14 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Ritel
Menurut Kotler (2002:592) usaha eceran (retailing) meliputi semua kegiatan
yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen
akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Swastha (2007:191)
mengatakan bahwa retailer adalah semua kegiatan yang berhubungan secara
langsung dengan penjualan barang atau jasa kepada konsumen akhir untuk
keperluan pribadi (bukan untuk keperluan usaha). Pengertian ritel menurut Ma’ruf
(2005:71) adalah usaha menjual barang atau jasa secara eceran kepada masyarakat
sebagai konsumen. Peritel atau retailer adalah mata rantai terakhir dalam proses
distribusi. Peritel merupakan mitra dari agen/distributor yang memiliki nama lain
wholeseller (pedagang besar).
Organisasi-organisasi pengecer sangat beragam, dan bentuk-bentuk baru terus
bermunculan. Berikut adalah beberapa jenis pengecer menurut Kotler (2002:592):
1) Swalayan, merupakan dasar dari semua operasi diskon. Banyak pelanggan
yang bersedia melakukan sendiri proses menemukan, membandingkan, dan
memilih guna menghemat uang.
2) Swapilih, para pelanggan mencari barang sendiri, walaupun mereka dapat
meminta bantuan. Para pelanggan menyelesaikan transaksi mereka setelah
membayar kepada pramuniaga.
14
3) Pelayanan-terbatas: pengecer ini menjual lebih banyak barang shopping, dan
pelanggan memerlukan lebih banyak informasi serta bantuan. Outlet-outlet
itu juga menawarkan jasa (seperti kredit dan hak pengembalian barang).
4) Pelayanan penuh, pramuniaga siap untuk membantu dalam tiap tahap dari
proses menemukan-membandingkan-memilih. Pelanggan yang suka dilayani
akan memilih outlet jenis itu. Biaya pegawai yang tinggi, ditambah dengan
proporsi yang tinggi atas barang khusus dan barang perputarannya lambat
serta jasa yang banyak, menyebabkan terjadinya eceran yang berbiaya tinggi.
2.1.2
Retail Marketing Mix
Marketing mix adalah kombinasi dari beberapa variabel atau kegiatan yang
merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan. (Swastha, 1999:42). Betsy dkk.
menyatakan marketing mix (bauran pemasaran) adalah kombinasi dari unsurunsur pemasaran yang digunakan dalam menjual produk tertentu. Menurut
Zeithaml dan Bitner dalam Hurriyati (2005:48) bauran pemasaran berarti elemen–
elemen organisasi perusahaan yang dapat dikontrol oleh perusahaan dalam
melakukan komunikasi dengan konsumen dan akan dipakai untuk memuaskan
konsumen. Kesemua fungsi dari bauran pemasaran ini dipertimbangkan dalam
merencanakan strategi pemasaran dan setiap unsur dapat diperkuat, dikurangi,
atau diubah agar dapat menciptakan strategi yang efesien dan efektif dalam
mempengaruhi konsumen.
Ma’ruf (2005:13) menyatakan bahwa cara pandang terhadap konsumen yang
berubah menyebabkan istilah-istilah pun berubah. Istilah 4P adalah istilah klasik
15
yang muncul puluhan tahun yang lalu dan masih sering dikutip sampai sekarang
karena mudah dan masih tetap relevan. Dalam pemasaran ritel, terdapat beberapa
pengembangan dari bauran pemasaran sebelumnya, yaitu:
1) Merchandise
Produk yang dijual peritel dalam gerainya disebut dengan merchandise.
Merchandising adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan
bisnis yang dijalani outlet untuk disediakan dalam jumlah, waktu, dan harga yang
sesuai untuk mencapai sasaran outlet atau perusahaan ritel. Manajemen
merchandise berkaitan dengan pembelian, penanganan dan keuangannya. Hal-hal
yang berkenaan dengan manajemen merchandise adalah:
(1) Target market
Untuk pengelolaan merchandise yang optimal maka pertanyaan pertama yang
harus dijawab adalah siapa konsumen yang hendak dituju. Jawaban pertanyaan
bisa bervariasi dari ragam segmen berdasarkan usia, kelas sosial, perilaku, status,
gaya hidup, dan lain-lain.
(2) Jenis gerai
Pengadaan dan persediaan merchandise disesuaikan dengan jenis gerai.
Misalnya departement store akan memiliki keragaman kategori produk yang
ditawarkannya banyak dan masing-masing lengkap dengan itemnya. Kualitas
barang yang ditawarkan bervariasi dari yang rata-rata hingga berkelas.
16
(3) Lokasi di mana gerai berada
Lokasi gerai turut mempengaruhi macam produk yang dijual. Perumahan
kelas menengah mempunyai selera dan kebiasaan belanja yang berbeda dari
perumahan kelas atas atau kelas bawah.
(4) Kecenderungan mode produk
Antisipasi atas perubahan fitur produk perlu dimiliki oleh peritel. Terdapat
produk yang modenya amat cepat berubah seperti pakaian dan perlengkapannya
dan ada produk yang modenya tidak cepat berubah namun disiasati
pembungkusan atau pengepakannya. Membaca kecenderungan pasar atau pembeli
adalah cara untuk mengantisipasi perubahan kecenderungan produk.
2) Price/ Harga
Ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam penetapan strategi harga,
faktor tersebut antara lain:
(1) Tujuan penetapan harga
Tujuan untuk mencapai laba adalah tujuan yang berlaku secara umum. Peritel
kecil di Indonesia umumnya berada dalam situasi bertahan mempunyai dua fungsi
tujuan saja yaitu mendapatkan laba dan memperbesar penjualan dengan cara
memperkecil marjin laba. Penetapan harga juga mempunyai tujuan-tujuan lain
seperti percepatan penjualan, promosi, perlindungan terhadap pesaing yang kerap
memainkan harga, meningkatkan daya saing melalui harga rendah, dan lain-lain.
(2) Kebijakan
Dengan dasar kebijakan harga, penetapan harga disusun agar terkoordinasi
untuk mencapai tujuan penetapan harga. Perusahaan harus menetapkan apakah
17
harga akan diterapkan untuk masing-masing item, atau saling berkaitan dalam
suatu kelompok. Kebijakan harga memperhatikan faktor pilihan target market,
pilihan citra, unsur retail mix, dan pilihan kebijakan harga.
(3) Strategi Harga
Strategi harga dapat dikelompokkan menjadi tiga orientasi, yaitu:
a) Orientasi permintaan
Penetapan harga berdasarkan permintaan konsumen yaitu dengan melihat
pada perubahan belanja mereka pada harga-harga yang berbeda kemudian
dipilih harga yang merujuk pada tingkat belanja yang ingin dicapai peritel.
b) Orientasi biaya
Penetapan harga berdasarkan biaya yang paling banyak dianut oleh
peritel adalah mark up pricing. Peritel menetapkan harga dengan cara
menambah biaya perolehan produk (harga pokok produk) per unitnya dengan
semua biaya operasional dan besarnya laba yang diinginkan.
c) Orientasi persaingan
Penetapan harga berdasarkan pesaing dilakukan peritel dengan mengikuti
harga yang ditetapkan oleh pesaing. Dengan cara ini, peritel tidak akan segera
mengubah harga jualnya meskipun ada perubahan harga pokok produk atau
ada permintaan konsumen. Perubahaan baru dilakukan kalau pesaing yang
dijadikan patokan mengubah harga jual mereka.
3) Location/ Lokasi
Pada lokasi yang tepat sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai
lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang
18
sama, oleh pramuniaga yang sama banyak dan terampil, serta sama-sama
memiliki setting dan suasana yang bagus. Ada beberapa faktor dalam
mempertimbangkan pilihan letak atau tempat gerai yang akan didirikan, yaitu:
(1) Lalu lintas pejalan kaki
(2) Lalu lintas kendaraan
(3) Transportasi umum
(4) Komposisi outlet
(5) Letak berdirinya gerai
4) Promotion / Promosi
Menurut Kotler (2002:111), promosi merupakan kegiatan yang dilakukan
perusahaan untuk menonjolkan keistimewaan produknya dan membujuk
konsumen sasaran agar membeli.
Dalam
pelaksanaan
promosi
diperlukan
media
komunikasi
untuk
penyampaian pesan. Variabel-variabel yang merupakan bagian dari media
komunikasi pemasaran disebut bauran promosi (promotion mix). Bauran promosi
merupakan kombinasi dari beberapa unsur promosi yang lazimnya adalah
periklanan, sales promotion, personal selling, dan publisitas.
(1) Periklanan (advertising)
Menurut Kotler (2002:626), periklanan adalah segala bentuk penyajian
informasi, ide, barang dan jasa secara non personal oleh suatu sponsor tertentu
yang memerlukan pembayaran. Iklan dijalankan melalui media cetak seperti koran
dan majalah, serta media elektronik seperti televisi, radio, dan internet (Ma’ruf,
19
2005:184). Secara garis besar tujuan periklanan dapat diklasifikasikan menjadi
delapan jenis seperti yang dijelaskan dalam Tjiptono, dkk (2008:527) yaitu:
a) Menciptakan pengenalan atau kesadaran atas nama merek, konsep
produk atau informasi mengenai tempat dan cara membeli produk.
b) Mengingatkan kembali para pembeli agar menggunakan atau membeli
lagi produk yang bersangkutan.
c) Mengubah sikap terhadap penggunaan bentuk produk, misalnya produsen
keju, susu kental manis, dan mentega secara cerdik menyertakan
informasi resep masakan memanfaatkan produknya.
d) Mengubah persepsi terhadap tingkat kepentingan atribut merek. Agar
sebuah
atribut
dipersepsikan
sebagai
determinan,
maka
atribut
bersangkutan haruslah penting dan konsumen mempersepsikan bahwa
produk perusahaan berbeda dan unggul dibandingkan produk pesaing
dalam atribut tersebut.
e) Mengubah keyakinan terhadap merek. Dalam tujuan ini periklanan
difungsikan untuk meningkatkan rating atau penilaian konsumen
terhadap merek perusahaan terutama pada atribut-atribut penting.
f) Memperkuat sikap pelanggan. Dengan meyakinkan ulang kepada
pelanggan bahwa merek atau produsen tertentu tetap menawarkan
kepuasan
tertinggi
pada
atribut-atribut
terpenting,
iklan
dapat
memperkuat sikap pelanggan, yang pada gilirannya mempertahankan
preferensi dan loyalitas merek.
20
g) Membangun citra korporat dan lini produk. Periklanan korporat biasanya
dirancang untuk meningkatkan citra publik sebuah perusahaan,
sedangkan periklanan citra lini produk digunakan untuk memberikan
semacam image bagi atribut dan manfaat spesifik dari masing-masing
item dalam lini produk bersangkutan.
h) Mendapatkan respon langsung. Direct respons advertising merupakan
metode yang mempromosikan produk atau jasa melalui iklan dan
pelanggan diberi kesempatan untuk merespon atau membeli produk
langsung dari produsennya. Salah satu bentuknya adalah iklan TV Media
yang menawarkan sejumlah diskon apabila pelanggan menghubungi
produsen dalam batas waktu tertentu.
(2) Promosi penjualan (sales promotion)
Menurut Tjiptono,dkk (2008:546) promosi penjualan merupakan segala
bentuk penawaran atau insentif jangka pendek yang ditujukan bagi pembeli,
pengecer, atau pedagang grosir yang dirancang untuk mendapat respon spesifik
dan segera. Tabel 2.1 memberikan gambaran mengenai tujuan dan contoh aplikasi
dari promosi penjualan yang ditujukan kepada konsumen.
21
Tabel 2.1 Promosi Penjualan yang Ditujukan kepada Konsumen
Tipe
Customer
Promotion
Tujuan
Contoh
a. Mendorong konsumen agar mencoba a. Produk sampel
produk baru
b. Kupon
b. Membujuk konsumen agar menjauhi
c. Cash refund offers
produk pesaing
c. Mendorong konsumen untuk ‘membuat d. Price packs
stok’ untuk produk yang sudah mapan
d. Mempertahankan
dan
e. Premiums (gifts)
memberikan
imbalan bagi para pelanggan yang loyal
e. Menjalin relasi dengan pelanggan
f. Hadiah/undian/kontes
g. Free trials
h. Garansi produk
i. POP displays
Sumber: Tjiptono, dkk (2008:547)
(3) Penjualan Personal (Personal Selling)
Menurut Assauri (2004:278) personal selling dapat diartikan sebagai
hubungan antara dua orang atau lebih secara bertatap muka untuk menimbulkan
hubungan timbal balik dalam rangka membuat, mengubah, menggunakan, dan
atau membina hubungan komunikasi antara produsen dengan konsumen. Menurut
Tjiptono, dkk (2008: 559) personal selling memainkan peranan dominan dalam
perusahaan industrial, sedangkan dalam perusahaan yang memproduksi produk
konsumen tidak tahan lama dan berharga murah peranan personal selling
cenderung minimal. Personal selling sangat cocok diterapkan pada situasi sebagai
berikut:
a) Produk yang dihasilkan tergolong kompleks yang membutuhkan asistensi
aplikasi pelanggan, contohnya perangkat keras komputer, sistem
pengendalian polusi, sistem jaringan komputer, dan sebagainya.
22
b) Produk yang dibeli menyangkut keputusan pembelian utama (berkaitan
dengan dana besar, volume pembelian yang besar, pengendalian kualitas
ketat, dan seterusnya) misalnya makanan yang dibeli jaringan swalayan.
c) Fitur dan kinerja produk membutuhkan demonstrasi personal dan
percobaan dari pelanggan, misalnya peralatan fitnes dan terapi.
d) Harga final dinegosiasikan antara pembeli dan penjual, misalnya mobil,
properti, dan jasa konsultasi.
e) Media iklan tidak memberikan koneksi dan keterkaitan yang efektif
dengan pasar sasaran.
f) Informasi yang dibutuhkan konsumen tidak dapat diberikan secara lengkap
dan menyeluruh melalui iklan dan promosi penjualan, contohnya produk
asuransi jiwa.
(4) Publisitas
Publisitas merupakan stimulasi akan suatu barang atau jasa dengan cara
memuat berita yang mempunyai arti komersial dan pemuatan berita ini pada
dasarnya tidak dibayar oleh perusahaan sponsor (Assauri, 2004:285). Menurut
Kotler
dan
Armstrong,
(2001:134)
publisitas
adalah
aktivitas
untuk
mempromosikan perusahaan atau produknya dengan memuat berita mengenai
subjek itu tanpa dibayar oleh sponsor. Pengertian publisitas lain dikemukakan
oleh Tjiptono (2007:228) yaitu bentuk penyajian dan penyebaran ide, barang dan
jasa secara non personal yang mana orang atau organisasi yang diuntungkan tidak
membayar untuk itu.
23
Dibandingkan dengan iklan, publisitas memiliki kredibilitas yang lebih baik,
karena pembenaran (baik langsung maupun tidak langsung) dilakukan oleh pihak
lain selain pemilik iklan. Di samping itu karena pesan publisitas dimasukkan
dalam berita atau artikel koran, tabloid, majalah, radio, ataupun televisi, maka
khayalak tidak memandangnya sebagai komunikasi promosi dari perusahaan.
Menurut Assauri (2004:288) publisitas yang merupakan salah satu unsur promosi,
mempunyai sifat sebagai berikut:
a)
Tingkat kebenaran/kepercayaan yang tinggi (high credibility)
Pemberitaan publisitas yang diberikan kepada masyarakat, dianggap sebagai
sesuatu yang benar dan dapat lebih dipercaya apabila berita tersebut dikeluarkan
dengan sponsor dari penjual, sebab pemberitaannya tidak bersifat memihak.
b) Tidak disadari adanya maksud promosi yang sebenarnya (offguard)
Melalui publisitas dapat dicapai calon pembeli yang potensial, yang
umumnya menyangsikan bujukan atau rayuan dari pramuniaga. Hal ini karena
pesan yang disampaikan kepada konsumen melalui publisitas adalah dalam
bentuk berita dan bukan sebagai pesan komunikasi untuk maksud penjualan.
c) Mendramatisasi (dramatization)
Seperti
periklanan,
publisitas
juga
mempunyai
kemampuan
untuk
menggambarkan produk atau jasa perusahaan dalam bentuk cerita yang jelas.
5) Atmosfer gerai
Atmosfer atau suasana dalam gerai berperan penting dalam memikat pembeli,
membuat nyaman mereka dalam memilih barang dan mengingatkan mereka
produk apa yang perlu dimiliki baik untuk keperluan pribadi maupun untuk
24
keperluan rumah tangga. Gerai kecil yang tertata rapi dan menarik akan lebih
mengundang pembeli dibandingkan gerai yang diatur dengan biasa saja. Suasana
yang dimaksud adalah dalam arti atmosfer dan ambiance yang tercipta dari
gabungan unsur-unsur desain outlet atau gerai, perencanaan outlet, komunikasi
visual, dan merchandising.
(1) Desain outlet merupakan strategi penting untuk menciptakan suasana yang
akan membuat pelanggan merasa betah berada dalam suatu gerai atau outlet.
Desain outlet mencakup desain lingkungan outlet, yaitu desain eksterior dan
ambiance.
a) Desain eksterior, merupakan wajah dari sebuah gerai yang terdiri dari
unsur:
(a) Store front, yaitu desain eksternal yang menunjukkan ciri khas dari
perusahaan, baik berupa gaya, struktur, maupun bahan.
(b) Marquee, yaitu simbol yang hanya berupa tulisan beserta gambaran
yang diwujudkan ke dalam bentuk tiga dimensi.
(c) Pintu masuk, sebagian besar gerai dapat memutuskan untuk memilih
lebih dari dua pintu masuk sesuai dengan kebutuhan.
(d) Jalan masuk, jalan masuk bisa dibuat lebar, sedang, atau sempit, yang
tergantung dari kebijakan yang dianut oleh peritel.
b) Ambiance, adalah susasana dalam outlet yang menciptakan perasaan
tertentu dalam diri pelanggan yang berasal dari penggunaan unsur-unsur
seperti:
25
(a) Visual,
yang
berkaitan
dengan
pandangan
seperti
warna,
kecerahan,penataan cahaya, maupun penempatan lampu.
(b) Tactile, yang berkaitan dengan sentuhan tangan atau kulit yang
diwujudkan dalam permukaan gerai yang empuk, lembut, kasar, atau
berupa udara yang sejuk atau dingin.
(c) Olfactory,
yang
berkaitan
dengan
penggunaan
aroma
yang
menciptakan kesan rasa tertentu, misalnya segar atau sejuk.
(d) Aural, yang berkaitan dengan suara dan musik yang berkaitan suasana
hari, seperti volume, pitch, tempo.
(2) Ma’ruf (2005:211) menyatakan bahwa perencanaan outlet mencakup lay out
dan alokasi ruang. Lay out atau tata letak mencakup rencana jalan atau gang
dalam outlet dan sirkulasi atau arus orang. Alokasi ruang outlet terbagi ke dalam
beberapa jenis ruang atau area. Pertama adalah selling space, yaitu ruang atau area
penempatan barang yang akan diambil konsumen, kedua merchandise space yaitu
ruang atau area menempatkan barang persediaan, customer space adalah area
untuk berbagai keperluan pembeli seperti ruang pas, bangku untuk istirahat
sejenak, dan toilet. Terakhir personal space, yaitu ruang untuk karyawan berganti
seragam, beristirahat, menyimpan barang pribadi, maupun aktifitas lainnya.
(3) Komunikasi visual
Komunikasi peritel dengan pelanggannya tidaklah selalu dengan media massa
seperti radio, majalah atau koran, maupun televisi. Komunikasi dapat terjadi
melalui gambaran di gerai milik peritel. Ma’ruf (2005:212) menyatakan bahwa
komunikasi visual adalah komunikasi perusahaan ritel atau gerai dengan
26
konsumennya melalui wujud fisik berupa identitas peritel, grafis, dan in-store
communication. Di dalam gerai, grafis atau tata grafis berkaitan dengan produk
grafis dua dimensi yang berfungsi untuk menarik perhatian dan minat pelanggan
serta untuk memberi penjelasan singkat. Grafis tersebut merupakan pendukung
dalam komunikasi dalam outlet yang melibatkan tata suara, textures,
entertainment, promosi, dan cash points.
(4) Penyajian merchandise
Penyajian merchandise berkenaan dengan teknik penyajian barang dalam
gerai untuk menciptakan situasi dan suasana tertentu. Teknik dan metode
penyajian merchandise berkenaan dengan keragaman produk, koordinasi produk,
display contoh, pelayanan, tata warna, dan window display.
6) Retail service
Retail service (pelayanan eceran) bertujuan memfasilitasi para pembeli pada
saat mereka berbelanja di gerai. Retail service bersama unsur-unsur bauran
pemasaran ritel lainnya mempunyai fungsi memenuhi kebutuhan pembeli dalam
berbelanja. Jenis-jenis pelayanan ritel menurut Ma’ruf (2005) adalah sebagai
berikut:
(1) Customer service
a) Pramuniaga dan staf lain seperti kasir dan SPG yang terampil dengan cara
pelayanan dan kesigapan membantu.
b) Personal shopper, yaitu staf perusahaan ritel yang melayani pembeli
melalui telepon dan menyiapkan barang pesanan yang nantinya tinggal
diambil oleh pelanggan.
27
(2) Terkait fasilitas gerai
a) Jasa pengantaran
b) Jasa pemotongan pakaian jadi
c) Cara pembayaran dengan kartu kredit dan debit
d) Fasilitas tempat makan
e) Fasilitas kredit
f) Fasilitas keamanan dan kenyamanan berupa tangga berjalan dan tangga
darurat
g) Fasilitas telepon dan mail order
(3) Terkait jam operasional outlet, seperti jam buka yang panjang atau hingga 24
jam.
(4) Fasilitas-fasilitas lain, seperti ruang parkir, gerai laundry, gerai cuci cetak
film.
2.1.3
Pengertian Perilaku Konsumen
Begitu penting bagi perusahaan untuk mengetahui dan memahami perilaku
pembelian konsumen sehingga perusahaan mampu mengembangkan barang dan
jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Menurut Swastha
dan Handoko (2000: 10), perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai kegiatankegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan
mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa termasuk didalamnya proses
pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.
28
Istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu; konsumen
individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa
untuk digunakan sendiri. Sedangkan konsumen organisasi, yang meliputi
organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga
lainnya. Semua jenis organisasi ini harus membeli produk peralatan dan jasa-jasa
lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya. Konsumen individu
dan konsumen organisasi adalah sama pentingnya. Mereka memberikan
sumbangan yang sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi,
tanpa konsumen individu, produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan tidak
mungkin bisa laku terjual. Konsumen individulah yang langsung mempengaruhi
kemajuan dan kemunduran perusahaan. Agar perusahaan dapat merancang
program pemasaran yang baik maka perusahaan harus mengetahui perilaku
konsumen dalam mencari hingga menggunakan produk yang dibutuhkan
konsumen.
Menurut Sumarwan (2002:26) perilaku konsumen adalah semua kegiatan,
tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat
sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa
setelah melakukan kegiatan mengevaluasi.
Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari.
Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan pembelian konsumen secara
amat rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen,
dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta
mengapa mereka membeli. Pemasar dapat mempelajari apa yang dibeli konsumen
29
untuk mencari jawaban atas pertanyaan mengenai apa yang mereka beli, dimana
dan berapa banyak, tetapi mempelajari mengenai alasan tingkah laku konsumen
bukan hal yang mudah, jawabannya seringkali tersembunyi jauh dalam benak
konsumen.
2.1.4
Model Perilaku Konsumen
Agar memudahkan di dalam mempelajari perilaku pembeli atau konsumen
digunakan berbagai macam model perilaku konsumen yang merupakan suatu
kerangka kerja yang disederhanakan untuk menggambarkan aktivitas konsumen
salah satunya adalah model perilaku konsumen menurut Kotler (2002:183)
Tabel 2.2 Model Perilaku Konsumen
Rangsangan
Rangsangan
Karakteristik
Pemasar
Lingkungan
Pembeli
- Produk
- Ekonomi
- Budaya
- Harga
- Teknologi
- Sosial
-Saluran
- Politik
- Pribadi
- Pencarian informasi
distribusi
- Budaya
- Psikologi
- Pemilihan Alternatif
- Promosi
Proses Keputusan
Keputusan
Pembelian
- Pemahaman
- Pemilihan produk
- Pemilihan merek
Masalah
- Keputusan Pembelian
- Perilaku
pembelian
pasca
- Pemilihan
saluran
pembelian
- Pemilihan
waktu
pembelian
- Jumlah pembelian
Sumber: Kotler (2002:183)
Teori lain mengenai model perilaku konsumen dikemukakan oleh Ma’ruf
(2005:63) seperti dijelaskan pada gambar berikut:
30
Gambar 2.1 Model Perilaku Konsumen Ritel
Stimulus Eksternal
Lingkungan Pemasaran
Ekonomi
Merchandise
Budaya
Harga
Sosial
Lokasi
Teknologi
Iklan/Promosi
Atmosfer
Retail Service
Sumber: Ma’ruf (2005:63)
Situasi Konsumen
Karakteristik
Konsumen
Proses
Keputusan
Pembelian
Respon Konsumen
- Pilihan
produk/merek
- Pilihan gerai
- Timing belanja
- Besarnya belanja
Model perilaku konsumen tersebut memperlihatkan adanya rangsangan
eksternal berupa lingkungan dan pemasaran yang mempengaruhi situasi
konsumen untuk melakukan keputusan pembelian. Tugas pemasar adalah
memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembeli mulai dari kedatangan
rangsangan dari luar sampai pada keputusan pembelian dari pembeli.
2.1.5
Pengertian Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk pada dasarnya erat
kaitannya dengan perilaku konsumen. Perilaku konsumen merupakan unsur
penting dalam kegiatan pemasaran suatu produk yang perlu diketahui oleh
perusahaan, karena perusahaan pada dasarnya tidak mengetahui mengenai apa
yang ada dalam pikiran seorang konsumen pada waktu sebelum, sedang, dan
setelah melakukan pembelian produk tersebut.
Keputusan pembelian adalah sebuah pendekatan penyelesaian masalah pada
kegiatan manusia untuk membeli suatu barang atau jasa dalam memenuhi
keinginan dan kebutuhannya yang terdiri dari pengenalan kebutuhan dan
keinginan, pencarian informasi, evaluasi terhadap alternatif pembelian, keputusan
31
pembelian, dan tingkah laku setelah pembelian (Swasta dan Handoko,2000:15).
Menurut Kotler&Armstrong (2001:226) keputusan pembelian adalah tahap dalam
proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen benar-benar membeli
produk. Assauri (2004:141) menyatakan bahwa keputusan pembelian merupakan
suatu proses pengambilan keputusan akan pembelian yang mencakup penentuan
apa yang akan dibeli atau tidak melakukan pembelian dan keputusan itu diperoleh
dari kegiatan-kegiatan sebelumnya.
Dari pengertian keputusan pembelian di atas dapat disimpulkan bahwa
keputusan pembelian adalah perilaku pembelian seseorang dalam menentukan
suatu pilihan produk untuk mencapai kepuasan sesuai kebutuhan dan keinginan
konsumen yang meliputi pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi
terhadap alternatif pembelian, keputusan pembelian, dan perilaku setelah
pembelian.
2.1.6
Proses Pengambilan Keputusan Membeli: Model Lima-Tahap
Proses keputusan pembelian dapat dijelaskan pada gambar berikut:
Gambar 2.2 Proses pengambilan keputusan pembelian
Pengenalan
Masalah
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Perilaku
pascapembelian
Sumber: Kotler& Keller (2007:235)
Menurut Kotler & Keller (2007:235) proses pengambilan keputusan konsumen
terdiri dari lima (5) tahap, yaitu:
32
1. Pengenalan masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan.
Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Para
pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu.
Dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, para pemasar dapat
mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan minat akan
kategori produk tertentu. Para pemasar kemudian dapat menyusun strategi
pemasaran yang mampu memicu minat konsumen.
2. Pencarian Informasi
Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak. Yang menjadi perhatian pemasar adalah sumbersumber informasi utama yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap
sumber tersebut terhadap keputusan pembelian selanjutnya. Sumber informasi
konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok:
a. Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan
b. Sumber komersial: iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko
c. Sumber publik: media massa, organisasi penentu peringkat konsumen
d. Sumber pengalaman: penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk
3. Evaluasi alternatif
Evaluasi alternatif merupakan proses membandingkan / penilaian terhadap
merek-merek yang berbeda untuk menentukan merek mana yang nantinya akan
menjadi pilihan konsumen. Terdapat beberapa proses evaluasi konsumen sebagai
proses yang berorientasi kognitif, yaitu model tersebut menganggap konsumen
33
membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional. Para
konsumen memiliki sikap yang berbeda-beda dalam memandang berbagai atribut
yang dianggap relevan dan penting. Mereka akan memberikan perhatian terbesar
pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya.
4. Keputusan Pembelian
Gambar 2.3 Proses keputusan pembelian
Sikap
orang lain
Evaluasi
Alternatif
Niat
Pembelian
Keputusan
pembelian
Faktor situasi
yang tidak
terantisipasi
Sumber: Kotler& Keller (2007:236)
Keputusan untuk membeli di sini merupakan proses dalam pembelian yang
nyata. Jadi, setelah tahap-tahap di muka dilakukan, maka konsumen harus
mengambil keputusan apakah membeli atau tidak. Konsumen mungkin juga akan
membentuk suatu maksud membeli dan cenderung membeli merek yang
disukainya. Namun, ada faktor-faktor lain yang ikut menentukan keputusan
pembelian, yaitu sikap orang lain dan faktor-faktor situasional yang tidak terduga.
Bila konsumen menentukan keputusan untuk membeli konsumen akan menjumpai
keputusan yang harus diambil menyangkut jenis produk, merek, penjual,
kuantitas, waktu pembelian, dan cara pembayarannya.
34
5. Perilaku Pasca Pembelian
Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau
ketidakpuasan tertentu. Tugas pemasar tidak berakhir begitu saja ketika produk
dibeli. Para pemasar harus memantau kepuasan pascapembelian, tindakan
pascapembelian, dan pemakaian produk pascapembelian. Jika konsumen tersebut
puas, konsumen akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk
membeli kembali produk tersebut.
Para pelanggan yang tidak puas mungkin membuang atau mengembalikan produk
tersebut. Mereka mungkin mengambil tindakan public seperti mengajukan
keluhan ke perusahaan tersebut, pergi ke pengacara, atau mengadu ke kelompokkelompok lain. Tindakan pribadi dapat berupa memutuskan untuk berhenti
membeli produk tersebut atau memperingatkan teman-teman.
2.2 Penelitian Sebelumnya
2.2.1
Penelitian yang dilakukan oleh I Made Wira Atmaja (2008) dengan judul
“Pengaruh
Bauran
Pemasaran
Ritel
terhadap
Pembelian
Tidak
Direncanakan (Impulsive Buying) pada Outlet Serba Ada (Studi Kasus
Carrefour Denpasar)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau
tidaknya pengaruh antara bauran pemasaran ritel terhadap pembelian tidak
direncanakan pada Carrefour Denpasar baik itu secara simultan dan
parsial. Berdasarkan uji F, secara simultan enam variabel bauran
pemasaran ritel menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap
pembelian yang tidak direncanakan yaitu sebesar 61,3 persen. Berdasarkan
35
uji t, secara parsial variabel merchandising, variabel pricing, variabel
promotion, variabel atmosfer gerai, dan variabel retail service berpengaruh
terhadap impulsive buying sedangkan variabel location tidak berpengaruh.
Variabel
yang
paling
dominan
mempengaruhi
pembelian
tidak
direncanakan adalah atmosfer gerai. Persamaan penelitian ini dengan
sebelumnya terletak pada variabel bebas yaitu bauran pemasaran ritel,
teknik analisis data dengan regresi linier berganda yaitu F-test dan t-test.
Perbedaannya penelitian ini terletak pada variabel terikatnya yaitu
keputusan pembelian dan lokasi penelitian.
2.2.2
Penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Suryantha (2009) dengan judul
“Pengaruh Bauran Pemasaran Ritel terhadap Kepuasan Pelanggan pada
Toko Buku Gramedia Mal Bali Galeria Kuta - Bali”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara bauran
pemasaran ritel terhadap kepuasan pelanggan toko buku Gramedia Mal
Bali Galeria secara simultan dan parsial. Berdasarkan uji F, secara
simultan enam variabel bauran pemasaran ritel menunjukkan adanya
pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan yaitu sebesar 71,3
persen sedangkan sisanya 28,7 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar
model. Hasil uji t, menunjukkan variabel merchandising, pricing,
location, retail service berpengaruh terhadap kepuasan konsumen
sedangkan promotion dan atmosfer gerai tidak berpengaruh. Variabel yang
berpengaruh paling dominan adalah retail service. Persamaan penelitian
ini dengan sebelumnya terletak pada variabel bebas yaitu bauran
36
pemasaran ritel, teknik analisis data dengan regresi linier berganda yaitu
F-test dan t-test. Perbedaannya penelitian ini terletak pada variabel
terikatnya yaitu keputusan pembelian dan lokasi penelitian.
2.3 Rumusan Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan penelitian sebelumnya dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
1) Diduga bahwa variabel merchandise, price, location, promotion, atmosfer,
dan retail service secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
keputusan pembelian konsumen pada outlet CV Badger Invaders di
Denpasar.
2) Diduga bahwa variabel merchandise, price, location, promotion, atmosfer,
dan retail service secara parsial berpengaruh signifikan terhadap keputusan
pembelian konsumen pada outlet CV Badger Invaders di Denpasar.
3) Diduga bahwa variabel atmosfer gerai berpengaruh dominan terhadap
keputusan pembelian konsumen pada outlet CV Badger Invaders di
Denpasar.
37
Download