J Kedokter Trisakti Vol.23 No.4 Perbandingan kadar gula darah sewaktu pada kedua jenis stroke Riani Indiyarti Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ABSTRAK Membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik secara cepat adalah langkah yang paling penting karena penatalaksanaannya berbeda. Cara yang paling akurat adalah pemeriksaan computerized tomography (CT) scan. Tetapi karena keterbatasan fasilitas dan biaya, tidak semua pasien stroke dapat melaksanakan pemeriksaan CTscan. Pada stroke fase akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Hiperglikemia memperburuk defisit neurologik dan meningkatkan mortalitas. Pemeriksaan gula darah sewaktu adalah pemeriksaan yang mudah dan cepat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kadar gula darah sewaktu antara stroke hemoragik dan stroke iskemik untuk membantu diagnosis jenis stroke. Penelitian comparative cross sectional dilakukan pada 40 penderita stroke iskemik dan 40 penderita stroke hemoragik fase akut yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Diagnosis jenis stroke ditetapkan dengan computerized tomography scan. Dilakukan klasifikasi derajat defisit neurologik berdasarkan skala National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) dan klasifikasi penderita stroke iskemik menurut Bamford. Pengumpulan data meliputi pemeriksaan gula darah sewaktu, hemoglobin adult type 1c (HbA1c) dan pengambilan data lainnya. Rata-rata kadar gula darah sewaktu stroke hemoragik lebih tinggi secara bermakna daripada stroke iskemik (stroke hemoragik 134,3 ± 28,3 mg/dL, stroke iskemik 107,2 ± 21,9 mg/dL), sehingga kadar gula darah sewaktu dapat membantu diagnosis jenis stroke apabila digabungkan dengan sistem skoring dan pemeriksaan sederhana lainnya. Kata kunci : Kadar gula darah sewaktu, stroke, hemoragik, iskemik Comparisson of non-fasting blood glucose level in both types stroke ABSTRACT To differentiate hemorrhagic from ischemic stroke is the most important step in the management of acute stroke because the clinical management of these two disorders differs substantially. The most accurate method for distinguishing hemorrhagic from ischemic stroke is computerized tomography (CT) scan. However some patients do not have access to CT facilities. Increased blood glucose concentration at the time of stroke appear to be associated with poor outcome. The aim of this study is to know the association between non-fasting blood glucose level and stroke type. This is a comparative cross sectional study in 40 acute ischemic stroke patients and 40 acute hemorrhagic stroke patients that were suitable with inclusion and exclusion criteria’s. The nonfasting blood glucose level, brain CT-scan, neurologic deficit status, Bamford’s classification of ischemic stroke, hemoglobin adult type 1c (HbA1c) and others data were taken. The average hemorrhagic stroke blood glucose level is significantly higher than ischemic stroke (hemorrhagic stroke 134.3± 28.3 mg/dL, ischemic stroke 107.2 ± 21.9 mg/dL). This finding suggested that non-fasting blood glucose level might be used as mean differentiating hemorrhagic from ischemic stroke when collected together with scoring system and other simple laboratory test. Keywords : Non-fasting blood glucose level, stroke, hemorrhagic, ischemic 115 Indiyarti PENDAHULUAN Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia dan penyebab kecacatan pada usia produktif dan usia lanjut. (1) Menurut Survei Kesehatan Nasional tahun 2001, penyakit sirkulasi (pembuluh darah dan penyakit jantung) merupakan penyebab utama kematian penduduk Indonesia sebesar 26,3% dan terbanyak pada usia ≥ 55 tahun.(2) Angka kejadian stroke makin meningkat di Indonesia sesuai dengan perubahan pola hidup.(3) Berdasarkan sifat lesi serebral, stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan hemoragik (perdarahan). Sekitar 80% kasus stroke adalah iskemik dan 20% lainnya merupakan hemoragik. Membedakan stroke iskemik dan hemoragik adalah langkah yang paling penting dalam penatalaksanaan stroke akut karena secara prinsip penatalaksanaannya berbeda. Cara yang paling akurat untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik adalah dengan pemeriksaan computerized tomography (CT) scan otak.(4) Tidak semua pasien stroke dapat melaksanakan pemeriksaan CT-scan. Di Indonesia hanya sebagian kecil rumah sakit yang mempunyai peralatan CTscan dan terbatas pada kota-kota besar. Di samping itu keterbatasan sosial ekonomi masyarakat juga merupakan hambatan untuk dilakukannya pemeriksaan CT-scan. Sistem skor berdasarkan data klinis yang didapatkan dari pemeriksaan pada saat pasien datang dapat membedakan stroke hemoragik dengan stroke iskemik. Sistem skor yang telah diformulasikan antara lain adalah The Allen score (Guy’s Hospital score/GHS), The Siriraj stroke score (SSS), The Besson score serta Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM). (4-7) Idealnya cara-cara tersebut harus mempunyai nilai prediktif 100%, tetapi semua sistem skor tidak dapat memenuhi ketentuan tersebut. (4,8) Di Bagian Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) / Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo telah dilakukan penelitian laboratorium dari sampel darah untuk membedakan stroke iskemik dan hemoragik. Kasim (1998) mendapatkan bahwa jumlah lekosit total dan persentase lekosit polymorphomiclens (PMN) secara bermakna lebih tinggi pada stroke 116 Kadar gula darah dan stroke hemoragik dibanding iskemik, sedangkan agregasi trombosit meninggi dan kadar hematokrit secara bermakna ditemui meningkat pada stroke iskemik.(9) Pramadya (1998) mendapatkan perbedaan yang bermakna antara kadar neuron spesifik enolase (NSE) serum pada penderita stroke iskemik dan hemoragik di mana kadar NSE serum pada stroke iskemik lebih tinggi dari hemoragik.(10) Davis melaporkan bahwa 6-11% penderita stroke mengalami hiperglikemia non diabetes [terjadi peningkatan kadar gula darah dengan hemoglobin adult type 1c (HbA1c) normal].(11) Berbagai penelitian menunjukkan adanya hiperglikemia relatif pada stroke hemorhagik dan iskemik masing-masing sebesar 30-63%, dan 26,1 - 47,6%.(12,13) Peningkatan kadar gula darah puasa reaktif pada penderita stroke hemoragik mencapai puncaknya pada hari kedua, menurun pada hari ketiga dan menjadi stabil kembali pada hari keempat dan kelima.(13) Hiperglikemia reaktif pada stroke fase akut merupakan respons terhadap stres dan berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk.(11,14-20) Interaksi antara evaluasi klinis dan hasil laboratorium yang cepat merupakan hal yang penting dalam penatalaksanaan stroke akut, maka cara-cara yang mudah dikerjakan dan tidak memerlukan waktu yang lama merupakan prioritas dalam menegakkan diagnosis stroke.(4) Pemeriksaan gula darah sewaktu adalah pemeriksaan yang mudah dan cepat diketahui hasilnya, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan kadar gula darah sewaktu antara stroke hemoragik dan iskemik pada penderita yang mengalami stroke akut. METODE Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional menggunakan rancangan comparative cross sectional. Sampel Sebanyak 40 orang penderita stroke iskemik dan 40 orang penderita stroke hemoragik yang J Kedokter Trisakti dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada bulan Juli 2001 – Mei 2002, didiagnosis secara klinis dan menggunakan CT-scan otak dipilih sebagai sampel. Kriteria inklusi pemilihan sampel adalah : (i) penderita yang mengalami serangan pertama stroke, (ii) berusia 4565 tahun, (iii) onset 48 jam pertama. Sedangkan kriteria eksklusi adalah : (i) penderita transient ischemic attacks, (ii) stroke like syndrome (misal : perdarahan subdural), (iii) pernah mengalami stroke sebelumnya, (iv) dalam 2 minggu terakhir menggunakan terapi steroid, (v) menderita infark miokard akut, dan (vi) menderita salah satu jenis penyakit berikut diabetes melitus, koma ketoasidosis diabetika, koma hiperosmolar non ketotik, atau koma hipoglikemia. Cara kerja Pasien stroke yang sesuai kriteria inklusi dan bersedia untuk ikut serta penelitian dimasukkan dalam penelitian ini. Dilakukan pencatatan, anamnesis, pemeriksaan klinis umum dan pemeriksaan neurologik untuk menentukan derajat defisit neurologik menurut skala National Intitutes of Health Stroke Scale (NIHSS) (ringan : NIHSS <4, sedang : NIHSS 4-15, berat : NIHSS >15) dan klasifikasi penderita stroke iskemik menurut Bamford (lacunar infarct/LACI, partial anterior circulation infarct/PACI, total anterior circulation infarct/TACI, posterior circulation infarct/POCI). Setelah itu diambil darah vena 3 cc untuk pemeriksaan gula darah sewaktu saat pasien masuk rumah sakit. Dicatat waktu antara pengambilan darah dan onset stroke serta waktu makan terakhir. Gula darah sewaktu langsung diperiksa di laboratorium instalasi gawat darurat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan menggunakan metoda enzimatik yaitu menggunakan alat Microlab 100 (Merck) dengan regensia Radox. Sedangkan untuk pemeriksaan HbA1c, darah vena sebanyak 3 cc diambil pada hari kerja berikutnya. Setelah dicampur EDTA, dilakukan pemeriksaan dengan cara kromatografi di laboratorium penelitian Patologi Klinik FKUI / RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Dilakukan pemeriksaan CT-scan otak untuk menentukan jenis stroke. Vol.23 No.4 Analisis data Uji kai-kuadrat digunakan untuk menguji kesetaraan jenis kelamin dan derajat defisit neurologik (nilai NIHSS) kedua kelompok jenis stroke. Uji Mann Whitney digunakan untuk membandingkan waktu antara onset sampai dengan pengambilan darah dan waktu antara makan terakhir sampai dengan pengambilan darah pada kedua kelompok jenis stroke. Uji-t digunakan untuk menguji kesetaraan umur, kadar HbA1c dan untuk menguji perbedaan rata-rata kadar gula darah antara kedua jenis stroke. HASIL Penelitian ini dilakukan terhadap 80 penderita stroke iskemik dan hemoragik. Perbandingan jenis kelamin laki-laki dan wanita besarnya 2,3 : 1. Perbandingan jenis kelamin pada stroke hemoragik adalah 3 : 1, lebih tinggi dibandingkan stroke iskemik sebesar 1,8 : 1. Defisit neurologik yang dialami penderita stroke hemoragik sebagian besar adalah derajat berat (NIHSS >15) sedangkan defisit neurologik penderita stroke iskemik sebagian besar adalah derajat sedang (NIHSS 4-15). (Gambar 1) 30 25 20 15 Ringan 10 Sedang Berat 5 0 Stroke hemoragik Stroke iskemik Gambar 1. Sebaran derajat defisit neurologik subyek penelitian menurut jenis stroke Penderita stroke iskemik sebagian besar (87,5%) dalam kondisi sadar (compos mentis), sedangkan penderita stroke hemoragik lebih banyak mengalami penurunan kesadaran, hanya 30% dalam kondisi compos mentis. (Gambar 2) 117 Indiyarti Kadar gula darah dan stroke 35 30 25 20 Compos mentis 15 Somnolen 10 Soporous 5 0 Stroke hemoragik Stroke iskemik Gambar 2. Sebaran tingkat kesadaran subyek penelitian menurut jenis stroke Pada pengelompokkan menurut klasifikasi Bamford untuk penderita stroke iskemik, lebih banyak (67,5%) masuk klasifikasi LACI (infark lakunar). (Gambar 3) 30 25 20 LACI 15 PACI TACI 10 POCI 5 0 Stroke iskemik Gambar 3. Klasifikasi Bamford pada stroke iskemik Kesetaraan antara kedua jenis stroke Jenis kelamin, umur dan kadar HbA1c antara kedua kelompok jenis stroke tidak berbeda secara bermakna. Waktu antara onset stroke sampai dengan pengambilan sampel darah pada kelompok stroke iskemik lebih lama dari stroke hemoragik, sedangkan waktu antara makan terakhir sampai dengan pengambilan sampel darah pada kelompok stroke hemoragik lebih lama dari stroke iskemik. Derajat defisit neurologik antara kedua kelompok jenis stroke berbeda secara bermakna. Rata-rata kadar gula darah stroke hemoragik (134,3 ± 28,3 mg/dL) lebih tinggi secara bermakna (p=0,000) daripada stroke iskemik (107,2 ± 21,9 mg/dL) (Tabel 1). PEMBAHASAN Jenis kelamin mempengaruhi metabolisme gula darah, maka pada penelitian ini perlu dilihat sebaran jenis kelamin pada kedua jenis stroke yang dibandingkan. Ternyata sebaran jenis kelamin pada stroke hemoragik tidak berbeda bermakna dengan stroke iskemik. Umur mempengaruhi metabolisme gula darah. Usia lanjut yang sehat menunjukkan peningkatan gula darah puasa 1 mg/dL atau 0,6 mmol/L per dekade dan peningkatan gula darah akibat respon terhadap tes toleransi glukosa sebanyak 5 mg/dL atau 0,28 mmol/L per dekade. Menurut kriteria National Diabetes Data Group, sekitar 10% usia lanjut mengalami intoleransi glukosa.(21) Tabel 1. Perbandingan beberapa variabel penting pada kedua jenis stroke 118 J Kedokter Trisakti Pada usia lanjut juga terjadi respons abnormal terhadap stres, sehingga serum kortisol meningkat lebih tinggi pada usia lanjut. Oleh karena itu pada penelitian ini umur subyek penelitian dibatasi 4565 tahun dan tidak terdapat perbedaan umur yang bermakna antara penderita stroke hemoragik dan iskemik. Selain sebaran jenis kelamin dan umur, kadar HbA1c pada penderita stroke hemoragik dan stroke iskemik juga tidak berbeda secara bermakna. Rata-rata jarak waktu antara onset stroke sampai pengambilan darah dan rata-rata jarak waktu antara makan terakhir sampai pengambilan darah berbeda secara bermakna antara penderita stroke hemoragik dan iskemik. Walaupun rata-rata jarak waktu antara makan terakhir sampai dengan pengambilan darah berbeda, tetapi rata-rata jarak waktu pada kedua kelompok jenis stroke telah melebihi waktu toleransi glukosa. Tes toleransi glukosa pada orang normal menunjukkan bahwa 2 jam setelah pemberian glukosa, gula darah akan kembali normal. Pada kedua kelompok jenis stroke, jarak waktu antara makan terakhir dengan pengambilan darah telah melebihi 2 jam (Tabel 1). Derajat defisit neurologik/skala NIHSS berbeda bermakna antara stroke hemoragik dengan stroke iskemik. Penderita stroke hemoragik mengalami derajat defisit neurologik yang lebih berat, lebih cepat dibawa ke rumah sakit sehingga jarak waktu antara onset sampai dengan pengambilan darah lebih pendek. Sebagian besar penderita stroke hemoragik mengalami penurunan kesadaran, tidak dapat diberi makan/minum secara oral sehingga jarak waktu antara makan terakhir dengan pengambilan darah lebih panjang. Rata-rata kadar gula darah sewaktu berbeda bermakna antara stroke hemoragik (134,3 ± 28,3 mg/dL) dengan iskemik (107,2 ± 21,9 mg/dL). Penderita stroke hemoragik menunjukkan kadar gula darah sewaktu yang lebih tinggi daripada stroke iskemik, sesuai dengan derajat defisit neurologik yang lebih berat meskipun jarak waktu antara onset sampai pengambilan darah lebih pendek dan jarak makan terakhir sampai pengambilan darah lebih panjang. Hal ini menunjukkan adanya stres yang lebih besar dan respon terhadap stres yang lebih kuat pada stroke hemoragik. Rata-rata gula darah pada stroke hemoragik adalah 134,3 mg/dL dengan Vol.23 No.4 rata-rata jarak waktu antara makan terakhir sampai dengan pengambilan darah 9,7 jam, sehingga dapat diasumsikan sebagai gula darah puasa (minimal puasa 8 jam). Dengan demikian dapat dikatakan pada penderita stroke hemoragik terdapat hiperglikemia reaktif (gula darah puasa >110 mg/ dL). Terdapat beberapa asumsi yang dapat menerangkan mengapa gula darah stroke hemoragik lebih tinggi daripada stroke iskemik. Peningkatan tekanan intra kranial lebih banyak dan lebih cepat terjadi pada stroke hemoragik. Inflamasi akut juga akan mengaktivasi aksis hypothalamic-pituitaryadrenal (HPA) melalui aksi integrasi dari proinflamatory cytokines. Adrenocorticotropin hormone (ACTH) yang diinduksi cytokines (TNF / tumor necrotizing factor), IL-1, IL-2,IL-6 akan mengaktivasi sekresi CRH (corticotrophin releasing hormone) dan arginin vasopressin (AVP) dari hipotalamus, ekspresi gen proopiomelanocortin (POMC) hipofise yang akan menghasilkan peningkatan kortisol.(22) Pada stroke hemoragik, inflamasi disebabkan kerusakan jaringan dan adanya darah di luar pembuluh darah yang bersifat sebagai benda asing. Meskipun berbeda bermakna, tetapi rata-rata kadar gula darah sewaktu pada kedua jenis stroke relatif tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan umur subyek penelitian dibatasi 45-65 tahun. Apabila dilakukan penelitian pada usia lanjut kemungkinan didapatkan rata-rata kadar gula darah sewaktu yang lebih tinggi karena pada usia lanjut terdapat respon yang lebih kuat terhadap stres (kortisol meningkat lebih tinggi). (21) Sehingga dapat dikatakan hiperglikemia reaktif pada stroke usia muda relatif tidak begitu tinggi. Kondisi ini dapat memberikan tambahan keterangan bahwa outcome dan prognosis stroke usia muda lebih baik karena hiperglikemianya lebih ringan, sehingga efek buruk hiperglikemia lebih ringan. Bila dikaji lebih lanjut ternyata penderita stroke iskemik sebagian besar tidak mengalami penurunan kesadaran (compos mentis 87,5%). Hal ini sesuai dengan penelitian Zacharia (1994) yang mendapatkan perbedaan bermakna dan hubungan linier antara beratnya penurunan kesadaran dengan terjadinya hiperglikemia reaktif.(13) Sebagian besar subyek penelitian stroke 119 Indiyarti iskemik termasuk klasifikasi lacunar infarct / LACI (67,5%), sehingga timbul pemikiran bahwa infark lakunar tidak menyebabkan hiperglikemia reaktif. Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kadar gula darah dengan klasifikasi Bamford pada stroke iskemik. Baik hiperglikemia maupun hipoglikemia dapat memperberat kerusakan neuron. Hipoglikemia menyebabkan abnormalitas regulasi pH intraselular, sintesis protein, fungsi membran, metabolisme asam amino dan pelepasan neurotransmiter. Hiperglikemia, baik pada hiperglikemia reaktif maupun pada diabetes mellitus, menyebabkan asidosis intraselular yang berakibat kerusakan neuron, jaringan glial dan jaringan vaskular, sehingga hiperglikemia berhubungan dengan outcome yang lebih buruk.(20,22-25) Oleh karena itu mempertahankan kondisi normoglikemia menjadi bagian yang penting dalam penatalaksanaan stroke.(26) Kadar gula darah diusahakan secepat mungkin dikontrol dalam rentang 100-150 mg/dL. Sedangkan untuk penderita diabetes mellitus, disarankan target gula darah antara 100-200 mg/ dL.(27,28) Kadar gula darah dan stroke yang tidak dapat melaksanakan pemeriksaan CTscan. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Dr. Fachrida Moeliono SpS(K) Alm dan Dr. Jofizal Jannis SpS(K) yang telah membimbing penelitian ini serta kepada Dr. Joedo Prihartono MPH yang telah membimbing metodologi dan statistik. Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. KESIMPULAN Kadar gula darah sewaktu stroke hemoragik lebih tinggi daripada stroke iskemik, sehingga pemeriksaan gula darah sewaktu dapat membantu menegakkan diagnosis jenis stroke apabila digabungkan dengan sistem skoring dan pemeriksaan laboratorium sederhana lainnya 5. 6. SARAN 7. Diperlukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar dan rentang usia yang lebih luas untuk mendapatkan titik potong (cut off point) kadar gula darah sewaktu antara stroke hemoragik dan stroke iskemik yang lebih tepat. Disarankan penelitian dengan menggabungkan nilai kadar gula darah sewaktu dengan sistem skoring dan pemeriksaan laboratorium sederhana lainnya untuk menentukan jenis stroke sehingga dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas sistem skoring untuk diagnosis jenis stroke pada pasien 120 8. 9. Wolf PA, Cobb JL, D’Agostino RB. Epidemiology of stroke. In: Barnett HJM, Stein BM, Mohr JP, Yatsu FM. Stroke: pathophysiology, diagnosis and management. 2 nd ed. New York: Churchill Livingstone. 1992. p. 3-27. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Survei Kesehatan Nasional tahun 2001. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia. Kelompok Study Serebrovaskular dan Neurogeriatri. PERDOSSI. 1999. Bogousslavsky J, Castillo V. What is the place of clinical assessment in acute stroke management ? In: Bogousslavsky J, editor. Acute stroke treatment. London: Martin Dunitz Ltd. 1997. p. 15-31. Sandercock PAG, Allen CMC, Corston RN, Harrison MJG, Warlow CP. Clinical diagnosis of intracranial haemorrhage using Guy’s Hospital Score. BMJ 1985; 291: 1675-77. Poungvarin N, Viriyavejakul A, Komotri C. Siriraj stroke score and validation study to distinguish supretentorial intracerebral haemorrhage from infarction. BMJ 1991; 302: 1565-7. Lamsudin R. Algoritma stroke Gadjah Mada – Penerapan klinis untuk membedakan stroke perdarahan intraserebral dengan stroke iskemik akut atau stroke infark. Berkala Ilmu Kedokteran 1997; 29: 11-6. Weir CJ, Murray GD, Adams FG, Muir KW, Grosset DG, Lees KR. Poor accuracy of stroke scoring systems for differential clinical diagnosis of intracranial haemorrhage and infarction. Lancet 1994; 344: 999-1002. Kasim Y. Perbedaan nilai komponen korpuskular darah dan fibrinogen pada stroke iskemik dan hemoragik akut. Tesis. 1998. J Kedokter Trisakti 10. Pramadya G. Uji diagnostik neuron spesifik enolase pada penderita stroke iskemik dan stroke perdarahan di bagian neurology RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Tesis. 1998. 11. Davis SM. New information about managing temperature, blood pressure and glucose in acute ischemic stroke. Ann Am Neurol 2000: 2FC.00.112. 12. Kooten F, Hoogerbrugge N, Naarding P, Koudstaal PJ. Hyperglycaemia in the acute phase of stroke is not caused by stress. Stroke 1993; 24: 1129-32. 13. Zacharia TS. Hiperglikemia reaktif pada stroke fase akut. Tesis Bagian Neurologi FKUI. 1994. 14. Slowik A, Zwolinska G, Tomik B, WyrwiczPetkow U, Szczudlik A. Prognostic significance of transient hyperglycemia in acute phase of ischemic stroke. Neurol Neurochir Pol. 1998; 32: 317-29. 15. Kagansky N, Levy S, Knobler H. The role of hyperglycemia in acute stroke. Arch Neurol. 2001; 58: 1209-12. 16. Capos SE, Hunt D, Malmberg K, Pathak P, Gerstein HC. Stress hyperglycemia and prognosis of stroke in nondiabetic and diabetic patients. Stroke. 2001; 32: 2426. 17. Christensen H, Boysen G. Blood glucose increases early after stroke onset: a study on serial measurements of blood glucose in acute stroke. Eur J Neurol. 2002; 9: 297-301. 18. Mazighi M, Amarenco P. Hyperglycemia: a predictor of poor prognosis in acute stroke. Diabetes Metab. 2001; 27: 718-20. 19. Bruno A, Biller J, Adams Hp, Clarke WR, Woolson RF, Williams LS, et al. Acute blood glucose level and outcome from ischemic stroke. Neurology 1999; 52: 280-4. Vol.23 No.4 20. Weir CJ, Murray GD, Dyker AG, Lees KR. Is hyperglycaemia an independent predictor of poor outcome after acute stroke ? Results of a long term follow up study. Br Med J 1997; 314: 1303-6. 21. Greenspan SL, Resnick NM. Geriatric endocrinology. In: Greenspan FS, editor. Basic and clinical endocrinology. 3rd ed. Appleton & Lange. 1991. p. 741-56. 22. Melmed S. Disorders of the anterior pituitary and hypothalamus. In : Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jamesan JL, editors. Harrison’s principles of internal medicine. 15th ed. Mc Graw-Hill. New York. 2001: 2029-52. 23. Bruno A, Levine SR, Frankel R, Brott TG, Lin Y, Tilley BC, et al. Admisson glucose level and clinical outcomes in the NINDS rt-PA stroke trial. Neurology 2002; 59: 669-74. 24. Demchuk AM, Morgenstern LB, Krieger DW, Chi TL, Hu W, Wein TH, et al. Serum glucose level and diabetes predict tissue plasminogen activator – related intracerebral hemorrhage in acute ischemic stroke. Stroke 1999; 30: 34-9. 25. Bhalla A, Sankaralingam S, Tilling K, Swaminathan R, Wolfe C, Rudd A. Effect of acute glycaemic index on clinical outcome after acute stroke. Cerebrovasc Dis 2002; 13: 95-101 26. Deibert E., Diringer MN. The intensive care management of acute ischemic stroke. The Neurologist 1999; 5: 313-25. 27. Krieger D., Hacke W. Intesive care treatment of ischemic stroke. In: Bogouslavsky J, editor. Acute stroke treatment. London Martin Dunitz .1997. p. 79-108. 28. Whitehouse FW. Management of diabetes in stroke. Primer on cerebrovascular disease. Academic Press 1997. p. 689-91. 121