II. TELAAH PUSTAKA Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan kekayaan genetik berupa keragaman hayati yang menempati urutan ketiga terbesar di dunia setelah negara Brazil dan Kongo (LIPI, 2010; Utami, 2011). Salah satu keragaman hayati flora yang terdapat di Indonesia adalah bambu. Jumlah spesies bambu yang terdapat di seluruh dunia sekitar 1030 spesies bambu yang tergolong dalam 77 genera. Sekitar 200 spesies dari 20 genera tersebut ditemukan di Asia Tenggara dan sebanyak 143 spesies bambu tumbuh di Indonesia dengan penyebaran di pulau Jawa sebanyak 60 spesies (Dransfield & Widjaja, 1995; Utami, 2011). Bambu merupakan tumbuhan yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia, khususnya bagi penduduk yang tinggal di pedesaan. Bagi masyarakat Indonesia, bambu menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan berbagai kegiatan sehari-hari masyarakat. Bambu banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan pembuatan perkakas dapur, bahan pembuatan aneka keperluan pertanian, bahan bangunan, bahan kerajinan dan lain-lain. Seiring perkembangan jaman, pemanfaatan bambu semakin meningkat, melalui sentuhan teknologi, saat ini bambu telah dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kertas, sumpit (chopstik), plybamboo, dan bambu lamina. Produk-produk tersebut secara tidak langsung turut mendorong meningkatnya nilai jual dari bambu (Ediningtyas & Winarto, 2012). Bambu termasuk dalam anak suku Bambusoideae dan suku Poaceae yang dikenal juga dengan nama Graminae atau suku rumput-rumputan. Bambu mudah sekali dibedakan dengan tumbuhan lainnya, karena tumbuhnya merumpun. Ciri lainnya, yaitu buluh menyilinder, berlubang di tengah dan beruas-ruas, percabangan kompleks, dan setiap daun bertangkai (Widjaja, 2001; Yani, 2012). Pertumbuhan buluh bambu dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu pertambahan tinggi pada ujung buluh terutama rebung, pertambahan diameter sampai panjang tertentu, bio.unsoed.ac.id dan pertambahan panjang pada bagian bawah dari tiap ruas (Sutiyono, et al., 1996; Nadeak, 2009). Penduduk desa sering menanam berbagai spesies bambu di sekitar rumahnya untuk berbagai keperluan. Salah satu bambu yang sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia adalah bambu tali (Gigantochloa apus (Schult.f.) Kurz) (Krisdianto, et al., 2000; Nadeak, 2009). Bambu tali diduga berasal dari Burma dan sekarang tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia. Bambu ini umumnya tumbuh di dataran rendah, tetapi dapat 3 juga tumbuh di pegunungan sampai ketinggian 1000 m dpl. Bambu ini diperbanyak dengan rimpang atau potongan buluhnya. Bambu ini mempunyai buluh yang kuat dan lurus. Spesies ini terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang panjang, kuat, dan lentur (Ediningtyas & Winarto, 2012). Tinggi bambu tali pada umumnya dapat mencapai 20 m dengan warna buluh hijau cerah sampai kekuning-kuningan. Buluhnya tidak bercabang di bagian bawah. Diameter buluh 2,5-15 cm, tebal dinding 3-15 mm, dan panjang ruas 45-65 cm. Panjang buluh yang dapat dimanfaatkan antara 3-15 m. Bentuk buluh bambu tali sangat teratur. Pada buku-bukunya tampak adanya penonjolan dan berwarna agak kuning dengan bulu-bulu halus yang menempel di sekitar buku-buku berwarna coklat kehitaman. Pelepah buluhnya tidak mudah lepas meskipun umur buluh sudah tua (Ediningtyas & Winarto, 2012). Bambu tali memiliki rumpun yang rapat. Buluh tegak, tinggi 8-22 m, diameter 40-130 mm, panjang ruas 20-60 cm, warna hijau. Pelepah buluh kuat, panjang 7-35 cm, lebar 1-1,3 kali lebih panjang, warna coklat, rambut berwarna hitam. Daun pelepah buluh berbentuk segitiga, meruncing, mudah rontok, panjang 3-10 cm, lebar 20-50 mm. Daun berbentuk lanset, panjang 13-49 cm, lebar 20-90 mm, permukaan daun gundul, panjang tangkai daun 0,4-1,1 cm (Clayton, et al., 2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bambu antara lain: 1. Tanah Bambu dapat tumbuh di berbagai kondisi tanah, mulai dari tanah kering sampai tanah becek, dan dari tanah subur sampai tanah tandus. Perbedaan jenis tanah sangat berpengaruh terhadap kemunculan rebung bambu. Bambu tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH 5,0-6,5 (Ediningtyas & Winarto, 2012). 2. Ketinggian tempat Bambu dapat dijumpai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi, dari bio.unsoed.ac.id pegunungan berbukit-bukit dengan kelerengan curam sampai landai (Sastrapradja, et al., 1977; Nadeak, 2009). 3. Iklim Bambu dapat dijumpai pada dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 0-2000 m dpl, menyukai tempat terbuka dan terkena sinar matahari langsung, dan dapat tumbuh di berbagai tipe iklim, mulai dari iklim basah sampai kering. Kelembaban udara yang dikehendaki minimum 80%. Lingkungan yang sesuai untuk 4 tumbuhan bambu memiliki suhu berkisar antara 8,8-36oC (Ediningtyas & Winarto, 2012). Hasil penelitian Navarro, et al. (2011) menunjukkan bahwa karakter pertumbuhan vegetatif dan jumlah biji yang dihasilkan oleh tumbuhan Arabidopsis thaliana mengalami penurunan seiring naiknya ketinggian sedangkan beberapa karakter seperti jumlah daun pada roset, usia saat berbunga, dan berat biji mengalami peningkatan seiring naiknya ketinggian. Kofidis & Bosabalidis (2008) menganalisis pengaruh ketinggian dan musim terhadap kelenjar rambut dan karakter daun dari Nepeta nuda. Karakter yang digunakan berasal dari karakter morfologi dan anatomi daun N. nuda. Karakter morfologi yang digunakan meliputi tinggi tanaman, luas daun, rasio panjang dan lebar, serta ketebalan daun. Karakter anatomi yang digunakan meliputi kepadatan stomata dan kepadatan kelenjar rambut yang diamati pada bagian adaksial dan abaksial daun, serta persentase volume kloroplas dan plastoglobuli per sel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk daun cenderung lebih membulat pada elevasi yang lebih tinggi. Kepadatan stomata tertinggi pada kedua sisi permukaan daun terdapat pada ketinggian 1480 m dpl, jika dibandingkan dengan kepadatan stomata pada ketinggian 950 m dpl dan 1760 m dpl (Kofidis & Bosabalidis, 2008). Hasil penelitian Purnamahati (1990) menunjukkan terdapat variasi morfologi Plantago major pada setiap ketinggian yang diteliti. Hasil analisis varian juga menunjukkan perbedaan nyata, terutama P. major yang tumbuh pada ketinggian 2300-2400 m dpl dengan ketiga ketinggian lainnya, sedangkan antara P. major yang tumbuh pada ketinggian 1300-1400 m dpl dengan 1800-1900 m dpl menunjukkan banyak persamaan morfologi. P. major yang tumbuh pada ketinggian 700-800 m dpl menunjukkan variasi individu terbesar dibanding P. major dari ketiga ketinggian lainnya. bio.unsoed.ac.id 5