NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 Rp 7000,- ( Luar Aceh Rp 10.000,- ) MODUS ACEH 2 Redaksi NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 TABLOID BERITA MINGGUAN MODUS ACEH BIJAK TANPA MEMIHAK P e n a n g g u n g j awa b / Pimpin an Red aksi Pimpinan Redaksi Muhammad Saleh Direktur Usaha Agusniar Man a ger Mana liput an liputan Juli Saidi Editor Salwa Chaira Kar tunis/Design Kartunis/Design Grafis Rizki maulana Pemasaran/Sirkulasi Firdaus, Hasrul Rizal, Ghifari Hafmar iklan M. Supral iklan/Sirkulasi Lhokseuma we/a ceh Lhokseumawe/a we/aceh ut ara utara mulyadi Sekret aria t/ADM ta at Yulia Sari Kep ala B a gian Keuang an Kepala Agusniar Bagian I T Joddy Fachri Wa r taw a n rt Muhammad Saleh Juli Saidi ZULHELMI azhari usman Bupati Aceh Selatan Usut Kasus Penitipan 30 Nama Tes Guru Kontrak T erkait pengakuan Direktur Politeknik Aceh Selatan (Poltas) yang dimuat media massa bahwa adanya titipan 30 nama dalam rekrutmen guru kontrak di Aceh Selatan, dengan ini kami sampaikan sangat menyesalkan tindakan tersebut dan kami mendesak Bapak Bupati Aceh Selatan, HT Sama Indra, untuk mengusut siapa saja oknum Dinas Pendidikan Aceh Selatan yang melakukan hal tersebut. Meskipun nama-nama yang dititipkan tersebut telah ditolak Direktur Poltas, tetapi setidaknya Dinas Pendidikan Aceh Selatan sudah mempunyai niat untuk berlaku tidak adil, tidak profesional, adanya upaya intervensi kekuasaan terhadap tes guru kontrak tersebut dan telah mencoreng citra Pemerintahan Aceh Selatan di mata masyarakat. Perilaku tersebut sangat kontra produktif dengan arahan Bupati Aceh Selatan HT Sama Indra kepada para pejabat di lingkungan Pemkab Aceh Selatan dalam berbagai kesempatan, seperti saat melakukan pengukuhan Satgas Saber Pungli di Aceh Selatan beberapa waktu yang lalu. Bupati dengan jelas meminta para pejabat di lingkup Pemkab Aceh Selatan untuk membuat prestasi setinggi mungkin, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Selain itu, Dinas Pendidikan Aceh Selatan juga tidak patuh terhadap instruksi bupati dan dengan sengaja tidak menaati salah satu misi Pemerintah Aceh Selatan yaitu memperkuat tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Pemerintah Aceh Selatan dalam hal ini Bapak Bupati harus melakukan evaluasi terhadap Dinas Pendidikan Aceh Selatan secara tuntas. Siapa pun yang terlibat baik yang bertindak di lapangan atau yang memberi perintah penitipan tersebut, harus ditindak secara tegas. Jika diperlukan, harus menonaktifkan atau siapa pun yang terlibat dalam kasus tersebut jika memang terbukti berdasarkan fakta-fakta yang ada. Saya pikir, tidak susah untuk mengusut kasus ini karena memang pintu awalnya sudah ada dengan pengakuan dari Direktur Poltas tersebut. Ini sangat penting. Selain untuk menjawab persoalan yang terjadi dalam proses rekrutmen guru kontrak di Aceh Selatan, juga membersihkan Pemerintahan Aceh Selatan dari perilaku-perilaku yang tidak terpuji. Adanya pengakuan dari Direktur Poltas tentang titipan nama-nama dari Dinas Pendidikan Aceh Selatan itu, mencerminkan bahwa dinas tersebut belum bersih dari oknum-oknum yang mencoreng nama baik Dinas Pendidikan dan Pemerintahan Aceh Selatan secara umum. Dengan adanya pengusutan terhadap kasus tersebut, setidaknya memberikan harapan keadilan bagi mereka yang mengikuti tes guru kontrak. Selain itu, juga untuk memberikan pembelajaran bagi siapa pun pejabat di Aceh Selatan agar jangan main-main dan menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang. Ketegasan Bupati sangat diperlukan dalam mengusut kasus tersebut hingga tuntas. Selain itu, kita juga mengapresiasi pihak Poltas yang telah berani menolak titipan-titipan nama tersebut dan kita berharap ini adalah awal untuk perbaikan kondisi pendidikan di Aceh Selatan. Kita juga berharap agar Satgas Saber Pungli bertindak lebih proaktif untuk mengungkap dan menjerat siapa pun yang terlibat kasus-kasus serupa, sehingga visi dan misi Pemerintahan Aceh Selatan dapat terlaksana dengan baik. Banda Aceh, 9 Februari 2017 MUSLIM Wakil Ketua HAMAS Banda Aceh ( Himpunan Mahasiswa Aceh Selatan Banda Aceh) FB Ko r e s p o n d e n Aceh Selatan Sabang Nagan Raya Takengon Aceh Besar Aceh Tenggara Gayo Lues Kuala Simpang Pidie, Langsa Bener Meriah Simeulue Alama t Red aksi Alamat Redaksi Jl. T. Panglima Nyak Makam No. 4 Banda Aceh. Telp (0651) 635322 email: [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] www.modusaceh.com. Penerbit PT Agsha Media Mandiri Rek Bank Aceh: 01.05.641993-1 Rek Bank BRI Cabang Banda Aceh: 0037.01.001643.30.9 NPWP: 02.418.798.1-101.000 Percetakan PT. Medan Media Grafikatama Terbit Sejak 2003 Muslim Dalam Menjalankan Tugas Jurnalistik, Wartawan MODUS ACEH Dibekali Kartu Pers. Tidak Dibenarkan Menerima Atau Meminta Apapun Dalam Bentuk Apapun dan Dari Siapa Pun Meulaboh MODUS ACEH NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 3 ACEH BARAT MEMILIH Antaranews Ada 131.372 suara dari 12 kecamatan di Kabupaten Aceh Barat yang berhak memilih pemimpin daerah itu untuk lima tahun mendatang. Rakyat Bumi Teuku Umar akan menentukan pilihan enam pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh serta tiga pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat. Penyelenggara mengaku siap. Juli Saidi ari puncak pilkada serentak tinggal tiga hari lagi. Sebab, 15 Februari 2017, di seluruh Aceh, tak kecuali Aceh Barat, berduyunduyun datangi 430 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 12 Kecamatan di Meulaboh. Dari 12 kecamatan itu, ada 131.372 pemilih (1.742 laki-laki dan 1.761 perempuan), sementara pemula alias pemilih baru sebanyak 4.346 orang dan pemilih di lembaga tahanan (lapas) 235 orang. Mereka juga akan memberi suara pada enam pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh serta tiga pasangan calon bupati dan wakil bupati di Bumi Cut Nyak Dien tersebut. “Pelaksanaan pilkada di Aceh Barat insya Allah tidak ada kendala,” kata Komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Barat, Marzalita, di Kantor KIP, Meulaboh, Kamis pekan lalu. Pemilih disabilitas, diakui Marzalita, tidak banyak, hanya 24 orang. Dari jumlah disabilitas tersebut, KIP Aceh Barat mencatat tujuh orang tuna daksa, dua tuna netra, lima tuna rungu, enam tuna grahita dan disabilitas lainnya hanya empat orang. Maka, bagi tuna netra, KIP membolehkan adanya pendamping. Misalnya, pemilih yang tidak bisa melihat, maka mekanismenya dengan mengisi H fomulir form C-3. “Kita tidak menyediakan kursi roda bagi pemilih yang berkebutuhan khusus, hanya dibolehkan pendamping saja,” ujarnya. Sedangkan pemilih yang tidak memenuhi syarat, berdasarkan data yang diperoleh dari KIP Aceh Barat, meninggal dunia 483, pemilih ganda 4.357, di bawah umur 39, pindah domisili 1.556, TNI 14, Polri 12, hilang ingatan tujuh, bukan penduduk setempat 163, dan belum ada kartu tanda penduduk elektronik (KTP-EL) 286 orang. Itu sebabnya, jumlah daftar pemilih tetap di Aceh Barat 131.372 orang yang tersebar di 12 Kecamatan. Kapolres Aceh Barat juga mengaku siap mengamankan pelaksanaan pilkada di Aceh Barat, hingga penetapan pasangan calon terpilih. Wakapolres Aceh Barat, Kompol Syafrinizal, Senin, 6 Februari 2017 lalu menegaskan, pihak telah melakukan pemetaan pengamanan pilkada di Aceh Barat seperti daerah aman, rawan dan sangat rawan. Namun, posisi sangat rawan yang dipetakan polisi bukan pada potensi konflik, tapi lebih pada faktor bencana alam, seperti longsor dan banjir. Maka, yang masuk daerah sangat rawan, diprediksikan Kecamatan Pante Ceureumen. Karena daerah itu diperkirakan jauh ke pendalaman. “Kategori sangat raw- an bukan karena konflik, tapi bisa karena bencana alam, jauh dari jangkauan, daerah terpencil,” kata Syafrinizal, Senin pekan lalu. Proses Pilkada Aceh Barat hingga kampanye terbuka tidak ada terjadi konflik antar tim sukses pasangan calon. Data yang dikonfirmasi pada Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh Barat boleh dibilang nihil. Alasannya, dua laporan yang diterima Panwaslih tidak bisa ditindaklanjuti, karena alasan pidana murni dan kasus bersifat pribadi, seperti dugaan fitnah terhadap pasangan calon nomor urut dua. Begitupun, untuk mengamankan pilkada di Aceh Barat, kebijakan yang akan dilakukan H1 pemilihan, personel Kapolres Aceh Barat mulai bergerak ke kecamatan. “H-1 personel Kapolres akan bergeser ke kecamatan untuk mengamankan masingmasing TPS,” ujar Syafrinizal. Kemudian, dari 430 TPS yang tersebar di 12 Kecamatan, Polres Aceh Barat mengerahkan personel 240 orang untuk pengamanan TPS. Polres Aceh Barat juga di-back up 220 personel bawah kendali operasi (BKO) Brimob dari Polda Jawa Timur. Selain itu, ikut serta puluhan personel Tentara Negara Indonesia (TNI). “Kita juga sudah fokuskan tenaga untuk pengamanan pilkada ini,” ujarnya. Begitu pula soal kekurangan kertas suara yang diperkirakan hampir 500 lembar, KIP Aceh Barat memastikan tidak ada persoalan. Karena jumlah kekurangan suara yang rusak tidak signifikan dari jumlah cetak kertas suara awal. Divisi Umum, Keuangan dan Logistik KIP Aceh Barat, Teuku Novian Nukman, Senin pekan lalu mengatakan, pada Selasa pekan lalu, anggota KIP didampingi Komisioner Panwaslih Aceh Barat dan pihak Kepolisian Aceh Barat menjemput kertas suara yang kurang. Dan, Kamis 9 Februari kertas suara itu sudah sampai. Kemudian, menjelang H-1 pemilihan kepala daerah, kertas suara itu akan didistribusikan ke kecamatan se-Aceh Barat. Dan, selanjutnya akan dibagikan ke masing-masing TPS yang ada di Aceh Barat. Kata Novian, jumlah TPS dari 12 Kecamatan di Aceh Barat ada 430 TPS. “Insya Allah, pelaksanaan pilkada di Aceh Barat berjalan lancar dengan bekerjasama semua pihak,” ujarnya. Sedangkan kertas suara untuk calon gubernur dan wakil gubernur di Aceh Barat tidak ada kertas suara yang kurang. “Untuk kertas suara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, alhamdulillah sudah cukup,” katanya. Nah, pada Pilkada 2017 ini, petarung yang merebut kursi Aceh Barat-1 dan 2 tidak sebanyak pada Pilkada 2012 silam. Untuk pilkada serentak kali ini, di Aceh Barat hanya ada tiga pasangan calon. Pasangan nomor urut satu dari incumbant yaitu Dr. (HC) H. T. Alaidinsyah-H. Kamaruddin SE. Pasangan nomor urut satu ini diusung delapan partai politik nasional: PAN, Golkar, Demokrat, PPP, PDI-Perjuangan, PKB, PKS dan NasDem. Lalu, nomor urut dua, pasangan Ramli MS-H. Banta Puteh Syam. Pasangan ini diusung partai politik lokal yaitu Partai Aceh (PA). Ramli MS merupakan petahana Bupati Aceh Barat periode 2007-2012 silam. Saat bertarung melawan Tito pada putaran kedua, Ramli MS yang saat itu berpasangan dengan Moharridi Syafari dari PKS kalah. Kemudian, pasangan nomor urut tiga maju dari kalangan anak muda, Fuad HadiMuhammad Arief. Keduanya masih lajang. Pasangan nomor urut tiga ini menggunakan kendaraan politik jalur perseorangan bermodal kartu tanda penduduk (KTP). Entah karena berstatus lajang, dianggap banyak pihak sebagai kelemahan paslon nomor urut tiga ini. Makanya, ramai yang berpendapat pasangan itu merupakan tokoh masa depan Aceh Barat atau sebagai persiapan menuju Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Pemilu 2019 mendatang.*** 4 MODUS ACEH NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 Meulaboh ■ Pertarungan Tito-Ramli DUA KUDA HITAM MEREBUT KURSI ACEH BARAT 1 Tiga pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat berebut kursi satu dan dua. Dari tiga pasangan ini, dua yang dianggap kuat. Basis kekuatannya juga berbeda, nomor urut satu di kota dan nomor urut dua di pedalaman. Juli Saidi aling ‘perang’ dua pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat antara pasangan nomor urut satu dan dua terlihat jelas. Pasangan nomor urut satu misalnya, mengusung slogan “Kamo hana janji, alhamdulillah. Le bukti yang nyata (Kami tidak memberi janji, tapi sudah banyak bukti nyata)”. Slogan itu terpesan jelas melalui spanduk-spanduk dan baliho dengan pesan bahwa Dr. (HC) H. T. Alaidinsyah-H. Kamaruddin telah berbuat selama kepemimpinan Tito periode 2012-2017 ini. Selama Tito menjabat sebagai orang nomor satu di Aceh Barat, diakui banyak pihak, ada perubahan, terutama dalam pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan jalan. Begitu juga harga tanah, melonjak naik. Jika sebelumnya di desa-desa pinggiran Kota Meulaboh hanya Rp 50 ribu per meter, kini menjadi Rp 250 sampai Rp 300 ribu per meter. Sebaliknya, Tito juga punya kelemahan. Disebut-sebut, selama kepemimpinannya, banyak pengusaha lokal yang tidak mendapat ‘kue’ anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK). Begitu juga dengan kebijakan moratorium yang dilakukan Pemerintah Pusat dalam penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) dan tenaga honorer berdampak pada Tito. Kelemahan ini dimanfaatkan pasangan nomor urut dua yaitu Ramli MS-Banta Puteh Syam. Tengok saja dalam kampanye akbar di Lapangan Teuku Umar, Meulaboh, Selasa pekan lalu. Ramli MS berjanji akan membuka penerimaan PNS dan tenaga honorer. Isu itu sebagai upaya S H. T. Alaidinsyah Ramli MS untuk menggerus kantong suara dari massa Tito. Tapi, akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Ikhsan S.IP, M.IP, Senin sore pekan lalu menilai, bila dilihat dari kekuatan partai politik, H. Tito-Kamaruddin lebih mendominasi, karena berhasil merangkul delapan partai politik. Sedangkan Ramli MS hanya dengan Partai Aceh dan pasangan nomor tiga Fuad Hadi melalui jalur perseorangan. Itu sebabnya, Ikhsan mengaku, kekuatan partai politik di Aceh Barat tidak serta merta bisa diterjemahkan langsung dalam kekuatan nyata politik pasangan calon. Alasannya, karena di Aceh Barat, organisasi partai politik belum mengakar sampai ke desa-desa. “Artinya masih ada gap, paling satu kecamatan anggota partai politik 10 orang,” kata Ikhsan, Senin pekan lalu. Minimnya kader dan simpatisan partai politik menyebabkan kekuatan partai politik tidak bisa menjangkau seluruh masyarakat. Realita itu bukan saja partai politik nasional, tapi juga partai politik lokal. Dari sisi sosok kepemimpinan, menurut Ikhsan, Tito-Ramli sama-sama telah berbuat. Maka, muncul slogan pasangan calon anak muda Fuad Hadi-Muham- mad Arief. “Mereka sudah pernah. Sekarang, kami yang akan berbenah,” kata Ikhsan yang sedang melanjutkan pendidikan bidang studi ilmu politik, S-3 itu. Meski paslon anak muda ini ingin mencoba merambah suara dari pasangan calon Ramli-Tito sebut Ikhsan, tapi memberi pengaruh yang berarti. Sebab, kelemahan pasangan calon independen itu masih muda. “Pasangan calon independen ingin merangkul masyarakat yang belum terwakilkan dari pasangan yang ada. Terutama pemilih pemula bisa sepakat dengan ide-ide yang ditawarkan Fuad-Arif, tapi kenyataan belum,” jelas Ikhsan. Itu artinya, kekuatan Ramli dan Tito masih mengakar. Maka, kedua pasangan calon itu akan berebut kuat untuk meraih 131 ribu lebih pemilih di Aceh Barat. Menurut pria satu anak dan putra asli Woyla, Aceh Barat ini, pemilih di Aceh Barat 70 persen masih tradisional. Karena itu, pemilih akan melihat asal muasal pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat dalam Pilkada 2017. “Misalnya, masyarakat masih melihat atau memilih pemimpin yang satu daerah dengannya,” sebut Ikhsan, Senin pekan lalu. Maka, program yang diusung pasangan calon dapat Ramli. MS mempengaruhi, terutama janjijanji yang menyentuh masyarakat kalangan bawah, seperti beras raskin dan penerimaan pegawai negeri sipil (PNS). “Masyarakat Aceh Barat sama dengan daerah lainnya, masih suka dengan program populer seperti beras raskin gratis, listrik gratis. Itu yang lebih disukai oleh masyarakat kelas tradisional tadi.” Nah, pasangan nomor urut satu dan dua punya argumentasi itu. Ramli dan Tito sama-sama telah pernah menjabat sebagai Bupati Aceh Barat. Karena itu, sebagai peta kekuatan dua pasangan calon tadi, Ikhsan merincikan kekuatan Ramli MSBanta Puteh Syam berada di Kecamatan, seperti Woyla, Woyla Timur, Barat, Sungai Mas, Panton Reu, Pante Ceureumen dan Arongan Lambalek. Dari beberapa kecamatan tersebut, jumlah pemilih berjumlah 33.521 suara. Sedangkan pasangan Tito, kekuatannya berada di Kecamatan Johan Pahlawan, Meureubo, Kaway XVI dan Samatiga dengan jumlah total pemilih 85.480 orang. “Kecamatan itu akan dimenangkan Ramli walaupun tidak 60-40, tapi 55 sampai 45. Jadi, tidak gol 100 persen, selisihnya sekitar 10 persen. “Pasangan Ramli punya basis suara di beberapa kecamatan, tapi pasangan itu tidak akan menang,” ujar Ikhsan memprediksikan. Ikhsan sedikit mengulang politik 2012 silam. Saat itu, ada 13 pasangan calon. Ketika itu, Ramli masuk putaran kedua bersama Tito. Ramli juga tidak didukung PA. Maka, incumbant masih punya kekuatan di Aceh Barat. “ Incumbant berpeluang menang,” analisanya. Sementara, data yang diperoleh media dari KIP Aceh Barat terhadap hasil perolehan suara pada Pilkada 2012 silam, pasangan Tito-Rachmat Fitri, Kecamatan Johan Pahlawan 17.011, Meureubo 7.354, Kaway XVI 7.376, Pante Ceureumen 2.685, Panton Reu 1.483, Sungai Mas 549, Samatiga 4. 248, Bubon 1.723, Arongan Lambalek 2.300, Woyla 2.990, Woyla Barat 1.635, dan Woyla Timur 1.024. Totalnya 50.378. Sedangkan pasangan Ramli MS-Moharriadi Syafari, Kecamatan Johan Pahlawan 7.044, Meureubo 4.476, Kaway XVI 3.889, Pante Ceureumen 3.037, Panton Reu 1.760, Sungai Mas 1.707, Samatiga 4.216, Bubon 1.860, Arongan Lambalek 3.594, Woyla 4.302, Woyla Barat 2.584, dan Woyla Timur 1.638. Totalnya 40.111. Begitupun, hasil 15 Februari 2017, itulah pemenang sesungguhnya. Kita tunggu.*** MODUS ACEH Meulaboh NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 5 YANG ALPA TIGA PASANGAN CALON MODUS ACEH/Juli Saidi Penyediaan air bersih dan penanggulangan bencana alam, persoalan serius di Aceh Barat. Namun, tiga pasangan calon tak merumuskan dalam visimisinya, terutama air bersih. Juli Saidi iga pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat: Dr (HC) H. T. Alaidinsyah-H. Kamaruddin SE, H. Ramli MS-H. Banta Puteh Syam dan Fuad Hadi-Muhammad Arief, boleh saja mengumbar janji ini dan itu. Tapi, persoalan pembenahan air tak satu pun pasangan yang merumuskannya. Pasangan nomor urut satu misalnya, dari sembilan misi yang ditawarkan pada Pilkada 2017, tak ada kalimat secara khusus yang menyebut pembenahan air bersih di Aceh Barat. Begitu juga pasangan nomor urut dua, dari delapan misinya juga tidak ada poin khusus tentang air bersih. Setali tiga uang, pasangan jalur independen bersikap sama. Dari 10 misi yang dipaparkan, tak ada yang memprogramkan soal air bersih di Aceh Barat. Akademisi FISIP UTU Ikhsan berpendapat sama, setelah ia membaca visi-misi tiga pasangan calon, diakui Ikhsan, ada yang alpa dari tiga pasangan calon tadi, yaitu air bersih. Padahal, sebut Ikhsan, pembenahan air bersih di Aceh Barat mutlak diperlukan. Sebab, kualitas air bersih masih jauh dari harapan. Bahkan, lanjut Ikhsan, saat banjir melanda Aceh Barat, tak jarang air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Meulaboh keruh. “Masyarakat sulit mendapatkan air bersih, namun dari ketiga kandidat, tidak munculkan soal air bersih ini dalam visi-misi. Artinya tidak dimunculkan dalam program-program air bersih,” kata Ikhsan, Senin pekan lalu. Semestinya, tiga pasangan calon mengusulkan program air bersih di Aceh Barat, karena se- T Tempat Pengolahan Air Bersih PDAM Meulaboh. lain perintah undang-undang, kualitas air bersih memang jadi persoalan. “Air bersih kebutuhan mendasar dan dijamin oleh undang-undang. Ketika ini tidak dilakukan, mengabaikan masyarakat sebagai warga negara,” ujar Ikhsan. Memang, tak munculnya gagasan masalah pembenahan air bersih, justru tak membuat masyarakat Aceh Barat gamang, bahkan terkesan tidak begitu peduli. “Masyarakat beranggapan ini bukan urusan pemerintah. Jadi, masyarakat berinisiatif sendiri,” katanya. Plt Direktur PDAM Meulaboh, M. W. Taufik, Kamis pekan lalu mengaku, suplai air bersih di Aceh Barat masih terbatas. Sebab, kata M. W. Taufik, dari 12 Kecamatan yang di Aceh Barat, hanya tiga Kecamatan yang bisa menikmati air bersih dari PDAM Meulaboh. Kecamatan dimaksud, Johan Pahlawan, Meureubo dan Kaway XVI. Dari tiga kecamatan tersebut, hanya sekitar enam ribu pelanggan aktif menggunakan air bersih PDAM Meulaboh. Soal kualitas air bersih di Meulaboh, ada beberapa persoalan, terutama pipa lama terkadang ada yang bocor. Sementara, untuk dibenahi, tidak ada anggaran dan juga banyak pipa lama tidak diketahuinya lagi posisinya. Sedangkan penyebab pipa bocor, terkait pembangunan jalan. Tak hanya itu, keruhnya air PDAM, juga disebabkan listrik padam. Sehingga, pengolahan tidak bisa dilakukan saat listrik mati. Sedangkan masyarakat menggunakan air menggunakan mesin pompa untuk menarik air PDAM ke rumah-rumah, disaat listrik mati. M. W. Taufik Persoalan lain, air asin ketika mesin kemarau panjang. Karena air laut naik ke sungaitempat air baku yang disedot PDAM Meulaboh untuk diolah dari Sungai Meureubo dan disalurkan pada masyarakat. Taufik mengaku, berbagai persoalan itu memang perlu pembenahan. Namun, yang jadi masalah anggaran tidak ada, karena bantuan modal yang diberikan Pemerintah Aceh Barat sangat terbatas. Tahun 2003-2005, PDAM pernah dibantu Rp 850 juta. Tapi, saat ia masuk Januari 2016 lalu, modal itu tak ada lagi. Sedangkan kebutuhan operasional PDAM Meulaboh tidak sesuai dengan uang pelanggan yang membayar pada PDAM Meulaboh. Karena, jika pelanggan enam ribu lebih, maka pemasukan hanya berkisar 250 juta per bulan. Sementara, pengeluaran lebih besar untuk membayar listrik saja per bulannya mencapai Rp 150 sampai Rp 200 juta. Maka, bila ditotal pengeluaran PDAM per bulan Rp 300 juta. Karena untuk beli tawas saja, per bulan Rp 10-12 juta, untuk membersihkan dalam setahun tiga kali, menghabiskan anggaran Rp 60 juta. “Suplai air bersih untuk Kecamatan Johan Pahlawan hanya 50 persen. Dari 12 kecamatan, hanya tiga yang baru terkover saluran air bersih,” kata Plt. Direktur PDAM Meulaboh, M. W. Taufik, Kamis pekan lalu. Untuk tahun 2017, Pemerintah Aceh Barat berencana menambah modal PDAM menjadi Rp 400 juta. Tapi, jumlah itu untuk membayar utang pada pihak ketiga, seperti tunggakan listrik. Tapi, itu pun belum cukup juga. Bukan hanya soal air bersih, akademisi FISIP UTU juga melihat tak mencantumkan secara signifikan dalam visi-misi pasangan calon tentang penanggulangan bencana alam. Padahal, masalah banjir menjadi bencana rutinitas yang dirasakan masyarakat Aceh Barat. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Barat, tahun 2017 saja, ada lima kali terjadi banjir dan longsor. Akibatnya, sebut Kepala Dinas Pertanian Aceh Barat, Safrizal, Rabu pekan lalu, akhir 2016 lalu. Luas lahan yang gagal panen padi mencapai 364 hektar, sehingga petani rugi Rp 9 juta per hektar. Kerugian itu belum dihitung produksi. Maka, kerugian biaya kerja saja dari 364 hektar bisa mencapai Rp 320 juta. “Kalau kita hitung kerugian per hektar Rp 9 juta. Itu belum dihitung kerugian produksi,” ujarnya, Rabu pekan lalu. Kemudian, gagal penen kedelai sebanyak 150 hektar. Biaya kerja juga tidak jauh beda dengan kerugian panen padi. “Gagal panen ini karena banjir,” kata Safrizal. Sementara, jika dilihat visimisi tiga pasangan calon, nomor urut satu dalam misi nomor sembilan ada menyebut pelestarian lingkungan hidup dan pengurangan dampak risiko bencana. Lalu ,nomor urut tiga; mewujudkan penataan lingkungan yang ramah dan aman serta mengurangi dampak risiko bencana. Tapi, untuk nomor urut dua; Ramli-Banta tak menyebut soal penanggulangan bencana di Aceh Barat.*** 6 MODUS ACEH Meulaboh NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 ■ Ketua STAIN Tengku Dirundeng Meulaboh Dr. Syamsuar Basyariah, M. Ag. JANGAN TERBUAI JANJI MANIS DAN TAK LOGIS MODUS ACEH/Juli Saidi Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng, Meulaboh, Dr. Syamsuar Basyariah, M. Ag, berharap pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat tidak mengumbar janji manis dan tak logis serta tidak mungkin untuk dipenuhi. Selain itu, ia juga berharap pemilih tidak terbuai dengan janji-janji pasangan calon. Apa saja penjelasan Ketua STAIN Teungku Dirundeng ini? Berikut penuturannya pada wartawan MODUS Saidi, di ruang kerACEH, Juli Saidi janya, Gampa, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, Rabu, 8 Februari 2017 lalu. Di Aceh Barat, ada tiga pasangan calon yang maju. Pendapat Anda? Kami melihat, proses demi proses berjalan dengan baik. Dan, beberapa visimisi yang ditawarkan ketiga pasangan calon semua bagus. Cuma kita menginginkan ada yang lebih bagus lagi. Bagaimana amatan Anda dalam kampanye tiga pasangan calon? Dalam kampanye-kampanye, kita harapkan memberi pencerahan politik atau pembelajaran politik yang benar, sesuai dengan epistimologi keilmuan. Jangan sampai mengumbar-ngumbar janji, akhirnya janji itu tidak dipenuhi. Maksud Anda? Ada sebagian mencoba melihat persoalan keumatan, sosial dan keagamaan, seolah-olah incumbant tidak pernah melakukan. Padahal, sudah melakukan. Tapi, karena persoalan politik masuk tahap pilkada, banyak orang kemudian mencari celah-celah. Lalu? Pada era mantan Ramli juga sudah berbuat. Kalau sudah berbuat, tentu ada nilai plus-minus. Pilkada 2017 muncul kandidat anak muda, pembelajaran politik boleh, tapi anak muda cenderung kami lihat secara akademisi, seolah-olah hampir 100 persen dilakukan incumbant tidak benar. Itu harus dijaga jangan beranggapan seperti itu. Keinginan akademisi? Anak mudah harus betul-betul memberikan pencerahan pada masyarakat. Untuk tahap awal bolehlah sebagai perkenalan menuju langkah dan karir politik masa depan. Bagaimana sebenarnya Anda melihat realisasi program incumbant selama ini? Kami melihat, janji-janji incumbant hampir lima tahun ini terealisasi semua. Misalnya safari Subuh, majelis taklim itu sampai sekarang jalan. Kami melihat incumbant sekarang mengambil model pelaksanaan syariat Islam. Walaupun pada Ramli model lain, jadi masing-masing model. Artinya sama-sama menegakan syariat Islam? Benar, kalau ada yang mengatakan tidak, kami akademisi melihat modelnya yang beda. Jadi, tidak ada masalah. Kemudian, berjanji untuk menegerikan perguruan tinggi, alhamdulillah sudah terbentuk UTU, STAIN, Akademi Komunitas Negeri (AKN). Mungkin ada satu atau dua belum, ya itu biasa. Bagaimana dengan janji pengangkatan PNS? Soal pegawai negeri sipil, itu sudah ada moratoriumnya. Tidak bisa sembarangan memberi janji muluk-muluk pada masyarakat. Tahun ini, tidak ada penerimaan PNS, sudah dua tahun. Lalu? Apalagi mengangkat pegawai honorer, jadi tidak boleh. Janji seperti itu seharusnya tidak ada. Berilah janji yang realistis pada masyarakat. Kemudian, kontestan tidak terbuai. Kenapa? Sebab setelah terpilih, paling bertahan bupati dan wakil bupati dua tahun. Setelah itu, muncul konflik internal. Tapi, itu semua bisa dihilangkan jika mereka memimpin dengan hati nurani. Karena itu, janji yang pernah diucapkan tidak bisa dipenuhi. Jadi, itu persoalan, sementara masyarakat menuntut. Apakah mungkin terealisasi janji seperti itu? Menurut saya, tidak mungkin terealisasi, kita harus menghubungkan dengan kondisi nasional. Pemerintah Pusat sudah melakukan moratorium PNS, pusat juga sudah melarang tidak boleh pegawai honorer. Apakah mereka tidak mempelajari regulasi tersebut? Tidak bisa, kita hidup di negara hukum, harus sesuai dengan regulasi. Karena itu, realitislah para pasangan calon dengan regulasi pemerintah pusat, sebab 60 persen pemilih adalah masyarakat gampong yang tidak bijak dengan pendidikan. Tidak boleh mengumbarkan janji-janji seperti itu. Relevankah janji penerimaan PNS? Kurang relevan apa yang disampaikan dengan regulasi tadi, karena jumlah PNS juga sudah mencukupi. Harapan Anda? Semua pihak menahan diri, kami para akademisi melihat ada kelompok yang mencoba dan mencari-cari celah agar orang latah, supaya pilkada ini kacau. Harapan saya, semua paslon wajib menahan diri.*** MODUS ACEH Bireuen NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 7 ■ Proyek Aspirasi Anggota DPR RI Anwar Idris LAPANGAN BOLA KAKI DIREHAB, PROTES DIDAPAT MODUS ACEH/Zulhelmi Ada Rp 185 juta dana aspirasi yang digulirkan anggota DPR RI Fraksi PPP asal Aceh, Anwar Idris, untuk rehabilitasi lapangan sepak bola di Gampong Mon Keulayu. Karena kualitas pekerjaan dinilai tak sesuai, sejumlah warga dan pemuda gampong protes. Anwar Idris malah mengaku bukan dana aspirasi miliknya. Mana yang benar? Zulhelmi Lapangan sepak bola di Gampong Mon Keulayu ntuk sementara, aktivitas olahraga sepak bola pemuda Gampong Mon Keulayu, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen terhenti atau belum dapat berjalan maksimal. Ini disebabkan, penimbunan yang dilakukan kontraktor pelaksana dinilai tak sesuai dengan kondisi lapangan. Maklum, bukannya tanah gunung atau pasir laut, tapi ditimbun dengan tanah sungai dan nyaris berisi batu kecil. Entah itu sebabnya, warga di sana menilai pembangunan rehab itu asal jadi. Sebab sebelumnya, lapangan tersebut masih layak digunakan. Namun, setelah direhab dan anggarannya berasal dari dana aspirasi anggota DPR RI Fraksi PPP Anwar Idris, penimbunan lapangan tersebut justru tak bisa digunakan untuk sementara waktu. Itu sebabnya, setiap sore, para pemuda Desa Mon Keulayu, Kecamatan Gandapura, Bireuen tak bisa lagi menghabiskan waktunya berolahraga bola kaki. Kabarnya, rehab lapangan tadi dilakukan Edi Sutia (38), seorang anggota tim sukses Anwar Idris saat Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 lalu. Setelah Anwar Idris sukses melaju ke Senayan, Jakarta, Edi Sutia mendapat kucuran dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, Rp 185 juta untuk proyek rehab lapangan sepak bola. Dana itu dia dapatkan dari aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Daerah Pemilihan (Dapil) II Aceh, Anwar Idris. Bukan tanpa alasan Anwar Idris memberikan dana itu kepa- U da Edi Sutia. Pada Pileg 2014, Edi merupakan timses Anwar Idris. Mungkin dana itu diberikan sebagai balas budi. Nah, dana itu kemudian diperuntukkan Edi, begitu panggilannya, untuk rehab lapangan bola kaki di Desa Mon Keulayu. Dia memilih desa itu lantaran pada Pileg 2014 lalu, desa tersebut lumbungnya suara Anwar Idris. Syahdan, Keuchik Gampong Mon Keulayu, Muzakkir Hamid, sebagai pelaksana yang mengerjakan rehab lapangan bola kaki tersebut, yakni berupa penimbunan. Nah, masalah rupanya berawal dari situ. Warga dan pemuda gampong protes. Ketua Pemuda dan Olahraga serta warga Gampong Mon Keulayu, Sabtu pekan lalu, memprotes proyek aspirasi pembangunan rehab lapangan bola kaki bantuan Anwar Idris tadi. Karena, Muzakkir menimbun lapangan itu dengan tanah yang diduga bercampur bebatuan kecil. Said Azhar, Ketua Olahraga Gampong Mon Keulayu menilai, pembangunan rehab lapangan ini anggarannya berasal dari dana aspirasi anggota DPR RI Anwar Idris, Rp 185 Juta. Uang tersebut ditransfer ke rekening desa. “Uangnya ditransfer dalam dua tahap. Pertama, cairnya Rp 120 juta ke rekening bendahara desa pada Desember 2016, sedangkan dana tahap dua, Januari 2017,” katanya. Anehnya, sambung Said, cuma dana pertama saja yang dikerjakan dengan kualitas sangat buruk, sedangkan dana tahap kedua tidak dikerjakan. “Entah dikemanakan uang tahap dua,” duga Said Azhar. Protes yang sama juga dilakukan Ketua Pemuda, Mukhtar. Dirinya sangat menyayangkan pembangunan rehab lapangan itu dikerjakan asal jadi. Diduga kuat pembangunan ini sarat dengan praktik mark up, sehingga kualitas lapangan tidak bisa dipakai. Edi Sutia Karena itu, dia dan masyarakat lainnya berharap pada Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Bireuen yang ikut meninjau pembangunannya pada tahap awal, dapat meninjau kembali lapangan itu, agar masyarakat dapat menggunakannya lagi untuk berolahraga. Saat dikonfirmasi wartawan, Muzakkir membenarkan pembangunan rehab lapangan tersebut dana aspirasi anggota DPR RI Anwar Idris dengan total anggaran Rp 185 Juta. Katanya, dana itu masuk ke rekening desa. Proses pencairannya dalam dua tahap. Tahap pertama cair 70 persen, Rp 120 juta, sisanya cair di tahap kedua pada awal Januari 2017. Kepala desa itu mengakui, dalam rencana anggaran biaya (RAB), dialah yang bertanggungjawab untuk mengerjakan proyek aspirasi itu. Tetapi, pada awal pengurusan proposal, justru Edi Sutia yang mengerjakannya. “Maka berdasarkan rapat dengan perangkat desa untuk tanah penimbunan lapangan, diserahkan kepada Edi,” jelasnya. Diakui Muzakkir bahwa yang melakukan penimbunan lapangan adalah Edi. Saat ditanya mengapa kualitas sangat buruk, sehingga membuat protes dari masyarakat dan ketua olahraga, ia mengatakan, ia bersama Edi sudah mengerjakannya sesuai RAB dan sudah disetujui konsultan pelaksana. Anggota DPR RI Dapil II (Pemilihan Aceh) yang juga anggota Komisi X DPR RI (Bidang Pendidikan, Kebudayaan dan Olahraga) Anwar Idris saat dimintai tanggapan oleh wartawan mengenai protes warga tadi, justru berkilah dan mengaku bahwa itu bukan proyek aspirasinya. Dia sebutkan, proyek tadi merupakan program APBN 2016 melalui dirinya. “Itu bukan aspirasi saya. Itu program APBN 2016 untuk rehab lapangan desa yang saya serahkan melalui kepala desa,”ujar Anwar Idris saat ditemui di depan warkop Umuslim Resto. Ditambahkan politisi PPP ini, jika memang masyarakat tidak mau menerima lapangan tersebut, silakan melakukan protes kepada dinas setempat dikarenakan pengawasannya provisional handing over (PHO/serah terima sementara pekerjaan) ada pada dinas terkait yaitu Dispora Bireuen. “Kon gampong nyan mantong, adak gampong laen na cit program. Na lapangan voli dan lapan- gan bola gaki (Bukan desa itu saja, ada juga desa lain punya program seperti rehab lapangan voli dan bola kaki),”demikian terang Anwar Idris. Edi Sutia, selaku pelaksana proyek anggaran APBN 2016 dari aspirasi anggota DPR RI Dapil II Aceh Anwar Idris, saat ditemui di salah satu warkop di Bireuen, membenarkan dirinya yang melaksanakan proyek rehab lapangan bola kaki di Desa Mon Keulayu seperti diungkapkan Kepala Desa Mon Keulayu, Muzakkir. Dia bercerita bagaimana proses awal sebelum pengajuan proposal. Dia mengaku yang mengurus segala administrasi proposal penimbunan rehab lapangan bola kaki tersebut adalah dirinya, termasuk pulangpergi Bireuen-Jakarta menggunakan dana pribadi untuk tiket pesawat. “Uang masuk ke rekening desa, berdasarkan rapat perangkat desa dan saya yang memperjuangkan, sehingga keluarlah dana. Maka, saya ditunjukkan sebagai pelaksana penimbunan tanah untuk rehab lapangan bola kaki Desa Mon Keulayu,” ungkap Edi. Edi menambahkan, uang tersebut merupakan dana aspirasi anggota DPR RI Anwar Idris untuk bantuan rehab lapangan ini hanya diperuntukkan kepada beberapa desa yang memberikan suara terbanyak saat Pemilu Legislatif 2014 kepada Anwar Idris. “Tahun 2016 kemarin, lapangan yang saya kerjakan ada di tiga yaitu di Desa Mon Keulayu Gandapura, Tanoh Mirah Peusangan, dan Matang Mamplam Kecamatan Peusangan,” sebut Edi yang juga seorang pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan pemerintahan Bireuen. Mengenai protes warga dikarenakan lapangan belum layak pakai, kata Edi, baginya, itu hal biasa dan mungkin ada satu atau beberapa orang yang keinginannya tidak tercapai lalu protes. Meski demikian, lanjut Edi, dirinya telah melaksanakan pekerjaan tersebut sesuai dengan RAB. ”Sudah di-PHO oleh tim Dinas Dispora Bireuen. Artinya, pekerjaannya sudah sesuai dengan spek,” kata pria asal Peusangan ini. Selain itu, Edi menjelaskan, mengenai tanah yang masih berbatu kerikil, dinilai Edi itu wajar karena semua lapangan yang ia rehab penimbunannya memakai tanah yang sama. Dan, perlu diketahui, setiap lapangan yang direhab tidak bisa langsung dipakai. “Setiap lapangan yang direhab ada masa pemeliharaan, jadi tidak bisa langsung dipakai. Kalau ingin pakai, bersabar dulu,” demikian kata Edi menjelaskan.*** MODUS ACEH 8 Bireuen NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 ■ Rutan Bireuen Bobol MERUSAK JERUJI BESI, MUHAMMAD LARI Muhammad bin (Alm) A. Gani (36), kabur dari Rumah Tahanan Bireuen menggunakan alat bantu tali tambang warna putih yang dikaitkan di atas atap seng rutan tersebut. Ini bukan kali pertama. Zulhelmi isa jadi, saat ini, Muhammad sedang tertawa bebas di tempat persembunyiannya setelah kabur dari Rumah Tahanan (Rutan) Kabupaten Bireuen, Rabu subuh pekan lalu. Berbeda dengan Sofyan, kepala rutan itu mungkin saja sedang gelisah terkait kejadian ini. Sebab, selain harus melapor pada polisi, dia juga harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya itu pada atasan. Muhammad adalah seorang petani. Dia lahir di Gampong Blang Samagadeng, Kecamatan Pandrah, Kabupaten Bireuen. Pria tersebut dihukum enam tahun dan enam bulan karena kasus narkoba. Namun, baru tujuh bulan mendekam di hotel prodeo tersebut, dia nekat melarikan diri dengan merusak jeruji besi yang berada di atas bak penampungan air. Caranya dengan membengkokkannya jeruji besi tadi. Lalu, dia merayap ke atas atap seng. Nah, di luar, rupanya sudah ada dua orang temannya yang menunggu. Seketika, dua pria tadi melempar tali tambang. Ujung tali itu diikat pada sebatang pohon. Melalui tali itulah, Muhammad merayap menuju tembok dan kabur bersama temannya yang sudah menunggu di luar. Mereka menggunakan sepeda motor. Penjelasan itu disampaikan Kepala Rumah Tahanan Negara Rutan Bireuen, Sofyan, kepada media ini di ruang kerjanya, Rabu siang. Upaya kabur itu, lanjut Sofyan, diketahui petugas jaga dan dilempari, “Serta mengejarnya, namun tak berhasil ditangkap karena keburu dibawa kabur oleh temannya yang sudah menunggu di luar,” jelas Sofyan. Lanjut Sofyan, narapidana (napi) yang kabur itu tersandung kasus narkoba jenis sabu dengan hukuman enam tahun enam bulan penjara. Muhammad merupakan warga Blang Samagadeng, Kecamatan Pandrah, Kabupaten Bireuen. “Dia baru menjalankan masa hukuman sekitar tujuh bulan,” ungkapnya. Cerita miris ini memang bukan baru B Napi yang kabur dari Rumah Tahanan Bireuen. melanda Rutan Bireuen. Diduga, napi Rutan Bireuen memang sering kabur sejak lima tahun terakir. Namun, berapa jumlah napi kabur itu, Sofyan tidak bisa mer- Sofyan incikannya. “Saya tidak bisa merincikannya. Bila itu yang ditanya, saya tak bisa menjawab. Yang bisa saya jawab tanggal 7 Januari 2017 ke atas, sebab kita baru Sertijab di sini,” jelasnya. Di sisi lain, dia menyebutkan, pihaknya sangat kekurangan petugas keamanan. “Kita punya empat regu, satu regu tiga orang yang mengawasi 272 napi dan tahanan, yang dibantu satu orang TNI,” un- gkapnya. Jumlah napi dan tahanan, sebutnya, melebihi kapasitas, seharusnya yang layak ditampung 122 orang. “Kalau kapasitas menurut pusat 77 orang sesuai dengan luas kapasitas tempat tidurnya,” terang Sofyan. Peristiwa serupa juga pernah terjadi 28 November 2011 silam. Saat itu, ada 30 napi yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP/lapas) Kabupaten Pidie pada Minggu, 27 November 2011, pukul 16.55 WIB kabur dengan menerobos pintu penjagaan dan melumpuhkan para sipir penjaga. Tujuh orang di antaranya berhasil ditangkap kembali oleh polisi. Sementara, 23 lainnya masih dicari aparat. Kepala Sub Pelayanan Tahanan LP Bireuen, M Nasir, kepada wartawan, Minggu, 27 November 2011 malam mengatakan sebanyak 30 tahanan kabur dari LP, mereka kabur saat jam bertamu dan para napi menerobos pintu satu dan melumpuhkan sipir penjaga. Petugas di pintu jaga pada saat itu hanya tiga orang, sehingga tidak mampu menghentikan aksi para napi tersebut. Menurutnya, para napi yang kabur umumnya yang sedang menjalani proses persidangan di pengadilan dan juga ada titipan dari sejumlah Polsek dan Polres Kabupaten Bireuen. Seorang di antaranya bernama Safwandi tersangkut kasus narkoba. Ketika itu, Wakapolres Bireuen Kompol W Eka Sulistiyo mengatakan, dari pengejaran aparat hingga Minggu, 27 November 2011 malam, telah berhasil menangkap kembali sebanyak tujuh napi yang kabur. Mereka ditangkap di sejumlah lokasi terpisah, lalu diamankan di Mapolsek Kota Juang. Sementara itu, aparat kepolisian saat ini sedang mengumpulkan informasi dan keterangan dari sejumlah saksi mengenai penyebab kaburnya para napi dari LP. Polisi juga meminta keterangan dari para tamu yang berkunjung saat napi kabur. Daftar panjang pelarian napi dari rumah tahanan Bireuen kian panjang. Bahkan, ada yang menyebut, tahanan itu bukan melarikan diri, melainkan dibawa kabur oleh seseorang. Pasalnya, tahanan yang kabur yakni M Zubir bin Daud warga Pucok Alue Kabupaten Bireuen. Gembong narkoba internasional yang divonis 11 tahun penjara ini sebelumnya telah menikmati hawa sejuk penjara di Cibinong, Jawa Barat dan dipindahkan ke Rutan Lhokseumawe. Selanjutnya, pindah lagi ke Rutan Bireuen hingga sukses melarikan diri dari sel tahanan di kampung halamannya. Sementara, petugas lapas mengaku tidak tahu-menahu kejadian itu dan menyatakan diri mereka tidak terlibat dalam aksi pelarian tersebut. Mereka berdalih akibat minimnya personel jaga serta over kapasitas, sehingga tidak mampu bekerja maksimal menjaga ratusan tahanan. Sejumlah sumber tahanan di Rutan Bireuen mengaku, mereka tidak tahu kasus pelarian itu. Karena saat kejadian, tak terlihat gerak-gerik mencurigakan, namun mereka juga menduga jika M Zubir bukan kabur tapi dibawa kabur oleh pihak-pihak yang berperan di rutan Bireuen. “Dia (M Zubir-red) tidak melarikan diri, tapi dibawa lari. Sehingga, kami tak pernah mengetahui kasus pelarian ini,” ungkap sumber tahanan yg enggan ditulis nama. Kepala Rutan Bireuen saat itu Irfandi melalui Kasubsi Pelayanan Tahanan, Rusdi Nawi yang dikonfirmasi koran ini menuturkan, peristiwa itu berlangsung Selasa (17/12) malam. Saat kejadian, dua anggota regu B yang piket jaga. Menurutnya, akibat terbatasnya personel, sehingga M Zubir berhasil kabur dengan memanjat tembok bagian selatan yang bersebelahan dengan sekolah dasar (SD).*** MODUS ACEH HUKUM NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 9 Surat Nanda Berujung Perkara FOTO: IST Nanda Feriana Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Lhokseumawe akhirnya melimpahkan berkas tersangka Nanda Feriana ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe, terkait surat terbuka untuk dosen Unimal lulusan Jerman. Khairul Anwar I Koresponden Lhokseumawe N anda Feriana kini hanya pasrah. Proses hukum mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe itu tergantung Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe. Sebab, Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Lhokseumawe telah melimpahkan berkas tersangka Nanda Feriana ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe, pekan lalu. Nanda, begitu dia akrab disapa, dijerat dengan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) karena menulis isi hatinya (curhat) di dinding (wall) Facebook. Itu dilakukan karena dia gagal yudisium. Ternyata curhatan Nanda Feriana membawa petaka alias berujung perkara. Kisah ini berawal pada 27 September 2016 lalu. Nanda Feriana gagal yudisium karena ditolak sang dosen Dwi Fitri lulusan luar negeri (Jerman). Dalam surat itu, Nanda Feriana menulis panjang lebar tentang baju baru yang sudah tergantung di sangkutan untuk persiapan yudisium. Keluarga juga sudah bahagia serta berbagai hal lainnya. Namun, semua itu buyar berganti kesedihan karena sikap seorang dosen yang dianggap Nanda tidak punya hati. Rupanya surat tersebut berbuntut panjang. Selaku peserta didik, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP Unimal, Lhokseumawe ini mendapat banyak respon di media sosial tadi, termasuk dari sang dosen. Nanda kemudian minta maaf, namun sang dosen meminta agar Nanda menyampaikan permohonan maaf tadi di empat surat kabar. Nanda menolak karena tidak memiliki uang, hingga akhirnya sang dosen melaporkan Nanda ke polisi. Kapolres Lhokseumawe, AKBP Hendrik Budiman melalui Kasat Reskrim AKP Yasir mengatakan, berkas terasangka Nanda Feriana telah dilimpahkan ke Kejari Lhokseumawe. Nanda Feriana akan dijeratkan dengan Undang-Undang ITE. Surat terbuka berjudul “Sepucuk Surat untuk Ibu Lulusan Jerman” yang ditulis Nanda Muslem AKP Yasir pada dinding akun Facebooknya, 27 September 2016 dianggap mencemarkan nama baik. Meskipun, ia tidak menuliskan identitas dosen secara detail. “Nanda Feriana telah ditetapkan sebagai tersangka, juga berkas Nanda telah dilimpahkan beberapa hari yang lalu,” kata Yasir, Kamis, 9 Februari 2017 pekan lalu. Yasir mengungkapkan, proses penyidikan Nanda Feriana berawal dari laporan seorang dosen Unimal lulusan luar negeri (Jerman) bernama Dwi Fitri karena menulis di wall media sosial Facebook terkait gagal yudisium. “Hasil penyelidikan, Nanda telah terbukti mencemarkan nama baik. Sementara, Nanda akan dijerat dengan UU ITE,” tegas Yasir. Kajari Lhokseumawe, Mukhlis SH melalui Kasi Pidana Umum (Pidum) Isnawati SH, membenarkan telah menerima berkas perkara Nanda Feriana yang dilimpahkan penyidik Polres Lhokseumawe. Namun demikian, pihaknya belum menetapkan jadwal persidangan. “Perkas perkara Nanda Feriana telah kami terima. Tapi, jadwal sidang belum kami tetapkan,” kata Isnawati. Ketua Badan Eksekutif Ma- hasiswa (BEM) Universitas Malikussaleh, Muslem, akan mengawal proses hukum terhadap Nanda Feriana dalam perkara curhat terhadap seorang dosen lulusan Jerman. “Kami akan mengawal terus proses hukum Nanda Feriana hingga tuntas,” kata Muslem. Menurut Muslem, perkara yang menyeret Mahasiswi Unimal, Nanda Feriana, ke meja hijau sangat disesalkan. Pasalnya, pihak Rektor Unimal tak berhasil menyelesaikan perkara ini secara internal kampus antara mahasiswa dan dosen. Sehingga, perkara yang akan diproses di meja hijau ini sangat memalukan almamater Unimal. “Dari satu sisi, perkara ini bisa diselesaikan secara internal. Tapi, kenapa rektor dan jajaran Unimal tak berhasil menyelesaikan secara intern kampus. Ini kan menjadi rumit. Harusnya antara rektor dan Nanda bisa menegosiasi jalur perdamaian dengan Bu Dosen,” papar Muslem. Sementara, Nanda Feriana saat diwawancarai MODUS ACEH enggan berbicara panjang. “Untuk saat ini, saya tidak mau bicara. Takut nanti terpengaruh pada psikologi saya. Nanti kita lihat di persidangan saja,” tegas Nanda Feriana.*** 10 MODUS ACEH NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 Nasional Meluruskan Pemahaman OTT Delik Suap Patrialis Akbar kompas Tertangkap beberapa saat setelah tindak pidana dilakukan juga dapat disebut OTT OTT.. perasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar (PAK), Basuki Hariman (BHR), Ng Fanny (NGF), dan seorang perantara bernama Kamaludin (KM) di tiga lokasi berbeda pada Rabu, 25 Januari 2017 lalu masih menimbulkan pertanyaan bagi sejumlah pihak. Pertama, mengapa KPK menyebutnya sebagai OTT jika penangkapan dilakukan di tiga lokasi berbeda dan saat penangkapan, belum terjadi serah terima uang dari tersangka pemberi atau perantara suap kepada Patrialis? Kedua, mengapa KPK menjerat Patrialis dengan delik suap meski uang suap belum O berpindah ke tangan Patrialis? Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan, ada kekeliruan pemahaman, seolah-olah OTT harus dilakukan di satu lokasi. Padahal, sesuai Pasal 1 angka 19 KUHAP, ada empat kondisi yang dapat disebut sebagai tertangkap tangan. Antara Pasal 1 angka 19 KUHAP. Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. lain, tertangkap saat melakukan tindak pidana atau beberapa saat setelah tindak pidana dilakukan. Setelah memahami pengertian tangkap tangan, mari simak kronologi peristiwa OTT yang dilakukan KPK. Pada 25 Januari 2017 pagi, sebelum OTT, Patrialis bertemu Kamaludin yang diduga sebagai pihak perantara di kawasan lapangan golf Rawamangun, Jakarta Timur. “Saat itulah indikasi transaksi terjadi,” kata Febri di KPK, Senin, 30 Januari 2017. Transaksi yang dimaksud Febri bukanlah serah terima uang, melainkan transaksional “penerimaan janji” uang Sing$ 200 ribu yang disertai dengan penyerahan salinan draf putu- san MK Nomor 129/PUU-XIII/ 2015. Dan, selain janji, beberapa waktu sebelumnya, Patrialis diduga sudah menerima suap lain dari Basuki senilai AS$ 20 ribu. Pasca pertemuan di lapangan golf, KPK mengamankan Kamaludin, sedangkan Patrialis kembali ke MK. Dari Kamaludin, KPK menemukan draf putusan MK Nomor 129/PUU-XIII/2015. KPK telah memastikan bahwa draf yang ditemukan dari tangan Kamaludin sama dengan draf putusan asli yang belum dibacakan oleh MK. Draf putusan tersebut terkait dengan pengujian materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Basuki selaku pengendali sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang importasi daging diduga memiliki kepentingan agar putusan itu dikabulkan sebagian. KPK pun bergerak ke lokasi perusahaan Basuki di Sunter, Jakarta Utara. KPK mengamankan Basuki, sejumlah orang, serta barang bukti. Baru, pada malam harinya, KPK mengamankan Patrialis di Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Penangkapan di ketiga lokasi itu, sebut Febri, sebagai rangkaian peristiwa OTT. “Hal ini sesuai dengan ketentuan hukum acara. Sebab, di Pasal 1 angka 19 KUHAP ditegaskan ada empat kondisi yang Nasional secara alternatif dapat dimaknai sebagai tangkap tangan. Dalam konteks ini, sesuai Pasal 1 angka 19 KUHAP, OTT dilakukan oleh KPK beberapa saat setelah tindak pidana itu terjadi,” ujarnya. Febri mengaku, ada pertimbangan tertentu mengapa Patrialis tidak langsung “diciduk” bersamaan dengan Kamaludin. KPK ingin terlebih dahulu memastikan transaksi benar-benar terjadi, termasuk memastikan temuan draf putusan MK dalam bentuk informasi elektronik yang diduga menjadi salah satu alasan pemberian suap. “Kami juga sudah memiliki bukti-bukti pertemuan para tersangka di sejumlah tempat di beberapa waktu sebelumnya. Ini akan kami sampaikan terang- benderang pada persidangan nanti. Kami akan tunjukkan bagaimana pihak-pihak itu mengatur, konsensus terjadi, hingga indikasi suap sampai pada proses transaksional dan kami lakukan OTT,” terangnya. Kemudian, mengenai pemahaman pasal suap yang dikenakan terhadap Patrialis, menurut Febri, perlu pula diluruskan. Sebab, yang disebut sebagai tindak pidana suap dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU Tipikor bukan hanya perbuatan menerima hadiah, tetapi juga menerima janji. Terlebih lagi, janji itu sudah diwujudkan dalam bentuk komitmen. “Itu rumusan pasal suapnya. Dalam kasus ini, indikasi penerimaan oleh PAK adalah hadiah sejumlah AS$ 20 ribu. Hadiah ini Pasal 12 huruf c UU Tipikor menyebutkan, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak satu miliar rupiah: hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. MODUS ACEH NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 Pasal 11 UU Tipikor. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. sudah diterima sebelumnya dan ‘janji’. Jadi, janji di sini bukan hanya dijanjikan, tapi sudah ada apa yang disebut sebagai meeting of mind, sudah terjadi peristiwa yang transaksional dengan nilai sekitar Sing$ 200 ribu,” tuturnya. Sebenarnya, kasus suap dalam bentuk “penerimaan janji” bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) telah memutus beberapa kasus, antara lain kasus suap pengurusan sengketa pilkada di MK dengan terdakwa M Akil Mochtar dan kasus suap pengurusan kuota impor daging dengan terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq. Dalam putusan kasasi No.336 K/Pid.Sus/2015, Akil terbukti menerima hadiah atau janji terkait pengurusan sejumlah sengketa pilkada di MK. Dua di antaranya adalah penerimaan janji terkait sengketa Pilkada Gunung Mas sebesar tiga miliar rupiah dan janji pemberian uang Rp 10 miliar yang disampaikan Zainudin Amali terkait sengketa Pilkada Jawa Timur. Selain itu, dalam putusan kasasi No.1195 K/Pid.Sus/ 2014, Luthfi dinyatakan terbukti menerima janji pemberian uang sebesar Rp 40 miliar dari Maria Elizabeth Liman terkait pengurusan kuota impor daging PT Indoguna Utama. Sebagian dari janji tersebut telah diterima sebesar Rp 1,3 mliar melalui Ahmad 11 Fathanah. Sebagaimana dikutip dari dalil penasihat hukum yang tertuang dalam putusan kasasi Akil, berkaitan dengan unsur “menerima janji” ini, pengajar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Drs Adami Chazawi telah mengulasnya dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia. Dalam bukunya, pada halaman 79, Adami menjelaskan, unsur “menerima janji” dapat dianggap telah selesai dengan sempurna manakala telah ada keadaan-keadaan sebagai pertanda atau indikator bahwa mengenai apa isi yang dijanjikan telah diterima oleh pegawai negeri tersebut. Antara lain, dengan anggukan kepala atau keluar ucapan atau kata-kata yang karena sifatnya dapat dinilai atau dianggap menerima (misalnya mengucapkan kata ‘iya, baik, terimakasih, alhamdulillah, yes, ok,’ dan sebagainya). Tetapi tidak dapat terjadi dengan tidak memberi isyarat apapun atau diam.*** ■ Sumber: hukumonline.com 12 MODUS ACEH utama NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 Opini ACEH DAMAI, ACEH MEMILIH R ABU, 15 Februari 2017, tibalah saatnya kita memilih, menggunakan hak untuk menentukan siapa Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, bupati-wakil bupati serta walikota dan wakil walikota di Aceh, kecuali Kabupaten Pidie Jaya dan Kota Subulussalam. Tentu, pilihan tersebut bukan tanpa konsekuensi atau risiko. Jika salah, maka kita pula (rakyat Aceh) yang akan menanggung akibat untuk lima tahun ke depan. Karena itu, datang dan cobloslah di tempat pemungutan suara (TPS), jangan dianggap sepele serta sederhana. Tapi, harus benar-benar dengan hati yang tulus dan ikhlas. Nah, soal siapa kemudian yang terpilih atau mungkin saja pilihan kita tidak unggul alias menang, itu pun jangan disesalkan. Ibarat sebuah pertandingan, tentu ada yang kalah dan menang. Sebaliknya, para pasangan calon (paslon) yang unggul dari pilihan rakyat melalui konstestasi demokrasi lima tahunan ini jangan pula cepat puas. Sebab, inilah titik awal dari tanggung jawab Anda selanjutnya kepada Allah SWT dan rakyat Aceh, termasuk merealisasikan berbagai janji yang telah Anda sebar dan ucapkan selama ini. Bukankah, Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa akan meminta tanggung jawab dari kepemimpinan Anda di hari akhir kelak? Di sisi lain, jika selama masa kampanye sempat terjadi pergesekan antar paslon serta tim sukses atau tim pemenangan, itu pun jangan dibawa mati. Begitu pesta demokrasi ini usai, tinggalkan semua itu di dunia ini. Pilihan boleh beda, tapi kita tetap bersaudara. Memang, harus kita akui, selama masa kampanye berlangsung, banyak bertebaran berita palsu (hoax) yang saling menyerang hingga isu yang mengarah ke suku, atar golongan, ras, dan agama (SARA), serta penebaran kebencian ( hate speech) di media sosial (medsos) yang begitu sangat mengkhawatirkan. Bahkan, sempat menyerempet hingga me- nentang pendapat para ulama secara terbuka di media pers. Padahal, undang-undang (UU) tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE) telah tegas menyatakan hukuman pidana sebagai akibat dari pelanggaran tadi. Selain tu, sempat pula muncul beberapa aksi kekerasan fisik, perusakan atribut pasangan calon oleh pihak yang tak bertanggungjawab hingga aksi teror. Belajar dari pengalaman pilkada sebelumnya, tren kekerasan dan korban di Pilkada Aceh sebenarnya meningkat serta memusat pada aktor-aktor tertentu. Pasca konflik, Aceh telah melaksanakan dua kali gelombang pilkada: tahun 2006 dan tahun 2012. Pilkada yang pertama 2006 cenderung lebih tenang kendati mencekam dibanding tahun 2012. Jika pada pilkada 2006, sasaran korban kekerasan adalah masyarakat umum atau aktor politik yang berafiliasi ke partai nasional, maka pada pilkada 2012, sasarannya adalah pihakpihak yang berhubungan dengan partai lokal. Ini terjadi karena kompetisi politik semakin mengkristal. Karena itu, untuk meningkatkan kualitas perpolitikan di Aceh dan menjamin kesuksesan penyelenggaraan pilkada, polisi memang telah bertindak tegas terhadap segala macam bentuk kekerasan sepanjang jelang pelaksanaan Pilkada Aceh 2017. Polisi juga menghindari lang- kah-langkah politis dalam menghadapi perilaku politik yang mengancam integritas proses pilkada. Penegakan hukum sebagai solusi untuk mencegah berulangnya kasus kekerasan yang menjatuhkan korban jiwa di Pilkada Aceh tampaknya semakin mampu untuk ditekan dan dikurangi. Walau Badan Intelijen Negara (BIN) mengaku, Aceh dan Papua termasuk dua provinsi yang rawan. Semoga saja, asumsi dan prediksi ini tidak menjadi kenyataan. Sebagai rakyat (pemilih), kita harus sadar betul bahwa setiap pengambilan kebijakan pemerintah, tetap harus mengacu pada aspirasi masyarakat. Inilah bagian terpenting dari negara demokrasi. Salah satunya adalah partisipasi dalam politik. Yaitu memilih pemimpin di legislatif, eksekutif, baik di tingkat pusat maupun daerah. Di depan mata adalah pemilihan gubernur, bupati serta walikota. Begitupun, realitas politik, sosial, budaya serta ideologis tetap menjadi sisi menarik perhatian dalam mencermati kedekatan emosional antar paslon dengan rakyat (pemilih). Itu sebabnya, sadar atau tidak, pilkada tetap saja menguras energi, pikiran dan biaya yang tidak sedikit. Masyarakat cenderung akan ikut berpartisipasi untuk mencari pemimpinnya dalam lima tahun ke depan karena keterikatan emosi dengan calon yang ada. Besarnya hak rakyat untuk menentukan para pemimpin dalam lembaga eksekutif saat ini pun tidak lepas dari perubahan dan reformasi politik yang telah bergulir di negara ini sejak 1998. Maklum, sebelumnya, hak-hak politik masyarakat masih didiskriminasi dan digunakan untuk kepentingan politik penguasa. Rakyat tidak diberi hak politik yang sepenuhnya untuk menyeleksi para pemimpin, mengkritisi kebijakan, dan proses dialogis yang kritis agar masyarakat dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan-kepentingannya. Namun, sejalan dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia melalui amandemen pertama hingga ketiga pada tahun 2002, telah memberi peluang pemberian hak politik pada masyarakat untuk memilih Presiden secara langsung. Perubahan yang terjadi ini diikuti dengan lahirnya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 yang diperbarui pada UU Nomor 10 Tahun 2016. Maka, undangundang tersebut telah memberikan hak politik rakyat untuk memilih gubernur, bupati/ walikotanya secara langsung. Harapan lain adalah tampilnya para penyelenggara secara profesional, transparan dan netral. Ini menjadi penting, sebab ‘musim’ pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun ini berlangsung di 101 wilayah. Karena itu, penyelenggara pemi- lu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pusat, Komisi Independen Pemilihan (KIP) dan Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh harus mempersiapkan segala keperluan administras, dan bersikap profesional, termasuk menjaga diri dari kemungkinan adanya godaan-godaan yang dapat mempengaruhi hasil pilkada. Dan kita yakin, dengan adanya konsolidasi baik dari penyelenggara, maka dapat menciptakan pilkada yang bersih, adil, dan transparan. Aparat keamanan juga harus menegakkan netralitas dalam kontestasi pilkada ini. Jangan ragu untuk menindak siapa pun yang melakukan pelanggaran pidana. Sementara, Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) yang menangani permasalahan pilkada secara administrasi harus juga bersikap profesional. Pihakpihak yang memiliki kapasitas dan kemampuan untuk pengkondisian sesuatu sudah harus menghindari kerja-kerja seperti itu. Aparat pertahanan dan keamanan harus bersikap netral. Tidak ada yang boleh bermain politik dalam pilkada dan melakukan upaya-upaya pengkondisian. Aceh damai, Aceh memilih. Itulah harapan kita semua. Lantas, seperti apa pemetaan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh? Wartawan MODUS ACEH, Muhammad Saleh Saleh, menulisnya untuk Liputan Utama pekan ini.*** MODUS ACEH utama NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 13 MENGUSUNG VISI BERHARAP SUARA RAKYAT Berbagai janji yang tertuang dalam visi dan misi disampaikan sejumlah pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, mulai dari debat terbuka, dialogis serta kampanye. Berharap suara rakyat, mendapat kursi kekuasaan. Berikut paparannya secara singkat. 1 serambiindonesia Tarmizi A Karim T Machsalmina Ali ASANGAN Calon Nomor Urut 1, Tarmizi A. Karim-T. Machsalmina Ali misalnya, menggagas visi terwujudnya Aceh Baru Yang Mendiri, Sejahtera, Berbudaya dan Bermartabat, Berlandaskan Nilai Islam. Aceh Baru digagas paslon ini adalah sebuah cita-cita, harapan, semangat dan komitmen dari seluruh masyarakat Aceh untuk berubah menjadi lebih baik dari kondisi sekarang. Selain itu, hadirnya pemerintahan yang berbasis pada clean government dan good governance yang memposisikan pemerintahan sebagai abdi dan pelayan masyarakat, serta menempatkan masyarakat sebagai pelaku pembangunan sesungguhnya (empowering people) menuju kemuliaan dan kebahagian hidup dunia dan akhirat. Menurut Tarmizi A. Karim, Aceh Baru juga bermakna hadirnya kepemimpinan yang memiliki nilai leadership yang kuat dan teruji, memiliki nilai keteladanan, cerdas dan amanah hasil pilihan rakyat yang mampu menyatukan semua komponen masyarakat dan sumber daya yang dimiliki Aceh, sehingga menjadi energi kebangkitan Aceh kembali yang bersatu maju. Mandiri adalah upaya mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat Aceh terhadap suplai kebutuhan pokok dari daerah lain, yang semestinya mampu diproduksi sendiri. Sejahtera adalah suatu kondisi kemuliaan dan keba- P hagiaan hidup yang dinikmati oleh seluruh masyarakat Aceh melalui proses pembangunan dengan pemenuhan kebutuhan pokok hidup masyarakat melalui pemanfaatan potensi sumber daya alam yang dibarengi dengan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas serta didukung oleh kestabilan geopolitik Aceh. Berbudaya dan Bermartabat adalah upaya mengembalikan dan menumbuhkan nilai sosial budaya masyarakat Aceh yang islami dalam kehidupan berumahtangga, bermasyarakat dan bernegara dengan mengedepankan nilai-nilai moral dan akhlak yang mulia sebagai jati diri masyarakat Aceh. Sementara, misinya adalah mengembangkan tata kelola Pemerintahan Aceh yang efektif, efisien, amanah, transparan, dan akuntabel melalui rekrutmen dan penempatan personel yang berkualitas dan berintegritas dengan sistem pola karir untuk mewujudkan fungsi pemerintah sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat. Mewujudkan Aceh yang sejahtera dan mandiri melalui pemenuhan kebutuhan pokok, pelayanan dasar dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta pembangunan ekonomi berdasarkan tiga wilayah pertumbuhan yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah (added value) yang berdaya saing tinggi dan didukung oleh infrastruktur yang terintegrasi.*** 2 Zakaria Saman Teuku Alaidinsyah “ ACEH BEU MAJU DAN RAKYAT BEU SEUJAHTERA, UNTUK SEMUA”. Itu visi pasangan Zakaria Saman-Teuku Alaidinsyah. Maknanya, bercermin pada kondisi masyarakat Aceh saat ini dan menggagas tekad harus maju dan sejahtera bagi semua lapisan masyarakat Aceh. Menurut paslon ini, kondisi masyarakat Aceh sangat majemuk meskipun pembangunan saat ini merupakan hasil perjuangan panjang. Namun, pembangunan itu harus dan bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat tanpa ada perbedaan dari sisi mana pun (tanpa diskriminasi), sebagaimana tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Maju, dimaknai sebagai sikap dan kondisi masyarakat Aceh yang produktif, kooperatif berdaya saing dan mandiri, terampil dan inovatif dengan tetap dapat menjaga tatanan sosial masyarakat yang yang islami, berkarakter dan akhlak mulia (akhlakul karimah), toleran sesama, santun, taat beribadah, memiliki etika, mencintai perdamaian, memiliki ketahanan dan daya juang tinggi, cerdas, taat aturan, rasional, bijak dan adaptif terhadap dinamika perubahan, namun tetap berpegang pada nilai-nilai yang islami, berbudaya serta kearifan lokal dan berdaulat secara pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan sosial, menjaga keserasian lingkungan alam serta menjunjung tinggi harkat martabat manusia. Sementara, seujahtera adalah sikap dan kondisi masyarakat Aceh yang diharapkan setiap orang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dalam aspek ekonomi, sosial dan spiritual. Masyarakat Aceh yang sejahtera merupakan masyarakat yang makmur, berpenghasilan yang cukup, memiliki pendidikan yang cukup, lapangan usaha dan lapangan kerja yang layak, terbebas dari kemiskinan, memiliki rasa kepedulian yang tinggi, memiliki kualitas kesehatan dan didukung oleh kondisi lingkungan dan perumahan yang baik dan secara lahir dan batin mendapatkan rasa aman dan makmur dalam menjalani kehidupan. Selain memiliki berbagai indikator ekonomi, sosial dan spiritual yang lebih baik, masyarakat yang sejahtera juga harus memiliki sistem dan kelembagaan politik, termasuk kepastian hukum. Lembaga politik dan kemasyarakatan berfungsi sesuai konstitusi yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tanpa mengabaikan kearifan budaya lokal. Masyarakat yang sejahtera juga ditandai dengan adanya peran serta secara nyata efektif dalam segala aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, politik, maupun pertahanan dan keamanan. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya tercermin oleh perkembangan ekonomi semata, tetapi mencakup aspek EPOSOSBUD yang lebih luas, yang “BALDATUN THAIBATUN WARABBUL GHAFUR.”*** 14 MODUS ACEH 3 EBAGAI mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh masih belum lepas dari rangkaian kata penyanding dalam memaparkan visi dan misinya. Misal, Panca Bakti Pembangunan Aceh. Itu sebabnya, paslon ini menggagas visi: “MEWUJUDKAN KEMBALI ACEH SEBAGAI NEGERI YANG AMAN, SEJAHTERA, ADIL, MAKMUR DAN BERADIDAYA BERLANDASKAN SYARI’AT ISLAM .“ Sementara, misi adalah melanjutkan Pembangunan Aceh dalam segala bidang dan menjadikan Aceh negeri yang aman, sejahtera, adil, makmur dan beradidaya, berlandaskan syariat Islam. Untuk mewujudkan visi tadi, paslon ini akan melaksanakannya melalui; penerapan syariat Islam dalam berbagai sistem kehidupan masyarakat Aceh serta pembiayaannya, dilaksanakan oleh pemerintahan daerah (pemerintah bersama DPRA dan DPRK), terutama yang meliputi dimensi aqidah, dimensi syariah, dan dimensi akhlaqul karimah. Pelaksanaan dan pembudayaan nilai-nilai syariat Islam akan terus ditingkatkan melalui ibadah, muamalah, jinayah, qadha, tarbiyah, dakwah, syiar, siyasah, dan pembelaan terhadap Islam. Dengan demikian, Islam menjadi sumber nilai utama untuk kemaslahatan seluruh alam dan terutama bagi umat manusia. Sesuai dengan kondisi demografi Aceh, paslon ini mengaku, akan melaksanakan program prioritas yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak. Misal, revolusi pertanian, terutama untuk komoditas yang berumur singkat (pendek/musiman), antara lain padi, jagung, pisang, kentang, nenas, kedelai, singkong, kenaf, nilam, minyak asiri, bawang merah, cabai, tembakau, dan lain-lain. Selanjutnya, bumi Aceh juga cukup menjanjikan untuk komoditi tanaman tahunan di antaranya lada, karet, coklat, sawit, kopi, pala, cengkih, mangga, langsat, rambutan, durian, kela- 4 hariananalisa Abdullah Puteh Sayed Mustafa Usab S utama NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 pa, pinang, nilam dan lain-lain. Program pembangunan Reintegrasi Aceh pasca konflik terus dilanjutkan sebagai upaya pengentasan kemiskinan dan menekan angka pengangguran. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan menciptakan lapangan kerja baru. Sehingga, setiap orang dapat bekerja secara produktif dan menghasilkan pendapatan yang relatif memadai. Paslon ini yakin, dalam tempo lima tahun (2017-2022), seluruh program dan kegiatan yang berkaitan dengan tujuan Reintegrasi Aceh dapat diselesaikan secara tuntas. Termasuk pemberdayaan ekonomi rakyat (PER) dengan memberikan modal usaha bagi masyarakat menengah ke bawah. Sedangkan program pembangunan infrastruktur dan perkotaan dimaksudkan untuk menyediakan kebutuhan jaringan dan pelayanan (darat, laut, udara dan sektor-sektor lainnya) yang handal dan terpadu antar kabupaten kota se-Aceh. Termasuk di dalamnya penyediaan perumahan, pemukiman baru yang layak dan berkualitas sesuai master plan kota modern dalam rangka menjawab kebutuhan dan tuntutan urbanisasi yang semakin meningkat. Lantas, reformasi birokrasi untuk meningkatkan pelayanan publik yang berbasis kerakyatan. Program dan kegiatan reformasi birokrasi di antaranya: penataan organisasi/ kelembagaan yang diarahkan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Selanjutnya, pembinaan dan peningkatan kualitas SDM pegawai (PNS) yang handal guna mendukung pelaksanaan visi dan misi yang disebutkan di atas. Pembinaan mentalitas dan budaya kerja diarahkan untuk meningkatkan produktifitas, inovasi, loyalitas, disiplin dan tanggung jawab sesuai dengan tupoksi kelembagaan masing-masing.*** aceh.tribunnews Zaini Abdullah Nasaruddin B ERKHIDMAT MEMBANGUN ACEH BERPERADABAN YANG UNGGUL, INOVATIF DAN TANPA KORUPSI. Itu visi pasangan calon (paslon) Zaini Abdullah-Nasaruddin. Makna kata BERPERADABAN yang dimaksudkan adalah masyarakat Aceh yang berperadaban tinggi (rakyat Aceh yang menjalani kehidupan sosial, harmoni dalam keberagaman, dan tanpa diskriminasi), memiliki akhlak mulia, berpikiran cerdas, berwawasan luas, taat hukum, hidup sehat dan bahagia, dalam tata kelola Pemerintahan Aceh yang khusus dan istimewa memegang teguh nilai-nilai pemerintahan yang bersih, amanah, melayani, dan bekerja secara transparan, akuntabel dan tanpa korupsi. Keadaan tersebutlah yang dimaksud sebagai Rakyat Aceh berperadaban Islam. Sementara, UNGGUL bermakna; kualitas kesejahteraan rakyat setara dengan standar nasional dan/atau internasional. Rakyat Aceh harus memiliki tingkat kehidupan yang bahagia karena meningkatnya pendapatan, derajat kesehatan dan pendidikan yang baik, dan kehidupan sosial, partisipasi politik dan penghormatan atas hukum nilai-nilai keislaman dan adatistiadat yang tinggi. Ekonomi Aceh tumbuh bertumpu pada pengelolaan sum- ber daya alam dan sumber daya manusia menjadi stimulator (stimulasi) pengurangan ketimpangan/kesenjangan tingkat gampong, Aceh, Indonesia dan penggerak pertumbuhan ekonomi Kawasan Asean di Selat Malaka. Sementara, SDM Aceh tumbuh dan berkembang melalui lembaga-lembaga pendidikan memiliki daya saing tinggi, inovatif, produktif, profesional dan memegang teguh peradaban Aceh. Lantas, inovatif bermakna; Aceh menjadi pelopor dan pembaharu dalam pengelolaan sumber daya alam, pengembangan sumber daya ekonomi, pengembangan tata kelola pemerintahan yang profesional dan pengembangan pembangunan demokrasi. Dari visi tadi, paslon ini mengusung misi, mewujudkan visi dan menjawab tantangan Pembangunan Aceh ke depan dengan tujuh misi pembangunan Aceh untuk lima tahun ke depan. Pertama, meningkatkan kualitas kesejahteraan hidup rakyat. Kedua, meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan Aceh dan perdamaian Aceh. Ketiga, mengembangkan pembangunan ekonomi syariah dan berkelanjutan. Keempat, meningkatkan kualitas infrastruktur sosial dasar, publik dan ekonomi.*** MODUS ACEH utama NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 5 asangan calon perjuangan dan pembangunan ini menggagas visi; ACEH YANG SEJAHTERA, BERDAULAT, DAN BERMARTABAT BERDASARKAN MOU HELSINKI DAN UUPA DALAM BINGKAI NKRI. Untuk mewujudkan visi tadi, dirumuskan 11 misi seperti PERDAMAIAN; menyelesaikan butir-butir MoU Helsinki yang belum terselesaikan dan mewujudkan implementasi UUPA sesuai dengan perjanjian damai MoU Helsinki. REFORMASI BIROKRASI; memperkuat sinergisitas tata kelola pemerintahan yang efektif dan pengelolaan sistem keuangan yang terintegrasi dan akuntabel untuk mewujudkan pemerintahan yang good governance dan clean government. INFRASTRUKTUR; mempercepat pembangunan infrastruktur dasar dan penunjang untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan kemandirian energi. PERTANIAN; memperkuat struktur ekonomi dengan fokus pada pengembangan sektor pertanian dan peningkatkan nilai tambah melalui pengolahan hasil-hasil pertanian berbasis agro industri yang tinggi kualitasnya untuk menembus pasar dalam dan luar negeri. KEMARITIMAN; meningkatkan pengelolaan sumber daya maritim dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam yang berkelanjutan. PARIWISATA; mengembangkan potensi kepariwisataan yang berbasis islami, usaha ekonomi kreatif dan sektor riil lainnya dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja. INVESTASI; menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui regulasi, reformasi P 6 harianaceh.co Muzakir Manaf TA Khalid birokrasi, dan kepastian hukum yang menjamin tumbuhnya minat dan keyakinan investor. KESEHATAN; meningkatkan derajat kesehatan dan angka harapan hidup masyarakat Aceh yang dimulai dengan peningkatan kapasitas pelayanan kesehatan sejajar dengan pelayanan kesehatan di negara maju. PENDIDIKAN; mempersiapkan sumber daya manusia berbasis sains dan teknologi (high-tech ) menuju era ekonomi industri sepuluh sampai 20 tahun ke depan dengan tidak melupakan penerapan nilai-nilai islami dan mampu bersaing di kancah global serta meningkatkan partisipasi dan peran perempuan dalam pembangunan Aceh. LINGKUNGAN HIDUP; menjaga kekayaan bumi Aceh seperti hutan, satwa, mineral dan kekayaan laut serta meningkatkan kualitas hidup dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari. KEBUDAYAAN; menjaga dan meningkatkan nilai-nilai entitas dan identitas keacehan dalam tataran regional dan global. Selain Itu, Paslon Ini Juga Menggagas 5 ‘K’ Bangun Aceh. Pertama, Keimanan Berlandaskan Ahlussunnah Wal-jama’ah Dan Bermazhab Syafi’i Sebagaimana Yang Telah Diwariskan Kepada Kita Oleh Endatu Kita. Kedua, Kewenangan Besar Dalam Mengelola “Self-government ”. Ketiga, Kemandirian Ekonomi Berbasis Potensi Unggulan Lokal. Keempat, Kapasitas Sumber Daya Manusia Yang Mampu Mewujudkan Kembali Kejayaan Peradaban Aceh Dan Keabadian Perdamaian. Kelima, Kelola Pemerintahan Yang Dinamik, Bersih, Amanah Dan Melayani Rakyat Secara Adil Dan Merata.*** 15 statusaceh Irwandi Yusuf Nova Iriansyah antan Gubernur Aceh ini menggagas visi; terwujudnya Aceh yang damai dan sejahtera melalui pemerintahan yang bersih, adil dan melayani. Visi ini mengandung tiga kata kunci yaitu Aceh yang damai yang bermakna perdamaian berlangsung secara berkelanjutan dengan memanifestasikan prinsip-prinsip MoU Helsinki dalam kehidupan masyarakat dan pelaksanaan pemerintahan. Aceh yang sejahtera, bermakna rakyat Aceh memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan serta pendapatan yang layak. Dan, pemerintahan yang bersih, adil, dan melayani tata kelola pemerintahan yang transparan dan bebas korupsi guna mendukung pelayanan publik yang murah, cepat, tepat sasaran, berkualitas dan merata. Sementara, misi dirumuskan dan sembilan capaian seperti reformasi birokrasi untuk tercapainya pemerintahan yang bersih dan berwibawa guna mendukung pelayanan publik yang mudah, cepat, berkualitas dan berkeadilan. Kedua, memperkuat pelaksanaan syariat Islam beserta nilai-nilai keislaman dan budaya keacehan dalam kehidupan masyarakat dengan iktikad Ahlussunnah Waljamaah M yang bersumber hukum mazhab Syafi’iyah dengan tetap menghormati mazhab yang lain. Ketiga, menjaga integritas nasionalisme dan keberlanjutan perdamaian sebagai tindak lanjut prinsip-prinsip MoU Helsinki. Keempat, membangun masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing di tingkat nasional dan regional melalui peningkatan mutu pendidikan secara merata, baik pada pendidikan vokasional, dayah dan pendidikan umum. Kelima, memastikan semua rakyat Aceh mendapatkan akses layanan kesehatan secara mudah, berkualitas dan terintegrasi. Keenam, menjamin kedaulatan dan ketahanan pangan yang berimplikasi terhadap kesejahteraan petani dan nelayan melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah hasil pertanian dan kelautan. Ketujuh, menyediakan sumber energi yang bersih dan terbarukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan listrik bagi rakyat dan industri, sebagai komitmen Aceh dalam pembangunan rendah emisi. Kedelapan, membangun dan melindungi sentra-sentra produksi dan industri jasa kreatif yang menghasilkan produk kompetitif untuk memperluas lapangan kerja serta memberikan kemudahan akses permodalan dan kesembilan, revitalisasi fungsi perencanaan daerah dengan prinsip evidencebased planning yang efektif, efisien dan berkelanjutan.*** 16 MODUS ACEH utama NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 MENAKAR PELUANG KURSI ACEH 1 DAN 2 Usaha dan agenda elit Jakarta untuk menjadikan pasangan calon Gubernur Aceh-Wakil Gubernur Aceh head to head antara partai lokal (Partai Aceh) versus koalisi partai nasional (parnas) ternyata bias dan blunder. Hadirnya paslon Tarmizi A Karim-T Machsalmina Ali dan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah (mewakili parnas) dan Zaini Abdullah, Zakaria Saman serta Abdullah Puteh (jalur perseorangan) semakin membuka peluang paslon Muzakir Manaf-TA Khalid unggul pada konstestasi Pilkada Aceh 2017. yahdan, seorang sumber terpercaya media ini di Jakarta mengungkapkan, sebenarnya keinginan itu sudah muncul medio 2015 lalu. Ini sejalan dengan hasil Pilpres 2014 yang dimenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dari rival kuatnya Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Ternyata, pengaruhnya sampai juga ke Aceh. Walau tak linier dengan arus dukungan partai politik nasional, sejumlah partai masih konsisten mendukung pasangan calon (paslon) Gubernur Aceh. Muzakir Manaf-TA Khalid misalnya, selain Partai Aceh, dukungan juga datang dari Partai Gerindra, PKS dan PBB. Tiga partai ini merupakan Koalisi Merah Putih untuk Pilres 2014 lalu, disusul PAN dan Hanura serta PKPI. Memang, sempat muncul kabar adanya paslon titipan Istana Negara di Jakarta atau Presiden Jokowi, sehingga ada mesin ekstra dari Jakarta yang melakukan pemetaan dan bekerja terhadap sejumlah nama, untuk ‘menghadang’ Muzakir Manaf atau akrab disapa S Mualem. Maklum, Mualem adalah Ketua Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh, juga Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Aceh, yang memiliki kursi mayoritas di parlemen Aceh. Sehingga, jika dia mau, dapat mengusung sendiri tanpa membangun koalisi dengan partai nasional (parnas). Namun, karena relasi Mualem dengan poros Prabowo Subianto, dia mengambil wakilnya TA Khalid, Ketua DPD Partai Gerindra Aceh. Sejak awal, sudah mengajak sejumlah parnas untuk bersama-sama dalam Koalisi Aceh Bermartabat (KAB). Nah, sumber tadi mengungkapkan, proses tersebut terus bergulir hingga muncul sejumlah nama. Misal, TM Nurlif dan Tarmizi A Karim. Sementara, Irwandi Yusuf saat itu masih menggadang-gadangkan akan maju melalui jalur perseorangan atau independen. Begitupun, berbagai lobi dan pendekatan politik di Aceh maupun Jakarta (baca: Ketua DPP Parnas) terus dilakukan para elit di Jakarta terhadap sejumlah nama. Di sisi lain, sejumlah survei dilakukan sejak pertengahan 2015 hingga awal 2016, hingga akhirnya mengerucut dua nama, yaitu Tarmizi A Karim dan Irwandi Yusuf. Sedangkan TM Nurlif hilang dari peredaran karena hasil survei tingkat elektabilitasnya sangat rendah. Pekan lalu, saat menggelar kampanye di Kluet, Aceh Selatan, Tarmizi A Karim malah mengklaim memiliki hubungan dekat dengan Presiden Jokowi. Bahkan, sebelum menyatakan maju sebagai calon Gubernur Aceh, mantan Bupati Aceh Utara ini pun mengaku sudah bertemu Presiden Jokowi. Jangan tanya soal calon independen, para elit di Jakarta kabarnya tak mau menghabiskan energi sia-sia. Ini artinya, dalam kontestasi Pilkada Aceh 2017, paslon perseorangan tidak menjadi hitungan. Selain itu, kabarnya, Presiden Joko Widodo juga menaruh perhatian khusus pada Pilkada Aceh, Papua dan Ambon. Ini artinya, orang nomor satu Indonesia tersebut tak silau untuk melakukan ‘gerakan’ kontra separatis. “Ini yang menarik, Jokowi justru tak memainkan jurus tersebut. Ini artinya, tidak ada titipan apapun terhadap calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh. Kalau kemudian ada klaim, ini biasa dari permainan politik nasional,” kata sumber media ini di Jakarta. Seiring bergulirnya waktu, tingkat elektabilitas Tarmizi Karim pun terus mengalami stagnan alias tergerus, sehingga memunculkan kekhawatiran elit tadi di Jakarta. Sementara, mesin politik Mualem (Partai Aceh dan Komite Peralihan Aceh) serta sayap partai maupun mesin partai nasional (pendukung) seperti Gerindra, PKS dan PBB terus bekerja maksimal untuk meraih dukungan, disusul kemudian Partai Hanura, PAN dan PKPI. Di tengah kondisi tersebut, muncul gagasan dan pemikiran untuk mencari paslon alternatif, yang secara terbuka atau head to head menghadapkan Mualem dengan paslon yang diusung koalisi partai nasional lainnya. Salah satunya, Irwandi YusufNova Iriansyah. Keinginan tersebut mencapai titik orbit setelah Irwandi, yang menurut hasil survei selalu memiliki elektabilitas tinggi, urung maju melalui jalur independen dan memilih untuk bersama Partai Demokrat. Syaratnya, dia harus menggandeng kader partai itu sebagai wakilnya. Tapi, tanpa disangka, perkembangan Pilkada Aceh masuk juga ke meja Presiden Jokowi. Orang nomor satu Indonesia ini ternyata tak mengambil sikap atau menitip ‘golden boy’ untuk kursi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh. Itu disampaikan secara nyata oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD) RI, Oemas Sapta Odang (OSO), saat melakukan sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Kantor Gubernur Aceh. “Jadi, saya pastikan, tidak ada titipan Jakarta atau Presiden Jokowi terhadap calon Gubernur Aceh tertentu,” ungkap OSO, 15 November 2016 di Banda Aceh. Bisa jadi, pengakuan OSO atau akrab disapa Datuk ini benar. Sebab, jika representasi Presiden Jokowi adalah PDIP, maka partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini justru tak mendukung Tarmizi A Karim, tapi kepada Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah. “Kalaupun ada dukungan PDIP terhadap Irwandi-Nova, tidak berpengaruh secara suara. PDIP tidak punya kursi di DPR Aceh. Mereka hanya mendompreng untuk kepentingan Pileg dan Pilpres 2019 mendatang,” ungkap sumber tadi. Itu sebabnya, kata sumber ini, posisi Tarmizi A Karim-T Machsalmina Ali yang diusung Partai Golkar dan NasDem sudah dianggap selesai. Sebab, selain sejumlah partai politik nasional pendukungnya hengkang, secara internal juga tercabik-cabik. “Pencabutan dukungan PAN, Hanura, PKPI serta mundurnya Sofyan Dawood sebagai ketua tim pemenangan, ditambah cerai-berainya arus dukungan dari elit dan kader Partai Golkar dan NasDem Aceh, semakin membuat posisi paslon itu selesai sudah dalam bursa Pilkada Aceh tahun ini,” ungkap sumber yang tak mau ditulis namanya itu. Nah, tinggal kini, dari enam paslon, dapat dipastikan hanya dua paslon yang akan saling kejar-mengejar suara. Dan, posisi paling aman adalah jika mereka meraih satu juta lebih suara. Kedua paslon itu adalah nomor urut 5, Muzakir Manaf-TA Khalid serta paslon nomor urut 6, Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah. “Karena itu, kita bisa membaca dan memprediksi perolehan suara mereka dari modal dasar yang dimiliki berdasarkan perolehan suara di Pileg 2014 lalu,” ujar sumber tadi memprediksi. Sebut saja jika jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2017 ada 3,5 juta lebih suara dan disandingkan dengan modal perolehan suara pada Pileg 2014 lalu dari setiap paslon, Irwandi-Nova yang didukung PNA (113.452 suara), PDA (72.721), Partai Demokrat (156.303), PKB (80.389) dan PDIP (63.124) hanya meraih total 485.989 suara. Sementara, Muzakir ManafTA Khalid yang mendulang suara dari Partai Aceh (847.956), PBB (60.803), Gerindra (102.674), PKS (121.494), Hanura (45.515), PAN (181.820) dan PKPI (34.184) suara, maka total modal suara pasangan Muzakir Manaf-TA Khalid adalah 1.394.446 suara. Nah, dari modal suara ini saja sudah dapat diprediksi, kontestasi Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh 2017 akan dimenangkan pasangan Muzakir Manaf-TA Khalid, dengan asumsi dan prediksi sekitar 3540% lebih. *** MODUS ACEH 17 ANTARA ELEKTABILITAS VERSUS MESIN PARTAI utama NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 Untuk ketiga kalinya, pertarungan Pilkada Aceh menjadi pertaruhan antara hasil survei (elektabilitas) versus mesin partai. Faktanya, survei Pilkada 2006 dan 2012 oleh sejumlah lembaga terpatahkan dengan fakta yang terjadi. Akankah Pilkada 2017 terulang? “ Meulaboh tapeumenang Alaika. Nomor 1 untuk kabupaten, untuk Banda Aceh wajeb tapeumenang Mualem. Leuboi 5 (Meulaboh kita menangkan Alaika. Nomor 1 untuk kabupaten, untuk Banda Aceh wajib kita menangkan Mualem, nomor 5),” begitu ajak Haji Tito, calon petahana Bupati Aceh Barat pada Pilkada 2017. Seruan ini langsung mendapat tepuk tangan meriah dari warga yang hadir. Seperti diberitakan laman portal MEDIAACEH.CO, calon Bupati Aceh Barat, HT Alaidinsyah atau akrab disapa Haji Tito, meminta kepada para pendukungnya memilih Mualem-TA Khalid untuk Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada Pilkada 2017. Itu diungkapkan Haji Tito pada acara yang berlangsung di Kantor Pemenangan Alaika, Seuneubok, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, 9 Februari 2017 lalu. Acara yang berlangsung pukul 12.00 WIB tersebut dihadiri 1.500 warga. Ajakan serupa juga disampaikan calon Wakil Bupati Aceh Barat, Haji Kamaruddin. Menurutnya, kemenangan Alaika dan Mualem-TA Khalid harus satu paket. Ketua Pemenangan Alaika, Teungku Nadi, membenarkan apa yang disampaikan Haji Tito. “Kita memang bekerja untuk pemenangan Alaika, tapi untuk Aceh, tetap Mualem-TA Khalid,” kata Wakil Panglima Komite Peralihan Aceh (KPA) Aceh Barat ini. Ini satu di antara sejumlah indikasi arus dukungan terhadap paslon Muzakir Manaf-TA Khalid terus meningkat. Ibarat bola salju, gelindingannya terus membesar. Bahkan, ada sejumlah tim pemenangan di kabupaten dan kota juga mulai beralih pada pasangan nomor urut 5 tadi. Salah satu di Aceh Utara, Tim Pemenangan Zaini AbdullahNasaruddin (AZAN), berpindah dan mendukung Muzakir Manaf-TA Khalid. Nah, fenomena dan dinamika ini semakin mempertajam asumsi dan prediksi tentang siapa yang akan duduk pada kursi Aceh-1 dan 2 pada pilkada yang tinggal tiga hari lagi. Sebab, dari pilkada ke pilkada, soal prediksi keberhasilan tetap saja bermain pada dua pusaran, antara hasil survei dengan kerja mesin politik. Pilkada 2006 silam misalnya, sejumlah lembaga survei di Jakarta memprediksikan pasangan calon Humam Hamid-Hasbi Abdullah (H2O) yang diusung sejumlah partai politik nasional (parnas) akan memenangkan pertarungan kursi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh. Faktanya, paslon ini dikalahkan duet Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar (jalur independen). Saat itu, H2O memperoleh suara 334.484 (16,62%), sementara Irwandi-Nazar 768.745 (38,20%). Disusul kemudian pada Pilkada 2012. Kembali sejumlah lembaga survei di Jakarta dan Aceh terpaksa menelan pil pahit. Prediksi mereka, paslon Irwandi Yusuf-Muhyan Yunan yang diusung parnas serta paket Muhammad Nazar-Nova Iriansyah bersaing ketat dan salah satu dari mereka menjadi pemenang. Nyatanya, kedua paslon ini harus bertekuk lutut dari paslon dr. Zaini Abdullah-Muzakir Manaf (ZIKIR). Nah, pada Pilkada 2017, asumsi dan prediksi serupa kembali muncul. Sejumlah lembaga survei mengklaim bahwa paslon Irwandi YusufNova Iriansyah memiliki elektabilitas mencapai 47 persen. Sementara, paslon Muzakir Manaf-TA Khalid di atas 20 persen. Namun, jika dilihat dari peta arus dukungan berdasarkan hasil perolehan suara serta kursi pada Pileg 2015 di DPR Aceh, fakta membuktikan bahwa mesin politik Partai Aceh (PA) tetap bergerak, termasuk pada Pilkada 2012 lalu saat Muzakir Manaf (Mualem) berpasangan dengan Zaini Abdullah. Hasilnya, Irwandi YusufMuhyan Yunan hanya meraih 28,68 persen. Sementara, ZIKIR, 55,89 persen dengan partisipasi pemilih 74,44 persen. Akankah hasil serupa kembali terulang? Atau asumsi dan prediksi hasil survei menjadi kenyataan? Kita tunggu saja.*** 18 MODUS ACEH POLITIK NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 Klaim Tarmizi, Sofyan Dawood Undur Diri Pertanyaan besar mengapa Tarmizi A Karim menggeser posisi Zaini Djalil dan TM Nurlif serta memilih T Machsalmina Ali sebagai calon Wakil Gubernur Aceh terjawab sudah. Tak lama kemudian, Ketua Tim Pemenangan Sofyan Dawood mengundurkan diri. Ada apa? Muhammad Saleh “ Pemilihan Pak Machsalmina Ali murni keputusan pribadi. Saya yang langsung menghadap Presiden Jokowi di Istana Negara dan melaporkan rencana tersebut. Ketika saya sebut nama Pak Machsalmina Ali, ternyata tidak asing bagi Bapak Presiden, karena beliau mantan Bupati Aceh Selatan dua periode dan sekarang menjabat Sekretaris Golkar. Sehingga, Bapak Presiden menyambut baik langkah itu sembari menyarankan untuk dikoordinasikan dengan Ketua Umum Partai NasDem. Nah, Ketua Umum NasDem, Surya Paloh, ketika saya sebut nama Pak Machsalmina Ali, langsung direspon positif karena memang sudah beliau kenal sejak lama,” begitu ungkap Tarmizi A Karim. Itu disampaikan Tarmizi A Karim saat kampanye akbar di Komplek Terminal Terpadu Kota Fajar, Kluet Utara, Aceh Selatan, Sabtu, 4 Februari 2017. Di hadapan ribuan masyarakat Aceh Selatan yang memadati lokasi kampanye, Tarmizi A Karim menegaskan, keputusan dirinya mengganti calon Wakil Gubernur untuk mendampinginya pada Pilkada 2017 dari Zaini Djalil ke Machsalmina Ali, murni didorong keinginan pribadinya. Sebab, Tarmizi A Karim yang mengaku sangat lama tinggal di Aceh Selatan tersebut merasa bahwa wilayah tersebut sudah seperti kampung halamannya sendiri. Nah, atas dasar itulah, sambung Tarmizi, pihaknya kembali memastikan bahwa keputusan mereka maju pada Pilkada Aceh 2017 jelas atas restu Presiden Joko Widodo. Sehingga, sangat wajar jika ada pihak yang menyebutkan bahwa mereka merupakan utusan pusat. “Kedekatan kita dengan Presiden dan jajarannya tersebut merupakan modal awal dalam upaya kita memajukan pembangunan Aceh ke depan. Tanpa kepercayaan dari pusat, mustahil kita bangun Aceh dengan cepat,” tegasnya. Pada kesempatan sama, Machsalmina Ali dalam orasi politiknya mengklarifikasi tudingan oknum tertentu yang menyebutkan hubungan dirinya Tarmizi A Karim sudah retak dan jika terpilih nanti cepat pecah kongsi. “Dalam kesempatan ini, saya jelaskan kepada seluruh rakyat Aceh Selatan bahwa hubungan kami baik-baik saja dan tetap solid bekerja keras bersama tim pemenangan dan seluruh rakyat Aceh memenangkan Pilkada 2017. Kami berjanji akan tetap kompak dan tidak mudah retak jika dipercaya memimpin Aceh ke depan,” tegas Machsalmina Ali. Sejauh ini, belum ada satu pun klarifikasi dari pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai Golkar Aceh terkait pernyataan tersebut. Jika benar, maka sahihlah sudah bahwa posisi T Machsalmina Ali sebagai calon Wakil Gubernur Aceh, Nomor Urut 1 bersama Tarmizi A Karim bukan berdasarkan usulan dari DPP dan DPD I Partai Golkar. “Itu bagus, sehingga apa pun hasilnya nanti, termasuk jika gagal, kami di DPD I Partai Golkar Aceh tidak dijadikan kambing hitam oleh Pak Tarmizi,” ungkap seorang pengurus Partai Golkar Aceh pada media ini, Senin pagi, 6 Februari 2017. Karena alasan etika, dia minta namanya tak ditulis. Di sudut lain, klaim Tarmizi A Karim tersebut menjawab dua pertanyaan sekaligus. Pertama, terkait posisi Zaini Djalil, Ketua NasDem Aceh yang semula dijagokan untuk mendampingi Tarmizi. Kedua, terhempasnya posisi dan kesempatan Ketua DPD I Partai Golkar Aceh, TM Nurlif yang sempat digadanggadang akan mendampingi mantan Plt Gubernur Aceh ini. Hanya itu? Tunggu dulu. Calon Gubernur Aceh Nomor Urut 1, Tarmizi A Karim mengaku juga mengklaim memiliki hubungan atau kedekatan dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Itu sebabnya, menjadi modal untuk membangun Aceh. Termasuk dirinya memilih Machsalmina Ali sebagai calon Wakil Gubernur Aceh atas restu Jokowi setelah menghadap Presiden Indonesia ketujuh ini. Dalam orasinya yang berapiapi di Komplek Terminal Terpadu Kota Fajar, Kluet Utara, Aceh Selatan, Sabtu, 4 Februari 2017, Tarmizi A Karim juga menyatakan komitmennya untuk membangun infrastruktur di pantai barat-selatan Provinsi Aceh yang selama ini masih tertinggal. “Kami komitmen telah menanamkan tekad memprioritaskan kemajuan pembangunan infrastruktur di pantai barat-selatan Aceh. Ke depannya, tidak ada istilah lagi wilayah tertinggal dan termarginalkan. Sebab, program pembangunan yang akan direalisasikan sama rata dan berkeadilan,” janjinya. Menurutnya, wilayah pantai barat-selatan Aceh khususnya Kabupaten Aceh Selatan memiliki sumber daya alam melimpah ruah baik dari sektor pertambangan, perkebunan, pertanian maupun kelautan dan perikanan. “Salah satu program konkret yang menjadi fokus utama kita nanti adalah akan membangun pabrik pengolahan batu marmer. Program ini menjadi skala prioritas kami karena di Aceh Selatan cukup banyak tersedia batu besar (batu gajah) berkualitas bagus di mana jika diolah secara tepat bisa menjadi produk bernilai jual seperti marmer,” lanjut Tarmizi A Karim. Sementara itu, hasil riset media ini, di Aceh selama ini yang dikenal dekat dengan Presiden Jokowi adalah Gubernur Aceh non aktif dr. Zaini Abdullah alias Abu Doto. Bahkan, dia menjadi Ketua Tim Pemenangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014 lalu. Menjadi agak janggal rasanya ketika klaim tersebut justru datang dari Tarmizi A Karim. Menariknya, di tengah hembusan angin segar tadi, tiba-tiba muncul ‘badai’. Sofyan Dawood, Ketua Tim Pemenangan Tarmizi Karim-Machsalmina Ali justru mengundurkan diri. “Dengan ini saya nyatakan mengundurkan diri sebagai Ketua Tim Pemenangan Tarmizi A Karim-T Machsalmina Ali,” kata Sofyan Dawood dalam temu pers bersama awak media di Kota Langsa. Salah satu alasan Sofyan Dawood adalah dirinya sudah tidak dilibatkan lagi sejak beberapa bulan lalu. Selain itu, banyak kader dan partai pengusung yang mencabut dukungannya. Mundurnya Sofyan Dawood, diakui T Banta Syahrial, Sekretaris Tim Pemenangan Tarmizi A Karim. “Ya, betul. Seperti yang diberitakan, Pak Sofyan Dawood telah mengundurkan sebagai Ketua Tim Pemenangan Tarmizi KarimMachsalmina,” kata Banta Syahrial yang juga Pengurus DPD Partai NasDem Aceh pada media ini melalui saluran telepon, Rabu 8 Februari 2017. Dia menambahkan, mundurnya Sofyan Dawood sebagai Ketua Tim Pemenangan otomatis secara struktural tim telah bubar, maka untuk selanjutnya, akan dikembalikan pada calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Tarmizi Karim- Machsalmina untuk membuat tim baru. Namun, ia meragukan apakah Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh masih menerima daftar itu mengingat masa pendaftaran telah habis,” ujar kader NasDem itu. Semoga Tarmizi A Karim tidak sepi dalam kesendirian.*** MODUS ACEH POLITIK NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 19 Setelah 16 Tahun Bersama MODUS ACEH/Azhari Usman Belasan kader dan Pengurus DPD Partai Demokrat Aceh keluar dari partai itu. Salah satunya Miryadi Amir, beralih ke Partai Hanura. Ketua Partai Demokrat Aceh Nova Iriansyah mengucapkan selamat jalan. Efek dari bola salju di Jakarta? Muhammad Saleh Miryadi Amir (kanan) da saatnya bersama dan waktunya untuk pergi. Itulah yang terjadi di tubuh Partai Demokrat Aceh. Betapa tidak, sekretaris partai tersebut, Miryadi Amir bersama belasan kader partai berlambang mercy ini, pekan lalu resmi meninggalkan partai politik yang dilahirkan Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Padahal, Miryadi Amir atau akrab disapa Edi Amir itu, sudah 16 tahun bersama Partai Demokrat (PD) dan sempat menjadi anggota DPR Aceh dari partai ini. Begitupun, langkah sudah diayunkan, keputusan sudah diambil. Bersama Edi Amir ada Ibnu Rusdi atau akrab disapa Didi. Dia juga pernah menyandang status sebagai anggota DPR Aceh dari Partai Demokrat. Hijrahnya Edi dan Didi, bersamaan dengan acara silaturrahmi dan rapat konsolidasi Partai Hanura, jelang pelaksanaan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, 15 Februari 2017 di Hotel Nanggroe, Banda Aceh. Kepada media ini, Miryadi Amir dan Ibnu Rusdi mengaku. Kepindahan mereka ke Partai Hanura, karena sudah tidak sejalan lagi dengan berbagai kebijakan partai tersebut. “Benar, setelah 16 tahun bersama PD, saya sudah putuskan untuk menanggalkan jaket Partai Demokrat dan memilih untuk bergabung dengan Partai Hanura,” ungkap Miryadi Amir yang juga salah satu pendiri PD di Aceh. Sebelumnya, Miryadi Amir adalah Sekretaris Umum (aktif) DPP Partai Demokrat Aceh, mendampinggi Nova Iriansyah sebagai Ketua Demokrat Aceh, yang juga calon Wakil Gubernur A Aceh bersama Irwandi Yusuf, pada Pilkada 15 Februari 2017. Sementara Ibnu Rusdi atau akrab disapa Didi ini, mengaku sudah lama menyatakan mengundurkan diri dari partai ini. Ketua DPD Partai Demokrat Aceh, Nova Iriansyah enggan berkomentar banyak, terkait kader dan pengurus partainya, yang memilih untuk bergabung dengan Partai Hanura. Dia hanya bilang. “Selamat jalan kawankawan, semoga cepat sampai tujuan,” tulis Nova singkat, saat dikonfirmasi MODUSACEH.CO, Senin petang (6/2/2007). Selain itu, Nova juga mengakui jika Ibnu Rusdi sudah mengundurkan diri tahun lalu. Menurut Nova, dari informasi yang dia terima, Ibnu Rusli atau Didi, berencana ingin menjadi calon Wakil Bupati Pidie yang berpasangan dengan Roni Ahmad. Dan pemberhentiannya sudah diusulkan DPD PD Aceh kepada DPP Partai Demokrat di Jakarta. “Kalau yang lain, saya baru dpt info ini dari MODUSACEH.CO,” tulis Nova. Itu sebabnya sebut Nova, jika benar informasi ini, sebagai sahabat dia mengaku sedih atas perpisahan ini. “Karena kita sudah lumayan lama bersama. Tetapi saya juga bergembira karena demokrasi kita sangat cair. Perpindahan keanggotaan partai politik adalah hal biasa. Kita tentu berbeda dengan di Jepang, dimana loyalitas dan militansi adalah segala-galanya,” ungkap Nova. Masih kata Nova. “Kepada teman-teman yang sudah bertekad untuk hijrah ke parpol lain saya ucapkan selamat, semoga cepat sampai di tujuan. Harapan saya semoga sillaturrahmi kita tetap terjaga, warna boleh berbeda tetapi kita tetap bersaudara,” ujar Nova. Sedangkan Miryadi beralasan, banyak kebijakan partai yang sudah tidak sejalan lagi dengan dirinya. Dan itu, menjadi salah satu faktor mengapa dia dan beberapa fungsionaris PD hengkang. Dia mencontohkan, bagaimana Nova Iriansyah sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Aceh, tidak pernah melakukan koordinasi dengan pengurus lainnya dalam menentukan calon walikota dan calon wakil walikota yang diusung Partai Demokrat diseluruh Aceh. “Jadi buat apa kita bertahan di situ kalau pendapat kita sudah tidak dibutuhkan lagi,” ujar Miryadi. Miryadi melanjutkan, menjatuhkan pilihan pada Partai Hanura bukanlah secara kebetulan. Ia melihat bahwa Partai Hanura merupakan sebuah partai yang mempunyai pemikiran yang sama dengan dirinya, iapun mengakui bahwa Partai Hanura bukanlah partai besar. “Di DPRA saja kita tidak punya perwakilan”, ujar Mantan anggota DPRA itu. Namun ia berjanji akan bekerja sekuat tenaga untuk memajukan Partai Hanura, termasuk memastikan Muzakir Manaf-TA Khalid menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh 2017-2022,” tegas adik Mirwan Amir itu. Lepas dari pengakuan Miryadi Amir dan pernyataan Nova. Hijrahnya adik kandung Mirwan Amir atau akrab disapa Ucok bersama sejumlah rekannya ini, bertalian erat dengan keluarnya Ucok dari kader dan Pengurus DPP Partai Demokrat. Maklum, sebelumnya Ucok sempat menjadi anggota DPR RI dua periode bersama PD. Selain Ucok ada juga Gede Pasek Sahardika. Nah, dua politisi ini merupakan loyalitas mantan Ketua Umum PD Anas Urbaningrum yang tersangkut hukum (kasus korupsi). Lalu, keduanya pun memilih untuk meninggalkan PD. “Pasti ada hubungannya. Anas yang meminta sejumlah loyalisnya yang masih di PD untuk pindah ke Partai Hanura,” ucap seorang sumber. Wakil Ketua Umum Partai Hanura, Gede Pasek Sahardika mengintruksikan segenap kader Partai Hanura untuk bekerja semaksimal mungkin, memenangkan paslon Muzakir Manaf - TA Khalid sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh 2017-2022. Itu disampaikan Gede Pasek saat menghadiri konsolidasi dan silaturahmi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Partai Hanura seluruh Aceh di Grand Nanggroe Hotel, Banda Aceh, 6 Februari 2017. Gede Pasek mengakui, dukungan yang diberikan kepada Muzakir Manaf (Mualem) secara tiba-tiba. “Itu karena perggantian ketua umum yang baru, jadi kebijakannya sudah berbeda”, kata Gede Pasek. Namun walaupun tiba-tiba, keputusan itu telah dikaji bersama-sama dengan Pengurus Partai Hanura dan memutuskan mendukung Mualem. “Secara tegas saya katakan di sini, kita harus menangkan Panglima (Mualem), dan itu perintah langsung dari Ketua Umum Bapak Oesman Sapta Odang (OSO),” tegas mantan kader Partai Demokrat itu. Gede Pasek melanjutkan, Partai Hanura tidak boleh lagi menjadi partai kecil, ia meminta seluruh kader partai terus bergerak. “Setidaknya harus menyalip si biru,” canda Gede Pasek. Ia mengharapkan kader Partai Hanura harus ada perwakilan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). “Kader kita jangan hanya ada di DPRK, harus berkembang”, sebut Gede Pasek. Ia pun meminta kader Partai Hanura di tingkat DPC untuk minimal dua kali dalam seminggu harus tampil di media. “Bicara di media, angkat isuisu yang pro rakyat, coba bayangkan kalau seluruh Indonesia ini terjadi akan menaikkan rating partai kita,” kata anggota DPD asal Bali itu. Sebelumnya Ketua DPD Partai Hanura Aceh, Haji Safruddin Budiman mengatakan, terkejut ketika melihat Gede Pasek Sahardika pada acara Partai Hanura di Jakarta. “Saya terkejut melihat Pak Pasek pakai baju kuning. Pak Oesman bilang jangan terkejut Pak Budiman, Pak Pasek sudah bersama kita,” ungkap Safruddin Budiman. Ia melanjutkan, bergabungnya beberapa kader Partai Demokrat menjadi kekuatan bagi Partai Hanura untuk memenangkan Pilkada di Aceh. Itu sebabnya, Haji Syafruddin Budiman mengaku. Bergabungnya Miryadi Amir, Ibnu Rusdi dan kawan-kawan ke Partai Hanura Aceh, telah menambah semangat (spirit) dan energi baru bagi partainya. Sebab, mereka adalah para politisi berpengalaman dan memiliki basis massa di Aceh. Pendapat itu disampaikan Haji Syafruddin pada media ini, Selasa malam pekan lalu di Banda Aceh. Syafruddin Budiman berharap, kehadiran mereka dapat menambah dukungan masyarakat serta kursi di DPR RI, DPRA serta DPRK pada Pileg 2019 mendatang. Ini sesuai harapan Ketua Umum DPP Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) melalui Wakil Ketua Gede Pasek di Banda Aceh, Senin malam pekan lalu. Kata Bang Syaf, begitu dia akrab disapa. Pihaknya dalam waktu dekat akan mengisi komposisi kepengurusan yang hingga saat ini masih ada yang kosong. “Tapi sesuai arahan DPP, itu akan kita lakukan setelah pelantikan DPP Partai Hanura, 22 Februari 2017 mendatang di Jakarta,” kata Bang Syaf. Mengenai Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, 15 Februari 2017, menurut Bang Syaf, akan mendukung sepenuhnya Muzakir Manaf-TA Khalid. “Ini sudah keputusan dari DPP dan Ketum. Jadi tidak ada khilafiah lagi. Seluruh kader di akar rumput sudah bekerja sejak 2016 lalu,” ungkap Bang Syaf.*** 20 MODUS ACEH sudut kutaraja NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 ■ Terkait Kepemimpinan Perempuan Mengapa Harus ‘Membenturkan’ Ulama? alhaqi Tahapan kampanye terbuka dan dialogis, termasuk debat kandidat pasangan calon (paslon) Walikota dan Wakil Walikota Banda Aceh selesai sudah. Namun, tak berarti berbagai pernak-pernik dari kontestasi pesta demokrasi lima tahunan ini berlalu begitu saja. Salah satunya adalah pernyataan juru kampanye salah satu paslon di Lapangan Parkir Stadion H Dimurthala Lampineung, Banda Aceh, Minggu sore, 22 Januari 2017 lalu. Mengapa harus ‘membenturkan’ ulama? Azhari Usman Abu Tumin ampanye itu dimulai Pukul 14.00 WIB dan berakhir sekira pukul 18.00 WIB. Ironisnya, menyisahkan sebait kalimat dan kata-kata yang patut diduga telah ‘menoda’ dan ‘menistakan ulama’. Itu terlihat dari rekaman video yang kini beredar luas di media sosial (medsos), termasuk dikirim ke redaksi MODUSACEH.CO. Nah, dari serangkaian orasi politik dalam kampanye akbar tersebut, muncul salah seorang juru kampanye (jurkam). Disebut-sebut bernama Cut Linda, orator untuk pasangan Aminullah Usman-Zainal Arifin. Dengan lantang, perempuan berhijab ini mengeluarkan kata-kata dan kalimat yang mengundang kocak tawa massa yang hadir. Termasuk Ketua DPD II Partai Golkar Kota Banda Aceh, Iskandar Mahmud, dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh dari Fraksi Partai Golkar, Haji Sulaiman Abda, serta unsur pengurus lainnya. “Nyokeh saboh contoh di akhir jameun. Meunyo jamen, geukhen sah al ulama u warisatul ambiya, betoi geupeujak ateuh garis. Yang hana betoi geupeugah hana betoi. Yang hareum geupeugah hareum. Tetapi, uroe nyoe lahe al ulama u warisatul fulus (disambut tertawa massa--red). Ulama-ulama yang ék diblo ngon harta dan tahta (Inilah satu contoh di akhir zaman. Dulu, ulama sah disebut pewaris para nabi, berjalan dengan tepat. Yang tidak benar, dibilang tidak benar, yang haram tetap dikatakan haram. Tapi, hari ini lahir ulama pewaris fulus (uang). Ulama sudah dibeli dengan harta dan tahta),” ucap perempuan tersebut. Lalu, dalam rekaman berdurasi lebih satu menit ini dan telah ditayang 20 ribu kali, disisipi pernyataan Ustad Yusuf Mansur yang sempat diberedar, saat persoalan penghinaan ulama di Jakarta beberapa waktu lalu. Dalam video itu, terlihat ada Ketua DPD II Partai Golkar Banda Aceh Iskandar Mahmud dan Wakil Ketua DPR Aceh Sulaiman Abda dari Fraksi Partai Golkar ikut tertawa saat si K orator menyebutkan kalimat tadi. Memang, Aminullah Usman-Zainal Arifin diusung Golkar dan PAN. Ketua Partai Golkar Aceh Iskandar Mahmud yang dikonfirmasi MODUSACEH.CO, Selasa siang, 7 Februari 2017, mengaku hadir pada kampanye akbar tadi, termasuk ikut mendengar kalimat yang disampaikan sang orator perempuan tersebut. Tapi, dia mengaku tak menyangka sang juru kampanye perempuan itu mengeluar orasinya seperti itu. “Kalau saya tidak salah namanya Cut Linda, tapi saya tidak tahu dia kader partai apa,” jelas Iskandar Mahmud. Sementara itu, media ini belum berhasil melakukan konfirmasi dari seorang perempuan yang disebut-sebut bernama Cut Linda terkait maksud dan tujuan dari perkataannya yang kini menjadi viral di media sosial. Tanggapan justru datang dari Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tengku Dirundeng, Meulaboh, Dr. H. Syamsuar Basyariah M. Ag. Dia mengaku, tidak seprinsip dengan pernyataan tersebut. Itu sebabnya, ia berharap pernyataan seperti itu dipelajari dulu sebelum disampaikan ke ruang publik. “Saya kurang seprinsip. Itu terlalu mengeneralkan ulama. Kondisi itu tidak bisa diberlakukan untuk umum. Kalau ada orang-orang yang berbicara seperti itu, ya dipelajari dulu sebelum disampaikan ke ruang publik. Bahasa-bahasa seperti itu dilatih dulu atau pelajari dulu kalau ingin menyampaikan sesuatu,” katanya, di STAIN, Aceh Barat, Rabu, 7 Februari 2017. Menurutnya, jika ada ulama yang mendukung si A atau B, harus dilihat konteksnya. Kata Syamsuar Basyariah, dalam konteks agama, ulama tidak salah dukung-mendukung. “Malah pemilu itu bahagian dari ijtihad politik yang berjalan di atas koridor hukum. Kedua-duanya dapat pahala. Itu yang tidak dijelaskan pada masyarakat,” ujar Abi, panggi- lan akrabnya. Karena itu, bila ada kelompok yang seolah-olah politik itu kotor, ini dinilainya kurang sehat. Sebab, dalam Islam, ada politik. Siapa saja boleh berpolitik. Malah di Iran, tidak bisa jadi Presiden kalau bukan dari kalangan ulama. “Jadi, jangan menjelekkan ulama! Padahal, banyak juga ulama yang menguasai politik,” kata Dr. H. Syamsuar Basyariah, M. Ag. Itu sebabnya, kata-kata ulama mendukung si A atau B karena fulus, itu salah besar. Begitu juga kalau ulama membawa proposal, pemerintah sudah menyediakannya. Jadi, usaha itu untuk kepentingan pembangunan pesantren. Karena itu tidak salah, memang dibuka ruang oleh pemerintah. Itu bukan cari duit,” tegasnya. *** Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh mengeluarkan fatwa dan tausiyah terkait Pilkada Aceh. Isinya, menyerukan kepada semua warga Negara Indonesia di Provinsi Aceh agar menggunakan hak pilihnya, 15 Februari 2017. Selain itu, memilih orang yang bertakwa dan jujur, amanah, cerdas, berpengetahuan luas, komunikatif dan memiliki komitmen tinggi terhadap penerapan syariat Islam secara kaffah. Tak ada larangan untuk memilih pemimpin perempuan. Tausiyah itu tertuang dalam surat nomor: 8/2016, tanggal 26 November 2016, ditandatangani Ketua MPU Aceh, Prof. Dr Tgk H Muslim Ibrahim MA, dan tiga anggota yaitu Tgk H M Daud Zamzamy, Tgk Faisal Ali dan Tgk Hasbi Albayuni. Isinya ada enam poin. Pertama, menyerukan kepada semua warga Negara Indonesia di Provinsi Aceh untuk menggunakan hak pilihnya pada Pilkada, 15 Februari 2017 dengan sebaik-baiknya. Kedua, setiap muslim wajib memilih orang yang bertakwa dan jujur, amanah, cerdas, berpengetahuan luas, komunikatif dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap penerapan syariat Islam secara kaffah di Aceh. Ketiga, menyerukan kepada Komisi Independen Pemilihan (KIP), Panitia Pengawas Pemilu (Panwas- lih) dan semua pihak yang bertanggungjawab, agar bertindak jujur dan adil serta menjaga ketertiban, keamanan dan kedamaian. Keempat, mengajak semua warga negara Indonesia di Aceh untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan serta memelihara ukhuwah demi terpeliharanya perdamaian yang abadi. Kelima, mengharapkan kepada para kandidat dan tim sukses agar tidak melakukan fitnah, politik uang, intimidasi dan hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Dan, keenam, kepada kandidat dan tim sukses agar menerima hasil pemilihan dengan penuh keikhlasan. Jika terjadi perselisihan agar diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Sebelumnya atau tahun 2014 lalu, MPU Aceh juga mengeluarkan fatwa tentang Pemilu Menurut Perspektif Islam. Fatwa itu Nomor: 3/2014 tanggal 28 Februari 2014. Isinya tak jauh beda. Menariknya, baik Fatwa Pemilu 2014 maupun Taushiyah 2016 tentang Pilkada Aceh, ternyata MPU Aceh tidak ada satu kata dan kalimat pun menyinggung tentang adanya larangan untuk memilih calon pemimpin dari kaum perempuan. Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Prof. Dr Syahrizal Abbas, mengatakan, tradisi adat Aceh tempo dulu sangat terbuka dan sangat memberikan ruang dan kedudukan sama antara laki-laki dan perempuan. Kaum hawa, katanya, punya peranan aktif dalam segala tatanan sendi kehidupan. Terbukti pernah ada kepemimpinan dipegang oleh perempuan selama empat kali berturut-turut. Bahkan, pimpinan perang juga dari sosok perempuan seperti Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, dan lainnya. Pernyataan itu disampaikan Syahrizal Abbas saat menjadi narasumber pada seminar Women‘s Development Center (WDC) Kota Banda Aceh yang diadakan di Rumoh PMI, Rabu 1 Januari 2017. Acara juga dihadiri Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Banda Aceh, Ir. Hasanuddin, serta tiga orang narasumber lainya, yakni Ustadz Masrul Aidi (Pimpinan Dayah Babul Maghfirah Cot Keueung), Ustaz Ahmad Rizal Lc MA (Imuem Chik Mesjid Lueng Bata) dan Khairani Arifin SH MH (Akademisi Unsyiah). Syahrial Abbas melanjutkan, peran perempuan dalam sejarah Aceh tersebut tidak bertentangan dengan Al-Quran dan sunnah. Karena saat itu pemerintahan Aceh berdasarkan Islam yang didukung oleh peranan ulama besar dalam sejarah Aceh seperti Syech Abdurrauf Assingkili. Lanjutnya, dalam perjalanan sejarah Aceh hingga saat ini, terjadi distorsi-distorsi atau pemenggalan. Hal tersebut dipengaruhi oleh peran kolonialisme yang berusaha menjauhkan orang Aceh dari ajaran agama. “Kolonialisme bukan hanya merenggut kekuasaan dan mengek- sploitasi sumber daya alam kita, tapi juga mengacaukan pola pikir dan menjauhkan orang-orang Aceh dari ajaran Islam,” ujar Syahrizal Abbas. Maka dari itu, saat menerapkan syariat Islam, banyak yang menentang karena isme-isme kolonial itu telah menancap dalam kepala sebagian masyarakat kita. Karena hukum di Indonesia sekarang masih mengadopsi hukum kolonialisme. Inilah dampak dari kolonialisme,” tutup Syahrial Abbas. Sebelumnya, di Harian Waspada terbitan Medan, Sumatera Utara, tertulis pernyataan tiga ulama kharismatik Aceh. Salah satunya Tgk Muhammad Amin atau akrab disapa Tu Min Blang Bladeh, Kabupaten Bireuen yang kabarnya ‘mengharamkan’ memilih pemimpin dari kaum perempuan. Spontas saja, berita tersebut menjadi buah bibir di Kota Banda Aceh. Ini ada kaitannya dengan ‘perang’ opini antar tim sukses dan tim pemenangan paslon Hajjah Illiza Sa’aduddin Djamal-Farid Nyak Umar (nomor urut 1) versus Aminullah Usman-Zainal Arifin (nomor urut 2). Namun, di harian sama terbitan Kamis, 1 Februari 2017, Abu Tu Min kemudian membantah pernyataan tersebut, “Tidak Ada Nash Perempuan Haram Memimpin”, tulis Waspada. Itu disampaikan Abu Tu Min, usai shalat Maghrib di kediamannya, Senin, 6 Februari 2017. Bahkan, Abu Tumin memastikan tidak pernah ada media yang mewawancarainya terkait kepemimpinan perempuan. “Bagaimana itu ambil saya sebagai modal (mencatut nama Abu Tumin di judul salah satu media online), tapi bohong,” kata ulama sepuh di Aceh itu, tulis Waspada. Masih menurut Harian Waspada, Abu Tumin tidak pernah mempersoalkan orang yang meminta peusijuk (ditepung tawar). Bahkan, beliau ikut mendoakan agar mereka memperoleh kesuksesan dan kebahagian dunia dan akhirat. Menurut Abu Tumin, ada pendapat ulama terkait kepemimpinan perempuan. Namun, di sisi lain, juga ada perempuan yang menjadi kepala pemerintahan. Jadi, tidak ada nash (hukum) yang jelas yang melarang perempuan jadi pemimpin. “Dari AlQuran dan hadist tidak ada nash yang melarang,” tegasnya saat itu. Masih seperti diwartakan Waspada. Abu Tumin menyatakan, “Yang pertama diungkap di sini ayat yang menyangkut arrijaalu qawwamuuna ‘ala an nisaa. Ini yang sangat mendasar dan pokok saat membahas tentang kepemimpinan. Arrijaalu qawwamuuna ‘ala an nisaa itu lebih berat mengarah pada hubungan laki-laki dan perempuan diikat dalam pernikahan. Namun, secara lafadznya ditafsirkan secara luas,” ujar Abu Tumis. Nah, cukup jelas kan? Jadi, mengapa harus ‘membenturkan’ antar _ulama demi meraup suara, meraih kursi Walikota-Wakil Walikota Banda Aceh?*** MODUS ACEH Di Balik Berita NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 21 ■ Jufri Hasanuddin Dipecat dari PA Keputusan Pahit di Akhir Jabatan MODUS ACEH DOK Dinilai tak berpihak dan loyal kepada Partai Aceh (PA). Jufri Hasanuddin dipecat Ketua Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Muzakir Manaf dari Partai Aceh. Bupati Abdya itu mengaku menerimanya. Juli Saidi P IL ‘pahit’ itu terpaksa ditelan Jufri Hasanuddin menjelang akhir jabatanya dari kursi Bupati Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya). Maklum, Ketua Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh (PA) Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem, telah mengeluarkan keputusan ‘pahit’ untuk Jufri. Dia dipecat tanpa hormat. Keputusan yang disampaikan Wen Rimba Raya dan Muchlis Abe, Rabu sore pekan lalu itu bukan tanpa sebab. Jufri nilai tidak loyal dan berpihak pada pasangan calon (paslon) Bupati Abdya pada Pilkada 2017, yang diusung PA yaitu Erwanto-Muzakir ND. Selain itu, setelah mendapat masukan serta pertimbangan yang matang dari berbagai pihak. Mulai dari PA, KPA serta kader partai lokal itu di Abdya. “Untuk melaksanakan amanah Panglima, maka saya sampaikan dihadapan massa Partai Aceh bahwa pada tanggal 8 Pebruari 2017, Mualem telah mengambil keputusan tentang pemberhentian secara tidak hormat saudara Ir Jufri Hasunuddin dari anggota Partai Aceh dan jabatan lainnya yang melekat. Mengenai surat pemberhentian tersebut telah siap dan akan dipublikasikan ke media pers,” kata Wen Rimba Raya, didampingi Ketua KPA dan PA Barat Selatan serta hadir pula Ableeh KPA Kuta Pasee, dan Jubir KPA Pusat Muklis Abee. Kepada Wen Rimba Raya, Mualem menyampaikan dua hal. Pertama. “Singeoh kapeugah siat lam kampanye bahwa Jufri Hasanuddin tapeucat dari PA. Soe yang protes silakan protes hoe yang galak (Besok tolong sampaikan dalam kampanye bahwa Jufri Hasanuddin kita pecat. Siapa yang protes silahkan, kemana dia suka),” tegas Mualem. Kedua dan peuingat yang laen boh soe manteong terutama anggota dewan, DPRA, DPRK, so hana kerja keu partai akan tacok sikap chit (Kedua dan ingatkan yang lain, siapa saja terutama anggota dewan, DPRA, DPRK, siapa yang tidak kerja ke partai akan diambil sikap yang sama),” kata Wen, mengulang perintah Panglima atau Mualem. Alasan pemecatan itu sudah banyak dasar dan cukup bukti se- hingga sudah waktunya harus dipecat, agar Partai Aceh terselamatkan dari kader partai yang tidak loyal. Keputusan itu disambut sorak sorai dan tangisan sekitar 50 ribu rakyat Abdya, pendukung Partai Aceh yang datang ke Lapangan Pulau Kayu, Kecamatan Susoh, Abdya. Mereka adalah massa paslon Bupati Abdya Erwanto-Muzakir ND serta siap memenangkan Mualem-TA Khalid. Kontributor MODUSACEH.CO mengabarkan, para simpatisan PA sangat terharu dan tidak menyangka karena spanduk bertuliskan protes itu dapat dilihat pimpinan dari PA pusat. Selain saat ini sebagai Bupati Abdya, Jufri Hasanuddin adalah Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh. Saat Pilkada 2012 lalu, Jufri Hasanuddin diusung PA untuk meraih kursi nomor satu di daerah tersebut. Namun, Rabu pekan lalu, jabatannya di DPD PA sudah berakhir, sejalan dengan pemecatan dan pemberhentiannya secara tidak hormat. Lantas, apa kata Jufri? Dia mengaku menerima putusan Mualem. Dan dia tetap mendukung Muzakir Manaf-TA Khalid sebagai paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada Pilkada 2017. Baginya, memperjuangkan Mualem mennuju kursi Gubernur Aceh adalah harga mati dan dia tetap mencintai PA walau tidak lagi jadi pengurus. “Meskipun saya tidak lagi jadi pengurus partai, saya tetap men- dukung Mualem. Dulu saya sudah sampaikan pada MODUSACEH.CO, Mualem tetap harga mati,” tegas Jufri. Kalimat mendukung Mualem dan mencintai PA, berulang-ulang kali diucapkan Jufri Hasanuddin. “Saya tetap menyatakan pilih dan mendukung Mualem, saya tidak berubah,” katanya. Bagi Jufri, ketika ada yang mempersoalkan loyalitasnya terhadap PA, itu yang harus dilihat dan cerna dari berbagai sisi. Alasan Jufri, karena orang PA juga banyak berharap untuk mempersatukan mereka. “Hampir 80 orang PA tidak mendukung Erwanto. Sebenarnya saya berupaya melindungi orang-orang PA yang tidak mendukung Erwanto, agar tidak pecah,” ungkap Jufri pada media ini pekan lalu. Kata Jufri, suara 80 persen itu agar memilih Mualem. Itu tujuan saya. Erwanto tidak diterima, jadi bukan saya tidak terima partai, partai tetap saya cintai,” jelas Jufri mantan anggota DPRA itu. Lanjutnya. “Bahwa ada yang melihat dari sisi lain, ya terserah. Konsekuensi terhadap sikap itu tidak masalah. Jabatan tidak masalah, tapi komitmen saya terhadap partai itu yang penting,” sebut Jufri. Jufri kembali menegaskan bahwa sikap politik untuk memenangkan Mualem tetap dilakukan dan laksanakan. “Saya tidak akan bergeser kemanamana, tetap memperjuangkan Mualem. Bersama PA tidak mesti ada jabatan, saya juga melihat lebih tertantang,” ujar Jufri. Namun, yang membuat Jufri kurang sepakat terhadap pernyataan Wen Rimba Raya dan Mukhlis Abee. Alasanya, Wen Rimba bukan Dewan Pengurus Pusat (DPA) PA. “Cuma saya merasa malu dengan sikap Wen Rimba dan Mukhlis Abee, karena tidak dalam kapasitas dia bicara. Wen siapa? Bukan Pengurus PA Pusat. Itu memalukan PA, seharusnya mereka harus mengerti organisasi,” tegas Jufri. Sebab, kebodohan mereka itu mencoreng PA. Padahal di PA itu banyak orang-orang yang cerdas. “Keputusan Mualem saya hargai,” katanya. Kecuali itu kata Jufri, jika yang berbicara itu Adi Laweng, maka itu sudah wajar karena Adi Laweng juru bicara DPA-PA”. Menanggapi kritik tersebut, Wen Rimba Raya mengatakan. Informasi yang disampaikan dirin- ya, justeru datang dari perintah langsung Mualem sebagai Ketua DPA PA dan Panglima. Sebagai kader dan anak buah, dia mengaku tak kuasa menolak perintah tersebut. Lagi pula, pesan itu disampaikan Mualem dihadapan sejumlah petinggi PA dan KPA. “Jadi, saya hanya menjalankan perintah Panglima,” sebut Wen. Begitupun, dibalik semua pernyataan tadi. Ada satu pengakuan mengejutkan yang disampaikan Jufri Hasanuddin. Dia mengaku diperas Erwanto. Itu disampaikan Jufri pada portal berita AJNN.Net, pekan lalu. “Saya diperas Erwanto melalui Fraksi Partai Aceh untuk kepentingan politiknya. Dari mana saya dapat uang sebanyak itu,” tulis AJNN.Net, seperti disampaikan Jufri. Masih menurut AJNN.Net. Pernyataan ini tidak terlalu mengejutkan. Sebab, jauh hari sebelum Jufri mengeluarkan katakata itu, dia pernah menyatakan 10 orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Abdya menolak membahas anggaran. Akibatnya, beberapa sektor andalan pemerintah, seperti penyaluran beras untuk rakyat miskin, santunan kematian, bantuan untuk anak yatim, listrik gratis, bantuan kepada dayah, masjid dan mushala serta imam gampong, terancam dihapus. Padahal akhir Desember 2016, DPRK Abdya bersiap mengesahkan Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) 2017. Dari 25 orang jumlah anggota DPRK, hanya 14 orang yang hadir. 10 orang lainnya tak hadir. Mereka adalah wakil rakyat dari Partai Aceh. Sidang akhirnya dibatalkan karena tidak cukup kuorum. Anggaran daerah memang kerap menjadi ajang saling sandera antara eksekutif dan legislatif. Dan pertarungan dua raksasa itu membuat rakyat (baca: publik) semakin merana. Karena untuk memuaskan hasrat sejumlah anggota dewan, pemerintah harus mengorbankan anggaran publik. Jika ditambah dengan daya serap anggaran yang hanya sekitar 70 persen dan alokasi belanja publik yang tak lebih tinggi dari belanja aparatur, maka semakin nelangsalah rakyat. Padahal untuk memajukan sebuah daerah, pelayanan publik yang disediakan penyelenggara negara harus lebih berkualitas, dari tahun ke tahun, demikian tulis AJNN.Net.*** 22 MODUS ACEH NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 Di Balik Berita Asa di Balik Cinta Setia dan Narkoba Untuk membuktikan kesetiaan pada sang suami, seorang ibu muda di Aceh Timur mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Sementara, di Medan, seorang oknum polisi dari Polres Aceh Tamiang diciduk sedang ngamar dengan seorang perempuan non mahram, bawa narkoba pula. Alamak! Kontributor Aceh Timur Ilustrasi etika cinta dan kesetiaan tak bisa dipisahkan lagi, maka nyawa pun tak ada harga lagi. Bahkan, rela dibawa mati. Ini bukan sinopsis drama atau sinetron di layar kaca. Sebaliknya, nasib tragis yang menimpa almarhumah Juli Klisnawati (19) warga asal Peunaron, Aceh Timur. Ibu muda ini ditemukan tewas tergantung di palang pintu kamar mandi rumah kosnya, Senin pekan lalu, sekitar pukul 21.30 WIB. Kepergian Juli untuk selamanya itu disaksikan Andi, pemilik rumah kos. Kontributor MODUSACEH.CO di Langsa mengabarkan. Sesuai keterangan Kapolres Langsa, AKBP Iskandar ZA SIK, melalui Kapolsek Langsa Timur, Iptu Soegiono. Juli nekat mengakhiri hidupnya setelah dipaksa bercerai dengan Amri, suami yang dicintainya. Juli Klisnawati menikah dengan Amri, juga asal Peunaron dan baru sekitar sepekan terakhir dan menempati rumah kos di Dusun Sentral, Gampong Sidorejo tadi. Namun, korban dipaksa bercerai dengan suaminya oleh abang kandungnya. Nah, diduga karena desakan perceraian itulah, korban frustasi dan nekat bunuh diri. Bahkan, menurut keluarganya, korban sudah sepekan lebih kabur dari rumahnya di Peunaron, Aceh Timur setelah korban dan suaminya tidak dibolehkan lagi K bertemu. Lantas, korban memilih meninggalkan rumah dan menetap sementara di rumah kos Gampong Sidorejo. “Dari buku catatan milik Juli Klisnawati yang kita temukan di kamar kosnya, pesan korban bahwa akan pergi selamanya dan sangat mencintai Amri suaminya itu, dan tidak rela dipaksa berpisah,” jelas Kapolsek Langsa Timur, Iptu Soegiono. Penjelasan Kapolsek ini, setelah pihaknya menemukan catatan harian Juli yang mengungkapkan seluruh isi hatinya pada buku catatan pribadi yang ditemukan polisi di kamarnya. Memang, dalam catatannya itu Juli berpesan; “Pesan buat teman2/orang yang mengenalku. Tolong sampaikan pada keluargaku, Aku minta maaf sebesarbesarnya karena aku gak pernah jadi adik yang pernah BIK dan yang bisa nurut apa kata mereka... ??? Jadi hanya ini satu2nya jalan keluarku, aku akan Pergi Jauh Dari Mereka karena aku gak mau lagi nyusahin atau buat mereka malu. Dan satu hal tolong sampaikan pada keluargaku kalau hidupku hancur gara2 Dia. Karena dialah yang buat hidupku hancur. “AMRY SUAMI TERCINTAKU”. Berbeda dengan MH alias Mila (26), warga Lingkungan VII Bukit Kubu Kelurahan Pekan Besitang, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dia malah ‘menggadaikan’ cinta pada Brigadir NY alias Novri (30), seorang oknum polisi dari satuan lalu lintas dari Polres Aceh Tamiang. Novri merupakan warga Dusun Kenanga, Desa Perdamaian, Kecamatan Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang. Tragisnya, kedua insan berlainan jenis ini diciduk personel Reskrim Polsek Besitang saat sedang sekamar di salah satu hotel, Dusun II Bukit Harapan, Desa Bukit Selamat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Saat digerebek, ditemukan pula narkoba jenis ekstasi. Petugas juga menyita barang bukti dompet, kotak rokok, satu plastik bening berisi delapan butir pil coklat berbentuk bunga (diduga inex) dari tempat kejadian perkara. Penangkapan ini bermula ketika anggota Reskrim Polsek Besitang mendapat informasi ada pelaku penjual narkoba jenis inex sedang berada di salah satu kamar hotel di Besitang. Mendapat informasi tersebut, Kapolsek bersama anggota personel Polsek Besitang menindaklanjuti laporan tersebut dengan meluncur ke lokasi serta melakukan penggrebekan sekaligus menangkap kedua tersangka. Kemudian, petugas melakukan penggeledahan terhadap dompet pelaku MH. Hasilnya, ditemukan narkoba (8 butir inex). Tersangka mengakui barang tersebut milik NY. Selanjutnya, petugas menginterogasi NY tentang kepemilikan barang haram tadi. NY mengakui bahwa pil itu memang miliknya yang akan dipergunakan berdua dan dijual kepada yang berminat. Selanjutnya, keduanya langsung diamankan ke Polsek Besitang, guna diproses hukum lebih lanjut. Pjs Kasubag Humas Polres Langkat, AKP Tarmizi Lubis, ketika dikonfirmasi wartawan membenarkan penangkapan tersebut. “Oknum anggota Satuan Lalu Lintas Polres Aceh Tamiang ini kita amankan bersama teman wanita, karena memiliki narkoba jenis pil inex di salah satu kamar hotel di Dusun II Bukit Harapan, Desa Bukit Selamat, Kecamatan Besitang. Kini keduanya sudah mendekam di sel tahanan Mapolsek Besitang,” ujar AKP Tarmizi.*** Kriminal MODUS ACEH NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017 23 Menghantar Nyawa di Kota Kain Tapis Diduga sebagai bandar narkoba (pil ekstasi), dua pemuda Aceh didor tim Sat-Narkoba Polda Lampung. Jasadnya sudah dikembalikan ke Paya Bakong, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh. Kontributor Aceh Utara oleh jadi keluarga Feri Ardian (25) dan Zamzana Saputra (19) tak mengira jika putra mereka akan mengakhiri hidupnya di rantau orang atau Provinsi Bandar Lampung yang dijuluki sebagai Kota Kain Tapis. Itu sebabnya, sejak dua pekan lalu, jasad keduanya telah dikebumikan di Paya Bakong, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh. Feri dan Zamzana tewas di ujung peluru setelah didor Tim Satuan Narkoba Polda Lampung saat keduanya membawa 4.500 butir ekstasi siap edar. Ceritanya begini, saat itu atau Kamis malam, 26 Januari 2017, sekira pukul 22.00 WIB, Feri dan Zamzana melintas di Jalan Soekarno Hatta (jalan lintas Sumatera), Keutapang, Telukbetung Selatan, Bandar Lampung menggunakan Xenia nopol BE2171-YG. Karena sudah menjadi target operasi (TO) aparat kepolisian di sana, lalu keduanya disergap. Namun, bukannya menyerah, Feri dan Zamzana malah melepaskan tembakan ke arah petugas. Saling baku tembak pun terjadi. Nahas, Feri dan Zamzana tewas di tempat. Dari keduanya, B polisi menyita 4.500 pil ekstasi serta dua pucuk senjata api dan beberapa amunisi aktif serta selongsong peluru, termasuk satu unit Xenia BE-2171-YG. Wakapolda Lampung, Brigjen Bonifasius Tampoi, didampingi Direktur Narkoba Polda Lampung, Kombes M Abrar Tuntalanai mengatakan, kedua bandar tersebut merupakan warga Aceh yang tinggal di Bandar Lampung. “Tersangka kos di daerah Telukbetung, dua bulan terakhir. Asli orang Aceh,” kata Wakapolda di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung. Menurut dia, kedua tersangka memang sudah menjadi target operasi dan sudah lama diincar pihaknya. Nah, setelah dilakukan otopsi, jasad Feri dan Zamzana dikembalikan pada keluarganya di Paya Bakong, Aceh Utara melalui Bandar Udara Radin Inten II Lampung Selatan menuju Bandara Internasional Kualana- mu, Sumatera Utara. Selanjutnya, melalui jalan darat ke Paya Bakong. “Alhamdulillah kedua jenazah Feri dan Zamzana dipulangkan dari Lampung dengan pesawat,” kata Saifullah, Keuchiek Keude Paya Bakong, pada media pers dan kontributor MODUSACEH.CO di Aceh Utara, Selasa siang pekan lalu. Menurut Saifullah, sebagian biaya ditanggung polisi di sana karena keluarga korban tidak punya banyak biaya saat berangkat ke Lampung. “Mungkin saja ditanggung sedikit atas dasar kemanusiaan. Apalagi, jika menempuh jalur darat butuh waktu berhari-hari. Sejak berangkat dari sini, keluarga korban tidak punya biaya yang memadai. Bahkan, warga gampong juga banyak membantu,” ungkap Saifullah. Terkait kondisi terkini di kediaman Feri dan Zamzana, Saifullah berujar saat ini seba- hagian keluarga korban sudah berkumpul di rumah duka dan melakukan doa bersama. “Begitu tiba, jenazah langsung dishalatkan dan dikebumikan, mengingat sudah beberapa hari berlalu sejak peristiwa itu terjadi,” katanya. Salah seorang tokoh Aceh di Bandar Lampung, pada media ini, mengaku prihatin dengan kejadian tersebut. Alasannya, peristiwa tadi ikut mencoreng nama warga Aceh di sana. “Memang itu semua risiko dan tanggung jawab si pelaku, tapi kami juga ikut sedih, mengapa sampai terjadi seperti ini,” ujarnya. Kata sumber yang tak mau ditulis namanya itu, saat ini, memang banyak warga Aceh di Lampung. Jumlahnya ada ratusan orang lebih. Ada yang berprofesi sebagai pegawai negeri, pengusaha maupun anggota kepolisian, prajurit TNI, dai maupun imam di masjid-masjid atau surau. Termasuk ada yang menggeluti dunia hitam seperti narkoba. Berbagai alasan kemudian mengemuka terkait ada yang terjerembab dalam dunia hitam tadi. Bisa jadi, karena faktor sempitnya lapangan pekerjaan di Aceh dan rendahnya pendidikan, sehingga mudah terbujuk oleh para bandar narkoba. “Dalam dalam berbagai pertemuan warga Aceh di sini seperti Maulid Nabi Besar Muhammad SAW, saya selalu wantiwanti agar tidak terjebak dalam dunia narkoba. Tapi, kami hanya bisa mengimbau. Selebihnya kami tidak tahu,” kata sumber itu. Dia berharap kepada para orang tua di Aceh untuk selalu memberi nasihat kepada putra dan putrinya jika merantau ke negeri orang. Salah satunya, tidak melakukan perbuatan melawan hukum. “Saya duga, mereka jaringan Jakarta serta Batam yang beroperasi di Lampung,” sebut tokoh tadi.***