lemak Ektopik ...................................................................... 27 8. Kerangka Teori..................................................................................... 34 9. Kerangka Konsep ................................................................................. 35 10. Alur Penelitian ..................................................................................... 50 11. Histopatologi Kelenjar Pankreas Mencit – dengan Pewarnaan Hematoxylin-Eosin Perbesaran 400x.................... 57 vi DAFTAR LAMPIRAN 1. Tabel Hasil Pengamatan Preparat tiap Kelompok LAMPIRAN.......... 78 2. Uji Saphiro Wilk .................................................................................. 79 3. Uji Kruskal-Wallis ............................................................................... 79 4. Uji Post Hoc Mann Whitney ................................................................ 80 5. Mencit Penelitian ditempatkan dalam kandang ................................... 83 6. Perlakuan Mencit diberi tempe kukus ................................................. 83 7. Proses Pembedahan Mencit.................................................................. 84 8. Pengambilan organ pancreas................................................................ 84 9. Preparat Organ Pankreas ...................................................................... 85 10. Pembacaan Preparat di Balai Veteriner Lampung ............................... 85 11. Dokumentasi Kegiatan ......................................................................... 86 12. Gambaran Pankreas tiap Mencit .................................................................... 87 13. Surat Keterangan Lulus Kaji Etik .................................................................. 88 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan. Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah indeks sederhana untuk mengukur berat badan dan tinggi badan yang biasa digunakan untuk mengklasifikasikan status gizi orang dewasa. Indeks ini didefinisikan sebagai berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi dalam meter (kg/m2). Dari definisi World Health Organisation (WHO), IMT lebih dari atau sama dengan 25 adalah kelebihan berat badan (overweight) sedangkan IMT lebih dari atau sama dengan 30 adalah obesitas (WHO, 2012). Menurut WHO pada tahun 2008, terdapat total lebih dari setengah miliar orang dewasa dinyatakan obesitas di seluruh dunia. Prevalensi obesitas di seluruh dunia dua kali lipat sejak tahun 1980. Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa diatas 18 tahun mengalami kelebihan berat badan. Dari jumlah tersebut lebih dari 600 juta orang mengalami obesitas. Kegemukan dan obesitas ini termasuk dalam salah satu kejadian yang berkaitan dengan jumlah kematian di seluruh dunia (WHO, 2012). 2 Dalam studi Trishnee Bhurosy dan Rajesh Jeewon dari Universitas Mauritius 2014, melalui rata-rata IMT dari 6 negara yang dikategorikan WHO yaitu Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Eropa, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat negaranegara tersebut diramalkan akan menghadapi obesitas yang meningkat (Bhurosy & Jeewon, 2014). Menurut data Global Body Mass Index yang diluncurkan pada situs WHO, prevalensi obesitas di seluruh dunia pada tahun 2004 meningkat berkisar lebih dari 20% di Amerika Serikat, Seychelles dan Selandia Baru. Prevalensi kelebihan berat badan untuk pria dan wanita meningkat berkisar antara 23,2% di Jepang dan 66,3% di Amerika Serikat, dan 13,4% hingga 72,5% di Indonesia (Low et al., 2009). Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2007 menunjukkan angka Indonesia untuk kejadian berat badan lebih pada anak usia sekolah mencapai 15,9% (RISKESDAS, 2010). Obesitas merupakan masalah yang meningkat di seluruh dunia dengan merugikan kesehatan dan berdampak pada ekonomi yang signifikan. Tingkat obesitas telah meningkat di beberapa negara, kondisi ini berkaitan dengan banyak penyakit, seperti Diabetes Mellitus (DM), penyakit jantung, dan beberapa bentuk kanker dan kemungkinan akan meningkat terus selama 2 dekade mendatang (Wang et al., 2014). 3 Salah satu dari bentuk fenotip klinis standar dari obesitas adalah obesitas sentral karena penumpukan lemak ektopik. Lemak ektopik yaitu lemak yang berada diluar tempat penumpukan yang seharusnya yaitu sel adiposa. Dalam subyek manusia yang tersuspeksi dapat terjadi gangguan keseimbangan energi dan penurunan kapasitas penyimpanan lipid di subkutan dan jaringan adipose visceral untuk menyimpan hasil kelebihan energi dan akhirnya terjadi peningkatan akumulasi lemak di situs yang tidak diinginkan atau ektopik seperti hati, otot rangka, jantung, dan bahkan sel β pankreas (Britton & Fox, 2011). Salah satu tempat akumulasi lemak yang dapat memungkinkan terjadi pada obesitas adalah organ hati. Infiltrasi lemak pada hati dengan tidak adanya asupan alkohol berlebih dan kondisi kronis lainnya dari hati disebut penyakit hati berlemak nonalkohol atau nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD). Beberapa studi telah menunjukkan bahwa NAFLD dikaitkan dengan resistensi insulin, diabetes mellitus tipe 2, sindrom metabolik, aterosklerosis, dan risiko yang lebih besar dari kejadian kardiovaskular yang merugikan. Serupa dengan kondisi di hati, deposisi lipid yang berlebihan di pankreas disebut steatosis pankreas atau penyakit pankreas berlemak non-alkohol atau nonalcoholic fatty pancreas disease (NAFPD) (Mathur et al., 2007). Pada penelitian Fraulob dikatakan bahwa paparan jangka panjang diet tinggi lemak pada tikus dapat menginduksi akumulasi lemak baik interlobular dan intralobular sel asinar, infiltrasi sel inflamasi, dan fibrosis di pankreas, sehingga kerusakan arsitektur normal pankreas dan pulau langerhans. Demikian juga, pada 4 tikus C57BL/6 yang diberi diet tinggi lemak meningkatkan resistensi insulin dan dapat memicu dari NAFLD dan NAFPD (Fraulob et al., 2010). Penelitian Sovinar 2013 didapatkan hasil pengamatan mikroskopis pada organ pankreas dari monyet yang diberi pakan tinggi energi yaitu ditemukan adanya degenerasi hidropis dan degenerasi lemak. Degenerasi hidropis pada pulau Langerhans juga dapat ditemukan pada penderita DM (Sovinar, 2013). Tempe merupakan olahan kedelai dengan fermentasi kapang Rhizopus. Kapang yang sering digunakan dalam pembuatan tempe, adalah Rhizopus microsporus dan R. oryzae. Pembuatan tempe dimulai dengan merendam kedelai dalam air. Karena kedelai direndam dalam air, maka kondisi kedelai adalah anaerob. Mikroba yang hidup di sekitar kedelai, melakukan aktivitas fermentasi. Pada umumnya mikroba tersebut melakukan fermentasi asam laktat (Purwoko, 2001). Komponen kedelai terdiri dari protein, lemak, serat dan photochemical termasuk isoflavon. Beberapa penelitian meneliti isoflavon sebagai komponen bioaktif yang penting dari kedelai. Isoflavon terdiri dari 3 komponen yaitu genistein, daidzein dan glycitein. Pada penelitian Mezei et al (2003) menunjukkan bahwa isoflavon memperbaiki metabolisme lemak dan glukosa melalui aktifasi reseptor PPAR (Mezei et al., 2003). Penelitian Runiana 2009 dilaporkan bahwa pemberian diet tempe terbukti dapat menurunkan kadar gula darah pada tikus model DM. Dan secara histopatologi pemberian diet tempe dapat memperbaiki gambaran distribusi sel endokrin pankreas pulau Langerhans pada tikus model DM (Runiana, 2009). 5 Pada penelitian Priastiti, dikatakan terdapat penurunan kadar kolesterol LDL pada pemberian tempe kedelai hitam dan kuning pada wanita menopause dengan dislipidemia. Penurunan kadar kolesterol LDL sebesar 6.1 mg/dl (3.9%) pada kelompok perlakuan tempe kedelai hitam dan sebesar 4.9 mg/dl (3.3%) pada kelompok dengan intervensi tempe kedelai kuning setelah pemberian tempe kedelai sebanyak 150 gram selama 14 hari (Priastiti, 2013). Tetapi penelitian tentang pengaruh pemberian tempe terhadap gambaran histopatologi jaringan pankreas mencit obesitas belum dilakukan. Dari latar belakang di atas belum diketahui mengenai gambaran histopatologi pankreas mencit obesitas yang diberi tempe, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah terdapat pengaruh pemberian tempe terhadap gambaran histoplatologi pankreas dari mencit obesitas? 1.2 Rumusan Masalah Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh pemberian tempe terhadap gambaran histopatologi pankreas mencit obesitas? 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Mengetahui pengaruh pemberian tempe terhadap gambaran histopatologi pankreas dari mencit obesitas. 6 1.4 Manfaat Dari penelitian yang dilakukan diharapkan hasil yang dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, bagi peneliti dan juga bagi masyarakat. Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah atau bahan acuan bagi penelitian lain. 2. Bagi peneliti, merupakan sebagai suatu bentuk pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari selama perkuliahan dan dapat mengembangkan pengetahuan peneliti terutama mengenai pengaruh pemberian tempe terhadap gambaran histopatologi pankreas tikus jantan obesitas. 3. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi masyarakat umum mengenai manfaat dari mengkonsumsi tempe. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obesitas 2.1.1 Definisi Definisi obesitas sangat bervariasi bergantung pada sumber informasi yang diperoleh. Dalam kamus kedokteran Dorland disebutkan bahwa obesitas adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan rangka dan fisik, sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh (Dorland, 2011). Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisir pada bagiam –bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan > 20% pada pria dan > 25% pada wanita karena lemak (Ganong, 2003). Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan saat ini antara lain pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar pinggang, serta perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul. IMT merupakan alternatif untuk tindakan mengukur lemak tubuh karena murah serta mudah dilakukan. 8 Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut : Rumus 1. Rumus Indeks Massa Tubuh IMT = [berat badan (kg)] / [tinggi (dalam meter)] 2 Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasikan menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak – anak dan remaja, interpretasi IMT adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin. Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obesitas. Nilai IMT di bawah 18,5 diartikan sebagai sangat kurus atau underweight, IMT melebihi 23 berarti berat badan berlebih atau overweight, dan IMT lebih dari 25 diartikan sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sampai 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat yaitu tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-40), tingkat III (>40) (CDC, 2009). Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut (Centre of Obesity Research and Education, 2007) : Tabel 1. Kategori Indeks Massa Tubuh menurut WHO IMT Kategori Kurang dari 18.5 Underweight 18.5–24.9 normal weight 25.0–29.9 Overweight 30.0–34.9 class I obesity 35.0–39.9 class II obesity Lebih dari 40.0 class III obesity (Sumber : Centre of Obesity Research and Education, 2007) 9 2.1.2 Epidemiologi Obesitas pada dewasa ini merupakan masalah global yang ditemukan tidak hanya di negara maju namun banyak juga ditemukan di negara berkembang. Menurut berbagai penelitian epidemiologi, prevalensi obesitas pada anak meningkat tiap tahunnya. Bertambahnya produk makanan cepat saji, perkembangan teknologi, penggunaan kendaraan bermotor dan berbagai media elektronik, memberi dampak ketidakseimbangan energi. Berkurangnya aktivitas fisik diikuti asupan kalori tinggi, membuat status keseimbangan anak mengarah positif (Damayanti, 2011). Menurut data RISKESDAS tahun 2010 disebutkan prevalensi anak kegemukan dan obesitas pada usia 6-12 tahun ialah sebesar 9,2%. Penelitian lain menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas meningkat dua kali lipat setiap tahun, terutama pada usia anak sekolah.3,7 Pada tahun 2010 prevalensi kegemukan secara nasional di Indonesia adalah 14,0 persen Terjadi peningkatan prevalensi kegemukan yaitu dari 12,2 persen tahun 2007 menjadi 14,0 persen tahun 2010. Dua belas provinsi memiliki masalah kegemukan di atas angka nasional. Urutan ke 12 provinsi dari prevalensi tertinggi sampai terendah adalah: (1) DKI Jakarta, (2) Sumatera Utara, (3) Sulawesi Tenggara, (4) Bali, (5) Jawa Timur, 6) Sumatera Selatan, (7) Lampung, (8) Aceh, (9) Riau, (10) Bengkulu, (11) Papua Barat dan (12) Jawa Barat (RISKESDAS, 2010). 10 2.1.3 Faktor Risiko Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional. a. Faktor Genetik. Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orangtua obesitas, kemungkinan 80% anaknya menjadi obesitas, bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas yaitu melalui efek pada resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan. Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedangkan lingkungan menentukan ekspresi fenotip. b. Faktor lingkungan. Aktifitas fisik Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian dinegara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan. 11 Faktor nutrisional Kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan energi. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak yang tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak mengakibatkan sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak baik subkutan, visceral atau tempat lainnya. Faktor sosial ekonomi Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: kesekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer/games, nonton TV atau video disbanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junkfood yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas (CDC, 2009). 12 2.1.4 Patofisiologi Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme obesitas. Telah disebutkan sebelumnya, faktor lingkungan merupakan faktor utama dalam obesitas, dan faktor lain yang berperan adalah kelainan dan mutasi genetik (Damayanti, 2011). Menurut Andrew J Walley (2009), patofisiologi obesitas dapat terjadi karena gangguan pada keseimbangan energi, adiposit, dan neurobehavior. a. Obesitas dan keseimbangan energi Obesitas telah lama dipandang sebagai penyakit dari ketidakseimbangan energi. Dapat terjadi karena masukan energi yang berlebihan ataupun kurangnya energi yang dikeluarkan. Juga terdapat leptin yang merupakan adipokin yang dibebaskan dari jaringan adiposa, berfungsi menekan nafsu makan dan sebagai regulator utama keseimbangan energi dan berat badan. Leptin selain bekerja di sinyal kenyang, juga bekerja dalam pengeluaran energi. Kadar leptin yang tinggi akan menyebabkan penurunan kadar uncoupling protein (UCP1). Protein ini berfungsi sebagai termogenesis dan penentuan basal metabolic rate dengan cara meningkatkan kerja simpatis pada jaringan lemak coklat (Sherwood, 2011). 13 b. Obesitas dan kelainan adiposit Abnormalitas penyimpanan dan mobilisasi lemak adalah mekanisme lain yang juga berpotensi dalam patofisiologi obesitas. Ketika kelebihan makronutrient terutama glukosa dalam darah, akan terjadi perubahan glukosa menjadi glikogen. Bila simpanan dalam hati dan otot telah memenuhi kapasitas, makan glukosa akan dirubah menjadi asam lemak dan selanjutnya disimpan dalam adiposit (Sherwood, 2011). Penyimpanan lemak yang terus menerus akan membuat hipertrofi atau pembesaran adiposit. Pada orang dewasa, adiposit akan mengalami pembesaran namun tidak bertambah jumlahnya. Berbeda dengan obesitas yang terjadi pada anak-anak, adiposit tidak hanya mengalami hipertrofi namun juga hiperplasia. Hal inilah yang menyebabkan 75% anak yang mengalami obesitas akan berlanjut hingga dewasa (Walley, 2009). c. Obesitas dan kelainan neurobehavior Defek neurologis pada kontrol rasa lapar dan asupan makanan, menjadi bagian penting dari patogenesis obesitas. Beberapa penelitan mendapatkan bahwa mutasi gen yang berperan dalam obesitas monogenik ialah gen-gen yang termasuk dalam kontrol rasa lapar pada jalur leptin-melanocortin (Walley, 2009). 14 2.1.5 Manifestasi Klinis Obesitas secara klinis jelas pada setiap umur, namun paling sering pada usia 1 tahun, 5-6 tahun dan masa remaja. Tanda dan gejala yang khas dari obesitas adalah wajah yang membulat, pipi yang tembem, dagu rangkap, leher relatif pendek, dada membusung, payudara membesar akibat jaringan lemak, perut membuncit dengan dinding perut berlipat, dapat tampak striae berwarna putih atau merah lembayung, ekstremitas biasanya besar dikedua paha atau lengan atas, jari tangan relatif kecil, kedua tungkai umumnya berbentuk X, kedua pangkal paha bagian dalam menempel dan bergesekan, menyebabkan laserasi dan ulserasi yang menimbulkan bau tidak enak. Pada anak lelaki, penis tampak kecil karena tersembunyi dalam jaringan lemak suprapubik (burried penis) (Lewis, 2000). Bentuk fisik obesitas menurut distribusi lemak dibedakan dalam apple shape body atau android bila lebih banyak lemak di bagian atas tubuh dan pear shape body atau gynoid bila lebih banyak lemak terdistribusi di bagian bawah tubuh (pinggul dan paha). Bentuk yang pertengahan adalah intermediate. Apple shape body cenderung lebih besar mengalami penyakit kardiovaskular, hipertensi dan diabetes (Damayanti, 2011). Anak dengan obesitas dapat mengalami stress dan kesukaran sosial dan psikologis. Stigmatisasi sosial anak obesitas di lingkungan sekolah sering kali terjadi. Anak sekolah sering kali digoda, diintimidasi, dan dikeluarkan dari aktivitas lain (Lewis, 2000). 15 2.1.6 Penanganan Penanganan obesitas tergantung tingkatan obesitas menurut BMI, kondisi medis umum dan kesiapan untuk program secara khusus. Penanganan ini termasuk diantaranya kombinasi diet, latihan atau olahraga, modifikasi perilaku dan kadang juga dibutuhkan obat penurun berat badan (weight-loss drugs). Dalam keadaan sangat parah kadang dibutuhkan tindakan bedah. Adanya motivasi untuk menurunkan berat badan hingga ideal cukup membantu keberhasilan terapi. Menurut Guidance and Protocol Advisory Committee, yaitu beberapa manajemen yang bisa dilakukan untuk menangani obesitas. a. Diet Empat kategori dalam program diet diantaranya : rendah lemak (low-fat), rendah karbohidrat (low-carbohydrate),rendah kalori (low-calorie) dan very low-calorie. b. Latihan atau olahraga Kerja otot sangat bergantung dari lemak dan glikogen dalam tubuh. Dengan latihan yang benar dan rutin, lemak akan digunakan sebagai energi. c. Medikamentosa Orlistat (Xenical) dan Sibutramine (Meridia) adalah obat yang digunakan sebagai terapi untuk obesitas. Obat-obat ini bersifat ananoreksia yang sifatnya menekan nafsu makan dan bekerja pada satu atau lebih neurotransmitter yang berperan mengatur hal ini. 16 d. Pembedahan Pembedahan bariatrik adalah intervensi lain yang digunakan dalam terapi obesitas. Pembedahan ini digunakan hanya pada kasus pasien dengan obesitas berat/severe (BMI > 40) yang gagal dalam terapi diet, latihan ataupun obat-obatan. Yang dilakukan adalah dengan mengurangi volume dari gaster, meningkatkan kepuasan dalam nafsu makan, dapat juga dilakukan pemendekan usus (gastric bypass) sehingga terjadi penurunan absorpsi dari makanan. Pembedahan untuk kasus seperti ini berhubungan dengan efektifitas dari penurunan berat badan jangka panjang dan penurunan resiko kematian. Yang terlihat jelas adalah resiko penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus dan kanker menurun seara signifikan (Guidelines & Protocols Advisory Committee, 2011). 2.1.7 Obesitas pada mencit Sebagian besar tikus cenderung menjadi gemuk pada pemberian diet tinggi lemak, dapat dilihat dalam berbagai konteks seperti berat badan, toleransi glukosa, resistensi insulin, trigliserida dan parameter lainnya tergantung pada strain atau jenisnya. Beberapa galur inbred lebih rentan terhadap obesitas ketika diberi makanan diet tinggi lemak seperti mencit C57Bl6 atau AKR (Rossmeisl et al., 2003). Walaupun demikian, strains yang menunjukkan kenaikan berat badan yang sama dapat menunjukkan respon yang berbeda untuk parameter lainnya. Misalnya, ketika diberi makan diet lemak 58 kkal%, mencit C57Bl6 dan mencit 17 AKR akan memiliki tingkatan kenaikan berat badan yang sama, tetapi mencit C57Bl6 lebih glukosa toleran dibandingkan dengan mencit AKR (Rossmeisl et al., 2003). Strain lainnya hanya lebih tahan terhadap obesitas, seperti mencit SWR/J dan A/J (Surwit et al., 1998). Bahkan dalam strain yang sama, respon fenotipnya dapat menunjukkan perbedaan untuk diet tinggi lemak telah diamati antara hewan dibesarkan di fasilitas yang berbeda (Prpic et al., 2002). Gambar 1. Grafik Berat Badan dan Usia Mencit Obesitas (Farley et al., 2003) 18 2.2 Pankreas Pankreas merupakan organ tubuh istimewa yang berfungsi ganda sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin pankreas berperan penting dalam sistem pencernaan dengan mensekresikan enzim-enzim pankreas seperti amilase, lipase dan tripsin. Sebagai kelenjar endokrin, pankreas dikenal dengan produksi hormon-hormon insulin dan glukagon yang berperan dalam metabolisme glukosa (Guyton, 2007). Gambar 2. Pankreas Manusia (Gibson H, 2014) 19 Gambar 3. Pankreas Mencit (Fukuda A, 2013) 2.2.1 Anatomi Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5 cm dan tebal ± 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum, terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak dan berlobulus (Snell, 2000). 2.2.2 Fisiologi a. Eksokrin Pankreas Getah pankreas mengandung enzim -enzim untuk pencernaan ketiga jenis makanan utama : protein, karbohidrat , dan lemak. Dan juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang memegang peranan penting dalam menetralkan kimus asam yang keluarkan oleh lambung ke dalam duodenum (Guyton, 2007). 20 Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kimotripsin, karboksi peptidase, ribonuklease, deoksiribonuklease. Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amilase pankreas yang menghidrolisis pati, glikogen dan sebagian besar karbvohidrat lain kecuali selulosa untuk membentuk karbohidrat, sedangkan enzim-enzin untuk pencernaan lemak adalah : lipase pankreas yang menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase yang menyebabkan hidrolisis ester-ester kolesterol (Guyton, 2007). Enzim-enzim getah pankreas seluruhnya disekresi oleh asinus kelenjar pankreas. Namun dua unsur getah pankreas lainnya, air dan ion bikarbonat, terutama disekresi oleh sel-sel epitel duktulus-duktulus kecil yang terletak didepan asinus khusus yang berasal dari duktulus. Bila pankreas dirangsang untuk mengsekresi getah pankreas dalam jumlah besar yaitu air dan ion bikarbonat, konsentrasi ion bikarbonat dapat meningkat sampai 145mEq/liter (Guyton, 2007). Setiap hari pankreas menghasilkan 1200-1500 ml pancreatic juice, cairan jernih yang tidak berwarna. Pancreatic juice paling banyak mengandung air, beberapa garam, sodium bikarbonat, dan enzim-enzim. Sodium bikarbonat memberi sedikit pH alkalin (7,1-8,2) pada pancreatic juice sehingga menghentikan gerak pepsin dari lambung dan menciptakan lingkungan yang sesuai bagi enzim-enzim dalam usus halus (Guyton, 2007). 21 b. Endokrin Pankreas Tersebar di antara alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok kecil sel epitelium yang jelas terpisah dan nyata. Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil/kepulauan Langerhans yang bersama-sama membentuk organ endokrin. Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin adalah : Insulin Insulin merupakan komponen protein yang struktur molekulnya terdiri dari 2 rantai polipeptida, yaitu rantai A (acidic) yang mengandung 21 asam amino dengan glysine sebagai N-terminal dan sebuah rantai B (bacidic). Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino dalam darah serta mendorong penyimpanan nutrisi tersebut. Insulin mempunyai sel target yang luas meliputi banyak sel dan jaringan seperti otot skelet, otot jantung, lemak, fibroblast, sel hati, leukosit, kelenjar mamari, tulang, tulang rawan, kulit, aorta, kelenjar hipofise, dan syaraf perifer. Tetapi sel target yang paling utama adalah hati, sel lemak, dan otot (Sherwood, 2011). Glukagon Molekul glukagon adalah polipeptida rantai lurus yang mengandung 29n residu asam amino dan memiliki molekul 3485. Glukagon merupakan hasil dari sel-sel alfa, yang mempunyai prinsip aktivitas fisiologis meningkatkan kadar glukosa darah (Guyton, 2007). 22 Somatostatin Somatostatin dijumpai di sel D pulau langerhans pankreas. Somatostatin menghambat sekresi insulin, glukagon, dan polipeptida pankreas dan mungkin bekerja lokal di dalam pulau-pulau pankreas. (Sherwood, 2011). Polipeptida Pankreas Polipeptida pancreas manusia merupakan suatu polipeptida linear yang dibentuk oleh sel F pulau langerhans. Hormon ini berkaitan erat dengan polipeptida YY (PYY), yang ditemukan di usus dan mungkin hormon saluran cerna; dan neuropeptida Y, yang ditemukan di otak dan sistem saraf otonom (Sherwood, 2011). 2.2.3 Histologi Pankreas berperan sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi tersebut dilakukan oleh sel-sel yang berbeda. Bagian eksokrin Pankreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobus dan merupakan tubuloasinosa kompleks. Asinus berbentuk tubular, dikelilingi lamina basal dan terdiri 5-8 sel berbentuk pyramid yang tersusun mengelilingi luen sempit. Diantara asini, terdapat jaringan ikat halus 23 mengandung pembuluh darah,pembuluh limfe, saraf dan saluran keluar (Eroschenko, 2010). Gambar 4. Sel Asinar pada pankreas (Eroschenko, 2010 ) Bagian Endokrin Bagian endokrin pankreas, yaitu pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat dengan banyak pembuluh darah yang berukuran 76×175 mm dan berdiameter 20 sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih banyak ditemukan di ekor daripada kepala dan badan pankreas. Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular tipis dari jaringan eksokrin disekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di dalam pulau. Sel-sel ini membentuk sekitar 1% dari total jaringan pankreas (Gibson, 2003). 24 Pada manusia, pulau Langerhans terdapat sekitar 1-2 juta pulau. Masingmasing memiliki pasokan darah yang besar. Darah dari pulau Langerhans mengalir ke vena hepatika. Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada sifat pewarnaan dan morfologinya (Gibson, 2003). 2.3 Absorpsi, Transport dan Distribusi Lipid Digesti lipid adalah proses hidrolisis lipid sebelum dapat diserap usus, TG yang banyak dari sumber bahan makanan harus dipecah jadi asam lemak dan gliserol dengan bantuan enzim lipase pankreas. Proses emulsifikasi lipid terjadi dalam usus halus dan dilakukan oleh garam empedu. Absorbsi lipid dapat terjadi dengan cara difusi pasif yang terjadi dalam usus halus (duodenum dan jejenum) dalam bentuk monogliserida, FFA dan membentuk misel. Selain proses difusi pasif, absorbsi lipid dapat terjadi secara aktif untuk TG, kolesterol dan fosfolipida yang dibentuk dalam usus, kemudian mengikuti aliran darah untuk selanjutnya bergabung dengan protein (apoprotein) sehingga terbentuk lipoprotein dapat beredar dalam sirkulasi darah (Guyton & Hall, 2007) 25 Gambar 5. Absorpsi Lipid (Lehninger Principle of Biochemistry, 2008) Lipoprotein merupakan molekul yang mengandung kolesterol dalam bentuk bebas maupun ester, trigliserida, fosfolipid, yang berikatan dengan protein yang disebut apoprotein. Dalam molekul lipoprotein inilah lipid dapat larut dalam sirkulasi darah, sehingga bisa diangkut dari tempat sintesis menuju tempat penggunaannya serta dapat didistribusikan ke jaringan tubuh. Lipoprotein dibagi menjadi beberapa jenis, berdasarkan berat jenisnya, yaitu, kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Intermediate Density Lipoprotein (IDL), Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL) (Murray, 2008). Lipoprotein yang berperan penting dalam pendistribusian kolesterol ialah HDL dan LDL. Fungsi HDL yaitu mengangkut kolesterol kembali ke hati untuk proses metabolisme. Fungsi LDL ialah sebagai pembawa kolesterol ke sel-sel yang 26 mengandung reseptor LDL guna dimanfaatkan sel tersebut. Lipoprotein mengalami metabolisme melalui 3 jalur, yakni jalur metabolisme eksogen, endogen, dan reverse cholesterol transport (Murray, 2008). Gambar 6. Mekanisme Transport Lipid (Bryant, 2003) 27 2.4 Pankreas pada obesitas Obesitas berkaitan dengan berbagai penyakit, seperti kanker, sindrom metabolik, dan penyakit kardiovaskular. Pada manusia, obesitas dan resistensi insulin terkait dapat menyebabkan infiltrasi lemak dari otot lurik, jantung, hati, dan pankreas. Penyimpanan yang berlebihan lemak di jaringan pankreas telah disebut lipomatosis pankreas. Lipomatosis istilah tua dan kini digantikan oleh steatosis. Literatur tentang steatosis pankreas sangat jarang, dan mekanisme patofisiologis dan relevansi klinis sebagian besar tidak diketahui. Tingkat steatosis pankreas berkorelasi dengan usia dan BMI. Selain itu, penelitian Stamm menunjukkan hubungan yang signifikan antara aterosklerosis kronis, diabetes pada dewasa, dan fibrosis pankreas dengan steatosis pankreas (Van Geenen et al., 2010). Gambar 7. Deposisi Lemak Ektopik (Despres et al., 2008) 28 Infiltrasi lemak hati dengan tidak adanya asupan alkohol berlebih dan kondisi kronis lainnya dari hati disebut penyakit hati berlemak nonalkohol (NAFLD). Beberapa studi telah menunjukkan bahwa NAFLD dikaitkan dengan resistensi insulin, diabetes tipe 2, sindrom metabolik, aterosklerosis, dan risiko yang lebih besar dari kejadian kardiovaskular yang merugikan. Serupa dengan kondisi di hati, deposisi lipid yang berlebihan di pankreas disebut steatosis pankreas atau penyakit pankreas berlemak nonalkohol (NAFPD). Paparan jangka panjang untuk diet tinggi lemak pada tikus menginduksi akumulasi lemak baik interlobular dan intralobular, infiltrasi sel inflamasi, dan fibrosis di pankreas, sehingga kerusakan arsitektur normal pankreas dan pulau langerhans (Mathur et al., 2007). Pada penelitian sebelumnya didapatkan hasil pengamatan mikroskopis pada organ pankreas dari monyet yang diberi pakan tinggi energi yaitu ditemukan adanya degenerasi hidropis dan degenerasi lemak pada seluruh kelompok perlakuan. Degenerasi hidropis pada pulau Langerhans juga dapat ditemukan pada penderita diabetes. Degenerasi hidropis pada penderita diabetes biasanya disebabkan oleh infiltrasi glikogen. Namun pada penelitian ini degenerasi hidropis yang terjadi tidak disebabkan oleh adanya infiltrasi glikogen pada pulau Langerhans. Hal ini dapat diketahui dari hasil evaluasi glukosa darah pada setiap kelompok perlakuan yang masih dalam kisaran normal yang menunjukkan hewan tidak menderita diabetes (Sovinar, 2013). Pada studi Mathur, dikatakan bahwa tikus obesitas dalam penelitiannya memiliki pankreas yang lebih berat dan lemak pankreas yang berlebih, terutama trigliserida 29 dan asam lemak bebas, serta peningkatan sitokin. Mereka menyimpulkan bahwa obesitas menyebabkan infiltrasi lemak dari pankreas, yang dapat disebut penyakit perlemakan pankreas non alkohol. Penelitian ini mungkin dapat memiliki implikasi mengenai keparahan pankreatitis pada pasien obesitas serta hubungan obesitas dengan kanker pankreas. Dengan demikian, akumulasi lemak beracun dan sitokin proinflamasi di pankreas, steato pankreatitis, mungkin menjadi kunci untuk pathogenesis dari pankreatitis dan kanker pankreas (Mathur et al., 2007). 2.5 Tempe Tempe merupakan makanan olahan kedelai dengan fermentasi kapang Rhizopus. Kapang yang sering digunakan dalam pembuatan tempe, adalah Rhizopus microsporus dan R. oryzae. Kedua kapang tersebut mempunyai aktivitas enzim βglukosidase berbeda. Aktivitas enzim β-glukosidase R. microsporus var. chinensis lebih kuat daripada R. oryzae (Purwoko et al., 2001). Pembuatan tempe dilakukan menurut metode Siregar & Pawiroharsono (1997). Kedelai (500 g) direndam dalam air mendidih dan dibiarkan selama 12 jam pada suhu kamar (± 30° C). Kedelai dikuliti, dan dikukus selama 1 jam. Kotiledon kedelai (50 g) diletakkan dalam cawan petri dan disterilisasi dalam autoklaf (121°C, 2 atm, 15 menit). Setelah dingin, kotiledon tersebut diinokulasi dengan 0,15 g (0,3%) inokulum tempe (± 4x104 cfu/g) dan diinkubasikan pada suhu 30°C selama 24-72 jam sampai menjadi tempe (Purwoko et al., 2001). 30 Menurut Avidra (2008) tempe seberat hanya kira-kira 100 g mampu mencukupi kebutuhan harian protein dan asam amino sebesar 37%. Jenis protein dan asam amino yang terkandung dalam tempe sangat lengkap. Kandungan asam amino terbanyak secara berurutan adalah glutamic acid, aspartic acid, leucine, arginine, proline, serine, alanine, valine, lysine, phenylalanine, isoleucine, threonine, gycine dan tyrosine. Pada proses fermentasi tempe terjadi peningkatan level ketidakjenuhan lemak sehingga kandungan asam lemak tak jenuh (PUFA) dalam tempe cukup baik. Bahkan 100 g tempe mengandung 220 mg asam lemak Omega 3 dan 3590 mg asam lemak Omega 6. Tabel 2. Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 g bahan segar dan 100 g bahan kering. Zat Gizi Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Mineral : Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin : Tiamin (mg) Riboflavin (mg) Piridoksin (mg) Sianokobalamin (mg) Biotin (mg) Asam pentotenat (mg) Niasin (mg) Asam amino esensial (g) Asam amino non-esensial Berat Basah Kedelai Tempe Berat Kering Kedelai Tempe 40.30 20.70 46.20 46.50 16.70 24.90 3.20 8.80 13.50 3.20 19.10 28.20 3.70 19.70 30.20 7.20 222 682 10 155 324 4 254 781 11 347 724 9 0.42 0.13 157.00 0.13 30.60 375 0.58 15.50 22.10 0.12 0.29 45.00 1.70 23.70 232.00 1.13 8.40 11.30 0.48 0.15 180.00 0.20 35.00 430.00 0.67 17.70 26.50 0.28 0.65 100.00 3.90 53.00 520.00 2.52 18.90 25.40 (Sumber : Utari, 2010) 31 Menurut Sugano (2005) kedelai mengandung tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Kedelai mengandung dua asam amino yang bersifat menjaga keseimbangan hormon insulin, yakni asam amino glisin dan asam amino arginin. Tabel 3. Kandungan Protein dan Asam Amino per 100 gram Tempe Kukus Parameter Hasil %w/w Berat Basah Protein Asam Amino : Arginine Glutamic acid Aspartic acid Serine Histidine Glycine Threonine Alanine Tyrosine Methionine Valine Phenylalanine I – leucine Leucine Lysine Tryptophane 16,85 6,58 1,74 1,13 0,5 0,31 0,42 0,44 0,47 0,4 0,15 0,58 0,53 0,51 0,76 0,95 0,13 (Sumber : Utari et al., 2011) Suatu studi pada binatang yang memberikan intervensi protein kedelai menemukan intervensi protein kedelai pada jangka pendek akan menurunkan serum insulin dan intervensi pada jangka panjang meningkatkan serum glukagon. 32 Kemampuan protein kedelai mengatur rasio insulin/glukagon dijelaskan oleh komposisi asam amino sedangkan konsentrasi serum glukagon tergantung pada jumlah dan komposisi protein yang dikonsumsi. Tingginya rasio arginin/lisin dihubungkan dengan tingginya konsentrasi serum glukagon atau penurunan sekresi insulin sehingga menghambat lipogenesis. Turunnya plasma insulin oleh protein kedelai disebabkan karena turunnya pelepasan dari pankreas atau peningkatan perpindahan hepatik (Utari et al., 2011). Berbagai uji klinik pada manusia menyebutkan bahwa konsumsi 25 gram hingga 50 gram protein kedelai per hari adalah aman dan efektif menurunkan LDL sekitar 4% hingga 8% dan dapat memperbaiki profil lipid khususnya pada individu yang mengalami hiperkolesterolemia. Jumlah tersebut kira-kira setara dengan minimal 150 gram tempe setiap hari atau 3 potong tempe ukuran sedang. Pemasakan yang tepat adalah dengan pengukusan atau perebusan dalam waktu singkat tidak lebih dari 10 menit, sehingga zat gizi masih dalam jumlah maksimal. Peran asam amino untuk memperbaiki profil lipid dan antioksidan tersebut dapat menurunkan risiko terkena penyakit jantung koroner (Utari et al., 2011). Penelitian Runiana 2009 dilaporkan bahwa pemberian diet tempe terbukti dapat menurunkan kadar gula darah pada tikus model DM. Dan secara histopatologi pemberian diet tempe dapat memperbaiki gambaran distribusi sel endokrin pankreas pulau Langerhans pada tikus model DM (Runiana, 2009). 33 2.6 Kerangka Penelitian 2.6.1 Kerangka Teori Obesitas sentral adalah salah satu fenotip standar klinis dari penumpukan lemak ektopik. Dalam subyek manusia yang tersuspeksi, dapat terjadi gangguan keseimbangan energi dan kapasitas penyimpanan lipid di lemak subkutan untuk menyimpan hasil kelebihan energi lebih adiposa viseral dan akhirnya terjadi peningkatan akumulasi lemak di situs yang tidak diinginkan (penumpukan lemak ektopik), seperti hati, otot rangka, jantung, dan sel β pankreas (Britton & Fox 2011). Deposisi lipid yang berlebihan di pankreas disebut steatosis pankreas atau penyakit pankreas berlemak nonalkohol (NAFPD) (Mathur et al., 2007). Pada pemeriksaan mikroskopis histopatologi pankreas dapat juga ditemukan adanya degenerasi hidropis dan degenerasi lemak (Sovinar, 2013). Berbagai uji klinik pada manusia menyebutkan bahwa konsumsi 25 gram hingga 50 gram protein kedelai per hari efektif menurunkan LDL sekitar 4% hingga 8% dan dapat memperbaiki profil lipid khususnya pada individu yang mengalami hiperkolesterolemia (Utari et al., 2011) 34 Genetik/ keturunan Hormon Status sosial ekonomi Keterpaparan Media Fast Food Pola makan Pengobatan Aktivitas fisik Obesitas gangguan keseimbangan energi dan kapasitas penyimpanan lipid akumulasi lemak di tempat yang tidak diinginkan↑ penumpukan lemak ektopik hati Tempe otot rangka sel β pankreas Akumulasi protein di Pankreas jantung Infiltrasi sel inflamasi & Fibrosis Asam Amino Ariginin Insulin ↓ Glukagon ↑ Lipogenesis Akumulasi lemak pada sel pankreas ↓ Ket : : Objek yang diteliti : Mengakibatkan : Menghambat Gambar 8. Kerangka Teori Akumulasi Lemak di Intralobular &Interlobular 35 2.6.2 Kerangka Konsep Variable independen dalam penelitian ini adalah pemberian tempe. Variabel independen ini akan mempengaruhi variable dependen yaitu gambaran histopatologi jaringan pankreas mencit obes. Variable Independen Variabel Dependen Mencit Normal, Tempe (-) (K1) Pemberian Tempe Mencit Obesitas, Tempe (-) (K2) Mencit Obesitas, Tempe dosis 2 mg (P1) Gambaran Histopatologi pankreas mencit obesitas Mencit Obesitas, Tempe dosis 4 mg (P2) Gambar 9. Kerangka Konsep 2.7 Hipotesis Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut. “Terdapat pengaruh pemberian tempe terhadap perubahan gambaran histopatologi pankreas mencit jantan obesitas” III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan post-test control design group. Penelitian ini menggunakan mencit jantan yang dibagi menjadi 4 kelompok. Terdiri atas 1 kelompok kontrol negatif (K1), 1 kelompok kontrol positif (K2), 1 kelompok obesitas yang diberikan tempe 2gram/hari selama 28 hari (P1), dan 1 kelompok obesitas yang diberikan tempe 4gram/hari selama 28 hari (P2). 3.2 Tempat dan Waktu 3.2.1 Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi - Biokimia Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 3.2.2 Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai bulan Oktober 2015. 37 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi dari penelitian ini adalah mencit jantan (Mus musculus L) berusia 6 – 8 minggu dengan berat badan rata-rata 20 - 30 gram untuk mencit kontrol negatif dan berat badan rata-rata 40-60 gram untuk mencit obesitas. Mencit diperoleh dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang diinduksi pakan tinggi lemak tinggi protein selama 28 hari. Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang mempunyai kriteria inklusi dan ekslusi. a. Kriteria inklusi mencit normal: 1) Mencit jantan galur DDY 2) Berumur 6-8 minggu 3) Berat badan rata-rata 20-30 gram 4) Diperoleh dari tempat pembiakan yang sama 5) Dipelihara pada tempat dan waktu yang sama b. Kriteria inklusi mencit obesitas 1) Mencit jantan obesitas galur DDY 2) Berumur 6-8 minggu 3) Berat badan rata-rata 40-60 gram 4) Diperoleh dari tempat pembiakan yang sama 5) Diperoleh pada tempat dan waktu yang sama 38 c. Kriteria eksklusi 1) Terjadi penurunan berat badan selama proses pemeliharaan lebih dari 10% 2) Tampak sakit selama proses pemeliharaan (gerak terbatas, bulu terlihat kusam, terdapat luka gigitan, kotoran cair) 3) Mencit mati 3.3.2 Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan yang ditentukan dengan rumus Federer. Menurut Federer (1963), rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental rancangan acak lengkap (RAL) adalah: t (n-1)≥15 Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini akan menggunakan 4 kelompok sehingga perhitungan sampel menjadi 4 (n-1) ≥15 4n – 4 ≥15 4n ≥19 n ≥4,75 39 Jadi jumlah sampel yang akan digunakan pada tiap kelompok adalah lima ekor mencit jantan dan mencit dikalikan dengan empat perlakuan sehingga jumlah sampel adalah 20 ekor mencit. Dua puluh ekor mencit dibagi menjadi empat kelompok secara acak. Pembagian empat kelompok mencit, yaitu : Kelompok K1 : 5 mencit (kontrol) Kelompok K2 : 5 mencit (obesitas) Kelompok P1 : 5 mencit (perlakuan) Kelompok P2 5 mencit (perlakuan) Dan untuk menghindari drop out atau mencit mati maka setiap kelompok diberi tambahan dengan rumusan sebagai berikut : N = N = N = N= N = 5,55 N = 6 (hasil pembulatan ke atas) Keterangan : N = besar sampel koreksi. n = besar sampel awal. f = perkiraan proporsi drop out sebesar 10% 40 Jadi, jumlah sampel yang diperlukan untuk setiap kelompok adalah 6 ekor dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 4 kelompok sehingga pada penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus dari populasi yang ada. 3.4 Alat dan Bahan 3.4.1 Alat a. Kandang mencit dengan penutup kawat b. Tempat makan dan minum mencit c. Timbangan analitik untuk mengukur berat badan mencit d. Alat bedah minor untuk pengambilan jaringan e. Wadah untuk jaringan pancreas f. Object glass g. Cover glass h. Spidol i. Label j. Tissue cassette k. Automatic tissue processor l. Tissue embedding console m. Incubator n. Mikrotom o. Mikroskop cahaya p. Kamera 41 3.4.2 Bahan a. Tempe b. Pakan standar (pelet dan gabah) c. Pakan tinggi protein dan lemak d. Aquades e. Buffered Neutral Formaline (BNF) 10% f. Alkohol, Alkohol absolut, Alkohol 95%, Alkohol 80% dan Alkohol 70% g. Parafin h. Kertas tisu i. Ketamine-xylazine j. Xylol k. Mayer’s Hematoxylin l. Lithium karbonat m. Eosin n. Larutan albumin o. Air hangat p. Larutan periodic acid 1% q. Schiff reagent r. Sodium bisulfit 10% s. 1 N HCL 42 3.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel 3.5.1 Identifikasi Variabel a. Variabel perlakuan adalah pemberian tempe dengan dosis 2gram/kgBB/hari dan 4gram/kgBB/hari. b. Variabel respon pada penelitian ini adalah perbedaan gambaran histopatologi organ pankreas pada mencit obesitas. 3.5.2 Definisi Operasional Variabel Untuk memudahkan penjelasan dan memperlihatkan variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini, maka diberikan definisi konsep dan operasional sesuai dengan tujuan penelitian ini. 43 Tabel 4. Definisi Operasional Variabel No Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur 1 Tempe Tempe dikukus selama15-30menit dan diberikan sebanyak jumlah yang aman dan efektif menurunkan kolesterol. Pada manusia yang efektif 150gr/hari, dikonversi-kan pada mencit dengan faktor konversi 0.026 Jumlah tempe yang diberikan kepada kelompok : Jenis Variabel Kategorik (Numerik) Kelompok : K1 : tidak diberikan K2 : tidak diberikan P1 : 2 gr/hari P2 : 4 gr/hari 2 Gambaran Gambaran Jumlah Histopatologi histopatologi organ akumulasi sel Pankreas pankreas dengan adiposa mencit pankreas pewarnaan HE mikroskopis perbesaran 400x (interlobular yang penilaiannya dan intra difokuskan pada lobular) yang distribusi lemak dinilai dikategorikan intralobular, 5 interlobular, dan menjadi derajat (Van jumlah lemak total Geenen et al., pankreas. 2010) Derajat : 0 = 0% - 7%; 1 = 8% - 14%; 2 = 15% -25%; 3 = 26% -50%; 4 = >51%; 5 = > 75%. Kategorik (Ordinal) 44 3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Alur Penelitian Penelitian ini merupakan uji eksperimental laboratorium dalam bidang ilmu Biologi-Biokimia Molekuler dan ilmu Patologi Anatomi. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian tempe pada mencit jantan obesitas. Mencit dibagi atas 4 kelompok besar yang terdiri dari 5 mencit jantan tiap kelompoknya, serta 1 cadangan untuk setiap kelompok. Sehingga total keseluruhan melibatkan 24 ekor mencit jantan. Pada penelitian ini terdiri atas kelompok kontrol 1 (K1) yaitu mencit normal, kontrol 2 (K2) yaitu mencit obesitas, dan kelompok perlakuan 1 (P1) dosis 2 gram dan kelompok perlakuan 2 (P2) yang merupakan mencit jantan obesitas yang diberikan tempe dosis 4 gram. Mencit diadaptasi di laboratorium selama 7 hari. Setiap kelompok dipelihara pada lokasi dan waktu yang sama serta kondisi yang sesuai. Untuk kelompok kontrol diberi pakan standar BR-2 dan minum. Kemudian kelompok kontrol 2 diberi pakan standar BR-2 dengan kombinasi makanan tinggi lemak dan protein serta minum. Sedangkan untuk kelompok perlakuan dikombinasikan dengan tempe. Untuk kelompok perlakuan 1 (KP1) diberikan tempe sebanyak 2 gram/hari, dan kelompok perlakuan 2 (KP2) diberikan tempe sebanyak 4 gram/hari. Dihari ke-29 mencit dipuasakan terlebih dahulu selama 10 jam kemudian 45 dinarkosis menggunakan ketamine + xylazine dengan dosis 75-100 mg/kgbb dan 5-10 mg/kgbb secara intraperitoneal. Kemudian mencit dieuthanasia dengan menggunakan metode cervical dislocation dengan cara ibu jari dan jari telunjuk ditempatkan dikedua sisi leher ditekan ke dasar tengkorak dan tangan lainnya pada pangkal ekor atau kaki belakang dengan cepat ditarik sehingga menyebabkan pemisahan antara tulang leher dan tengkorak (AVMA, 2013). Setelah mencit dipastikan mati, dilakukan pembedahan untuk mengambil jaringan pankreas mencit untuk pemeriksaan histopatologi. Hasil penelitian berupa data dan ditabulasi untuk mengetahui pengaruh pemberian tempe pada gambaran histopatologi pankreas mencit obesitas. 3.6.2 Prosedur Pemberian Tempe Menurut penelitian yang dilakukan oleh Priastiti (2013) tempe diberikan sebanyak 150 gram perhari sehingga menimbulkan efek hipokolesterolemik. Dikonversikan ke mencit menjadi 1,5 gram. Sehingga digunakan dosis sebesar 2 gram/hari dan 4 gram/hari selama 28 hari pemberian. Kelompok yang diberikan tempe adalah kelompok perlakuan 1 dan 2. 46 3.6.3 Prosedur Pengambilan Organ Pankreas Pada hari ke-29, mencit dianastesi general dengan ketamin dan xylazine dengan dosis 35 mg/kg BB. Nekropsi dilakukan dengan menyayat kulit dan otot abdominal hingga rongga perut terbuka. Darah dikeluarkan hingga detak jantung terhenti dan selanjutnya dilakukan pengambilan organ pankreas. Organ pankreas difiksasi dengan buffer neutral formalin (BNF) 10% dilanjutkan dengan pembuatan preparat histopatologi. 3.6.4 Prosedur Pembuatan Preparat Pembuatan preparat histopatologi pada organ pankreas dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : a. Fiksasi Jaringan yang akan dibuat sediaan histopatologinya difiksasi dalam larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) 10% minimal 48 jam hingga mengeras (matang). Sampel organ yang terfiksasi dengan sempurna ditrimming setebal ± 0,5 cm. potongan kemudian dimasukkan dalam tissue cassette untuk dimasukkan dalam automatic tissue processor. b. Dehidrasi Proses dehidrasi dimasukkan untuk menarik air dari jaringan dan mencegah terjadinya pengerutan sampel yag diuji. Dehidrasi dilakukan dengan cara merendam sampel dalam larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat (75%, 95% dan alkohol absolut). Proses 47 perendaman pada masing-masing konsentrasi alkohol dilakukan selama 2 jam. Proses dehidrasi dilakukan dengan menggunakan mesin otomatis yaitu automatic tissue processor. c. Clearing Proses clearing atau penjernihan dilakukan 2 tahap dengan menggunakan xylol I dan xylol II. Xylol berfungsi untuk melarutkan alkohol dan parafit. d. Infiltrasi Infiltrasi atau impregnasi adalah proses pengisian ke dalam pori-pori jaringan. Pengisian pori-pori jaringan ini dimaksudkan untuk mengeraskan jaringan agar mudah dipotong dengan pisau mikrotom. Parafin yang digunakan adalah parafin histoplast. e. Embedding dan Blocking Embedding atau blocking adalah proses penanaman jaringan dalam blok parafin. Parafin yang digunakan adalah parafin histoplast. Proses embedding dilakukan dengan menggunakan alat tissue embedding console. f. Sectioning Sectioning adalah proses pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4-5µm. pemotongan dilakukan dengan alat rotary microtome spencer. Sediaan kemudian di letakkan pada gelas objek dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 37ºC selama 24 jam. 48 3.6.5 Pewarnaan Hematoxyllin – Eosin Sebelum melakukan pewarnaan, preparat histopatologi dideparafinisasi dengan larutan xylol (I dan II) selama dua menit. Kemudian dilakukan proses rehidrasi dengan cara mencelupkan sediaan ke dalama alcohol bertingkat (alkohol absolut, alcohol 95% dan alcohol 80%). Perendaman dalam alcohol 95% dan 80% dilakukan selama 1 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air yang mengalir (air kran) selama 1 menit. Sediaan diwarnai dengan pewarna Mayer’s Hematoxyllin dengan tahapan sebagai berikut : a. Preparat direndam dalam larutan Mayer’s Hematoxyllin selama 8 menit; b. Dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 30 detik; c. Dicelupkan ke dalam larutan lithium karbonat selama 15-30 detik; d. Dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 2 menit; e. Preparat direndam dalam larutan Eosin selama 2 – 3 menit; f. Cuci dengan air mengalir (air kran) selama 30-60 detik; g. Preparat dicelupkan ke dalam larutan alcohol 95% dan alcohol absolute sebanyak 10 kali celupan, absolute II selama 2 menit, xylol I selama satu menit dan xylol II selama dua menit; h. Mounting, setelah tahapan pewarnaan, sediaan ditetesi perekat permount dan ditutup dengan cover glass. 49 3.6.6 Prosedur Pengamatan Pankreas Pengamatan preparat dilakukan dengan bantuan mikroskop yang dihubungkan dengan komputer yang dilengkapi dengan piranti lunak khusus. Pengamatan dimulai dengan perbesaran lensa obyektif 100x untuk mengamati seluruh lapangan pandang dan untuk menentukan daerah yang akan diamati, yaitu daerah dominan sel asinar. Kemudian preparat histologis pankreas diamati dengan perbesaran lensa obyektif 400 kali dan pada lima lapangan pandang yang berbeda. Cara penilaian skoring hampir sama dengan penilaian lemak jaringan hati pada NAFLD yaitu skoring Manja Roenigk. Skoring Manja Roenigk adalah dengan membaca tiap preparat jaringan dalam lima lapangan pandang yaitu pada keempat sudut dan bagian tengah preparat dengan pembesaran 400 kali. Steatosis dalam sediaan histologis tampak sebagai vakuola-vakuola bening yang terdapat pada intralobular yaitu diantara sel asinar dan interlobular yaitu diantara lobulus kelenjar pankreas. Sesuai dengan prosedur penilaian Van Geenen, perhitungan lemak pada pankreas dinilai dari lemak intralobular maupun interlobular, juga dapat ditambahkan apabila terdapat inflamasi sel radang. Steatosis atau distribusi lemak interlobular dan intralobular dari 5 lapangan pandang dijumlahkan. Kemudian dicatat dan dihitung jumlah persentase kerusakan yang terjadi. Kemudian dihitung rerata dengan model skoring Van Geenen. Hasil rata-rata dari kelima lapang pandang menentukan tingkat distribusi lemak yang dibagi menjadi 5 kategori yaitu derajat 0, derajat 1, derajat 2, derajat 3 dan derajat 4. 50 Mencit diadaptasikan di laboratorium selama 7 hari K1 K2 Mencit di beri pakan standar Mencit dipelihara selama 28 hari KP2 KP1 131 Mencit OBESITAS K2 Mencit di beri konsumsi tinggi lemak dan protein selama 28 hari. KP1 131 Mencit di beri konsumsi tinggi lemak dan protein dan serta diberikan Tempe 2gram/hari selama 28 hari. KP2 Mencit di beri konsumsi tinggi lemak dan protein dan serta diberikan Tempe 4gram/hari selama 28 hari. Mencit di puasakan selama 10 jam Mencit di anastesi Mencit di nekropsi Pembukaan abdomen dan pengambilan organ pankreas Menempatkan pankreas pada wadah yang telah disediakan Sampel pankreas difiksasi dengan formalin 10% Sampel pankreas dikirim ke BPPV Bandar Lampung untuk pembuatan sediaan histologi Pengamatan dengan mikroskop Interpretasi hasil pengamatan Gambar 10. Alur Penelitian 51 Keterangan : K1 = Kelompok Negatif K2 = Kelompok Positif P1 = Kelompok Perlakuan tempe 2gram/kgBB/hari P2 = Kelompok Perlakuan tempe 4gram/kgBB/hari 3.7 Analisis Data Analisis data pada penelitian ini diproses dengan beberapa uji normalitas, uji homogenitas dan uji parametric. Dengan tingkat signifikasi p<0,05, dengan prosedur sebagai berikut : 3.7.1 Uji Normalitas Data (p>0,05) Pengujian normalitas data menggunakan Shapiro Wilk test untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak normal karena populasi <50. Hasil uji normalitas ini untuk menetukan analisis data berikutnya, yaitu analisis parametrik bila data berdistribusi normal atau non parametrik apabila data tidak berdistribusi normal. 52 3.7.2 Uji Homogenitas Data (p>0,05) Pengujian homogenitas data menggunakan Leven’s untuk mengetahui data homogen atau tidak homogen. Hasil uji homogenitas ini untuk menentukan analisis berikutnya, yaitu analisis parametrik bila data berdistribusi normal dan homogen atau non parametrik apabila data tidak berdistribusi normal. 3.7.3 Uji Non-Parametrik Kruskal-Wallis Dikarenakan data tidak berdistribusi normal dan merupakan hal yang membuat uji parametrik tidak terpenuhi, maka digunakan uji nonparametrik Kruskal-Wallis. Hipotesis dianggap bermakna bila p<0,05. Pada uji KruskalWallis menghasilkan ini nilai p<0,05, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis Post-Hoc Mann Whitney untuk melihat perbedaan pengaruh antar kelompok. 53 3.8 Etika Penelitian Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dengan menerapkan prinsip 3R menurut Deklarasi Helsinki dalam protokol penelitian, yaitu sebagai berikut. 1. Replacement Adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk hidup lainseperti sel atau biakan jaringan. 2. Reduction Adalah pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap dapat mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini sampel dihitung berdasarkan rumus Frederer yaitu t(n-1) ≥ 15, Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok. 3. Refinement Adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi dengan prinsip dasar membebaskan hewan coba dalam beberapa kondisi, yaitu sebagai berikut. a. Bebas dari rasa lapar dan haus, dalam penelitian ini hewan coba diberikan pakan dan minum standar secara ad libitum. b. Bebas dari ketidak-nyamanan, dalam penelitan ini hewan coba ditempatkan din animal house degan suhu terjaga 20-25°C, kemudian hewan coba terbagi menjadi 4-8 ekor tiap kandang. Animal house 54 berada jauh dari gangguan bising dan aktivitas manusia serta kandang dijaga kebersihannya, sehingga dapat mengurangi stres pada hewan coba. c. Bebas dari nyeri dan penyakit. Dengan menjalankan program kesehatan, pencegahan, dan pemantauan, serta pengobatan terhadap hewan coba jika diperlukan. Prosedur perlakuan dan pengambilan sampel selama penelitian telah dijelaskan dengan mempertimbangkan tindakan manusiawi dan prinsip etika penelitian hewan coba. Hal ini dilakukan untuk menghargai kehidupan hewan coba sesuai dengan etika penelitian yang berlaku. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dan juga temuan gambaran mikroskopis serta uji statistik dapat diambil simpulan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna pada pemberian tempe terhadap gambaran histopatologi pankreas mencit (Mus Musculus L) obesitas. Tempe mempunyai pengaruh dalam perbaikan gambaran histopatologi pankreas pada obesitas. Semakin banyak jumlah tempe yang dikonsumsi, semakin baik gambaran histopatologi pankreas yang rusak pada keadaan obesitas. 5.2 Saran Saran bagi peneliti lain : 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek antiobesitas tempe menggunakan dosis tingkat yang berbeda-beda untuk menemukan dosis yang lebih tepat 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek antiobesitas tempe menggunakan cara konsumsi yang lain untuk menemukan cara pengolahan yang lebih tepat dan efektif. 70 3. Perlu dilakukan penelitian lain terhadap efek-efek lain yang dimiliki oleh macam-macam kandungan lain dari tempe. DAFTAR PUSTAKA Avidra. 2008. Manfaat Tempe untuk Perempuan. http://avidra.multiply.com/ journal/item/37. dalam E. Runiana. 2009. Distribusi Sel Insulin Pakreas Pada Tikus Yang Diberi Diet Tempe Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor [Skripsi] AVMA. 2013. Guidelines for the Euthanasia of Animals S. Leary & W. Underwood, eds., Schaumburg. Bhurosy T, Jeewon R. 2014. Overweight and Obesity Epidemic in Developing Countries: A Problem with Diet, Physical Activity, or Socioeconomic Status The Scientific World Journal. pp.1–7. Britton KA, Fox CS.2011. Ectopic fat depots and cardiovascular disease. Circulation Topic Review. 124 (24) : 837-841. CDC (Centers for Disease Control and Prevention) . 2009. Overweight and Obesity. Centre for Obesity Research an Education. 2007. Body Mas Index : BMI Calculator. Damayanti R, Endang DL, Maria Mexitaha, Sri Sudaryati N. 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI. Hal 230-241. Damayanti RS, Nasar SS, Devaera Y, Tanjung C. 2000. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia: Asuhan Nutrisi Pediatrik (Pediatric Nutrition Care), penyunting Ikatan Dokter Anak Indonesia. Despres JP, Lemieux I, Bergeron J, Pibarot P, Mathieu P, Larose E, et al. 2008. Abdominal obesity and the metabolic syndrom: contribution to global cardiometabolic risk. Arteriosclersis, thrombosis, and vascular biology, 28(6), pp.1039–1049. Dietz WH. 1993. Childhood Obesity. Dalam Textbook of Pediatric Nutrition IInd ed. Suskind RM, Suskind LL. (Eds). New York: Raven Press: 279-84. Dorland WAN. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28 (Alih Bahasa : Albertus Agung Mahode). Jakarta : EGC Erdman JW, Badger TM, Lampe JW, Setchell KDR, Messina M. 2004. Not all soy products are created equal: caution needed in interpretation of research results. The Journal of nutrition, 134(5), p.1229S–1233S. Eroschenko VP.2010. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 11. Jakarta: EGC. Hlm:324-6, 331, 342. Farley C, Cook JA, Spar BD, Austin TM and Kowalski TJ. 2003. Meal pattern analysis of diet-induced obesity in susceptible and resistant rats. Obes Res. 11: 845-851. Federer WY. 1963. Experimental Design, Theory and Application. New York: Mac. Millan. hal. 544. Franck N, Maris M, Nalbandian S, Talukdar S, Schenk S, Hofmann HP, Osborn O. 2014. Knock-Down of IL-1Ra in Obese Mice Decreases Liver Inflammation and Improves Insulin Sensitivity. PLoS ONE, 9(9). Fraulob JC, Diamantino RO, Santos CF, Aguila MB, Lacerda CAM. 2010. A mouse model of metabolic syndrome: Insulin resistance, Fatty liver and Non-Alcoholic Fatty Pancreas Disease (NAFPD) in C57BL/6 Mice Fed a High Fat Diet. Journal of Clinical Biochemistry and Nutrition, 46(3), pp.212–223. Ganong WF. 2003. Fisiologi Saraf & Sel Otot. Dalam H. M. Djauhari Widjajakusumah: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC. Hal.49 Gibson J. 2003. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta Gilbert E, Liu D. 2012. Anti-diabetic functions of soy isoflavone genistein: mechanisms underlying effects on pancreatic ß-cell function. Food & Function, 4(2), 200–212. Giroux I, Kurowska EM, Freeman DJ, Carroll KK. 1999. Biochemical and Molecular Action of Nutrients-Addition of Arginine but Not Glycine to Lysine Plus Methionine-Enriched Diets Modulates Serum Cholesterol and Liver Phospholipids in Rabbits. Journal of Nutrition, 129(10), pp.1807– 1813. Guidelines & Protocols Advisory Commitee. 2011. Overweight and Obese Adults: Diagnosis and Management: 1–6. Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.11 (Alih Bahasa : dr.Irawati, dkk). Jakarta : EGC Junqueira LC, Carneiro J. 1982. Histologi Dasar. Alih Bahasa Adji Dharma. 1990. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Hal. 123-132. Lewis AB, John SC. 2000.Nutrisi. Dalam: Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, editor. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, volume 1. Jakarta: EGC. Hal 214-218. Linberg AD. 2009. Acute Pancreatitis Gastroenterology Nursing 32(2): 75-82. and Hypertriglyceridemia. Low S, Chin MC, Deurenberg-Yap M. 2009. Review on epidemic of obesity. Annals of the Academy of Medicine Singapore, 38(1), 57–65. Mathur A, Marine M, Lu D, Swatz-Basile DA, Saxena R, Zyromski NJ, Pitt HA. 2007. Nonalcoholic fatty pancreas disease. HPB: The Official Journal of The International Hepato Pancreato Biliary Association, 9(4), pp.312–318. Mezei O, Banz WJ, Steger RW, Peluso MR, Wintersa TA, & Shay N. 2003. Soy isoflavones exert antidiabetic and hypolipidemic effects through the PPAR pathways in obese Zucker rats and murine RAW 264.7 cells. The Journal of Nutrition, 133(January): 1238–1243. Mitchell RN. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Edisi ke-7. Jakarta: EGC Medical Publisher. Terjemahan dari: Pocket Companion to Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease. Muscelli E, Pereira JA, Lazarin MA, Silva CA, Pareja JC, Saad MJ. 2001. Lack of insulin inhibition on insulin secretion in non-diabetic morbidly obese patients. International Journal of Obesity and Related Metabolic Disorders: Journal of the International Association for the Study of Obesity, 25, 798– 804. Nestel P. 2002. Role of Soy Protein in Cholesterol-Lowering: How Good Is It? Arterioscler Thromb Vasc Biol, 22(11), pp.1743–1744. Priastiti DA. 2013. Perbedaan Kadar Kolesterol LDL Penderita Dislipidemia Pada Pemberian Tempe Kedelai Hitam Dan Tempe Kedelai Kuning. Artikel Penelitian, pp.1–43. Price SA, Lorraine MW. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Pathophysiology Clinical Concepts of Disease Processes. Prpic V, Watson PM, Frampton IC, Sabol MA, Jezek GE, Gettys TW. 2002. Adaptive Changes in Adipocyte Gene Expression Doffer in AKR/J and SWR/J Mice during Diet-Induced Obesity. American Society for Nutritional Science.132:3325-3332 Purwoko T, Pawiroharsono S, Gandjar I. 2001. Biotransformasi Isoflavon oleh Rhizopus oryzae UICC 524. BioSMART, 3(2), 7–12. Moran R, Gilbert A. 1999. Evaluation and Treatment of Childhood Obesity. Am Fam Physician.;59(4):861-868. Reinehr T, Enriori PJ, Harz K, Cowley MA, Roth CL. 2006. Pancreatic polypeptide in obese children before and after weight loss. International Journal of Obesity. 30: 1476–1481. RISKESDAS. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010. Rossmeisl M, Rim JS, Koza RA, Kozak LP. 2003. Variation in type 2 diabetesrelated traits in mouse strains susceptible to diet-induced obesity. Diabetes. 52(8), pp.1958–66. Runiana E. D. I. F. 2009. Distribusi Sel Insulin Pankreas Pada Tikus Yang Diberi Diet Tempe. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor [Skripsi] Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 7. (Alih Bahasa: dr.Brahm U. Pendit). Jakarta: EGC. Hal 701-109, 776-780. Siregar, E. dan Pawiroharsono, S. (1997). Inocula formulation and its role of biotransformation of isoflavonoid coumpounds. Dalam: Sudarmadji, S., Suparmo dan Raharjo, S. Reiventing the Hidden Miracle of Tempe, Proceding International Tempe Symposium, Bali, hal 85-98. Indonesian Tempe Foundation, Jakarta. Snell, RS, . 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta. Sovinar M. 2013. Pengaruh Nikotin Pada Gambaran Mikroskopis Pankreas Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Yang Diberi Pakan Berenergi Tinggi. Institut Pertanian Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan [Skripsi]. Sugano M. 2005. Soy in Health and Disease Prevention. New York : Tailor 7 Francis Group Surwit RS, Feinglos MN, Rodin J, Sutherland A, Petro AE, Opara EC, Kuhn CM, Rebuffe-Scrive M. 1998. Differential effects of fat and sucrose on body composition in C57BL/6 and A/J mice. Metabolism: clinical and experimental, 47(11), pp.1354–1359. Suarsana IN, Priosoeryanto BP, Wresdiyati T. 2010. Sintesis Glikogen Hati dan Otot pada Tikus Diabetes yang Diberi Ekstrak Tempe, 11(3), 190–195. The Endocrine Society’s Clinical Guideline. 2008. Prevention and treatment of pediatric obesity: An endocrine society clinical practice guideline based on expert opinion. Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 93(12): 4576–4599. Utari DM. 2010. Kandungan asam lemak, zink, dan copper pada tempe, bagaimana potensinya untuk mencegah penyakit degeneratif. Gizi Indonesia. 33(2), 108–115. Utari DM, Hadi R, Muhilal R. 2011. Potensi asam amino pada tempe untuk memperbaiki profil lipid dan diabetes mellitus. Kesehatan Masyarakat Nasional. 5(4):166-70. Van Geenen EJM, Smits MM, Schreuder TCM, van der Peet DL, Bloemena E, Mulder CJJ. 2010. Nonalcoholic fatty liver disease is related to nonalcoholic fatty pancreas disease. Pancreas, 39(8), 1185–1190. Walley AJ, Asher JE, Froguel P. 2009. The genetic contribution to non-syndromic human obesity. Nature Reviews | Genetics Volume 10 Wang CY, Ou HY, Chen MF, Chang TC, Chang CJ. 2014. Enigmatic ectopic fat: Prevalence of Nonalcoholic Fatty Pancreas Disease and its associated factors in a Chinese population. Journal of the American Heart Association. 3(1): pp.e000297–e000297. World Health Organisation, 2012. WHO | Obesity and overweight. World Health Organisation Media Centre Fact Sheet No. 311.