probabilitas variabel fundamental ekonomi indonesia dan

advertisement
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
PROBABILITAS VARIABEL FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA
DAN FINANCIAL CONTAGION EFFECT TERHADAP TERJADINYA
KRISIS FINANSIAL DI INDONESIA*
Rossanto Dwi Handoyo**
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga
ABSTRAK
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menerapkan model krisis keuangan sebagai bagian dari kerangka kerja
sistem peringatan dini untuk Indonesia. Makalah ini membedakan tiga jenis krisis keuangan: krisis mata
uang, krisis perbankan dan krisis utang serta ekstrak empat kelompok indikator dari literatur menjadi
indikator fundamental ekonomi seperti eksternal, keuangan, indikator domestik (riil dan publik) dan global,
yang mungkin mempengaruhi probabilitas krisis keuangan. Sistem keuangan negara-negara berkembang
seperti Indonesia sangat rentan dan oleh karena itu instrumen kuat untuk memprediksi krisis diperlukan.
Model kami didasarkan pada pendekatan sinyal yang dikembangkan oleh Kaminsky, Lizondo dan Reinhart
(1998) dan Kaminsky dan Reinhart (1999). Model ini juga akan melakukan saluran penularan finansial untuk
menangkap efek penularan krisis keuangan karena terjadi ekonomi daerah.
Kata kunci: krisis mata uang, krisis perbankan, krisis utang, indikator leading, efek menular, pendekatan
sinyal, model logit
ABSTRACT
The objective of this paper is to implement financial crisis model as part of an early warning system framework
for Indonesia. This paper distinguish three types of financial crises, currency crises, banking crises and debt
crises and extract four groups of indicators from the literature become economic fundamental indicators such
as external, financial, domestic (real and public) and global indicators, that are likely to affect the probability
of financial crises. The financial systems of developing countries like Indonesia are especially vulnerable and
therefore robust instruments to predict crises are needed. Our model is based on the signals approach
developed by Kaminsky, Lizondo and Reinhart (1998) and Kaminsky and Reinhart (1999). The model is also to
implement financial contagion channel to capture the effect of contagion due to financial crises occured the
regional economies.
Key words: currency crises, banking crises, debt crises, leading indicator, contagion effect, signal approach,
logit models
* Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Anggara Rukmana, Mohammad Arie Bagja and
Triatmoko Rimawan dalam mengumpulkan dan mengolah data
** Kritik dan saran bisa dialamatkan kepada [email protected]
- 16 -
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
1.
PENDAHULUAN
Kaminsky dan Reinhart (1999) menyebutkan bahwa
konsep terjadinya krisis keuangan baik krisis mata
uang, krisis perbankan maupun krisis utang dapat
berasal dari sisi fundamental perekonomian. Oleh
Lestano, Jacobs dan Kuper (2003), fundamental
ekonomi tersebut dibagi menjadi empat sektor, yaitu
sektor eksternal yang terdiri dari current account dan
capital account; sektor keuangan; sektor publik;
serta sektor perekonomian global. Pola perilaku
itulah yang akan menggambarkan seberapa kuat atau
rapuhnya sebuah perekonomian. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Kaminsky et al.
(1997), definisi krisis mata uang (Currency crises)
adalah suatu situasi di mana adanya serangan pada
mata uang yang mengakibatkan depresiasi yang
sangat tajam pada mata uang atau penurunan besar –
besaran pada cadangan devisa, atau merupakan
kombinasi antara keduanya. Definisi ini juga cukup
komperehensif untuk menjelaskan tidak hanya
serangan pada sistem nilai tukar tetap (fixed
exchange rate), tapi juga dapat digunakan untuk
menjelaskan serangan pada sistem nilai tukar yang
lain. Krisis finansial yang kedua adalah krisis
perbankan (banking crisis). Krisis nilai tukar yang
terjadi pada krisis finansial di Asia Tenggara pada
pertengahan tahun 1997 diawali dari shock dari sisi
perbankan yang tidak menerapkan prinsip kehatihatian (prudential banking principles). Jor-joran
kredit yang terlalu besar ( credit bubbles )
menyebabkan terjadinya mismatch antara sisi aset
dan liabilitas perbankan yang kemudian
menyebabkan terjadinya rush (penarikan dana
masyar akat dari Bank) dan menurunnya
kepercayaan masyarakat terhadap institusi
2.
perbankan. Collapse-nya satu perbankan kemudian
menyebabkan efek sistemik yang menular
(contagious) kepada suatu sistem perbankan yang
tidak diback-up oleh fundamental ekonomi yang
cukup kuat.
Krisis keuangan ketiga yang sering terjadi di negaranegara dunia ketiga adalah krisis utang. Sebuah
negara dianggap mengalami krisis utang apabila
negara tersebut sudah tidak mampu lagi untuk
membayar utang luar negeri yang dimilikinya,
sehingga memutuskan untuk mencari keringanan
dalam melakukan pembayaran utang atau dikenal
dengan istilah rescheduling (Lestano dkk, 2003).
Rescheduling yang dilakukan oleh negara-negara
terlilit utang dilakukan melalui sebuah forum yang
dibentuk oleh negara-negara kaya dan bertindak
sebagai kreditur atau dikenal sebagai Paris Club.
Berdasarkan konsep tersebut, makalah ini
bermaksud untuk menganalisis perilaku indikatorindikator dari keempat sektor tersebut yang dapat
dijadikan sinyal pada saat akan terjadinya krisis
keuangan di Indonesia. Selain itu, Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan periode krisis mata
uang (currency crisis) dengan menghitung indek
tekanan spekulatif pasar valas (Index of Exchange
Market Pressure ), membangun suatu model
probabilitas krisis dari sisi fundamental ekonomi
dengan mengekstraksi indikator-indikator ekonomi
makro sekaligus sebagai mekanisme untuk
memprediksi krisis finansial, model ini juga
memasukkan aspek contagion effect (dampak
penularan).
METODE PENELITIAN
Menentukan Periode Krisis
Krisis Nilai tukar
Pada bagian ini, khusus pada krisis nilai tukar
terlebih dahulu akan digambarkan definisi yang jelas
mengenai apa yang dimaksud dengan krisis nilai
tukar dengan menggunakan Indeks tekanan pasar
valuta asing (index of exchange market pressure,
disingkat dengan EMP) yang menunjukkan
penghitungan besarnya nilai indeks.
Berdasarkan Goldstein, Kaminsky dan Reinhart
(2000) dan Edison (2003), definisi indeks pergolakan
pasar valas (index of exchange market turbulence)
yaitu rata-rata tertimbang dari perubahan nilai kurs
(disimbolkan dengan δet ), tingkat perubahan
cadangan devisa / rate of change of the reserve (δRt ).
Jika diumpamakan σδe merupakan simpangan baku/
standar deviasi dari tingkat perubahan nilai tukar dan
σδR merupakan simpangan baku/ standar deviasi dari
tingkat perubahan cadangan devisa, maka indeks
tekanan pasar valas (EMP) didefinisikan dengan :
- 17 -
s 
EMP = det -  de   dRt ..................... (1)
 s dR 
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
Dimana : det =
et - et -1
R - Rt -1
dan dRt = t
et -1
Rt -1
Antara perubahan nilai tukar dan perubahan
cadangan devisa, masing-masing berhubungan
positif dan negatif dengan indeks tekanan pasar
valas. Perekonomian dikatakan krisis jika EMP
melebihi rata-ratanya ditambah dengan standar
deviasi yang ditentukan, katakanlah sebesar m.
Dalam penelitian yang dilakukan kali ini besarnya m
ditentukan sama dengan 2, sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Lestano, Jacobs dan Kuper
(2003). Jika μEMP merupakan rata-rata dari indeks
EMP dan σEMP menunjukkan standar deviasi dari
indeks EMP-nya, maka secara formal dikatakan
krisis mata uang (currency crisis), jika didefinisikan
dengan
1, jika EMP m EMP + ms EMP
....... (2)
Crisis t = 
0, jika EMP  m EMP + ms EMP
Krisis Perbankan
Menurut Kaminsky dan Reinhart (1999), krisis
perbankan terjadi jika bank runs yang menyebabkan
penutupan bank, merger atau takeover institusi
keuangan, penalangan dalam skala besar oleh
pemerintah dan krisis perbankan berhenti jika
bantuan pemerintah di sektor perbankan berhenti.
Keseluruhan pengertian-pengertian tersebut akan
digunakan sebagai dasar untuk menentukan krisis
perbankan di Indonesia
Krisis Utang
Menurut Lestano, Jacob dan Kuper (2003), suatu
negara dikatakan mengalami krisis utang pada saat
negara tersebut tidak mampu lagi membayar utang
dan/atau bunganya, sehingga memutuskan untuk
menunda pembayarannya sebagai bentuk
keringanan.
Indikator fundamental ekonomi
yang menentukan krisis
Seperti yang pernah dilakukan Kaminsky et al
(1998) dan Handoyo (2006), krisis finansial yang
didahului masalah ekonomi dan bahkan politik,
maka membangun model yang mampu memprediksi
krisis seharusnya memasukkan berbagai indikator
ekonomi yang luas. Indikator yang digunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 1.
Indikator Penentu Krisis dan Hubungannya dengan Krisis
INTERPRETASI DAN HUBUNGANYA
DENGAN KRISIS
INDIKATOR NERACA TRANSAKSI BERJALAN
INDIKATOR
1. Real Exchange Rate (+)
2. Export Growth (-)
3. Import Growth (+)
4. Term of Trade (-)
5. Trade balance (-)
6. Growth current of
account/ GDP (-)
Nilai tukar riil yang berlebih diprediksi
akan
berpeluang besar terjadinya krisis
Indikator ini untuk mengukur berkurangnya daya
saing.
Pertumbuhan impor yang sangat besar akan mengarah
pada buruknya transaksi berjalan dan berpeluang
terjadi krisis.
Penurunan pada volume perdagangan dapat mengawali terjadinya krisis mata uang.
Defisit Neraca perdagangan menurunkan daya saing
dan bisa memicu krisis
Kenaikan surplus transaksi berjalan menunjukan
berkurangnya devaluasi dan meminimalkan peluang
terjadinya krisis
REFERENSI
Kaminsky et al. (1998); Berg
Edison (2003);
Berg and Pattilo Edison (2003);
Marchesi (2003)
Kaminsky et al. (1998); Berg
and Pattilo Edison (2003)
Kaminsky et.al (2001); Lanoie
and Lemarbre (1996)
Edin and Vredin (1993); otker et
al (1994)
Kamin et al, (2001); Eichengren
and Arteta (2000); Marchesi
(2003)
INDIKATOR NERACA MODAL
7. Foreign Reserve
Growth (-)
8. M2/Reserve (+)
Penurunan indikator ini dipercaya mendorong tekanan
mata uang..
Rasio ini menunjukkan kemampuan bank sentral
untuk memenuhi permintaan nasabah dana pihak
ketiga perbankan.
- 18 -
Berg et al (1999); Edison
(2003); Marchesi (2003)
Berg and Pattilo (1999); Berg
Edison (2003); Eichengreen et
al (2000)
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
INDIKATOR SEKTOR PUBLIK DAN DOMESTIK RIIL
9. Inflasi (+)
10. Growth gov.
debt/GDP (+)
11. Change of IHSG (-)
Tingkat inflasi lazimnya dihubungkan dengan tingkat
suku bunga nominal yang tinggi yang mempengaruhi
perekonomian dan sistem perbankan.
Hutang yang tinggi diprediksi dapat meningkatkan
peluang terjadinya krisis.
Ledakan harga aset yang menggelembung seringkali
menjadi awal terjadinya krisis keuangan.
Dermiguc-Kunt and
Detragiache (1997); Lanoie and
Lemarbre (1996);
Kamin et al., (2001);
Eichengreen et al (2000)
Kaminsky et al. (1998);Berg
and Pattilo Edison (2003)
INDIKATOR SEKTOR KEUANGAN
12. Growth M1 (+)
Pertumbuhan yang tinggi pada indikator ini menjadi
indikasi kelebihan likuiditas yang dapat memicu
serangan spekulatif.
13. Growth M2 (+)
Sama dengan di atas
14. M2 Money Multiplier (+) Peningkatan indikator ini menunjukan liberalisasi
keuangan yang bisa mendorong terjadinya krisis
15. Domestic Credit/GDP
Pertumbuhan kredit domestik yang sangat tinggi dapat
growth (+)
menjadi indikator kasar rapuhnya sistem perbankan.
16. Commercial deposit
Penarikan dana dari bank-bank di dalam negeri dan
bank (-)
pelarian modal dapat menyebabkan penyebaran krisis.
17. Bank Reserve/ Bank
Kejutan makroekonomi mengarah pada terjadinya
Asset (-)
krisis pada negara yang memiliki sistem perbankan
liquid.
18. Spread lending and
Kenaikan indikator ini diatas level ambang batas
deposit rate (+)
merupakan gambaran dari buruknya resiko kredit
Kaminsky et al. (2001)
Kaminsky et al. (2001)
Kaminsky et al. (1998);Berg
and Pattilo Edison (2003)
Dermingukunt and Eichengreen
et al (2000)
Kaminsky et al. (1998);Berg
and Pattilo Edison (2003)
Dermirguc-Kunt and
Detragiache (1997)
Kaminsky et al. (1998);Berg
and Pattilo Edison (2003)
INDIKATOR PEREKONOMIAN GLOBAL
19. US Interest Rate (+)
20. World Oil Price (+)
Peningkatan suku bunga internasional serigkali Edison (2003); Kaminsky et.al
dihubungkan pelarian modal
(2001);
Harga minyak dunia yang tinggi dihubungkan dengan Edison (2003
resesi
Sumber: Lestano, Jacob & Kuper (2003)
Pendekatan “Sinyal” Untuk Mengukur Kinerja Indikator
Masing-masing indikator akan dianalisis secara terpisah dengan pendekatan univariate untuk memprediksi
terjadinya krisis. Masing-masing indikator akan dilihat apakah mengalami deviasi dari perilaku “normal”
melebihi pagu ketentuannya (beyond the treshold). Jika indikator melewati batas pagu ketentuannya maka
dikatakan ada isu sinyal (to issue a signal) terjadinya krisis. Definisi sinyal, seperti yang dilakukan oleh Heun dan
Schlink (2004), adalah sebagai berikut. Jika X dinotasikan untuk menunjukkan ke-20 indikator di atas, maka Xt,j
adalah nilai indikator j pada periode t, sehingga, sinyal untuk indikator j periode t didefinisikan dengan
1, jika X t , j melewati batas ketentuannya
St , j = 
0, jika X t , j tidak melewati batas ketentuannya ..................... (3)
Sebagai catatan di sini, beberapa indikator
mengalami peningkatan di atas nilai ketentuannya
yang mengindikasikan kemungkinan terjadinya
krisis yang semakin besar, sementara indikator yang
lain berada di bawah pagu ketentuannya.
Signalling windows, (Kaminsky et al, 1998), adalah
periode di mana masing-masing indikator dapat
diprediksi mampu mengantisipasi krisis finansial.
Berdasarkan definisi sinyal ini, maka kinerja indikator
bisa diukur. Jika indikator menunjukkan sinyal yang
mengarah pada kemungkinan kondisi terjadinya
krisis, maka dikatakan sinyal bagus (good signal).
Sebaliknya, jika sinyal tidak mengarah pada kondisi
terjadinya krisis setelah 24 bulan kemudian, maka
- 19 -
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
dikatakan sinyal palsu/gangguan (false signal / noise).
Rasio sinyal palsu terhadap sinyal bagus disebut
noise-to-signal ratio dan rasio ini memainkan peran
penting dalam menentukan bekerjanya sitem
peringatan dini (early warning system) sebelum krisis.
Hasil dari masing-masing indikator yang disebutkan
di atas dapat disimpulkan dalam tabel berikut
(Kaminsky et al, 1998):
Tabel 2.
Matriks Sinyal Indikator
Krisis
Tidak ada krisis
(dalam 24 bulan) (dalam 24 bulan)
Ada Sinyal
(signal issued)
Tidak ada sinyal
(No signal Issued)
A
B
C
D
Estimasi Model Logit
Model logit merupakan logaritma probabilitas atas
suatu situasi yang tergantung pada variabel bebasnya.
Prosedur estimasi untuk model logit dipengaruhi oleh
hasil observasi terhadap P, apakah berupa angkaangka di antara 0 dan 1 atau berupa angka biner yang
hanya menunjukkan angka 0 atau 1. Jika nilai P
berada di antara angka 0 dan 1, maka metode yang
dilakukan adalah dengan mentrans-formasikan P
sehingga memperoleh:
 P  ....................................... (5)
Y = ln 
1 - P 
Matriks ini dihitung pada masing-masing indikator
secara terpisah. Makna dari masing-masing baris
adalah sebagai berikut:
• A = Jumlah bulan di mana indikator menunjukkan sinyal baik, indikator yang melewati
(baik di atas ataupun di bawah) batas pagu
ketentuannya (treshold).
• B = Jumlah bulan di mana indikator menunjukkan sinyal palsu atau gangguan
• C = Jumlah bulan di mana indikator gagal untuk
menunjukkan sinyal baik
• D = Jumlah bulan di mana indikator tertahan
untuk menunjukkan sinyal palsu
Konsep yang digunakan oleh Goldstein, Kaminsky
dan Reinhart (2000), menyebutkan bahwa
kemungkinan terjadinya krisis tidak bersyarat
(unconditional probability of a crisis) atau dinotasikan
P(Crisis) = (A+C)/(A+B+C+D), sementara kemungkinan terjadinya krisis dengan syarat ada sinyal (the
probability of a crisis conditional on a signal) atau
dinotasikan dengan P(Crisis |S) =A/(A+B), kekuatan
prediksi marjinal (marginal of predictive power) atau
dinotasikan dengan P(Crisis |S)- P (Crisis) atau dengan
kata lain sering disebut noise-to-signal ratio yang
menunjukkan rasio sinyal palsu terhadap sinyal baik.
Rasio ini memberi kemudahan dalam melakukan
interpretasi terhadap krisis. Dalam penelitian ini
leading indicator yang memiliki probabilitas >50%
yang akan diolah dalam estimasi model logit. Noiseto-signal ratio ini didefinisikan dengan
noise - to - signal - ratio =
Semakin kecil nilai rasio ini, semakin baik rasio
sinyal palsu menjadi sinyal baik. Jika indikator dari
rasio ini sama dengan satu menunjukkan sinyal palsu
sama besarnya dengan sinyal baiknya.
B/(B + D) ....... (4)
A /( A + C )
Setelah itu, prosedur berikutnya adalah dengan
melakukan regresi Y terhadap suatu konstanta dan
variabel X. Namun apabila P berupa angka biner,
maka prosedurnya adalah dengan menggunakan
metode maximum likelihood karena nilai logaritmik
 P  akan menjadi tidak terdefinisikan (Hadad

 dkk, 2003).
1 - P 
Menentukan Contagion Effect
Pada bagian ini akan dilakukan pengujian terhadap
jalur krisis karena imbas penularan (contagion
effect) dari negara yang terkena krisis dalam satu
kawasan. Metode yang akan dipakai dalam melihat
unsur contagion di sini adalah mengikuti model yang
dikembangkan oleh Fratzscher tahun 1998 (Bussiere
dan Fratzscher, 2002) dengan menggunakan korelasi
residual dari imbal hasil di pasar ekuitas (correlation
of equity market return residuals) µt selama masa
normal sebagai ukuran dampak penularan pasar
uang (measure of financial market contagion) di
antara dua pasar i dan j. Ide dasarnya adalah semakin
tinggi integrasi pasar finansial menunjukkan krisis
terjadi karena penyebaran/penularan antar pasar
finansial dalam rentang waktu tertentu. Pertama,
akan dicari terlebih dahulu residual imbal hasil
(return residuals) untuk masing-masing negara
dengan cara melakukan regresi imbal hasil pasar
ekuitas (ri,t) pada indikator yang relevan pada
masing-masing negara, seperti persamaan berikut:
ri,t = 1 + 2TBi,t + 3ii,t + 4Pi,t + 5Si,t + 6GRETt + i,t
- 20 -
(6)
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
Di mana: TB adalah neraca perdagangan, i :
perubahan tingkat bunga pada masing-masing
negara, tingkat inflasi (P), dan kurs spot (S),
sementara GRET adalah imbal hasil pasal modal
global. Selanjutnya, residu dari persamaan ini
3.
menjadi variabel baru yang mengukur tingkat
ketergantungan finansial (degree of financial
interdependence/FINCONT) yang merupakan
proxy ketergantungan finansial antar berbagai pasar
saham.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Analisis Krisis Mata Uang
Periode Krisis Mata Uang di Indonesia
Berdasarkan Perhitungan EMPI, didapat EMPI
setiap bulannya mulai 1995.1 sampai dengan
2007.9. Untuk rata - rata (μ) dan standar deviasinya
(σ), ditentukan dua, yaitu sebelum terjadi krisis
moneter (sebelum bulan Juli tahun 1997) dan
sesudah terjadinya krisis moneter (setelah bulan Juli
tahun 1997).
Menurut Herrera dan Conrando Garcia pada tahun
1999 (Adiningsih et. al., 2002) menyatakan bahwa
jika krisis terjadi dalam empat bulan dari krisis
sebelumnya, maka diperhitungkan sebagai satu
episode. Pada grafik di atas, dapat diketahui bahwa
krisis yang menimpa Indonesia terjadi dalam 6
episode. Epsiode pertama terjadi pada tahun 1996
(Maret dan Agustus), Episode kedua pada tahun
1997 - 1998 (Maret, Agustus, Oktober, Desember,
Januari, Februari, Juni), Episode ketiga pada 2000
(September). Episode keempat pada tahun 2004
(Juni), Episode kelima pada tahun 2005 (Juli),
Episode keenam pada tahun 2006 (Juni dan
Oktober). Epsiode terpanjang terjadi pada tahun
1997 - 1998, di mana terdapat 7 bulan krisis mata
uang dalam satu episode.
Sumber : Data diolah
Grafik 1
EMPI dan Ambang Batas Maksimum (Threshold)
Tabel 3
Noise to Signal Ratio (NSR) dan Probabilitas Krisis Mata uang di Indonesia
INDIKATOR
REER
Export Growth
Import Growth *
Terms Of Trade *
Ratio Of Current Account To GDP *
Ratio Of M2 To Foreign Exchange Reserves *
Growth Of Exchange Reserves
M1 Growth
M2 Growth
M2 Money Multiplier
Domestic Credit to GDP
Domestic Real Interest Rate
Lending & Deposit Rate Spread *
Commercial Bank Deposit
Ratio Of Public Debt to GDP *
Growth Of Industrial Production *
A
1
11
17
24
35
29
12
5
3
5
11
14
16
6
22
33
B
8
10
7
2
3
3
0
9
9
9
11
11
11
9
4
3
C
89
79
73
66
55
61
78
85
87
85
79
76
74
84
68
57
- 21 -
D A/A+C B/B+D
55
53
56
61
60
60
63
54
54
54
52
52
52
54
59
60
0.011
0.122
0.189
0.267
0.389
0.322
0.133
0.056
0.033
0.056
0.122
0.156
0.178
0.067
0.244
0.367
0.127
0.159
0.111
0.031
0.048
0.048
0
0.142
0.142
0.142
0.175
0.174
0.174
0.142
0.063
0.048
NSR
Probabilitias
Krisis
(B/B+D) /
(A/A+C)
PC=A/A+B
11.429
1.299
0.588
0.119
0.122
0.148
0
2.571
4.286
2.571
1.429
1.122
0.982
2.142
0.260
0.130
11%
52%
71%
92%
92%
91%
100%
35%
25%
35%
50%
56%
59%
40%
84%
92%
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
INDIKATOR
Changes In Stock Prices *
Growth Of World Oil Price *
U S Interest Rate *
A
B
33
13
10
C
D A/A+C B/B+D
4 57 59
9 77 54
6 80 57
0.367
0.144
0.111
0.063
0.142
0.095
NSR
Probabilitias
Krisis
(B/B+D) /
(A/A+C)
PC=A/A+B
0.173
0.989
0.857
89%
60%
63%
Sumber : Data diolah
Keterangan : * : Indikator yang probabilitasnya > 50% dan NSR < 1
Sebelum melakukan estimasi dengan model Logit,
maka pertama - tama akan dilakukan perhitungan
variabel Financial Contagion. Berdasarkan hasil
estimasi tersebut kemudian residunya menjadi
variabel baru yang diberi nama Financial Contagion
dan kemudian variabel ini akan diikutsertakan dalam
perhitungan estimasi model logit.
Hasil estimasi dari persamaan tersebut adalah :
L_STOCK = 4.763444 + 1.930783 CPI -1.228440 ER + 0.139428 IR + 0,449528 LNASDAQ - 7.99E-05 TB_IND ........(7)
(7.627559) (12.43246) (-10.46218) (2.659429)
(5.081454)
(-3.185461)
Pemerintah terhadap GDP (FBY), Pertumbuhan
Sektor Industri (GIP) dan Perubahan Harga Saham
(CSP) dan tingkat bunga amerika (USI) dan variable
penyebaran (FINCONT).
Sehingga dapat diperoleh hasil estimasi sebagai
berikut :
Berdasarkan perhitungan NSR dan Probability Of
Crisis di atas, variabel - variabel Leading Indicators
tersebut antara lain : Pertumbuhan Impor (IMP),
Rasio antara Neraca Transaksi Berjalan terhadap
GDP (CAY), Rasio antara M2 terhadap Cadangan
Devisa Luar Negri (MFR), Rasio antara Utang
 P 
KRI i = In i  = 0.030450 IMP - 80.72964 CAY - 1.465100 MFR - 28.05092FBY
 1 - Pi 
z-stat
(1.541702)
(-3.095918)
(-2.942746)
(-0.114938)
-0.021561 GIP + 0.069755 CSP - 0.045738 WOP - 1.017801 USI + 2.553683 FINCONT+ μi ................... (8)
(-1.164470)
(1.668551)
(-0.929223)
(2.024458)
(1.806234)
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, terdapat 6 variabel yang signifikan pada α = 10 %, yaitu CAY, MFR,
FBY, CSP, USI, dan FINCONT.
Analisis Krisis Perbankan
Periode Krisis Perbankan, NSR dan Probabilitas Indikator krisis
Tabel 4.
Periode Krisis Perbankan di Indonesia
Tahun; Bulan
URAIAN
1992; 11
Bank summa mengalami kolaps dan pecah menjadi tiga bank kecil karena menanggung utang Rp. 135
miliar
1997; 04
1997; 08
Peningkatan GWM dari 3% menjadi 56% terhadap dana pihak ketiga.
1. Pemerintah melepas sistem kurs mengambang terkendali (managed floating) dan mengembangkan
nilai tukar rupiah (free floating) untuk memberikan ruang gerak bagi pengendalian moneter
sekaligus menyelamatkan cadangan devisa.
2. Mengalihkan dana yayasan milik pemerintah dan BUMN yang ada di bank-bank ke dalam SBI dan
menaikkan suku bunga SBI menjadi 30% dan 28%
- 22 -
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
Tahun; Bulan
1997; 09
1997; 10
1997; 11
1997; 12
1998; 01
1998; 02
1998; 04
1998; 05
1998;06
1998; 07
1998:08
1998:10
1998;1
1999; 01
1999;0
1999;0
1999;04
URAIAN
1. Bank Indonesia menurunkan tingkat suku bunga SBI sebanyak 3 kali yaitu 3%, 2,5% dan 2%.
2. Terjadinya isu besar-besaran di masyarakat mengenai beberapa bank yang kalah kliring, rugi
transaksi valas, larinya beberapa para bankir ke luar negeri.
3. Pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
Pemerintah meminta bantuan IMF untuk memperoleh bantuan keuangan sekaligus persetujuan
kebijakan pemerintah terutama dalam langkah restrukturisasi bank.
1. Pemerintah melikuidasi 16 bank komersial antara lain Bank Harapan Sentosa, Bank Guna
Internasional, Bank Andromeda, Bank Astria Raya, Sejahtera Bank Umum, Bank Dwipa, Bank
Kosagraha Semesta, Bank Jakarta, Bank Citrahasta Manunggal, South Fast Asia Bank, Bnak
Pinaesaan, Bank Mataram Dhanarta, Bank Anrico, Bank Pasific, Bank Industri dan Bank Majapahit
Jaya.
2. Terjadi bank rush besar-besaran
1. Bank Indonesia memberikan bantuan dana likuiditas kepada bank-bank komersial sebesar 3% dari
GDP.
2. Terjadi lonjakan penyaluran BLBI yang signifikan yang dikarenakan kurs rupiah mencapai lebih
dari Rp5000 per US$1.
3. Terjadi bank rush besar-besaran
4. Biaya penyelamatan perbankan mencapai 10,1% dari GDP ( berupa bantuan likuiditas) sebesar Rp.
69,2 triliun.
1. Pemerintah memberikan garansi pada semua deposito nasabah di segala jenis bank baik bank
pemerintah maupun bank swasta kecuali pada bank Internasional. Program penjaminan ini untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat. Dengan dibentuknya IBRA ( Indonesian Bank
Restructuring Agency)
2. Kurs rupiah mengalami depresiasi yang sangat tajam mencapai Rp. 17.000 per Dollar
3. terjadi kegagalan bank dengan grade 4 yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara.
4. Bank Duta dan Bank Tugu merger dengan nama baru Bank Palapa.
1. Pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional ( BPPN)
2. IBRA telah mengambil alih bank-bank yang telah dibekukan antara lain BDNI, BUN dan Bank
Modern.
1. Pemerintah menutup 7 Bank Swasta Nasional diantaranya : Bank Surya, Bank Subentra, Bank
Istismarat, Bank Pelita, Bank Kokindo, Bank Deka dan Bank Centris.
2. Terjadi BTO oleh BPPN terhadap bank BDNI, Bank Danamon, Bank Umum Nasional, Bank Tiara
Asia, Bank PDFCI, Bank Modern dan Bank Exim.
Pada tanggal 29 Mei 1998, Bank Bank BCA diambil alih oleh pemerintah. Bank Nusa Internasional,
Bank Angkasa dan Bank Nasional Komersial dimerger dengan Bank Nasional.
Terjadi bank rush besar-besaran oleh masyarakat kepada bank menurn sejak terjadinya likuidasi bank.
Tujuh bank dibekukan ( BBO) dan 7 Bank diambil alih ( BTO).
Pemerintah menutup tiga bank swasta nasional yaitu Bank Umum Nasional, Bank Modern dan Bank
Dagang Nasional Indonesia.
Pemerintah kembali melakukan merger bank namun kali ini menjadi milik pemerintah yang artinya
pemerintah melakukan take over dan merger pada saat yang bersamaan. Bank yang dimerger adalah
Bank Dagang Nasional, Bank Bumi Daya, Bank Pembangunan Nasional dan Bank Exim dimerger nama
Bank Mandiri.
1. Terjadi penurunan modal bank menjadi Rp. 250 miliar yang semula sebesar Rp.1 triliun dengan
CAR sebesar 4%.
2. Terjadi kegagalan dengan tingkat paling parah sebesar grade 4 yaitu bank BAPINDO.
Bank Indonesia mengalihkan penagihan BLBI kepada BPPN sebesar Rp. 144,5 Triliun.
Pemerintah menerbitkan surat utang sebesar Rp. 64,5 triliun sebagai tambahan penggantian dana yang
dikeluarkan BI atas tagihan kepada bank yang dialihkan ke BPPN.
Pemerintah menutup 38 bank swasta nasional disertai dengan 29 bank BTO, 7 Bank direkapitalisasi.
Tanggal 21 April 1999 terjadi take over Bank niaga oleh pemerintah
- 23 -
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
Tahun; Bulan
URAIAN
Terjadi take over pada Bank Bali oleh Pemerintah
Bank Danamon merger dengan tujuh bank swasta nasional antara lain : Bank Pos, Bank Rama, Bank
Tiara, Bank Risjad salim Internasional, Bank Nusa Nasional, Bank Duta, Bank Jaya dan Bank Tamara.
Pemerintah menutup dua bank swasta nasional, Bank Prasidha Utama dan Bank Ratu.
Pemerintah melakukan merger pada bank swasta nasional antara lain : Bank Bali, Bank Universal, Bank
Patriot, Bank Prima Express dan Bank arthamedia menjadi Bank Permata
1999;0
2000;06
2000;1
2002; 09
Sumber : Lestano, et.al (2003)
Sementara itu, untuk Noise to Signal Ratio dan Periode Krisis Perbankan di Indonesia dapat dilihat pada tabel
berikut
Tabel 5.
Noise to Signal Ratio dan Probabiltas Krisis Perbankan
NSR
INDIKATOR
RER*
M2/Reserve
Inflasi *
GCE/GDP *
TOT *
Real interest *
CA GDP *
Real Dom Cred *
Cred Dom GDP *
Bank Res Aset
Real GDP Growth *
A
B
C
D
A/A+C
B/B+D
16
22
26
37
4
24
25
13
29
3
10
29
23
11
2
12
22
0
2
39
9
69
63
53
48
78
62
60
68
55
82
109
90
102
108
120
106
97
123
118
80
111
0.188235
0.258824
0.329114
0.435294
0.04878
0.27907
0.294118
0.160494
0.345238
0.035294
0.214286
0.084034
0.243697
0.184
0.092437
0.016393
0.101695
0.184874
0
0.016667
0.327731
0.075
Probabilitias
Krisis
(B/B+D) /
(A/A+C) PC=A/A+B
0.446429
0.941558
0.559077
0.212355
0.336066
0.364407
0.628571
0
0.048276
9.285714
0.35
0.615384615
0.431372549
0.530612245
0.770833333
0.666666667
0.666666667
0.531914894
1
0.935483871
0.071428571
0.666666667
Sumber : Data diolah
Keterangan : * : Indikator yang probabilitasnya > 50% dan NSR < 1
Hasil Estimasi Model Logit Krisis Perbankan
Tabel 6
Estimasi Model Logit Krisis perbankan
Variable
Coefficient
z-Statistic
CA_GDP
CRED_GDP
CRED_GRWTH
GCE
INF
REAL_GDP
RER
TOT
FINCONT
-6.964965
2.276862
3.127114
-264.9553
-0.365444
0.001648
0.001332
0.137810
-0.044405
-0.283943
0.301038
0.603468
-2.898405
-1.074913
1.773545
2.490601
0.031342
-2.981465
Mean dependent var
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Avg. log likelihood
0.144928
0.230088
6.829307
-25.28695
-0.183239
Prob.
0.7765
0.7634
0.5462
0.0038
0.2824
0.0761
0.0128
0.9750
0.0029
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
- 24 -
0.353310
0.496912
0.687820
0.574493
Keterangan:
CA_GDP : Cureent account per GDP
CRED_GDP : Domestic Credit per GDP
GCE
: Government Consumption
Expenditure
REAL_GDP : Pertumbuhan GDP Real
RER
: Real Exchange Rate
TOT
: Term of Trade
FINCONT : Financial Contigion
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
Hasil estimasi dengan menggunakan model logit
ditunjukkan bahwa beberapa variabel signifikan
dalam mempengaruhi krisis perbankan di Indonesia.
GCE dan FINCONT misalnya berpengaruh
signifikan sebesar 1% terhadap krisis perbankan,
kemudian RER sebesar 5% dan REAL_GDP sebesar
10%. Sedangkan sisanya tidak menunjukkan
pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi krisis
perbankan pada sampel Indonesia.
Analisis Krisis Utang
Periode Krisis Utang, NSR dan Probabilitas Indikator krisis
Tabel 7.
Krisis Utang di Indonesia
Tanggal
Keterangan
23 September 1998
13 April 2000
12 April 2002
8 November 2004
10 Mei 2005
17 Februari 2006
4 Agustus 2006
19 Desember 2006
14 Juni 2007
3 Agustus 2007
28 September 2007
Rescheduling utang sebesar $4,1 miliar yang jatuh tempo dari tanggal 6 Agustus 1998 hingga 30
Maret 2000.
Rescheduling utang sebesar $5,4 miliar yang jatuh tempo dari tanggal 1 April 2000 hingga 31
Maret 2002.
Rescheduling utang sebesar $5,5 miliar yang jatuh tempo dari tanggal 1 April 2002 hingga 31
Desember 2003.
Pemerintah Jerman menghapus utang Indonesia sebesar $60 juta dan dialihkan program
pendidikan dan pembangunan.
Rescheduling utang sebesar $2,7 miliar yang jatuh tempo dari 1 Januari 2005 hingga 31 Desember
2005.
Pengalihan utang oleh pemerintah Italia sebesar Rp 58 miliar untuk rehabilitasi di Nias dan
Nanggroe Aceh Darussalam.
Pemerintah Jerman mengalihkan utang sebesar Rp 1,08 triliun untuk program UKM dan teknologi
ramah lingkungan.
Pemerintah Jerman mengalihkan utang sebesar Rp 250 Miliar untuk Program rekonsturasi dan
rehabilitasi gedung sekolah yang hancur akibat gempa di Yogyakarta dan jawa Tengah.
Pengalihan utang pemerintah Italia sebesar Rp 110,176 miliar untuk proyek di Nanggroe Aceh
Darussalam.
Pengalihan utang untuk program pendidikan dari pemerintah Jerman sebesar Rp 250 miliar.
Pengalihan utang untuk program kesehatan dari pemerintah Jerman sebesar Rp 650 miliar.
Sumber: www.parisdeclub.org dan www.hukmas.go.id
Tabel 8.
Noise to Signal Ratio dan Probabiltas Krisis Utang
Variabel
EXPORT*
TOT*
CAGDP*
DEVISA*
DEBTGDP*
INFLASI*
GDPPERCAPITA
SAVING*
A
B
C
D
16
7
4
10
12
13
0
9
0
2
0
1
0
0
0
1
110
119
122
116
114
113
126
117
39
37
39
38
39
39
39
38
A/(A+C) B/(B+D)
12,70
5,56
3,17
7,94
9,52
10,32
0
7,14
0
5,15
0
2,56
0
0
0
2,56
Noise to
Probability
Signal Ratio of Crisis
0
0,92
0
0,32
0
0
0.36
100%
77,78%
100%
90,91%
100%
100%
90%
Sumber: Data diolah.
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa
seluruh variabel mampu memberikan sinyal
terhadap terjadinya krisis utang, kecuali variabel
PDB perkapita. Oleh karena itu, variabel PDB per
kapita tidak dapat dimasukkan ke dalam leading
indicators.
- 25 -
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
Hasil Estimasi Model Logit Krisis Utang
Selanjutnya, estimasi model logit untuk krisis utang sebagai berikut
 Pi 
 = 3,60 + 1,09EXPORT – 10,16TOT + 54,43CAGDP – 7,29DEVISA + 1,37DEBTGDP –
 1 - Pi 
KRISIS = 
Z-stat.
(0,95)
(0,39)
(-2,27)**
(2,56)*
(-0,80)
(1,05)
0,13INFLASI – 13,54SAVING + ε .................................................................. (9)
(-0,04)
(-0,59)
2
LR-stat. = 16,47** ; Prob. (LR-stat.) = 0,02 ; R MCF= 0,20
Ket: *,**,***
: Signifikansi pada nilai kritis 10 %, 5% dan 1%
Di mana: EKSPOR : Pertumbuhan ekspor, TOT: Term of trade, CAGDP (Rasio current account terhadap PDB riil),
DEVISA
(Pertumbuhan cadangan devisa), DEBTGDP (Rasio utang luar negeri pemerintah
terhadap PDB riil). INFLASI (Tingkat inflasi), SAVING (Pertumbuhan tabungan nasional).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis di atas, maka diperoleh
simpulan sebagai berikut :
1. Krisis nilai tukar yang melanda Indonesia terjadi
dalam 6 episode krisis mata uang. Epsiode
pertama terjadi pada tahun 1996 (Maret dan
Agustus), Episode kedua pada tahun 1997 - 1998
(Maret, Agustus, Oktober, Desember, Januari,
Februari, Juni), Episode ketiga pada 2000
(September). Episode keempat pada tahun 2004
(Juni), Episode kelima pada tahun 2005 (Juli),
Episode keenam pada tahun 2006 (Juni dan
Oktober). Epsiode terpanjang terjadi pada tahun
1997 - 1998, di mana terdapat 7 bulan krisis mata
uang dalam satu episode.
2. Krisis Perbankan terjadi pada bulan November
1992, April 1997, Agustus 1997, September
1997, November 1997, Desember 1997, Januari
1998, Februari 1998, April 1998, Mei 1998, Juni
1998, Juli 1998, Agustus 1998, Oktober 1998,
Desember 1998, Januari 1999, Februari 1999,
Maret 1999, April 1999, Juli 1999, Juni 2000,
Oktober 2000, September 2002, Desember 2004.
3. Krisis utang, baik yang utang yang bersifat
multilateral maupun bilateral, dialami oleh
Indonesia sebanyak sebelas kali. Pertama kali
terjadi pada bulan Agustus 1998, kemudian April
2000, April 2002, November 2004, Mei 2005,
Februari 2006, agustus 2006, Desember 2006,
Juni 2007, Agustus 2007 dan September 2007
4. Terdapat empat variabel yang memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap terjadinya krisis mata
uang di Indonesia, yaitu : Rasio antara Neraca
Transaksi Berjalan dengan GDP dan Rasio antara
M2 dengan Cadangan Devisa Luar Negri,
Tingkat Suku Bunga Amerika Serikat, Financial
Contagion
5. Terdapat tiga variabel yang memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap terjadinya krisis
perbankan di Indonesia, yaitu variabel financial
contagion, variabel real exchange rate dan
government consumption expenditure
6. Terdapat dua variabel yang memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap terjadinya krisis utang
luar negeri di Indonesia, yaitu variabel term of
trade dan rasio current account terhadap PDB riil.
Saran
Berdasarkan simpulan yang telah diperoleh, maka
pemerintah perlu mewaspadai beberapa leading
indicators yang secara signifikan mampu memprediksi terjadinya krisis nilai tukar, krisis perbankan dan
krisis utang, yaitu : Rasio antara Neraca Transaksi
Berjalan dengan GDP dan Rasio antara M2 dengan
Cadangan Devisa Luar Negeri, Tingkat Suku Bunga
Amerika Serikat, Financial Contagion, inflasi, kredit
domestik, pengeluaran pemerintah, pertumbuhan
ekspor, dan utang luar negeri. Oleh karena itu, saransaran yang dapat diberikan adalah:
- 26 -
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
1. Untuk variabel Rasio antara Neraca Transaksi
Berjalan terhadap GDP, pemerintah perlu
mewaspadai defisit dari neraca jasa karena defisit
dari neraca jasa cenderung lebih besar dari
surplus neraca barang. Langkah yang perlu
diambil adalah salah satunya dengan memperbaiki kinerja perusahaan domestik pengiriman
barang antarnegara sehingga mampu meningkatkan kredibilitas serta kepercayaan masyarakat
internasional.
2. Untuk variabel Rasio antara M2 dengan
Cadangan Devisa Luar Negri, Bank Sentral perlu
memperhatikan tingkat M2 (M1 ditambah
dengan time deposit) dan menjaga nilainya agar
tidak jatuh dengan cara menjaga kepercayaan
masyarakat pada sistem perbankan kita.
3. Untuk variabel Tingkat Suku Bunga Amerika
Serikat, Bank Indonesia selaku pembuat
kebijakan moneter, harus menjaga tingkat suku
bunga deferensial dengan juga mempertimbangkan tingkat inflasi domestik.
4. Untuk variabel Financial Contagion (efek
penyebaran) mencerminkan variable ini
berpengaruh terhadap terjadinya krisis di
Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu
melakukan tindakan preventif dengan
5.
6.
7.
8.
9.
memperkuat kerja sama dengan negara-negara
maju di Asia, seperti Korea Selatan dan Jepang
dan negara-negara ASEAN untuk menggalang
dana cadangan bersama (stand by loan) yang
dapat digunakan sewaktu - waktu apabila ada
serangan terhadap sektor keuangan.
Untuk variabel term of trade dan inflasi, yang
perlu diwaspadai oleh pemerintah adalah
merosotnya term of trade dan tingginya tingkat
inflasi akibat kenaikan harga minyak dunia dari
waktu ke waktu, mengingat Indonesia bukan lagi
sebagai net-eksportir, melainkan net-importir.
Untuk variabel kredit domestik, pemerintah perlu
mengawasi bank dalam memberikan pinjaman
Untuk variabel pengeluaran pemerintah, pemerintah perlu berhati-hati didalam pengeluaran dan
perlu memperhatikan fiscal suistanability
Untuk variabel pertumbuhan ekspor, yang perlu
dilakukan oleh pemerintah adalah dengan cara
meningkatkan kualitas dan mutu produk
domestik, sehingga mampu bersaing dengan
produk asing
Untuk variabel utang luar negeri pemerintah,
yang perlu dilakukan adalah dengan mengoptimalkan manajemen dalam pengelolaan utang.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Adiningsih, S., D.N. Setiawati, and Sholihah. 2002.Early Warning Systems ForMacroeconomic Vulnerability
in Indonesia. Final Report. EADN Regional Project.
Bank Indonesia.Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Berbagai Nomor Penerbitan.
Berg, A. and C. Pattillo.1999.Predicting currency crises: the indicator approach an alternative. Journal of
International Money and Finance: 18 (4), 561-586.
Berg, A., E. Borensztein and C. Pattillo. 2003.Assessing early warning systems: how have they worked in
practice?.IMF Working Paper.International Monetary Fund. Washington D.C.. forthcoming.
Bussiere, Matthieu andF. Marcel. 2002.Toward A New Early Warning System of Financial Crises.European
Central Bank Working PaperNo. 145.
Ciarlone, Alessio and T. Giorgio. 2005.An Early Warning System for Debt Crisis. Emerging Market
Review 6: p. 376-395.
Demirguc-Kunt, A. And E. Detrgiache.1997.The Determinants of Banking Crises in Developing and
Developed Countries. IMF Working Paper : 106.
__________.2000, Monitoring Banking Sector Fragility: a Multivariate Logit Approach.World Bank
Economic Review : 14(2), 287-307.
Edison, H.J. 2003.Do Indicators of FinancialCrises Work? An Evaluation an Early Warning System.
International Journal of Finance and Economics: 8 (1), 11-53
- 27 -
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
Eichengreen, B. And C. Arteta. 2000.Banking Crises in emerging markets: presumptions and evidence.Centre
for International and Development Economics Research, California, Berkley.Working Papers 115.
Eichengreen, B. And R.Portes. 1987.The Anatomy of Financial Crises. in R. Portes and A.K. Swoboda.
Editors:Threatsto International Financial Stability. Cambridge:Cambridge University Press. 10-58.
Goldstein, Kaminsky and Reinhart.2000.Assesing Financial Vulnerability: An Early Warning System for
Emerging Markets. Washington DC: Institute for International Economics.
Grauwe, P.and M. Grimaldi. 2002.Exchange Rate Regimes And Financial Vulnerabilit. EIB Papers.Vol 7. No.2
Hadad, M.D ., W.Santoso dan B. Arianto. 2003. Indikator Awal Krisis Perbankan .
htt p: ww w.bi .go .id /N R/r d on lyr es /4 7E 2E D 4- 9B 4D - 4E F- 99 7D 3 61 21 DB D7 C2E /1 40 1/
IndikatorAwalKrisisPerbankan.pdf.
Handoyo, R.D. 2006.Early Warning System of Financial Crisis-Implementation of a Currency Crises Model
for Indonesia. Majalah Ekonomi.Tahun XVI, no.3.Desember, pp.245-260.
Heun, M and T. Schelink. 2004.Early Warning Systems of Financial Crises-Implementation of Currency Crisis
Model for Uganda.HfB-Business School of Finance and Management: 59.
http//:www.parisdeclub.com.
International Financial Statistics. http:// www.ifs.apdi.net.
Kunt, D.A. andD. Enrica. 1998. The Determinants of Banking Crises in Developed and developing Countries.
International Monetary Fund: IMF Staff Paper: Vol. 45, No.1.
Kaminsky, G., S. Lizondo , and C.M Reinhart. 1997.Leading Indicators Of Currency Crises. Washington DC:
IMF. July, IMF Working Paper 97/98.
___________.1998.Currency and Banking Crisis: The Early Warning of Distress.International Finance
Discussion Po.629, Board Of Governors of the Federal Reserve System.
Kaminsky,G and C.M. Reinhart. 1999.The Twin Crisis: The Causes of Banking Crises and Balance Of Payment
Problems.The American Economic Review: June. pp.473-500.
Krugman, Paul. 2001. The Return Of Depression Economics. Terjemahan. Bandung: Ganesa.
Lanoie, P. and S. Lemarbre. 1996.Three approaches to predict the timing and quantity of LDC debt
rescheduling.Applied Economics: 28(2), 241–246.
Lestano, J.J. and G.H. Kuper. 2003. Indicator Financial Crises Do Work! An Eraly-Warning System for Six
Asian Countries. University of Groninghen: NAKE Research. December
Marchesi, S. 2003.Adoption of an IMF Programme and Debt Rescheduling. Journal of Development
Economics: 70(2), 403–423.
Rogoff, K.1999.International Institutions for Reducing Global Financial Instability. Journal of Economic
Perspectives: 13(4), 21-42.
Sachs, J.D., A. Tornell and A. Velasco. 1996.Financial Crises in Emerging Markets: the Lessons from 1995
(with comments and Discussions). Brooking paper on Economic Activity: 1, 147-198.
Suminto. 2006. Rescheduling Utang Luar Negeri Pemerintah melalui Paris Club. Majalah Treasury Indonesia:
No. 1/2006.
Statistical Year Book of Indonesia BPS. Jakarta:BPS.
Sussangkarn, Chalongphob . 2002. Indicators And Analysis Of Vulnerability to Currency Crises:
A Synthesis Report . EADN Project.
Tambunan,Tulus. 2002. Building An Early Warning System For Indonesia with Signal Approach .
Paper Prepared for EADN Meeting. Singapore: Juni 25-27.
Zhang, Z. 2001.Speculative Attacks in the Asian Crises. IMF Working Paper: 189, IMF
- 28 -
Download