ENDOKRINOLOGI I PENDAHULUAN Sejarah Endokrinologi Sel di Perkembangan dalam tubuh manusia (atau hewan) pada umumnya memiliki fungsi utama tempat Endokrinologi adalah cabang ilmu sebagai yang relatif mudaberlangsungnya usia dan baru. kegiatan Penelitian metabolisme. Namun, ada beberapa memiliki bidang ini diawali dari ketidaksengajaan namun didasarijenis padasel rasatubuh ingin yang tahu yang begitu lebih dari sekedar melakukan metabolisme, yaknibesar mampu kuat. Berikut inikemampuan ditampilkan beberapa ahli yang memberikan kontribusi bagi menghasilkan: suatu substansi kimia yang tidak diperuntukkan bagi perkembangan endokrinologi dirinya sendiri melainkan untuk kelangsungan mekanisme kerja sel-sel lainnya.. Sel yang demikian ini disebut dengan istilah sel kelenjar. 1. Berthold (1849) dari eksperimen sel kelenjar menggunakan yang kemudian dimanfaatkan oleh Perlakuan sel lain Berthold Produk melakukan sampel ayam jantan. tubuh: individu yang sama diistilahkan dengan sekret. Contoh : yang dibuat ada 3didalam model yaitu hormonkedua dantestis enzim Proses transfer disebut sekresi. a. Membuang ayam, kemudian ayam produknya dibiarkan hidup dan tumbuh. Sedangkan tersebut dibuangayam keluar dari tubuh maka b. Membuang salahjika satuproduk testis sel ayam, kemudian dibiarkan hidup dan sebutannya adalah ekskret (contoh : keringat, feromon dan urin). tumbuh. Proses pembuangannya disebut ekskresi. c. Menukar salah satu testis ayam dengan ayam jantan lain secara transplantasi, kemudian ayam dibiarkan hidup dan tumbuh. Pembentukan Kelenjar Percobaan tadi membuahkan hasil sebagai berikut : Berdasarkan kelenjar dalam tubuh a. Pada perlakuan pertama, cara ayampembentukannya, jantan yang hidup tanpa di testis mengalami manusia dibedakan suri menjadi dua, yakni kelenjarsuri eksokrin dan kelenjar kegagalan pertumbuhan dan jengger. Kalaupun dan jengger tumbuh endokrin. Katamaka krin efek berasal dari bahasa Greek mereduksinya yakni krinos jengger yang sebelum perlakuan, ketiadaan testis adalah berarti memisahkan menghasilkan. Ekso berartiSelain luar dan dan suri (atau mengalamiatau atrofi / penyusutan ukuran). itu, endo ayam berarti adalah kelompok lemah, kelenjar menjadi tidakdalam. tertarikKelenjar lagi padaeksokrin ayam betina, berkokoknya danyang tidak produknya diangkut keluar melalui suatu saluran yang bermuara di ada kemauan bertarung dengan sesama jantan. tubuh keringat atau ASIsama, melalui pori) suri atau dan di b. Pada permukaan perlakuan luar kedua dan(misalnya ketiga, hasilnya relatif yakni: permukaan organ dalam mukusbetina, atau berkokok lendir). jengger tumbuh normal, mudah tubuh tertarik(misalnya dengan ayam Sedangkan kelenjar adalah kelenjar yang yang sekretnya diangkut normal, dan cukup agresifendokrin dalam bertarung. Hal khusus menarik adalah ke bagian tubuh lain oleh pembuluh darah atau pembuluh limfe karena terjadinya pembesaran testis pada perlakuan kedua. kelenjar ini tidak memiliki saluran keluar secara khusus. Kelenjar endokrin dikenal juga dengan istilah kelenjar buntu atau kelenjar hormon. Mekanisme pembentukan kelenjar dimulai dari pembentukan lapisan ektoderm pada fase blastula akhir dan gastrula awal. Lapisan 1 tersebut akan terdifferensiasi menjadi jaringan epitelial yang menutupi suatu permukaan dengan segala variasi bentuk dan fungsi. Ketika ENDOKRINOLOGI Dari hasil percobaannya, Berthold berkesimpulan bahwa ayam jantan dapat memiliki karakteristik normal meskipun hanya memiliki satu buah testis. Penggantian testis melalui transplantasi di awal masa pertumbuhan ternyata tidak banyak berpengaruh terhadap ciri pertumbuhan sekunder selanjutnya. Akan tetapi, penggantian atau pembuangan testis pada saat pertumbuhan menyebabkan testis yang ada mengalami pembesaran ukuran (hipertrophi), karena pemanfaatan yang berlebihan. Transplan testis dapat berfungsi seperti halnya testis asli secara normal, tanpa dipengaruhi oleh mekanisme persarafan disekitarnya. Dari eksperimen ini pula, Berthold yakin bahwa testis itu memproduksi suatu sekret yang berfungsi untuk perkembangan organ reproduksi sekunder ayam jantan. Penelitian lanjutan yang dilakukan tahun 1935 menunjukkan bahwa testis ternyata memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga proses fisiologis tubuh bahkan dapat menentukan perilaku individu jantan. Hal ini disebabkan karena testis memiliki keistimewaan, yakni: 1. Dapat mengaktivasi atau mentransformasi beberapa komponen di dalam darah menjadi substansi yang aktif (hormon). 2. Dapat menghilangkan substansi inhibitor di dalam darah. 3. Dapat menghasilkan hormon (testosteron) yang dapat diedarkan melalui sistem peredaran darah. 2. Von Mering dan Minkowski (1889) . Kedua peneliti ini mencoba membuang pankreas dari tubuh anjing dan babi. Ternyata efek pankreatektomi dapat mengakibatkan munculnya penyakit DM (Diabetes Mellitus), yaitu penyakit yang diakibatkan peningkatan kadar gula darah sebagai akibat gagalnya tubuh memetabolisme karbohidrat karena ketiadaan cairan pankreas (insulin). 3. Bayliss dan Starling (1902, ahli fisiologi dari Canada). Penelitian yang dilakukan adalah aktivitas hormon yang berasal dari sistem pencernaan. Berdasar hasil penelitian, diketahui bahwa : 2 ENDOKRINOLOGI 1. Area mukosa pada intestinum ternyata memproduksi suatu cairan asam yang berfungsi untuk merangsang pengaliran cairan pankreas. 2. Pada area jejenum yang sarafnya dinonaktifkan (tetapi sistem vaskularisasinya tetap dibiarkan lancar), kehadiran substansi asam dari intestinum tadi tetap dapat merangsang kerja pankreas. Hasil percobaan itu semakin memperkuat dugaan bahwa sekret dari organ-organ tertentu dapat bekerja sendiri tanpa dipengaruhi oleh sistem saraf. Dengan kata lain, sekret dapat bersifat humoral. Tahun 1905, Starling mengumumkan bahwa cairan dari mukosa usus tadi disebut dengan hormon secretin. Istilah hormon diperkenalkan oleh Starling untuk pertama kali. Asal kata hormon adalah hormaein (bahasa Greek) yang berarti sesuatu yang dapat meningkatkan aktivitas. 4. Schaefer (1912). Melanjutkan penelitian Von Mering, kemudian memberikan nama pada sekret pankreas sebagai insulin. 5. Stockard dan Papanicolaou (1917) Kedua peneliti ini memelopori penelitian dan pengkajian fisiologi reproduksi siklus estrus pada marmut. Perubahan estrus ternyata disebabkan oleh suatu zat yang kemudian dinamakan estrogen. Usaha peneliti ini kelak ditabalkan untuk istilah Pap’s smear, yakni istilah untuk pengamatan dinding epitel pada alat reproduksi wanita. 6. Banting dan Best (1922). Peneliti ini menemukan bahwa insulin bukan merupakan produk dari keseluruhan organ pankreas, melainkan hanya dari bagian tertentu saja yang disebut Pulau-pulau Langerhans (Islet of Langerhans). Hormon inilah yang berperan utama dalam memetabolisme karbohidrat. 7. Loewi (1921). 3 ENDOKRINOLOGI Loewi berpendapat bahwa suatu substansi kimia yang dilepaskan oleh sel-sel neuron (diistilahkan dengan chemical messenger) berperan penting dalam mekanisme kerja hormon. Chemical messenger selama ini diketahui memegang peranan penting dalam fungsi CNS (Central Nervous System; sistem saraf pusat) dan ANS (Autonomic Nervous System; sistem saraf otonom). Misalnya pada aktivitas kerja dinding usus (peristaltik) dan jantung. Eksperimen Loewi dilakukan dengan menggunakan jantung katak. Jantung direndam dalam cairan yang mengandung substansi dari nervus vagus. Hasilnya adalah terjadi peningkatan ritme degupan (khronotropik) dan amplitudo (inotropik). Substansi dari Nervus Vagus tersebut kemudian dikenal dengan sebutan asetilkolin (Ach) dan pemacu jantungnya disebut norepinephrin. 8. Ascheim dan Zondek (1927) Mengawali penelitian tentang kehamilan, yang kemudian menemukan adanya hormon korionikgonadotropin (cGh) dari plasenta. Penelitian ini dilanjutkan oleh Doisy dan Butenandt (1929) yang berhasil mengekstraksi dan mengkristalkan zat estrogenik (estron) dari urin wanita hamil, serta mengkristalkan juga androsteron dari urin pria. David (1930) mengekstraksi testis dan menemukan testosteron. MacCorquodale (1936) mampu mengisolasi estrogen dari 4 ton ovari babi untuk memperoleh 12 mg estradiol. 9. Swingle dan Piffner (1930) Melakukan adrenalektomi dan sekaligus mengekstraksi kortek adrenal. Ternyata didalamnya terkandung 30 macam steroid. Penemuan ini diperkuat oleh penelitian Reichstein yang mengekstraksi 100 kg adrenal dari 20.000 sapi untuk mendapatkan 26 mg materi yang terbagi menjadi 29 senyawa steroid. Dari sekian jenis yang ditemukan, hormon kortikosteroid merupakan yang utama untuk metabolisme karbohidrat (disebut glukokortikoid) dan mineral (disebut mineralokortikoid). 10. Sanger (1953). 4 ENDOKRINOLOGI Sanger menyatakan bahwa protein hormon insulin ternyata tersusun dari serangkaian asam-asam amino. Hasil penelitiannya tersebut kemudian dijadikan dasar untuk meneliti berbagai struktur hormon yang lain. 11. du Vigneud (1953). Ahli ini mengikuti jejak Sanger dalam meneliti struktur hormon. Namun langkahnya lebih jauh lagi yakni membuat menentukan struktur hormon oxytocin dan vasopressin (neurohormon polipeptida), kemudian berhasil membuat hormon sintetiknya. Langkah ini mengawali intensitas penelitian pada berbagai jenis hormon neuroendokrin dari neurohipofisis 12. Sutherland (1962). Sutherland menemukan bahwa hormon dapat menstimulasi membran sel yang rusak guna mengaktifkan enzym phosphorylase pada hati. Hormon tadi akan bereaksi dengan substansi dari hati sebelum mengaktifkan enzym. Substansi dari hati tersebut dikenal sebagai cAMP (cyclic Adenosine 3’,5’-monophosphate). Penelitian Sutherland juga terkait dengan AC (Adenylate Cyclase), yaitu enzym yang bertanggung jawab terhadap pembentukan cAMP. Penemuan ini sangat besar artinya, karena ternyata dalam proses kerja hormonal dan proses fisiologis lainnya selalu melibatkan cAMP sebagai second messenger. 13. Harris (1955). Harris mengemukakan sejumlah data hasil temuan yang menyatakan bahwa kelenjar pituitari (master gland) dapat dikontrol oleh otak, khususnya bagian hipothalamus otak. Temuan ini dikenal sebagai neurosekret atau neurokrin. 14. Copp dan Cameron (1961) Berhasil menemukan kalsitonin dari paratiroid. Hormon ini berfungsi menurunkan kadar kalsium plasma. Temuan tersebut ditindaklanjuti oleh Hirsch (1963), 5 ENDOKRINOLOGI dan kemudian didapati derivatnya yaitu tirokalsitonin (polipeptida dengan 32 asam amino). Hormon-hormon tersebut dihasilkan oleh sel C (parafolikel) dari paratiroid. 15. Schally (1978) dan Guillemin. Schally mengadakan penelitian dengan mengekstraksi 250.000 hipothalamus babi. Dari penelitian tersebut ditemukan struktur hormon TRH (Thyrotropin Releasing Hormone). Guillemin mengadakan penelitian serupa dari hipothalamus domba. Kedua ahli tersebut akhirnya menyimpulkan bahwa TRH bertanggung jawab terhadap pelepasan TSH (Thyroid Stimulating Hormon) dari kelenjar pituitari. Kedua ahli ini juga menemukan struktur hormon GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone), yaitu hormon yang mengkontrol pelepasan gonadotropin dari kelenjar pituitari. GnRH sintetik juga dibuat dan digunakan untuk mengontrol fertilitas, oleh karenanya semakin banyak gonadotropin dihasilkan maka kemungkinan keberhasilan proses fertilisasi akan semakin besar. Anti GnRH akhirnya juga dapat dibuat secara sintetik guna menghambat fertilisasi (bahan kontrasepsi). Selain itu, Guillemin sendiri juga menemukan somatostatin, yakni inhibitor somatotropin dari kelenjar pituitari, dan inhibitor glucagon dan insulin. 16. Rita Levi-Montalcini Ahli ini menemukan NGF (Nerve Growth Factor) yaitu hormon peptida yang diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan sel-sel saraf dan sel-sel saraf perifer. 17. Stanley Cohen. Stanley adalah penemu EGF (Epidermal Growth Factor), yaitu hormon yang diperlukan untuk menstimulasi differensiasi sel dan pertumbuhan berbagai sel epitel dan sel-sel sejenis lainnya. Sejak temuan-temuan dasar yang terkait dengan masalah hormon tersebut mulai dikenal, maka perkembangan dari ilmu yang mempelajari tentang endokrin menjadi 6 ENDOKRINOLOGI semakin pesat, luas dan dalam. Rangkaian penelitian yang lebih kompleks dan terpadu bermunculan hampir setiap saat, yang tentunya melengkapi temuan yang telah ada sebelumnya. Belakangan ini riset terpadu dalam masalah hormon tak lepas dari berbagai disiplin ilmu lain yang mendukung dan mulai ditekankan pada level molekulernya. 7 ENDOKRINOLOGI II TINJAUAN HISTOLOGIS DARI KELENJAR NJAUAN HISTOLOGIS DARI KELENJAR Sel di dalam tubuh manusia (atau hewan) pada umumnya memiliki fungsi utama sebagai tempat berlangsungnya kegiatan metabolisme. Namun, ada beberapa jenis sel Sel di dalam tubuh manusia (atau hewan) pada umumnya tubuh yang memiliki kemampuan lebih dari sekedar melakukan metabolisme, yakni memiliki fungsi utama sebagai tempat berlangsungnya kegiatan mampu menghasilkan suatu substansi kimia yang tidak diperuntukkan bagi dirinya metabolisme. Namun, ada beberapa jenis sel tubuh yang memiliki sendiri melainkan untuk kelangsungan mekanisme kerja sel-sel lainnya. Sel yang kemampuan lebih dari sekedar melakukan metabolisme, yakni mampu demikian ini disebut dengan istilah sel kelenjar. Produk dari sel kelenjar yang kemudian menghasilkan suatu substansi kimia yang tidak diperuntukkan bagi dimanfaatkan oleh sel lain didalam tubuh individu yang sama diistilahkan dengan sekret dirinya sendiri melainkan untuk kelangsungan mekanisme kerja sel-sel (Latin: secerno = memisahkan). Contoh sekret adalah hormon dan enzim. Proses transfer lainnya.. Sel yang demikian ini disebut dengan istilah sel kelenjar. produknya disebut sekresi. Sedangkan jika produk sel tersebut dibuang keluar dari tubuh Produk dari sel kelenjar yang kemudian dimanfaatkan oleh sel lain dan tidak dimanfaatkan lagi maka sebutannya adalah ekskret. Contohnya adalah didalam tubuh individu yang sama diistilahkan dengan sekret. Contoh : keringat, feromon dan urin. Proses pembuangannya disebut ekskresi. hormon dan enzim Proses transfer produknya disebut sekresi. Sedangkan jika produk sel tersebut dibuang keluar dari tubuh maka A. Pembentukan Kelenjar sebutannya adalah ekskret (contoh : keringat, feromon dan urin). Proses pembuangannya disebut ekskresi. Berdasarkan cara pembentukannya, kelenjar di dalam tubuh manusia dibedakan menjadi dua, yakni kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kata krin berasal dari bahasa Pembentukan Kelenjar Greek yakni krinein yang berarti memisahkan atau menghasilkan. Ekso berarti di luar dan Berdasarkan cara pembentukannya, kelenjar di dalam tubuh endo berarti di dalam. Kelenjar eksokrin adalah kelompok kelenjar yang produknya manusia dibedakan menjadi dua, yakni kelenjar eksokrin dan kelenjar diangkut keluar melalui suatu saluran yang bermuara di permukaan luar tubuh (misalnya endokrin. Kata krin berasal dari bahasa Greek yakni krinos yang keringat atau ASI melalui pori) atau di permukaan organ dalam tubuh (misalnya mukus berarti memisahkan atau menghasilkan. Ekso berarti luar dan endo atau lendir). Sedangkan kelenjar endokrin adalah kelenjar yang sekretnya diangkut ke berarti dalam. Kelenjar eksokrin adalah kelompok kelenjar yang bagian tubuh lain oleh pembuluh darah atau pembuluh limfe karena kelenjar ini tidak produknya diangkut keluar melalui suatu saluran yang bermuara di memiliki saluran keluar secara khusus. Kelenjar endokrin dikenal juga dengan istilah permukaan luar tubuh (misalnya keringat atau ASI melalui pori) atau di kelenjar buntu atau kelenjar hormon. permukaan organ dalam tubuh (misalnya mukus atau lendir). Mekanisme pembentukan kelenjar dimulai dari pembentukan lapisan ektoderm Sedangkan kelenjar endokrin adalah kelenjar yang sekretnya diangkut pada fase blastula akhir dan gastrula awal. Lapisan tersebut akan terdifferensiasi menjadi ke bagian tubuh lain oleh pembuluh darah atau pembuluh limfe karena jaringan epitel yang menutupi suatu permukaan dengan segala variasi bentuk dan fungsi. kelenjar ini tidak memiliki saluran keluar secara khusus. Kelenjar endokrin dikenal juga dengan istilah kelenjar buntu atau kelenjar hormon. 8 Mekanisme pembentukan kelenjar dimulai dari pembentukan lapisan ektoderm pada fase blastula akhir dan gastrula awal. Lapisan ENDOKRINOLOGI Ketika embrio mencapai tahap organogenesis, maka jaringan epitelium ini sebagian akan tumbuh dan migrasi atau invasi (dengan gerak morfogenetik invaginasi) menembus jaringan pengikat di lapisan sebelah dalamnya. Sel-selnya kemudian tumbuh menjadi massa sel dan berspesialisasi menjadi sel kelenjar. Jalur invasi sel yang terus dipertahankan keberadaannya kelak akan berfungsi sebagai saluran atau duktus bagi sel kelenjar. Kelenjar yang demikian ini disebut sebagai kelenjar eksokrin. Sedangkan jika jalur invasi tersebut tidak berkembang, bahkan mereduksi, sehingga mengakibatkan massa sel kelenjar tak punya hubungan lagi dengan lapisan sel epitelnya, maka kelompok sel ini akan berkembang sebagai kelenjar endokrin. Secara ringkas, hal tersebut dapat kita pelajari dari skema gambar berikut : Gambar 1: Bagan pembentukan kelenjar eksokrin (kiri) dan endokrin (kanan) Sumber : ........................................ 9 ENDOKRINOLOGI B. Penggolongan Kelenjar Secara histologis (histogenesis) dan morfologis (morfogenesis), kelenjar dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Berdasar jumlah sel yang menyusunnya, kelenjar dibedakan menjadi : 1. Kelenjar uniseluler : Kelenjar yang hanya terdiri dari satu sel saja (kelenjar tunggal), tidak memiliki saluran, terdapat umumnya di epitel permukaan dari suatu rongga tubuh. Contohnya adalah sel piala (sel goblet atau sel mukus) yang terdapat pada sepanjang permukaan rongga dalam saluran usus, saluran nafas atau saluran reproduksi. Gambar 2.: Bentuk kelenjar uniseluler 2. Kelenjar multiseluler : Kelenjar ini terdiri lebih dari satu sel. Berdasarkan letaknya terhadap epitel permukaan, kelenjar ini masih dikelompokkan lagi menjadi : a. Kelenjar multiseluler intraepitelial : kelompok sel kelenjarnya berada disekitar permukaan epitel sehingga tidak membentuk saluran (duktus) secara khusus. Misalnya : kelenjar pada permukaan dinding lambung. b. Kelenjar multiseluler ekstraepitelial : kelompok sel kelenjarnya tumbuh di bagian jaringan pengikat (lamina propria, tunika mukosa) atau pada lapisan yang lebih dalam lagi (misal dermis), sehingga terbentuk saluran panjang (disebut duktus 10 ENDOKRINOLOGI ekskretorius) dan berakhir pada kelompok sel kelenjarnya itu sendiri (disebut pars sekretorius). Kedua tipe kelenjar multiseluler ini dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 3.: Kelenjar multiseluler intraepitelial (kiri) dan ekstraepitelial (kanan). Sumber: ……………………… Berdasar jumlah lapisan sel kelenjar yang menyusun pars sekretorisnya, dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1. Kelenjar monoptyche : hanya terdiri atas selapis sel saja. Misalnya pada kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). 2. Kelenjar polyptyche : kelenjar yang tersusun dari beberapa lapis sel yang bergerombol. Misalnya pada kelenjar minyak (kelenjar sebasea). Gambar 4.: Kelenjar monoptyche (kiri) dan polyptyche (kanan) Berdasar bentuk pars sekretorisnya, dapat dibedakan menjadi : 1. Kelenjar tubuler : berbentuk seperti pipa 2. Kelenjar alveolar : berbentuk seperti kantung atau buah labu 3. Kelenjar asiner/sakuler : berbentuk serupa dengan alveolar hanya lebih membulat Berdasar bentuk duktus ekskretoriusnya dibedakan menjadi : 1. Kelenjar sederhana : kelenjarnya tidak bercabang 2. Kelenjar kompleks : kelenjarnya memiliki saluran bercabang-cabang. 11 ENDOKRINOLOGI Berdasar kombinasi bentuk antara pars sekretorius dengan duktus ekskretorius, maka bentuk dasar kelenjar dikelompokkan menjadi : 1. Kelenjar tubuler sederhana (simple tubular gland) a. Kelenjar tubuler lurus (kelenjar usus besar) b. Kelenjar tubuler bergelung (kelenjar sudorifera) c. Kelenjar tubuler bercabang (kelenjar uterin) 2. Kelenjar tubuler kompleks (compound tubular gland) Pars sekretorianya banyak (bertipe tubular) dengan saluran keluar masinmg-masing yang kemudian saluran tersebut bermuara pada satu duktus ekskretorius utama. Misalnya pada testis. Gb.5. Bentuk dasar kelenjar tubuler sederhana dan tubuler kompleks 3. Kelenjar alveolar atau sakuler sederhana (simple alveolar gland) Terdapat pada kelenjar sebasea dan derivatnya yaitu kelenjar Meibomi pada kelopak mata. 4. Kelenjar alveolar atau sakuler kompleks (compound alveolar gland) Pars sekretoris alveolar atau sakulernya banyak yang bermuara pada satu duktus sekretorius utama. Gb.6. Bentuk kelenjar alveolar/sakuler sederhana dan kompleks. 12 ENDOKRINOLOGI 5. Kelenjar tubuloalveolar sederhana (simple tubuloalveolar gland) Terdapat pada kelenjar ludah (kelenjar submandibularis) dan kelenjar Brunneri pada usus halus duodenum. 6. Kelenjar tubuloalveolar kompleks (compound tubuloalveolar gland) Ujung pars sekretorianya berbentuk alveolar dan pangkalnya berbentuk tubuler, masing-masing memiliki saluran keluar yang kemudian bergabung dengan saluran utama. Misalnya pada kelenjar ludah parotis dan submandibularis. Gb.7. Bentuk dasar kelenjar tubuloalveolar sederhana dan kompleks Berdasar sifat sekretnya, kelenjar dibedakan menjadi : 1. Kelenjar sitogen : kelenjar yang menghasilkan sel sebagai sekretnya. Misalnya testis (penghasil sperma) dan ovarium (penghasil sel telur). Gb.8. Contoh kelenjar sitogen pada testis. 2. Kelenjar non-sitogen : kelenjar yang memproduksi substansi kimia saja. Contohnya adalah selain testis dan ovarium. Kelenjar inipun masih dibedakan lagi menjadi 3 kelompok berdasar substansi yang diproduksinya : 13 ENDOKRINOLOGI a. Kelenjar mukosa : sekretnya kental, mengandung bahan dasar karbohidrat dalam bentuk sialomusin, sulfomusin, musinogen atau premusin (glikoprotein) sebagai pembentuk lendir. Bentuk sel kelenjarnya adalah piramid dengan kecenderungan kuboidal. Jika sel aktif berproduksi, maka inti sel sering terdesak ke bagian basal sel sehingga berbentuk gepeng. Contoh : sel piala (sel goblet). b. Kelenjar serosa : sekretnya encer, jernih, mengandung bahan dasar protein (setara albumin) dan juga enzim. Bentuk selnya adalah piramidal. Pada saat sel dalam keadaan aktif, inti sel tetap berbentuk bulat dan cenderung tetap berada di tengah sel. Contoh : sel kelenjar parotis dan pankreas. c. Kelenjar campuran (kelenjar seromukus) : tersusun sebagian besar oleh sel kelenjar mukosa dan sisanya oleh sel kelenjar serosa. Jika sel mukosanya aktif, maka sel serosanya sering terdesak/terhimpit sehingga membentuk bangunan seperti bulan sabit (disebut sel Demiluna Gianuzzi atau Demilune von Ebner ; demidius = setengah, luna = bulan)). Contoh : pada kelenjar submandibularis dan sublingualis. Gb.9. Contoh kelenjar mukosa (A), serosa (B) dan seromukus (C) Berdasar cara mengeluarkan sekret dari dalam sel, maka kelenjar dibedakan menjadi : 1. Kelenjar merokrin (Greek : meros = sebagian ) Produk dari sel kelenjar umumnya dikemas dalam bentuk vesikula atau granula yang dilepas dari apparatus golgi. Granula tersebut kemudian akan mengumpul di bagian apex (ujung bebas dari sel kelenjar). Membran granula atau vesikula kemudian berfusi dengan membran apikal. Selanjutnya membran tersebut akan membuka dan menumpahkan seluruh sekret keluar sel kelenjar , lalu menutup kembali. Cara seperti 14 ENDOKRINOLOGI ini sering juga disebut dengan eksositosis. Atau fusi membran tersebut kemudian membentuk lubang kecil tempat keluarnya sekret (prosesnya disebut emiositosis). Dalam proses ini, tak ada bagian sel yang rusak dan tak ada bagian sitoplasma yang terikut. Contoh: sekresi dari kelenjar sudorifera. Cara lain yang agak langka adalah pengeluaran sekret dengan cara perembesan melalui membran apikal . Contoh: sekresi kortikoid dari kelenjar adrenal; dan mayoritas kelenjar eksokrin. 2. Kelenjar apokrin (Greek : apo = lepas dari ) Pada saat sekresi berlangsung, sebagian dari membran sel dan sitoplasma sering terikut (diistilahkan “pinch off”), sehingga setelah sekresi selesai, maka ukuran sel mengecil (mengkerut) menjadikan kelenjar tampak mengempis. Contoh kelenjar aksiler (ketiak), kelenjar mammae dan kelenjar circumanale (kelenjar dubur). Catatan : berdasar pengamatan ME (mikroskop elektron) kelenjar apokrin diprediksi tidak ada, jikapun ada anggapan seperti ini, sekarang kelompok ini dimasukkan dalam kelompok merokrin (David Cormack, 1994). 3. Kelenjar holokrin: (Greek : holos = semuanya) Produk dari sel kelenjar ini menumpuk di dalam sitoplasma, sehingga untuk mensekresikannya harus dengan jalan menumpahkan seluruh isi sel yang berakibat dengan kematian sel itu sendiri. Karena sel ini mudah mati maka proses regenerasi sel relatif cepat untuk menggantikan sel yang mati. Contoh : kelenjar sebasea. Gb.10. Model sekresi hormon dari sel kelenjar 15 ENDOKRINOLOGI III TINJAUAN UMUM SISTEM ENDOKRIN Kelenjar endokrin berasal dari sel-sel epitel yang melepaskan diri dari lapisan epitel permukaan, kemudian masuk dan tumbuh di dalam jaringan, dan berangsur-angsur kehilangan karakteristik epitelialnya. Dalam proses selanjutnya, kelompok sel epitel ini kehilangan kontak dengan lapisan epitel di permukaan. Pada saat sel ini sudah mulai berfungsi sebagai sel kelenjar, maka sekret yang dihasilkan (berupa hormon) akan langsung di tampung oleh pembuluh darah, karena tidak adanya duktus khusus untuk menyalurkan sekret tadi. Oleh karena itu, kelenjar endokrin biasanya kaya akan pembuluh darah halus. Pembuluh darah yang memvaskularisasi kelenjar endokrin umumnya berfenestra (berlubang), sehingga sangat membantu memperlancar proses difusi hormon dari lumen ke darah (terlebih bila ada stimulus dari luar) sebelum hormon nantinya didistribusikan ke seluruh tubuh. Gb.11. Vaskularisasi pada lobuli kelenjar tiroid (kiri) dan fenestra pada pembuluh darah (kanan) Hormon, sebagai sekret utama kelenjar, adalah substansi kimia yang dapat memberikan efek positif di berbagai bagian tubuh. Hormon dapat berintegrasi, berkorelasi, dan mengontrol proses di dalam tubuh secara khemis. Hal ini dikarenakan hormon tersusun dari rangkaian asam-asam amino, peptida-peptida, protein, atau molekul steroid yang akan mudah berinteraksi dengan komponen di dalam sel. 16 ENDOKRINOLOGI Istilah endokrin umumnya diartikan sebagai sekresi ke dalam, yaitu sekret yang dihasilkan oleh kelenjar terpaksa ditampung di dalam organ itu sendiri karena tidak adanya saluran keluar (duktus). Hasil sekret itu nantinya akan dilepaskan ke ruang-ruang antar sel di sekitar sel-sel kelenjar atau di dalam lumen, kemudian diabsorpsi oleh darah dan diangkut ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah untuk dimanfaatkan oleh sel, jaringan, atau organ sasaran. Sistem endokrin memiliki mekanisme regulasi yang mirip dengan sistem pada saraf. Dalam kenyataannya, keduanya sulit dipisahkan karena saling melengkapi satu sama lain. Sebagai contoh, otak akan selalu mengontrol aktivitas kelenjar hipofisis. Kelenjar ini pada gilirannya akan mengontrol kerja seluruh sistem endokrin di dalam tubuh. Sebaliknya, berbagai jenis hormon menentukan tingkat kandungan elektrolit darah (Ca 2+, P, Na+ ) yang pada gilirannya nanti akan mempengaruhi kerja dan fungsi dari selsel saraf. Perbedaan mendasar mekanisme regulasi hormon dan regulasi saraf sebenarnya terletak pada respon yang ditimbulkan. Kerja sistem saraf dapat segera dideteksi dalam ukuran satu per seribu detik, sedangkan kerja hormon endokrin memerlukan waktu mulai dari hitungan detik hingga hari. Hormon umumnya bereaksi lebih lambat daripada neurotransmitter. Hal ini terjadi karena hormon umumnya berfungsi sebagai pembawa pesan khemis (chemical messenger). Dalam sistem komunikasi tubuh, neurotransmitter adalah pembawa pesan utama, sedangkan hormon menduduki tempat kedua. Hormon berbeda dengan neurotransmitter dalam hal : 1. Hormon adalah regulator kimia khusus yang bekerja sangat efektif dan hanya diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit. 2. Hasil sekret (hormon) disekresikan langsung ke cairan darah, sedangkan neurotransmitter disekresikan antara sel neuron ke neuron atau neuron ke sel sasaran. 3. Hormon bersirkulasi kemudian “berdifusi” (tidak semuanya) ke sel sasaran lebih dahulu sebelum bekerja sebagai regulator. 17 ENDOKRINOLOGI Sistim Kontrol Umpan Balik (Feedback Control) Hormon merupakan integrator di dalam proses metabolisme sel atau organ tubuh. Jika sel atau organ diberi hormon, kemudian kehadiran hormon tersebut direspon oleh sel target dengan efek yang nyata, maka fenomena ini dikenal dengan fenomena undakan (cascade phenomenon). Waktu yang diperlukan antara kontak hormon pertama hingga timbulnya respon disebut periode laten. Dalam kondisi fisiologis yang normal, hormon yang beredar di dalam darah selalu berada dalam keadaan optimal sehingga mampu menjaga keseimbangan proses metabolisme sel/organ sasaran. Keadaan ini dapat terjadi karena adanya mekanisme pengaturan diri yang sangat akurat. Mekanisme ini disebut sistem kontrol umpan balik (feedback control, cybernetics atau servo mechanism). Sistem kontrol itu sendiri ada dua, yakni umpan balik negatif (negative feedback) dan umpan balik positif (positive feedback). Jika suatu substrat/metabolit dalam plasma menurun oleh suatu sebab, maka kondisi ini akan menstimulasi sel untuk memproduksi substansi kimia (hormon) guna merangsang sel-sel lain untuk meningkatkan produksi substrat metabolit tadi. Jika jumlah substratnya sudah normal kembali, maka ini akan menstimulasi sel untuk mengurangi atau bahkan menghentikan produksi hormon sementara waktu agar keseimbangan tetap terjaga. Hal itu disebut umpan balik negatif. Pada mekanisme yang lain, adanya peningkatan satu hormon menyebabkan terstimulasinya pelepasan hormon kedua, efek berikutnya, hormon kedua ini akan memacu sekresi yang lebih besar lagi pada hormon pertama, sehingga menimbulkan efek amplitudo. Mekanisme ini disebut umpan balik positif. Pada manusia, umpan balik negatif lebih dominan terjadi; sedangkan umpan balik positif lebih sering muncul pada binatang. Mekanisme umpan balik postif dan negatif dapat dilihat dalam diagram berikut : Gb. 12. Umpan balik positif dan negatif pada mekanisme hormon 18 ENDOKRINOLOGI IV KELENJAR UTAMA SISTEM ENDOKRIN Kelenjar endokrin umumnya memiliki ciri khas, yakni memiliki kapsula (pembungkus) dari jaringan pengikat. Sedangkan stromanya berupa kumpulan sel-sel parenkim yang berada bersamaan dengan serabut-serabut retikuler. Yang termasuk kedalam kelompok kelenjar endokrin utama adalah : 1. Kelenjar Pituitari (Pituitary Gland, Master Gland, Hypophysis) 2. Kelenjar Tiroid (Thyroid Gland) 3. Kelenjar Paratiroid (Parathyroid Gland) 4. Kelenjar Adrenal (Suprarenal or Adrenal Gland) 5. Pulau-pulau Langerhans (Islets of Langerhans) 6. Kelenjar Pineal (Pineal Gland, Epiphysis Cerebri) Selain yang disebut di atas, beberapa hormon spesifik juga diproduksi oleh organ atau sel tertentu di dalam tubuh, seperti misalnya : ginjal, testis, ovarium, dan sel-sel epitel saluran pencernaan. Sel-sel interstitial Leydig (yang terdapat diantara tubulus seminiferus), sel sertoli dan sel germinal pada testis merupakan sumber utama hormon steroid androgen (testosteron dan androstenidion). Hormon steroid estrogen, progesteron dan androgen, serta hormon non steroid relaksin dihasilkan oleh ovarium, terutama bagian teka interna ova dan korpus luteum. Pada saat terjadi kehamilan, plasenta juga dapat memproduksi estrogen dan progesteron. Hormon-hormon pencernaan gastrin dihasilkan oleh bagian pilorus gaster (ventrikulus; lambung), sedangkan sekretin dan kolesistokinin diproduksi oleh mukosa saluran cerna bagian duodenum dan jejenum. Organ ginjal mampu menghasilkan hormon, diantaranya renin yang dibuat di bagian juxta glomerulus ginjal, serta angiotensin I dan angiotensin II yang merupakan proses perubahan lanjut dari renin. 19 ENDOKRINOLOGI Gb.13. Gambar letak kelenjar endokrin pada pria / wanita I. KELENJAR PITUITARI Kelenjar pituitari disusun oleh jaringan dari asal yang berbeda, yakni bagian adenohypophysis berasal dari invaginasi lapisan ektoderm mulut (bagian stomodaeum atau kantung Rathke), sedangkan neurohypophysis berasal dari lapisan neuroektoderm yang terdapat di bagian basal otak depan. Secara anatomis, kelenjar pituitari dapat diuraikan bagian-bagiannya menjadi : 1. Adenohypophysis, terdiri dari : a. Pars distalis b. Pars tuberalis c. Pars intermedia 2. Neurohypophysis, terdiri dari: a. Pars nervosa b. Infundibulum 20 ENDOKRINOLOGI Pars distalis dan pars tuberalis sering dianggap sebagai lobus anterior hypophysis. Pars intermedia dianggap sebagai lobus intermedius, dan pars nervosa sebagai lobus posterior. Lobus intermedius dan lobus posterior terkadang disebut juga lobus neurointermedius. Kelenjar pituitari terletak di dalam sella turcica dari tulang sphenoid, dan dikelilingi kapsula yang menyatu dengan duramater. Sel-sel parenkim penyusunnya disebut pituicyt. Diantara sel-sel parenkim banyak terdapat serabut-serabut retikuler. Vaskularisasi kelenjar ini berasal dari arteria carotid interna. Gb.14. Gambar struktur anatomis Hipofisis Secara histologis, jika ditinjau dari segi jenis hormon yang diproduksi, sel-sel parenkim hypophysis dapat dikelompokkan ke dalam jenis kortikotroph, tirotroph, gonadotroph, laktotroph, dan somatotroph. Sedangkan didasarkan pada afinitas sel terhadap zat warna, pituicyt dapat dikelompokkan menjadi sel asidofil, basofil, dan kromofob. Laktotroph dan somatotroph adalah tipe sel yang bersifat asidofil, sedangkan tiupe lainnya tergolong ke dalam basofil. Sel kromofob sebagian besar adalah sel parenkim yang terdapat di dalam pars intermedius. Terkadang sel kortikotroph bersifat ganda, yakni dapat bersifat basofil atau kromofob. Rinciannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 21 ENDOKRINOLOGI Tabel 1. Hormon-hormon yang disekresikan oleh kelenjar pituitari. TIPE SEL JENIS HORMON Kortikotroph Kortikotropin (ACTH: Adrenal Cortical-Stimulating Hormone; Adrenocorticotropin), berfungsi meregulasi aktivitas adrenal. Tirotroph Tirotropin (TSH: Thyroid Stimulating Hormone; Thyrotropin), berfungsi meregulasi aktivitas tiroid. Gonadotroph 1. FSH-Gonadotroph 2. LH-Gonadotroph Follitropin (FSH: Follicle-Stimulating Hormone) Lutropin (LH: Luteinizing Hormone) Laktotroph (Mammotroph) Prolaktin (PRL: Prolactin), berfungsi khusus untuk meregulasi pertumbuhan kelenjar mammae Somatotroph Somatotropin (STH; GH: Growth Hormone), berfungsi meregulasi pertumbuhan. Sel-sel pars intermedia Melanotropin (MSH: Melanocyte-Stimulating Hormone ) Neurohypophysis Neurohormon (Oksitosin dan Vasopressin) Neurosekret dari neuron paraventrikuler dan supraoptik dalam hypothalamus dibawa oleh axon melalui saluran hypothalamohypophyseal menuju ke pars nervosa. Disini neurosekret disimpan, dan akan dilepas pada saat Badan Herring mengalami dilatasi. Sistem portae hypophyseal dari venula-venula membawa neurosekret tadi menuju ke sel-sel pars distalis hipofisa. Neurosekret yang berupa hormon perangsang (eksitator) atau inhibitor akan diregulasi di bagian pars distalis untuk dijadikan produk yang memiliki efek trophik terhadap sel kelenjar endokrin lain atau jaringan sasaran di seluruh tubuh. Gambaran secara umum hubungan antara hipotalamus, hipofisis dan organ-organ target dapat dilihat pada skema berikut : 22 ENDOKRINOLOGI Gb.15. Skema berikut menunjukkan hubungan timbal balik antara kerja hormon terhadap sel/organ target atau sebaliknya. II. KELENJAR TIROID Kelenjar tiroid memiliki 2 lobi yang dihubungkan satu dengan lainnya oleh isthmus. Kelenjar ini dibungkus oleh kapsula yang tersusun dari dua lapis jaringan pengikat. Letak kelenjar ini tepat di bawah larynx dan di atas trakhea. Vaskularisasinya berasal dari arteria tiroidea yang merupakan cabang dari trunkus thyrocervix dan arteria carotid interna. 23 ENDOKRINOLOGI Gb.16. Letak kelenjar tiroid (kiri) dan struktur anatomi tiroid (kanan) Sel-sel parenkim kelenjar tiroid merupakan derivat dari epitel farink, sel-sel ini membentuk kelompok-kelompok seperti vesikel atau folikel yang berlubang (berlumen) ditengahnya. Dinding folikel tersusun dari sel-sel berbentuk kuboidal hingga kolumner (tergantung aktivitas yang sedang berlangsung di dalam folikel). Lumen dalam tiap folikel kelenjar ini dapat berisi sekret berupa cairan kental seperti gelatin yang disebut koloid. Koloid ini sebenarnya glikoprotein yang mengandung asam amino tirosin yang telah teriodinasi (disebut Thyroglobulin-Iod atau TgI). Dalam proses yang panjang, TgI kelak akan diubah jadi hormon tiroksin T3 (triiodotyronin) dan T4 (tetraiodotyronin). 24 ENDOKRINOLOGI Gb.17. Gambar skema potongan kelenjar tiroid pada saat aktif mensekresikan hormon (kiri) dan pada saat kelenjar dalam keadaan normal (kanan) Hormon tiroid meregulasi kecepatan metabolisme dan menstimulasi metabolisme sel, misalnya merangsang proses oksidasi, mengatur penggunaan O2 dan pengeluaran CO2. Selain itu, bersama dengan GH akan mendukung pembentukan sel-sel otak dan membungkus axon. Bagian basal sel-sel folikel dan ruang ekstraseluler antar folikel sering dijumpai sel-sel parafolikuler (dikenal sebagai sel C atau sel Clear) yang bebas atau melekat. Sel ini memproduksi tirokalsitonin, yaitu hormon yang berfungsi untuk menurunkan tekanan kandungan Ca2+ darah (homeostasis Ca2+ dalam darah), dan meningkatkan proses osteogenesis. Gb.18. Fotomikrograf folikel dan lumen kelenjar tiroid III. KELENJAR PARATIROID Di bagian posterior kelenjar tiroid, terletak 4 buah kelenjar paratiroid. Kelenjar ini dibungkus oleh kapsula dan divaskularisasi oleh vasa-vasa di sekitar tiroid. Kelenjar paratiroid ini berasal dari kantung farink ketiga dan keempat pada fase embrional. 25 ENDOKRINOLOGI Gb.19. Letak anatomis kelenjar paratiroid (atas/tengah) dan struktur histologisnya (bawah) Kelenjar paratiroid terdiri dari kumpulan berbagai jenis sel, antara lain : 1. Sel Utama (Chief cell, Principal cell). 26 ENDOKRINOLOGI Sel-sel utama ini tersusun secara padat dan membentuk pita-pita anastomose. Sel ini merupakan penghasil utama hormon paratiroid (PTH). Jenis hormon PTH ada tiga yaitu: PTH-A (33 aa, MW 3778, mobilisasi Ca2+: 750-1000 unit), PTH-B (62 aa, MW 6943, mobilisasi Ca2+: 1200-1600 unit), dan PTH-C ( 83 aa, MW 8500, mobilisasi Ca2+: 2000-3000 unit). Dari ketiganya, PTH-C merupakan yang terbanyak dan paling berpengaruh dalam metabolisme Ca2+ dan F. Gb. 20. Peran PTH pada osteoblast, osteoklast dan osteosit (kiri) dan pengaruh pada pertumbuhan individu (kanan) PTH disintesa dalam bentuk polipeptida, dan dilepaskan bila kandungan Ca2+ darah menurun. Kehadiran OSF (Osteoclast Stimulating Factor) akibat aktivitas osteolisis, menyebabkan Ca2+ darah meningkat tajam. Jadi dalam hal ini keberadaan PTH sangat mutlak, karena PTH berperanan penting dalam meregulasi absorpsi dan reabsorpsi Ca 2+ dalam darah. 2. Sel Oxyphil Sel ini berukuran relatif lebih besar daripada sel utama. Sel ini dijumpai menyendiri atau berkelompok dalam kelenjar. Sel ini hanya muncul saat usia pubertas. Di dalam sitoplasma sel banyak terkandung granula eosinofil. Fungsi utama sel belum jelas. 3. Sel Bening (Wasserhale Cell) Sel ini mengandung glikogen sangat tinggi. Fungsinya juga belum jelas. IV. KELENJAR ADRENAL Kelenjar adrenal tersusun dari dua bagian, yaitu: 27 ENDOKRINOLOGI 1. Korteks, merupakan derivat dari lapisan mesoderm. 2. Medulla, merupakan derivat dari neural crest. Gb.21. Gambaran letak kelenjar adrenal dan struktur anatomisnya Jika dilihat secara rinci, bagian korteks adrenal terdiri dari kumpulan sel-sel parenkim yang memiliki struktur khas, dan tersusun secra teratur sehingga daerah korteks ini dapat dibedakan menjadi beberapa zona sebagai berikut: 1. Zona Glomerolusa Zona ini terletak tepat di bawah kapsula. Sel-selnya berfungsi menghasilkan mineralokortikoid aldosteron yang bekerja di dalam organ sasaran yaitu ginjal guna meregulasi Na+ dan K+ di dalam tubuh. Sekresi aldosteron diatur oleh ginjal melalui mekanisme renin-angiotensin. 2. Zona Fasciculata Sel-sel dalam zona ini mensintesa glukokortikoid (kortisol, kortikosteron) yang diperlukan untuk mengatur respon terhadap inflammasi. 3. Zona Reticularis Zona ini terletak berdekatan dengan medulla. Sel-selnya memproduksi glukokortikoid dan sedikit androgen. Sekresi hormon-hormon ini diatur oleh ACTH. 28 ENDOKRINOLOGI Bagian medulla berisi sel-sel kromafin, yaitu sel-sel yang dapat bereaksi dengan Kalium dichromate. Oleh regulasi saraf simpatik otonom, sel ini dapat dirangsang untuk memproduksi norepinefrin, epinefrin, dan enkephalin. Gb.22. Struktur histologis kelenjar adrenal secara lengkap (kiri) dan bentuk-bentuk sel dari tiap zona (kanan) V. PULAU-PULAU LANGERHANS (ISLET OF LANGERHANS) 29 ENDOKRINOLOGI Pulau-pulau Langerhans ini berbentuk cluster-cluster yang menyebar di seluruh parenkim pankreas. Kontribusinya sebesar 1-2 % dari total volume pankreas. Diameter cluster antara 100-200 . Sel-sel penyusun pulau-pulau Langerhans terdiri dari beberapa populasi sel yang berbeda, seperti: 1. Sel Beta Populasi sel beta mencapai 60-70%, tersusun seperti pita. Sel beta merupakan penghasil insulin. 2. Sel Alfa Populasinya mencapai 15 %. Sel ini merupakan penghasil glukagon. 3. Sel Delta Merupakan sel penghasil somatostatin. 4. Sel PP (Polypeptide Pancreas Cell) Merupakan penghasil polipeptida pankreas yang peranannya masih belum jelas. Populasi sel delta dan sel PP mencapai 5 %, dan letak sel-sel ini ada di tepi luar sel-sel beta. Gb.23. Struktur histologis pankreas yang menunjukkan adanya sel-sel eksokrin membentuk asinus dan sel-sel endokrin (kiri) dan skemanya (kanan) 30 ENDOKRINOLOGI Gb.24. Struktur sel alpha, sel beta dan sel delta pada Pulau Langerhans Peningkatan kadar glukosa darah dan glikogen setelah makan menyebabkan pengeluaran insulin. Sekresi insulin dapat dihambat oleh kehadiran somatostatin. Penurunan glukosa darah menyebabkan pengeluaran glukagon. Glukagon ini menstimulasi penguraian cadangan glikogen hati menjadi glukosa darah guna mendapatkan energi. Gb.25. Contoh gambaran mekanisme kerja insulin–glukagon dari pancreas VI. KELENJAR PINEAL 31 ENDOKRINOLOGI Kelenjar pineal dikenal juga dengan istilah badan pineal (Latin : pineus = bentuk mengerucut), corpus pinealis atau epiphysis cerebri. Kelenjar ini berasal dari evaginasi bagian atap tengah dari diencephalon sewaktu masih embrio. Pada perkembangannya, kelenjar ini menjauh dari atap otak dan hanya menyisakan sedikit jaringan yang berfungsi sebagai tangkai penghubung. Bentuk kelenjarnya adalah gepeng mengerucut. Berukuran 5-9 mm dengan berat sekitar 150 mg. Kelenjar ini mulai mengalami kalsifikasi saat usia manusia mencapai umur 20 tahun, dan 70% akan terkalsifikasi setelah mencapai usia 60 tahun atau lebih. Epiphysis dibungkus oleh kapsula (piamater), sebagian kapsula menjorok masuk ke jaringan membentuk septa, sehingga kelenjar ini tampak memiliki lobulus-lobulus. Sel dan jaringan utama penyusunnya adalah pinealosit (atau chief sel, pembentuk parenkim utama kelenjar), fibroblast, sel-sel glia dan astrosit. Diantara jaringan parenkim didapati adanya beberapa bangunan dari timbunan kalsium yang disebut acervuli cerebri (Latin : acervus = suatu timbunan). Jumlahnya makin banyak seiring dengan bertambahnya usia (penyebab kalsifikasi), namun kondisi ini tidak berpengaruh terhadap aktivitas kelenjar secara umum. Gb.26. Letak anatomis dan bentuk morfologis.kelenjar pineal 32 ENDOKRINOLOGI Selain komponen diatas, kelenjar pineal juga banyak mengandung serabut-serabut saraf. Kelenjar ini diinervasi oleh saraf saraf simpatis postganglion yang berasal dari ganglion serviks teratas. Gb.27. Struktur histologis kelenjar pineal Kelenjar pineal merupakan penghasil hormon melatonin. Sintesis melatonin diperantarai oleh enzym HIOMT (hydroxyindole-O-methyl-transferase) dan distimulasi oleh keadaan gelap. Jika keadaan terang (retina menerima rangsang cahaya), maka sintesis hormon ini akan dihambat. Melatonin diketahui berperan penting pada sistem reproduksi. Misalnya, antigonadal (pemasakan sel-sel kelamin akan tertunda jika individu terpajan terlalu lama pada kondisi gelap), pengecilan testis, menghambat fungsi prostat, dan memunculkan kondisi yang setara dengan kastrasi. Selain itu, melatonin juga berefek seperti barbiturat (obat tidur) yang menyebabkan individu tertidur dalam durasi waktu yang lebih lama dari normal, dan menurunkan aktivitas motorik. Kondisi ini dapat terjadi karena dipicu oleh kehidupan modern yang “false positive” (berada di ruangan di siang hari) dan “false negative” (bekerja hingga larut malam, kurang istirahat), yang berarti mengubah biological clock dan ritme hidup.individu. 33 ENDOKRINOLOGI V BIOSINTESIS HORMON Proses pembentukan hormon di dalam tubuh sebenarnya cukup kompleks, dan setiap jenis hormon memiliki kekhasan sendiri. Namun secara umum, mekanisme biosintesis hormon yang dikenal adalah mekanisme pembentukan hormone peptide (protein) yang terdiri dari 4 tahap yaitu transkripsi (pembentukan prekursor RNA dari DNA), posttranskripsi (modifikasi prekursor RNA menjadi mRNA), translasi (pelepasan mRNA dari inti sel dan selanjutnya berinteraksi dengan ribosom), dan posttranslasi (yaitu proses lanjutan sintesis hormon dari ER hingga lisosom). Lihat skema berikut ini : Penelitian perkembangan sintesis hormon peptida sangat intens mengingat bahwa perkembangan penelitian melalui biomolekuler umumnya brbasis sintesis protein. Namun tidak berarti bahwa sintesis hormon lain tidak penting. Berikut ini dibahas mengenai sintesis hormone secara lengkap. 34 ENDOKRINOLOGI A. Mekanisme Sintesa Hormon 1. Sintesa Hormon Peptida Beberapa contoh jenis hormon peptida adalah TRF (Thyrotropic Releasing Factor, berasal dari hypothalamus, berbentuk tripeptida, 10-12 gr/pikrogram), vasopressin dan oxytotocin (berbentuk octapeptida), gastrin ( 17 asam amino), glukagon (29 asam amino), ACTH (39 asam amino) dan calcitonin (32 asam amino). Sebagian besar hormon vertebrata merupakan hormon peptida yang tersusun dari asam amino. Mekanisme dasar sintesisnya ditunjukkan dalam skema berikut ini : Gb.29. Rangkaian proses sintesis hormon (protein) di dalam sel Seperti halnya protein, hormon peptida ini disintesa di dalam ribosom ( di dalam organel ini terjadi proses translasi dari kodon-kodon). Kodon-kodon tadi merupakan hasil proses transkripsi gen di dalam kromosom. Selama proses translasi (inisiasi, elongasi, dan terminasi), terbentuklah pita protein (nascent protein). Pita protein tadi selanjutnya 35 ENDOKRINOLOGI dilepas dari ribosom dan dikirimkan ke sisterna rER (rough Endoplasmic Reticulum) untuk diproses lebih lanjut. Setelah itu, produk akan dikirim lagi ke apparatus golgi untuk disempurnakan, misalnya dikombinasi dengan karbohidrat atau di sulfatisasi. Produk akhir ini, berupa hormon dan mungkin juga produk lain (misal enzym proteolitik), akan dikemas dalam satu paket dan dilepas dari apparatus golgi dengan cara ‘pinch off’ membentuk vesikel-vesikel. Vesikel ini akan diedarkan ke seluruh sitoplasma sel untuk dimanfaatkan sel itu sendiri, atau dapat juga ditransfer ke luar sel. Kegagalan dalam mengekspresikan gen atau mensintesa protein/hormon adalah ciri utama terjadinya neoplasia. 2. Sintesa Hormon Steroid Hormon steroid disintesa di dalam sER (smooth Endoplasmic Reticulum). Sel-sel penghasil hormon steroid ini cukup mudah dikenali, yaitu dengan melihat jumlah sERnya yang umumnya lebih banyak daripada sel normal. Dalam mekanisme sintesa steroid, enzym-enzym dari mitokondria dan sitoplasma yang dilibatkan sangat banyak dan kompleks. Kelompok enzym yang tersebut adalah hydroxylase dan lysase (enzym pengurai rantai kimia), dehydrogenase (penerima hidrogen), dan isomerase. Substrat (bahan baku atau prekursor) pembentuk hormon steroid adalah kolesterol (bahan dasar yang mengandung 27 atom C). Prekursor tersebut diambil dari hasil metabolisme makanan yang dibawa oleh darah atau dari sel kelenjar itu sendiri (misal kelenjar adrenal), kemudian di dalam mitokondria akan dikonversi secara bertingkat menjadi hydroxykolesterol, berlanjut menjadi dihydroxykolesterol dan akhirnya menjadi pregnenolone. Pregnenolone akan ditransfer ke sER untuk didehydrogenasi menjadi pregnenodione, kemudian diisomerasi hingga menjadi progesteron. Proses selanjutnya adalah hidroksilasi progesteron menjadi hidroksiprogesteron dan hidroksideoksikortikosteron untuk selanjutnya diubah menjadi aldosteron. Skema secara rinci dapat dilihat pada bagan berikut : 36 ENDOKRINOLOGI Gb. 30. Skema biosintesis hormon steroid pada kelenjar adrenal Hormon steroid adalah hormon yang larut dalam lemak. Umumnya disintesis oleh kelenjar adrenal (aldosteron), testes (androgen), ovarium dan plasenta (estrogen dan progesteron). Sintesa hormon ini dapat dihambat dengan jalan memblokir proses sintesa protein dengan menggunakan inhibitor. Kelemahan sintesis steroid adalah melibatkan enzym yang cukup banyak, maka mutasi atau kesalahan penggunaan enzym sangat mungkin terjadi, dengan akibat munculnyai suatu keadaan patofisiologik. 3. Sintesa Hormon Asam Amino Hormon asam amino adalah kelompok hormon yang mengandung amine. Asalnya dari asam amino yang dimodifikasi. Contoh hormonnya adalah epinephrin dan norepinephrin (dari asam amino tyrosin), serotonin dan melatonin (dari asam amino tryptophan), tiroksin (dari Iodinisasi dan kondensasi asam amino tyrosin). 37 ENDOKRINOLOGI Gb.31. Biosintesis hormon asam amino (tiroksin) pada kelenjar tiroid Skema di atas adalah contoh biosintesis hormon tiroid yang disintesa di dalam lumen folikel kelenjar tiroid. Prosesnya diawali dengan adanya stimulasi TSH dari pituitary pada membran sel, sehingga merangsang sel membentuk thyroglobulin (Tg) sebagai substrat pembentuk hormon tiroid. Saat yang sama, Iod dari cairan ekstraseluler diserap kedalam folikel.. Thyroglobulin (Tg) kemudian disekresikan ke dalam lumen bersamaan dengan sekresi Iod, sehingga terbentuk kompleks TgI yang berupa koloid. Selanjutnya TgI diendositosis dari lumen melalui lakuna reabsorpsi hingga kembali masuk ke dalam folikel, kemudian diproses untuk diurai oleh lisosom (enzym proteolitik) menjadi tyrosin teriodinasi berupa T3 (triiodotyronin), T4 (tetraiodotyronin) dan iodotyrosin. T3 dan T4 akan disekresikan secara eksositosis menuju ke pembuluh darah, sedangkan iodotyrosine dideiodinasi menjadi iodide untuk di daur ulang di dalam sitoplasma sel. T4 diduga merupakan prohormon untuk pembentukan T3, mengingat bahwa T3 merupakan hormon utama dan dominan dalam meregulasi aktivitas sel dibanding T4. 4. Sintesa Neurotransmitter Neurotransmitter disintesa di dalam neuron, khususnya di akhiran axon. Enzymenzym yang diperlukan untuk mengkatalisa hormon dibuat di dalam ribosom di badan sel neuron, kemudian diangkut ke akhiran saraf mengikuti aliran sitoplasma. Neurotransmitter yang telah disekresikan oleh saraf simpatis (misalnya norepinephrin; 38 ENDOKRINOLOGI hormon ini juga dapat disintesis di kelenjar adrenal) dapat diambil kembali oleh akhiran saraf tadi untuk keperluan lain. Asetilkolin yang telah disekresikan oleh neuron umumnya segera diinaktifkan dengan cara diputus oleh enzym tertentu menjadi asetat dan kolin, dalam keadaan terurai tersebut keduanya dapat diserap kembali oleh akhiran saraf untuk dijadikan prekursor hormon yang baru. 5. Sintesa Neuropeptida Neuropeptida (misalnya oksitosin dan vasopressin) disintesa di dalam badan sel neuron, kemudian diangkut sepanjang axon menuju ke akhiran saraf untuk disimpan. Beberapa neuropeptida yang lain disintesa di dalam neuron otak dengan cara klasik yaitu melalui proses transkripsi dan translasi. Gb.32. Jalur sekresi neurohormon 6. Sintesa Prohormon Beberapa hormon peptida terkadang hanya tersusun dari beberapa asam amino saja. Oksitosin dan hormon neurohipofiseal merupakan contoh umum, karena hanya terdiri dari 9 asam amino. Hormon sejenis ini pembentukannya tidak diperintah langsung oleh DNA. Dalam hal ini, DNA akan mensintesa suatu protein dengan sekuen sepanjang 100 asam amino (atau lebih), misalnya neurophysin. Protein ini dikemas di dalam vesikel bersama-sama dengan enzym proteolitik (misalnya enzym endopeptidase). Enzym itulah 39 ENDOKRINOLOGI yang akan memotong-motong protein menjadi protein yang lebih sederhana atau lebih pendek rantainya. Proses pemotongannya dapat terjadi pada fase posttranslasi. Gb.33. Pola biosintesis hormon dari preprohormon Neurophysin dalam hal ini dapat disebut sebagai ‘prohormon’. Prohormon sendiri, dengan cara yang sama, dapat berasal dari preprohormon. Skema di atas memberikan gambaran bagaimana preprohormon yang telah dibentuk akan mengalami pemotongan dibagian asam amino tertentu selama beberapa kali atau beberapa tingkatan sehingga dapat dihasilkan produk akhir berupa hormon. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut : 1. Sel hati memproduksi protein yang disebut angiotensinogen. Sel-sel Juxtaglomerulus ginjal memproduksi enzym renin, enzym ini hanya bekerja pada substrat angiotensinogen (sebagai preprohormon). Kehadiran renin menyebabkan angiotensinogen berubah menjadi angiotensin I (sebagai prohormon). Enzym lain lagi akan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II (sebagai hormon aktif, 10-15 gr / femtogram). 40 ENDOKRINOLOGI Gb.34. Sel juxtaglomerulus ginjal penghasil angiotensinogen 2. Contoh kedua adalah sel-sel plasma yang menghasilkan kininogen (protein berukuran besar, sebagai prohormon). Oleh adanya enzym serine protease (atau kallikrein), kininogen akan diubah menjadi kinin atau bradykinin (sebagai hormon). Gb. 35. Mekanisme sintesis angiotensin II dari angiotensinogen Gb.36. Kaitan antara bradykinin dan angiotensin II B. Kontrol Sekresi Hormon Sekret dari kelenjar endokrin umumnya diproduksi sangat sedikit (dalam ukuran mikrogram per hari), sehingga setiap kali disekresikan, umumnya produk tersebut akan 41 ENDOKRINOLOGI tertahan di lumen atau ruang-ruang antar sel untuk sementara waktu. Selanjutnya, masuk ke pembuluh darah dengan cara diffusi melalui kapiler darah di sekeliling kelenjar. Sekret dari sel kelenjar atau sel saraf umumnya disimpan di dalam vesikel di dalam sitoplasma sel. Sekret ini baru akan dikeluarkan apabila ada rangsang yang datang. Rangsang tersebut dapat bersifat intrinsik (internal, misalnya pengaruh khemis, kondisi elektrolit), atau ekstrinsik (eksternal, misalnya perubahan cahaya, suara, bau, suhu, pH, keadaan hipoksia, adanya hormon lain). Contoh berikut menunjukkan bahwa akibat pengaruh ekstrinsik maka membran fosfolipid sel endothel menjadi aktif membentuk asam arakhidonat guna diubah jadi hormon untuk disekresikan. Degradasi asam arakhidonat akan menghasilkan 4 jenis hormon. Dua hormon merupakan hormon humoral yang disekresikan keluar dari sel endothelium, yakni leukotriene (hormon penyebab vasokonstriksi dan meningkatkan permeabilitas vaskuler) dan prostacyclin (penyebab vasodilator, pencegah agregasi platelet). Dua hormon lainnya digunakan untuk internal sel itu sendiri, yaitu thromboksan (bertindak sebagai kalsium ionophorus untuk lalulintas kalsium) dan prostaglandin (pengontrol aktivitas otot polos pembuluh darah ). Gb. 37. Contoh sekresi akibat pengaruh faktor ekstrinsik dan intrinsik Rangsang dapat menyebabkan vesikel-vesikel hormon mendekat ke membran sel, berfusi dengan membran, dan kemudian terjadi eksositosis. Hormon terkadang juga 42 ENDOKRINOLOGI merupakan faktor stimulan karena dapat menyebabkan terjadinya sekresi hormon lain. Misalnya, hormon dari pituitari (FSH, TSH, LH dan ACTH) dapat merangsang tiroid, gonad, dan kelenjar adrenal mensekresikan hormon masing-masing (tiroksin, hormon steroid gonad, atau glukokortikoid adrenal). Substrat metabolit (misalnya glukosa) dan ion anorganik (misalnya Ca 2+) juga merupakan stimulan khusus untuk sekresi hormon. Faktor-faktor stimulan ini umumnya berinteraksi dengan reseptor pada sel-sel sekretoris, misalnya epinefrin akan berikatan dengan reseptor adrenergik di permukaan membran sel. Hal ini akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran, sehingga terjadi pergerakan Ca2+ ke arah membran dan merangsang vesikel untuk eksositosis. Beberapa stimulan tertentu kadang berfungsi sebagai inhibitor. Hal ini terjadi karena membran mengalami hiperpolarisasi. Stimulan terkadang juga berfungsi sebagai first messenger (eksitator), sehingga dapat meningkatkan kadar cAMP sitoplasma, dan ini dapat merangsang pelepasan hormon. Namun, stimulan ada juga yang berfungsi sebagai inhibitor, sehingga menurunkan level cAMP dan meningkatkan cGMP sitoplasma. Diluar itu semua, ada hormon tertentu (prolaktin, MSH) yang dapat disekresikan secara langsung tanpa memerlukan stimulan atau inhibitor, khususnya apabila pituitarinya tidak dapat berfungsi normal. 43 ENDOKRINOLOGI Gb. VI 38. Beb MEKANISME KERJA HORMON SECARA UMUM erapa contoh lain dari faktor ekstrinsik A. Reseptor Hormon 1. Reseptor Sel dan Tingkah Laku Hormon Hormon mampu mengatur kerja sel-sel sasaran. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana hormon tersebut dapat mencapai sel sasaran sekaligus bereaksi terhadap sel tadi. Pada dasarnya, hormon dapat beredar ke seluruh tubuh, terlebih jenis hormon yang disekresikan ke dalam pembuluh darah maka hormon tadi akan dengan mudah terdistribusi. Di sisi lain, sel-sel sasaran pengguna hormon memiliki molekul-molekul khusus (disebut reseptor) yang terletak di permukaan membran sel, di dalam sitoplasma sel, maupun di dalam inti sel. Reseptor ini berperan untuk mengikat/memerangkap hormon tertentu yang sesuai dengan kebutuhan sel. Apabila sel tidak memiliki reseptor khusus, biasanya sel tersebut akan memberikan respon terhadap segala jenis hormon. Jika ini terjadi, maka akan dijumpai suatu keadaan dimana kerja sel sama sekali tidak terkoordinasi satu dengan lainnya, sehingga hal-hal seperti kontraksi dan relaksasi otot 44 ENDOKRINOLOGI tubuh menjadi tidak terkontrol, atau produk hormon lain maupun enzym menjadi berlebihan. Dalam proses fisiologik yang normal, tiap-tiap hormon dapat berinteraksi dengan reseptor masing-masing yang sifatnya khusus. Misalnya, Estradiol hanya akan berikatan dengan reseptor estrogen saja, tidak mau berikatan dengan reseptor lain meskipun reseptor lain tersebut termasuk jenis reseptor steroid (misalnya reseptor untuk kortisol atau progesteron). Hal ini dimungkinkan terjadi karena reseptor memiliki “alat pengenal” (di bagian recognition site) sehingga dapat mengenali struktur hormon yang akan diikat. Lebih khusus lagi, alat pengenal pada hormon tersebut dapat membedakan jenis hormon yang akan diikatnya meskipun struktur hormonnya serupa. Misalnya, reseptor adrenergik tertentu hanya akan mengikat hormon norepinephrin, sedangkan epinephrin diikat oleh reseptor sejenis yang lainnya lagi. Jadi, meskipun struktur hormon itu serupa, tetapi reseptornya tidak akan sama. Reseptor pada membran sel umumnya terbentuk dari makromolekul, terutama jenis glikoprotein yang memiliki afinitas tinggi terhadap hormon. Sejauh ini baru beberapa jenis reseptor saja yang sudah dapat dideteksi dan dikenali secara mendetail oleh para ahli, diantaranya adalah reseptor untuk insulin, LH, ACTH, dan TSH. Berikut ini dicantumkan gambaran struktur reseptor yang terdapat di permukaan membran sel target. 45 ENDOKRINOLOGI Gb.39. Struktur reseptor insulin Gb.40. Dua model struktur reseptor PTH pada sel sasaran 2.Regulasi Jumlah Reseptor Jumlah reseptor di dalam maupun di permukaan sel tidak pernah tetap. Jumlah reseptor tersebut berubah seiring dengan perubahan yang terjadi pada sel tersebut, misalnya dengan terjadinya differensiasi sel sehingga berubah peruntukan, maka jumlah reseptor akan ikut berubah sesuai dengan tugas dari sel-sel tersebut. Dengan demikian kita dapat memahami mengapa suatu sel kehilangan kemampuan untuk merespon hormon tertentu, tetapi justru memberikan respon terhadap hormon yang lain lagi. Hal ini terkait dengan hilangnya atau mereduksinya jumlah reseptor hormon tertentu dan mening katnya jumlah reseptor hormon yang lain. Hormon itu sendiri dapat mengatur penambahan jumlah jenis reseptor hormon yang sejenis (reseptor homospesifik) atau merangsang pembentukan reseptor hormon yang tidak sejenis (reseptor heterospesifik). Sebagai contoh adalah hormon prolaktin . Hormon ini dapat menginduksi pembentukan reseptor prolaktin di dalam sel-sel hati dan di beberapa jaringan tertentu. Proses pembentukan reseptor hormon atau penambahan jumlah reseptor hormon yang telah ada sebelumnya disebut up regulasi. Sedangkan 46 ENDOKRINOLOGI proses sebaliknya disebut down regulasi. Misalnya, kehadiran insulin yang berlebihan pada sel-sel limfosit menyebabkan reseptor-reseptor insulin sebagian besar berikatan dengan insulin, akibatnya jumlah reseptor insulin bebas di dalam sel menjadi berkurang. Konsekuensinya, kelebihan insulin tidak semuanya dapat didegradasi/dimanfaatkan oleh sel-sel tersebut. Pada penderita obesitas (kegemukan yang berlebihan), jumlah reseptor insulinnya sangat tinggi meskipun kandungan gula darahnya normal. Seharusnya, jumlah reseptor insulin mengalami down regulasi seiring dengan diproduksinya insulin dalam tubuh. Pada kasus ini, hal itu tidak terjadi, sehingga gula darah terus diperlukan untuk diolah, dan sebagai akibatnya maka kandungan cadangan makanan terus menumpuk. Contoh lain, TRH (yang dihasilkan oleh sel kelenjar pituitari) akan diikat oleh reseptor TRH di permukaan sel kelenjar tiroid. TRH ini akan merangsang pembentukan TSH di dalam sel kelenjar tiroid. Hormon tiroid (T3 dan T4) itu sendiri nantinya akan merangsang down regulasi reseptor TRH, sehingga T3 dan T4 tidak terus menerus diproduksi. 3. Cadangan reseptor Cadangan reseptor mungkin saja dibentuk oleh sel dalam keadaan diperlukan. Apabila sel telah memanfaatkan cadangan reseptornya, itu menunjukkan bahwa kemampuan normal sel telah ditingkatkan hingga ke tingkat yang maksimum. Misalnya, hormon-hormon steroid dari sel Leydig sudah dapat berpengaruh maksimal terhadap sel sasaran apabila sel sasaran telah menggunakan 1 % jumlah reseptornya. Peningkatan penggunaan sisa reseptor lainnya (99 %) menunjukkan bahwa sel berusaha semaksimal mungkin menggunakan sumber daya yang tersedia (over reaksi). Umumnya, cadangan reseptor hanya digunakan untuk meningkatkan sensitifitas sel terhadap hormon, sehingga jika jumlah hormon terlampau sedikit, maka sel berusaha untuk mendapatkan semaksimal mungkin hormon yang tersedia. B. Mekanisme Kerja Hormon Secara Umum 47 ENDOKRINOLOGI Sekret dari kelenjar endokrin disebut hormon. Dalam interaksinya, hormon dapat memberikan efek sinergis, permisif, atau bahkan menjadi inhibitor. Efek sinergis hormon terjadi apabila dua atau lebih hormon bekerja bersama-sama sehingga menimbulkan respon yang jauh lebih besar dibanding jika hormon tadi masing-masing bekerja sendirisendiri. Efek permisif adalah suatu keadaan dimana suatu hormon dapat menimbulkan efek yang diharapkan apabila ada kehadiran hormon lain yang mendukung meskipun hormon lain tadi tidak langsung ikut bereaksi. Lihat gambar berikut : Gb. 41. Efek permisif hormon pada pertumbuhan kelenjar mammae Contoh pada skema gambar tersebut menunjukkan kerjasama antara estrogen dan progesteron dalam pertumbuhan pemasakan kelenjar mammae. Kehadiran estrogen akan memberikan suasana kondusif bagi progesteron untuk bekerja dalam menumbuhkan alveoli kelenjar hingga mencapai bentuk yang sempurna dan cukup masak untuk berproduksi. Sedangkan efek inhibisi adalah efek yang ditimbulkan oleh suatu kerja hormon tertentu sehingga menyebabkan hormon lain tidak dapat bekerja semestinya, atau terjadi hambatan proses fisiologis sel sehingga hasil produknya tidak sesuai yang diharapkan. Pada tingkat seluler, hormon-hormon akan mengubah aktivitas enzym melalui beberapa cara berikut ini : 1. Mekanisme signal transduksi 2. Diffusi atau internalisasi hormon ke dalam sitoplasma 3. Melalui kerjasama hormon reseptor (H-R) B.1. Jalur signal transduksi 48 ENDOKRINOLOGI Cara ini adalah cara yang ditempuh oleh beberapa protein dan hormon peptida yang relatif besar ukuran molekulnya dan tidak larut dalam membran sel. Hormon jenis ini tidak akan masuk ke dalam sitoplasma sel, tetapi hanya bergabung dengan molekul reseptor di permukaan membran, yang selanjutnya mengaktifkan adenilat siklase. Lihat pola hubungannya pada skema berikut : LINGKUNGAN LUAR SEL HORMON MEMBRAN SEL RE SEP TOR SITOPLASMA ADENILAT SIKLASE ATP cAMP Gb.42. Skema aktivasi adenilat siklase oleh hormon hingga terjadi perubahan ATP menjadi cAMP Hormon dapat secara langsung maupun tak langsung menstimulasi atau menghambat aktivitas sel dengan jalan memodulasi pesan-pesan kimianya (chemical messenger). Beberapa hormon bertindak langsung sebagai first messenger (pembawa pesan langsung/utama). Hormon jenis ini biasanya akan langsung berinteraksi dengan membran sel guna meningkatkan produksi second messenger (pembawa pesan tidak langsung/kedua) di dalam sel. Second messenger inilah nantinya yang akan bertanggung jawab langsung dalam mengaktivasi sel. Second messenger biasanya dijumpai dalam bentuk cyclic adenosine monophosphate (cAMP, cyclic AMP) atau cyclic guanosine monophosphate (cGMP, cyclic GMP). Semua jenis hormon tubuh (kecuali steroid dan thyroid) dapat mengadakan interaksi dengan sel target. Caranya adalah berikatan dengan reseptor di permukaan membran sel. Gabungan ikatan antara hormon dan reseptor akan mengaktifkan enzym adenilat siklase atau guanilat siklase di dalam membran sel. Enzym-enzym ini kemudian akan mengubah ATP atau GTP menjadi cAMP atau cGMP. Selanjutnya cAMP / cGMP selaku second messenger akan mengirimkan pesan-pesannya menggunakan signal-signal 49 ENDOKRINOLOGI (kode-kode). Proses pengiriman dan pengaktifan signal ini disebut dengan signal transduction. Berikut ini contoh signal transduksi dan efek yang ditimbulkannya. Gb.43. Aksi H-R mengaktifkan cAMP atau cGMP pada sel target Hormon-hormon yang aksinya melalui jalur ini antara lain : parathiroid hormon (PTH), calcitonin, hormon tumbuh (Growth Hormone, GH), FSH, LH, TSH, prolaktin, ACTH, MSH, vasopressin, insulin, glukagon, sekretin, gastrin, kolesistokinin, angiotensin II, dan katekolamin. Beberapa hormon yang menggunakan jalur cAMP tertera dalam tabel berikut ini : Tabel 2. Hormon yang menggunakan jalur cAMP HORMON Epinephrin Norepinephrin Glukagon MSH Hormon parathiroid ACTH KEGIATAN cAMP Glikolisis pada hati dan jantung Lipolisis pada sel lemak Sekresi amilase dari kelenjar ludah Penurunan aktivitas sel Purkinje Pelepasan asetilkolin pada sel saraf Pelepasan melatonin dari pineal Glikolisis sel hati dan lipolisis dalam sel lemak Mempergelap kulit katak Phosphateuria pada korteks ginjal Penyerapan kalsium pada tulang Menstimulasi korteks adrenal 50 ENDOKRINOLOGI LH Vasopressin Tiroksin TSH, Tyrotropin FSH Hypothalamic releasing factors Sintesis steroid dalam korpus luteum Resorpsi air pada tubulus renalis Tachicardia Menstimulasi kelenjar tiroid Menstimulasi pemasakan folikel dan meregulasi sekresi estrogen Meregulasi sekresi hormon dari adenohypophysis Gb.44. Jenis hormon yang menggunakan jalur cAMP, cGMP dan Ca2+. Reseptor Untuk Signal Transduction Ikatan H-R di permukaan membran sel menyebabkan terjadinya perubahan konformasi reseptor dan enzym. Perubahan ini selanjutnya akan mengaktifkan enzym adenilat siklase di dalam membran. Langkah pengiriman signal yang ditempuh ada tiga tahapan yaitu : pengenalan (recognition), transduksi (transduction), dan amplifikasi (amplification). Langkah pengenalan (recognition) adalah langkah awal dimana reseptor mencoba mengenali struktur dan sifat spesifisitas hormon. Struktur hormon yang sama belum menjamin akan diterima oleh reseptor. Dalam hal ini reseptor betul-betul bertugas memilih secara cermat hormon pasangannya. Jika H yang akan diikat sudah tepat, maka akan terjadi ikatan H-R di permukaan membran sel. H (khususnya jenis hormon peptida) akan tetap berada di luar sel, dengan kata lain hormon tersebut tidak akan ditelan (diinternalisasi). Langkah selanjutnya adalah transduksi. Reseptor akan mengadakan komunikasi dengan protein Guanine (protein regulator, dikenal dengan istilah G-protein). Guanine itu sendiri tersusun dari 2 atau 3 subunit protein yaitu guanin, guanin, dan atau guanin. 51 ENDOKRINOLOGI Protein regulator guanin-alpha ini dapat bertindak sebagai inhibitor (disebut dengan istilah Gi, apabila hormon yang bergabung adalah hormon inhibitor) atau stimulator (disebut Gs, apabila hormon yang bergabung adalah hormon stimulator). Gs atau Gi ini akan berinteraksi dengan lipid pada membran sel, kemudian diikuti dengan pemisahan (disosiasi ) antara G dengan G. G akan bergabung dengan GTP atau ATP. Asosiasi G–GTP / ATP akan menuju ke guanilat/adenilat siklase guna mengaktifkan atau menghambat guanilat/adenilat siklase (g/aC, guanylate/adenylate cyclase). Selanjutnya terjadi penggabungan antara guanilat/adenylate siklase dengan G-GTP / ATP. Langkah berikutnya adalah amplifikasi. Gs- atau Gi- akan memisahkan diri dari kompleks H-R. Pemisahan ini menyebabkan aktifnya enzym GTPase yang bekerja pada asosiasi G GTP-AC. Enzym tersebut akan mendisosiasi satu Pi (phosphor berenergi tinggi) dari GTP / ATP hingga berubah menjadi GDP/ADP. Dengan lepasnya 1 P i, maka afinitas antara GTP / ATP-AC menjadi berkurang hingga akhirnya lepas. Gs / Gi- kemudian akan bergabung kembali dengan Gs / Gi- menjadi G-protein seperti semula. GDP / ADP selanjutnya akan berubah menjadi GMP / AMP dan akhirnya membentuk siklik menjadi cGMP atau cAMP. Bentuk siklik inilah yang berperan dalam mengaktifkan atau menghambat kerja intraseluler sesuai dengan pesan yang dikirimkan oleh hormon. Gb.45 . Peran reseptor dalam signal transduksi 52 ENDOKRINOLOGI Gb.46. Perubahan konformasi protein G pada membran sel selama berlangsung signal transduksi B.2. Jalur Langsung (jalur steroid) Hormon steroid umumnya memilih jalur ini karena molekul-molekul hormon steroid berukuran relatif lebih kecil dan larut di dalam lemak (lipofilik), sehingga mudah penetrasi (difusi) ke dalam membran sel. Di dalam sitoplasma, hormon tadi akan bergabung dengan reseptor sitoplasmik. Ikatan hormon-reseptor (H-R) akan dibawa masuk ke dalam nukleus, atau jika di dalam sitoplasma hormon tadi belum menemukan reseptor yang sesuai maka hormon akan langsung menuju ke dalam nukleus dan berikatan dengan reseptor di dalam nukleus. Setelah melalui proses transkripsi genetik, dibentuklah pita mRNA khusus yang kemudian bergerak ke luar nukleus menuju ke ribosom di dalam sitoplasma. Hasil translasi di dalam ribosom akan dibawa ke dalam retikulum endoplasma, selanjutnya dikirim menuju ke apparatus golgi untuk dikemas menjadi produk yang diharapkan. Hormon-hormon yang menempuh jalur semacam ini adalah hormon yang bekerja pada organ gonad, misalnya : kortisol, progesteron, estradiol (pada uterus), testosteron, dan tiroksin. 53 ENDOKRINOLOGI Gb.47. Mekanisme hormon steroid pada sel sasaran Beberapa jenis hormon tertentu dapat mengikuti jalur ganda, yakni dengan jalur cAMP atau jalur pengikatan reseptor di dalam sitoplasma. Hormon tersebut adalah prolaktin dan tiroksin. Keduanya dapat masuk ke dalam sel dengan cara endositosis, kemudian hormon tadi ditumpahkan ke dalam sitoplasma untuk bergabung dengan reseptor, selanjutnya di bawa ke dalam nukleus. Berikut ini contoh interaksi terpadu dari hormon steroid dan non-steroid. 54 ENDOKRINOLOGI Gb.48. Interaksi terpadu antara non-steroid dan steroid di sel target Gb.49. Contoh internalisasi hormon di permukaan membran sel B.3. Jalur pengikatan H-R dengan peningkatan kadar kalsium Beberapa hormon (misal katekolamin yang bekerja pada sel hati via reseptor alfaadrenergik) mengikat reseptor pada membran sel target, yang mengakibatkan perubahan konsentrasi kalsium intra sel. Perubahan yang berupa peningkatan pengikatan kalsium ini mengaktifkan protein kinase, yang selanjutnya mengawali efek hormon pada sel sasaran. Perubahan kalsium diperantarai oleh protein calmodulin (peptida ber-BM 16.700, yang memiliki 4 domain untuk mengikat 4 Ca2+). Gb.50. Model mekanisme aksi hormon dengan calmodulin 55 ENDOKRINOLOGI Kerjasama antar hormon dan reseptor ini sering dinamakan kooperasi H-R. Model kooperasi H-R ada tiga, yakni : kooperasi negatif (kerjasama H-R yang mengakibatkan turunnya kemampuan reseptor untuk mengikat hormon serupa atau hormon lain), kooperasi positif (adanya kerjasama H-R suatu hormon yang memacu peningkatan H-R lainnya), dan non-kooperatif (pengikatan salah satu H-R tidak akan mempengaruhi kerjasama H-R lainnya). Salah satu karakter utama hormon adalah dapat mempengaruhi atau menimbulkan respon pada sel/jaringan sasaran (meskipun jumlah hormon yang terlibat sangat sedikit). Hal ini dapat terjadi karena hormon dapat menyebabkan terjadinya aktivitas “enzym cascade” (pengaktivan enzym secara bertingkat dan permisif). Misalnya: adanya stimulus eksternal akan mempengaruhi kerja medulla adrenalis, medulla ini kemudian terangsang untuk memproduksi epinephrin. Epinephrin kemudian ditransportasikan ke sel hati melalui pembuluh darah. Reseptor di dalam hati akan mengikat epinephrin, diikuti kemudian dengan pengaktifan berbagai enzim kinase dan kegiatan fosforilasi protein, yang pada gilirannya akan mengubah glikogen menjadi gula darah. Gb.51. Keterlibatan epinephrin dalam mengubah glikogen menjadi glukosa darah 56 ENDOKRINOLOGI TRANSPORTASI, METABOLISME DAN SIRKULASI HORMON VII A. Transportasi Hormon Menuju ke Sel atau Organ Sasaran Hormon dapat mencapai sel atau organ sasaran melalui satu atau lebih rute berikut ini : 1. Endokrin. Ini merupakan cara yang ‘klasik’, yakni hormon disekresikan ke dalam darah, untuk disebarkan ke sasaran yang dituju. 2. Neurokrin. Neuron mengontak sel sasaran dengan cara menjulurkan axonnya. Pada saat kontak terjadi, neuron segera mensekresikan hormonnya ke sinaptik kleft (ruangan penghubung antara dua sel yang sedang kontak). 3. Neuroendokrin. 57 ENDOKRINOLOGI Hormon yang dihasilkan oleh sel saraf disekresikan ke dalam darah untuk diedarkan ke sel sasaran. 4. Parakrin. Hormon yang telah disekresikan ke ruang antar sel (ruang ekstraseluler) akan segera berdifusi ke dalam sel sasaran. 5. Lumonal. Hormon disekresikan ke dalam lumen (khususnya pada saluran pencernaan). 6. Pheromonal. Hormon atau sekretnya dilepaskan ke luar tubuh. 7. Autokrin. Hormon yang telah disekresikan mungkin akan berfungsi sebagai ‘feed back’ (umpan balik) bagi sel itu sendiri. Somatostatin adalah contoh hormon yang memiliki beberapa rute sekaligus dalam mempengaruhi sel-sel sasarannya. Somatostatin diangkut ke pituitari melalui sistem portae hipofiseal (atau rute neuroendokrin), guna meregulasikan sekresi somatotropin. Somatostatin dilokalisir di dalam sel-sel neuron CNS (central nervous system, sistem saraf pusat) tetapi dapat mengontrol neuron sasaran secara neurokrin. Sementara itu, somatostatin juga dapat meregulasi fungsi pulau-pulau Langerhans pankreas melalui mekanisme parakrin lokal. Di dalam usus, somatostatin berfungsi sebagai hormon lokal (autokrin) sekaligus mengontrol sekresi gastrin dengan mekanisme parakrin. Gb. 52. Cara-cara transportasi hormon 58 ENDOKRINOLOGI Target sel mampu memberikan respon terhadap hormon disebabkan karena sel-sel sasaran ini memiliki reseptor yang sangat spesifik yang mampu membedakan ciri hormon yang satu dengan lainnya. Hanya hormon yang tepat yang mampu menembus sel sasaran. Pada keadaan patologik tertentu, misalnya produksi hormon yang berlebihan, respon yang ditimbulkan dapat menjadi tidak terkontrol. Khusus untuk daerah otak, sel-sel neuronnya dilindungi secara khusus dengan adanya sawar darah otak (blood brain barrier). Hormon yang telah disekresikan ke dalam cairan ekstraseluler atau ke darah umumnya terikat pada protein di dalam plasma darah. Dengan demikian transportasinya akan cepat mencapai sasaran sesuai kecepatan aliran darah. Selain itu, terikatnya hormon pada protein darah dapat menghindarkan terfiltrasinya hormon di ginjal, sehingga hormon yang berat molekulnya relatif rendah tetap dapat dipertahankan keberadaannya di dalam tubuh. Keuntungan lain, hormon tidak cepat terdegradasi mengingat bahwa hormon baru mulai bisa dipecah bila sudah mencapai sel sasaran dan terlepas dari ikatan protein plasma.. Beberapa contoh hormon yang digendong oleh protein plasma adalah: tiroksin (diikat oleh protein TBG / thyroxin binding globulin), thyroid (diikat oleh TBPA/ thyroid hormone binding prealbumin). B. Metabolisme dan Sirkulasi Hormon Hormon disekresikan dari sel sekretoris dengan tujuan untuk menimbulkan respon pada sel sasaran. Setelah mencapai sasaran yang dikehendaki, maka hormon harus diinaktifkan, agar tidak timbul respon berkepanjangan tanpa henti. Untuk itu, peran faktor intraseluler dan ekstraseluler sangat diperlukan guna memperantarai proses ini. 1. Metabolisme Hormon Peptida. Hormon peptida memiliki ‘umur’ (waktu paruh) yang relatif pendek. Waktu paruh adalah waktu yang diperlukan untuk menyusutkan atau menginaktifkan separuh jumlah hormon yang beredar di dalam darah atau tubuh. Hormon peptida rantai pendek, 59 ENDOKRINOLOGI misalnya MSH dan Oksitosin, memiliki waktu paruh antara 2 hingga 30 menit. Sedangkan hormon peptida yang memiliki rantai panjang, misalnya TSH, memiliki waktu paruh relatif lama, yakni kurang lebih 60 menit. Inaktivasi hormon peptida dan protein umumnya terjadi pada reseptor sel-sel hati dan ginjal, atau dapat juga di dalam sitoplasma sel apabila hormon tadi terendositosis atau tertelan oleh sel. Inaktivasi hormon peptida dilakukan oleh enzym peptidase dengan cara memecahkannya pada rantai tertentu. Enzym peptidase sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1. Enzym eksopeptidase (karboksipeptidase dan aminopeptidase) yang akan memutus rantai C atau N di tepi rantai protein, dan 2. Enzym endopeptidase (tripsin, kimotripsin) akan memutus rantai sebelah dalam dari rangkaian asam-asam amino. Sebagai contoh, hormon insulin terdiri dari 2 rantai yang keduanya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Dengan adanya insulinase (enzym yang berfungsi untuk menginaktivasi insulin), maka rantai disulfida akan terputus, sehingga insulin akan terpecah menjadi 2 rantai terpisah. Waktu paruhnya berkisar antara 30 menit hingga beberapa hari. Gb.53. Metabolisme insulin menjadi rantai A dan rantai B Pada dasarnya metabolisme atau degradasi hormon peptida atau protein dapat berlangsung bila ada enzym-enzym proteolitik yang terlibat, seperti contoh berikut ini : 60 ENDOKRINOLOGI Gb. 54. Model degradasi hormon peptida dengan enzym proteolitik 2.Hormon Steroid dan Tiroid. Hormon-hormon steroid umumnya terikat pada protein plasma (protein carrier). Waktu paruh hormon ini sangat tergantung pada eratnya ikatan antara hormon dengan carriernya. Hormon steroid yang tidak terikat pada protein carrier (misalnya aldosteron) memiliki waktu paruh yang pendek, sedangkan yang terikat pada carrier memiliki waktu paruh relatif lama. Di dalam sel hati, hormon steroid yang berasal dari gonad atau adrenal akan berikatan dengan asam glukuronat atau tersulfatisasi sehingga menyebabkan hormon tersebut menjadi inaktif, mudah larut, dan mudah dieliminasi bersama urin. Asam-asam glukuronat disekresikan bersama dengan bilus, dan dapat diserap kembali ke dalam darah. Nasib tiroksin dan triiodotironin di dalam sel hati juga akan sama seperti hormon steroid lainnya. 3. Neurotransmitter dan Adrenal Katekolamin Katekolamin dimetabolisme hanya di dalam sel hati dengan cara orthometilasi atau deaminasi oksidatif oleh enzym COMT (Catechol-O-Methyl Transferase) dan MAO (Monoamine Oxidase). Enzym COMT dan MAO ini juga menginaktivasi neurotransmitter (norepinefrin dan dopamin) pada sinaps, sehingga sekret tersebut dapat diserap kembali oleh bagian presinaptik axon untuk dijadikan prekursor hormon sejenis. 61 ENDOKRINOLOGI Gb.55. Metabolisme katekholamine Asetilkolin disekresikan ke sinaps oleh sel-sel saraf kolinergik. Kehadiran enzym asetilkolinesterase menyebabkan hormon tadi terurai menjadi kolin dan asetat, keduanya dapat diserap kembali oleh presinaptik axon untuk dijadikan prekursor hormon yang sama. Hormon yang dilepaskan dari darah, akan diserap oleh sel atau organ sasaran. Didalam sel atau organ sasaran, hormon akan didegradasi oleh enzym-enzym tertentu misalnya dari kelompok enzym litik, atau dapat juga melalui mekanisme oksidasi, deaminasi atau metilasi. Pada sel hati, hormon yang terdegradasi akan diikatkan pada asam glukuronat atau glukuronik sulfat, atau dapat juga dibiarkan bebas dalam sitoplasma. Kemudian hormon tadi diteransfer menuju ke empedu untuk selanjutnya dibuang bersama feces, atau jika mungkin maka akan didaurulang kembali. VIII PERAN FISIOLOGIK HORMON A. Peran Fisiologik Hormon Secara fisiologik, hormon mengontrol seluruh aktivitas sel di dalam tubuh, antara lain: 1. Hormon dapat mempengaruhi aktivitas sel-sel kelenjar atau sel-sel neuron dalam mensintesa dan mensekresikan hormon-hormon lain. Selain itu, hormon juga mempengaruhi aktivitas traktus digestivus dalam mensekresikan produknya yang berupa enzym, HCl, atau garam-garam empedu. Sintesa dan sekresi mukus (di dalam sel-sel mukus), susu (dalam sel kelenjar mammae), sebum dan keringat (dalam kelenjar keringat dan sebasea), serta pheromon dan bau-bauan yang khas sangat dipengaruhi oleh hormon. 2. Hormon diketahui juga mempengaruhi proses metabolisme di dalam sel, baik anabolisme maupun katabolisme. Dalam hal ini jelas bahwa sintesa dan degradasi karbohidrat, lemak dan protein selalu dikontrol oleh hormon, terutama untuk 62 ENDOKRINOLOGI menentukan jenis energi dan produk yang diperlukan untuk proses pertumbuhan suatu individu. 3. Hormon mempengaruhi kontraksi, relaksasi, dan metabolisme sel-sel otot. Kontraksi dan relaksasi yang dikontrol hormon antara lain terjadi pada sel-sel otot polos gastrointestinal, pembuluh darah, dan traktus genitalis (khususnya uterus dan oviduct). Keberadaan protein kontraktil pada otot jantung dan otot rangka juga diatur oleh hormon. Beberapa jenis hormon steroid tertentu diketahui mempengaruhi proses anabolisme dan katabolisme dalam sel otot. 4. Hormon sangat berperan dalam mengontrol proses reproduksi, seperti misalnya differensiasi gonad, pemasakan gonad, dan gametogenesis. 5. Hormon dapat berperan sebagai stimulan atau inhibitor proliferasi sel, sehingga sangat mempengaruhi pertumbuhan. 6. Hormon juga diketahui mempengaruhi ekskresi dan reabsorpsi kation dan anion anorganik (misalnya Na, K, Ca, dan P). 7. Hormon berperan permisif terhadap hormon lain. Dalam hal ini diketahui bahwa suatu hormon dapat berperan sangat efektif atau bahkan mencapai maksimal apabila ada kehadiran hormon lain. Kehadiran hormon lain tersebut mutlak adanya, meskipun belum tentu terlibat langsung di dalam proses. 8. Hormon berperan dalam menentukan tingkah laku binatang, misalnya tingkah laku agresif atau tingkah laku seksual khususnya pada masa-masa reproduksi. Tingkah laku keibuan pada hewan betina dikendalikan oleh hormon gonad dan pituitari, sedangkan tingkah laku berkelompok dipengaruhi oleh adanya pheromon. Hormon dapat mengontrol fungsi fisiologik tubuh pada tahap-tahap awal kehidupan, atau dapat berlanjut pada tahap perkembangan selanjutnya. Produksi hormon sepanjang hidup individu sangat tergantung pada kebutuhan di setiap fase pertumbuhan. Sehingga hormon yang diproduksi di dalam tubuh memiliki spesifikasi sekresi tersendiri, misalnya : 63 ENDOKRINOLOGI 1. Beberapa jenis hormon tertentu disekresikan secara on dan off selama hidup, hal ini dimaksudkan untuk mengontrol fluktuasi komponen di dalam serum darah, misalnya kandungan glukosa dan Ca 2+. 2. Beberapa hormon lain disekresikan secara spasmodik (periodik tetapi tidak beraturan karena disekresikan hanya pada kondisi tertentu). Misalnya, Oksitosin disekresikan hanya pada saat melahirkan dan selama menyusui, sedangkan adrenal katekolamin hanya disekresikan pada saat sedang mengalami stress. Kortisol yang disekresikan secara terus menerus dalam keadaan stress justru akan berakibat memperlemah tubuh individu. Oleh karena itu, hormon tidak disekresikan secara terus menerus selama hidup. 3. Beberapa jenis hormon tidak disekresikan dalam jumlah besar pada fase awal kehidupan, tetapi pada masa pertumbuhan produksi hormon tersebut ditingkatkan. Misalnya gonadotropin hanya sedikit diproduksi pada fase sebelum pubertas, tetapi produksi akan ditingkatkan selama fase pubertas dan sesudahnya guna menstimulasi gonad dan menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan sifat kelamin sekunder. Sebaliknya, sekresi hormon tertentu akan berkurang seiring dengan pertambahan umur individu. Misalnya, sekresi tiroid akan menurun pada masa tua dengan resiko mekanisme termogenesis manula akan terganggu. 4. Seiring dengan waktu, hormon tertentu dapat kehilangan fungsinya meskipun tetap diproduksi di dalam tubuh. Misalnya, FSH tetap disekresikan setelah fase menopause tetapi ovarium tidak lagi memberikan respon terhadap hormon tersebut. 5. Hormon tertentu mungkin hanya sesekali, atau beberapa kali saja diproduksi selama hidup individu. Misalnya, hCG (human chorionic gonadotropin) dan berbagai peptida yang diproduksi oleh plasenta hanya dibuat selama kehamilan. B. Efek Patofisiologik Hormon Hormon endokrin disekresikan dari kelenjar dengan tujuan untuk memberikan respon terhadap kebutuhan tubuh. Hormon tadi akan diregulasi di dalam sel-sel sasaran, dan dengan cepat didegradasi dan dieliminasi dari tubuh. Kegagalan kelenjar endokrin 64 ENDOKRINOLOGI memproduksi sejumlah hormon yang diperlukan serta ketidakmampuan sel atau jaringan sasaran meregulasikan hormon tadi dapat menimbulkan suatu keadaan fatal, dalam arti bahwa tubuh mengalami disfungsi atau bahkan mati. Bebrapa contoh keadaan patofisiologik yang terkait dengan hormon dapat disimak dari penyakit berikut ini : B.1. Defisiensi Hormon. Beberapa keadaan yang disebabkan oleh kekurangan hormon antara lain : 1. Ketiadaan insulin menyebabkan kandungan gula darah meningkat (hyperglycemia), dan keadaan ini akan mempengaruhi proses fisiologik yang lain lagi, sehingga penderita kekurangan insulin ini (Diabetes mellitus ; DM) dapat mengalami koma atau kematian. 2. Ketiadaan hormon paratiroid menyebabkan hypocalcemia diikuti kejang-kejang tubuh dan dapat berlanjut hingga kematian. 3. Gagalnya hipofisa mensekresikan vasopressin dapat menyebabkan tubuh kehilangan cairan dan dehidrasi (Diabetes Insipidus). Penyakit tersebut juga dapat timbul akibat ginjal gagal memberikan respon terhadap hormon (Diabetes insipidus nephrogenik). 4. Gagalnya tubuh memproduksi keperluan hormon dapat juga diakibatkan oleh rusaknya organ atau kelenjar penghasil hormon. Adanya penyakit TBC dapat menyebabkan korteks adrenal rusak, demikian pula jika pituitari gagal mensekresi ACTH atau hipotalamus gagal memproduksi CRH, maka korteks adrenal akan gagal dalam memproduksi kortisol, sehingga menimbulkan penyakit Addison’s disease. B.2. Overproduksi Hormon Keadaan yang bersifat abnormal juga dapat muncul akrena kelebihan hormon, misal : 1. Kelebihan sekresi kortisol (Cushing’s Syndrome) dapat menyebabkan perubahan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Ini mengakibatkan kondisi hyperglycemia (DM) dan diikuti kelelahan sel-sel beta pankreas. 2. Kelebihan aldosteron (hyperaldosteronisme, Conn’s disease) menyebabkan hipernatremia (meningkatnya Na+ darah) diikuti dengan hypervolemia (volume cairan darah meningkat) sehingga menimbulkan hipertensi berat. 65 ENDOKRINOLOGI 3. Sekresi hormon yang berlebihan mungkin terjadi pada penderita tumor atau neoplasia, karena sel-sel tumor juga menghasilkan hormon. Misalnya tumor pada korteks adrenal dapat menghasilkan kortisol yang berlebih (Cushing’s syndrome). Pada kasus insulinoma, produksi insulin menjadi berlebihan sehingga berakibat glukosa darah menurun tajam (hypoglycemia), penderita mengalami koma dalam waktu singkat dan bahkan mati. B.3. Gagalnya interaksi hormon-reseptor pada sel sasaran Keadaan yang tidak menguntungkan dapat timbul akibat interaksi yang tidak sempurna, sebagaimana contoh berikut ini : 1. Terjadinya perubahan pada struktur hormon peptida akibat mutasi kode genetik menyebabkan hormon tersebut tidak dapat menemukan reseptor yang tepat (kasus hyperinsulinemia). 2. Hormon testosteron tidak dapat berinteraksi dengan jaringan sasaran karena jaringan tersebut tidak memiliki reseptor testosteron. Akibatnya individu jantan akan berkembang menjadi kewanita-wanitaan (mengarah ke fenotip wanita). Kasus ini disebut testicular feminizing syndrome. Pada kasus pseudohypoparathyroidisme, jumlah hormon paratiroidnya berlebih, sedangkan adenilat siklase sel-sel ginjal tidak mampu meningkatkan cAMP sehingga sel gagal memberikan respon terhadap hormon. 66 ENDOKRINOLOGI IX METODOLOGI PENELITIAN ENDOKRIN Metode yang digunakan untuk penelitian di bidang endokrin saat ini sangat beragam, antara lain melibatkan bidang ilmu bedah, immunologi, histokimia, bioassay, dan ekstraksi jaringan. Penelitian bidang endokrin ini umumnya difokuskan pada hal-hal sebagai berikut : 1. Sumber. Suatu hormon diketahui dapat terdistribusi luas di tubuh, misalnya ditemukan di berbagai organ, jaringan, atau bahkan berbagai sel. Sebagai contoh, beberapa hormon gastrointestinal, ternyata selain terdapat di daerah sistem pencernaan, juga ditemukan pada sistem saraf pusat. Penelitian pada fokus ini bertujuan untuk mengetahui sumber hormon dengan cara mengetahui keberadaan hormon tersebut pada sel sasaran. 2. Sintesa dan penentuan struktur hormon. Hal ini tergantung pada jenis hormon yang diteliti, sedangkan penentuan strukturnya tergantung pada metode yang digunakan. Hasil penelitiannya harus dibandingkan dengan standar struktur hormon yang telah ditetapkan sebelumnya. 67 ENDOKRINOLOGI 3. Biosintesis. Fokus penelitian ini adalah mengetahui mekanisme biosintesis hormon secara pasti. Pengetahuan mengenai struktur hormon sangat menentukan terutama untuk memperkirakan pembentukan cDNA (complementary DNA), mRNA, hingga proses sintesa proteinnya. Dengan demikian, akan diketahui nantinya apakah biosintesa hormon tersebut berasal dari prohormon ataukah dari prekursor lain, selain itu juga akan diketahui jenis enzym-enzym yang terlibat. 4. Kontrol sekresi hormon. Faktor-faktor yang meregulasikan sekresi hormon, misalnya faktor intrinsik atau ekstrinsik, perlu dideteksi. Stimulan endogen misalnya, kemungkinan berperan besar dalam efek positif / negatif feedback, sirkulasi produk, atau efek lanjutan akibat dari hormon yang telah disekresikan. 5. Mekanisme sekresi tingkat seluler. Begitu mekanisme regulasi first messenger diketahui, maka selanjutnya perlu diselidiki second messengernya dan elemen-elemen struktural (channel ion, organel) yang terlibat dalam proses sekresi hormon. 6. Metabolisme dan sirkulasi. Waktu paruh dari hormon selama tersirkulasi dalam tubuh harus dapat ditentukan. Penelitian ini luas karena menyangkut ada tidaknya protein penyerta hormon, kekuatan konyugasi hormon dengan protein lain, kemampuan ginjal dalam meretensikan hormon, dan mudah tidaknya hormon terdegradasi oleh enzym-enzym dalam serum. Keadaan tersebut akan sangat menentukan pola sirkulasi dan metabolisme hormon. 7. Peran dan aktivitas hormon secara biologik. Penelitian di bidang ini dapat dilakukan dengan cara menyuntikkan hormon yang analog dengan hormon yang diteliti, guna mengetahui persis peran dan fungsinya. Dapat juga dengan cara menghilangkan hormon/organ dari tubuh untuk dilihat efeknya. Alternatif lain, hormon disuntikkan pada spesies yang berbeda sehingga dapat diketahui fungsi tambahan lain selain yang telah diketahui. 8. Mekanisme kerja hormon. Pemberian hormon yang dilakukan secara in vitro maupun in vivo harus dapat mengindikasikan proses biologiknya, misalnya harus diketahui reseptor-reseptor yang terlibat, mekanisme signal transduction yang dilalui, pembentukan second messenger yang terjadi, dan selang waktu yang diperlukan antara pengikatan H-R dengan respon yang ditimbulkan. 68 ENDOKRINOLOGI Beberapa metode penelitian yang sering digunakan antara lain : 1. Penelitian Histo-sitologi, misalnya immunositokimia. 2. Metode bedah, misalnya kastrasi atau transplantasi. 3. Terapi dengan penggantian hormon. 4. Netralisasi aktivitas hormon secara immunologik. 5. Ekstraksi dan Pemurnian jaringan. 6. Sistesis dan identifikasi secara khemis. 7. Bioassay. 8. Penelitian struktur dan aktivitas hormon. 9. Penelitian menggunakan radioisotop. Misalnya: radioimmunoassay (RIA), radioreceptor assay (RRA), enzym assay, autoradiografi. 10. Metode elektrofisiologik. 11. Metode farmakologi. 12. Penelitian dengan antibodi monoklonal. 13. Penelitian dengan tehnik rekombinan DNA. 14. Penelitian dengan cara rekayasa genetik. Berikut ini diberikan beberapa contoh bioassay untuk hormon tertentu, dengan sistem assaynya serta monitoring respon yang muncul dan perlu diperhatikan pada tiaptiap model assay : 69 ENDOKRINOLOGI Hewan-hewan uji yang biasa digunakan untuk penelitian adalah : 1. Siklostom (vertebrata primitif), misalnya: Lamprey, belut. 2. Ikan tulang rawan, misalnya; ikan hiu, ikan pari. 3. Ikan bertulang sejati, misalnya: ikan salmon, ikan karper. 4. Amfibia, misalnya : urodela (salamander), anura (kodok dan katak). 5. Reptil, misalnya: ular, kadal, kura-kura, buaya. 6. Burung, misalnya: ayam, kalkun, merpati. 7. Mammalia non-primata, misalnya: tikus, babi, marmut. 8. Primata, misalnya: monyet dan “embrio” (meskipun tidak terlalu populer, tetapi embrio ini sering diberi perlakuan khusus untuk tujuan transplantasi). Satu hal yang perlu diperhatikan, para peneliti saat ini mulai menyadari bahwa penggunaan hewan untuk penelitian sebenarnya ‘kurang etis’ untuk dilakukan. Hal ini menyangkut kepada hak hidup untuk makhluk hidup, disamping bahwa hewan uji sering diperlakukan tidak sewajarnya (diberi perlakuan dan dibiarkan mati perlahan-lahan sambil menanggung efek dari perlakuan). Untuk itu, sekarang ini sangat dianjurkan penelitian assay menggunakan jaringan sasaran yang dikulturkan, meskipun kelemahannya masih ada, yakni efek perlakuan barangkali bisa juga memunculkan efek tidak diharapkan pada jaringan lain secara in vivo. 70 ENDOKRINOLOGI DAFTAR PUSTAKA 1. Djojosoebagio, S., Fisiologi Kelenjar Endokrin, UI Press, Jakarta. 2. Erlandsen, S.L. and JE Magney, 1992. Color Atlas of Histology, Mosby Year Book, Boston. 3. Geneser, F. 1986. Buku Teks Histologi, Bina Rupa Aksara, Jakarta. 4. Hadley, MacE. 1992. Endocrinology, 3rd Ed., Prentice Hall, New Jersey. 5. Haznam, MW., 1991. Endokrinologi, Angkasa Offset, Bandung. 6. Langley, LL., IR. Telford dan JB Christensen, 1980. Dinamic Anatomy and Physiology, 5th Ed, McGraw-Hill Book Company, New York. 7. Leeson, CR., TS. Leeson, and AA Paparo. 1996. Buku Ajar Histologi., EGC, Jakarta. 8. Lu, FC., 1994. Toksikologi Dasar, 2nd Ed., UI Press, Jakarta. 9. Turner, CD. And JT Bagnara, 1976. Endokrinologi Umum, Airlangga University Press, Surabaya. 71 ENDOKRINOLOGI LAMPIRAN 72 ENDOKRINOLOGI 73