8 PEMBAHASAN UMUM Chaetoceros gracilis merupakan mikroalga laut yang mempunyai aktivitas antibakteri dan komposisi kimia yang diperlukan untuk kesehatan. Mikroalga ini mudah dibudidayakan dan dapat ditumbuhkan dalam medium pupuk NPSi. Keunggulan lain dari mikroalga adalah budidayanya tidak tergantung musim, tidak memerlukan lahan yang luas, waktu pemanenan dapat diatur. Pada penelitian ini mikroalga laut Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi memiliki fase pertumbuhan seperti fase logaritmik, fase stasioner, dan fase kematian. Pada penelitian ini fase lag tidak terjadi, karena medium yang digunakan pada kultur dan inokulumnya sama, serta inokulum kultur yang digunakan berada dalam fase logaritmik juga, sehingga inokulum tidak mengalami masa adaptasi. Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium Guillard juga memiliki fase pertumbuhan logaritmik, stasioner dan kematian. Rendemen biomasa Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam NPSi tidak berbeda dengan yang ditumbuhkan dalam medium Guillard. Karena medium NPSi maupun Guillard dilengkapi dengan senyawa yang mengandung N, P dan Si walaupun sumbernya berbeda. Unsur N, P, C dan Si merupakan unsur utama untuk pertumbuhan diatom. Unsur N dalam medium NPSi diperoleh dari urea, unsur P diperoleh dari TSP dan Si diperoleh dari Natrium silika, sedangkan pada medium Guillard unsur N diperoleh dari NaNO3, unsur P dari NaH2PO4H2O, dan unsur Si dari NaSiO3H2O. (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995) menyatakan bahwa perbedaan kultivasi diatom dengan mikroalga lainnya terletak pada penambahan silika. Silika sangat penting untuk proses perkembangbiakan diatom karena silika berperan dalam pembentukan sel, pembelahan sel serta dibutuhkan dalam proses metabolisme. Pemanenan biomasa C. gracilis menggunakan filtrasi mempunyai kelebihan antara lain lebih cepat, dapat dilakukan untuk kapasitas kultur besar, dan relatif lebih murah dibandingkan menggunakan sentrifugasi. Kelemahannya antara lain biomasa tidak dapat diperoleh semuanya, karena masih ada yang menempel pada filter keramiknya. Hal ini yang diduga menyebabkan rendemen dari biomasa C. gracilis rendah. Rendahnya biomasa yang diperoleh juga diduga karena pada penelitian ini tidak ditambahkan CO2 pada saat kultivasi, 91 sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang optimasi kultur C. gracilis dalam medium NPSi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga antara lain cahaya, suhu, pH, kandungan CO2 bebas dan salinitas (BBLL 2002). Mikroalga laut Chaetoceros gracilis yang diperoleh dari perairan Indonesia dan ditumbuhkan dalam medium NPSi menghasilkan senyawa aktif yang bersifat antibakterial, yang memiliki aktivitas penghambatan terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923, Vibrio harveyi, Escherichia coli ATCC 25922, Bacillus cereus ATCC 13091. Chaetoceros Aktivitas antibakteri yang dihasilkan oleh ekstrak gracilis lebih rendah dibandingkan antibiotik kloramfenikol pada konsentrasi 300 µg/disc. Hal ini diduga karena ekstrak C. gracilis masih dalam bentuk ekstrak kasar (crude extracts). Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil aktivitas antibakteri antara lain kemurnian senyawa antibakteri, jenis dan jumlah bakteri yang digunakan. Antibiotik dari alga umumnya belum banyak yang teridentifikasi, namun beberapa telah diketahui komponen aktifnya. Ada yang terdiri dari asam lemak, asam organik, bromofenol, penghambat fenolat, tanin, terpenoid, polisakarida ataupun alkohol (Metting dan Pyne 1986). Asam lemak jenuh dan tak jenuh dari mikroalga juga dapat menimbulkan aktifitas bakteristatik (Naviner et al. 1999). Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa alga laut Chaetoceros memiliki aktivitas antibakteri yang dapat menghambat methicilline resistant Staphylococcus aureus, vancomycin resistant enterococcus. Komponen antibakteri yang diperoleh dari Chaetoceros merupakan golongan asam lemak (Wang 1999). Antibiotik komersial seperti kloramfenikol, tetrasiklin, oksitetrasiklin, dan ampisilin memiliki aktivitas antibakteri lebih besar dibandingkan ekstrak Chaetoceros gracilis. Potensi relatif ekstrak Chaetoceros gracilis dalam menghambat pertumbuhan bakteri masih rendah. Hal ini disebabkan karena antibiotik komersial memiliki kemurnian lebih tinggi dibandingkan ekstrak Chaetoceros gracilis, selain itu mekanisme penghambatannya juga berbeda. Mekanisme penghambatan setiap antibiotik tidak sama satu dengan lainnya. Kloramfenikol memiliki spektrum penghambatan yang luas, bersifat bakteriostatik, mengganggu sintesis protein bakteri, bereaksi dengan unit 50S ribosom dan akan menghambat pembentukan ikatan peptida pada rantai polipeptida yang sedang terbentuk. Tetrasiklin menghambat transpor silang membran dan menghambat metabolisme fosforilasi oksidatif dan glukosa. 92 Tetrasiklin juga menghambat perlekatan tRNA yang membawa asam amino ke ribosom sehingga penambahan asam amino ke rantai polipeptida yang sedang dibentuk terhambat (Naim 2003). Ampisilin masuk ke dalam membran luar bakteri Gram negatif menembus ke peptidoglikan yang kemudian mengganggu sintesis dinding sel bakteri dengan cara mengganggu struktur peptidoglikan. Sintesis dinding sel mungkin terjadi tetapi strukturnya tidak terjadi, sehingga dinding sel menjadi lebih lemah dan terjadi autolisis, lama kelamaan sel mengalami lisis. Ekstrak Chaetoceros gracilis yang disimpan pada suhu rendah (-18oC sampai -20 oC) sampai 6 bulan masih memiliki aktivitas antibakteri sama dengan yang awal.. Aktivitas ekstrak Chaetoceros gracilis selama penyimpanan tidak berubah, dimana diameter hambatan pada bakteri V. harveyi 7 mm, pada bakteri E. coli 4 mm, S. aureus 6 mm, dan B. cereus 6 mm. Akbar (2008) dalam laporan penelitiannya menyebutkan bahwa ekstrak dari Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium Guillard pada suhu ruang, dan disimpan selama 2 bulan pada suhu rendah (sekitar -18oC) masih memiliki aktivitas antibakteri. Aktivitas hambatan ekstrak yang disimpan selama 2 bulan sama dengan ekstrak yang tidak disimpan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa penyimpanan pada -18- (-20oC) merupakan metode penyimpanan yang baik untuk ekstrak Chaetoceros gracilis. Efektivitas antibakteri untuk setiap bakteri tidak sama, karena masingmasing bakteri memiliki struktur dinding sel yang berbeda. Struktur dinding sel bakteri Gram positif berbeda dengan bakteri Gram negatif. Moat et al. (2002) menyatakan bahwa sel bakteri Gram negatif lebih komplek dibanding bakteri Gram positif. Struktur utama dalam sel bakteri Gram positif adalah dinding sel dan membran sel. Dinding selnya memiliki lapisan peptidoglikan lebih tebal dibanding bakteri Gram negatif. Lapisan peptidoglikan pada sel bakteri Gram negatif umumnya adalah single monolayer. Membran luar bakteri ini terdiri dari fosfolipid, lipopolisakarida, enzim, protein termasuk lipoprotein. Membran sitoplasmik pada bakteri Gram positif dan Gram negatif merupakan lapisan lipid yang teridiri dari fosfolipid, glikolipid dan protein. Lapisan membran luar bakteri Gram negatif mengandung lipopolisakarida tinggi. Pada penelitian ini ekstrak Chaetoceros gracilis menyebabkan kebocoran sel bakteri uji. Kebocoran ini dapat disebabkan oleh perbedaan tekanan osmotik di dalam dan di luar sel atau karena rusaknya ikatan hidrofobik 93 komponen penyusun membran. Kim et al. (1995) menyatakan bahwa kebocoran sel terjadi karena ikatan hidrofobik yang terdiri dari komponen penyusun membran seperti protein dan fosfolipid rusak, serta larutnya komponenkomponen lain yang berikatan secara hidrofilik dan hidrofobik. Komponen antimikroba dapat bereaksi dengan fosfolipid dari membran sel yang menyebabkan permeabilitas meningkat dan unsur pokok penyusun sel hilang. Lin et al. (2000) juga menyatakan bahwa kondisi ini dapat meningkatkan permeabilitas membran sel, sehingga memudahkan masuknya komponen antibakteri ke dalam sel serta mengakibatkan keluarnya substansi sel seperti protein dan asam nukleat yang menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan sel bakteri uji akibat kontak ekstrak Chaetoceros gracilis dengan bakteri ditunjukkan dengan kerusakan morfologi selnya yang dilihat menggunakan mikroskop elektron. Dinding sel bakteri pada penlitian ini mengalami kerusakan yang diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmotik sehingga merubah permeabilitas sel. Menurut Kabara et al. (1972) cara kerja obat antara lain merubah permeabilitas dari dinding sel. Hal ini dapat terjadi karena keluarnya nutrien atau terjadinya difusi metabolit esensial. Ultee et al. (1998) melaporkan bahwa mekanisme kerja antimikroba ada yang mempunyai spektrum luas, sempit dan ada yang hanya efektif terhadap mikroorganisme tertentu. Pengaruh antibiotik terhadap dinding sel dapat terjadi akibat akumulasi asam lemak maupun asam organik dari bahan (antimikroba) dalam bentuk tidak terdisosiasi akan menyebabkan perubahan terhadap komposisi penyusun dinding sel. Senyawa aktif dapat bereaksi dengan dinding sel bakteri dan membran sel. Biomassa Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi dan dipanen pada umur 7 hari mempunyai kadar protein, lemak, dan karbohidrat sebesar 45,88 % (bk), 16,5 % dan 10,17 % (bk). senyawa kimia ini berbeda dengan Hasil analisis kandungan hasil penelitian Renaud (2002) maupun peneliti lain. Hal ini terjadi karena metode kultivasi yang digunakan berbeda, karena faktor-faktor seperti nutrien, suhu, pencahayaan, CO2, salinitas mempengaruhi pertumbuhan dan komposisi kimianya. Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi mempunyai komposisi asam lemak yang terdiri dari asam lemak jenuh seperti kaprilat (C8:0), miristat (C14:0), palmitat (C16:0), laurat (C12:0), stearat (C18:0), heneikosanoat (C21:0), behenat (C22:0), serta asam lemak tidak jenuh seperti palmitoleat 94 (C16:1), heptadekanoat (C17:1), miristoleat (C14:1), pentadekanoat (C15:1), oleat (C18:1n9), linoleat (C18:3n3), arakhidonat (C20:4n6), linolenat (C18:3), dokosadienoat (C22:2), eikosapentaenoat (C20:5n3) dan dokosaheksaenoat (C22:6n3). Asam lemak seperti palmitoleat, oleat, linoleat, linolenat merupakan asam lemak yang mempunyai aktivitas antibakteri (Zheng 2005), tetapi aktivitas antibakteri dari asam lemak belum banyak ditemukan sehingga reaksi mekanismenya masih belum jelas. Chaetoceros gracilis mengandung asam lemak esensial untuk tubuh, yaitu asam linoleat (C18:2n-6) dan asam linolenat (C18:3n-3). Asam lemak ini dikatakan esensial karena dibutuhkan oleh tubuh, akan tetapi tubuh tidak dapat mensintesis sendiri. Kedua asam lemak ini diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan fungsi normal semua jaringan. Turunan asam lemak dari kedua asam lemak tersebut adalah asam arakhidonat (C20:4n-6) dari asam linoleat dan eikosapentaenoat (C20: 5n-3) dan dokosaheksaenoat (C22:6n-3) dari asam linolenat. Ketiga asam lemak ini non esensial karena tubuh dapat mensintesisnya. Kekurangan asam lemak dalam tubuh dapat menimbulkan gangguan. Almatsier (2009) menyatakan bahwa kekurangan asam lemak pada tikus percobaan dapat menimbulkan gejala seperti kulit mengalami dermatitis dan ekzema, pertumbuhan terhambat, reproduksi terganggu, degenerasi atau kerusakan pada organ tubuh, kerentanan terhadap infeksi meningkat. Komposisi asam lemak dari Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi masih lengkap, akan tetapi kadarnya masih rendah. Hal ini dapat diantisipasi dengan melakukan optimasi kultivasi Chaetoceros gracilis. Mikroalga laut Chaetoceros gracilis merupakan diatom laut yang memiliki kandungan zat gizi cukup bagus. Chaetoceros gracilis mengandung asam amino esensial seperti treonin, valin, metionin, leusin, isoleusin, lisin, fenilalanin, histidin. Asam amino esensial ini berfungsi terutama sebagai katalisator, penguat struktur, penggerak, pengatur, ekspresi genetik, penguat imunitas dan untuk pertumbuhan. Komposisi dan jumlah asam amino esensial ini dalam suatu protein pangan turut menentukan mutu protein dari suatu jenis pangan (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Chaetoceros gracilis mengandung esensial. asam amino esensial dan non Asam amino histidin merupakan asam amino esensial untuk bayi, namun kadang dikatakan esensial untuk orang dewasa. Histidin berperan dalam 95 pemeliharaan kesetimbangan nitrogen bagi orang dewasa. Sistein berperan dalam pemenuhan kebutuhan asam amino sulfur. Metionin berfungsi untuk metabolisme lemak. Katabolisme fenilalanin dan tirosin terjadi di dalam hati, namun tirosin sebagai prekursor penting dalam sintesis beberapa senyawa esensial dalam jaringan. Triptofan berfungsi meningkatkan penggunaan dari vitamin B kompleks, meningkatkan kesehatan syaraf, menstabilkan emosi. Isoleusin berfungsi dalam perkembangan keseimbangan nitrogen tubuh. Lisin kecerdasan, mempertahankan memperkuat sistem sirkulasi, bersama proline dan vitamin C akan membentuk jaringan kolagen (Stipanuk 2000). Asam amino non esensial jenis alanin di dalam jaringan mamalia membentuk protein dan berperan dalam transaminasi. Alanin merupakan asam amino utama yang dikeluarkan dari otot dan usus kecil, memperkuat membran sel, membantu metabolisme glukosa menjadi energi tubuh. Glutamat dan aspartat dapat bekerjasam dengan dua asam sitrat dalam siklus asam sitrat, yaitu alfa-keto glutarat dan oksaloasetat. Glutamin adalah asam amino bebas yang terdapat dalam tubuh melimpah. Prolin berfungsi sebagai bahan dasar asam glutamat, bersama lisin dan vitamin C akan membentuk jaringan kolagen yang penting untuk menjaga kecantikan kulit, memperkuat persendian, tendon, tulang rawan dan otot jantung. Beberapa arginin digunakan untuk sintesis guanidinoasetat yang mana dibawa ke hati untuk sintesis kreatin. Arginin juga merupakan substrat untuk sintesis nitric oxide (NO) dan sitrulin. Dekarboksilasi arginin menjadi agmatin, yaitu sejenis amin bioaktif berfungsi sebagai neuromodulator. Arginin juga dapat memperbaiki jaringan yang rusak. Glisin berperan penting dalam homeostasis nitrogen (Stipanuk 2000). Chaetoceros gracilis mengandung kalsium dalam jumlah besar (600 mg/100 g), fosfor (P) sebesar 440 mg/100g, magnesium (Mg) sebesar 770 mg/100g, besi (Fe) 30 mg/100g, seng (Zn) sebesar 30 mg/100 g dan mangan (Mn) sebesar 10 mg/100 g bahan. Kebutuhan manusia akan mineral berbedabeda. Kebutuhan kalsium, fosfor, magnesium, besi, zink, dan mangan per orang per hari bagi bayi dan anak di bawah 10 tahun sebesar 200-600 mg,100-400 mg, 60 mg, 8 mg, 8,3 mg dan 1,2 mg. Kebutuhan kalsium, fosfor, magnesium, besi, zink, dan mangan pada orang berumur di atas 10 tahun sebesar 800-1000 mg, 600-1000 mg, 270 mg, 13-26 mg, 9,8-13,4 mg, dan 1,8-2,3 mg. Berdasarkan kandungan mineral ini Chaetoceros gracilis dapat digunakan sebagai sumber mineral. Mineral-mineral ini diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan. Soekatri 96 dan Kartono (2004) menyatakan bahwa secara umum ada 3 fungsi mineral dalam tubuh, yaitu: (1) sebagai kofaktor dalam berbagai reaksi metabolik; (2) sebagai bagian dari senyawa yang mengandung zat organik terutama enzim, hormon, unsur tertentu dalam darah; (3) sebagai ion yang memungkinkan pergerakan zat melintasi membran sel dan pergerakan otot. Mineral mikro lain yang kebutuhannya belum ditetapkan tetapi dianggap sebagai zat gizi esensial adalah Si. Silikon berperan dalam sintesis kolagen, diabsorpsi dalam bentuk asam silikat dan diekskresi melalui urin. Zat ini banyak terdapat dalam makanan nabati terutama biji-bijian dan serealia utuh (Almatsier 2009). Paasche (1980) menyatakan bahwa Chaetoceros dan diatom lainnya mengandung silika Chaetoceros gracilis yang yang merupakan dikultivasi komponen dalam dinding medium sel. NPSi Biomasa mempunyai kandungan silika sebesar 6,5 %. Kandungan silika ini cukup tinggi, sehingga perlu dilakukan penelitian pengurangan kandungan silika dalam biomasa Chaetoceros gracilis. Sifat fitokimia dari biomasa Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium Guillard maupun NPSi tidak berbeda, sedangkan sifat fitokimia pada ekstrak metanol dan ekstrak heksan ada sedikit perbedaan. Beberapa sifat kimia dapat rusak oleh tahapan ekstraksi yang menggunakan pelarut metanol dan heksan. Pada ekstrak heksan tidak mengandung asam amino, sedangkan pada ekstrak metanol mengandung asam amino, karena heksan bukan pelarut yang baik untuk asam amino, tetapi baik untuk lemak, sehingga dalam ekstrak metanol masih ditemukan adanya asam amino. Kandungan asam nukleat (DNA) dalam Chaetoceros gracilis masih tergolong rendah, yaitu sebesar 0,1%.