Kristal no.10/Agustus/1994 1 ALAM, FISIKA DAN KULIAH FISIKA oleh : Sugata Pikatan Kita semua hidup di alam semesta, yang memiliki hukum-hukum yang berlaku untuk siapa saja, di mana saja dan kapan saja. Kita mempelajari bagaimana alam bekerja, bagaimana kita harus berurusan dengan alam. Dari masa kecil sampai tua manusia terus belajar tentang alam melalui pengalaman, secara sadar atau tidak sadar. Jadi, mempelajari alam semesta bukanlah hal baru dalam sejarah kehidupan manusia. Yang baru adalah ilmu tentang alam, suatu metoda ilmiah sistematis yang mempelajari watak alam semesta, yaitu fisika. Walaupun umur fisika dapat dilacak sampai abad 16, dia tidaklah setua filsafat, ilmu pengobatan atau bahkan teknik ! Teknik arsitektur berkembang pesat di Cina, Mesir maupun Yunani kuno, tanpa fisika. Maka ada satu pertanyaan yang mencuat, yaitu perlukah kita belajar fisika, toh kita dapat mempelajari alam melalui pengalaman ? Apalagi teknik merupakan ilmu yang lebih tua. Memang benar, pengalaman akan memberi kita pelajaran tentang alam, sehingga anda dapat berbuat secara tepat jika anda sudah berpengalaman. Tapi pernahkah kita berpikr, bahwa mengandalkan pengalaman semata sama dengan menggantungkan diri pada cara trial and error, yang jika dilakukan secara membuta tentu akan memerlukan pengorbanan yang mahal sekali. Kita ingin kemudahan dalam hidup ini, untuk itulah berbagai macam ilmu keteknikan bermunculan. Coba sekarang kita kaji bagaimana sejarah teknologi manusia di dunia ini. Dengan trial and error di dalam proses perkembangannya, teknologi berkembang amat lambat. dari ribuan tahun sebelum Masehi sampai dengan akhir abad 19, manusia masih mengandalkan kuda sebagai alat transportasi darat, dan kapal layar sebagai alat transportasi laut. Begitu lamanya perkembangan itu, coba kalau kita bandingkan dengan kemajuan teknologi setelah awal abad 20. Luar biasa cepatnya, pesawat udara yang belum berumur seabad sudah berkembang menjadi pesawat ruang angkasa. Fakta yang tidak dapat dibantah adalah peranan ilmu teknik elektro, yang memungkinkan orang membuat peralatan canggih serta alat-alat komputasi yang membantu kecepatan disain manusia. Teknik elektro adalah satu-satunya ilmu teknik dasar yang berkembang setelah fisika lahir, mengapa ? Karena pada dasarnya teknik elektro dalam perkembangannya berurusan dengan hal-hal yang tidak kasat mata : elektron dan medan elektromagnetik ! Jelaslah bahwa dari pengalaman saja manusia tidak akan memiliki teknologi elektronika, karena hal-hal yang di luar jangkauan indera manusia sama sekali tidak terbayangkan, apalagi dialami. Di sinilah letak fungsi fisika, sebagai cara mempelajari alam termasuk menjangkau hal-hal yang tidak dapat diindera manusia. Dengan fisika manusia kemudian dapat berpetualang ke alam mikroskop yang justru membuka peluang praktis dalam kehidupannya. Sebenarnya tanpa harus lari ke alam mikroskopis kita dapat mencari contoh kelemahan pengalaman tanpa pengetahuan fisika. Jika ada pertanyaan : Sebuah bola besi jika dimasukkan ke dalam air, apa yang terjadi? Pengalaman segera menjawab : Bola itu tentu tenggelam. Jawaban ini benar, tapi lihat dulu kondisinya, karena bagaimana jika ternyata bola itu mengapung ? Orang yang hanya mengandalkan pengalaman tentu susah menjelaskannya. Padahal, dalam fisika kita Kristal no.10/Agustus/1994 2 tahu hukum Archimedes, sehingga melihat bola besi mengapung dalam air tidaklah heran. Bola itu pasti berongga ! Rongga yang tidak kelihatan itulah yang menyulitkan pengalaman menerangkan kejadian ini. Lihat bagaimana fisika meramalkan besar rongga yang ada di dalam bola besi itu. Bila rongga tersebut kita anggap berbentuk bola juga yang konsentrik dengan bola besi, maka bagi anda yang fasih dengan hukum Archimedes tentu tidak sulit untuk membuktikan bahwa nisbah ruji rongga itu (r) terhadap ruji bola besi (R) adalah : 1 r ρL 3 > 1 − R ρS di mana ρL dan ρS masing-masing adalah massa jenis air dan besi. Jika kita memiliki bola besi demikian beruji 30 cm, maka ruji rongga itu sekitar 28,67 cm (massa jenis air dan besi adalah 1 gram/cc dan 7,86 gram/cc). Jadi tebal besi yang dipakai lebih dari 1,3 cm. Gambar 1. Bola besi yang mengapung Kita masih boleh berkilah, hukum Archimedes di atas kan sudah diajar di SLTA, sehingga akan muncul pertanyaan yang lebih tajam lagi : pelajaran fisika di SLTA sudah cukup dan memadai, jadi kecuali untuk jurusan fisika sendiri, kuliah fisika tidaklah perlu diadakan di perguruan tinggi. Memang, berbagai gejala alam sederhana sudah tercakup dalam kurikulum fisika SLTA, yang bila dikombinasikan dengan pengalaman sudah dapat dibilang lumayan, pertanyaan semacam bola besi di atas adalah pertanyaan gampang. Tapi betulkah sudah cukup ? Mari kita uji pernyataan itu. Setelah mengenyam pendidikan di SLTA kita semua mengenal hukum Coulomb, yaitu tentang gaya interaksi antar muatan listrik. Berkaitan dengan hukum ini kita kaji pertanyaan berikut : Jika sebuah partikel bermuatan listrik positif q berada di dekat sebuah bola besi yang juga bermuatan positif q, apa yang terjadi ? Hukum Coulomb jelas-jelas mengatakan bahwa dua muatan yang sejenis akan tolak menolak dan yang tak sejenis akan tarik menarik. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa hampir semua dari anda akan sepakat untuk menjawab : partikel dan bola besi itu akan tolak menolak dengan gaya : F = ke q2 r2 di mana r adalah jarak partikel dari pusat bola, ke adalah konstanta yang besarnya 9X10-9 [m/F]. Oleh karena kedua muatan positif, F juga positif sehingga yang terjadi adalah Kristal no.10/Agustus/1994 3 tolakan. Sayang, jawaban ini tidak seratus prosen benar. Jika anda uji secara eksperimen, partikel itu justru akan ditarik oleh besi pada jarak sekitar 1,5 kali ruji bola dari pusat bola. Ternyata fisika di SLTA tidaklah cukup. Jika anda sudah mempelajari induksi muatan listrik, tentu anda dapat menunjukkan bahwa gaya interaksi yang terjadi adalah : q2 F = ke r2 ( 2 x 2 − 1) 1− x ( x 2 −1) 2 1 di mana x adalah nisbah jarak partikel dari pusat bola (r) terhadap ruji bola (R) : x = r/R. Grafik Fr2/q2 (dalam ke) terhadap x adalah seperti tampak pada gambar 2. Gambar 2. Grafik gaya interaksi F versus x (x:nisbah jarak terhadap ruji bola) Dari persamaan F di atas, dapat kita simpulkan bahwa ada sebuah titik di mana muatan partikel tidak mengalami gaya, besar gaya itu sama dengan nol. Titik ini dikatakan memiliki keseimbangan yang tidak stabil. Untuk mencari letak titik itu, pernyataan dalam kurung di ruas kanan kita sama dengankan nol, kita dapatkan sebuah persamaan derajat 5 dalam variabel x. Secara numerik kita memperoleh nilai x yang memenuhi persamaan itu, yaitu x = 1,618, yaitu absis titik potong kurva dengan sumbu x dalam gambar 2 di atas. Maka jika x < 1,618, F < 0, yang terjadi adalah gaya tarik menarik. Jelaslah bahwa untuk x yang besar sekali, yaitu jika partikel berada jauh sekali dari bola besi, persamaan gaya itu akan mendekati persamaan gaya Coulomb yang kita kenal. Dalam hal ini, pernyataan dalam kurung di ruas kanan akan mendekati satu. Gaya tarik yang dialami partikel jika ia berada cukup dekat dengan bola besi inilah yang menyebabkan muatan-muatan listrik tidak mudah meninggalkan permukaan konduktor. Fungsi usaha logam adalah energi minimum yang harus diberikan pada permukaan logam agar elektron mampu meninggalkan permukaan itu. Kedua contoh tentang bola besi di atas memang masih belum berbau terapan. Contoh yang lebih praktis dapat kita temukan misalnya pada alat ukur laju gerak suatu benda. Perhatikan 3 buah kasus pengukuran laju gerakan berikut : 1. Pengukuran laju mobil oleh pengendara 2. Pengukuran laju mobil oleh polantas yang sedang bertugas 3. Pengukuran laju pesawat udara oleh pilot Kristal no.10/Agustus/1994 4 Kasus pertama amat mudah pengukurannya, karena speedometer sebagai alat ukur laju dapat dipakai langsung berhubungan dengan roda mobil, karena hubungan kedua besaran itu hanya melalui ruji rodanya. Pengalaman tidak sulit memecahkan masalah pengukuran ini. Tetapi dua buah kasus berikutnya tidak lagi sederhana. Polantas harus mengukur laju pengebut dari luar mobil, dan tentunya ia tidak sempat membuat kondisi agar ia dapat menggunakan rumus mekanika sederhana : v = s/t, yakni laju adalah jarak rata-rata yang ditempuh pengebut dalam suatu selang waktu. Pada kasus ketiga, speedometer yang langsung dipasang berhubungan dengan roda pesawat tidak akan berguna, karena setelah pesawat take-off roda pesawat tidak lagi berfungsi. Pengalaman semata tidak akan dapat menciptakan alat ukur untuk kedua kasus itu, karena pengukuran yang dilakukan tidak mungkin hanya berdasarkan pengalaman mekanis. Untunglah, pengetahuan melalui fisika mampu mengatasinya. Perhatikan bahwa alat ukur laju untuk setiap kasus itu bekerja dengan prinsip yang amat berbeda. Alat ukur yang dimiliki polantas bekerja berdasarkan asas Doppler, frekuensi gelombang yang dipantulkan oleh sebuah benda yang bergerak merupakan fungsi laju dipantulkan oleh mobil pengebut, sehingga pantulan ini diterima kembali dan hasil bacanya ditampilkan sebagai laju mobil itu. Alat ukur laju pesawat terbang yang sederhana menggunakan hukum Bernoulli tentang aliran fluida. Laju dan tekanan pada aliran udara saling berkaitan, makin rendah tekanannya. Oleh karena laju aliran udarayang menerpa badan pesawat berkaitan langsung dengan laju gerak pesawat, maka pengukuran terhadap tekanan dapat dikonversikan sebagai pengukuran terhadap laju pesawt. Pengukuran terhadap tekanan udara amat mudah dilakukan, misalnya melalui beda tinggi permukaan zat cair dalam sebuah pipa U. Dari contoh-contoh di atas jelaslah keterbatasan analisa yang hanya berdasarkan pengetahuan fisika sekedarnya plus pengalaman saja. Pemahaman tentang alam yang semakin baik akan menyempurnakan unjuk kerja semua alat yang membantu tugas kita sehari-hari. Jadi tidak ada alasan lagi untuk menelantarkan pengetahuan alam kita, dalam dunia modern ini ilmu alam adalah titik awal berangkat kita menuju kesejahteraan umat manusia. Tak satupun sektor kehidupan yang belum merasakan manfaat teknologi, sehingga kedekatan kita dengan alam akan membawa kemajuan di segala sektor. Bangsa yang menguasai teknologi, bukan sekedar konsumen teknologi, akan menjadi bangsa terkemuka di dunia ini. Marilah kita mulai membangun dengan belajar fisika ! We are not to imagine or suppose but to discover what nature does Sir Francis Bacon