no 42/th xiv 13 - 19 februari 2017

advertisement
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
Rp 7000,- ( Luar Aceh Rp 10.000,- )
MODUS ACEH
2
Redaksi
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
TABLOID BERITA MINGGUAN
MODUS ACEH
BIJAK TANPA MEMIHAK
P e n a n g g u n g j awa b /
Pimpin
an Red
aksi
Pimpinan
Redaksi
Muhammad Saleh
Direktur Usaha
Agusniar
Man
a ger
Mana
liput
an
liputan
Juli Saidi
Editor
Salwa Chaira
Kar
tunis/Design
Kartunis/Design
Grafis
Rizki maulana
Pemasaran/Sirkulasi
Firdaus, Hasrul Rizal,
Ghifari Hafmar
iklan
M. Supral
iklan/Sirkulasi
Lhokseuma
we/a
ceh
Lhokseumawe/a
we/aceh
ut
ara
utara
mulyadi
Sekret
aria
t/ADM
ta
at
Yulia Sari
Kep
ala B a gian Keuang an
Kepala
Agusniar
Bagian I T
Joddy Fachri
Wa r
taw a n
rt
Muhammad Saleh
Juli Saidi
ZULHELMI
azhari usman
Bupati Aceh Selatan Usut Kasus
Penitipan 30 Nama Tes Guru Kontrak
T
erkait pengakuan Direktur Politeknik Aceh Selatan (Poltas)
yang dimuat media massa bahwa adanya titipan 30 nama dalam rekrutmen guru kontrak di Aceh Selatan, dengan ini kami sampaikan sangat menyesalkan tindakan tersebut dan kami
mendesak Bapak Bupati Aceh Selatan,
HT Sama Indra, untuk mengusut siapa
saja oknum Dinas Pendidikan Aceh Selatan yang melakukan hal tersebut.
Meskipun nama-nama yang dititipkan tersebut telah ditolak Direktur Poltas,
tetapi setidaknya Dinas Pendidikan Aceh
Selatan sudah mempunyai niat untuk
berlaku tidak adil, tidak profesional, adanya upaya intervensi kekuasaan terhadap
tes guru kontrak tersebut dan telah mencoreng citra Pemerintahan Aceh Selatan
di mata masyarakat.
Perilaku tersebut sangat kontra
produktif dengan arahan Bupati Aceh
Selatan HT Sama Indra kepada para pejabat di lingkungan Pemkab Aceh Selatan dalam berbagai kesempatan, seperti
saat melakukan pengukuhan Satgas Saber Pungli di Aceh Selatan beberapa waktu yang lalu. Bupati dengan jelas meminta para pejabat di lingkup Pemkab Aceh
Selatan untuk membuat prestasi setinggi
mungkin, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.
Selain itu, Dinas Pendidikan Aceh
Selatan juga tidak patuh terhadap instruksi bupati dan dengan sengaja tidak
menaati salah satu misi Pemerintah Aceh
Selatan yaitu memperkuat tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Pemerintah Aceh Selatan dalam hal
ini Bapak Bupati harus melakukan evaluasi terhadap Dinas Pendidikan Aceh
Selatan secara tuntas. Siapa pun yang
terlibat baik yang bertindak di lapangan
atau yang memberi perintah penitipan
tersebut, harus ditindak secara tegas. Jika
diperlukan, harus menonaktifkan atau
siapa pun yang terlibat dalam kasus
tersebut jika memang terbukti berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Saya pikir, tidak susah untuk mengusut kasus ini karena memang pintu
awalnya sudah ada dengan pengakuan
dari Direktur Poltas tersebut. Ini sangat
penting. Selain untuk menjawab persoalan yang terjadi dalam proses rekrutmen guru kontrak di Aceh Selatan, juga
membersihkan Pemerintahan Aceh Selatan dari perilaku-perilaku yang tidak terpuji.
Adanya pengakuan dari Direktur Poltas tentang titipan nama-nama dari Dinas
Pendidikan Aceh Selatan itu, mencerminkan bahwa dinas tersebut belum bersih
dari oknum-oknum yang mencoreng
nama baik Dinas Pendidikan dan Pemerintahan Aceh Selatan secara umum.
Dengan adanya pengusutan terhadap
kasus tersebut, setidaknya memberikan
harapan keadilan bagi mereka yang
mengikuti tes guru kontrak. Selain itu,
juga untuk memberikan pembelajaran
bagi siapa pun pejabat di Aceh Selatan
agar jangan main-main dan menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang.
Ketegasan Bupati sangat diperlukan
dalam mengusut kasus tersebut hingga
tuntas. Selain itu, kita juga mengapresiasi pihak Poltas yang telah berani menolak titipan-titipan nama tersebut dan kita
berharap ini adalah awal untuk perbaikan kondisi pendidikan di Aceh Selatan.
Kita juga berharap agar Satgas Saber
Pungli bertindak lebih proaktif untuk
mengungkap dan menjerat siapa pun
yang terlibat kasus-kasus serupa, sehingga visi dan misi Pemerintahan Aceh
Selatan dapat terlaksana dengan baik.
Banda Aceh, 9 Februari 2017
MUSLIM
Wakil Ketua HAMAS Banda Aceh
( Himpunan Mahasiswa Aceh Selatan
Banda Aceh)
FB
Ko r e s p o n d e n
Aceh Selatan
Sabang
Nagan Raya
Takengon
Aceh Besar
Aceh Tenggara
Gayo Lues
Kuala Simpang
Pidie, Langsa
Bener Meriah
Simeulue
Alama
t Red
aksi
Alamat
Redaksi
Jl. T. Panglima Nyak Makam
No. 4 Banda Aceh.
Telp (0651) 635322
email:
[email protected]
[email protected]
[email protected]
[email protected]
www.modusaceh.com.
Penerbit PT Agsha Media Mandiri
Rek Bank Aceh: 01.05.641993-1
Rek Bank BRI Cabang Banda Aceh:
0037.01.001643.30.9
NPWP: 02.418.798.1-101.000
Percetakan
PT. Medan Media Grafikatama
Terbit Sejak 2003
Muslim
Dalam Menjalankan Tugas Jurnalistik, Wartawan MODUS ACEH Dibekali Kartu Pers.
Tidak Dibenarkan Menerima Atau Meminta Apapun Dalam Bentuk Apapun dan Dari Siapa Pun
Meulaboh
MODUS ACEH
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
3
ACEH BARAT MEMILIH
Antaranews
Ada 131.372 suara dari
12 kecamatan di Kabupaten Aceh Barat yang berhak
memilih pemimpin daerah
itu untuk lima tahun mendatang. Rakyat Bumi Teuku Umar akan menentukan
pilihan enam pasangan calon Gubernur dan Wakil
Gubernur Aceh serta tiga
pasangan calon Bupati dan
Wakil Bupati Aceh Barat.
Penyelenggara mengaku
siap.
Juli Saidi
ari puncak pilkada
serentak tinggal tiga
hari lagi. Sebab, 15
Februari 2017, di seluruh Aceh, tak kecuali Aceh Barat, berduyunduyun datangi 430 tempat pemungutan suara (TPS) yang
tersebar di 12 Kecamatan di
Meulaboh.
Dari 12 kecamatan itu, ada
131.372 pemilih (1.742 laki-laki
dan 1.761 perempuan), sementara pemula alias pemilih baru
sebanyak 4.346 orang dan pemilih di lembaga tahanan (lapas)
235 orang. Mereka juga akan
memberi suara pada enam
pasangan calon Gubernur dan
Wakil Gubernur Aceh serta tiga
pasangan calon bupati dan wakil
bupati di Bumi Cut Nyak Dien
tersebut.
“Pelaksanaan pilkada di
Aceh Barat insya Allah tidak ada
kendala,” kata Komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP)
Aceh Barat, Marzalita, di Kantor
KIP, Meulaboh, Kamis pekan lalu.
Pemilih disabilitas, diakui Marzalita, tidak banyak, hanya 24 orang. Dari jumlah disabilitas
tersebut, KIP Aceh Barat mencatat tujuh orang tuna daksa, dua
tuna netra, lima tuna rungu, enam
tuna grahita dan disabilitas lainnya hanya empat orang.
Maka, bagi tuna netra, KIP
membolehkan adanya pendamping. Misalnya, pemilih
yang tidak bisa melihat, maka
mekanismenya dengan mengisi
H
fomulir form C-3. “Kita tidak
menyediakan kursi roda bagi
pemilih yang berkebutuhan
khusus, hanya dibolehkan pendamping saja,” ujarnya.
Sedangkan pemilih yang
tidak memenuhi syarat, berdasarkan data yang diperoleh
dari KIP Aceh Barat, meninggal
dunia 483, pemilih ganda 4.357,
di bawah umur 39, pindah domisili 1.556, TNI 14, Polri 12, hilang ingatan tujuh, bukan penduduk setempat 163, dan belum
ada kartu tanda penduduk elektronik (KTP-EL) 286 orang. Itu
sebabnya, jumlah daftar pemilih
tetap di Aceh Barat 131.372 orang yang tersebar di 12 Kecamatan.
Kapolres Aceh Barat juga
mengaku siap mengamankan
pelaksanaan pilkada di Aceh
Barat, hingga penetapan pasangan calon terpilih. Wakapolres
Aceh Barat, Kompol Syafrinizal,
Senin, 6 Februari 2017 lalu menegaskan, pihak telah melakukan pemetaan pengamanan
pilkada di Aceh Barat seperti
daerah aman, rawan dan sangat
rawan.
Namun, posisi sangat rawan
yang dipetakan polisi bukan
pada potensi konflik, tapi lebih
pada faktor bencana alam, seperti longsor dan banjir. Maka,
yang masuk daerah sangat rawan, diprediksikan Kecamatan
Pante Ceureumen. Karena daerah itu diperkirakan jauh ke pendalaman. “Kategori sangat raw-
an bukan karena konflik, tapi bisa
karena bencana alam, jauh dari
jangkauan, daerah terpencil,”
kata Syafrinizal, Senin pekan lalu.
Proses Pilkada Aceh Barat
hingga kampanye terbuka tidak
ada terjadi konflik antar tim sukses pasangan calon. Data yang
dikonfirmasi pada Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih)
Aceh Barat boleh dibilang nihil.
Alasannya, dua laporan yang diterima Panwaslih tidak bisa ditindaklanjuti, karena alasan pidana murni dan kasus bersifat
pribadi, seperti dugaan fitnah terhadap pasangan calon nomor
urut dua.
Begitupun, untuk mengamankan pilkada di Aceh Barat, kebijakan yang akan dilakukan H1 pemilihan, personel Kapolres
Aceh Barat mulai bergerak ke
kecamatan. “H-1 personel Kapolres akan bergeser ke kecamatan
untuk mengamankan masingmasing TPS,” ujar Syafrinizal.
Kemudian, dari 430 TPS
yang tersebar di 12 Kecamatan,
Polres Aceh Barat mengerahkan
personel 240 orang untuk pengamanan TPS. Polres Aceh Barat juga di-back up 220 personel
bawah kendali operasi (BKO)
Brimob dari Polda Jawa Timur.
Selain itu, ikut serta puluhan personel Tentara Negara Indonesia
(TNI). “Kita juga sudah fokuskan
tenaga untuk pengamanan pilkada ini,” ujarnya.
Begitu pula soal kekurangan
kertas suara yang diperkirakan
hampir 500 lembar, KIP Aceh
Barat memastikan tidak ada persoalan. Karena jumlah kekurangan suara yang rusak tidak signifikan dari jumlah cetak kertas
suara awal.
Divisi Umum, Keuangan dan
Logistik KIP Aceh Barat, Teuku
Novian Nukman, Senin pekan
lalu mengatakan, pada Selasa
pekan lalu, anggota KIP didampingi Komisioner Panwaslih Aceh
Barat dan pihak Kepolisian Aceh
Barat menjemput kertas suara
yang kurang. Dan, Kamis 9 Februari kertas suara itu sudah sampai. Kemudian, menjelang H-1
pemilihan kepala daerah, kertas
suara itu akan didistribusikan ke
kecamatan se-Aceh Barat. Dan,
selanjutnya akan dibagikan ke
masing-masing TPS yang ada di
Aceh Barat.
Kata Novian, jumlah TPS dari
12 Kecamatan di Aceh Barat ada
430 TPS. “Insya Allah, pelaksanaan pilkada di Aceh Barat
berjalan lancar dengan bekerjasama semua pihak,” ujarnya. Sedangkan kertas suara untuk calon gubernur dan wakil gubernur di Aceh Barat tidak ada kertas suara yang kurang. “Untuk
kertas suara pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur Aceh, alhamdulillah sudah cukup,” katanya.
Nah, pada Pilkada 2017 ini,
petarung yang merebut kursi
Aceh Barat-1 dan 2 tidak sebanyak pada Pilkada 2012 silam.
Untuk pilkada serentak kali ini,
di Aceh Barat hanya ada tiga
pasangan calon.
Pasangan nomor urut satu
dari incumbant yaitu Dr. (HC) H.
T. Alaidinsyah-H. Kamaruddin
SE. Pasangan nomor urut satu
ini diusung delapan partai politik nasional: PAN, Golkar,
Demokrat, PPP, PDI-Perjuangan,
PKB, PKS dan NasDem.
Lalu, nomor urut dua,
pasangan Ramli MS-H. Banta
Puteh Syam. Pasangan ini diusung partai politik lokal yaitu
Partai Aceh (PA). Ramli MS
merupakan petahana Bupati
Aceh Barat periode 2007-2012
silam. Saat bertarung melawan
Tito pada putaran kedua, Ramli
MS yang saat itu berpasangan
dengan Moharridi Syafari dari
PKS kalah.
Kemudian, pasangan nomor urut tiga maju dari kalangan anak muda, Fuad HadiMuhammad Arief. Keduanya
masih lajang. Pasangan nomor
urut tiga ini menggunakan kendaraan politik jalur perseorangan bermodal kartu tanda penduduk (KTP). Entah karena berstatus lajang, dianggap banyak
pihak sebagai kelemahan
paslon nomor urut tiga ini. Makanya, ramai yang berpendapat
pasangan itu merupakan tokoh
masa depan Aceh Barat atau
sebagai persiapan menuju Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
(DPRA) dan Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) pada Pemilu 2019
mendatang.***
4
MODUS ACEH
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
Meulaboh
■ Pertarungan Tito-Ramli
DUA KUDA HITAM MEREBUT
KURSI ACEH BARAT 1
Tiga pasangan calon
Bupati dan Wakil Bupati
Aceh Barat berebut kursi
satu dan dua. Dari tiga
pasangan ini, dua yang dianggap kuat. Basis kekuatannya juga berbeda, nomor urut satu di kota dan
nomor urut dua di pedalaman.
Juli Saidi
aling ‘perang’ dua
pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati
Aceh Barat antara
pasangan nomor urut
satu dan dua terlihat jelas. Pasangan nomor urut satu misalnya,
mengusung slogan “Kamo hana
janji, alhamdulillah. Le bukti yang
nyata (Kami tidak memberi janji,
tapi sudah banyak bukti nyata)”.
Slogan itu terpesan jelas melalui spanduk-spanduk dan baliho
dengan pesan bahwa Dr. (HC) H.
T. Alaidinsyah-H. Kamaruddin telah berbuat selama kepemimpinan Tito periode 2012-2017 ini.
Selama Tito menjabat sebagai orang nomor satu di Aceh Barat,
diakui banyak pihak, ada perubahan, terutama dalam pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan jalan.
Begitu juga harga tanah, melonjak naik. Jika sebelumnya di
desa-desa pinggiran Kota Meulaboh hanya Rp 50 ribu per meter,
kini menjadi Rp 250 sampai Rp
300 ribu per meter. Sebaliknya,
Tito juga punya kelemahan. Disebut-sebut, selama kepemimpinannya, banyak pengusaha lokal
yang tidak mendapat ‘kue’ anggaran Pendapatan dan Belanja
Kabupaten (APBK). Begitu juga
dengan kebijakan moratorium
yang dilakukan Pemerintah Pusat dalam penerimaan pegawai
negeri sipil (PNS) dan tenaga
honorer berdampak pada Tito.
Kelemahan ini dimanfaatkan
pasangan nomor urut dua yaitu
Ramli MS-Banta Puteh Syam.
Tengok saja dalam kampanye
akbar di Lapangan Teuku Umar,
Meulaboh, Selasa pekan lalu.
Ramli MS berjanji akan membuka penerimaan PNS dan tenaga
honorer. Isu itu sebagai upaya
S
H. T. Alaidinsyah
Ramli MS untuk menggerus kantong suara dari massa Tito.
Tapi, akademisi Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Ikhsan S.IP, M.IP, Senin
sore pekan lalu menilai, bila dilihat dari kekuatan partai politik,
H. Tito-Kamaruddin lebih mendominasi, karena berhasil merangkul delapan partai politik.
Sedangkan Ramli MS hanya
dengan Partai Aceh dan pasangan nomor tiga Fuad Hadi melalui jalur perseorangan.
Itu sebabnya, Ikhsan mengaku, kekuatan partai politik di
Aceh Barat tidak serta merta bisa
diterjemahkan langsung dalam
kekuatan nyata politik pasangan
calon. Alasannya, karena di Aceh
Barat, organisasi partai politik
belum mengakar sampai ke
desa-desa. “Artinya masih ada
gap, paling satu kecamatan anggota partai politik 10 orang,” kata
Ikhsan, Senin pekan lalu.
Minimnya kader dan simpatisan partai politik menyebabkan
kekuatan partai politik tidak bisa
menjangkau seluruh masyarakat.
Realita itu bukan saja partai politik nasional, tapi juga partai politik lokal.
Dari sisi sosok kepemimpinan, menurut Ikhsan, Tito-Ramli
sama-sama telah berbuat. Maka,
muncul slogan pasangan calon
anak muda Fuad Hadi-Muham-
mad Arief. “Mereka sudah pernah. Sekarang, kami yang akan
berbenah,” kata Ikhsan yang sedang melanjutkan pendidikan
bidang studi ilmu politik, S-3 itu.
Meski paslon anak muda ini
ingin mencoba merambah suara
dari pasangan calon Ramli-Tito
sebut Ikhsan, tapi memberi pengaruh yang berarti. Sebab, kelemahan pasangan calon independen itu masih muda.
“Pasangan calon independen ingin merangkul masyarakat yang belum terwakilkan
dari pasangan yang ada. Terutama pemilih pemula bisa sepakat
dengan ide-ide yang ditawarkan
Fuad-Arif, tapi kenyataan belum,”
jelas Ikhsan.
Itu artinya, kekuatan Ramli
dan Tito masih mengakar. Maka,
kedua pasangan calon itu akan
berebut kuat untuk meraih 131
ribu lebih pemilih di Aceh Barat.
Menurut pria satu anak dan putra asli Woyla, Aceh Barat ini,
pemilih di Aceh Barat 70 persen
masih tradisional.
Karena itu, pemilih akan melihat asal muasal pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh
Barat dalam Pilkada 2017. “Misalnya, masyarakat masih melihat
atau memilih pemimpin yang
satu daerah dengannya,” sebut
Ikhsan, Senin pekan lalu.
Maka, program yang diusung pasangan calon dapat
Ramli. MS
mempengaruhi, terutama janjijanji yang menyentuh masyarakat
kalangan bawah, seperti beras
raskin dan penerimaan pegawai
negeri sipil (PNS). “Masyarakat
Aceh Barat sama dengan daerah
lainnya, masih suka dengan program populer seperti beras raskin
gratis, listrik gratis. Itu yang lebih disukai oleh masyarakat kelas
tradisional tadi.”
Nah, pasangan nomor urut
satu dan dua punya argumentasi itu. Ramli dan Tito sama-sama
telah pernah menjabat sebagai
Bupati Aceh Barat. Karena itu,
sebagai peta kekuatan dua pasangan calon tadi, Ikhsan merincikan kekuatan Ramli MSBanta Puteh Syam berada di Kecamatan, seperti Woyla, Woyla
Timur, Barat, Sungai Mas, Panton Reu, Pante Ceureumen dan
Arongan Lambalek.
Dari beberapa kecamatan
tersebut, jumlah pemilih berjumlah 33.521 suara. Sedangkan
pasangan Tito, kekuatannya berada di Kecamatan Johan Pahlawan, Meureubo, Kaway XVI dan
Samatiga dengan jumlah total
pemilih 85.480 orang. “Kecamatan itu akan dimenangkan
Ramli walaupun tidak 60-40, tapi
55 sampai 45. Jadi, tidak gol 100
persen, selisihnya sekitar 10 persen. “Pasangan Ramli punya
basis suara di beberapa kecamatan, tapi pasangan itu tidak akan
menang,” ujar Ikhsan memprediksikan.
Ikhsan sedikit mengulang
politik 2012 silam. Saat itu, ada
13 pasangan calon. Ketika itu,
Ramli masuk putaran kedua bersama Tito. Ramli juga tidak
didukung PA. Maka, incumbant
masih punya kekuatan di Aceh
Barat. “ Incumbant berpeluang
menang,” analisanya.
Sementara, data yang diperoleh media dari KIP Aceh Barat
terhadap hasil perolehan suara
pada Pilkada 2012 silam, pasangan Tito-Rachmat Fitri, Kecamatan Johan Pahlawan 17.011,
Meureubo 7.354, Kaway XVI
7.376, Pante Ceureumen 2.685,
Panton Reu 1.483, Sungai Mas
549, Samatiga 4. 248, Bubon
1.723, Arongan Lambalek
2.300, Woyla 2.990, Woyla Barat 1.635, dan Woyla Timur
1.024. Totalnya 50.378.
Sedangkan pasangan Ramli
MS-Moharriadi Syafari, Kecamatan Johan Pahlawan 7.044,
Meureubo 4.476, Kaway XVI
3.889, Pante Ceureumen 3.037,
Panton Reu 1.760, Sungai Mas
1.707, Samatiga 4.216, Bubon
1.860, Arongan Lambalek
3.594, Woyla 4.302, Woyla Barat 2.584, dan Woyla Timur
1.638. Totalnya 40.111. Begitupun, hasil 15 Februari 2017, itulah pemenang sesungguhnya.
Kita tunggu.***
MODUS ACEH
Meulaboh
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
5
YANG ALPA TIGA
PASANGAN CALON
MODUS ACEH/Juli Saidi
Penyediaan air bersih
dan penanggulangan bencana alam, persoalan serius di Aceh Barat. Namun,
tiga pasangan calon tak
merumuskan dalam visimisinya, terutama air bersih.
Juli Saidi
iga pasangan calon
Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat: Dr
(HC) H. T. Alaidinsyah-H. Kamaruddin
SE, H. Ramli MS-H. Banta Puteh
Syam dan Fuad Hadi-Muhammad Arief, boleh saja mengumbar janji ini dan itu.
Tapi, persoalan pembenahan air tak satu pun pasangan
yang merumuskannya. Pasangan nomor urut satu misalnya,
dari sembilan misi yang ditawarkan pada Pilkada 2017, tak ada
kalimat secara khusus yang
menyebut pembenahan air bersih di Aceh Barat.
Begitu juga pasangan nomor
urut dua, dari delapan misinya
juga tidak ada poin khusus tentang air bersih. Setali tiga uang,
pasangan jalur independen bersikap sama. Dari 10 misi yang
dipaparkan, tak ada yang memprogramkan soal air bersih di
Aceh Barat.
Akademisi FISIP UTU Ikhsan
berpendapat sama, setelah ia
membaca visi-misi tiga pasangan calon, diakui Ikhsan, ada
yang alpa dari tiga pasangan calon tadi, yaitu air bersih. Padahal, sebut Ikhsan, pembenahan
air bersih di Aceh Barat mutlak
diperlukan. Sebab, kualitas air
bersih masih jauh dari harapan.
Bahkan, lanjut Ikhsan, saat banjir melanda Aceh Barat, tak
jarang air Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Meulaboh
keruh. “Masyarakat sulit mendapatkan air bersih, namun dari
ketiga kandidat, tidak munculkan
soal air bersih ini dalam visi-misi.
Artinya tidak dimunculkan dalam
program-program air bersih,”
kata Ikhsan, Senin pekan lalu.
Semestinya, tiga pasangan
calon mengusulkan program air
bersih di Aceh Barat, karena se-
T
Tempat Pengolahan Air Bersih PDAM Meulaboh.
lain perintah undang-undang,
kualitas air bersih memang jadi
persoalan. “Air bersih kebutuhan
mendasar dan dijamin oleh undang-undang. Ketika ini tidak
dilakukan,
mengabaikan
masyarakat sebagai warga negara,” ujar Ikhsan.
Memang, tak munculnya
gagasan masalah pembenahan
air bersih, justru tak membuat
masyarakat Aceh Barat gamang,
bahkan terkesan tidak begitu
peduli. “Masyarakat beranggapan ini bukan urusan pemerintah. Jadi, masyarakat berinisiatif
sendiri,” katanya.
Plt Direktur PDAM Meulaboh, M. W. Taufik, Kamis pekan
lalu mengaku, suplai air bersih
di Aceh Barat masih terbatas.
Sebab, kata M. W. Taufik, dari 12
Kecamatan yang di Aceh Barat,
hanya tiga Kecamatan yang bisa
menikmati air bersih dari PDAM
Meulaboh. Kecamatan dimaksud, Johan Pahlawan, Meureubo dan Kaway XVI. Dari tiga kecamatan tersebut, hanya sekitar
enam ribu pelanggan aktif menggunakan air bersih PDAM Meulaboh.
Soal kualitas air bersih di
Meulaboh, ada beberapa persoalan, terutama pipa lama terkadang ada yang bocor. Sementara, untuk dibenahi, tidak ada
anggaran dan juga banyak pipa
lama tidak diketahuinya lagi posisinya. Sedangkan penyebab
pipa bocor, terkait pembangunan
jalan.
Tak hanya itu, keruhnya air
PDAM, juga disebabkan listrik
padam. Sehingga, pengolahan
tidak bisa dilakukan saat listrik
mati. Sedangkan masyarakat
menggunakan air menggunakan
mesin pompa untuk menarik air
PDAM ke rumah-rumah, disaat
listrik mati.
M. W. Taufik
Persoalan lain, air asin ketika mesin kemarau panjang.
Karena air laut naik ke sungaitempat air baku yang disedot
PDAM Meulaboh untuk diolah
dari Sungai Meureubo dan disalurkan pada masyarakat.
Taufik mengaku, berbagai
persoalan itu memang perlu
pembenahan. Namun, yang jadi
masalah anggaran tidak ada,
karena bantuan modal yang
diberikan Pemerintah Aceh Barat sangat terbatas.
Tahun 2003-2005, PDAM
pernah dibantu Rp 850 juta. Tapi,
saat ia masuk Januari 2016 lalu,
modal itu tak ada lagi. Sedangkan kebutuhan operasional
PDAM Meulaboh tidak sesuai
dengan uang pelanggan yang
membayar pada PDAM Meulaboh.
Karena, jika pelanggan enam
ribu lebih, maka pemasukan
hanya berkisar 250 juta per bulan. Sementara, pengeluaran
lebih besar untuk membayar
listrik saja per bulannya mencapai Rp 150 sampai Rp 200
juta. Maka, bila ditotal pengeluaran PDAM per bulan Rp 300
juta. Karena untuk beli tawas
saja, per bulan Rp 10-12 juta,
untuk membersihkan dalam
setahun tiga kali, menghabiskan anggaran Rp 60 juta.
“Suplai air bersih untuk
Kecamatan Johan Pahlawan
hanya 50 persen. Dari 12 kecamatan, hanya tiga yang baru
terkover saluran air bersih,” kata
Plt. Direktur PDAM Meulaboh, M.
W. Taufik, Kamis pekan lalu.
Untuk tahun 2017, Pemerintah Aceh Barat berencana menambah modal PDAM menjadi
Rp 400 juta. Tapi, jumlah itu untuk membayar utang pada pihak
ketiga, seperti tunggakan listrik.
Tapi, itu pun belum cukup juga.
Bukan hanya soal air bersih,
akademisi FISIP UTU juga melihat tak mencantumkan secara
signifikan dalam visi-misi pasangan calon tentang penanggulangan bencana alam. Padahal,
masalah banjir menjadi bencana rutinitas yang dirasakan
masyarakat Aceh Barat.
Berdasarkan data Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Barat, tahun
2017 saja, ada lima kali terjadi
banjir dan longsor. Akibatnya,
sebut Kepala Dinas Pertanian
Aceh Barat, Safrizal, Rabu pekan
lalu, akhir 2016 lalu. Luas lahan
yang gagal panen padi mencapai 364 hektar, sehingga petani
rugi Rp 9 juta per hektar.
Kerugian itu belum dihitung
produksi. Maka, kerugian biaya
kerja saja dari 364 hektar bisa
mencapai Rp 320 juta. “Kalau
kita hitung kerugian per hektar
Rp 9 juta. Itu belum dihitung kerugian produksi,” ujarnya, Rabu
pekan lalu. Kemudian, gagal
penen kedelai sebanyak 150
hektar. Biaya kerja juga tidak jauh
beda dengan kerugian panen
padi. “Gagal panen ini karena
banjir,” kata Safrizal.
Sementara, jika dilihat visimisi tiga pasangan calon, nomor
urut satu dalam misi nomor sembilan ada menyebut pelestarian
lingkungan hidup dan pengurangan dampak risiko bencana. Lalu ,nomor urut tiga; mewujudkan penataan lingkungan
yang ramah dan aman serta mengurangi dampak risiko bencana. Tapi, untuk nomor urut dua;
Ramli-Banta tak menyebut soal
penanggulangan bencana di
Aceh Barat.***
6
MODUS ACEH
Meulaboh
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
■ Ketua STAIN Tengku Dirundeng Meulaboh Dr. Syamsuar Basyariah, M. Ag.
JANGAN TERBUAI JANJI
MANIS DAN TAK LOGIS
MODUS ACEH/Juli Saidi
Ketua Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) Teungku
Dirundeng, Meulaboh, Dr. Syamsuar Basyariah, M. Ag, berharap
pasangan calon Bupati dan Wakil
Bupati Aceh Barat tidak mengumbar janji manis dan tak logis serta
tidak mungkin untuk dipenuhi.
Selain itu, ia juga berharap pemilih tidak terbuai dengan janji-janji
pasangan calon. Apa saja penjelasan Ketua STAIN Teungku Dirundeng ini? Berikut penuturannya
pada wartawan MODUS
Saidi, di ruang kerACEH, Juli Saidi
janya, Gampa, Kecamatan Johan
Pahlawan, Aceh Barat, Rabu, 8
Februari 2017 lalu.
Di Aceh Barat, ada tiga pasangan calon yang maju. Pendapat Anda?
Kami melihat, proses demi proses
berjalan dengan baik. Dan, beberapa visimisi yang ditawarkan ketiga pasangan
calon semua bagus. Cuma kita menginginkan ada yang lebih bagus lagi.
Bagaimana amatan Anda dalam kampanye tiga pasangan calon?
Dalam kampanye-kampanye, kita
harapkan memberi pencerahan politik
atau pembelajaran politik yang benar, sesuai dengan epistimologi keilmuan. Jangan sampai mengumbar-ngumbar janji,
akhirnya janji itu tidak dipenuhi.
Maksud Anda?
Ada sebagian mencoba melihat persoalan keumatan, sosial dan keagamaan,
seolah-olah incumbant tidak pernah
melakukan. Padahal, sudah melakukan.
Tapi, karena persoalan politik masuk tahap pilkada, banyak orang kemudian
mencari celah-celah.
Lalu?
Pada era mantan Ramli juga sudah
berbuat. Kalau sudah berbuat, tentu ada
nilai plus-minus. Pilkada 2017 muncul
kandidat anak muda, pembelajaran politik boleh, tapi anak muda cenderung kami
lihat secara akademisi, seolah-olah hampir 100 persen dilakukan incumbant tidak
benar. Itu harus dijaga jangan beranggapan seperti itu.
Keinginan akademisi?
Anak mudah harus betul-betul memberikan pencerahan pada masyarakat.
Untuk tahap awal bolehlah sebagai perkenalan menuju langkah dan karir politik
masa depan.
Bagaimana sebenarnya Anda melihat
realisasi program incumbant selama ini?
Kami melihat, janji-janji incumbant
hampir lima tahun ini terealisasi semua.
Misalnya safari Subuh, majelis taklim itu
sampai sekarang jalan. Kami melihat incumbant sekarang mengambil model pelaksanaan syariat Islam. Walaupun pada
Ramli model lain, jadi masing-masing
model.
Artinya sama-sama menegakan syariat
Islam?
Benar, kalau ada yang mengatakan
tidak, kami akademisi melihat modelnya
yang beda. Jadi, tidak ada masalah. Kemudian, berjanji untuk menegerikan perguruan tinggi, alhamdulillah sudah terbentuk UTU, STAIN, Akademi Komunitas
Negeri (AKN). Mungkin ada satu atau dua
belum, ya itu biasa.
Bagaimana dengan janji pengangkatan PNS?
Soal pegawai negeri sipil, itu sudah
ada moratoriumnya. Tidak bisa sembarangan memberi janji muluk-muluk
pada masyarakat. Tahun ini, tidak ada penerimaan PNS, sudah dua tahun.
Lalu?
Apalagi mengangkat pegawai honorer, jadi tidak boleh. Janji seperti itu seharusnya tidak ada. Berilah janji yang realistis pada masyarakat. Kemudian, kontestan tidak terbuai.
Kenapa?
Sebab setelah terpilih, paling bertahan bupati dan wakil bupati dua tahun. Setelah itu, muncul konflik internal. Tapi, itu
semua bisa dihilangkan jika mereka
memimpin dengan hati nurani. Karena itu,
janji yang pernah diucapkan tidak bisa
dipenuhi. Jadi, itu persoalan, sementara
masyarakat menuntut.
Apakah mungkin terealisasi janji seperti itu?
Menurut saya, tidak mungkin terealisasi, kita harus menghubungkan dengan
kondisi nasional. Pemerintah Pusat sudah
melakukan moratorium PNS, pusat juga
sudah melarang tidak boleh pegawai honorer. Apakah mereka tidak mempelajari
regulasi tersebut? Tidak bisa, kita hidup
di negara hukum, harus sesuai dengan
regulasi. Karena itu, realitislah para pasangan calon dengan regulasi pemerintah
pusat, sebab 60 persen pemilih adalah
masyarakat gampong yang tidak bijak
dengan pendidikan. Tidak boleh mengumbarkan janji-janji seperti itu.
Relevankah janji penerimaan PNS?
Kurang relevan apa yang disampaikan
dengan regulasi tadi, karena jumlah PNS
juga sudah mencukupi.
Harapan Anda?
Semua pihak menahan diri, kami para
akademisi melihat ada kelompok yang
mencoba dan mencari-cari celah agar orang latah, supaya pilkada ini kacau. Harapan saya, semua paslon wajib menahan
diri.***
MODUS ACEH
Bireuen
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
7
■ Proyek Aspirasi Anggota DPR RI Anwar Idris
LAPANGAN BOLA KAKI
DIREHAB, PROTES DIDAPAT
MODUS ACEH/Zulhelmi
Ada Rp 185 juta dana
aspirasi yang digulirkan
anggota DPR RI Fraksi
PPP asal Aceh, Anwar Idris, untuk rehabilitasi lapangan sepak bola di Gampong Mon Keulayu. Karena kualitas pekerjaan dinilai tak sesuai, sejumlah
warga dan pemuda gampong protes. Anwar Idris
malah mengaku bukan
dana aspirasi miliknya.
Mana yang benar?
Zulhelmi
Lapangan sepak bola di Gampong Mon Keulayu
ntuk sementara, aktivitas
olahraga sepak bola pemuda Gampong Mon
Keulayu, Kecamatan
Gandapura, Kabupaten
Bireuen terhenti atau belum dapat
berjalan maksimal. Ini disebabkan,
penimbunan yang dilakukan kontraktor pelaksana dinilai tak sesuai dengan kondisi lapangan. Maklum, bukannya tanah gunung atau pasir laut,
tapi ditimbun dengan tanah sungai
dan nyaris berisi batu kecil.
Entah itu sebabnya, warga di
sana menilai pembangunan rehab itu
asal jadi. Sebab sebelumnya, lapangan tersebut masih layak digunakan.
Namun, setelah direhab dan anggarannya berasal dari dana aspirasi anggota DPR RI Fraksi PPP Anwar Idris, penimbunan lapangan tersebut
justru tak bisa digunakan untuk sementara waktu.
Itu sebabnya, setiap sore, para
pemuda Desa Mon Keulayu, Kecamatan Gandapura, Bireuen tak bisa
lagi menghabiskan waktunya berolahraga bola kaki.
Kabarnya, rehab lapangan tadi
dilakukan Edi Sutia (38), seorang
anggota tim sukses Anwar Idris saat
Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 lalu.
Setelah Anwar Idris sukses melaju
ke Senayan, Jakarta, Edi Sutia mendapat kucuran dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
2016, Rp 185 juta untuk proyek rehab lapangan sepak bola.
Dana itu dia dapatkan dari aspirasi anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)
Daerah Pemilihan (Dapil) II Aceh,
Anwar Idris. Bukan tanpa alasan Anwar Idris memberikan dana itu kepa-
U
da Edi Sutia. Pada Pileg 2014, Edi
merupakan timses Anwar Idris.
Mungkin dana itu diberikan sebagai
balas budi.
Nah, dana itu kemudian diperuntukkan Edi, begitu panggilannya, untuk rehab lapangan bola kaki di Desa
Mon Keulayu. Dia memilih desa itu
lantaran pada Pileg 2014 lalu, desa
tersebut lumbungnya suara Anwar
Idris.
Syahdan, Keuchik Gampong
Mon Keulayu, Muzakkir Hamid, sebagai pelaksana yang mengerjakan
rehab lapangan bola kaki tersebut,
yakni berupa penimbunan. Nah,
masalah rupanya berawal dari situ.
Warga dan pemuda gampong protes.
Ketua Pemuda dan Olahraga serta warga Gampong Mon Keulayu,
Sabtu pekan lalu, memprotes proyek
aspirasi pembangunan rehab lapangan bola kaki bantuan Anwar Idris
tadi. Karena, Muzakkir menimbun
lapangan itu dengan tanah yang
diduga bercampur bebatuan kecil.
Said Azhar, Ketua Olahraga Gampong Mon Keulayu menilai, pembangunan rehab lapangan ini anggarannya berasal dari dana aspirasi anggota DPR RI Anwar Idris, Rp 185
Juta. Uang tersebut ditransfer ke rekening desa. “Uangnya ditransfer
dalam dua tahap. Pertama, cairnya
Rp 120 juta ke rekening bendahara
desa pada Desember 2016, sedangkan dana tahap dua, Januari 2017,”
katanya.
Anehnya, sambung Said, cuma
dana pertama saja yang dikerjakan
dengan kualitas sangat buruk,
sedangkan dana tahap kedua tidak
dikerjakan. “Entah dikemanakan uang
tahap dua,” duga Said Azhar.
Protes yang sama juga dilakukan Ketua Pemuda, Mukhtar. Dirinya
sangat menyayangkan pembangunan
rehab lapangan itu dikerjakan asal
jadi. Diduga kuat pembangunan ini
sarat dengan praktik mark
up, sehingga kualitas lapangan tidak
bisa dipakai.
Edi Sutia
Karena itu, dia dan masyarakat
lainnya berharap pada Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Bireuen
yang ikut meninjau pembangunannya pada tahap awal, dapat meninjau
kembali lapangan itu, agar
masyarakat dapat menggunakannya
lagi untuk berolahraga.
Saat dikonfirmasi wartawan,
Muzakkir membenarkan pembangunan rehab lapangan tersebut dana
aspirasi anggota DPR RI Anwar Idris
dengan total anggaran Rp 185 Juta.
Katanya, dana itu masuk ke rekening
desa. Proses pencairannya dalam dua
tahap. Tahap pertama cair 70 persen,
Rp 120 juta, sisanya cair di tahap
kedua pada awal Januari 2017.
Kepala desa itu mengakui, dalam
rencana anggaran biaya (RAB), dialah yang bertanggungjawab untuk
mengerjakan proyek aspirasi itu. Tetapi, pada awal pengurusan proposal,
justru Edi Sutia yang mengerjakannya. “Maka berdasarkan rapat dengan
perangkat desa untuk tanah penimbunan lapangan, diserahkan
kepada Edi,” jelasnya.
Diakui Muzakkir bahwa yang
melakukan penimbunan lapangan
adalah Edi. Saat ditanya mengapa
kualitas sangat buruk, sehingga
membuat protes dari masyarakat dan
ketua olahraga, ia mengatakan, ia
bersama Edi sudah mengerjakannya
sesuai RAB dan sudah disetujui konsultan pelaksana.
Anggota DPR RI Dapil II (Pemilihan Aceh) yang juga anggota Komisi
X DPR RI (Bidang Pendidikan, Kebudayaan dan Olahraga) Anwar Idris saat
dimintai tanggapan oleh wartawan
mengenai protes warga tadi, justru
berkilah dan mengaku bahwa itu bukan proyek aspirasinya. Dia sebutkan,
proyek tadi merupakan program
APBN 2016 melalui dirinya. “Itu bukan aspirasi saya. Itu program APBN
2016 untuk rehab lapangan desa yang
saya serahkan melalui kepala
desa,”ujar Anwar Idris saat ditemui di
depan warkop Umuslim Resto.
Ditambahkan politisi PPP ini,
jika memang masyarakat tidak mau
menerima lapangan tersebut, silakan
melakukan protes kepada dinas setempat dikarenakan pengawasannya
provisional handing over (PHO/serah terima sementara pekerjaan) ada
pada dinas terkait yaitu Dispora Bireuen. “Kon gampong nyan mantong, adak gampong laen na cit program. Na lapangan voli dan lapan-
gan bola gaki (Bukan desa itu saja,
ada juga desa lain punya program
seperti rehab lapangan voli dan bola
kaki),”demikian terang Anwar Idris.
Edi Sutia, selaku pelaksana
proyek anggaran APBN 2016 dari
aspirasi anggota DPR RI Dapil II
Aceh Anwar Idris, saat ditemui di
salah satu warkop di Bireuen, membenarkan dirinya yang melaksanakan
proyek rehab lapangan bola kaki di
Desa Mon Keulayu seperti diungkapkan Kepala Desa Mon Keulayu,
Muzakkir.
Dia bercerita bagaimana proses
awal sebelum pengajuan proposal. Dia mengaku yang mengurus
segala administrasi proposal penimbunan rehab lapangan bola kaki tersebut adalah dirinya, termasuk pulangpergi Bireuen-Jakarta menggunakan
dana pribadi untuk tiket pesawat.
“Uang masuk ke rekening desa,
berdasarkan rapat perangkat desa dan
saya yang memperjuangkan, sehingga keluarlah dana. Maka, saya ditunjukkan sebagai pelaksana penimbunan tanah untuk rehab lapangan
bola kaki Desa Mon Keulayu,” ungkap Edi.
Edi menambahkan, uang tersebut merupakan dana aspirasi anggota DPR RI Anwar Idris untuk bantuan
rehab lapangan ini hanya diperuntukkan kepada beberapa desa yang
memberikan suara terbanyak saat
Pemilu Legislatif 2014 kepada Anwar Idris.
“Tahun 2016 kemarin, lapangan
yang saya kerjakan ada di tiga yaitu
di Desa Mon Keulayu Gandapura,
Tanoh Mirah Peusangan, dan Matang Mamplam Kecamatan Peusangan,” sebut Edi yang juga seorang pegawai negeri sipil (PNS) di
lingkungan pemerintahan Bireuen.
Mengenai protes warga dikarenakan lapangan belum layak pakai, kata Edi, baginya, itu hal biasa
dan mungkin ada satu atau beberapa
orang yang keinginannya tidak tercapai lalu protes. Meski demikian,
lanjut Edi, dirinya telah melaksanakan pekerjaan tersebut sesuai dengan RAB. ”Sudah di-PHO oleh tim
Dinas Dispora Bireuen. Artinya, pekerjaannya sudah sesuai dengan
spek,” kata pria asal Peusangan ini.
Selain itu, Edi menjelaskan,
mengenai tanah yang masih berbatu
kerikil, dinilai Edi itu wajar karena
semua lapangan yang ia rehab penimbunannya memakai tanah yang
sama. Dan, perlu diketahui, setiap
lapangan yang direhab tidak bisa
langsung dipakai. “Setiap lapangan
yang direhab ada masa pemeliharaan,
jadi tidak bisa langsung dipakai. Kalau ingin pakai, bersabar dulu,”
demikian kata Edi menjelaskan.***
MODUS ACEH
8
Bireuen
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
■ Rutan Bireuen Bobol
MERUSAK JERUJI BESI,
MUHAMMAD LARI
Muhammad bin (Alm) A. Gani
(36), kabur dari Rumah Tahanan
Bireuen menggunakan alat bantu
tali tambang warna putih yang dikaitkan di atas atap seng rutan
tersebut. Ini bukan kali pertama.
Zulhelmi
isa jadi, saat ini, Muhammad
sedang tertawa bebas di tempat
persembunyiannya setelah
kabur dari Rumah Tahanan (Rutan) Kabupaten Bireuen, Rabu
subuh pekan lalu.
Berbeda dengan Sofyan, kepala rutan
itu mungkin saja sedang gelisah terkait
kejadian ini. Sebab, selain harus melapor
pada polisi, dia juga harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya itu
pada atasan.
Muhammad adalah seorang petani.
Dia lahir di Gampong Blang Samagadeng,
Kecamatan Pandrah, Kabupaten Bireuen.
Pria tersebut dihukum enam tahun dan
enam bulan karena kasus narkoba.
Namun, baru tujuh bulan mendekam
di hotel prodeo tersebut, dia nekat melarikan diri dengan merusak jeruji besi yang
berada di atas bak penampungan air. Caranya dengan membengkokkannya jeruji
besi tadi. Lalu, dia merayap ke atas atap
seng.
Nah, di luar, rupanya sudah ada dua
orang temannya yang menunggu. Seketika, dua pria tadi melempar tali tambang.
Ujung tali itu diikat pada sebatang pohon.
Melalui tali itulah, Muhammad merayap
menuju tembok dan kabur bersama temannya yang sudah menunggu di luar.
Mereka menggunakan sepeda motor.
Penjelasan itu disampaikan Kepala
Rumah Tahanan Negara Rutan Bireuen,
Sofyan, kepada media ini di ruang kerjanya, Rabu siang. Upaya kabur itu, lanjut
Sofyan, diketahui petugas jaga dan dilempari, “Serta mengejarnya, namun tak berhasil ditangkap karena keburu dibawa
kabur oleh temannya yang sudah
menunggu di luar,” jelas Sofyan.
Lanjut Sofyan, narapidana (napi) yang
kabur itu tersandung kasus narkoba jenis
sabu dengan hukuman enam tahun enam
bulan penjara. Muhammad merupakan
warga Blang Samagadeng, Kecamatan
Pandrah, Kabupaten Bireuen. “Dia baru
menjalankan masa hukuman sekitar tujuh bulan,” ungkapnya.
Cerita miris ini memang bukan baru
B
Napi yang kabur dari Rumah Tahanan Bireuen.
melanda Rutan Bireuen. Diduga, napi
Rutan Bireuen memang sering kabur sejak lima tahun terakir. Namun, berapa jumlah napi kabur itu, Sofyan tidak bisa mer-
Sofyan
incikannya. “Saya tidak bisa merincikannya. Bila itu yang ditanya, saya tak bisa
menjawab. Yang bisa saya jawab tanggal
7 Januari 2017 ke atas, sebab kita baru
Sertijab di sini,” jelasnya.
Di sisi lain, dia menyebutkan, pihaknya sangat kekurangan petugas keamanan. “Kita punya empat regu, satu regu tiga
orang yang mengawasi 272 napi dan tahanan, yang dibantu satu orang TNI,” un-
gkapnya. Jumlah napi dan tahanan, sebutnya, melebihi kapasitas, seharusnya
yang layak ditampung 122 orang. “Kalau
kapasitas menurut pusat 77 orang sesuai
dengan luas kapasitas tempat tidurnya,”
terang Sofyan.
Peristiwa serupa juga pernah terjadi
28 November 2011 silam. Saat itu, ada
30 napi yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP/lapas) Kabupaten Pidie pada Minggu, 27 November 2011,
pukul 16.55 WIB kabur dengan menerobos pintu penjagaan dan melumpuhkan
para sipir penjaga. Tujuh orang di antaranya berhasil ditangkap kembali oleh
polisi. Sementara, 23 lainnya masih dicari aparat.
Kepala Sub Pelayanan Tahanan LP
Bireuen, M Nasir, kepada wartawan, Minggu, 27 November 2011 malam mengatakan sebanyak 30 tahanan kabur dari LP,
mereka kabur saat jam bertamu dan para
napi menerobos pintu satu dan melumpuhkan sipir penjaga. Petugas di pintu
jaga pada saat itu hanya tiga orang, sehingga tidak mampu menghentikan aksi
para napi tersebut.
Menurutnya, para napi yang kabur
umumnya yang sedang menjalani proses
persidangan di pengadilan dan juga ada
titipan dari sejumlah Polsek dan Polres
Kabupaten Bireuen. Seorang di antaranya bernama Safwandi tersangkut kasus
narkoba.
Ketika itu, Wakapolres Bireuen Kompol
W Eka Sulistiyo mengatakan, dari pengejaran aparat hingga Minggu, 27 November 2011 malam, telah berhasil
menangkap kembali sebanyak tujuh napi
yang kabur. Mereka ditangkap di sejumlah lokasi terpisah, lalu diamankan di
Mapolsek Kota Juang.
Sementara itu, aparat kepolisian saat
ini sedang mengumpulkan informasi dan
keterangan dari sejumlah saksi mengenai
penyebab kaburnya para napi dari LP.
Polisi juga meminta keterangan dari para
tamu yang berkunjung saat napi kabur.
Daftar panjang pelarian napi dari rumah tahanan Bireuen kian panjang. Bahkan, ada yang menyebut, tahanan itu bukan melarikan diri, melainkan dibawa
kabur oleh seseorang. Pasalnya, tahanan
yang kabur yakni M Zubir bin Daud warga
Pucok Alue Kabupaten Bireuen.
Gembong narkoba internasional yang
divonis 11 tahun penjara ini sebelumnya
telah menikmati hawa sejuk penjara di Cibinong, Jawa Barat dan dipindahkan ke
Rutan Lhokseumawe. Selanjutnya, pindah
lagi ke Rutan Bireuen hingga sukses
melarikan diri dari sel tahanan di kampung
halamannya.
Sementara, petugas lapas mengaku
tidak tahu-menahu kejadian itu dan menyatakan diri mereka tidak terlibat dalam aksi
pelarian tersebut. Mereka berdalih akibat
minimnya personel jaga serta over kapasitas, sehingga tidak mampu bekerja maksimal menjaga ratusan tahanan.
Sejumlah sumber tahanan di Rutan
Bireuen mengaku, mereka tidak tahu kasus pelarian itu. Karena saat kejadian, tak
terlihat gerak-gerik mencurigakan, namun
mereka juga menduga jika M Zubir bukan
kabur tapi dibawa kabur oleh pihak-pihak
yang berperan di rutan Bireuen.
“Dia (M Zubir-red) tidak melarikan diri,
tapi dibawa lari. Sehingga, kami tak pernah mengetahui kasus pelarian ini,” ungkap sumber tahanan yg enggan ditulis
nama. Kepala Rutan Bireuen saat itu Irfandi melalui Kasubsi Pelayanan Tahanan, Rusdi Nawi yang dikonfirmasi koran
ini menuturkan, peristiwa itu berlangsung
Selasa (17/12) malam. Saat kejadian, dua
anggota regu B yang piket jaga. Menurutnya, akibat terbatasnya personel, sehingga M Zubir berhasil kabur dengan memanjat tembok bagian selatan yang bersebelahan dengan sekolah dasar (SD).***
MODUS ACEH
HUKUM
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
9
Surat Nanda Berujung Perkara
FOTO: IST
Nanda Feriana
Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Lhokseumawe akhirnya melimpahkan berkas tersangka Nanda
Feriana ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe, terkait surat terbuka untuk dosen Unimal lulusan Jerman.
Khairul Anwar I Koresponden Lhokseumawe
N
anda Feriana kini
hanya pasrah. Proses hukum mahasiswa Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe itu tergantung Jaksa Penuntut Umum
(JPU) dan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe. Sebab, Satuan Reserse
Kriminal (Reskrim) Polres Lhokseumawe telah melimpahkan
berkas tersangka Nanda Feriana
ke Kejaksaan Negeri (Kejari)
Lhokseumawe, pekan lalu.
Nanda, begitu dia akrab disapa, dijerat dengan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) karena menulis
isi hatinya (curhat) di dinding
(wall) Facebook. Itu dilakukan
karena dia gagal yudisium. Ternyata curhatan Nanda Feriana
membawa petaka alias berujung
perkara.
Kisah ini berawal pada 27
September 2016 lalu. Nanda
Feriana gagal yudisium karena
ditolak sang dosen Dwi Fitri lulusan luar negeri (Jerman).
Dalam surat itu, Nanda Feriana
menulis panjang lebar tentang
baju baru yang sudah tergantung di sangkutan untuk persiapan yudisium. Keluarga juga
sudah bahagia serta berbagai
hal lainnya. Namun, semua itu
buyar berganti kesedihan karena sikap seorang dosen yang
dianggap Nanda tidak punya
hati.
Rupanya surat tersebut berbuntut panjang. Selaku peserta
didik, mahasiswa Jurusan Ilmu
Komunikasi, FISIP Unimal, Lhokseumawe ini mendapat banyak
respon di media sosial tadi, termasuk dari sang dosen.
Nanda kemudian minta maaf,
namun sang dosen meminta
agar Nanda menyampaikan permohonan maaf tadi di empat surat kabar. Nanda menolak karena
tidak memiliki uang, hingga
akhirnya sang dosen melaporkan Nanda ke polisi.
Kapolres Lhokseumawe,
AKBP Hendrik Budiman melalui
Kasat Reskrim AKP Yasir mengatakan, berkas terasangka Nanda Feriana telah dilimpahkan ke
Kejari Lhokseumawe. Nanda Feriana akan dijeratkan dengan
Undang-Undang ITE.
Surat terbuka berjudul “Sepucuk Surat untuk Ibu Lulusan Jerman” yang ditulis Nanda
Muslem
AKP Yasir
pada dinding akun Facebooknya, 27 September 2016 dianggap mencemarkan nama
baik. Meskipun, ia tidak
menuliskan identitas dosen
secara detail.
“Nanda Feriana telah ditetapkan sebagai tersangka, juga
berkas Nanda telah dilimpahkan
beberapa hari yang lalu,” kata
Yasir, Kamis, 9 Februari 2017
pekan lalu. Yasir mengungkapkan, proses penyidikan Nanda
Feriana berawal dari laporan seorang dosen Unimal lulusan luar
negeri (Jerman) bernama Dwi
Fitri karena menulis di wall media sosial Facebook terkait gagal
yudisium.
“Hasil penyelidikan, Nanda
telah terbukti mencemarkan
nama baik. Sementara, Nanda
akan dijerat dengan UU ITE,” tegas Yasir.
Kajari Lhokseumawe, Mukhlis SH melalui Kasi Pidana
Umum (Pidum) Isnawati SH,
membenarkan telah menerima
berkas perkara Nanda Feriana
yang dilimpahkan penyidik Polres Lhokseumawe. Namun
demikian, pihaknya belum menetapkan jadwal persidangan.
“Perkas perkara Nanda Feriana
telah kami terima. Tapi, jadwal
sidang belum kami tetapkan,”
kata Isnawati.
Ketua Badan Eksekutif Ma-
hasiswa (BEM) Universitas Malikussaleh, Muslem, akan mengawal proses hukum terhadap
Nanda Feriana dalam perkara
curhat terhadap seorang dosen
lulusan Jerman. “Kami akan
mengawal terus proses hukum
Nanda Feriana hingga tuntas,”
kata Muslem.
Menurut Muslem, perkara
yang menyeret Mahasiswi Unimal, Nanda Feriana, ke meja hijau sangat disesalkan. Pasalnya,
pihak Rektor Unimal tak berhasil
menyelesaikan perkara ini secara
internal kampus antara mahasiswa dan dosen. Sehingga,
perkara yang akan diproses di
meja hijau ini sangat memalukan
almamater Unimal.
“Dari satu sisi, perkara ini
bisa diselesaikan secara internal. Tapi, kenapa rektor dan jajaran Unimal tak berhasil
menyelesaikan secara intern
kampus. Ini kan menjadi rumit.
Harusnya antara rektor dan Nanda bisa menegosiasi jalur perdamaian dengan Bu Dosen,”
papar Muslem. Sementara, Nanda Feriana saat diwawancarai
MODUS ACEH enggan berbicara panjang. “Untuk saat ini,
saya tidak mau bicara. Takut
nanti terpengaruh pada psikologi saya. Nanti kita lihat di persidangan saja,” tegas Nanda Feriana.***
10
MODUS ACEH
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
Nasional
Meluruskan Pemahaman OTT
Delik Suap Patrialis Akbar
kompas
Tertangkap beberapa
saat setelah tindak pidana dilakukan juga
dapat disebut OTT
OTT..
perasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar
(PAK), Basuki Hariman (BHR),
Ng Fanny (NGF), dan seorang
perantara bernama Kamaludin
(KM) di tiga lokasi berbeda pada
Rabu, 25 Januari 2017 lalu
masih menimbulkan pertanyaan
bagi sejumlah pihak.
Pertama, mengapa KPK
menyebutnya sebagai OTT jika
penangkapan dilakukan di tiga
lokasi berbeda dan saat penangkapan, belum terjadi serah
terima uang dari tersangka pemberi atau perantara suap kepada
Patrialis? Kedua, mengapa KPK
menjerat Patrialis dengan delik
suap meski uang suap belum
O
berpindah ke tangan Patrialis?
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan, ada kekeliruan pemahaman, seolah-olah
OTT harus dilakukan di satu
lokasi. Padahal, sesuai Pasal 1
angka 19 KUHAP, ada empat
kondisi yang dapat disebut sebagai tertangkap tangan. Antara
Pasal 1 angka 19 KUHAP. Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila
sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras
telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
lain, tertangkap saat melakukan
tindak pidana atau beberapa saat
setelah tindak pidana dilakukan.
Setelah memahami pengertian tangkap tangan, mari simak
kronologi peristiwa OTT yang
dilakukan KPK. Pada 25 Januari 2017 pagi, sebelum OTT, Patrialis bertemu Kamaludin yang
diduga sebagai pihak perantara
di kawasan lapangan golf Rawamangun, Jakarta Timur. “Saat itulah indikasi transaksi terjadi,”
kata Febri di KPK, Senin, 30 Januari 2017.
Transaksi yang dimaksud
Febri bukanlah serah terima
uang, melainkan transaksional
“penerimaan janji” uang Sing$
200 ribu yang disertai dengan
penyerahan salinan draf putu-
san MK Nomor 129/PUU-XIII/
2015. Dan, selain janji, beberapa waktu sebelumnya, Patrialis
diduga sudah menerima suap
lain dari Basuki senilai AS$ 20
ribu.
Pasca pertemuan di lapangan golf, KPK mengamankan
Kamaludin, sedangkan Patrialis
kembali ke MK. Dari Kamaludin,
KPK menemukan draf putusan
MK Nomor 129/PUU-XIII/2015.
KPK telah memastikan bahwa
draf yang ditemukan dari tangan
Kamaludin sama dengan draf
putusan asli yang belum dibacakan oleh MK.
Draf putusan tersebut terkait
dengan pengujian materi UU
Nomor 41 Tahun 2014 tentang
Perubahan UU Nomor 18 Tahun
2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Basuki selaku pengendali sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang
importasi daging diduga memiliki kepentingan agar putusan itu
dikabulkan sebagian.
KPK pun bergerak ke lokasi
perusahaan Basuki di Sunter,
Jakarta Utara. KPK mengamankan Basuki, sejumlah orang, serta barang bukti. Baru, pada
malam harinya, KPK mengamankan Patrialis di Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Penangkapan
di ketiga lokasi itu, sebut Febri,
sebagai rangkaian peristiwa OTT.
“Hal ini sesuai dengan ketentuan hukum acara. Sebab, di
Pasal 1 angka 19 KUHAP ditegaskan ada empat kondisi yang
Nasional
secara alternatif dapat dimaknai
sebagai tangkap tangan. Dalam
konteks ini, sesuai Pasal 1 angka 19 KUHAP, OTT dilakukan
oleh KPK beberapa saat setelah
tindak pidana itu terjadi,” ujarnya.
Febri mengaku, ada pertimbangan tertentu mengapa Patrialis tidak langsung “diciduk”
bersamaan dengan Kamaludin.
KPK ingin terlebih dahulu memastikan transaksi benar-benar
terjadi, termasuk memastikan temuan draf putusan MK dalam
bentuk informasi elektronik yang
diduga menjadi salah satu alasan pemberian suap.
“Kami juga sudah memiliki
bukti-bukti pertemuan para tersangka di sejumlah tempat di
beberapa waktu sebelumnya. Ini
akan kami sampaikan terang-
benderang pada persidangan
nanti. Kami akan tunjukkan
bagaimana pihak-pihak itu mengatur, konsensus terjadi, hingga
indikasi suap sampai pada proses transaksional dan kami lakukan OTT,” terangnya.
Kemudian, mengenai pemahaman pasal suap yang dikenakan terhadap Patrialis, menurut
Febri, perlu pula diluruskan.
Sebab, yang disebut sebagai tindak pidana suap dalam Pasal 12
huruf c atau Pasal 11 UU Tipikor
bukan hanya perbuatan menerima
hadiah, tetapi juga menerima janji.
Terlebih lagi, janji itu sudah diwujudkan dalam bentuk komitmen.
“Itu rumusan pasal suapnya.
Dalam kasus ini, indikasi penerimaan oleh PAK adalah hadiah
sejumlah AS$ 20 ribu. Hadiah ini
Pasal 12 huruf c UU Tipikor menyebutkan, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak satu miliar
rupiah: hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili.
MODUS ACEH
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
Pasal 11 UU Tipikor. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau
pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp
250 juta pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan
atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau
yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau
janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
sudah diterima sebelumnya dan
‘janji’. Jadi, janji di sini bukan
hanya dijanjikan, tapi sudah ada
apa yang disebut sebagai meeting of mind, sudah terjadi peristiwa yang transaksional dengan
nilai sekitar Sing$ 200 ribu,” tuturnya.
Sebenarnya, kasus suap
dalam bentuk “penerimaan janji” bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, Mahkamah Agung
(MA) telah memutus beberapa
kasus, antara lain kasus suap
pengurusan sengketa pilkada di
MK dengan terdakwa M Akil
Mochtar dan kasus suap pengurusan kuota impor daging dengan terdakwa Luthfi Hasan
Ishaaq.
Dalam putusan kasasi
No.336 K/Pid.Sus/2015, Akil
terbukti menerima hadiah atau
janji terkait pengurusan sejumlah sengketa pilkada di MK. Dua
di antaranya adalah penerimaan
janji terkait sengketa Pilkada Gunung Mas sebesar tiga miliar rupiah dan janji pemberian uang
Rp 10 miliar yang disampaikan
Zainudin Amali terkait sengketa
Pilkada Jawa Timur.
Selain itu, dalam putusan
kasasi No.1195 K/Pid.Sus/
2014, Luthfi dinyatakan terbukti
menerima janji pemberian uang
sebesar Rp 40 miliar dari Maria
Elizabeth Liman terkait pengurusan kuota impor daging PT Indoguna Utama. Sebagian dari
janji tersebut telah diterima sebesar Rp 1,3 mliar melalui Ahmad
11
Fathanah.
Sebagaimana dikutip dari
dalil penasihat hukum yang tertuang dalam putusan kasasi Akil,
berkaitan dengan unsur “menerima janji” ini, pengajar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Drs Adami Chazawi telah
mengulasnya dalam bukunya
yang berjudul Hukum Pidana
Materiil dan Formil Korupsi di
Indonesia.
Dalam bukunya, pada halaman 79, Adami menjelaskan,
unsur “menerima janji” dapat dianggap telah selesai dengan
sempurna manakala telah ada
keadaan-keadaan sebagai
pertanda atau indikator bahwa
mengenai apa isi yang dijanjikan
telah diterima oleh pegawai
negeri tersebut. Antara lain, dengan anggukan kepala atau keluar ucapan atau kata-kata yang
karena sifatnya dapat dinilai atau
dianggap menerima (misalnya
mengucapkan kata ‘iya, baik, terimakasih, alhamdulillah, yes, ok,’
dan sebagainya). Tetapi tidak
dapat terjadi dengan tidak memberi isyarat apapun atau diam.***
■
Sumber: hukumonline.com
12
MODUS ACEH
utama
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
Opini
ACEH DAMAI, ACEH MEMILIH
R
ABU, 15 Februari
2017, tibalah saatnya
kita memilih, menggunakan hak untuk
menentukan siapa
Gubernur dan Wakil
Gubernur Aceh, bupati-wakil bupati serta walikota dan wakil walikota di Aceh, kecuali Kabupaten Pidie Jaya dan Kota Subulussalam.
Tentu, pilihan tersebut bukan
tanpa konsekuensi atau risiko.
Jika salah, maka kita pula (rakyat
Aceh) yang akan menanggung
akibat untuk lima tahun ke depan.
Karena itu, datang dan cobloslah
di tempat pemungutan suara
(TPS), jangan dianggap sepele
serta sederhana. Tapi, harus benar-benar dengan hati yang tulus dan ikhlas.
Nah, soal siapa kemudian
yang terpilih atau mungkin saja
pilihan kita tidak unggul alias
menang, itu pun jangan disesalkan. Ibarat sebuah pertandingan,
tentu ada yang kalah dan
menang.
Sebaliknya, para pasangan
calon (paslon) yang unggul dari
pilihan rakyat melalui konstestasi demokrasi lima tahunan ini
jangan pula cepat puas. Sebab,
inilah titik awal dari tanggung
jawab Anda selanjutnya kepada
Allah SWT dan rakyat Aceh, termasuk merealisasikan berbagai
janji yang telah Anda sebar dan
ucapkan selama ini. Bukankah,
Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa akan meminta tanggung
jawab dari kepemimpinan Anda
di hari akhir kelak?
Di sisi lain, jika selama masa
kampanye sempat terjadi
pergesekan antar paslon serta
tim sukses atau tim pemenangan,
itu pun jangan dibawa mati. Begitu pesta demokrasi ini usai, tinggalkan semua itu di dunia ini.
Pilihan boleh beda, tapi kita tetap
bersaudara.
Memang, harus kita akui, selama masa kampanye berlangsung, banyak bertebaran berita
palsu (hoax) yang saling menyerang hingga isu yang mengarah ke suku, atar golongan, ras,
dan agama (SARA), serta
penebaran kebencian ( hate
speech) di media sosial (medsos) yang begitu sangat
mengkhawatirkan. Bahkan, sempat menyerempet hingga me-
nentang pendapat para ulama
secara terbuka di media pers.
Padahal, undang-undang (UU)
tentang informasi dan transaksi
elektronik (ITE) telah tegas menyatakan hukuman pidana sebagai akibat dari pelanggaran
tadi.
Selain tu, sempat pula
muncul beberapa aksi kekerasan
fisik, perusakan atribut pasangan
calon oleh pihak yang tak bertanggungjawab hingga aksi teror.
Belajar dari pengalaman
pilkada sebelumnya, tren kekerasan dan korban di Pilkada
Aceh sebenarnya meningkat serta memusat pada aktor-aktor tertentu. Pasca konflik, Aceh telah
melaksanakan dua kali gelombang pilkada: tahun 2006 dan
tahun 2012. Pilkada yang pertama 2006 cenderung lebih tenang kendati mencekam dibanding tahun 2012.
Jika pada pilkada 2006, sasaran korban kekerasan adalah
masyarakat umum atau aktor
politik yang berafiliasi ke partai
nasional, maka pada pilkada
2012, sasarannya adalah pihakpihak yang berhubungan dengan partai lokal. Ini terjadi karena kompetisi politik semakin
mengkristal.
Karena itu, untuk meningkatkan kualitas perpolitikan di Aceh
dan menjamin kesuksesan
penyelenggaraan pilkada, polisi
memang telah bertindak tegas
terhadap segala macam bentuk
kekerasan sepanjang jelang pelaksanaan Pilkada Aceh 2017.
Polisi juga menghindari lang-
kah-langkah politis dalam menghadapi perilaku politik yang
mengancam integritas proses
pilkada.
Penegakan hukum sebagai
solusi untuk mencegah berulangnya kasus kekerasan yang
menjatuhkan korban jiwa di
Pilkada Aceh tampaknya semakin mampu untuk ditekan dan
dikurangi. Walau Badan Intelijen
Negara (BIN) mengaku, Aceh dan
Papua termasuk dua provinsi
yang rawan. Semoga saja, asumsi dan prediksi ini tidak menjadi
kenyataan.
Sebagai rakyat (pemilih), kita harus sadar betul bahwa
setiap pengambilan kebijakan
pemerintah, tetap harus mengacu pada aspirasi masyarakat.
Inilah bagian terpenting dari
negara demokrasi. Salah satunya adalah partisipasi dalam politik. Yaitu memilih pemimpin di
legislatif, eksekutif, baik di tingkat
pusat maupun daerah. Di depan
mata adalah pemilihan gubernur,
bupati serta walikota.
Begitupun, realitas politik,
sosial, budaya serta ideologis
tetap menjadi sisi menarik perhatian dalam mencermati kedekatan emosional antar paslon
dengan rakyat (pemilih). Itu
sebabnya, sadar atau tidak,
pilkada tetap saja menguras energi, pikiran dan biaya yang tidak
sedikit. Masyarakat cenderung
akan ikut berpartisipasi untuk
mencari pemimpinnya dalam
lima tahun ke depan karena keterikatan emosi dengan calon
yang ada.
Besarnya hak rakyat untuk
menentukan para pemimpin
dalam lembaga eksekutif saat ini
pun tidak lepas dari perubahan
dan reformasi politik yang telah
bergulir di negara ini sejak 1998.
Maklum, sebelumnya, hak-hak
politik masyarakat masih didiskriminasi dan digunakan untuk
kepentingan politik penguasa.
Rakyat tidak diberi hak politik
yang sepenuhnya untuk
menyeleksi para pemimpin,
mengkritisi kebijakan, dan proses dialogis yang kritis agar
masyarakat dapat menyalurkan
aspirasi dan kepentingan-kepentingannya.
Namun, sejalan dengan perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia melalui amandemen pertama hingga
ketiga pada tahun 2002, telah
memberi peluang pemberian hak
politik pada masyarakat untuk
memilih Presiden secara langsung.
Perubahan yang terjadi ini
diikuti dengan lahirnya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004
yang diperbarui pada UU Nomor
10 Tahun 2016. Maka, undangundang tersebut telah memberikan hak politik rakyat untuk memilih gubernur, bupati/ walikotanya secara langsung.
Harapan lain adalah
tampilnya para penyelenggara
secara profesional, transparan
dan netral. Ini menjadi penting,
sebab ‘musim’ pemilihan kepala
daerah (pilkada) serentak tahun
ini berlangsung di 101 wilayah.
Karena itu, penyelenggara pemi-
lu yaitu Komisi Pemilihan Umum
(KPU) dan Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu) Pusat, Komisi
Independen Pemilihan (KIP) dan
Panitia Pengawas Pemilihan
(Panwaslih) Aceh harus mempersiapkan segala keperluan administras, dan bersikap profesional, termasuk menjaga diri
dari kemungkinan adanya
godaan-godaan yang dapat
mempengaruhi hasil pilkada.
Dan kita yakin, dengan adanya konsolidasi baik dari penyelenggara, maka dapat menciptakan pilkada yang bersih, adil, dan
transparan. Aparat keamanan
juga harus menegakkan netralitas dalam kontestasi pilkada ini.
Jangan ragu untuk menindak
siapa pun yang melakukan pelanggaran pidana.
Sementara, Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) yang
menangani permasalahan pilkada secara administrasi harus
juga bersikap profesional. Pihakpihak yang memiliki kapasitas
dan kemampuan untuk pengkondisian sesuatu sudah harus
menghindari kerja-kerja seperti
itu. Aparat pertahanan dan keamanan harus bersikap netral.
Tidak ada yang boleh bermain
politik dalam pilkada dan melakukan upaya-upaya pengkondisian. Aceh damai, Aceh memilih. Itulah harapan kita semua.
Lantas, seperti apa pemetaan
Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh? Wartawan
MODUS ACEH, Muhammad
Saleh
Saleh, menulisnya untuk Liputan Utama pekan ini.***
MODUS ACEH
utama
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
13
MENGUSUNG VISI
BERHARAP SUARA RAKYAT
Berbagai janji yang tertuang dalam visi dan misi disampaikan sejumlah pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, mulai dari debat
terbuka, dialogis serta kampanye. Berharap suara rakyat, mendapat kursi kekuasaan. Berikut paparannya secara singkat.
1
serambiindonesia
Tarmizi A Karim
T Machsalmina Ali
ASANGAN Calon Nomor Urut
1, Tarmizi A. Karim-T. Machsalmina Ali misalnya, menggagas visi terwujudnya Aceh
Baru Yang Mendiri, Sejahtera,
Berbudaya dan Bermartabat, Berlandaskan Nilai Islam.
Aceh Baru digagas paslon ini adalah
sebuah cita-cita, harapan, semangat dan
komitmen dari seluruh masyarakat Aceh
untuk berubah menjadi lebih baik dari
kondisi sekarang. Selain itu, hadirnya
pemerintahan yang berbasis pada clean
government dan good governance yang
memposisikan pemerintahan sebagai
abdi dan pelayan masyarakat, serta menempatkan masyarakat sebagai pelaku
pembangunan sesungguhnya (empowering people) menuju kemuliaan dan kebahagian hidup dunia dan akhirat.
Menurut Tarmizi A. Karim, Aceh Baru
juga bermakna hadirnya kepemimpinan
yang memiliki nilai leadership yang kuat
dan teruji, memiliki nilai keteladanan, cerdas dan amanah hasil pilihan rakyat yang
mampu menyatukan semua komponen
masyarakat dan sumber daya yang dimiliki
Aceh, sehingga menjadi energi kebangkitan Aceh kembali yang bersatu maju.
Mandiri adalah upaya mengurangi
tingkat ketergantungan masyarakat Aceh
terhadap suplai kebutuhan pokok dari
daerah lain, yang semestinya mampu
diproduksi sendiri. Sejahtera adalah
suatu kondisi kemuliaan dan keba-
P
hagiaan hidup yang dinikmati oleh seluruh masyarakat Aceh melalui proses
pembangunan dengan pemenuhan kebutuhan pokok hidup masyarakat melalui pemanfaatan potensi sumber daya
alam yang dibarengi dengan sumber
daya manusia (SDM) yang berkualitas
serta didukung oleh kestabilan geopolitik Aceh.
Berbudaya dan Bermartabat adalah
upaya mengembalikan dan menumbuhkan nilai sosial budaya masyarakat Aceh
yang islami dalam kehidupan berumahtangga, bermasyarakat dan bernegara dengan mengedepankan nilai-nilai
moral dan akhlak yang mulia sebagai jati
diri masyarakat Aceh.
Sementara, misinya adalah mengembangkan tata kelola Pemerintahan Aceh
yang efektif, efisien, amanah, transparan,
dan akuntabel melalui rekrutmen dan
penempatan personel yang berkualitas
dan berintegritas dengan sistem pola karir untuk mewujudkan fungsi pemerintah
sebagai abdi negara dan pelayan
masyarakat.
Mewujudkan Aceh yang sejahtera dan
mandiri melalui pemenuhan kebutuhan
pokok, pelayanan dasar dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta pembangunan ekonomi berdasarkan tiga
wilayah pertumbuhan yang berorientasi
pada peningkatan nilai tambah (added value) yang berdaya saing tinggi dan didukung oleh infrastruktur yang terintegrasi.***
2
Zakaria Saman
Teuku Alaidinsyah
“
ACEH BEU MAJU DAN RAKYAT BEU
SEUJAHTERA, UNTUK SEMUA”. Itu
visi pasangan Zakaria Saman-Teuku Alaidinsyah. Maknanya, bercermin pada kondisi masyarakat Aceh saat ini dan menggagas tekad harus maju dan sejahtera bagi
semua lapisan masyarakat Aceh.
Menurut paslon ini, kondisi
masyarakat Aceh sangat majemuk
meskipun pembangunan saat ini merupakan hasil perjuangan panjang. Namun,
pembangunan itu harus dan bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat tanpa ada perbedaan dari sisi mana pun (tanpa diskriminasi), sebagaimana tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan
Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945.
Maju, dimaknai sebagai sikap dan kondisi masyarakat Aceh yang produktif, kooperatif berdaya saing dan mandiri, terampil
dan inovatif dengan tetap dapat menjaga
tatanan sosial masyarakat yang yang islami,
berkarakter dan akhlak mulia (akhlakul karimah), toleran sesama, santun, taat beribadah,
memiliki etika, mencintai perdamaian, memiliki ketahanan dan daya juang tinggi, cerdas, taat aturan, rasional, bijak dan adaptif
terhadap dinamika perubahan, namun tetap
berpegang pada nilai-nilai yang islami, berbudaya serta kearifan lokal dan berdaulat
secara pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan sosial, menjaga keserasian lingkungan alam serta menjunjung tinggi harkat
martabat manusia.
Sementara, seujahtera adalah sikap
dan kondisi masyarakat Aceh yang diharapkan setiap orang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dalam aspek
ekonomi, sosial dan spiritual. Masyarakat
Aceh yang sejahtera merupakan
masyarakat yang makmur, berpenghasilan yang cukup, memiliki pendidikan yang
cukup, lapangan usaha dan lapangan kerja yang layak, terbebas dari kemiskinan,
memiliki rasa kepedulian yang tinggi,
memiliki kualitas kesehatan dan didukung oleh kondisi lingkungan dan perumahan yang baik dan secara lahir dan batin
mendapatkan rasa aman dan makmur
dalam menjalani kehidupan.
Selain memiliki berbagai indikator
ekonomi, sosial dan spiritual yang lebih
baik, masyarakat yang sejahtera juga
harus memiliki sistem dan kelembagaan
politik, termasuk kepastian hukum.
Lembaga politik dan kemasyarakatan
berfungsi sesuai konstitusi yang berlaku
di Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) tanpa mengabaikan kearifan budaya lokal. Masyarakat yang sejahtera juga
ditandai dengan adanya peran serta secara nyata efektif dalam segala aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, politik,
maupun pertahanan dan keamanan. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya tercermin oleh perkembangan ekonomi semata, tetapi mencakup aspek EPOSOSBUD
yang lebih luas, yang “BALDATUN THAIBATUN WARABBUL GHAFUR.”***
14
MODUS ACEH
3
EBAGAI mantan Gubernur
Aceh, Abdullah Puteh masih
belum lepas dari rangkaian
kata penyanding dalam memaparkan visi dan misinya. Misal, Panca Bakti Pembangunan Aceh.
Itu sebabnya, paslon ini menggagas visi:
“MEWUJUDKAN KEMBALI ACEH SEBAGAI NEGERI YANG AMAN, SEJAHTERA,
ADIL, MAKMUR DAN BERADIDAYA BERLANDASKAN SYARI’AT ISLAM .“
Sementara, misi adalah melanjutkan
Pembangunan Aceh dalam segala bidang
dan menjadikan Aceh negeri yang aman,
sejahtera, adil, makmur dan beradidaya,
berlandaskan syariat Islam.
Untuk mewujudkan visi tadi, paslon ini
akan melaksanakannya melalui; penerapan
syariat Islam dalam berbagai sistem kehidupan masyarakat Aceh serta pembiayaannya,
dilaksanakan oleh pemerintahan daerah (pemerintah bersama DPRA dan DPRK), terutama yang meliputi dimensi aqidah, dimensi
syariah, dan dimensi akhlaqul karimah.
Pelaksanaan dan pembudayaan nilai-nilai
syariat Islam akan terus ditingkatkan melalui
ibadah, muamalah, jinayah, qadha, tarbiyah,
dakwah, syiar, siyasah, dan pembelaan terhadap
Islam. Dengan demikian, Islam menjadi sumber nilai utama untuk kemaslahatan seluruh
alam dan terutama bagi umat manusia.
Sesuai dengan kondisi demografi
Aceh, paslon ini mengaku, akan melaksanakan program prioritas yang sangat
dibutuhkan masyarakat banyak. Misal,
revolusi pertanian, terutama untuk komoditas yang berumur singkat (pendek/musiman), antara lain padi, jagung, pisang,
kentang, nenas, kedelai, singkong, kenaf,
nilam, minyak asiri, bawang merah, cabai,
tembakau, dan lain-lain. Selanjutnya, bumi
Aceh juga cukup menjanjikan untuk komoditi tanaman tahunan di antaranya lada,
karet, coklat, sawit, kopi, pala, cengkih,
mangga, langsat, rambutan, durian, kela-
4
hariananalisa
Abdullah Puteh
Sayed Mustafa Usab
S
utama
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
pa, pinang, nilam dan lain-lain.
Program pembangunan Reintegrasi
Aceh pasca konflik terus dilanjutkan sebagai upaya pengentasan kemiskinan
dan menekan angka pengangguran. Hal
tersebut dapat dilaksanakan dengan
menciptakan lapangan kerja baru. Sehingga, setiap orang dapat bekerja secara
produktif dan menghasilkan pendapatan yang relatif memadai.
Paslon ini yakin, dalam tempo lima
tahun (2017-2022), seluruh program dan
kegiatan yang berkaitan dengan tujuan
Reintegrasi Aceh dapat diselesaikan secara tuntas. Termasuk pemberdayaan
ekonomi rakyat (PER) dengan memberikan modal usaha bagi masyarakat menengah ke bawah.
Sedangkan program pembangunan
infrastruktur dan perkotaan dimaksudkan
untuk menyediakan kebutuhan jaringan
dan pelayanan (darat, laut, udara dan sektor-sektor lainnya) yang handal dan terpadu
antar kabupaten kota se-Aceh. Termasuk
di dalamnya penyediaan perumahan, pemukiman baru yang layak dan berkualitas
sesuai master plan kota modern dalam
rangka menjawab kebutuhan dan tuntutan
urbanisasi yang semakin meningkat.
Lantas, reformasi birokrasi untuk
meningkatkan pelayanan publik yang
berbasis kerakyatan. Program dan kegiatan reformasi birokrasi di antaranya: penataan organisasi/ kelembagaan yang
diarahkan sesuai dengan kepentingan
dan kebutuhan rakyat.
Selanjutnya, pembinaan dan peningkatan kualitas SDM pegawai (PNS)
yang handal guna mendukung pelaksanaan visi dan misi yang disebutkan di atas.
Pembinaan mentalitas dan budaya kerja
diarahkan untuk meningkatkan produktifitas, inovasi, loyalitas, disiplin dan tanggung jawab sesuai dengan tupoksi kelembagaan masing-masing.***
aceh.tribunnews
Zaini Abdullah
Nasaruddin
B
ERKHIDMAT MEMBANGUN ACEH BERPERADABAN YANG
UNGGUL, INOVATIF
DAN TANPA KORUPSI.
Itu visi pasangan calon (paslon)
Zaini Abdullah-Nasaruddin.
Makna kata BERPERADABAN
yang dimaksudkan adalah
masyarakat Aceh yang berperadaban tinggi (rakyat Aceh yang
menjalani kehidupan sosial, harmoni dalam keberagaman, dan
tanpa diskriminasi), memiliki
akhlak mulia, berpikiran cerdas,
berwawasan luas, taat hukum,
hidup sehat dan bahagia, dalam
tata kelola Pemerintahan Aceh
yang khusus dan istimewa memegang teguh nilai-nilai pemerintahan yang bersih, amanah,
melayani, dan bekerja secara
transparan, akuntabel dan tanpa
korupsi. Keadaan tersebutlah
yang dimaksud sebagai Rakyat
Aceh berperadaban Islam.
Sementara, UNGGUL bermakna; kualitas kesejahteraan
rakyat setara dengan standar nasional dan/atau internasional.
Rakyat Aceh harus memiliki
tingkat kehidupan yang bahagia
karena meningkatnya pendapatan, derajat kesehatan dan pendidikan yang baik, dan kehidupan sosial, partisipasi politik
dan penghormatan atas hukum
nilai-nilai keislaman dan adatistiadat yang tinggi.
Ekonomi Aceh tumbuh bertumpu pada pengelolaan sum-
ber daya alam dan sumber daya
manusia menjadi stimulator
(stimulasi) pengurangan ketimpangan/kesenjangan tingkat
gampong, Aceh, Indonesia dan
penggerak pertumbuhan ekonomi Kawasan Asean di Selat
Malaka.
Sementara, SDM Aceh tumbuh dan berkembang melalui
lembaga-lembaga pendidikan
memiliki daya saing tinggi, inovatif, produktif, profesional dan
memegang teguh peradaban
Aceh.
Lantas, inovatif bermakna;
Aceh menjadi pelopor dan pembaharu dalam pengelolaan sumber daya alam, pengembangan
sumber daya ekonomi, pengembangan tata kelola pemerintahan yang profesional dan pengembangan pembangunan demokrasi.
Dari visi tadi, paslon ini
mengusung misi, mewujudkan
visi dan menjawab tantangan
Pembangunan Aceh ke depan
dengan tujuh misi pembangunan Aceh untuk lima tahun ke
depan.
Pertama, meningkatkan kualitas kesejahteraan hidup rakyat.
Kedua, meningkatkan kualitas
tata kelola Pemerintahan Aceh
dan perdamaian Aceh. Ketiga,
mengembangkan pembangunan
ekonomi syariah dan berkelanjutan. Keempat, meningkatkan
kualitas infrastruktur sosial
dasar, publik dan ekonomi.***
MODUS ACEH
utama
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
5
asangan calon perjuangan dan
pembangunan ini menggagas
visi; ACEH YANG SEJAHTERA,
BERDAULAT, DAN BERMARTABAT BERDASARKAN MOU
HELSINKI DAN UUPA DALAM BINGKAI
NKRI.
Untuk mewujudkan visi tadi, dirumuskan 11 misi seperti PERDAMAIAN; menyelesaikan butir-butir MoU Helsinki yang belum terselesaikan dan mewujudkan implementasi UUPA sesuai dengan perjanjian
damai MoU Helsinki.
REFORMASI BIROKRASI; memperkuat sinergisitas tata kelola pemerintahan
yang efektif dan pengelolaan sistem
keuangan yang terintegrasi dan akuntabel untuk mewujudkan pemerintahan
yang good governance dan clean government.
INFRASTRUKTUR; mempercepat
pembangunan infrastruktur dasar dan
penunjang untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan kemandirian
energi.
PERTANIAN; memperkuat struktur
ekonomi dengan fokus pada pengembangan sektor pertanian dan peningkatkan nilai
tambah melalui pengolahan hasil-hasil
pertanian berbasis agro industri yang tinggi
kualitasnya untuk menembus pasar dalam
dan luar negeri.
KEMARITIMAN; meningkatkan pengelolaan sumber daya maritim dengan
memperhatikan kelestarian sumber daya
alam yang berkelanjutan.
PARIWISATA; mengembangkan potensi kepariwisataan yang berbasis islami,
usaha ekonomi kreatif dan sektor riil lainnya dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja.
INVESTASI; menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui regulasi, reformasi
P
6
harianaceh.co
Muzakir Manaf
TA Khalid
birokrasi, dan kepastian hukum yang menjamin tumbuhnya minat dan keyakinan investor.
KESEHATAN; meningkatkan derajat
kesehatan dan angka harapan hidup
masyarakat Aceh yang dimulai dengan
peningkatan kapasitas pelayanan kesehatan sejajar dengan pelayanan kesehatan di
negara maju.
PENDIDIKAN; mempersiapkan
sumber daya manusia berbasis sains
dan teknologi (high-tech ) menuju era
ekonomi industri sepuluh sampai 20
tahun ke depan dengan tidak melupakan penerapan nilai-nilai islami
dan mampu bersaing di kancah global serta meningkatkan partisipasi
dan peran perempuan dalam pembangunan Aceh.
LINGKUNGAN HIDUP; menjaga kekayaan bumi Aceh seperti hutan, satwa,
mineral dan kekayaan laut serta meningkatkan kualitas hidup dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari.
KEBUDAYAAN; menjaga dan meningkatkan nilai-nilai entitas dan identitas keacehan
dalam tataran regional dan global.
Selain Itu, Paslon Ini Juga Menggagas 5 ‘K’ Bangun Aceh. Pertama,
Keimanan Berlandaskan Ahlussunnah Wal-jama’ah Dan Bermazhab
Syafi’i Sebagaimana Yang Telah Diwariskan Kepada Kita Oleh Endatu
Kita. Kedua, Kewenangan Besar
Dalam Mengelola “Self-government ”.
Ketiga, Kemandirian Ekonomi Berbasis Potensi Unggulan Lokal. Keempat, Kapasitas Sumber Daya Manusia Yang Mampu Mewujudkan
Kembali Kejayaan Peradaban Aceh
Dan Keabadian Perdamaian. Kelima,
Kelola Pemerintahan Yang Dinamik,
Bersih, Amanah Dan Melayani Rakyat
Secara Adil Dan Merata.***
15
statusaceh
Irwandi Yusuf
Nova Iriansyah
antan Gubernur Aceh
ini menggagas visi;
terwujudnya Aceh
yang damai dan sejahtera melalui pemerintahan yang bersih, adil dan
melayani. Visi ini mengandung
tiga kata kunci yaitu Aceh yang
damai yang bermakna perdamaian berlangsung secara berkelanjutan dengan memanifestasikan
prinsip-prinsip MoU Helsinki
dalam kehidupan masyarakat dan
pelaksanaan pemerintahan.
Aceh yang sejahtera, bermakna rakyat Aceh memiliki akses
terhadap pelayanan kesehatan,
pendidikan, perumahan dan
kesempatan untuk mendapatkan
pekerjaan serta pendapatan yang
layak. Dan, pemerintahan yang
bersih, adil, dan melayani tata
kelola pemerintahan yang
transparan dan bebas korupsi
guna mendukung pelayanan
publik yang murah, cepat, tepat
sasaran, berkualitas dan merata.
Sementara, misi dirumuskan
dan sembilan capaian seperti reformasi birokrasi untuk tercapainya pemerintahan yang bersih dan berwibawa guna mendukung pelayanan publik yang
mudah, cepat, berkualitas dan
berkeadilan. Kedua, memperkuat pelaksanaan syariat Islam beserta nilai-nilai keislaman
dan budaya keacehan dalam kehidupan masyarakat dengan iktikad Ahlussunnah Waljamaah
M
yang bersumber hukum mazhab
Syafi’iyah dengan tetap menghormati mazhab yang lain.
Ketiga, menjaga integritas nasionalisme dan keberlanjutan perdamaian sebagai tindak lanjut
prinsip-prinsip MoU Helsinki. Keempat, membangun masyarakat
yang berkualitas dan berdaya saing di tingkat nasional dan regional melalui peningkatan mutu pendidikan secara merata, baik pada
pendidikan vokasional, dayah dan
pendidikan umum.
Kelima, memastikan semua
rakyat Aceh mendapatkan akses
layanan kesehatan secara mudah,
berkualitas dan terintegrasi.
Keenam, menjamin kedaulatan
dan ketahanan pangan yang berimplikasi terhadap kesejahteraan petani dan nelayan melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah
hasil pertanian dan kelautan.
Ketujuh, menyediakan sumber
energi yang bersih dan terbarukan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan listrik bagi rakyat dan industri, sebagai komitmen Aceh dalam
pembangunan rendah emisi.
Kedelapan, membangun dan
melindungi sentra-sentra produksi dan industri jasa kreatif yang
menghasilkan produk kompetitif
untuk memperluas lapangan kerja
serta memberikan kemudahan akses permodalan dan kesembilan,
revitalisasi fungsi perencanaan
daerah dengan prinsip evidencebased planning yang efektif,
efisien dan berkelanjutan.***
16
MODUS ACEH
utama
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
MENAKAR PELUANG KURSI ACEH 1 DAN 2
Usaha dan agenda elit Jakarta untuk menjadikan
pasangan calon Gubernur Aceh-Wakil Gubernur Aceh
head to head antara partai lokal (Partai Aceh) versus koalisi partai nasional (parnas) ternyata bias dan blunder.
Hadirnya paslon Tarmizi A Karim-T Machsalmina Ali
dan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah (mewakili parnas) dan
Zaini Abdullah, Zakaria Saman serta Abdullah Puteh (jalur
perseorangan) semakin membuka peluang paslon Muzakir Manaf-TA Khalid unggul pada konstestasi Pilkada
Aceh 2017.
yahdan, seorang
sumber terpercaya
media ini di Jakarta
mengungkapkan,
sebenarnya keinginan itu sudah muncul medio 2015 lalu. Ini sejalan
dengan hasil Pilpres 2014 yang
dimenangkan pasangan Joko
Widodo-Jusuf Kalla dari rival
kuatnya Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa.
Ternyata, pengaruhnya sampai juga ke Aceh. Walau tak linier dengan arus dukungan partai
politik nasional, sejumlah partai
masih konsisten mendukung
pasangan calon (paslon) Gubernur Aceh. Muzakir Manaf-TA
Khalid misalnya, selain Partai
Aceh, dukungan juga datang dari
Partai Gerindra, PKS dan PBB.
Tiga partai ini merupakan Koalisi Merah Putih untuk Pilres 2014
lalu, disusul PAN dan Hanura
serta PKPI.
Memang, sempat muncul
kabar adanya paslon titipan
Istana Negara di Jakarta atau
Presiden Jokowi, sehingga ada
mesin ekstra dari Jakarta yang
melakukan pemetaan dan bekerja terhadap sejumlah nama,
untuk ‘menghadang’ Muzakir
Manaf atau akrab disapa
S
Mualem.
Maklum, Mualem adalah
Ketua Dewan Pimpinan Aceh
(DPA) Partai Aceh, juga Ketua
Dewan Pembina Partai Gerindra
Aceh, yang memiliki kursi mayoritas di parlemen Aceh. Sehingga, jika dia mau, dapat mengusung sendiri tanpa membangun koalisi dengan partai nasional (parnas). Namun, karena
relasi Mualem dengan poros
Prabowo Subianto, dia mengambil wakilnya TA Khalid, Ketua
DPD Partai Gerindra Aceh. Sejak
awal, sudah mengajak sejumlah
parnas untuk bersama-sama
dalam Koalisi Aceh Bermartabat
(KAB).
Nah, sumber tadi mengungkapkan, proses tersebut terus bergulir hingga muncul
sejumlah nama. Misal, TM Nurlif
dan Tarmizi A Karim. Sementara,
Irwandi Yusuf saat itu masih
menggadang-gadangkan akan
maju melalui jalur perseorangan
atau independen.
Begitupun, berbagai lobi dan
pendekatan politik di Aceh maupun Jakarta (baca: Ketua DPP
Parnas) terus dilakukan para elit
di Jakarta terhadap sejumlah
nama. Di sisi lain, sejumlah survei dilakukan sejak pertengahan
2015 hingga awal 2016, hingga
akhirnya mengerucut dua nama,
yaitu Tarmizi A Karim dan Irwandi Yusuf. Sedangkan TM Nurlif
hilang dari peredaran karena hasil survei tingkat elektabilitasnya
sangat rendah.
Pekan lalu, saat menggelar
kampanye di Kluet, Aceh Selatan, Tarmizi A Karim malah
mengklaim memiliki hubungan
dekat dengan Presiden Jokowi.
Bahkan, sebelum menyatakan
maju sebagai calon Gubernur
Aceh, mantan Bupati Aceh Utara
ini pun mengaku sudah bertemu Presiden Jokowi.
Jangan tanya soal calon independen, para elit di Jakarta
kabarnya tak mau menghabiskan
energi sia-sia. Ini artinya, dalam
kontestasi Pilkada Aceh 2017,
paslon perseorangan tidak menjadi hitungan.
Selain itu, kabarnya, Presiden Joko Widodo juga menaruh
perhatian khusus pada Pilkada
Aceh, Papua dan Ambon. Ini
artinya, orang nomor satu Indonesia tersebut tak silau untuk
melakukan ‘gerakan’ kontra separatis. “Ini yang menarik, Jokowi
justru tak memainkan jurus tersebut. Ini artinya, tidak ada titipan
apapun terhadap calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh.
Kalau kemudian ada klaim, ini
biasa dari permainan politik nasional,” kata sumber media ini di
Jakarta.
Seiring bergulirnya waktu,
tingkat elektabilitas Tarmizi Karim pun terus mengalami stagnan alias tergerus, sehingga
memunculkan kekhawatiran elit
tadi di Jakarta. Sementara, mesin politik Mualem (Partai Aceh
dan Komite Peralihan Aceh) serta sayap partai maupun mesin
partai nasional (pendukung)
seperti Gerindra, PKS dan PBB
terus bekerja maksimal untuk
meraih dukungan, disusul kemudian Partai Hanura, PAN dan
PKPI.
Di tengah kondisi tersebut,
muncul gagasan dan pemikiran
untuk mencari paslon alternatif,
yang secara terbuka atau head
to head menghadapkan Mualem
dengan paslon yang diusung
koalisi partai nasional lainnya.
Salah satunya, Irwandi YusufNova Iriansyah.
Keinginan tersebut mencapai titik orbit setelah Irwandi,
yang menurut hasil survei selalu
memiliki elektabilitas tinggi,
urung maju melalui jalur independen dan memilih untuk bersama Partai Demokrat. Syaratnya,
dia harus menggandeng kader
partai itu sebagai wakilnya.
Tapi, tanpa disangka, perkembangan Pilkada Aceh masuk
juga ke meja Presiden Jokowi.
Orang nomor satu Indonesia ini
ternyata tak mengambil sikap
atau menitip ‘golden boy’ untuk
kursi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh.
Itu disampaikan secara nyata oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD) RI, Oemas Sapta
Odang (OSO), saat melakukan
sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Kantor Gubernur Aceh.
“Jadi, saya pastikan, tidak ada titipan Jakarta atau Presiden
Jokowi terhadap calon Gubernur
Aceh tertentu,” ungkap OSO, 15
November 2016 di Banda Aceh.
Bisa jadi, pengakuan OSO
atau akrab disapa Datuk ini benar. Sebab, jika representasi
Presiden Jokowi adalah PDIP,
maka partai pimpinan Megawati
Soekarnoputri ini justru tak mendukung Tarmizi A Karim, tapi kepada Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah.
“Kalaupun ada dukungan
PDIP terhadap Irwandi-Nova,
tidak berpengaruh secara suara.
PDIP tidak punya kursi di DPR
Aceh. Mereka hanya mendompreng untuk kepentingan Pileg
dan Pilpres 2019 mendatang,”
ungkap sumber tadi.
Itu sebabnya, kata sumber
ini, posisi Tarmizi A Karim-T
Machsalmina Ali yang diusung
Partai Golkar dan NasDem sudah
dianggap selesai. Sebab, selain
sejumlah partai politik nasional
pendukungnya hengkang, secara internal juga tercabik-cabik.
“Pencabutan dukungan
PAN, Hanura, PKPI serta mundurnya Sofyan Dawood sebagai
ketua tim pemenangan, ditambah cerai-berainya arus dukungan dari elit dan kader Partai
Golkar dan NasDem Aceh, semakin membuat posisi paslon itu
selesai sudah dalam bursa Pilkada Aceh tahun ini,” ungkap sumber yang tak mau ditulis namanya itu.
Nah, tinggal kini, dari enam
paslon, dapat dipastikan hanya
dua paslon yang akan saling kejar-mengejar suara. Dan, posisi
paling aman adalah jika mereka
meraih satu juta lebih suara.
Kedua paslon itu adalah nomor
urut 5, Muzakir Manaf-TA Khalid serta paslon nomor urut 6, Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah.
“Karena itu, kita bisa membaca
dan memprediksi perolehan
suara mereka dari modal dasar
yang dimiliki berdasarkan perolehan suara di Pileg 2014 lalu,”
ujar sumber tadi memprediksi.
Sebut saja jika jumlah Daftar
Pemilih Tetap (DPT) Pilkada
2017 ada 3,5 juta lebih suara dan
disandingkan dengan modal
perolehan suara pada Pileg
2014 lalu dari setiap paslon, Irwandi-Nova yang didukung PNA
(113.452 suara), PDA (72.721),
Partai Demokrat (156.303), PKB
(80.389) dan PDIP (63.124)
hanya meraih total 485.989
suara.
Sementara, Muzakir ManafTA Khalid yang mendulang suara
dari Partai Aceh (847.956), PBB
(60.803), Gerindra (102.674),
PKS (121.494), Hanura
(45.515), PAN (181.820) dan
PKPI (34.184) suara, maka total
modal suara pasangan Muzakir
Manaf-TA Khalid adalah
1.394.446 suara.
Nah, dari modal suara ini saja
sudah dapat diprediksi, kontestasi Pilkada Gubernur dan
Wakil Gubernur Aceh 2017 akan
dimenangkan pasangan Muzakir Manaf-TA Khalid, dengan
asumsi dan prediksi sekitar 3540% lebih. ***
MODUS ACEH
17
ANTARA ELEKTABILITAS VERSUS MESIN PARTAI
utama
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
Untuk ketiga kalinya, pertarungan Pilkada Aceh menjadi pertaruhan antara hasil survei (elektabilitas) versus
mesin partai. Faktanya, survei Pilkada 2006 dan 2012 oleh
sejumlah lembaga terpatahkan dengan fakta yang terjadi.
Akankah Pilkada 2017 terulang?
“
Meulaboh tapeumenang
Alaika. Nomor 1 untuk kabupaten, untuk Banda Aceh wajeb
tapeumenang Mualem. Leuboi 5
(Meulaboh kita menangkan Alaika. Nomor 1 untuk kabupaten,
untuk Banda Aceh wajib kita
menangkan Mualem, nomor 5),”
begitu ajak Haji Tito, calon petahana Bupati Aceh Barat pada
Pilkada 2017. Seruan ini langsung mendapat tepuk tangan
meriah dari warga yang hadir.
Seperti diberitakan laman
portal MEDIAACEH.CO, calon
Bupati Aceh Barat, HT Alaidinsyah atau akrab disapa Haji Tito,
meminta kepada para pendukungnya memilih Mualem-TA Khalid untuk Gubernur dan Wakil
Gubernur Aceh pada Pilkada
2017.
Itu diungkapkan Haji Tito
pada acara yang berlangsung di
Kantor Pemenangan Alaika, Seuneubok, Kecamatan Johan
Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, 9 Februari 2017 lalu. Acara
yang berlangsung pukul 12.00
WIB tersebut dihadiri 1.500 warga. Ajakan serupa juga disampaikan calon Wakil Bupati Aceh
Barat, Haji Kamaruddin. Menurutnya, kemenangan Alaika dan
Mualem-TA Khalid harus satu
paket.
Ketua Pemenangan Alaika,
Teungku Nadi, membenarkan
apa yang disampaikan Haji Tito.
“Kita memang bekerja untuk pemenangan Alaika, tapi untuk
Aceh, tetap Mualem-TA Khalid,”
kata Wakil Panglima Komite Peralihan Aceh (KPA) Aceh Barat ini.
Ini satu di antara sejumlah
indikasi arus dukungan terhadap
paslon Muzakir Manaf-TA Khalid terus meningkat. Ibarat bola
salju, gelindingannya terus
membesar. Bahkan, ada sejumlah tim pemenangan di kabupaten dan kota juga mulai beralih
pada pasangan nomor urut 5 tadi.
Salah satu di Aceh Utara, Tim
Pemenangan Zaini AbdullahNasaruddin (AZAN), berpindah
dan mendukung Muzakir
Manaf-TA Khalid.
Nah, fenomena dan dinamika ini semakin mempertajam
asumsi dan prediksi tentang siapa yang akan duduk pada kursi
Aceh-1 dan 2 pada pilkada yang
tinggal tiga hari lagi. Sebab, dari
pilkada ke pilkada, soal prediksi
keberhasilan tetap saja bermain
pada dua pusaran, antara hasil
survei dengan kerja mesin politik.
Pilkada 2006 silam misalnya, sejumlah lembaga survei di
Jakarta memprediksikan pasangan calon Humam Hamid-Hasbi
Abdullah (H2O) yang diusung
sejumlah partai politik nasional
(parnas) akan memenangkan
pertarungan kursi Gubernur dan
Wakil Gubernur Aceh.
Faktanya, paslon ini dikalahkan duet Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar (jalur independen).
Saat itu, H2O memperoleh suara
334.484 (16,62%), sementara
Irwandi-Nazar
768.745
(38,20%).
Disusul kemudian pada
Pilkada 2012. Kembali sejumlah
lembaga survei di Jakarta dan
Aceh terpaksa menelan pil pahit.
Prediksi mereka, paslon Irwandi
Yusuf-Muhyan Yunan yang diusung parnas serta paket Muhammad Nazar-Nova Iriansyah
bersaing ketat dan salah satu dari
mereka menjadi pemenang. Nyatanya, kedua paslon ini harus
bertekuk lutut dari paslon dr.
Zaini Abdullah-Muzakir Manaf
(ZIKIR).
Nah, pada Pilkada 2017,
asumsi dan prediksi serupa
kembali muncul. Sejumlah
lembaga survei mengklaim
bahwa paslon Irwandi YusufNova Iriansyah memiliki elektabilitas mencapai 47 persen.
Sementara, paslon Muzakir
Manaf-TA Khalid di atas 20
persen. Namun, jika dilihat dari
peta arus dukungan berdasarkan hasil perolehan suara serta kursi pada Pileg 2015 di DPR
Aceh, fakta membuktikan bahwa mesin politik Partai Aceh
(PA) tetap bergerak, termasuk
pada Pilkada 2012 lalu saat
Muzakir Manaf (Mualem) berpasangan dengan Zaini Abdullah. Hasilnya, Irwandi YusufMuhyan Yunan hanya meraih
28,68 persen. Sementara,
ZIKIR, 55,89 persen dengan
partisipasi pemilih 74,44 persen.
Akankah hasil serupa
kembali terulang? Atau asumsi
dan prediksi hasil survei menjadi kenyataan? Kita tunggu
saja.***
18
MODUS ACEH
POLITIK
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
Klaim Tarmizi, Sofyan Dawood Undur Diri
Pertanyaan besar mengapa Tarmizi A Karim
menggeser posisi Zaini
Djalil dan TM Nurlif serta
memilih T Machsalmina
Ali sebagai calon Wakil
Gubernur Aceh terjawab
sudah. Tak lama kemudian,
Ketua Tim Pemenangan
Sofyan Dawood mengundurkan diri. Ada apa?
Muhammad Saleh
“
Pemilihan Pak Machsalmina Ali murni keputusan pribadi. Saya yang langsung menghadap Presiden Jokowi di Istana
Negara dan melaporkan rencana tersebut. Ketika saya sebut
nama Pak Machsalmina Ali, ternyata tidak asing bagi Bapak Presiden, karena beliau mantan Bupati Aceh Selatan dua periode
dan sekarang menjabat Sekretaris Golkar. Sehingga, Bapak
Presiden menyambut baik langkah itu sembari menyarankan
untuk dikoordinasikan dengan
Ketua Umum Partai NasDem.
Nah, Ketua Umum NasDem,
Surya Paloh, ketika saya sebut
nama Pak Machsalmina Ali, langsung direspon positif karena
memang sudah beliau kenal sejak lama,” begitu ungkap Tarmizi
A Karim. Itu disampaikan Tarmizi
A Karim saat kampanye akbar di
Komplek Terminal Terpadu Kota
Fajar, Kluet Utara, Aceh Selatan,
Sabtu, 4 Februari 2017.
Di hadapan ribuan masyarakat Aceh Selatan yang memadati lokasi kampanye, Tarmizi A
Karim menegaskan, keputusan
dirinya mengganti calon Wakil
Gubernur untuk mendampinginya pada Pilkada 2017 dari Zaini
Djalil ke Machsalmina Ali, murni
didorong keinginan pribadinya.
Sebab, Tarmizi A Karim yang
mengaku sangat lama tinggal di
Aceh Selatan tersebut merasa
bahwa wilayah tersebut sudah
seperti kampung halamannya
sendiri.
Nah, atas dasar itulah, sambung Tarmizi, pihaknya kembali
memastikan bahwa keputusan
mereka maju pada Pilkada Aceh
2017 jelas atas restu Presiden
Joko Widodo. Sehingga, sangat
wajar jika ada pihak yang menyebutkan bahwa mereka merupakan utusan pusat.
“Kedekatan kita dengan Presiden dan jajarannya tersebut
merupakan modal awal dalam
upaya kita memajukan pembangunan Aceh ke depan. Tanpa
kepercayaan dari pusat, mustahil kita bangun Aceh dengan
cepat,” tegasnya.
Pada kesempatan sama,
Machsalmina Ali dalam orasi
politiknya mengklarifikasi tudingan oknum tertentu yang
menyebutkan hubungan dirinya
Tarmizi A Karim sudah retak dan
jika terpilih nanti cepat pecah
kongsi.
“Dalam kesempatan ini, saya
jelaskan kepada seluruh rakyat
Aceh Selatan bahwa hubungan
kami baik-baik saja dan tetap
solid bekerja keras bersama tim
pemenangan dan seluruh rakyat
Aceh memenangkan Pilkada
2017. Kami berjanji akan tetap
kompak dan tidak mudah retak
jika dipercaya memimpin Aceh
ke depan,” tegas Machsalmina
Ali.
Sejauh ini, belum ada satu
pun klarifikasi dari pengurus
Dewan Pimpinan Daerah (DPD)
I Partai Golkar Aceh terkait pernyataan tersebut. Jika benar, maka
sahihlah sudah bahwa posisi T
Machsalmina Ali sebagai calon
Wakil Gubernur Aceh, Nomor
Urut 1 bersama Tarmizi A Karim
bukan berdasarkan usulan dari
DPP dan DPD I Partai Golkar.
“Itu bagus, sehingga apa pun
hasilnya nanti, termasuk jika
gagal, kami di DPD I Partai Golkar
Aceh tidak dijadikan kambing
hitam oleh Pak Tarmizi,” ungkap
seorang pengurus Partai Golkar
Aceh pada media ini, Senin pagi,
6 Februari 2017. Karena alasan
etika, dia minta namanya tak ditulis.
Di sudut lain, klaim Tarmizi A
Karim tersebut menjawab dua
pertanyaan sekaligus. Pertama,
terkait posisi Zaini Djalil, Ketua
NasDem Aceh yang semula dijagokan untuk mendampingi
Tarmizi. Kedua, terhempasnya
posisi dan kesempatan Ketua
DPD I Partai Golkar Aceh, TM
Nurlif yang sempat digadanggadang akan mendampingi
mantan Plt Gubernur Aceh ini.
Hanya itu? Tunggu dulu. Calon Gubernur Aceh Nomor Urut
1, Tarmizi A Karim mengaku juga
mengklaim memiliki hubungan
atau kedekatan dengan Presiden
RI Joko Widodo (Jokowi). Itu
sebabnya, menjadi modal untuk
membangun Aceh. Termasuk
dirinya memilih Machsalmina Ali
sebagai calon Wakil Gubernur
Aceh atas restu Jokowi setelah
menghadap Presiden Indonesia
ketujuh ini.
Dalam orasinya yang berapiapi di Komplek Terminal Terpadu Kota Fajar, Kluet Utara,
Aceh Selatan, Sabtu, 4 Februari
2017, Tarmizi A Karim juga menyatakan komitmennya untuk
membangun infrastruktur di
pantai barat-selatan Provinsi
Aceh yang selama ini masih tertinggal.
“Kami komitmen telah
menanamkan tekad memprioritaskan kemajuan pembangunan
infrastruktur di pantai barat-selatan Aceh. Ke depannya, tidak
ada istilah lagi wilayah tertinggal
dan termarginalkan. Sebab, program pembangunan yang akan
direalisasikan sama rata dan
berkeadilan,” janjinya.
Menurutnya, wilayah pantai
barat-selatan Aceh khususnya
Kabupaten Aceh Selatan memiliki sumber daya alam melimpah
ruah baik dari sektor pertambangan, perkebunan, pertanian
maupun kelautan dan perikanan.
“Salah satu program konkret
yang menjadi fokus utama kita
nanti adalah akan membangun
pabrik pengolahan batu marmer. Program ini menjadi skala
prioritas kami karena di Aceh
Selatan cukup banyak tersedia
batu besar (batu gajah) berkualitas bagus di mana jika diolah
secara tepat bisa menjadi produk
bernilai jual seperti marmer,” lanjut Tarmizi A Karim.
Sementara itu, hasil riset
media ini, di Aceh selama ini
yang dikenal dekat dengan
Presiden Jokowi adalah Gubernur Aceh non aktif dr. Zaini Abdullah alias Abu Doto. Bahkan,
dia menjadi Ketua Tim Pemenangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014 lalu. Menjadi agak
janggal rasanya ketika klaim
tersebut justru datang dari
Tarmizi A Karim.
Menariknya, di tengah hembusan angin segar tadi, tiba-tiba
muncul ‘badai’. Sofyan Dawood,
Ketua Tim Pemenangan Tarmizi
Karim-Machsalmina Ali justru
mengundurkan diri. “Dengan ini
saya nyatakan mengundurkan
diri sebagai Ketua Tim Pemenangan Tarmizi A Karim-T
Machsalmina Ali,” kata Sofyan
Dawood dalam temu pers bersama awak media di Kota Langsa.
Salah satu alasan Sofyan
Dawood adalah dirinya sudah
tidak dilibatkan lagi sejak beberapa bulan lalu. Selain itu, banyak kader dan partai pengusung yang mencabut dukungannya. Mundurnya Sofyan
Dawood, diakui T Banta Syahrial, Sekretaris Tim Pemenangan
Tarmizi A Karim. “Ya, betul.
Seperti yang diberitakan, Pak
Sofyan Dawood telah mengundurkan sebagai Ketua Tim Pemenangan Tarmizi KarimMachsalmina,” kata Banta
Syahrial yang juga Pengurus
DPD Partai NasDem Aceh pada
media ini melalui saluran telepon, Rabu 8 Februari 2017.
Dia menambahkan, mundurnya Sofyan Dawood sebagai
Ketua Tim Pemenangan otomatis secara struktural tim telah
bubar, maka untuk selanjutnya,
akan dikembalikan pada calon
Gubernur dan Wakil Gubernur
Aceh Tarmizi Karim- Machsalmina untuk membuat tim baru.
Namun, ia meragukan apakah
Komisi Independen Pemilihan
(KIP) Aceh masih menerima
daftar itu mengingat masa
pendaftaran telah habis,” ujar
kader NasDem itu. Semoga
Tarmizi A Karim tidak sepi
dalam kesendirian.***
MODUS ACEH
POLITIK
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
19
Setelah 16 Tahun Bersama
MODUS ACEH/Azhari Usman
Belasan kader dan Pengurus DPD Partai Demokrat Aceh keluar dari partai
itu. Salah satunya Miryadi
Amir, beralih ke Partai Hanura. Ketua Partai
Demokrat Aceh Nova Iriansyah mengucapkan selamat jalan. Efek dari bola
salju di Jakarta?
Muhammad Saleh
Miryadi Amir (kanan)
da saatnya bersama
dan waktunya untuk
pergi. Itulah yang
terjadi di tubuh Partai Demokrat Aceh.
Betapa tidak, sekretaris partai
tersebut, Miryadi Amir bersama
belasan kader partai berlambang
mercy ini, pekan lalu resmi meninggalkan partai politik yang dilahirkan Presiden ke-6 Republik
Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Padahal, Miryadi Amir atau akrab disapa Edi
Amir itu, sudah 16 tahun bersama Partai Demokrat (PD) dan
sempat menjadi anggota DPR
Aceh dari partai ini.
Begitupun, langkah sudah
diayunkan, keputusan sudah diambil. Bersama Edi Amir ada
Ibnu Rusdi atau akrab disapa
Didi. Dia juga pernah menyandang status sebagai anggota
DPR Aceh dari Partai Demokrat.
Hijrahnya Edi dan Didi,
bersamaan dengan acara silaturrahmi dan rapat konsolidasi Partai Hanura, jelang pelaksanaan
Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, 15 Februari 2017
di Hotel Nanggroe, Banda Aceh.
Kepada media ini, Miryadi
Amir dan Ibnu Rusdi mengaku.
Kepindahan mereka ke Partai
Hanura, karena sudah tidak sejalan lagi dengan berbagai kebijakan partai tersebut. “Benar, setelah 16 tahun bersama PD, saya
sudah putuskan untuk menanggalkan jaket Partai Demokrat dan
memilih untuk bergabung dengan Partai Hanura,” ungkap
Miryadi Amir yang juga salah
satu pendiri PD di Aceh.
Sebelumnya, Miryadi Amir
adalah Sekretaris Umum (aktif)
DPP Partai Demokrat Aceh, mendampinggi Nova Iriansyah sebagai Ketua Demokrat Aceh,
yang juga calon Wakil Gubernur
A
Aceh bersama Irwandi Yusuf,
pada Pilkada 15 Februari 2017.
Sementara Ibnu Rusdi atau akrab
disapa Didi ini, mengaku sudah
lama menyatakan mengundurkan diri dari partai ini.
Ketua DPD Partai Demokrat
Aceh, Nova Iriansyah enggan
berkomentar banyak, terkait kader dan pengurus partainya, yang
memilih untuk bergabung dengan Partai Hanura. Dia hanya bilang. “Selamat jalan kawankawan, semoga cepat sampai tujuan,” tulis Nova singkat, saat
dikonfirmasi MODUSACEH.CO,
Senin petang (6/2/2007). Selain
itu, Nova juga mengakui jika Ibnu
Rusdi sudah mengundurkan diri
tahun lalu.
Menurut Nova, dari informasi yang dia terima, Ibnu Rusli atau
Didi, berencana ingin menjadi
calon Wakil Bupati Pidie yang
berpasangan dengan Roni Ahmad. Dan pemberhentiannya
sudah diusulkan DPD PD Aceh
kepada DPP Partai Demokrat di
Jakarta. “Kalau yang lain, saya
baru dpt info ini dari
MODUSACEH.CO,” tulis Nova.
Itu sebabnya sebut Nova, jika
benar informasi ini, sebagai sahabat dia mengaku sedih atas
perpisahan ini. “Karena kita
sudah lumayan lama bersama.
Tetapi saya juga bergembira
karena demokrasi kita sangat
cair. Perpindahan keanggotaan
partai politik adalah hal biasa.
Kita tentu berbeda dengan di
Jepang, dimana loyalitas dan
militansi adalah segala-galanya,” ungkap Nova.
Masih kata Nova. “Kepada
teman-teman yang sudah
bertekad untuk hijrah ke parpol
lain saya ucapkan selamat, semoga cepat sampai di tujuan.
Harapan saya semoga sillaturrahmi kita tetap terjaga, warna
boleh berbeda tetapi kita tetap
bersaudara,” ujar Nova. Sedangkan Miryadi beralasan, banyak
kebijakan partai yang sudah
tidak sejalan lagi dengan dirinya. Dan itu, menjadi salah satu
faktor mengapa dia dan beberapa fungsionaris PD hengkang.
Dia mencontohkan, bagaimana Nova Iriansyah sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Aceh,
tidak pernah melakukan koordinasi dengan pengurus lainnya
dalam menentukan calon walikota dan calon wakil walikota
yang diusung Partai Demokrat
diseluruh Aceh. “Jadi buat apa
kita bertahan di situ kalau pendapat kita sudah tidak dibutuhkan
lagi,” ujar Miryadi.
Miryadi melanjutkan, menjatuhkan pilihan pada Partai Hanura bukanlah secara kebetulan.
Ia melihat bahwa Partai Hanura
merupakan sebuah partai yang
mempunyai pemikiran yang
sama dengan dirinya, iapun
mengakui bahwa Partai Hanura
bukanlah partai besar. “Di DPRA
saja kita tidak punya perwakilan”, ujar Mantan anggota
DPRA itu. Namun ia berjanji
akan bekerja sekuat tenaga untuk memajukan Partai Hanura,
termasuk memastikan Muzakir
Manaf-TA Khalid menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur
Aceh 2017-2022,” tegas adik
Mirwan Amir itu.
Lepas dari pengakuan Miryadi Amir dan pernyataan Nova.
Hijrahnya adik kandung Mirwan
Amir atau akrab disapa Ucok bersama sejumlah rekannya ini, bertalian erat dengan keluarnya
Ucok dari kader dan Pengurus
DPP Partai Demokrat. Maklum,
sebelumnya Ucok sempat menjadi anggota DPR RI dua periode bersama PD. Selain Ucok
ada juga Gede Pasek Sahardika.
Nah, dua politisi ini merupakan loyalitas mantan Ketua
Umum PD Anas Urbaningrum
yang tersangkut hukum (kasus
korupsi). Lalu, keduanya pun
memilih untuk meninggalkan
PD. “Pasti ada hubungannya.
Anas yang meminta sejumlah
loyalisnya yang masih di PD untuk pindah ke Partai Hanura,”
ucap seorang sumber.
Wakil Ketua Umum Partai Hanura, Gede Pasek Sahardika
mengintruksikan segenap kader
Partai Hanura untuk bekerja semaksimal mungkin, memenangkan paslon Muzakir Manaf - TA
Khalid sebagai Gubernur dan
Wakil Gubernur Aceh 2017-2022.
Itu disampaikan Gede Pasek saat
menghadiri konsolidasi dan silaturahmi dengan pimpinan Dewan
Perwakilan Cabang (DPC) Partai
Hanura seluruh Aceh di Grand
Nanggroe Hotel, Banda Aceh, 6
Februari 2017.
Gede Pasek mengakui, dukungan yang diberikan kepada
Muzakir Manaf (Mualem) secara
tiba-tiba. “Itu karena perggantian
ketua umum yang baru, jadi kebijakannya sudah berbeda”, kata
Gede Pasek. Namun walaupun
tiba-tiba, keputusan itu telah dikaji
bersama-sama dengan Pengurus Partai Hanura dan memutuskan mendukung Mualem. “Secara tegas saya katakan di sini,
kita harus menangkan Panglima
(Mualem), dan itu perintah langsung dari Ketua Umum Bapak
Oesman Sapta Odang (OSO),”
tegas mantan kader Partai
Demokrat itu.
Gede Pasek melanjutkan,
Partai Hanura tidak boleh lagi
menjadi partai kecil, ia meminta
seluruh kader partai terus bergerak. “Setidaknya harus menyalip si biru,” canda Gede Pasek.
Ia mengharapkan kader Partai
Hanura harus ada perwakilan di
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
(DPRA). “Kader kita jangan hanya ada di DPRK, harus berkembang”, sebut Gede Pasek. Ia
pun meminta kader Partai Hanura di tingkat DPC untuk minimal
dua kali dalam seminggu harus
tampil di media.
“Bicara di media, angkat isuisu yang pro rakyat, coba bayangkan kalau seluruh Indonesia ini terjadi akan menaikkan
rating partai kita,” kata anggota
DPD asal Bali itu. Sebelumnya
Ketua DPD Partai Hanura Aceh,
Haji Safruddin Budiman mengatakan, terkejut ketika melihat Gede
Pasek Sahardika pada acara Partai Hanura di Jakarta.
“Saya terkejut melihat Pak
Pasek pakai baju kuning. Pak
Oesman bilang jangan terkejut
Pak Budiman, Pak Pasek sudah
bersama kita,” ungkap Safruddin
Budiman. Ia melanjutkan, bergabungnya beberapa kader Partai Demokrat menjadi kekuatan
bagi Partai Hanura untuk memenangkan Pilkada di Aceh.
Itu sebabnya, Haji Syafruddin Budiman mengaku. Bergabungnya Miryadi Amir, Ibnu
Rusdi dan kawan-kawan ke Partai Hanura Aceh, telah menambah semangat (spirit) dan energi
baru bagi partainya. Sebab,
mereka adalah para politisi berpengalaman dan memiliki basis
massa di Aceh.
Pendapat itu disampaikan
Haji Syafruddin pada media ini,
Selasa malam pekan lalu di Banda Aceh. Syafruddin Budiman
berharap, kehadiran mereka dapat menambah dukungan
masyarakat serta kursi di DPR RI,
DPRA serta DPRK pada Pileg
2019 mendatang. Ini sesuai harapan Ketua Umum DPP Hanura
Oesman Sapta Odang (OSO)
melalui Wakil Ketua Gede Pasek
di Banda Aceh, Senin malam
pekan lalu.
Kata Bang Syaf, begitu dia
akrab disapa. Pihaknya dalam
waktu dekat akan mengisi komposisi kepengurusan yang
hingga saat ini masih ada yang
kosong. “Tapi sesuai arahan
DPP, itu akan kita lakukan setelah pelantikan DPP Partai Hanura, 22 Februari 2017 mendatang
di Jakarta,” kata Bang Syaf.
Mengenai Pilkada Gubernur
dan Wakil Gubernur Aceh, 15
Februari 2017, menurut Bang
Syaf, akan mendukung sepenuhnya Muzakir Manaf-TA Khalid.
“Ini sudah keputusan dari DPP
dan Ketum. Jadi tidak ada khilafiah lagi. Seluruh kader di akar
rumput sudah bekerja sejak
2016 lalu,” ungkap Bang
Syaf.***
20
MODUS ACEH
sudut kutaraja
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
■ Terkait Kepemimpinan Perempuan
Mengapa Harus ‘Membenturkan’ Ulama?
alhaqi
Tahapan kampanye terbuka
dan dialogis, termasuk debat
kandidat pasangan calon
(paslon) Walikota dan Wakil
Walikota Banda Aceh selesai
sudah. Namun, tak berarti berbagai pernak-pernik dari kontestasi pesta demokrasi lima
tahunan ini berlalu begitu saja.
Salah satunya adalah pernyataan
juru kampanye salah satu paslon
di Lapangan Parkir Stadion H
Dimurthala Lampineung, Banda
Aceh, Minggu sore, 22 Januari
2017 lalu. Mengapa harus ‘membenturkan’ ulama?
Azhari Usman
Abu Tumin
ampanye itu dimulai
Pukul 14.00 WIB dan
berakhir sekira pukul
18.00 WIB. Ironisnya,
menyisahkan sebait kalimat dan kata-kata yang
patut diduga telah ‘menoda’ dan ‘menistakan ulama’.
Itu terlihat dari rekaman video
yang kini beredar luas di media sosial (medsos), termasuk dikirim ke
redaksi MODUSACEH.CO. Nah,
dari serangkaian orasi politik dalam
kampanye akbar tersebut, muncul
salah seorang juru kampanye (jurkam). Disebut-sebut bernama Cut
Linda, orator untuk pasangan
Aminullah Usman-Zainal Arifin.
Dengan lantang, perempuan berhijab ini mengeluarkan kata-kata dan
kalimat yang mengundang kocak
tawa massa yang hadir. Termasuk
Ketua DPD II Partai Golkar Kota Banda Aceh, Iskandar Mahmud, dan
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) Aceh dari Fraksi Partai Golkar,
Haji Sulaiman Abda, serta unsur pengurus lainnya.
“Nyokeh saboh contoh di akhir
jameun. Meunyo jamen, geukhen sah
al ulama u warisatul ambiya, betoi
geupeujak ateuh garis. Yang hana
betoi geupeugah hana betoi. Yang
hareum geupeugah hareum. Tetapi,
uroe nyoe lahe al ulama u warisatul
fulus (disambut tertawa massa--red).
Ulama-ulama yang ék diblo ngon
harta dan tahta (Inilah satu contoh di
akhir zaman. Dulu, ulama sah disebut pewaris para nabi, berjalan dengan tepat. Yang tidak benar, dibilang
tidak benar, yang haram tetap dikatakan haram. Tapi, hari ini lahir ulama
pewaris fulus (uang). Ulama sudah
dibeli dengan harta dan tahta),” ucap
perempuan tersebut.
Lalu, dalam rekaman berdurasi
lebih satu menit ini dan telah ditayang 20 ribu kali, disisipi pernyataan
Ustad Yusuf Mansur yang sempat
diberedar, saat persoalan penghinaan
ulama di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dalam video itu, terlihat ada Ketua DPD II Partai Golkar Banda Aceh
Iskandar Mahmud dan Wakil Ketua
DPR Aceh Sulaiman Abda dari Fraksi Partai Golkar ikut tertawa saat si
K
orator menyebutkan kalimat tadi.
Memang, Aminullah Usman-Zainal
Arifin diusung Golkar dan PAN.
Ketua Partai Golkar Aceh Iskandar Mahmud yang dikonfirmasi MODUSACEH.CO, Selasa
siang, 7 Februari 2017, mengaku hadir pada kampanye akbar tadi, termasuk ikut mendengar kalimat yang disampaikan
sang orator perempuan tersebut.
Tapi, dia mengaku tak menyangka sang juru kampanye perempuan itu mengeluar orasinya
seperti itu.
“Kalau saya tidak salah namanya
Cut Linda, tapi saya tidak tahu dia
kader partai apa,” jelas Iskandar Mahmud. Sementara itu, media ini belum berhasil melakukan konfirmasi
dari seorang perempuan yang disebut-sebut bernama Cut Linda terkait
maksud dan tujuan dari perkataannya yang kini menjadi viral di media
sosial.
Tanggapan justru datang dari
Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Tengku Dirundeng,
Meulaboh, Dr. H. Syamsuar Basyariah M. Ag. Dia mengaku, tidak seprinsip dengan pernyataan tersebut. Itu
sebabnya, ia berharap pernyataan
seperti itu dipelajari dulu sebelum
disampaikan ke ruang publik.
“Saya kurang seprinsip. Itu terlalu mengeneralkan ulama. Kondisi
itu tidak bisa diberlakukan untuk
umum. Kalau ada orang-orang yang
berbicara seperti itu, ya dipelajari
dulu sebelum disampaikan ke ruang
publik. Bahasa-bahasa seperti itu dilatih dulu atau pelajari dulu kalau
ingin menyampaikan sesuatu,” katanya, di STAIN, Aceh Barat, Rabu, 7
Februari 2017.
Menurutnya, jika ada ulama yang
mendukung si A atau B, harus dilihat konteksnya. Kata Syamsuar
Basyariah, dalam konteks agama, ulama tidak salah dukung-mendukung. “Malah pemilu itu bahagian dari
ijtihad politik yang berjalan di atas
koridor hukum. Kedua-duanya dapat pahala. Itu yang tidak dijelaskan
pada masyarakat,” ujar Abi, panggi-
lan akrabnya.
Karena itu, bila ada kelompok
yang seolah-olah politik itu kotor, ini
dinilainya kurang sehat. Sebab, dalam
Islam, ada politik. Siapa saja boleh
berpolitik. Malah di Iran, tidak bisa
jadi Presiden kalau bukan dari kalangan ulama. “Jadi, jangan menjelekkan ulama! Padahal, banyak juga
ulama yang menguasai politik,” kata
Dr. H. Syamsuar Basyariah, M. Ag.
Itu sebabnya, kata-kata ulama
mendukung si A atau B karena fulus,
itu salah besar. Begitu juga kalau ulama membawa proposal, pemerintah
sudah menyediakannya. Jadi, usaha
itu untuk kepentingan pembangunan
pesantren. Karena itu tidak salah, memang dibuka ruang oleh pemerintah.
Itu bukan cari duit,” tegasnya.
***
Majelis Permusyawaratan Ulama
(MPU) Aceh mengeluarkan fatwa dan
tausiyah terkait Pilkada Aceh. Isinya,
menyerukan kepada semua warga
Negara Indonesia di Provinsi Aceh
agar menggunakan hak pilihnya, 15
Februari 2017. Selain itu, memilih
orang yang bertakwa dan jujur,
amanah, cerdas, berpengetahuan
luas, komunikatif dan memiliki komitmen tinggi terhadap penerapan
syariat Islam secara kaffah. Tak ada
larangan untuk memilih pemimpin
perempuan.
Tausiyah itu tertuang dalam surat nomor: 8/2016, tanggal 26 November 2016, ditandatangani Ketua
MPU Aceh, Prof. Dr Tgk H Muslim
Ibrahim MA, dan tiga anggota yaitu
Tgk H M Daud Zamzamy, Tgk Faisal
Ali dan Tgk Hasbi Albayuni. Isinya
ada enam poin.
Pertama, menyerukan kepada semua warga Negara Indonesia di
Provinsi Aceh untuk menggunakan
hak pilihnya pada Pilkada, 15 Februari 2017 dengan sebaik-baiknya. Kedua, setiap muslim wajib memilih orang yang bertakwa dan jujur, amanah,
cerdas, berpengetahuan luas, komunikatif dan memiliki komitmen yang
tinggi terhadap penerapan syariat Islam secara kaffah di Aceh.
Ketiga, menyerukan kepada Komisi Independen Pemilihan (KIP),
Panitia Pengawas Pemilu (Panwas-
lih) dan semua pihak yang bertanggungjawab, agar bertindak jujur dan
adil serta menjaga ketertiban, keamanan dan kedamaian. Keempat, mengajak semua warga negara Indonesia
di Aceh untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan serta memelihara
ukhuwah demi terpeliharanya perdamaian yang abadi.
Kelima, mengharapkan kepada
para kandidat dan tim sukses agar
tidak melakukan fitnah, politik uang,
intimidasi dan hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Dan,
keenam, kepada kandidat dan tim
sukses agar menerima hasil pemilihan dengan penuh keikhlasan. Jika
terjadi perselisihan agar diselesaikan
dengan musyawarah dan mufakat
sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku.
Sebelumnya atau tahun 2014
lalu, MPU Aceh juga mengeluarkan
fatwa tentang Pemilu Menurut Perspektif Islam. Fatwa itu Nomor: 3/2014
tanggal 28 Februari 2014. Isinya tak
jauh beda.
Menariknya, baik Fatwa Pemilu
2014 maupun Taushiyah 2016 tentang Pilkada Aceh, ternyata MPU
Aceh tidak ada satu kata dan kalimat
pun menyinggung tentang adanya
larangan untuk memilih calon
pemimpin dari kaum perempuan.
Kepala Dinas Syariat Islam Aceh,
Prof. Dr Syahrizal Abbas, mengatakan, tradisi adat Aceh tempo dulu
sangat terbuka dan sangat memberikan ruang dan kedudukan sama antara laki-laki dan perempuan.
Kaum hawa, katanya, punya peranan aktif dalam segala tatanan sendi kehidupan. Terbukti pernah ada
kepemimpinan dipegang oleh perempuan selama empat kali berturut-turut. Bahkan, pimpinan perang juga
dari sosok perempuan seperti Cut
Nyak Dhien, Cut Meutia, dan lainnya.
Pernyataan itu disampaikan
Syahrizal Abbas saat menjadi narasumber pada seminar Women‘s Development Center (WDC) Kota Banda Aceh yang diadakan di Rumoh
PMI, Rabu 1 Januari 2017. Acara
juga dihadiri Pelaksana Tugas (Plt)
Walikota Banda Aceh, Ir. Hasanuddin, serta tiga orang narasumber lainya, yakni Ustadz Masrul Aidi (Pimpinan Dayah Babul Maghfirah Cot
Keueung), Ustaz Ahmad Rizal Lc MA
(Imuem Chik Mesjid Lueng Bata) dan
Khairani Arifin SH MH (Akademisi
Unsyiah).
Syahrial Abbas melanjutkan, peran perempuan dalam sejarah Aceh
tersebut tidak bertentangan dengan
Al-Quran dan sunnah. Karena saat
itu pemerintahan Aceh berdasarkan
Islam yang didukung oleh peranan
ulama besar dalam sejarah Aceh seperti Syech Abdurrauf Assingkili.
Lanjutnya, dalam perjalanan sejarah Aceh hingga saat ini, terjadi
distorsi-distorsi atau pemenggalan.
Hal tersebut dipengaruhi oleh peran
kolonialisme yang berusaha menjauhkan orang Aceh dari ajaran agama.
“Kolonialisme bukan hanya merenggut kekuasaan dan mengek-
sploitasi sumber daya alam kita, tapi
juga mengacaukan pola pikir dan
menjauhkan orang-orang Aceh dari
ajaran Islam,” ujar Syahrizal Abbas.
Maka dari itu, saat menerapkan
syariat Islam, banyak yang menentang karena isme-isme kolonial itu
telah menancap dalam kepala sebagian masyarakat kita. Karena hukum di
Indonesia sekarang masih mengadopsi hukum kolonialisme. Inilah
dampak dari kolonialisme,” tutup
Syahrial Abbas.
Sebelumnya, di Harian Waspada
terbitan Medan, Sumatera Utara, tertulis pernyataan tiga ulama kharismatik
Aceh. Salah satunya Tgk Muhammad
Amin atau akrab disapa Tu Min Blang
Bladeh, Kabupaten Bireuen yang kabarnya ‘mengharamkan’ memilih
pemimpin dari kaum perempuan.
Spontas saja, berita tersebut
menjadi buah bibir di Kota Banda
Aceh. Ini ada kaitannya dengan ‘perang’ opini antar tim sukses dan tim
pemenangan paslon Hajjah Illiza
Sa’aduddin Djamal-Farid Nyak Umar
(nomor urut 1) versus Aminullah
Usman-Zainal Arifin (nomor urut 2).
Namun, di harian sama terbitan
Kamis, 1 Februari 2017, Abu Tu Min
kemudian membantah pernyataan
tersebut, “Tidak Ada Nash Perempuan Haram Memimpin”, tulis Waspada.
Itu disampaikan Abu Tu Min, usai
shalat Maghrib di kediamannya, Senin, 6 Februari 2017. Bahkan, Abu
Tumin memastikan tidak pernah ada
media yang mewawancarainya terkait
kepemimpinan
perempuan.
“Bagaimana itu ambil saya sebagai
modal (mencatut nama Abu Tumin
di judul salah satu media online), tapi
bohong,” kata ulama sepuh di Aceh
itu, tulis Waspada.
Masih menurut Harian Waspada,
Abu Tumin tidak pernah mempersoalkan orang yang meminta peusijuk (ditepung tawar). Bahkan, beliau
ikut mendoakan agar mereka memperoleh kesuksesan dan kebahagian
dunia dan akhirat.
Menurut Abu Tumin, ada pendapat ulama terkait kepemimpinan perempuan. Namun, di sisi lain, juga
ada perempuan yang menjadi kepala
pemerintahan. Jadi, tidak ada nash
(hukum) yang jelas yang melarang
perempuan jadi pemimpin. “Dari AlQuran dan hadist tidak ada nash yang
melarang,” tegasnya saat itu.
Masih seperti diwartakan Waspada. Abu Tumin menyatakan, “Yang
pertama diungkap di sini ayat yang
menyangkut arrijaalu qawwamuuna
‘ala an nisaa. Ini yang sangat mendasar dan pokok saat membahas tentang kepemimpinan. Arrijaalu qawwamuuna ‘ala an nisaa itu lebih berat
mengarah pada hubungan laki-laki
dan perempuan diikat dalam pernikahan. Namun, secara lafadznya ditafsirkan secara luas,” ujar Abu Tumis.
Nah, cukup jelas kan? Jadi, mengapa harus ‘membenturkan’ antar
_ulama demi meraup suara, meraih
kursi Walikota-Wakil Walikota Banda
Aceh?***
MODUS ACEH
Di Balik Berita
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
21
■ Jufri Hasanuddin Dipecat dari PA
Keputusan Pahit di Akhir Jabatan
MODUS ACEH DOK
Dinilai tak berpihak dan loyal kepada Partai Aceh
(PA). Jufri Hasanuddin dipecat Ketua Dewan Pimpinan
Aceh (DPA) Muzakir Manaf dari Partai Aceh. Bupati
Abdya itu mengaku menerimanya.
Juli Saidi
P
IL ‘pahit’ itu terpaksa
ditelan Jufri Hasanuddin menjelang akhir
jabatanya dari kursi
Bupati Kabupaten
Aceh Barat Daya (Abdya). Maklum, Ketua Dewan Pimpinan Aceh
(DPA) Partai Aceh (PA) Muzakir
Manaf atau akrab disapa Mualem,
telah mengeluarkan keputusan
‘pahit’ untuk Jufri. Dia dipecat tanpa hormat.
Keputusan yang disampaikan
Wen Rimba Raya dan Muchlis
Abe, Rabu sore pekan lalu itu bukan tanpa sebab. Jufri nilai tidak
loyal dan berpihak pada pasangan calon (paslon) Bupati Abdya
pada Pilkada 2017, yang diusung
PA yaitu Erwanto-Muzakir ND.
Selain itu, setelah mendapat masukan serta pertimbangan yang
matang dari berbagai pihak. Mulai dari PA, KPA serta kader partai
lokal itu di Abdya.
“Untuk melaksanakan amanah Panglima, maka saya sampaikan dihadapan massa Partai
Aceh bahwa pada tanggal 8 Pebruari 2017, Mualem telah mengambil keputusan tentang pemberhentian secara tidak hormat
saudara Ir Jufri Hasunuddin dari
anggota Partai Aceh dan jabatan
lainnya yang melekat. Mengenai
surat pemberhentian tersebut telah siap dan akan dipublikasikan
ke media pers,” kata Wen Rimba
Raya, didampingi Ketua KPA dan
PA Barat Selatan serta hadir pula
Ableeh KPA Kuta Pasee, dan Jubir KPA Pusat Muklis Abee.
Kepada Wen Rimba Raya,
Mualem menyampaikan dua hal.
Pertama. “Singeoh kapeugah siat
lam kampanye bahwa Jufri Hasanuddin tapeucat dari PA. Soe
yang protes silakan protes hoe
yang galak (Besok tolong sampaikan dalam kampanye bahwa
Jufri Hasanuddin kita pecat. Siapa yang protes silahkan, kemana
dia suka),” tegas Mualem. Kedua
dan peuingat yang laen boh soe
manteong terutama anggota dewan, DPRA, DPRK, so hana kerja
keu partai akan tacok sikap chit
(Kedua dan ingatkan yang lain,
siapa saja terutama anggota dewan, DPRA, DPRK, siapa yang
tidak kerja ke partai akan diambil
sikap yang sama),” kata Wen,
mengulang perintah Panglima
atau Mualem.
Alasan pemecatan itu sudah
banyak dasar dan cukup bukti se-
hingga sudah waktunya harus
dipecat, agar Partai Aceh terselamatkan dari kader partai yang tidak
loyal. Keputusan itu disambut sorak sorai dan tangisan sekitar 50
ribu rakyat Abdya, pendukung
Partai Aceh yang datang ke
Lapangan Pulau Kayu, Kecamatan Susoh, Abdya. Mereka adalah
massa paslon Bupati Abdya Erwanto-Muzakir ND serta siap memenangkan Mualem-TA Khalid.
Kontributor MODUSACEH.CO mengabarkan, para
simpatisan PA sangat terharu dan
tidak menyangka karena spanduk
bertuliskan protes itu dapat dilihat pimpinan dari PA pusat.
Selain saat ini sebagai Bupati
Abdya, Jufri Hasanuddin adalah
Wakil Sekretaris Jenderal Dewan
Pimpinan Aceh (DPA) Partai
Aceh. Saat Pilkada 2012 lalu, Jufri Hasanuddin diusung PA untuk meraih kursi nomor satu di
daerah tersebut. Namun, Rabu
pekan lalu, jabatannya di DPD PA
sudah berakhir, sejalan dengan
pemecatan dan pemberhentiannya secara tidak hormat.
Lantas, apa kata Jufri? Dia
mengaku menerima putusan
Mualem. Dan dia tetap mendukung Muzakir Manaf-TA Khalid sebagai paslon Gubernur dan Wakil
Gubernur Aceh pada Pilkada
2017. Baginya, memperjuangkan
Mualem mennuju kursi Gubernur
Aceh adalah harga mati dan dia
tetap mencintai PA walau tidak lagi
jadi pengurus.
“Meskipun saya tidak lagi jadi
pengurus partai, saya tetap men-
dukung Mualem. Dulu saya
sudah sampaikan pada
MODUSACEH.CO, Mualem
tetap harga mati,” tegas Jufri.
Kalimat mendukung Mualem
dan mencintai PA, berulang-ulang kali diucapkan Jufri Hasanuddin. “Saya tetap menyatakan
pilih dan mendukung Mualem,
saya tidak berubah,” katanya. Bagi
Jufri, ketika ada yang mempersoalkan loyalitasnya terhadap PA,
itu yang harus dilihat dan cerna
dari berbagai sisi. Alasan Jufri,
karena orang PA juga banyak
berharap untuk mempersatukan
mereka. “Hampir 80 orang PA
tidak mendukung Erwanto. Sebenarnya saya berupaya melindungi orang-orang PA yang tidak
mendukung Erwanto, agar tidak
pecah,” ungkap Jufri pada media
ini pekan lalu.
Kata Jufri, suara 80 persen itu
agar memilih Mualem. Itu tujuan
saya. Erwanto tidak diterima, jadi
bukan saya tidak terima partai,
partai tetap saya cintai,” jelas Jufri
mantan anggota DPRA itu.
Lanjutnya. “Bahwa ada yang
melihat dari sisi lain, ya terserah.
Konsekuensi terhadap sikap itu
tidak masalah. Jabatan tidak
masalah, tapi komitmen saya terhadap partai itu yang penting,”
sebut Jufri.
Jufri kembali menegaskan
bahwa sikap politik untuk memenangkan Mualem tetap dilakukan dan laksanakan. “Saya
tidak akan bergeser kemanamana, tetap memperjuangkan
Mualem. Bersama PA tidak mesti
ada jabatan, saya juga melihat lebih tertantang,” ujar Jufri.
Namun, yang membuat Jufri
kurang sepakat terhadap pernyataan Wen Rimba Raya dan
Mukhlis Abee. Alasanya, Wen
Rimba bukan Dewan Pengurus
Pusat (DPA) PA. “Cuma saya merasa malu dengan sikap Wen Rimba
dan Mukhlis Abee, karena tidak
dalam kapasitas dia bicara. Wen
siapa? Bukan Pengurus PA Pusat. Itu memalukan PA, seharusnya mereka harus mengerti organisasi,” tegas Jufri. Sebab, kebodohan mereka itu mencoreng
PA. Padahal di PA itu banyak orang-orang yang cerdas.
“Keputusan Mualem saya hargai,” katanya. Kecuali itu kata Jufri,
jika yang berbicara itu Adi Laweng,
maka itu sudah wajar karena Adi
Laweng juru bicara DPA-PA”.
Menanggapi kritik tersebut,
Wen Rimba Raya mengatakan. Informasi yang disampaikan dirin-
ya, justeru datang dari perintah
langsung Mualem sebagai Ketua
DPA PA dan Panglima. Sebagai
kader dan anak buah, dia mengaku
tak kuasa menolak perintah tersebut. Lagi pula, pesan itu disampaikan Mualem dihadapan sejumlah petinggi PA dan KPA. “Jadi,
saya hanya menjalankan perintah
Panglima,” sebut Wen.
Begitupun, dibalik semua pernyataan tadi. Ada satu pengakuan
mengejutkan yang disampaikan
Jufri Hasanuddin. Dia mengaku
diperas Erwanto. Itu disampaikan
Jufri pada portal berita AJNN.Net,
pekan lalu. “Saya diperas Erwanto melalui Fraksi Partai Aceh untuk kepentingan politiknya. Dari
mana saya dapat uang sebanyak
itu,” tulis AJNN.Net, seperti disampaikan Jufri.
Masih menurut AJNN.Net.
Pernyataan ini tidak terlalu
mengejutkan. Sebab, jauh hari
sebelum Jufri mengeluarkan katakata itu, dia pernah menyatakan
10 orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Abdya
menolak membahas anggaran.
Akibatnya, beberapa sektor andalan pemerintah, seperti penyaluran beras untuk rakyat miskin, santunan kematian, bantuan
untuk anak yatim, listrik gratis,
bantuan kepada dayah, masjid
dan mushala serta imam gampong, terancam dihapus.
Padahal akhir Desember 2016,
DPRK Abdya bersiap mengesahkan Anggaran Pendapatan Belanja
Kabupaten (APBK) 2017. Dari 25
orang jumlah anggota DPRK, hanya 14 orang yang hadir. 10 orang
lainnya tak hadir. Mereka adalah
wakil rakyat dari Partai Aceh. Sidang
akhirnya dibatalkan karena tidak
cukup kuorum.
Anggaran daerah memang
kerap menjadi ajang saling sandera antara eksekutif dan legislatif. Dan pertarungan dua raksasa
itu membuat rakyat (baca: publik)
semakin merana. Karena untuk
memuaskan hasrat sejumlah
anggota dewan, pemerintah harus
mengorbankan anggaran publik.
Jika ditambah dengan daya
serap anggaran yang hanya sekitar 70 persen dan alokasi belanja publik yang tak lebih tinggi
dari belanja aparatur, maka semakin nelangsalah rakyat. Padahal untuk memajukan sebuah
daerah, pelayanan publik yang
disediakan penyelenggara negara harus lebih berkualitas, dari
tahun ke tahun, demikian tulis
AJNN.Net.***
22
MODUS ACEH
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
Di Balik Berita
Asa di Balik Cinta Setia dan Narkoba
Untuk membuktikan
kesetiaan pada sang suami,
seorang ibu muda di Aceh
Timur mengakhiri hidupnya dengan gantung diri.
Sementara, di Medan, seorang oknum polisi dari Polres Aceh Tamiang diciduk
sedang ngamar dengan seorang perempuan non
mahram, bawa narkoba
pula. Alamak!
Kontributor Aceh Timur
Ilustrasi
etika cinta dan kesetiaan tak bisa dipisahkan lagi, maka
nyawa pun tak ada
harga lagi. Bahkan,
rela dibawa mati. Ini bukan sinopsis drama atau sinetron di layar
kaca. Sebaliknya, nasib tragis
yang menimpa almarhumah Juli
Klisnawati (19) warga asal Peunaron, Aceh Timur.
Ibu muda ini ditemukan tewas tergantung di palang pintu
kamar mandi rumah kosnya, Senin pekan lalu, sekitar pukul
21.30 WIB. Kepergian Juli untuk selamanya itu disaksikan
Andi, pemilik rumah kos.
Kontributor MODUSACEH.CO di Langsa mengabarkan. Sesuai keterangan
Kapolres Langsa, AKBP Iskandar ZA SIK, melalui Kapolsek
Langsa Timur, Iptu Soegiono.
Juli nekat mengakhiri hidupnya
setelah dipaksa bercerai dengan
Amri, suami yang dicintainya.
Juli Klisnawati menikah dengan
Amri, juga asal Peunaron dan
baru sekitar sepekan terakhir dan
menempati rumah kos di Dusun
Sentral, Gampong Sidorejo tadi.
Namun, korban dipaksa bercerai dengan suaminya oleh abang
kandungnya.
Nah, diduga karena desakan
perceraian itulah, korban frustasi dan nekat bunuh diri. Bahkan, menurut keluarganya, korban sudah sepekan lebih kabur
dari rumahnya di Peunaron,
Aceh Timur setelah korban dan
suaminya tidak dibolehkan lagi
K
bertemu.
Lantas, korban memilih
meninggalkan rumah dan menetap sementara di rumah kos
Gampong Sidorejo. “Dari buku
catatan milik Juli Klisnawati yang
kita temukan di kamar kosnya,
pesan korban bahwa akan pergi
selamanya dan sangat mencintai Amri suaminya itu, dan tidak
rela dipaksa berpisah,” jelas
Kapolsek Langsa Timur, Iptu
Soegiono. Penjelasan Kapolsek
ini, setelah pihaknya menemukan catatan harian Juli yang
mengungkapkan seluruh isi hatinya pada buku catatan pribadi
yang ditemukan polisi di kamarnya.
Memang, dalam catatannya
itu Juli berpesan; “Pesan buat
teman2/orang yang mengenalku.
Tolong sampaikan pada keluargaku, Aku minta maaf sebesarbesarnya karena aku gak pernah
jadi adik yang pernah BIK dan
yang bisa nurut apa kata mereka... ???
Jadi hanya ini satu2nya jalan
keluarku, aku akan Pergi Jauh
Dari Mereka karena aku gak mau
lagi nyusahin atau buat mereka
malu. Dan satu hal tolong sampaikan pada keluargaku kalau
hidupku hancur gara2 Dia. Karena dialah yang buat hidupku
hancur. “AMRY SUAMI TERCINTAKU”.
Berbeda dengan MH alias
Mila (26), warga Lingkungan VII
Bukit Kubu Kelurahan Pekan Besitang, Kecamatan Besitang,
Kabupaten Langkat, Sumatera
Utara. Dia malah ‘menggadaikan’
cinta pada Brigadir NY alias Novri
(30), seorang oknum polisi dari
satuan lalu lintas dari Polres
Aceh Tamiang. Novri merupakan
warga Dusun Kenanga, Desa
Perdamaian, Kecamatan Kuala
Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang.
Tragisnya, kedua insan berlainan jenis ini diciduk personel
Reskrim Polsek Besitang saat sedang sekamar di salah satu hotel,
Dusun II Bukit Harapan, Desa Bukit Selamat, Kabupaten Langkat,
Sumatera Utara. Saat digerebek,
ditemukan pula narkoba jenis ekstasi. Petugas juga menyita
barang bukti dompet, kotak rokok,
satu plastik bening berisi delapan
butir pil coklat berbentuk bunga
(diduga inex) dari tempat kejadian perkara.
Penangkapan ini bermula
ketika anggota Reskrim Polsek
Besitang mendapat informasi ada
pelaku penjual narkoba jenis
inex sedang berada di salah satu
kamar hotel di Besitang. Mendapat informasi tersebut, Kapolsek
bersama anggota personel
Polsek Besitang menindaklanjuti
laporan tersebut dengan meluncur ke lokasi serta melakukan
penggrebekan
sekaligus
menangkap kedua tersangka.
Kemudian, petugas melakukan
penggeledahan terhadap dompet pelaku MH. Hasilnya, ditemukan narkoba (8 butir inex). Tersangka mengakui barang tersebut milik NY.
Selanjutnya, petugas
menginterogasi NY tentang
kepemilikan barang haram
tadi. NY mengakui bahwa pil
itu memang miliknya yang
akan dipergunakan berdua dan
dijual kepada yang berminat.
Selanjutnya, keduanya langsung diamankan ke Polsek Besitang, guna diproses hukum
lebih lanjut. Pjs Kasubag Humas Polres Langkat, AKP
Tarmizi Lubis, ketika dikonfirmasi wartawan membenarkan
penangkapan tersebut.
“Oknum anggota Satuan
Lalu Lintas Polres Aceh Tamiang ini kita amankan bersama
teman wanita, karena memiliki
narkoba jenis pil inex di salah
satu kamar hotel di Dusun II
Bukit Harapan, Desa Bukit Selamat, Kecamatan Besitang.
Kini keduanya sudah mendekam di sel tahanan Mapolsek
Besitang,” ujar AKP Tarmizi.***
Kriminal
MODUS ACEH
NO 42/TH XIV 13 - 19 FEBRUARI 2017
23
Menghantar Nyawa
di Kota Kain Tapis
Diduga sebagai bandar
narkoba (pil ekstasi), dua
pemuda Aceh didor tim
Sat-Narkoba Polda Lampung. Jasadnya sudah
dikembalikan ke Paya Bakong, Kabupaten Aceh
Utara, Provinsi Aceh.
Kontributor Aceh Utara
oleh jadi keluarga
Feri Ardian (25) dan
Zamzana Saputra
(19) tak mengira jika
putra mereka akan
mengakhiri hidupnya di rantau
orang atau Provinsi Bandar
Lampung yang dijuluki sebagai
Kota Kain Tapis. Itu sebabnya,
sejak dua pekan lalu, jasad keduanya telah dikebumikan di Paya
Bakong, Kabupaten Aceh Utara,
Provinsi Aceh.
Feri dan Zamzana tewas di
ujung peluru setelah didor Tim
Satuan Narkoba Polda Lampung
saat keduanya membawa 4.500
butir ekstasi siap edar.
Ceritanya begini, saat itu atau
Kamis malam, 26 Januari 2017,
sekira pukul 22.00 WIB, Feri dan
Zamzana melintas di Jalan
Soekarno Hatta (jalan lintas
Sumatera), Keutapang, Telukbetung Selatan, Bandar Lampung
menggunakan Xenia nopol BE2171-YG.
Karena sudah menjadi target
operasi (TO) aparat kepolisian di
sana, lalu keduanya disergap.
Namun, bukannya menyerah,
Feri dan Zamzana malah melepaskan tembakan ke arah petugas. Saling baku tembak pun terjadi.
Nahas, Feri dan Zamzana tewas di tempat. Dari keduanya,
B
polisi menyita 4.500 pil ekstasi
serta dua pucuk senjata api dan
beberapa amunisi aktif serta
selongsong peluru, termasuk
satu unit Xenia BE-2171-YG.
Wakapolda Lampung,
Brigjen Bonifasius Tampoi,
didampingi Direktur Narkoba
Polda Lampung, Kombes M
Abrar Tuntalanai mengatakan,
kedua bandar tersebut merupakan warga Aceh yang tinggal di
Bandar Lampung. “Tersangka
kos di daerah Telukbetung, dua
bulan terakhir. Asli orang Aceh,”
kata Wakapolda di Rumah Sakit
Bhayangkara Polda Lampung.
Menurut dia, kedua tersangka
memang sudah menjadi target
operasi dan sudah lama diincar
pihaknya.
Nah, setelah dilakukan
otopsi, jasad Feri dan Zamzana
dikembalikan pada keluarganya
di Paya Bakong, Aceh Utara
melalui Bandar Udara Radin Inten II Lampung Selatan menuju
Bandara Internasional Kualana-
mu, Sumatera Utara. Selanjutnya, melalui jalan darat ke Paya
Bakong.
“Alhamdulillah kedua
jenazah Feri dan Zamzana dipulangkan dari Lampung dengan
pesawat,” kata Saifullah,
Keuchiek Keude Paya Bakong,
pada media pers dan kontributor MODUSACEH.CO di Aceh
Utara, Selasa siang pekan lalu.
Menurut Saifullah, sebagian
biaya ditanggung polisi di sana
karena keluarga korban tidak
punya banyak biaya saat berangkat ke Lampung. “Mungkin
saja ditanggung sedikit atas
dasar kemanusiaan. Apalagi, jika
menempuh jalur darat butuh
waktu berhari-hari. Sejak berangkat dari sini, keluarga korban tidak punya biaya yang memadai. Bahkan, warga gampong
juga banyak membantu,” ungkap Saifullah.
Terkait kondisi terkini di kediaman Feri dan Zamzana,
Saifullah berujar saat ini seba-
hagian keluarga korban sudah
berkumpul di rumah duka dan
melakukan doa bersama. “Begitu tiba, jenazah langsung dishalatkan dan dikebumikan, mengingat sudah beberapa hari berlalu sejak peristiwa itu terjadi,”
katanya.
Salah seorang tokoh Aceh di
Bandar Lampung, pada media
ini, mengaku prihatin dengan
kejadian tersebut. Alasannya,
peristiwa tadi ikut mencoreng
nama warga Aceh di sana. “Memang itu semua risiko dan tanggung jawab si pelaku, tapi kami
juga ikut sedih, mengapa sampai terjadi seperti ini,” ujarnya.
Kata sumber yang tak mau
ditulis namanya itu, saat ini, memang banyak warga Aceh di
Lampung. Jumlahnya ada ratusan orang lebih. Ada yang berprofesi sebagai pegawai negeri,
pengusaha maupun anggota
kepolisian, prajurit TNI, dai maupun imam di masjid-masjid atau
surau. Termasuk ada yang
menggeluti dunia hitam seperti
narkoba.
Berbagai alasan kemudian
mengemuka terkait ada yang terjerembab dalam dunia hitam tadi.
Bisa jadi, karena faktor sempitnya lapangan pekerjaan di Aceh
dan rendahnya pendidikan, sehingga mudah terbujuk oleh
para bandar narkoba.
“Dalam dalam berbagai pertemuan warga Aceh di sini seperti Maulid Nabi Besar Muhammad SAW, saya selalu wantiwanti agar tidak terjebak dalam
dunia narkoba. Tapi, kami hanya bisa mengimbau. Selebihnya
kami tidak tahu,” kata sumber itu.
Dia berharap kepada para
orang tua di Aceh untuk selalu
memberi nasihat kepada putra
dan putrinya jika merantau ke
negeri orang. Salah satunya,
tidak melakukan perbuatan melawan hukum. “Saya duga, mereka jaringan Jakarta serta Batam
yang beroperasi di Lampung,”
sebut tokoh tadi.***
Download