Gb.13. Gambar letak kelenjar endokrin pada pria / wanita

advertisement
ENDOKRINOLOGI
I
PENDAHULUAN
Sejarah
Endokrinologi
Sel di Perkembangan
dalam tubuh manusia
(atau hewan) pada umumnya
memiliki
fungsi
utama
tempat
Endokrinologi
adalah
cabang
ilmu sebagai
yang relatif
mudaberlangsungnya
usia dan baru. kegiatan
Penelitian
metabolisme.
Namun, ada
beberapa
memiliki
bidang ini diawali
dari ketidaksengajaan
namun
didasarijenis
padasel
rasatubuh
ingin yang
tahu yang
begitu
lebih
dari sekedar
melakukan
metabolisme,
yaknibesar
mampu
kuat. Berikut inikemampuan
ditampilkan
beberapa
ahli yang
memberikan
kontribusi
bagi
menghasilkan: suatu substansi kimia yang tidak diperuntukkan bagi
perkembangan endokrinologi
dirinya sendiri melainkan untuk kelangsungan mekanisme kerja sel-sel
lainnya.. Sel yang demikian ini disebut dengan istilah sel kelenjar.
1. Berthold (1849)
dari eksperimen
sel kelenjar menggunakan
yang kemudian
dimanfaatkan
oleh Perlakuan
sel lain
Berthold Produk
melakukan
sampel
ayam jantan.
tubuh: individu yang sama diistilahkan dengan sekret. Contoh :
yang dibuat ada 3didalam
model yaitu
hormonkedua
dantestis
enzim
Proses
transfer
disebut
sekresi.
a. Membuang
ayam,
kemudian
ayam produknya
dibiarkan hidup
dan tumbuh.
Sedangkan
tersebut
dibuangayam
keluar
dari tubuh
maka
b. Membuang
salahjika
satuproduk
testis sel
ayam,
kemudian
dibiarkan
hidup
dan
sebutannya adalah ekskret (contoh : keringat, feromon dan urin).
tumbuh.
Proses
pembuangannya
disebut
ekskresi.
c. Menukar
salah
satu testis ayam
dengan
ayam jantan lain secara transplantasi,
kemudian ayam dibiarkan hidup dan tumbuh.
Pembentukan
Kelenjar
Percobaan tadi membuahkan
hasil
sebagai berikut :
Berdasarkan
kelenjar
dalam
tubuh
a. Pada perlakuan
pertama, cara
ayampembentukannya,
jantan yang hidup
tanpa di
testis
mengalami
manusia
dibedakan suri
menjadi
dua, yakni
kelenjarsuri
eksokrin
dan kelenjar
kegagalan
pertumbuhan
dan jengger.
Kalaupun
dan jengger
tumbuh
endokrin.
Katamaka
krin efek
berasal
dari bahasa
Greek mereduksinya
yakni krinos jengger
yang
sebelum
perlakuan,
ketiadaan
testis adalah
berarti
memisahkan
menghasilkan.
Ekso
berartiSelain
luar dan
dan suri
(atau
mengalamiatau
atrofi
/ penyusutan
ukuran).
itu, endo
ayam
berarti
adalah
kelompok lemah,
kelenjar
menjadi
tidakdalam.
tertarikKelenjar
lagi padaeksokrin
ayam betina,
berkokoknya
danyang
tidak
produknya
diangkut
keluar
melalui
suatu saluran yang bermuara di
ada kemauan
bertarung
dengan
sesama
jantan.
tubuh
keringat atau
ASIsama,
melalui
pori) suri
atau dan
di
b. Pada permukaan
perlakuan luar
kedua
dan(misalnya
ketiga, hasilnya
relatif
yakni:
permukaan
organ dalam
mukusbetina,
atau berkokok
lendir).
jengger
tumbuh normal,
mudah tubuh
tertarik(misalnya
dengan ayam
Sedangkan
kelenjar
adalah kelenjar
yang yang
sekretnya
diangkut
normal,
dan cukup
agresifendokrin
dalam bertarung.
Hal khusus
menarik
adalah
ke bagian
tubuh lain
oleh
pembuluh
darah
atau pembuluh limfe karena
terjadinya
pembesaran
testis
pada
perlakuan
kedua.
kelenjar ini tidak memiliki saluran keluar secara khusus. Kelenjar
endokrin dikenal juga dengan istilah kelenjar buntu atau kelenjar
hormon.
Mekanisme pembentukan kelenjar dimulai dari pembentukan
lapisan ektoderm pada fase blastula akhir dan gastrula awal. Lapisan
1
tersebut akan terdifferensiasi menjadi jaringan epitelial yang menutupi
suatu permukaan dengan segala variasi bentuk dan fungsi.
Ketika
ENDOKRINOLOGI
Dari hasil percobaannya, Berthold berkesimpulan bahwa ayam jantan dapat
memiliki karakteristik normal meskipun hanya memiliki satu buah testis. Penggantian
testis melalui transplantasi di awal masa pertumbuhan ternyata tidak banyak berpengaruh
terhadap ciri pertumbuhan sekunder selanjutnya. Akan tetapi, penggantian atau
pembuangan testis pada saat pertumbuhan menyebabkan testis yang ada mengalami
pembesaran ukuran (hipertrophi), karena pemanfaatan yang berlebihan. Transplan testis
dapat berfungsi seperti halnya testis asli secara normal, tanpa dipengaruhi oleh
mekanisme persarafan disekitarnya. Dari eksperimen ini pula, Berthold yakin bahwa
testis itu memproduksi suatu sekret yang berfungsi untuk perkembangan organ
reproduksi sekunder ayam jantan.
Penelitian lanjutan yang dilakukan tahun 1935 menunjukkan bahwa testis ternyata
memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga proses fisiologis tubuh bahkan dapat
menentukan perilaku individu jantan. Hal ini disebabkan karena testis memiliki
keistimewaan, yakni:
1. Dapat mengaktivasi atau mentransformasi beberapa komponen di dalam darah
menjadi substansi yang aktif (hormon).
2. Dapat menghilangkan substansi inhibitor di dalam darah.
3.
Dapat menghasilkan hormon (testosteron) yang dapat diedarkan melalui
sistem peredaran darah.
2. Von Mering dan Minkowski (1889) .
Kedua peneliti ini mencoba membuang pankreas dari tubuh anjing dan babi.
Ternyata efek pankreatektomi dapat mengakibatkan munculnya penyakit DM (Diabetes
Mellitus), yaitu penyakit yang diakibatkan peningkatan kadar gula darah sebagai akibat
gagalnya tubuh memetabolisme karbohidrat karena ketiadaan cairan pankreas (insulin).
3. Bayliss dan Starling (1902, ahli fisiologi dari Canada).
Penelitian yang dilakukan adalah aktivitas hormon yang berasal dari sistem
pencernaan. Berdasar hasil penelitian, diketahui bahwa :
2
ENDOKRINOLOGI
1. Area mukosa pada intestinum ternyata memproduksi suatu cairan asam yang
berfungsi untuk merangsang pengaliran cairan pankreas.
2. Pada area jejenum yang sarafnya dinonaktifkan (tetapi sistem vaskularisasinya
tetap dibiarkan lancar), kehadiran substansi asam dari intestinum tadi tetap
dapat merangsang kerja pankreas.
Hasil percobaan itu semakin memperkuat dugaan bahwa sekret dari organ-organ tertentu
dapat bekerja sendiri tanpa dipengaruhi oleh sistem saraf. Dengan kata lain, sekret dapat
bersifat humoral.
Tahun 1905, Starling mengumumkan bahwa cairan dari mukosa usus tadi disebut
dengan hormon secretin. Istilah hormon diperkenalkan oleh Starling untuk pertama kali.
Asal kata hormon adalah hormaein (bahasa Greek) yang berarti sesuatu yang dapat
meningkatkan aktivitas.
4. Schaefer (1912).
Melanjutkan penelitian Von Mering, kemudian memberikan nama pada sekret
pankreas sebagai insulin.
5. Stockard dan Papanicolaou (1917)
Kedua peneliti ini memelopori penelitian dan pengkajian fisiologi reproduksi
siklus estrus pada marmut. Perubahan estrus ternyata disebabkan oleh suatu zat yang
kemudian dinamakan estrogen. Usaha peneliti ini kelak ditabalkan untuk istilah Pap’s
smear, yakni istilah untuk pengamatan dinding epitel pada alat reproduksi wanita.
6. Banting dan Best (1922).
Peneliti ini menemukan bahwa insulin bukan merupakan produk dari keseluruhan
organ pankreas, melainkan hanya dari bagian tertentu saja yang disebut Pulau-pulau
Langerhans (Islet of Langerhans). Hormon inilah yang berperan utama dalam
memetabolisme karbohidrat.
7. Loewi (1921).
3
ENDOKRINOLOGI
Loewi berpendapat bahwa suatu substansi kimia yang dilepaskan oleh sel-sel
neuron (diistilahkan dengan chemical messenger) berperan penting dalam mekanisme
kerja hormon. Chemical messenger selama ini diketahui memegang peranan penting
dalam fungsi CNS (Central Nervous System; sistem saraf pusat) dan ANS (Autonomic
Nervous System; sistem saraf otonom). Misalnya pada aktivitas kerja dinding usus
(peristaltik) dan jantung.
Eksperimen Loewi dilakukan dengan menggunakan jantung katak. Jantung
direndam dalam cairan yang mengandung substansi dari nervus vagus. Hasilnya adalah
terjadi peningkatan ritme degupan (khronotropik) dan amplitudo (inotropik). Substansi
dari Nervus Vagus tersebut kemudian dikenal dengan sebutan asetilkolin (Ach) dan
pemacu jantungnya disebut norepinephrin.
8. Ascheim dan Zondek (1927)
Mengawali penelitian tentang kehamilan, yang kemudian menemukan adanya
hormon korionikgonadotropin (cGh) dari plasenta. Penelitian ini dilanjutkan oleh Doisy
dan Butenandt (1929) yang berhasil mengekstraksi dan mengkristalkan zat estrogenik
(estron) dari urin wanita hamil, serta mengkristalkan juga androsteron dari urin pria.
David (1930) mengekstraksi testis dan menemukan testosteron. MacCorquodale (1936)
mampu mengisolasi estrogen dari 4 ton ovari babi untuk memperoleh 12 mg estradiol.
9. Swingle dan Piffner (1930)
Melakukan adrenalektomi dan sekaligus mengekstraksi kortek adrenal. Ternyata
didalamnya terkandung 30 macam steroid. Penemuan ini diperkuat oleh penelitian
Reichstein yang mengekstraksi 100 kg adrenal dari 20.000 sapi untuk mendapatkan 26
mg materi yang terbagi menjadi 29 senyawa steroid. Dari sekian jenis yang ditemukan,
hormon kortikosteroid merupakan yang utama untuk metabolisme karbohidrat (disebut
glukokortikoid) dan mineral (disebut mineralokortikoid).
10. Sanger (1953).
4
ENDOKRINOLOGI
Sanger menyatakan bahwa protein hormon insulin ternyata tersusun dari
serangkaian asam-asam amino. Hasil penelitiannya tersebut kemudian dijadikan dasar
untuk meneliti berbagai struktur hormon yang lain.
11. du Vigneud (1953).
Ahli ini mengikuti jejak Sanger dalam meneliti struktur hormon. Namun
langkahnya lebih jauh lagi yakni membuat menentukan struktur hormon oxytocin dan
vasopressin (neurohormon polipeptida), kemudian berhasil membuat hormon sintetiknya.
Langkah ini mengawali intensitas penelitian pada berbagai jenis hormon neuroendokrin
dari neurohipofisis
12. Sutherland (1962).
Sutherland menemukan bahwa hormon dapat menstimulasi membran sel yang
rusak guna mengaktifkan enzym phosphorylase pada hati. Hormon tadi akan bereaksi
dengan substansi dari hati sebelum mengaktifkan enzym. Substansi dari hati tersebut
dikenal sebagai cAMP (cyclic Adenosine 3’,5’-monophosphate). Penelitian Sutherland
juga terkait dengan AC (Adenylate Cyclase), yaitu enzym yang bertanggung jawab
terhadap pembentukan cAMP. Penemuan ini sangat besar artinya, karena ternyata dalam
proses kerja hormonal dan proses fisiologis lainnya selalu melibatkan cAMP sebagai
second messenger.
13. Harris (1955).
Harris mengemukakan sejumlah data hasil temuan yang menyatakan bahwa
kelenjar pituitari (master gland) dapat dikontrol oleh otak, khususnya bagian
hipothalamus otak. Temuan ini dikenal sebagai neurosekret atau neurokrin.
14. Copp dan Cameron (1961)
Berhasil
menemukan
kalsitonin
dari paratiroid.
Hormon
ini
berfungsi
menurunkan kadar kalsium plasma. Temuan tersebut ditindaklanjuti oleh Hirsch (1963),
5
ENDOKRINOLOGI
dan kemudian didapati derivatnya yaitu tirokalsitonin (polipeptida dengan 32 asam
amino). Hormon-hormon tersebut dihasilkan oleh sel C (parafolikel) dari paratiroid.
15. Schally (1978) dan Guillemin.
Schally mengadakan penelitian dengan mengekstraksi 250.000 hipothalamus
babi. Dari penelitian tersebut ditemukan struktur hormon TRH (Thyrotropin Releasing
Hormone). Guillemin mengadakan penelitian serupa dari hipothalamus domba. Kedua
ahli tersebut akhirnya menyimpulkan bahwa TRH bertanggung jawab terhadap pelepasan
TSH (Thyroid Stimulating Hormon) dari kelenjar pituitari.
Kedua ahli ini juga menemukan struktur hormon GnRH (Gonadotropin Releasing
Hormone), yaitu hormon yang mengkontrol pelepasan gonadotropin dari kelenjar
pituitari. GnRH sintetik juga dibuat dan digunakan untuk mengontrol fertilitas, oleh
karenanya semakin banyak gonadotropin dihasilkan maka kemungkinan keberhasilan
proses fertilisasi akan semakin besar. Anti GnRH akhirnya juga dapat dibuat secara
sintetik guna menghambat fertilisasi (bahan kontrasepsi).
Selain itu, Guillemin sendiri juga menemukan somatostatin, yakni inhibitor
somatotropin dari kelenjar pituitari, dan inhibitor glucagon dan insulin.
16. Rita Levi-Montalcini
Ahli ini menemukan NGF (Nerve Growth Factor) yaitu hormon peptida yang
diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan sel-sel saraf dan sel-sel
saraf perifer.
17. Stanley Cohen.
Stanley adalah penemu EGF (Epidermal Growth Factor), yaitu hormon yang
diperlukan untuk menstimulasi differensiasi sel dan pertumbuhan berbagai sel epitel dan
sel-sel sejenis lainnya.
Sejak temuan-temuan dasar yang terkait dengan masalah hormon tersebut mulai
dikenal, maka perkembangan dari ilmu yang mempelajari tentang endokrin menjadi
6
ENDOKRINOLOGI
semakin pesat, luas dan dalam. Rangkaian penelitian yang lebih kompleks dan terpadu
bermunculan hampir setiap saat, yang tentunya melengkapi temuan yang telah ada
sebelumnya. Belakangan ini riset terpadu dalam masalah hormon tak lepas dari berbagai
disiplin ilmu lain yang mendukung dan mulai ditekankan pada level molekulernya.
7
ENDOKRINOLOGI
II
TINJAUAN HISTOLOGIS DARI KELENJAR
NJAUAN HISTOLOGIS DARI KELENJAR
Sel di dalam tubuh manusia (atau hewan) pada umumnya memiliki fungsi utama
sebagai tempat berlangsungnya kegiatan metabolisme. Namun, ada beberapa jenis sel
Sel di dalam tubuh manusia (atau hewan) pada umumnya
tubuh yang memiliki kemampuan lebih dari sekedar melakukan metabolisme, yakni
memiliki fungsi utama sebagai tempat berlangsungnya kegiatan
mampu menghasilkan suatu substansi kimia yang tidak diperuntukkan bagi dirinya
metabolisme. Namun, ada beberapa jenis sel tubuh yang memiliki
sendiri melainkan untuk kelangsungan mekanisme kerja sel-sel lainnya. Sel yang
kemampuan lebih dari sekedar melakukan metabolisme, yakni mampu
demikian ini disebut dengan istilah sel kelenjar. Produk dari sel kelenjar yang kemudian
menghasilkan suatu substansi kimia yang tidak diperuntukkan bagi
dimanfaatkan oleh sel lain didalam tubuh individu yang sama diistilahkan dengan sekret
dirinya sendiri melainkan untuk kelangsungan mekanisme kerja sel-sel
(Latin: secerno = memisahkan). Contoh sekret adalah hormon dan enzim. Proses transfer
lainnya.. Sel yang demikian ini disebut dengan istilah sel kelenjar.
produknya disebut sekresi. Sedangkan jika produk sel tersebut dibuang keluar dari tubuh
Produk dari sel kelenjar yang kemudian dimanfaatkan oleh sel lain
dan tidak dimanfaatkan lagi maka sebutannya adalah ekskret. Contohnya adalah
didalam tubuh individu yang sama diistilahkan dengan sekret. Contoh :
keringat, feromon dan urin. Proses pembuangannya disebut ekskresi.
hormon dan enzim Proses transfer produknya disebut sekresi.
Sedangkan jika produk sel tersebut dibuang keluar dari tubuh maka
A. Pembentukan Kelenjar
sebutannya adalah ekskret (contoh : keringat, feromon dan urin).
Proses pembuangannya disebut ekskresi.
Berdasarkan cara pembentukannya, kelenjar di dalam tubuh manusia dibedakan
menjadi dua, yakni kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kata krin berasal dari bahasa
Pembentukan Kelenjar
Greek yakni krinein yang berarti memisahkan atau menghasilkan. Ekso berarti di luar dan
Berdasarkan cara pembentukannya, kelenjar di dalam tubuh
endo berarti di dalam. Kelenjar eksokrin adalah kelompok kelenjar yang produknya
manusia dibedakan menjadi dua, yakni kelenjar eksokrin dan kelenjar
diangkut keluar melalui suatu saluran yang bermuara di permukaan luar tubuh (misalnya
endokrin. Kata krin berasal dari bahasa Greek yakni krinos yang
keringat atau ASI melalui pori) atau di permukaan organ dalam tubuh (misalnya mukus
berarti memisahkan atau menghasilkan. Ekso berarti luar dan endo
atau lendir). Sedangkan kelenjar endokrin adalah kelenjar yang sekretnya diangkut ke
berarti dalam. Kelenjar eksokrin adalah kelompok kelenjar yang
bagian tubuh lain oleh pembuluh darah atau pembuluh limfe karena kelenjar ini tidak
produknya diangkut keluar melalui suatu saluran yang bermuara di
memiliki saluran keluar secara khusus. Kelenjar endokrin dikenal juga dengan istilah
permukaan luar tubuh (misalnya keringat atau ASI melalui pori) atau di
kelenjar buntu atau kelenjar hormon.
permukaan organ dalam tubuh (misalnya mukus atau lendir).
Mekanisme pembentukan kelenjar dimulai dari pembentukan lapisan ektoderm
Sedangkan kelenjar endokrin adalah kelenjar yang sekretnya diangkut
pada fase blastula akhir dan gastrula awal. Lapisan tersebut akan terdifferensiasi menjadi
ke bagian tubuh lain oleh pembuluh darah atau pembuluh limfe karena
jaringan epitel yang menutupi suatu permukaan dengan segala variasi bentuk dan fungsi.
kelenjar ini tidak memiliki saluran keluar secara khusus. Kelenjar
endokrin dikenal juga dengan istilah kelenjar buntu atau kelenjar
hormon.
8
Mekanisme pembentukan
kelenjar dimulai dari pembentukan
lapisan ektoderm pada fase blastula akhir dan gastrula awal. Lapisan
ENDOKRINOLOGI
Ketika embrio mencapai tahap organogenesis, maka jaringan epitelium ini sebagian akan
tumbuh dan migrasi atau invasi (dengan gerak morfogenetik invaginasi) menembus
jaringan pengikat di lapisan sebelah dalamnya. Sel-selnya kemudian tumbuh menjadi
massa sel dan berspesialisasi menjadi sel kelenjar. Jalur invasi sel yang terus
dipertahankan keberadaannya kelak akan berfungsi sebagai saluran atau duktus bagi sel
kelenjar. Kelenjar yang demikian ini disebut sebagai kelenjar eksokrin. Sedangkan jika
jalur invasi tersebut tidak berkembang, bahkan mereduksi, sehingga mengakibatkan
massa sel kelenjar tak punya hubungan lagi dengan lapisan sel epitelnya, maka kelompok
sel ini akan berkembang sebagai kelenjar endokrin. Secara ringkas, hal tersebut dapat kita
pelajari dari skema gambar berikut :
Gambar 1: Bagan pembentukan kelenjar eksokrin (kiri) dan endokrin (kanan)
Sumber : ........................................
9
ENDOKRINOLOGI
B. Penggolongan Kelenjar
Secara histologis (histogenesis) dan morfologis (morfogenesis), kelenjar dapat
dikelompokkan menjadi beberapa jenis.
Berdasar jumlah sel yang menyusunnya, kelenjar dibedakan menjadi :
1. Kelenjar uniseluler :
Kelenjar yang hanya terdiri dari satu sel saja (kelenjar tunggal), tidak memiliki
saluran, terdapat umumnya di epitel permukaan dari suatu rongga tubuh. Contohnya
adalah sel piala (sel goblet atau sel mukus) yang terdapat pada sepanjang permukaan
rongga dalam saluran usus, saluran nafas atau saluran reproduksi.
Gambar 2.: Bentuk kelenjar uniseluler
2. Kelenjar multiseluler :
Kelenjar ini terdiri lebih dari satu sel. Berdasarkan letaknya terhadap epitel
permukaan, kelenjar ini masih dikelompokkan lagi menjadi :
a. Kelenjar multiseluler intraepitelial : kelompok sel kelenjarnya berada disekitar
permukaan epitel sehingga tidak membentuk saluran (duktus) secara khusus.
Misalnya : kelenjar pada permukaan dinding lambung.
b. Kelenjar multiseluler ekstraepitelial : kelompok sel kelenjarnya tumbuh di bagian
jaringan pengikat (lamina propria, tunika mukosa) atau pada lapisan yang lebih
dalam lagi (misal dermis), sehingga terbentuk saluran panjang (disebut duktus
10
ENDOKRINOLOGI
ekskretorius) dan berakhir pada kelompok sel kelenjarnya itu sendiri (disebut pars
sekretorius).
Kedua tipe kelenjar multiseluler ini dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3.: Kelenjar multiseluler intraepitelial (kiri) dan ekstraepitelial (kanan).
Sumber: ………………………
Berdasar jumlah lapisan sel kelenjar yang menyusun pars sekretorisnya, dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Kelenjar monoptyche : hanya terdiri atas selapis sel saja. Misalnya pada kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera).
2. Kelenjar polyptyche : kelenjar yang tersusun dari beberapa lapis sel yang
bergerombol. Misalnya pada kelenjar minyak (kelenjar sebasea).
Gambar 4.: Kelenjar monoptyche (kiri) dan polyptyche (kanan)
Berdasar bentuk pars sekretorisnya, dapat dibedakan menjadi :
1. Kelenjar tubuler : berbentuk seperti pipa
2. Kelenjar alveolar : berbentuk seperti kantung atau buah labu
3. Kelenjar asiner/sakuler : berbentuk serupa dengan alveolar hanya lebih membulat
Berdasar bentuk duktus ekskretoriusnya dibedakan menjadi :
1. Kelenjar sederhana : kelenjarnya tidak bercabang
2. Kelenjar kompleks : kelenjarnya memiliki saluran bercabang-cabang.
11
ENDOKRINOLOGI
Berdasar kombinasi bentuk antara pars sekretorius dengan duktus ekskretorius, maka
bentuk dasar kelenjar dikelompokkan menjadi :
1. Kelenjar tubuler sederhana (simple tubular gland)
a. Kelenjar tubuler lurus (kelenjar usus besar)
b. Kelenjar tubuler bergelung (kelenjar sudorifera)
c. Kelenjar tubuler bercabang (kelenjar uterin)
2. Kelenjar tubuler kompleks (compound tubular gland)
Pars sekretorianya banyak (bertipe tubular) dengan saluran keluar masinmg-masing
yang kemudian saluran tersebut bermuara pada satu duktus ekskretorius utama.
Misalnya pada testis.
Gb.5. Bentuk dasar kelenjar tubuler sederhana dan tubuler kompleks
3. Kelenjar alveolar atau sakuler sederhana (simple alveolar gland)
Terdapat pada kelenjar sebasea dan derivatnya yaitu kelenjar Meibomi pada kelopak
mata.
4. Kelenjar alveolar atau sakuler kompleks (compound alveolar gland)
Pars sekretoris alveolar atau sakulernya banyak yang bermuara pada satu duktus
sekretorius utama.
Gb.6. Bentuk kelenjar alveolar/sakuler sederhana dan kompleks.
12
ENDOKRINOLOGI
5. Kelenjar tubuloalveolar sederhana (simple tubuloalveolar gland)
Terdapat pada kelenjar ludah (kelenjar submandibularis) dan kelenjar Brunneri pada
usus halus duodenum.
6. Kelenjar tubuloalveolar kompleks (compound tubuloalveolar gland)
Ujung pars sekretorianya berbentuk alveolar dan pangkalnya berbentuk tubuler,
masing-masing memiliki saluran keluar yang kemudian bergabung dengan saluran
utama. Misalnya pada kelenjar ludah parotis dan submandibularis.
Gb.7. Bentuk dasar kelenjar tubuloalveolar sederhana dan kompleks
Berdasar sifat sekretnya, kelenjar dibedakan menjadi :
1. Kelenjar sitogen : kelenjar yang menghasilkan sel sebagai sekretnya. Misalnya testis
(penghasil sperma) dan ovarium (penghasil sel telur).
Gb.8. Contoh kelenjar sitogen pada testis.
2. Kelenjar non-sitogen : kelenjar yang memproduksi substansi kimia saja. Contohnya
adalah selain testis dan ovarium. Kelenjar inipun masih dibedakan lagi menjadi 3
kelompok berdasar substansi yang diproduksinya :
13
ENDOKRINOLOGI
a. Kelenjar mukosa : sekretnya kental, mengandung bahan dasar karbohidrat dalam
bentuk sialomusin, sulfomusin, musinogen atau premusin (glikoprotein) sebagai
pembentuk lendir. Bentuk sel kelenjarnya adalah piramid dengan kecenderungan
kuboidal. Jika sel aktif berproduksi, maka inti sel sering terdesak ke bagian basal
sel sehingga berbentuk gepeng. Contoh : sel piala (sel goblet).
b. Kelenjar serosa : sekretnya encer, jernih, mengandung bahan dasar protein (setara
albumin) dan juga enzim. Bentuk selnya adalah piramidal. Pada saat sel dalam
keadaan aktif, inti sel tetap berbentuk bulat dan cenderung tetap berada di tengah
sel. Contoh : sel kelenjar parotis dan pankreas.
c. Kelenjar campuran (kelenjar seromukus) : tersusun sebagian besar oleh sel
kelenjar mukosa dan sisanya oleh sel kelenjar serosa. Jika sel mukosanya aktif,
maka sel serosanya sering terdesak/terhimpit sehingga membentuk bangunan
seperti bulan sabit (disebut sel Demiluna Gianuzzi atau Demilune von Ebner ;
demidius = setengah, luna = bulan)). Contoh : pada kelenjar submandibularis dan
sublingualis.
Gb.9. Contoh kelenjar mukosa (A), serosa (B) dan seromukus (C)
Berdasar cara mengeluarkan sekret dari dalam sel, maka kelenjar dibedakan menjadi :
1. Kelenjar merokrin (Greek : meros = sebagian )
Produk dari sel kelenjar umumnya dikemas dalam bentuk vesikula atau granula yang
dilepas dari apparatus golgi. Granula tersebut kemudian akan mengumpul di bagian
apex (ujung bebas dari sel kelenjar). Membran granula atau vesikula kemudian
berfusi dengan membran apikal. Selanjutnya membran tersebut akan membuka dan
menumpahkan seluruh sekret keluar sel kelenjar , lalu menutup kembali. Cara seperti
14
ENDOKRINOLOGI
ini sering juga disebut dengan eksositosis. Atau fusi membran tersebut kemudian
membentuk lubang kecil tempat keluarnya sekret (prosesnya disebut emiositosis).
Dalam proses ini, tak ada bagian sel yang rusak dan tak ada bagian sitoplasma yang
terikut. Contoh: sekresi dari kelenjar sudorifera. Cara lain yang agak langka adalah
pengeluaran sekret dengan cara perembesan melalui membran apikal . Contoh:
sekresi kortikoid dari kelenjar adrenal; dan mayoritas kelenjar eksokrin.
2. Kelenjar apokrin (Greek : apo = lepas dari )
Pada saat sekresi berlangsung, sebagian dari membran sel dan sitoplasma sering
terikut (diistilahkan “pinch off”), sehingga setelah sekresi selesai, maka ukuran sel
mengecil (mengkerut) menjadikan kelenjar tampak mengempis. Contoh kelenjar
aksiler (ketiak), kelenjar mammae dan kelenjar circumanale (kelenjar dubur).
Catatan : berdasar pengamatan ME (mikroskop elektron) kelenjar apokrin diprediksi
tidak ada, jikapun ada anggapan seperti ini, sekarang kelompok ini dimasukkan dalam
kelompok merokrin (David Cormack, 1994).
3. Kelenjar holokrin: (Greek : holos = semuanya)
Produk dari sel kelenjar ini menumpuk di dalam sitoplasma, sehingga untuk
mensekresikannya harus dengan jalan menumpahkan seluruh isi sel yang berakibat
dengan kematian sel itu sendiri. Karena sel ini mudah mati maka proses regenerasi sel
relatif cepat untuk menggantikan sel yang mati. Contoh : kelenjar sebasea.
Gb.10. Model sekresi hormon dari sel kelenjar
15
ENDOKRINOLOGI
III
TINJAUAN UMUM SISTEM ENDOKRIN
Kelenjar endokrin berasal dari sel-sel epitel yang melepaskan diri dari lapisan
epitel permukaan, kemudian masuk dan tumbuh di dalam jaringan, dan berangsur-angsur
kehilangan karakteristik epitelialnya. Dalam proses selanjutnya, kelompok sel epitel ini
kehilangan kontak dengan lapisan epitel di permukaan. Pada saat sel ini sudah mulai
berfungsi sebagai sel kelenjar, maka sekret yang dihasilkan (berupa hormon) akan
langsung di tampung oleh pembuluh darah, karena tidak adanya duktus khusus untuk
menyalurkan sekret tadi. Oleh karena itu, kelenjar endokrin biasanya kaya akan
pembuluh darah halus. Pembuluh darah yang memvaskularisasi kelenjar endokrin
umumnya berfenestra (berlubang), sehingga sangat membantu memperlancar proses
difusi hormon dari lumen ke darah (terlebih bila ada stimulus dari luar) sebelum hormon
nantinya didistribusikan ke seluruh tubuh.
Gb.11. Vaskularisasi pada lobuli kelenjar tiroid (kiri) dan fenestra pada
pembuluh darah (kanan)
Hormon, sebagai sekret utama kelenjar, adalah substansi kimia yang dapat
memberikan efek positif di berbagai bagian tubuh. Hormon dapat berintegrasi,
berkorelasi, dan mengontrol proses di dalam tubuh secara khemis. Hal ini dikarenakan
hormon tersusun dari rangkaian asam-asam amino, peptida-peptida, protein, atau molekul
steroid yang akan mudah berinteraksi dengan komponen di dalam sel.
16
ENDOKRINOLOGI
Istilah endokrin umumnya diartikan sebagai sekresi ke dalam, yaitu sekret yang
dihasilkan oleh kelenjar terpaksa ditampung di dalam organ itu sendiri karena tidak
adanya saluran keluar (duktus). Hasil sekret itu nantinya akan dilepaskan ke ruang-ruang
antar sel di sekitar sel-sel kelenjar atau di dalam lumen, kemudian diabsorpsi oleh darah
dan diangkut ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah untuk dimanfaatkan oleh sel,
jaringan, atau organ sasaran.
Sistem endokrin memiliki mekanisme regulasi yang mirip dengan sistem pada
saraf. Dalam kenyataannya, keduanya sulit dipisahkan karena saling melengkapi satu
sama lain. Sebagai contoh, otak akan selalu mengontrol aktivitas kelenjar hipofisis.
Kelenjar ini pada gilirannya akan mengontrol kerja seluruh sistem endokrin di dalam
tubuh. Sebaliknya, berbagai jenis hormon menentukan tingkat kandungan elektrolit darah
(Ca 2+, P, Na+ ) yang pada gilirannya nanti akan mempengaruhi kerja dan fungsi dari selsel saraf. Perbedaan mendasar mekanisme regulasi hormon dan regulasi saraf sebenarnya
terletak pada respon yang ditimbulkan. Kerja sistem saraf dapat segera dideteksi dalam
ukuran satu per seribu detik, sedangkan kerja hormon endokrin memerlukan waktu mulai
dari hitungan detik hingga hari.
Hormon umumnya bereaksi lebih lambat daripada neurotransmitter. Hal ini terjadi
karena hormon umumnya berfungsi sebagai pembawa pesan khemis (chemical
messenger). Dalam sistem komunikasi tubuh, neurotransmitter adalah pembawa pesan
utama, sedangkan hormon menduduki tempat kedua.
Hormon berbeda dengan neurotransmitter dalam hal :
1. Hormon adalah regulator kimia khusus yang bekerja sangat efektif dan hanya
diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit.
2. Hasil sekret (hormon) disekresikan langsung ke cairan darah, sedangkan
neurotransmitter disekresikan antara sel neuron ke neuron atau neuron ke sel
sasaran.
3. Hormon bersirkulasi kemudian “berdifusi” (tidak semuanya) ke sel sasaran
lebih dahulu sebelum bekerja sebagai regulator.
17
ENDOKRINOLOGI
Sistim Kontrol Umpan Balik (Feedback Control)
Hormon merupakan integrator di dalam proses metabolisme sel atau organ tubuh.
Jika sel atau organ diberi hormon, kemudian kehadiran hormon tersebut direspon oleh sel
target dengan efek yang nyata, maka fenomena ini dikenal dengan fenomena undakan
(cascade phenomenon). Waktu yang diperlukan antara kontak hormon pertama hingga
timbulnya respon disebut periode laten.
Dalam kondisi fisiologis yang normal, hormon yang beredar di dalam darah selalu
berada dalam keadaan optimal sehingga mampu menjaga keseimbangan proses
metabolisme sel/organ sasaran. Keadaan ini dapat terjadi karena adanya mekanisme
pengaturan diri yang sangat akurat. Mekanisme ini disebut sistem kontrol umpan balik
(feedback control, cybernetics atau servo mechanism). Sistem kontrol itu sendiri ada
dua, yakni umpan balik negatif (negative feedback) dan umpan balik positif (positive
feedback). Jika suatu substrat/metabolit dalam plasma menurun oleh suatu sebab, maka
kondisi ini akan menstimulasi sel untuk memproduksi substansi kimia (hormon) guna
merangsang sel-sel lain untuk meningkatkan produksi substrat metabolit tadi. Jika jumlah
substratnya sudah normal kembali, maka ini akan menstimulasi sel untuk mengurangi
atau bahkan menghentikan produksi hormon sementara waktu agar keseimbangan tetap
terjaga. Hal itu disebut umpan balik negatif. Pada mekanisme yang lain, adanya
peningkatan satu hormon menyebabkan terstimulasinya pelepasan hormon kedua, efek
berikutnya, hormon kedua ini akan memacu sekresi yang lebih besar lagi pada hormon
pertama, sehingga menimbulkan efek amplitudo. Mekanisme ini disebut umpan balik
positif. Pada manusia, umpan balik negatif lebih dominan terjadi; sedangkan umpan
balik positif lebih sering muncul pada binatang.
Mekanisme umpan balik postif dan negatif dapat dilihat dalam diagram berikut :
Gb. 12. Umpan balik positif dan negatif pada mekanisme hormon
18
ENDOKRINOLOGI
IV
KELENJAR UTAMA SISTEM ENDOKRIN
Kelenjar endokrin umumnya memiliki ciri khas, yakni memiliki kapsula
(pembungkus) dari jaringan pengikat. Sedangkan stromanya berupa kumpulan sel-sel
parenkim yang berada bersamaan dengan serabut-serabut retikuler. Yang termasuk
kedalam kelompok kelenjar endokrin utama adalah :
1. Kelenjar Pituitari (Pituitary Gland, Master Gland, Hypophysis)
2. Kelenjar Tiroid (Thyroid Gland)
3. Kelenjar Paratiroid (Parathyroid Gland)
4. Kelenjar Adrenal (Suprarenal or Adrenal Gland)
5. Pulau-pulau Langerhans (Islets of Langerhans)
6. Kelenjar Pineal (Pineal Gland, Epiphysis Cerebri)
Selain yang disebut di atas, beberapa hormon spesifik juga diproduksi oleh organ
atau sel tertentu di dalam tubuh, seperti misalnya : ginjal, testis, ovarium, dan sel-sel
epitel saluran pencernaan. Sel-sel interstitial Leydig (yang terdapat diantara tubulus
seminiferus), sel sertoli dan sel germinal pada testis merupakan sumber utama hormon
steroid androgen (testosteron dan androstenidion). Hormon steroid estrogen, progesteron
dan androgen, serta hormon non steroid relaksin dihasilkan oleh ovarium, terutama
bagian teka interna ova dan korpus luteum. Pada saat terjadi kehamilan, plasenta juga
dapat memproduksi estrogen dan progesteron.
Hormon-hormon pencernaan gastrin dihasilkan oleh bagian pilorus gaster
(ventrikulus; lambung), sedangkan sekretin dan kolesistokinin diproduksi oleh mukosa
saluran cerna bagian duodenum dan jejenum.
Organ ginjal mampu menghasilkan hormon, diantaranya renin yang dibuat di
bagian juxta glomerulus ginjal, serta angiotensin I dan angiotensin II yang merupakan
proses perubahan lanjut dari renin.
19
ENDOKRINOLOGI
Gb.13. Gambar letak kelenjar endokrin pada pria / wanita
I.
KELENJAR PITUITARI
Kelenjar pituitari disusun oleh jaringan dari asal yang berbeda, yakni bagian
adenohypophysis berasal dari invaginasi lapisan ektoderm mulut (bagian stomodaeum
atau kantung Rathke), sedangkan neurohypophysis berasal dari lapisan neuroektoderm
yang terdapat di bagian basal otak depan.
Secara anatomis, kelenjar pituitari dapat diuraikan bagian-bagiannya menjadi :
1. Adenohypophysis, terdiri dari :
a. Pars distalis
b. Pars tuberalis
c. Pars intermedia
2. Neurohypophysis, terdiri dari:
a. Pars nervosa
b. Infundibulum
20
ENDOKRINOLOGI
Pars distalis dan pars tuberalis sering dianggap sebagai lobus anterior hypophysis. Pars
intermedia dianggap sebagai lobus intermedius, dan pars nervosa sebagai lobus
posterior. Lobus intermedius dan lobus posterior terkadang disebut juga lobus
neurointermedius.
Kelenjar pituitari terletak di dalam sella turcica dari tulang sphenoid, dan
dikelilingi kapsula yang menyatu dengan duramater. Sel-sel parenkim penyusunnya
disebut pituicyt. Diantara sel-sel parenkim banyak terdapat serabut-serabut retikuler.
Vaskularisasi kelenjar ini berasal dari arteria carotid interna.
Gb.14. Gambar struktur anatomis Hipofisis
Secara histologis, jika ditinjau dari segi jenis hormon yang diproduksi, sel-sel
parenkim hypophysis dapat dikelompokkan ke dalam jenis kortikotroph, tirotroph,
gonadotroph, laktotroph, dan somatotroph. Sedangkan didasarkan pada afinitas sel
terhadap zat warna, pituicyt dapat dikelompokkan menjadi sel asidofil, basofil, dan
kromofob. Laktotroph dan somatotroph adalah tipe sel yang bersifat asidofil, sedangkan
tiupe lainnya tergolong ke dalam basofil. Sel kromofob sebagian besar adalah sel
parenkim yang terdapat di dalam pars intermedius. Terkadang sel kortikotroph bersifat
ganda, yakni dapat bersifat basofil atau kromofob. Rinciannya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
21
ENDOKRINOLOGI
Tabel 1. Hormon-hormon yang disekresikan oleh kelenjar pituitari.
TIPE SEL
JENIS HORMON
Kortikotroph
Kortikotropin (ACTH: Adrenal Cortical-Stimulating Hormone;
Adrenocorticotropin), berfungsi meregulasi aktivitas adrenal.
Tirotroph
Tirotropin (TSH: Thyroid Stimulating Hormone; Thyrotropin),
berfungsi meregulasi aktivitas tiroid.
Gonadotroph
1. FSH-Gonadotroph
2. LH-Gonadotroph
Follitropin (FSH: Follicle-Stimulating Hormone)
Lutropin (LH: Luteinizing Hormone)
Laktotroph
(Mammotroph)
Prolaktin (PRL: Prolactin), berfungsi khusus untuk meregulasi
pertumbuhan kelenjar mammae
Somatotroph
Somatotropin (STH; GH: Growth Hormone), berfungsi meregulasi
pertumbuhan.
Sel-sel pars intermedia
Melanotropin (MSH: Melanocyte-Stimulating Hormone )
Neurohypophysis
Neurohormon (Oksitosin dan Vasopressin)
Neurosekret dari neuron paraventrikuler dan supraoptik dalam hypothalamus
dibawa oleh axon melalui saluran hypothalamohypophyseal menuju ke pars nervosa.
Disini neurosekret disimpan, dan akan dilepas pada saat Badan Herring mengalami
dilatasi. Sistem portae hypophyseal dari venula-venula membawa neurosekret tadi
menuju ke sel-sel pars distalis hipofisa. Neurosekret yang berupa hormon perangsang
(eksitator) atau inhibitor akan diregulasi di bagian pars distalis untuk dijadikan produk
yang memiliki efek trophik terhadap sel kelenjar endokrin lain atau jaringan sasaran di
seluruh tubuh. Gambaran secara umum hubungan antara hipotalamus, hipofisis dan
organ-organ target dapat dilihat pada skema berikut :
22
ENDOKRINOLOGI
Gb.15. Skema berikut menunjukkan hubungan timbal balik
antara kerja hormon terhadap sel/organ target atau sebaliknya.
II.
KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid memiliki 2 lobi yang dihubungkan satu dengan lainnya oleh
isthmus. Kelenjar ini dibungkus oleh kapsula yang tersusun dari dua lapis jaringan
pengikat. Letak kelenjar ini tepat di bawah larynx dan di atas trakhea. Vaskularisasinya
berasal dari arteria tiroidea yang merupakan cabang dari trunkus thyrocervix dan arteria
carotid interna.
23
ENDOKRINOLOGI
Gb.16. Letak kelenjar tiroid (kiri) dan struktur anatomi tiroid (kanan)
Sel-sel parenkim kelenjar tiroid merupakan derivat dari epitel farink, sel-sel ini
membentuk kelompok-kelompok seperti vesikel atau folikel yang berlubang (berlumen)
ditengahnya. Dinding folikel tersusun dari sel-sel berbentuk kuboidal hingga kolumner
(tergantung aktivitas yang sedang berlangsung di dalam folikel). Lumen dalam tiap
folikel kelenjar ini dapat berisi sekret berupa cairan kental seperti gelatin yang disebut
koloid. Koloid ini sebenarnya glikoprotein yang mengandung asam amino tirosin yang
telah teriodinasi (disebut Thyroglobulin-Iod atau TgI). Dalam proses yang panjang, TgI
kelak akan diubah jadi hormon tiroksin T3 (triiodotyronin) dan T4 (tetraiodotyronin).
24
ENDOKRINOLOGI
Gb.17. Gambar skema potongan kelenjar tiroid pada saat aktif mensekresikan
hormon (kiri) dan pada saat kelenjar dalam keadaan normal (kanan)
Hormon tiroid meregulasi kecepatan metabolisme dan menstimulasi metabolisme
sel, misalnya merangsang proses oksidasi, mengatur penggunaan O2 dan pengeluaran
CO2. Selain itu, bersama dengan GH akan mendukung pembentukan sel-sel otak dan
membungkus axon.
Bagian basal sel-sel folikel dan ruang ekstraseluler antar folikel sering dijumpai
sel-sel parafolikuler (dikenal sebagai sel C atau sel Clear) yang bebas atau melekat. Sel
ini memproduksi tirokalsitonin, yaitu hormon yang berfungsi untuk menurunkan tekanan
kandungan Ca2+ darah (homeostasis Ca2+ dalam darah), dan meningkatkan proses
osteogenesis.
Gb.18. Fotomikrograf folikel dan lumen kelenjar tiroid
III.
KELENJAR PARATIROID
Di bagian posterior kelenjar tiroid, terletak 4 buah kelenjar paratiroid. Kelenjar ini
dibungkus oleh kapsula dan divaskularisasi oleh vasa-vasa di sekitar tiroid. Kelenjar
paratiroid ini berasal dari kantung farink ketiga dan keempat pada fase embrional.
25
ENDOKRINOLOGI
Gb.19. Letak anatomis kelenjar paratiroid (atas/tengah) dan
struktur histologisnya (bawah)
Kelenjar paratiroid terdiri dari kumpulan berbagai jenis sel, antara lain :
1. Sel Utama (Chief cell, Principal cell).
26
ENDOKRINOLOGI
Sel-sel utama ini tersusun secara padat dan membentuk pita-pita anastomose. Sel ini
merupakan penghasil utama hormon paratiroid (PTH). Jenis hormon PTH ada tiga
yaitu: PTH-A (33 aa, MW 3778, mobilisasi Ca2+: 750-1000 unit), PTH-B (62 aa,
MW 6943, mobilisasi Ca2+: 1200-1600 unit), dan PTH-C ( 83 aa, MW 8500,
mobilisasi Ca2+: 2000-3000 unit). Dari ketiganya, PTH-C merupakan yang terbanyak
dan paling berpengaruh dalam metabolisme Ca2+ dan F.
Gb. 20. Peran PTH pada osteoblast, osteoklast dan osteosit (kiri) dan pengaruh pada
pertumbuhan individu (kanan)
PTH disintesa dalam bentuk polipeptida, dan dilepaskan bila kandungan Ca2+
darah menurun. Kehadiran OSF (Osteoclast Stimulating Factor) akibat aktivitas
osteolisis, menyebabkan Ca2+ darah meningkat tajam. Jadi dalam hal ini
keberadaan PTH sangat mutlak, karena PTH berperanan penting dalam
meregulasi absorpsi dan reabsorpsi Ca 2+ dalam darah.
2. Sel Oxyphil
Sel ini berukuran relatif lebih besar daripada sel utama. Sel ini dijumpai menyendiri
atau berkelompok dalam kelenjar. Sel ini hanya muncul saat usia pubertas. Di dalam
sitoplasma sel banyak terkandung granula eosinofil. Fungsi utama sel belum jelas.
3. Sel Bening (Wasserhale Cell)
Sel ini mengandung glikogen sangat tinggi. Fungsinya juga belum jelas.
IV.
KELENJAR ADRENAL
Kelenjar adrenal tersusun dari dua bagian, yaitu:
27
ENDOKRINOLOGI
1. Korteks, merupakan derivat dari lapisan mesoderm.
2. Medulla, merupakan derivat dari neural crest.
Gb.21. Gambaran letak kelenjar adrenal dan struktur anatomisnya
Jika dilihat secara rinci, bagian korteks adrenal terdiri dari kumpulan sel-sel
parenkim yang memiliki struktur khas, dan tersusun secra teratur sehingga daerah korteks
ini dapat dibedakan menjadi beberapa zona sebagai berikut:
1. Zona Glomerolusa
Zona ini terletak tepat di bawah kapsula. Sel-selnya berfungsi menghasilkan
mineralokortikoid aldosteron yang bekerja di dalam organ sasaran yaitu ginjal guna
meregulasi Na+ dan K+ di dalam tubuh. Sekresi aldosteron diatur oleh ginjal melalui
mekanisme renin-angiotensin.
2. Zona Fasciculata
Sel-sel dalam zona ini mensintesa glukokortikoid (kortisol, kortikosteron) yang
diperlukan untuk mengatur respon terhadap inflammasi.
3. Zona Reticularis
Zona
ini
terletak
berdekatan
dengan
medulla.
Sel-selnya
memproduksi
glukokortikoid dan sedikit androgen. Sekresi hormon-hormon ini diatur oleh ACTH.
28
ENDOKRINOLOGI
Bagian medulla berisi sel-sel kromafin, yaitu sel-sel yang dapat bereaksi dengan
Kalium dichromate. Oleh regulasi saraf simpatik otonom, sel ini dapat dirangsang
untuk memproduksi norepinefrin, epinefrin, dan enkephalin.
Gb.22. Struktur histologis kelenjar adrenal secara lengkap (kiri)
dan bentuk-bentuk sel dari tiap zona (kanan)
V.
PULAU-PULAU LANGERHANS (ISLET OF LANGERHANS)
29
ENDOKRINOLOGI
Pulau-pulau Langerhans ini berbentuk cluster-cluster yang menyebar di seluruh
parenkim pankreas. Kontribusinya sebesar 1-2 % dari total volume pankreas. Diameter
cluster antara 100-200 . Sel-sel penyusun pulau-pulau Langerhans terdiri dari beberapa
populasi sel yang berbeda, seperti:
1. Sel Beta
Populasi sel beta mencapai 60-70%, tersusun seperti pita. Sel beta merupakan
penghasil insulin.
2. Sel Alfa
Populasinya mencapai 15 %. Sel ini merupakan penghasil glukagon.
3. Sel Delta
Merupakan sel penghasil somatostatin.
4. Sel PP (Polypeptide Pancreas Cell)
Merupakan penghasil polipeptida pankreas yang peranannya masih belum jelas.
Populasi sel delta dan sel PP mencapai 5 %, dan letak sel-sel ini ada di tepi luar sel-sel
beta.
Gb.23. Struktur histologis pankreas yang menunjukkan adanya sel-sel eksokrin
membentuk asinus dan sel-sel endokrin (kiri) dan skemanya (kanan)
30
ENDOKRINOLOGI
Gb.24. Struktur sel alpha, sel beta dan sel delta pada Pulau Langerhans
Peningkatan kadar glukosa darah dan glikogen setelah makan menyebabkan
pengeluaran insulin. Sekresi insulin dapat dihambat oleh kehadiran somatostatin.
Penurunan glukosa darah menyebabkan pengeluaran
glukagon.
Glukagon ini
menstimulasi penguraian cadangan glikogen hati menjadi glukosa darah guna
mendapatkan energi.
Gb.25. Contoh gambaran mekanisme kerja insulin–glukagon dari pancreas
VI.
KELENJAR PINEAL
31
ENDOKRINOLOGI
Kelenjar pineal dikenal juga dengan istilah badan pineal (Latin : pineus = bentuk
mengerucut), corpus pinealis atau epiphysis cerebri. Kelenjar ini berasal dari evaginasi
bagian atap tengah dari diencephalon sewaktu masih embrio. Pada perkembangannya,
kelenjar ini menjauh dari atap otak dan hanya menyisakan sedikit jaringan yang berfungsi
sebagai tangkai penghubung. Bentuk kelenjarnya adalah gepeng mengerucut. Berukuran
5-9 mm dengan berat sekitar 150 mg. Kelenjar ini mulai mengalami kalsifikasi saat usia
manusia mencapai umur 20 tahun, dan 70% akan terkalsifikasi setelah mencapai usia 60
tahun atau lebih.
Epiphysis dibungkus oleh kapsula (piamater), sebagian kapsula menjorok masuk
ke jaringan membentuk septa, sehingga kelenjar ini tampak memiliki lobulus-lobulus. Sel
dan jaringan utama penyusunnya adalah pinealosit (atau chief sel, pembentuk parenkim
utama kelenjar), fibroblast, sel-sel glia dan astrosit. Diantara jaringan parenkim didapati
adanya beberapa bangunan dari timbunan kalsium yang disebut acervuli cerebri (Latin :
acervus = suatu timbunan). Jumlahnya makin banyak seiring dengan bertambahnya usia
(penyebab kalsifikasi), namun kondisi ini tidak berpengaruh terhadap aktivitas kelenjar
secara umum.
Gb.26. Letak anatomis dan bentuk morfologis.kelenjar pineal
32
ENDOKRINOLOGI
Selain komponen diatas, kelenjar pineal juga banyak mengandung serabut-serabut saraf.
Kelenjar ini diinervasi oleh saraf saraf simpatis postganglion yang berasal dari ganglion
serviks teratas.
Gb.27. Struktur histologis kelenjar pineal
Kelenjar pineal merupakan penghasil hormon melatonin. Sintesis melatonin
diperantarai oleh enzym HIOMT (hydroxyindole-O-methyl-transferase) dan distimulasi
oleh keadaan gelap. Jika keadaan terang (retina menerima rangsang cahaya), maka
sintesis hormon ini akan dihambat. Melatonin diketahui berperan penting pada sistem
reproduksi. Misalnya, antigonadal (pemasakan sel-sel kelamin akan tertunda jika individu
terpajan terlalu lama pada kondisi gelap), pengecilan testis, menghambat fungsi prostat,
dan memunculkan kondisi yang setara dengan kastrasi. Selain itu, melatonin juga berefek
seperti barbiturat (obat tidur) yang menyebabkan individu tertidur dalam durasi waktu
yang lebih lama dari normal, dan menurunkan aktivitas motorik. Kondisi ini dapat terjadi
karena dipicu oleh kehidupan modern yang “false positive” (berada di ruangan di siang
hari) dan “false negative” (bekerja hingga larut malam, kurang istirahat), yang berarti
mengubah biological clock dan ritme hidup.individu.
33
ENDOKRINOLOGI
V
BIOSINTESIS HORMON
Proses pembentukan hormon di dalam tubuh sebenarnya cukup kompleks, dan
setiap jenis hormon memiliki kekhasan sendiri. Namun secara umum, mekanisme
biosintesis hormon yang dikenal adalah mekanisme pembentukan hormone peptide
(protein) yang terdiri dari 4 tahap yaitu transkripsi (pembentukan prekursor RNA dari
DNA), posttranskripsi (modifikasi prekursor RNA menjadi mRNA), translasi (pelepasan
mRNA dari inti sel dan selanjutnya berinteraksi dengan ribosom), dan posttranslasi
(yaitu proses lanjutan sintesis hormon dari ER hingga lisosom). Lihat skema berikut ini :
Penelitian perkembangan sintesis hormon peptida sangat intens mengingat bahwa
perkembangan penelitian melalui biomolekuler umumnya brbasis sintesis protein. Namun tidak
berarti bahwa sintesis hormon lain tidak penting. Berikut ini dibahas mengenai sintesis hormone
secara lengkap.
34
ENDOKRINOLOGI
A. Mekanisme Sintesa Hormon
1. Sintesa Hormon Peptida
Beberapa contoh jenis hormon peptida adalah TRF (Thyrotropic Releasing
Factor, berasal dari hypothalamus, berbentuk tripeptida, 10-12 gr/pikrogram), vasopressin
dan oxytotocin (berbentuk octapeptida), gastrin ( 17 asam amino), glukagon (29 asam
amino), ACTH (39 asam amino) dan calcitonin (32 asam amino).
Sebagian besar hormon vertebrata merupakan hormon peptida yang tersusun dari
asam amino. Mekanisme dasar sintesisnya ditunjukkan dalam skema berikut ini :
Gb.29. Rangkaian proses sintesis hormon (protein) di dalam sel
Seperti halnya protein, hormon peptida ini disintesa di dalam ribosom ( di dalam
organel ini terjadi proses translasi dari kodon-kodon). Kodon-kodon tadi merupakan hasil
proses transkripsi gen di dalam kromosom. Selama proses translasi (inisiasi, elongasi,
dan terminasi), terbentuklah pita protein (nascent protein). Pita protein tadi selanjutnya
35
ENDOKRINOLOGI
dilepas dari ribosom dan dikirimkan ke sisterna rER (rough Endoplasmic Reticulum)
untuk diproses lebih lanjut. Setelah itu, produk akan dikirim lagi ke apparatus golgi
untuk disempurnakan, misalnya dikombinasi dengan karbohidrat atau di sulfatisasi.
Produk akhir ini, berupa hormon dan mungkin juga produk lain (misal enzym
proteolitik), akan dikemas dalam satu paket dan dilepas dari apparatus golgi dengan cara
‘pinch off’ membentuk vesikel-vesikel. Vesikel ini akan diedarkan ke seluruh sitoplasma
sel untuk dimanfaatkan sel itu sendiri, atau dapat juga ditransfer ke luar sel. Kegagalan
dalam mengekspresikan gen atau mensintesa protein/hormon adalah ciri utama terjadinya
neoplasia.
2. Sintesa Hormon Steroid
Hormon steroid disintesa di dalam sER (smooth Endoplasmic Reticulum). Sel-sel
penghasil hormon steroid ini cukup mudah dikenali, yaitu dengan melihat jumlah sERnya
yang umumnya lebih banyak daripada sel normal. Dalam mekanisme sintesa steroid,
enzym-enzym dari mitokondria dan sitoplasma yang dilibatkan sangat banyak dan
kompleks. Kelompok enzym yang tersebut adalah hydroxylase dan lysase (enzym
pengurai rantai kimia), dehydrogenase (penerima hidrogen), dan isomerase. Substrat
(bahan baku atau prekursor) pembentuk hormon steroid adalah kolesterol (bahan dasar
yang mengandung 27 atom C). Prekursor tersebut diambil dari hasil metabolisme
makanan yang dibawa oleh darah atau dari sel kelenjar itu sendiri (misal kelenjar
adrenal), kemudian di dalam mitokondria akan dikonversi secara bertingkat menjadi
hydroxykolesterol, berlanjut menjadi dihydroxykolesterol dan akhirnya menjadi
pregnenolone. Pregnenolone akan ditransfer ke sER untuk didehydrogenasi menjadi
pregnenodione, kemudian diisomerasi hingga menjadi progesteron. Proses selanjutnya
adalah
hidroksilasi
progesteron
menjadi
hidroksiprogesteron
dan
hidroksideoksikortikosteron untuk selanjutnya diubah menjadi aldosteron. Skema secara
rinci dapat dilihat pada bagan berikut :
36
ENDOKRINOLOGI
Gb. 30. Skema biosintesis hormon steroid pada kelenjar adrenal
Hormon steroid adalah hormon yang larut dalam lemak. Umumnya disintesis oleh
kelenjar adrenal (aldosteron), testes (androgen), ovarium dan plasenta (estrogen dan
progesteron).
Sintesa hormon ini dapat dihambat dengan jalan memblokir proses sintesa protein
dengan menggunakan inhibitor. Kelemahan sintesis steroid adalah melibatkan enzym
yang cukup banyak, maka mutasi atau kesalahan penggunaan enzym sangat mungkin
terjadi, dengan akibat munculnyai suatu keadaan patofisiologik.
3. Sintesa Hormon Asam Amino
Hormon asam amino adalah kelompok hormon yang mengandung amine. Asalnya
dari asam amino yang dimodifikasi. Contoh hormonnya adalah epinephrin dan
norepinephrin (dari asam amino tyrosin), serotonin dan melatonin (dari asam amino
tryptophan), tiroksin (dari Iodinisasi dan kondensasi asam amino tyrosin).
37
ENDOKRINOLOGI
Gb.31. Biosintesis hormon asam amino (tiroksin) pada kelenjar tiroid
Skema di atas adalah contoh biosintesis hormon tiroid yang disintesa di dalam
lumen folikel kelenjar tiroid. Prosesnya diawali dengan adanya stimulasi TSH dari
pituitary pada membran sel, sehingga merangsang sel membentuk thyroglobulin (Tg)
sebagai substrat pembentuk hormon tiroid. Saat yang sama, Iod dari cairan ekstraseluler
diserap kedalam folikel.. Thyroglobulin (Tg) kemudian disekresikan ke dalam lumen
bersamaan dengan sekresi Iod, sehingga terbentuk kompleks TgI yang berupa koloid.
Selanjutnya TgI diendositosis dari lumen melalui lakuna reabsorpsi hingga kembali
masuk ke dalam folikel, kemudian diproses untuk diurai oleh lisosom (enzym proteolitik)
menjadi tyrosin teriodinasi berupa T3 (triiodotyronin), T4 (tetraiodotyronin) dan
iodotyrosin. T3 dan T4 akan disekresikan secara eksositosis menuju ke pembuluh darah,
sedangkan iodotyrosine dideiodinasi menjadi iodide untuk di daur ulang di dalam
sitoplasma sel. T4 diduga merupakan prohormon untuk pembentukan T3, mengingat
bahwa T3 merupakan hormon utama dan dominan
dalam meregulasi aktivitas sel
dibanding T4.
4. Sintesa Neurotransmitter
Neurotransmitter disintesa di dalam neuron, khususnya di akhiran axon. Enzymenzym yang diperlukan untuk mengkatalisa hormon dibuat di dalam ribosom di badan sel
neuron,
kemudian
diangkut
ke
akhiran
saraf
mengikuti
aliran
sitoplasma.
Neurotransmitter yang telah disekresikan oleh saraf simpatis (misalnya norepinephrin;
38
ENDOKRINOLOGI
hormon ini juga dapat disintesis di kelenjar adrenal) dapat diambil kembali oleh akhiran
saraf tadi untuk keperluan lain. Asetilkolin yang telah disekresikan oleh neuron umumnya
segera diinaktifkan dengan cara diputus oleh enzym tertentu menjadi asetat dan kolin,
dalam keadaan terurai tersebut keduanya dapat diserap kembali oleh akhiran saraf untuk
dijadikan prekursor hormon yang baru.
5. Sintesa Neuropeptida
Neuropeptida (misalnya oksitosin dan vasopressin) disintesa di dalam badan sel
neuron, kemudian diangkut sepanjang axon menuju ke akhiran saraf untuk disimpan.
Beberapa neuropeptida yang lain disintesa di dalam neuron otak dengan cara klasik yaitu
melalui proses transkripsi dan translasi.
Gb.32. Jalur sekresi neurohormon
6. Sintesa Prohormon
Beberapa hormon peptida terkadang hanya tersusun dari beberapa asam amino
saja. Oksitosin dan hormon neurohipofiseal merupakan contoh umum, karena hanya
terdiri dari 9 asam amino. Hormon sejenis ini pembentukannya tidak diperintah langsung
oleh DNA. Dalam hal ini, DNA akan mensintesa suatu protein dengan sekuen sepanjang
100 asam amino (atau lebih), misalnya neurophysin. Protein ini dikemas di dalam vesikel
bersama-sama dengan enzym proteolitik (misalnya enzym endopeptidase). Enzym itulah
39
ENDOKRINOLOGI
yang akan memotong-motong protein menjadi protein yang lebih sederhana atau lebih
pendek rantainya. Proses pemotongannya dapat terjadi pada fase posttranslasi.
Gb.33. Pola biosintesis hormon dari preprohormon
Neurophysin dalam hal ini dapat disebut sebagai ‘prohormon’. Prohormon sendiri,
dengan cara yang sama, dapat berasal dari preprohormon. Skema di atas memberikan
gambaran bagaimana preprohormon yang telah dibentuk akan mengalami pemotongan
dibagian asam amino tertentu selama beberapa kali atau beberapa tingkatan sehingga
dapat dihasilkan produk akhir berupa hormon.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut :
1. Sel hati memproduksi protein yang disebut angiotensinogen. Sel-sel Juxtaglomerulus
ginjal memproduksi enzym renin, enzym ini hanya bekerja pada substrat
angiotensinogen
(sebagai
preprohormon).
Kehadiran
renin
menyebabkan
angiotensinogen berubah menjadi angiotensin I (sebagai prohormon). Enzym lain
lagi akan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II (sebagai hormon aktif,
10-15 gr / femtogram).
40
ENDOKRINOLOGI
Gb.34. Sel juxtaglomerulus ginjal penghasil angiotensinogen
2. Contoh kedua adalah sel-sel plasma yang menghasilkan kininogen (protein berukuran
besar, sebagai prohormon). Oleh adanya enzym serine protease (atau kallikrein),
kininogen akan diubah menjadi kinin atau bradykinin (sebagai hormon).
Gb. 35. Mekanisme sintesis angiotensin II dari angiotensinogen
Gb.36. Kaitan antara bradykinin dan angiotensin II
B. Kontrol Sekresi Hormon
Sekret dari kelenjar endokrin umumnya diproduksi sangat sedikit (dalam ukuran
mikrogram per hari), sehingga setiap kali disekresikan, umumnya produk tersebut akan
41
ENDOKRINOLOGI
tertahan di lumen atau ruang-ruang antar sel untuk sementara waktu. Selanjutnya, masuk
ke pembuluh darah dengan cara diffusi melalui kapiler darah di sekeliling kelenjar.
Sekret dari sel kelenjar atau sel saraf umumnya disimpan di dalam vesikel di
dalam sitoplasma sel. Sekret ini baru akan dikeluarkan apabila ada rangsang yang datang.
Rangsang tersebut dapat bersifat intrinsik (internal, misalnya pengaruh khemis, kondisi
elektrolit), atau ekstrinsik (eksternal, misalnya perubahan cahaya, suara, bau, suhu, pH,
keadaan hipoksia, adanya hormon lain).
Contoh berikut menunjukkan bahwa akibat pengaruh ekstrinsik maka membran
fosfolipid sel endothel menjadi aktif membentuk asam arakhidonat guna diubah jadi
hormon untuk disekresikan. Degradasi asam arakhidonat akan menghasilkan 4 jenis
hormon. Dua hormon merupakan hormon humoral yang disekresikan keluar dari sel
endothelium, yakni leukotriene (hormon penyebab vasokonstriksi dan meningkatkan
permeabilitas vaskuler) dan prostacyclin (penyebab vasodilator, pencegah agregasi
platelet). Dua hormon lainnya digunakan untuk internal sel itu sendiri, yaitu thromboksan
(bertindak sebagai kalsium ionophorus untuk lalulintas kalsium) dan prostaglandin
(pengontrol aktivitas otot polos pembuluh darah ).
Gb. 37. Contoh sekresi akibat pengaruh faktor ekstrinsik dan intrinsik
Rangsang dapat menyebabkan vesikel-vesikel hormon mendekat ke membran sel,
berfusi dengan membran, dan kemudian terjadi eksositosis. Hormon terkadang juga
42
ENDOKRINOLOGI
merupakan faktor stimulan karena dapat menyebabkan terjadinya sekresi hormon lain.
Misalnya, hormon dari pituitari (FSH, TSH, LH dan ACTH) dapat merangsang tiroid,
gonad, dan kelenjar adrenal mensekresikan hormon masing-masing (tiroksin, hormon
steroid gonad, atau glukokortikoid adrenal). Substrat metabolit (misalnya glukosa) dan
ion anorganik (misalnya Ca 2+) juga merupakan stimulan khusus untuk sekresi hormon.
Faktor-faktor stimulan ini umumnya berinteraksi dengan reseptor pada sel-sel
sekretoris, misalnya epinefrin akan berikatan dengan reseptor adrenergik di permukaan
membran sel. Hal ini akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran, sehingga
terjadi pergerakan Ca2+ ke arah membran dan merangsang vesikel untuk eksositosis.
Beberapa stimulan tertentu kadang berfungsi sebagai inhibitor. Hal ini terjadi karena
membran mengalami hiperpolarisasi.
Stimulan terkadang juga berfungsi sebagai first messenger (eksitator), sehingga
dapat meningkatkan kadar cAMP sitoplasma, dan ini dapat merangsang pelepasan
hormon. Namun, stimulan ada juga yang berfungsi sebagai inhibitor, sehingga
menurunkan level cAMP dan meningkatkan cGMP sitoplasma. Diluar itu semua, ada
hormon tertentu (prolaktin, MSH) yang dapat disekresikan secara langsung tanpa
memerlukan stimulan atau inhibitor, khususnya apabila pituitarinya tidak dapat berfungsi
normal.
43
ENDOKRINOLOGI
Gb.
VI
38.
Beb
MEKANISME KERJA HORMON SECARA UMUM
erapa contoh lain dari faktor ekstrinsik
A. Reseptor Hormon
1. Reseptor Sel dan Tingkah Laku Hormon
Hormon mampu mengatur kerja sel-sel sasaran. Yang menjadi pertanyaan adalah
bagaimana hormon tersebut dapat mencapai sel sasaran sekaligus bereaksi terhadap sel
tadi. Pada dasarnya, hormon dapat beredar ke seluruh tubuh, terlebih jenis hormon yang
disekresikan ke dalam pembuluh darah maka hormon tadi akan dengan mudah
terdistribusi. Di sisi lain, sel-sel sasaran pengguna hormon memiliki molekul-molekul
khusus (disebut reseptor) yang terletak di permukaan membran sel, di dalam sitoplasma
sel, maupun di dalam inti sel. Reseptor ini berperan untuk mengikat/memerangkap
hormon tertentu yang sesuai dengan kebutuhan sel. Apabila sel tidak memiliki reseptor
khusus, biasanya sel tersebut akan memberikan respon terhadap segala jenis hormon.
Jika ini terjadi, maka akan dijumpai suatu keadaan dimana kerja sel sama sekali tidak
terkoordinasi satu dengan lainnya, sehingga hal-hal seperti kontraksi dan relaksasi otot
44
ENDOKRINOLOGI
tubuh menjadi tidak terkontrol, atau produk hormon lain maupun enzym menjadi
berlebihan.
Dalam proses fisiologik yang normal, tiap-tiap hormon dapat berinteraksi dengan
reseptor masing-masing yang sifatnya khusus. Misalnya, Estradiol hanya akan berikatan
dengan reseptor estrogen saja, tidak mau berikatan dengan reseptor lain meskipun
reseptor lain tersebut termasuk jenis reseptor steroid (misalnya reseptor untuk kortisol
atau progesteron). Hal ini dimungkinkan terjadi karena reseptor memiliki “alat
pengenal” (di bagian recognition site) sehingga dapat mengenali struktur hormon yang
akan diikat. Lebih khusus lagi, alat pengenal pada hormon tersebut dapat membedakan
jenis hormon yang akan diikatnya meskipun struktur hormonnya serupa. Misalnya,
reseptor adrenergik tertentu hanya akan mengikat hormon norepinephrin, sedangkan
epinephrin diikat oleh reseptor sejenis yang lainnya lagi. Jadi, meskipun struktur hormon
itu serupa, tetapi reseptornya tidak akan sama.
Reseptor pada membran sel umumnya terbentuk dari makromolekul, terutama
jenis glikoprotein yang memiliki afinitas tinggi terhadap hormon. Sejauh ini baru
beberapa jenis reseptor saja yang sudah dapat dideteksi dan dikenali secara mendetail
oleh para ahli, diantaranya adalah reseptor untuk insulin, LH, ACTH, dan TSH.
Berikut ini dicantumkan gambaran struktur reseptor yang terdapat di
permukaan membran sel target.
45
ENDOKRINOLOGI
Gb.39. Struktur reseptor insulin
Gb.40. Dua model struktur reseptor PTH pada sel sasaran
2.Regulasi Jumlah Reseptor
Jumlah reseptor di dalam maupun di permukaan sel tidak pernah tetap. Jumlah
reseptor tersebut berubah seiring dengan perubahan yang terjadi pada sel tersebut,
misalnya dengan terjadinya differensiasi sel sehingga berubah peruntukan, maka jumlah
reseptor akan ikut berubah sesuai dengan tugas dari sel-sel tersebut. Dengan demikian
kita dapat memahami mengapa suatu sel kehilangan kemampuan untuk merespon hormon
tertentu, tetapi justru memberikan respon terhadap hormon yang lain lagi. Hal ini terkait
dengan hilangnya atau mereduksinya jumlah reseptor hormon tertentu dan mening katnya
jumlah reseptor hormon yang lain.
Hormon itu sendiri dapat mengatur penambahan jumlah jenis reseptor hormon
yang sejenis (reseptor homospesifik) atau merangsang pembentukan reseptor hormon
yang tidak sejenis (reseptor heterospesifik). Sebagai contoh adalah hormon prolaktin .
Hormon ini dapat menginduksi pembentukan reseptor prolaktin di dalam sel-sel hati dan
di beberapa jaringan tertentu. Proses pembentukan reseptor hormon atau penambahan
jumlah reseptor hormon yang telah ada sebelumnya disebut up regulasi. Sedangkan
46
ENDOKRINOLOGI
proses sebaliknya disebut down regulasi. Misalnya, kehadiran insulin yang berlebihan
pada sel-sel limfosit menyebabkan reseptor-reseptor insulin sebagian besar berikatan
dengan insulin, akibatnya jumlah reseptor insulin bebas di dalam sel menjadi berkurang.
Konsekuensinya, kelebihan insulin tidak semuanya dapat didegradasi/dimanfaatkan oleh
sel-sel tersebut. Pada penderita obesitas (kegemukan yang berlebihan), jumlah reseptor
insulinnya sangat tinggi meskipun kandungan gula darahnya normal. Seharusnya, jumlah
reseptor insulin mengalami down regulasi seiring dengan diproduksinya insulin dalam
tubuh. Pada kasus ini, hal itu tidak terjadi, sehingga gula darah terus diperlukan untuk
diolah, dan sebagai akibatnya maka kandungan cadangan makanan terus menumpuk.
Contoh lain, TRH (yang dihasilkan oleh sel kelenjar pituitari) akan diikat oleh reseptor
TRH di permukaan sel kelenjar tiroid. TRH ini akan merangsang pembentukan TSH di
dalam sel kelenjar tiroid. Hormon tiroid (T3 dan T4) itu sendiri nantinya akan merangsang
down regulasi reseptor TRH, sehingga T3 dan T4 tidak terus menerus diproduksi.
3. Cadangan reseptor
Cadangan reseptor mungkin saja dibentuk oleh sel dalam keadaan diperlukan.
Apabila sel telah memanfaatkan cadangan reseptornya, itu menunjukkan bahwa
kemampuan normal sel telah ditingkatkan hingga ke tingkat yang maksimum. Misalnya,
hormon-hormon steroid dari sel Leydig sudah dapat berpengaruh maksimal terhadap sel
sasaran apabila sel sasaran telah menggunakan 1 % jumlah reseptornya. Peningkatan
penggunaan sisa reseptor lainnya (99 %) menunjukkan bahwa sel berusaha semaksimal
mungkin menggunakan sumber daya yang tersedia (over reaksi). Umumnya, cadangan
reseptor hanya digunakan untuk meningkatkan sensitifitas sel terhadap hormon, sehingga
jika jumlah hormon terlampau sedikit, maka sel berusaha untuk mendapatkan semaksimal
mungkin hormon yang tersedia.
B. Mekanisme Kerja Hormon Secara Umum
47
ENDOKRINOLOGI
Sekret dari kelenjar endokrin disebut hormon. Dalam interaksinya, hormon dapat
memberikan efek sinergis, permisif, atau bahkan menjadi inhibitor. Efek sinergis hormon
terjadi apabila dua atau lebih hormon bekerja bersama-sama sehingga menimbulkan
respon yang jauh lebih besar dibanding jika hormon tadi masing-masing bekerja sendirisendiri. Efek permisif adalah suatu keadaan dimana suatu hormon dapat menimbulkan
efek yang diharapkan apabila ada kehadiran hormon lain yang mendukung meskipun
hormon lain tadi tidak langsung ikut bereaksi. Lihat gambar berikut :
Gb. 41. Efek permisif hormon pada pertumbuhan kelenjar mammae
Contoh pada skema gambar tersebut menunjukkan kerjasama antara estrogen dan
progesteron dalam pertumbuhan pemasakan kelenjar mammae. Kehadiran estrogen akan
memberikan suasana kondusif bagi progesteron untuk bekerja dalam menumbuhkan
alveoli kelenjar hingga mencapai bentuk yang sempurna dan cukup masak untuk
berproduksi.
Sedangkan efek inhibisi adalah efek yang ditimbulkan oleh suatu kerja hormon
tertentu sehingga menyebabkan hormon lain tidak dapat bekerja semestinya, atau terjadi
hambatan proses fisiologis sel sehingga hasil produknya tidak sesuai yang diharapkan.
Pada tingkat seluler, hormon-hormon akan mengubah aktivitas enzym melalui
beberapa cara berikut ini :
1. Mekanisme signal transduksi
2. Diffusi atau internalisasi hormon ke dalam sitoplasma
3. Melalui kerjasama hormon reseptor (H-R)
B.1. Jalur signal transduksi
48
ENDOKRINOLOGI
Cara ini adalah cara yang ditempuh oleh beberapa protein dan hormon peptida
yang relatif besar ukuran molekulnya dan tidak larut dalam membran sel. Hormon jenis
ini tidak akan masuk ke dalam sitoplasma sel, tetapi hanya bergabung dengan molekul
reseptor di permukaan membran, yang selanjutnya mengaktifkan adenilat siklase. Lihat
pola hubungannya pada skema berikut :
LINGKUNGAN LUAR SEL
HORMON
MEMBRAN SEL
RE
SEP
TOR
SITOPLASMA
ADENILAT
SIKLASE
ATP
cAMP
Gb.42. Skema aktivasi adenilat siklase oleh hormon
hingga terjadi perubahan ATP menjadi cAMP
Hormon dapat secara langsung maupun tak langsung
menstimulasi atau
menghambat aktivitas sel dengan jalan memodulasi pesan-pesan kimianya (chemical
messenger). Beberapa hormon bertindak langsung sebagai first messenger (pembawa
pesan langsung/utama). Hormon jenis ini biasanya akan langsung berinteraksi dengan
membran sel guna meningkatkan produksi second messenger (pembawa pesan tidak
langsung/kedua) di dalam sel. Second messenger inilah nantinya yang akan bertanggung
jawab langsung dalam mengaktivasi sel. Second messenger biasanya dijumpai dalam
bentuk cyclic adenosine monophosphate (cAMP, cyclic AMP) atau cyclic guanosine
monophosphate (cGMP, cyclic GMP).
Semua jenis hormon tubuh (kecuali steroid dan thyroid) dapat mengadakan
interaksi dengan sel target. Caranya adalah berikatan dengan reseptor di permukaan
membran sel. Gabungan ikatan antara hormon dan reseptor akan mengaktifkan enzym
adenilat siklase atau guanilat siklase di dalam membran sel. Enzym-enzym ini kemudian
akan mengubah ATP atau GTP menjadi cAMP atau cGMP. Selanjutnya cAMP / cGMP
selaku second messenger akan mengirimkan pesan-pesannya menggunakan signal-signal
49
ENDOKRINOLOGI
(kode-kode). Proses pengiriman dan pengaktifan signal ini disebut dengan signal
transduction. Berikut ini contoh signal transduksi dan efek yang ditimbulkannya.
Gb.43. Aksi H-R mengaktifkan cAMP atau cGMP pada sel target
Hormon-hormon yang aksinya melalui jalur ini antara lain : parathiroid hormon
(PTH), calcitonin, hormon tumbuh (Growth Hormone, GH), FSH, LH, TSH,
prolaktin,
ACTH,
MSH,
vasopressin,
insulin,
glukagon,
sekretin,
gastrin,
kolesistokinin, angiotensin II, dan katekolamin. Beberapa hormon yang menggunakan
jalur cAMP tertera dalam tabel berikut ini :
Tabel 2. Hormon yang menggunakan jalur cAMP
HORMON
Epinephrin
Norepinephrin
Glukagon
MSH
Hormon parathiroid
ACTH
KEGIATAN cAMP
Glikolisis pada hati dan jantung
Lipolisis pada sel lemak
Sekresi amilase dari kelenjar ludah
Penurunan aktivitas sel Purkinje
Pelepasan asetilkolin pada sel saraf
Pelepasan melatonin dari pineal
Glikolisis sel hati dan lipolisis dalam sel lemak
Mempergelap kulit katak
Phosphateuria pada korteks ginjal
Penyerapan kalsium pada tulang
Menstimulasi korteks adrenal
50
ENDOKRINOLOGI
LH
Vasopressin
Tiroksin
TSH, Tyrotropin
FSH
Hypothalamic releasing factors
Sintesis steroid dalam korpus luteum
Resorpsi air pada tubulus renalis
Tachicardia
Menstimulasi kelenjar tiroid
Menstimulasi pemasakan folikel dan meregulasi
sekresi estrogen
Meregulasi sekresi hormon dari adenohypophysis
Gb.44. Jenis hormon yang menggunakan jalur cAMP, cGMP dan Ca2+.
Reseptor Untuk Signal Transduction
Ikatan H-R di permukaan membran sel menyebabkan terjadinya perubahan
konformasi reseptor dan enzym. Perubahan ini selanjutnya akan mengaktifkan enzym
adenilat siklase di dalam membran.
Langkah pengiriman signal yang ditempuh ada tiga tahapan yaitu : pengenalan
(recognition), transduksi (transduction), dan amplifikasi (amplification). Langkah
pengenalan (recognition) adalah langkah awal dimana reseptor mencoba mengenali
struktur dan sifat spesifisitas hormon. Struktur hormon yang sama belum menjamin akan
diterima oleh reseptor. Dalam hal ini reseptor betul-betul bertugas memilih secara cermat
hormon pasangannya. Jika H yang akan diikat sudah tepat, maka akan terjadi ikatan H-R
di permukaan membran sel. H (khususnya jenis hormon peptida) akan tetap berada di luar
sel, dengan kata lain hormon tersebut tidak akan ditelan (diinternalisasi).
Langkah selanjutnya adalah transduksi. Reseptor akan mengadakan komunikasi
dengan protein Guanine (protein regulator, dikenal dengan istilah G-protein). Guanine itu
sendiri tersusun dari 2 atau 3 subunit protein yaitu guanin, guanin, dan atau guanin.
51
ENDOKRINOLOGI
Protein regulator guanin-alpha ini dapat bertindak sebagai inhibitor (disebut dengan
istilah Gi, apabila hormon yang bergabung adalah hormon inhibitor) atau stimulator
(disebut Gs, apabila hormon yang bergabung adalah hormon stimulator). Gs atau Gi ini
akan berinteraksi dengan lipid pada membran sel, kemudian diikuti dengan pemisahan
(disosiasi ) antara G dengan G. G akan bergabung dengan GTP atau ATP. Asosiasi
G–GTP / ATP akan menuju ke guanilat/adenilat siklase guna mengaktifkan atau
menghambat guanilat/adenilat siklase (g/aC, guanylate/adenylate cyclase). Selanjutnya
terjadi penggabungan antara guanilat/adenylate siklase dengan G-GTP / ATP.
Langkah berikutnya adalah amplifikasi. Gs- atau Gi- akan memisahkan diri dari
kompleks H-R. Pemisahan ini menyebabkan aktifnya enzym GTPase yang bekerja pada
asosiasi G GTP-AC. Enzym tersebut akan mendisosiasi satu Pi (phosphor berenergi
tinggi) dari GTP / ATP hingga berubah menjadi GDP/ADP. Dengan lepasnya 1 P i, maka
afinitas antara GTP / ATP-AC menjadi berkurang hingga akhirnya lepas. Gs / Gi-
kemudian akan bergabung kembali dengan Gs / Gi- menjadi G-protein seperti semula.
GDP / ADP selanjutnya akan berubah menjadi GMP / AMP dan akhirnya membentuk
siklik menjadi cGMP atau cAMP. Bentuk siklik inilah yang berperan dalam
mengaktifkan atau menghambat kerja intraseluler sesuai dengan pesan yang dikirimkan
oleh hormon.
Gb.45 . Peran reseptor dalam signal transduksi
52
ENDOKRINOLOGI
Gb.46. Perubahan konformasi protein G pada membran sel selama
berlangsung signal transduksi
B.2. Jalur Langsung (jalur steroid)
Hormon steroid umumnya memilih jalur ini karena molekul-molekul hormon
steroid berukuran relatif lebih kecil dan larut di dalam lemak (lipofilik), sehingga mudah
penetrasi (difusi) ke dalam membran sel. Di dalam sitoplasma, hormon tadi akan
bergabung dengan reseptor sitoplasmik. Ikatan hormon-reseptor (H-R) akan dibawa
masuk ke dalam nukleus, atau jika di dalam sitoplasma hormon tadi belum menemukan
reseptor yang sesuai maka hormon akan langsung menuju ke dalam nukleus dan
berikatan dengan reseptor di dalam nukleus. Setelah melalui proses transkripsi genetik,
dibentuklah pita mRNA khusus yang kemudian bergerak ke luar nukleus menuju ke
ribosom di dalam sitoplasma. Hasil translasi di dalam ribosom akan dibawa ke dalam
retikulum endoplasma, selanjutnya dikirim menuju ke apparatus golgi untuk dikemas
menjadi produk yang diharapkan. Hormon-hormon yang menempuh jalur semacam ini
adalah hormon yang bekerja pada organ gonad, misalnya : kortisol, progesteron, estradiol
(pada uterus), testosteron, dan tiroksin.
53
ENDOKRINOLOGI
Gb.47. Mekanisme hormon steroid pada sel sasaran
Beberapa jenis hormon tertentu dapat mengikuti jalur ganda, yakni dengan jalur
cAMP atau jalur pengikatan reseptor di dalam sitoplasma. Hormon tersebut adalah
prolaktin dan tiroksin. Keduanya dapat masuk ke dalam sel dengan cara endositosis,
kemudian hormon tadi ditumpahkan ke dalam sitoplasma untuk bergabung dengan
reseptor, selanjutnya di bawa ke dalam nukleus. Berikut ini contoh interaksi terpadu dari
hormon steroid dan non-steroid.
54
ENDOKRINOLOGI
Gb.48. Interaksi terpadu antara non-steroid dan steroid di sel target
Gb.49. Contoh internalisasi hormon di permukaan membran sel
B.3. Jalur pengikatan H-R dengan peningkatan kadar kalsium
Beberapa hormon (misal katekolamin yang bekerja pada sel hati via reseptor alfaadrenergik) mengikat reseptor pada membran sel target, yang mengakibatkan perubahan
konsentrasi kalsium intra sel. Perubahan yang berupa peningkatan pengikatan kalsium ini
mengaktifkan protein kinase, yang selanjutnya mengawali efek hormon pada sel sasaran.
Perubahan kalsium diperantarai oleh protein calmodulin (peptida ber-BM 16.700, yang
memiliki 4 domain untuk mengikat 4 Ca2+).
Gb.50. Model mekanisme aksi hormon dengan calmodulin
55
ENDOKRINOLOGI
Kerjasama antar hormon dan reseptor ini sering dinamakan kooperasi H-R. Model
kooperasi H-R ada tiga, yakni : kooperasi negatif (kerjasama H-R yang mengakibatkan
turunnya kemampuan reseptor untuk mengikat hormon serupa atau hormon lain),
kooperasi positif (adanya kerjasama H-R suatu hormon yang memacu peningkatan H-R
lainnya), dan non-kooperatif (pengikatan salah satu H-R tidak akan mempengaruhi
kerjasama H-R lainnya).
Salah satu karakter utama hormon adalah dapat mempengaruhi atau menimbulkan
respon pada sel/jaringan sasaran (meskipun jumlah hormon yang terlibat sangat sedikit).
Hal ini dapat terjadi karena hormon dapat menyebabkan terjadinya aktivitas “enzym
cascade” (pengaktivan enzym secara bertingkat dan permisif). Misalnya: adanya stimulus
eksternal akan mempengaruhi kerja medulla adrenalis, medulla ini kemudian terangsang
untuk memproduksi epinephrin. Epinephrin kemudian ditransportasikan ke sel hati
melalui pembuluh darah. Reseptor di dalam hati akan mengikat epinephrin, diikuti
kemudian dengan pengaktifan berbagai enzim kinase dan kegiatan fosforilasi protein,
yang pada gilirannya akan mengubah glikogen menjadi gula darah.
Gb.51. Keterlibatan epinephrin dalam mengubah glikogen menjadi glukosa darah
56
ENDOKRINOLOGI
TRANSPORTASI, METABOLISME DAN
SIRKULASI HORMON
VII
A. Transportasi Hormon Menuju ke Sel atau Organ Sasaran
Hormon dapat mencapai sel atau organ sasaran melalui satu atau lebih rute berikut ini :
1. Endokrin.
Ini merupakan cara yang ‘klasik’, yakni hormon disekresikan ke dalam darah, untuk
disebarkan ke sasaran yang dituju.
2. Neurokrin.
Neuron mengontak sel sasaran dengan cara menjulurkan axonnya. Pada saat kontak
terjadi, neuron segera mensekresikan hormonnya ke sinaptik kleft (ruangan
penghubung antara dua sel yang sedang kontak).
3. Neuroendokrin.
57
ENDOKRINOLOGI
Hormon yang dihasilkan oleh sel saraf disekresikan ke dalam darah untuk diedarkan
ke sel sasaran.
4. Parakrin.
Hormon yang telah disekresikan ke ruang antar sel (ruang ekstraseluler) akan segera
berdifusi ke dalam sel sasaran.
5. Lumonal.
Hormon disekresikan ke dalam lumen (khususnya pada saluran pencernaan).
6. Pheromonal.
Hormon atau sekretnya dilepaskan ke luar tubuh.
7. Autokrin.
Hormon yang telah disekresikan mungkin akan berfungsi sebagai ‘feed back’ (umpan
balik) bagi sel itu sendiri.
Somatostatin adalah contoh hormon yang memiliki beberapa rute sekaligus dalam
mempengaruhi sel-sel sasarannya. Somatostatin diangkut ke pituitari melalui sistem
portae hipofiseal (atau rute neuroendokrin), guna meregulasikan sekresi somatotropin.
Somatostatin dilokalisir di dalam sel-sel neuron CNS (central nervous system, sistem
saraf pusat) tetapi dapat mengontrol neuron sasaran secara neurokrin. Sementara itu,
somatostatin juga dapat meregulasi fungsi pulau-pulau Langerhans pankreas melalui
mekanisme parakrin lokal. Di dalam usus, somatostatin berfungsi sebagai hormon lokal
(autokrin) sekaligus mengontrol sekresi gastrin dengan mekanisme parakrin.
Gb. 52. Cara-cara transportasi hormon
58
ENDOKRINOLOGI
Target sel mampu memberikan respon terhadap hormon disebabkan karena sel-sel
sasaran ini memiliki reseptor yang sangat spesifik yang mampu membedakan ciri hormon
yang satu dengan lainnya. Hanya hormon yang tepat yang mampu menembus sel sasaran.
Pada keadaan patologik tertentu, misalnya produksi hormon yang berlebihan, respon
yang ditimbulkan dapat menjadi tidak terkontrol. Khusus untuk daerah otak, sel-sel
neuronnya dilindungi secara khusus dengan adanya sawar darah otak (blood brain
barrier).
Hormon yang telah disekresikan ke dalam cairan ekstraseluler atau ke darah
umumnya terikat pada protein di dalam plasma darah. Dengan demikian transportasinya
akan cepat mencapai sasaran sesuai kecepatan aliran darah. Selain itu, terikatnya hormon
pada protein darah dapat menghindarkan terfiltrasinya hormon di ginjal, sehingga
hormon yang berat molekulnya relatif rendah tetap dapat dipertahankan keberadaannya di
dalam tubuh. Keuntungan lain, hormon tidak cepat terdegradasi mengingat bahwa
hormon baru mulai bisa dipecah bila sudah mencapai sel sasaran dan terlepas dari ikatan
protein plasma.. Beberapa contoh hormon yang digendong oleh protein plasma adalah:
tiroksin (diikat oleh protein TBG / thyroxin binding globulin), thyroid (diikat oleh
TBPA/ thyroid hormone binding prealbumin).
B. Metabolisme dan Sirkulasi Hormon
Hormon disekresikan dari sel sekretoris dengan tujuan untuk menimbulkan respon
pada sel sasaran. Setelah mencapai sasaran yang dikehendaki, maka hormon harus
diinaktifkan, agar tidak timbul respon berkepanjangan tanpa henti. Untuk itu, peran faktor
intraseluler dan ekstraseluler sangat diperlukan guna memperantarai proses ini.
1. Metabolisme Hormon Peptida.
Hormon peptida memiliki ‘umur’ (waktu paruh) yang relatif pendek. Waktu
paruh adalah waktu yang diperlukan untuk menyusutkan atau menginaktifkan separuh
jumlah hormon yang beredar di dalam darah atau tubuh. Hormon peptida rantai pendek,
59
ENDOKRINOLOGI
misalnya MSH dan Oksitosin, memiliki waktu paruh antara 2 hingga 30 menit.
Sedangkan hormon peptida yang memiliki rantai panjang, misalnya TSH, memiliki waktu
paruh relatif lama, yakni kurang lebih 60 menit. Inaktivasi hormon peptida dan protein
umumnya terjadi pada reseptor sel-sel hati dan ginjal, atau dapat juga di dalam sitoplasma
sel apabila hormon tadi terendositosis atau tertelan oleh sel.
Inaktivasi hormon peptida dilakukan oleh enzym peptidase dengan cara
memecahkannya pada rantai tertentu. Enzym peptidase sendiri dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu : 1. Enzym eksopeptidase (karboksipeptidase dan aminopeptidase)
yang akan memutus rantai C atau N di tepi rantai protein, dan 2. Enzym endopeptidase
(tripsin, kimotripsin) akan memutus rantai sebelah dalam dari rangkaian asam-asam
amino.
Sebagai contoh, hormon insulin terdiri dari 2 rantai yang keduanya dihubungkan
oleh ikatan disulfida. Dengan adanya insulinase (enzym yang berfungsi untuk
menginaktivasi insulin), maka rantai disulfida akan terputus, sehingga insulin akan
terpecah menjadi 2 rantai terpisah. Waktu paruhnya berkisar antara 30 menit hingga
beberapa hari.
Gb.53. Metabolisme insulin menjadi rantai A dan rantai B
Pada dasarnya metabolisme atau degradasi hormon peptida atau protein dapat
berlangsung bila ada enzym-enzym proteolitik yang terlibat, seperti contoh berikut ini :
60
ENDOKRINOLOGI
Gb. 54. Model degradasi hormon peptida dengan enzym proteolitik
2.Hormon Steroid dan Tiroid.
Hormon-hormon steroid umumnya terikat pada protein plasma (protein carrier).
Waktu paruh hormon ini sangat tergantung pada eratnya ikatan antara hormon dengan
carriernya. Hormon steroid yang tidak terikat pada protein carrier (misalnya aldosteron)
memiliki waktu paruh yang pendek, sedangkan yang terikat pada carrier memiliki waktu
paruh relatif lama. Di dalam sel hati, hormon steroid yang berasal dari gonad atau adrenal
akan berikatan dengan asam glukuronat atau tersulfatisasi sehingga menyebabkan
hormon tersebut menjadi inaktif, mudah larut, dan mudah dieliminasi bersama urin.
Asam-asam glukuronat disekresikan bersama dengan bilus, dan dapat diserap kembali ke
dalam darah. Nasib tiroksin dan triiodotironin di dalam sel hati juga akan sama seperti
hormon steroid lainnya.
3. Neurotransmitter dan Adrenal Katekolamin
Katekolamin dimetabolisme hanya di dalam sel hati dengan cara orthometilasi
atau deaminasi oksidatif oleh enzym COMT (Catechol-O-Methyl Transferase) dan MAO
(Monoamine
Oxidase).
Enzym
COMT
dan
MAO
ini
juga
menginaktivasi
neurotransmitter (norepinefrin dan dopamin) pada sinaps, sehingga sekret tersebut dapat
diserap kembali oleh bagian presinaptik axon untuk dijadikan prekursor hormon sejenis.
61
ENDOKRINOLOGI
Gb.55. Metabolisme katekholamine
Asetilkolin disekresikan ke sinaps oleh sel-sel saraf kolinergik. Kehadiran enzym
asetilkolinesterase menyebabkan hormon tadi terurai menjadi kolin dan asetat, keduanya
dapat diserap kembali oleh presinaptik axon untuk dijadikan prekursor hormon yang
sama.
Hormon yang dilepaskan dari darah, akan diserap oleh sel atau organ sasaran.
Didalam sel atau organ sasaran, hormon akan didegradasi oleh enzym-enzym tertentu
misalnya dari kelompok enzym litik, atau dapat juga melalui mekanisme oksidasi,
deaminasi atau metilasi. Pada sel hati, hormon yang terdegradasi akan diikatkan pada
asam glukuronat atau glukuronik sulfat, atau dapat juga dibiarkan bebas dalam
sitoplasma. Kemudian hormon tadi diteransfer menuju ke empedu untuk selanjutnya
dibuang bersama feces, atau jika mungkin maka akan didaurulang kembali.
VIII
PERAN FISIOLOGIK HORMON
A. Peran Fisiologik Hormon
Secara fisiologik, hormon mengontrol seluruh aktivitas sel di dalam tubuh, antara lain:
1. Hormon dapat mempengaruhi aktivitas sel-sel kelenjar atau sel-sel neuron dalam
mensintesa dan mensekresikan hormon-hormon lain. Selain itu, hormon juga
mempengaruhi aktivitas traktus digestivus dalam mensekresikan produknya yang
berupa enzym, HCl, atau garam-garam empedu. Sintesa dan sekresi mukus (di dalam
sel-sel mukus), susu (dalam sel kelenjar mammae),
sebum dan keringat (dalam
kelenjar keringat dan sebasea), serta pheromon dan bau-bauan yang khas sangat
dipengaruhi oleh hormon.
2. Hormon diketahui juga mempengaruhi proses metabolisme di dalam sel, baik
anabolisme maupun katabolisme. Dalam hal ini jelas bahwa sintesa dan degradasi
karbohidrat, lemak dan protein selalu dikontrol oleh hormon, terutama untuk
62
ENDOKRINOLOGI
menentukan jenis energi dan produk yang diperlukan untuk proses pertumbuhan suatu
individu.
3. Hormon mempengaruhi kontraksi, relaksasi, dan metabolisme sel-sel otot. Kontraksi
dan relaksasi yang dikontrol hormon antara lain terjadi pada sel-sel otot polos
gastrointestinal, pembuluh darah, dan traktus genitalis (khususnya uterus dan
oviduct). Keberadaan protein kontraktil pada otot jantung dan otot rangka juga diatur
oleh hormon. Beberapa jenis hormon steroid tertentu diketahui mempengaruhi proses
anabolisme dan katabolisme dalam sel otot.
4. Hormon sangat berperan dalam mengontrol proses reproduksi, seperti misalnya
differensiasi gonad, pemasakan gonad, dan gametogenesis.
5. Hormon dapat berperan sebagai stimulan atau inhibitor proliferasi sel, sehingga
sangat mempengaruhi pertumbuhan.
6. Hormon juga diketahui mempengaruhi ekskresi dan reabsorpsi kation dan anion
anorganik (misalnya Na, K, Ca, dan P).
7. Hormon berperan permisif terhadap hormon lain. Dalam hal ini diketahui bahwa
suatu hormon dapat berperan sangat efektif atau bahkan mencapai maksimal apabila
ada kehadiran hormon lain. Kehadiran hormon lain tersebut mutlak adanya, meskipun
belum tentu terlibat langsung di dalam proses.
8. Hormon berperan dalam menentukan tingkah laku binatang, misalnya tingkah laku
agresif atau tingkah laku seksual khususnya pada masa-masa reproduksi. Tingkah
laku keibuan pada hewan betina dikendalikan oleh hormon gonad dan pituitari,
sedangkan tingkah laku berkelompok dipengaruhi oleh adanya pheromon.
Hormon dapat mengontrol fungsi fisiologik tubuh pada tahap-tahap awal
kehidupan, atau dapat berlanjut pada tahap perkembangan selanjutnya. Produksi hormon
sepanjang hidup individu sangat tergantung pada kebutuhan di setiap fase pertumbuhan.
Sehingga hormon yang diproduksi di dalam tubuh memiliki spesifikasi sekresi tersendiri,
misalnya :
63
ENDOKRINOLOGI
1. Beberapa jenis hormon tertentu disekresikan secara on dan off selama hidup, hal ini
dimaksudkan untuk mengontrol fluktuasi komponen di dalam serum darah, misalnya
kandungan glukosa dan Ca 2+.
2. Beberapa hormon lain disekresikan secara spasmodik (periodik tetapi tidak beraturan
karena disekresikan hanya pada kondisi tertentu). Misalnya, Oksitosin disekresikan
hanya pada saat melahirkan dan selama menyusui, sedangkan adrenal katekolamin
hanya disekresikan pada saat sedang mengalami stress. Kortisol yang disekresikan
secara terus menerus dalam keadaan stress justru akan berakibat memperlemah tubuh
individu. Oleh karena itu, hormon tidak disekresikan secara terus menerus selama
hidup.
3. Beberapa jenis hormon tidak disekresikan dalam jumlah besar pada fase awal
kehidupan, tetapi pada masa pertumbuhan produksi hormon tersebut ditingkatkan.
Misalnya gonadotropin hanya sedikit diproduksi pada fase sebelum pubertas, tetapi
produksi akan ditingkatkan selama fase pubertas dan sesudahnya guna menstimulasi
gonad dan menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan sifat kelamin sekunder.
Sebaliknya, sekresi hormon tertentu akan berkurang seiring dengan pertambahan
umur individu. Misalnya, sekresi tiroid akan menurun pada masa tua dengan resiko
mekanisme termogenesis manula akan terganggu.
4. Seiring dengan waktu, hormon tertentu dapat kehilangan fungsinya meskipun tetap
diproduksi di dalam tubuh. Misalnya, FSH tetap disekresikan setelah fase menopause
tetapi ovarium tidak lagi memberikan respon terhadap hormon tersebut.
5. Hormon tertentu mungkin hanya sesekali, atau beberapa kali saja diproduksi selama
hidup individu. Misalnya, hCG (human chorionic gonadotropin) dan berbagai peptida
yang diproduksi oleh plasenta hanya dibuat selama kehamilan.
B. Efek Patofisiologik Hormon
Hormon endokrin disekresikan dari kelenjar dengan tujuan untuk memberikan
respon terhadap kebutuhan tubuh. Hormon tadi akan diregulasi di dalam sel-sel sasaran,
dan dengan cepat didegradasi dan dieliminasi dari tubuh. Kegagalan kelenjar endokrin
64
ENDOKRINOLOGI
memproduksi sejumlah hormon yang diperlukan serta ketidakmampuan sel atau jaringan
sasaran meregulasikan hormon tadi dapat menimbulkan suatu keadaan fatal, dalam arti
bahwa tubuh mengalami disfungsi atau bahkan mati. Bebrapa contoh keadaan
patofisiologik yang terkait dengan hormon dapat disimak dari penyakit berikut ini :
B.1. Defisiensi Hormon.
Beberapa keadaan yang disebabkan oleh kekurangan hormon antara lain :
1.
Ketiadaan insulin menyebabkan kandungan gula darah meningkat (hyperglycemia),
dan keadaan ini akan mempengaruhi proses fisiologik yang lain lagi, sehingga
penderita kekurangan insulin ini (Diabetes mellitus ; DM) dapat mengalami koma
atau kematian.
2.
Ketiadaan hormon paratiroid menyebabkan hypocalcemia diikuti kejang-kejang
tubuh dan dapat berlanjut hingga kematian.
3.
Gagalnya hipofisa mensekresikan vasopressin dapat menyebabkan tubuh kehilangan
cairan dan dehidrasi (Diabetes Insipidus). Penyakit tersebut juga dapat timbul akibat
ginjal gagal memberikan respon terhadap hormon (Diabetes insipidus nephrogenik).
4.
Gagalnya tubuh memproduksi keperluan hormon dapat juga diakibatkan oleh
rusaknya organ atau kelenjar penghasil hormon. Adanya penyakit TBC dapat
menyebabkan korteks adrenal rusak, demikian pula jika pituitari gagal mensekresi
ACTH atau hipotalamus gagal memproduksi CRH, maka korteks adrenal akan gagal
dalam memproduksi kortisol, sehingga menimbulkan penyakit Addison’s disease.
B.2. Overproduksi Hormon
Keadaan yang bersifat abnormal juga dapat muncul akrena kelebihan hormon, misal :
1. Kelebihan sekresi kortisol (Cushing’s Syndrome) dapat menyebabkan perubahan
metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein.
Ini
mengakibatkan kondisi
hyperglycemia (DM) dan diikuti kelelahan sel-sel beta pankreas.
2. Kelebihan
aldosteron
(hyperaldosteronisme,
Conn’s
disease)
menyebabkan
hipernatremia (meningkatnya Na+ darah) diikuti dengan hypervolemia (volume
cairan darah meningkat) sehingga menimbulkan hipertensi berat.
65
ENDOKRINOLOGI
3. Sekresi hormon yang berlebihan mungkin terjadi pada penderita tumor atau
neoplasia, karena sel-sel tumor juga menghasilkan hormon. Misalnya tumor pada
korteks adrenal dapat menghasilkan kortisol yang berlebih (Cushing’s syndrome).
Pada kasus insulinoma, produksi insulin menjadi berlebihan sehingga berakibat
glukosa darah menurun tajam (hypoglycemia), penderita mengalami koma dalam
waktu singkat dan bahkan mati.
B.3. Gagalnya interaksi hormon-reseptor pada sel sasaran
Keadaan yang tidak menguntungkan dapat timbul akibat interaksi yang tidak
sempurna, sebagaimana contoh berikut ini :
1. Terjadinya perubahan pada struktur hormon peptida akibat mutasi kode genetik
menyebabkan hormon tersebut tidak dapat menemukan reseptor yang tepat (kasus
hyperinsulinemia).
2. Hormon testosteron tidak dapat berinteraksi dengan jaringan sasaran karena jaringan
tersebut tidak memiliki reseptor testosteron. Akibatnya individu jantan akan
berkembang menjadi kewanita-wanitaan (mengarah ke fenotip wanita). Kasus ini
disebut testicular feminizing syndrome.
Pada kasus pseudohypoparathyroidisme, jumlah hormon paratiroidnya berlebih,
sedangkan adenilat siklase sel-sel ginjal tidak mampu meningkatkan cAMP sehingga sel
gagal memberikan respon terhadap hormon.
66
ENDOKRINOLOGI
IX
METODOLOGI PENELITIAN ENDOKRIN
Metode yang digunakan untuk penelitian di bidang endokrin saat ini sangat
beragam, antara lain melibatkan bidang ilmu bedah, immunologi, histokimia, bioassay,
dan ekstraksi jaringan. Penelitian bidang endokrin ini umumnya difokuskan pada hal-hal
sebagai berikut :
1. Sumber. Suatu hormon diketahui dapat terdistribusi luas di tubuh, misalnya
ditemukan di berbagai organ, jaringan, atau bahkan berbagai sel. Sebagai contoh,
beberapa hormon gastrointestinal, ternyata selain terdapat di daerah sistem
pencernaan, juga ditemukan pada sistem saraf pusat. Penelitian pada fokus ini
bertujuan untuk mengetahui sumber hormon dengan cara mengetahui keberadaan
hormon tersebut pada sel sasaran.
2. Sintesa dan penentuan struktur hormon. Hal ini tergantung pada jenis hormon
yang diteliti, sedangkan penentuan strukturnya tergantung pada metode yang
digunakan. Hasil penelitiannya harus dibandingkan dengan standar struktur hormon
yang telah ditetapkan sebelumnya.
67
ENDOKRINOLOGI
3. Biosintesis. Fokus penelitian ini adalah mengetahui mekanisme biosintesis hormon
secara pasti. Pengetahuan mengenai struktur hormon sangat menentukan terutama
untuk memperkirakan pembentukan cDNA (complementary DNA), mRNA, hingga
proses sintesa proteinnya. Dengan demikian, akan diketahui nantinya apakah
biosintesa hormon tersebut berasal dari prohormon ataukah dari prekursor lain, selain
itu juga akan diketahui jenis enzym-enzym yang terlibat.
4. Kontrol sekresi hormon. Faktor-faktor yang meregulasikan sekresi hormon,
misalnya faktor intrinsik atau ekstrinsik, perlu dideteksi. Stimulan endogen misalnya,
kemungkinan berperan besar dalam efek positif / negatif feedback, sirkulasi produk,
atau efek lanjutan akibat dari hormon yang telah disekresikan.
5. Mekanisme sekresi tingkat seluler. Begitu mekanisme regulasi first messenger
diketahui, maka selanjutnya perlu diselidiki second messengernya dan elemen-elemen
struktural (channel ion, organel) yang terlibat dalam proses sekresi hormon.
6. Metabolisme dan sirkulasi. Waktu paruh dari hormon selama tersirkulasi dalam
tubuh harus dapat ditentukan. Penelitian ini luas karena menyangkut ada tidaknya
protein penyerta hormon, kekuatan konyugasi hormon dengan protein lain,
kemampuan ginjal dalam meretensikan hormon, dan mudah tidaknya hormon
terdegradasi oleh enzym-enzym dalam serum. Keadaan tersebut akan sangat
menentukan pola sirkulasi dan metabolisme hormon.
7. Peran dan aktivitas hormon secara biologik. Penelitian di bidang ini dapat
dilakukan dengan cara menyuntikkan hormon yang analog dengan hormon yang
diteliti, guna mengetahui persis peran dan fungsinya. Dapat juga dengan cara
menghilangkan hormon/organ dari tubuh untuk dilihat efeknya. Alternatif lain,
hormon disuntikkan pada spesies yang berbeda sehingga dapat diketahui fungsi
tambahan lain selain yang telah diketahui.
8. Mekanisme kerja hormon. Pemberian hormon yang dilakukan secara in vitro
maupun in vivo harus dapat mengindikasikan proses biologiknya, misalnya harus
diketahui reseptor-reseptor yang terlibat, mekanisme signal transduction yang dilalui,
pembentukan second messenger yang terjadi, dan selang waktu yang diperlukan
antara pengikatan H-R dengan respon yang ditimbulkan.
68
ENDOKRINOLOGI
Beberapa metode penelitian yang sering digunakan antara lain :
1. Penelitian Histo-sitologi, misalnya immunositokimia.
2. Metode bedah, misalnya kastrasi atau transplantasi.
3. Terapi dengan penggantian hormon.
4. Netralisasi aktivitas hormon secara immunologik.
5. Ekstraksi dan Pemurnian jaringan.
6. Sistesis dan identifikasi secara khemis.
7. Bioassay.
8. Penelitian struktur dan aktivitas hormon.
9. Penelitian
menggunakan
radioisotop.
Misalnya:
radioimmunoassay
(RIA),
radioreceptor assay (RRA), enzym assay, autoradiografi.
10. Metode elektrofisiologik.
11. Metode farmakologi.
12. Penelitian dengan antibodi monoklonal.
13. Penelitian dengan tehnik rekombinan DNA.
14. Penelitian dengan cara rekayasa genetik.
Berikut ini diberikan beberapa contoh bioassay untuk hormon tertentu, dengan
sistem assaynya serta monitoring respon yang muncul dan perlu diperhatikan pada tiaptiap model assay :
69
ENDOKRINOLOGI
Hewan-hewan uji yang biasa digunakan untuk penelitian adalah :
1. Siklostom (vertebrata primitif), misalnya: Lamprey, belut.
2. Ikan tulang rawan, misalnya; ikan hiu, ikan pari.
3. Ikan bertulang sejati, misalnya: ikan salmon, ikan karper.
4. Amfibia, misalnya : urodela (salamander), anura (kodok dan katak).
5. Reptil, misalnya: ular, kadal, kura-kura, buaya.
6. Burung, misalnya: ayam, kalkun, merpati.
7. Mammalia non-primata, misalnya: tikus, babi, marmut.
8. Primata, misalnya: monyet dan “embrio” (meskipun tidak terlalu populer, tetapi
embrio ini sering diberi perlakuan khusus untuk tujuan transplantasi).
Satu hal yang perlu diperhatikan, para peneliti saat ini mulai menyadari bahwa
penggunaan hewan untuk penelitian sebenarnya ‘kurang etis’ untuk dilakukan. Hal ini
menyangkut kepada hak hidup untuk makhluk hidup, disamping bahwa hewan uji sering
diperlakukan tidak sewajarnya (diberi perlakuan dan dibiarkan mati perlahan-lahan
sambil menanggung efek dari perlakuan). Untuk itu, sekarang ini sangat dianjurkan
penelitian
assay
menggunakan
jaringan
sasaran
yang
dikulturkan,
meskipun
kelemahannya masih ada, yakni efek perlakuan barangkali bisa juga memunculkan efek
tidak diharapkan pada jaringan lain secara in vivo.
70
ENDOKRINOLOGI
DAFTAR PUSTAKA
1. Djojosoebagio, S., Fisiologi Kelenjar Endokrin, UI Press, Jakarta.
2. Erlandsen, S.L. and JE Magney, 1992. Color Atlas of Histology, Mosby Year Book,
Boston.
3. Geneser, F. 1986. Buku Teks Histologi, Bina Rupa Aksara, Jakarta.
4. Hadley, MacE. 1992. Endocrinology, 3rd Ed., Prentice Hall, New Jersey.
5. Haznam, MW., 1991. Endokrinologi, Angkasa Offset, Bandung.
6. Langley, LL., IR. Telford dan JB Christensen, 1980. Dinamic Anatomy and
Physiology, 5th Ed, McGraw-Hill Book Company, New York.
7. Leeson, CR., TS. Leeson, and AA Paparo. 1996. Buku Ajar Histologi., EGC, Jakarta.
8. Lu, FC., 1994. Toksikologi Dasar, 2nd Ed., UI Press, Jakarta.
9. Turner, CD. And JT Bagnara, 1976. Endokrinologi Umum, Airlangga University
Press, Surabaya.
71
ENDOKRINOLOGI
LAMPIRAN
72
ENDOKRINOLOGI
73
Download