pengaruh kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional dan

advertisement
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
1
PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJEMEN, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL
DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP NILAI
PERUSAHAAN
Rina Susanti
[email protected]
Titik Mildawati
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT
The primary objective of all companies is to increase the company value. The high enhancement of
company value is the long term goal which has to be achieved by the company which will be reflected
from its stock market price. The purpose of this research is to find out (1) the influence of management
ownership to the company value, (2) the influence of institutional ownership, (3) the influence of
corporate social responsibility to the company value. The result of research shows that H1: the
management ownership has positive influence to the “accepted” company value it means that high
management ownership results maximum management performance. While H2: institutional
ownership has positive influence to the “denied” company value it means that institutional ownership
is only focused on the current earnings will reduce the stock price volume which will cause the decline
of company value. And H3: corporate social responsibility has positive influence to the “accepted”
company value it means that the disclosure of high corporate social responsibility will be responded
positively by investors so many of them will invest to the company which cause the increasing of
company value.
Keywords:
Management Ownership, Institutional Ownership, Corporate Social Responsibility,
Company Value
ABSTRAK
Tujuan utama semua perusahaan ialah untuk meningkatkan nilai perusahaan. Peningkatan
nilai perusahaan yang tinggi merupakan tujuan jangka panjang yang harus dicapai
perusahaan yang akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui (1) Pengaruh kepemilikan manajemen terhadap nilai perusahaan, (2) Pengaruh
kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan, (3) Pengaruh corporate social
responsibility terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa H1:
Kepemilikan manajemen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan “diterima”, artinya
kepemilikan manajemen yang tinggi mengakibatkan kinerja para manajemen yang
maksimal, sehingga kepemilikan saham yang dimiliki oleh dewan direksi, manajemen,
manajer dapat meningkatkan mekanisme nilai perusahaan. Sedangkan H2: Kepemilikan
institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan “ditolak”, artinya kepemilikan
institusional yang hanya berfokus pada laba saat ini, akan dapat menurunkan volume harga
saham yang mengakibatkan menurunnya nilai perusahaan. Dan H3: Corporate social
responsibility berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan “diterima”,artinya
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang tinggi maka akan direspon positif
oleh investor sehingga banyak investor yang berinvestasi pada perusahaan tersebut yang
menyebabkan meningkatnya nilai perusahaan.
Kata Kunci : Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusional, Corporate Social
Responsibility, Nilai perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
2
PENDAHULUAN
Tujuan utama semua perusahaan ialah untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Peningkatan nilai perusahaan yang tinggi merupakan tujuan jangka panjang yang
seharusnya dicapai perusahaan yang akan tercermin dari harga pasar sahamnya karena
penilaian investor terhadap perusahaan dapat diamati melalui pergerakan harga saham
perusahaan yang ditransaksikan di bursa untuk perusahaan yang sudah go public. Dalam
proses memaksimalkan nilai perusahaan akan muncul konflik kepentingan antara manajer
dan pemegang saham (pemilik perusahaan) yang sering disebut agency problem. Menurut
Tendi Haruman (2008), Nilai perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan kemakmuran bagi
para pemegang saham, sehingga para pemegang saham akan menginvestasikan modalnya
kepada perusahaan tersebut. Naik turunnya nilai perusahaan salah satunya dipengaruhi
oleh struktur kepemilikan perusahaan. Dua aspek yang perlu dipertimbangkan ialah (1)
konsentrasi kepemilikan perusahaan oleh pihak luar (outsider ownership concentration) dan (2)
kepemilikan perusahaan oleh manajemen (management ownership). Pemilik perusahaan dari
pihak luar berbeda dengan manajer karena kecil kemungkinannya pemilik dari pihak luar
terlibat dalam urusan bisnis perusahaan sehari-hari (Sri Rejeki, 2007).
Dalam proses untuk menaikkan nilai perusahaan tidak jarang pihak manajemen yaitu
manajer perusahaan mempunyai tujuan dan kepentingan lain yang bertentangan dengan
tujuan utama perusahaan dan sering mengabaikan kepentingan pemegang saham.
Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya
konflik yang biasa disebut agency conflict, hal tersebut terjadi karena manajer mengutamakan
kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi dari
manajer karena apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi
perusahaan sehingga menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan berpengaruh
terhadap harga saham sehingga menurunkan nilai perusahaan. Konflik yang terjadi antara
manajer dan pemegang saham atau disebut dengan masalah keagenan dapat diminimumkan
dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan
tersebut sehingga timbul biaya keagenan (agency cost). Ada beberapa alternatif untuk
mengurangi agency cost, diantaranya dengan adanya kepemilikan saham oleh manajemen
dan kepemilikan saham oleh institusional (Tendi Haruman, 2008).
Kepemilikan saham manajemen adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh para
manajemen (Suranta dan Midiastuty, 2003). Dengan kepemilikan saham oleh manajerial,
diharapkan manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan para principal karena manajer
akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan nantinya dapat meningkatkan nilai
perusahaan (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Dengan meningkatkan kepemilikan saham
oleh manajemen akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham
sehingga manajemen akan termotivasi untuk meningkatkan nilai perusahaan. Hubungan
antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan adalah hubungan nonmonotonic yang
muncul karena adanya insentif yang dimiliki oleh manajer dan mereka berusaha melakukan
pensejajaran kepentingan dengan outsider ownership dengan cara meningkatkan kepemilikan
saham mereka jika nilai perusahaan meningkat.
Struktur kepemilikan lain yang juga mempengaruhi nilai perusahaan adalah
kepemilikan institusional. Dimana kepemilikan institusional tersebut umumnya bertindak
sebagai pihak pengawas perusahaan. Menurut Faizal (2004), perusahaan dengan
kepemilikan institusional yang besar mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor
manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan
aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap
pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. Kepemilikan institusional memiliki arti untuk
pengawasan manajemen. Dengan adanya kepemilikan institusional akan mendorong
peningkatan pengawasan pada manejemen. Kepemilikan institusional adalah proporsi
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
3
kepemilikan saham pada akhir tahun yang dimiliki oleh lembaga, seperti asuransi, bank atau
institusi lain (Tarjo, 2008).
Semakin tinggi kepemilikan institusional maka akan mengurangi perilaku opportunistic
manajer yang dapat mengurangi agency cost yang diharapkan akan meningkatkan nilai
perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Menurut Shleifer dan Vishny (dalam Tendi
Haruman, 2008), jumlah pemegang saham yang besar (large shareholders) mempunyai arti
penting dalam memonitor perilaku manajer dalam perusahaan. Dengan adanya kosentrasi
kepemilikan, maka para pemegang saham besar seperti kepemilikan institrusional akan
dapat mengawasi tim manajemen. Dengan tingginya kepemilikan institusional maka
semakin besar pula pengawasan yang diberikan pada pihak manajemen. Pengawasan yang
tinggi maka akan meminimalisasi tingkat penyelewengan-penyelewengan yang terjadi pada
pihak manajemen yang memungkinkan dapat menurunkan nilai perusahaan. Selain
melakukan pengawasan terhadap pihak manajemen. Kepemilikan institusional juga
melakukan hal-hal yang positif guna untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Morck et al., dan Mc Connel (dalam Tendi Haruman, 2008), secara empiris
mengeksporasi hubungan antara struktur kepemilikan dan nilai perusahaan yang diproksi
dengan nilai Tobin’s Q menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan mempengaruhi nilai
perusahaan. Begitu pula Jensen and Meckling (1976) menunjukan struktur kepemilikan
mempengaruhi nilai perusahaan.
Menurut Farshid dan Naiker (2006) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh positif dengan nilai perusahaan pada tingkat kepemilikan yang rendah.
Sedangkan menurut Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan
maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai
perusahaan.
Corporate social responsibility (CSR) adalah sebuah wacana yang menjadikan perusahaan
tidak hanya berkewajiban atau beroperasi untuk pemegang saham (shareholders) saja
namun juga mempunyai tanggung jawab sosial terhadap stakeholders. CSR sebagai bentuk
pertanggungjawaban perusahaan terhadap lingkungan dan sosial dimana perusahaan
tersebut berada. Menurut Kiroyan (dikutip dari Sayekti dan Wondabio, 2007), perusahaan
berharap jika dengan menerapkan corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial
perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan akan memaksimalkan ukuran keuangan
untuk jangka waktu yang panjang. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang
menerapkan corporate social responsibility berharap akan direspon positif oleh para pelaku
pasar seperti investor dan kreditur yang nantinya dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Pengungkapan tanggung jawab sosial mencakup rincian lingkungan, energi, sumber
daya manusia, produk, dan keterlibatan masyarakat. Perusahaan saat ini tidak lagi
ditekankan pada tanggung jawab single bottom line yaitu pada nilai perusahaan yang dapat
dilihat dari ukuran keuangan saja tetapi juga berpijak pada tripel bottom line yang terdiri dari
nilai keuangan, sosial dan lingkungan. Ukuran keuangan tidak cukup menjamin nilai
perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable) tanpa memperhatikan keadaan sosial
dan lingkungan daerah sekitar.
Di Indonesia wacana mengenai kesadaran akan perlunya menjaga lingkungan dan
tanggung jawab sosial telah diatur dalam UU Perseroan Terbatas No 40 pasal 74 tahun 2007
yang menjelaskan bahwa perusahaan dalam menjalankan kegiatan usaha yang berhubungan
dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Namun
sebelum itu menurut Rika Nurlela dan Islahuddin (2008) ada beberapa perusahaan yang
telah menjalankan CSR tapi sangat sedikit yang mengungkapkannya ke dalam sebuah
laporan. Alasan mengapa hal itu terjadi mungkin karena belum mempunyai sarana
pendukung seperti: standar pelaporan, tenaga terampil baik penyusun laporan maupaun
auditor. Selain itu di sektor pasar modal Indonesia belum adanya penerapan indeks untuk
saham-saham perusahaan yang telah menerapkan CSR. Banyak penelitian sebelumnya yang
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
4
menunjukkan
bahwa
jumlah
perusahaan
yang
mengungkapkan
informasi
pertanggungjawaban sosial (corporate social responsibility) dalam laporan tahunannya
semakin bertambah. Banyak perusahaan semakin menyadari pentingnya menerapkan
program CSR sebagai bagian dari strategi bisnisnya. Meskipun belum diwajibkan, tetapi
dapat dikatakan bahwa banyak perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sudah
menerapkan praktik CSR dalam laporan tahunannya dalam persentase yang beragam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajemen,
kepemilikan institusional dan corporate social responsibility terhadap nilai perusahaan. Dalam
penelitian ini, peneliti membatasi hanya perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada tahun 2012. Kriteria khusus yang harus dimiliki perusahaan tersebut
ialah memiliki data mengenai kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional serta
laporan tanggung jawab sosial.
TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS
Teori Agensi
Hubungan keagenan (agency relationship) terjadi ketika satu atau lebih individu, yang
disebut sebagai prinsipal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut sebagai agen,
untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk membuat
keputusan kepada agen tersebut. Sedangkan menurut Hendriksen dan Michael (2000)
menyatakan agen menutup kontrak untuk melakukan tugas-tugas tertentu bagi prinsipal
dan prinsipal menututp kontrak untuk memberikan imbalan kepada agen.
Sebagian orang memandang perusahaan merupakan sekumpulan kontrak antara pihak
perusahaan dengan pihak pemegang saham. Pada pihak prinsipal atau pemilik perusahaan
menyerahkan seluruh tugasnya pada pihak manjemen. Manajer yang merupakan pihak
pengelola perusahaan wajib menyediakan laporan keuangan yang akan digunakan untuk
melaporkan sesuatu yang memaksimalkan utitlitasnya dan mengorbankan kepentingan
pemegang saham. Sebab, manajer merupakan pihak yang memiliki banyak informasi
internal perusahaan dan prospek perusahaan dibandingkan pihak pemegang saham.
Manajer juga berkewajiban untuk memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada
pemilik sebagai wujud dari tanggung jawab atas pengelolaan perusahaan namun informasi
yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya
sehingga hal ini memacu terjadinya konflik keagenan. Dalam kondisi yang demikian ini
dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetris informasi.
Konflik yang timbul antara manajer dan pemegang saham atau yang biasa disebut
dengan masalah keagenan dapat meminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan
yang dapat mensejajarkan kepentingan tersebut sehingga timbul biaya keagenan (agency
cost). Sehingga dengan adanya agency cost, diantaranya adanya kepemilikan saham oleh
institusional dan kepemilikan manajemen oleh manajemen (Tendi Haruman, 2008).
Legitimacy Theory
Menurut Haniffa et al., (Sayekti dan Wondabio, 2007) Legitimacy Theory perusahaan
memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai
justice, dan perusahan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi
tindakan perusahaan. Maka dari itu, perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan
hidup suatu perusahaan juga bergantung dengan hubungan masyarakat dan lingkungan
sekitar perusahaan.
Nasi, Philips, and Zyglidopoulos (dalam Nurhayati et al., 2006) mengatakan bahwa
“Legitimacy theory focuses of the adequacy of corporate social behaviour”. Ini berarti bahwa society
judge organisasi berdasarkan citra yang akan perusahaan ciptakan untuk perusahaan itu
sendiri. Selanjutnya organisasi dapat menetapkan legitimasi mereka dengan memadukan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
5
anatar kinerja perusahaan dengan ekspektasi atau persepsi publik. Menurut (Nurhayati et
al., 2006) ketika terdapat kesenjangan antara penghargaan dari masyarakat dan perilaku
sosial perusahaan, maka akan muncul masalah legitimasi.
Dengan adanya uraian teori yang telah dikemukakan di atas telah dijelaskan bahwa teori
legitimasi tersebut merupakan salah satu teori yang mendasari pengungkapan CSR.
Pengungkapan tanggunga jawab perusahaan dilakukan untuk mendapatkan nilai positif
dan legitimasi dari masyarakat.
Teori Stakeholder (Stakeholder Theory)
Perusahaan tidak hanya sekedar bertanggungjawab terhadap para pemilik saham
sebagaimana terjadi selama ini, namun bergeser lebih luas yaitu sampai ranah sosial
kemasyarakatan, selanjutnya disebut dengan tanggung jawab sosial. Fenomena seperti ini
terjadi karena adanya tuntutan dari masyarakat akibat negative externalities yang timbul
serta ketimpangan sosial yang terjadi. Untuk itu, tanggung jawab perusahaan yang semula
hanya diukur sebatas pada indikator ekonomi dalam laporan keuangan, kini harus bergeser
dengan memperhitungkan faktor-faktor sosial terhadap stakeholder, baik internal maupun
eksternal.
Menurut Kasali (2005) stakeholder adalah semua pihak baik internal muapun eksternal
yang memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun dipengaruhi atau bersifat
langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan. Yang dimaksud pihak internal maupun
eksternal seperti pemerintahan, perusahaan pesaing, masyarakat sekitar lingkungan
internasional, lembaga di luar perusahaan (LSM dan sejenisnya), lembaga pemerhati
lingkungan, para pekerja perusahaan, kaum minoritas dan lain sebagainya yang
keberadaanya sangat mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan.
Batasan stakeholder tersebut di atas mengisyaratkan bahwa perusahaan hendaknya
memperhatikan stakeholder karena mereka adalah pihak yang mempengaruhi dan
dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung atas aktivitas serta kebijakan yang
diambil dan dilakukan perusahaan. Jika perusahaan tidak memperhatikan stakeholder
bukan tidak mungkin akan menuai protes dan dapat mengeliminasi legitimasi stakeholder.
Teori Kontrak Sosial
Kontrak sosial muncul adanya interaksi dalam kehidupan sosial masyarakat agar terjadi
keselarasan, keserasian dan keseimbangan, termasuk terhadap lingkungan. Perusahaan yang
merupakan kelompok orang yang memiliki kesamaan tujuan dan berusaha mencapai tujuan
secara bersamaan adalah bagian dari masyarakat dalam lingkungan yang lebih besar.
Keberadaannya, sangat ditentukan oleh masyarakat dimana antara keduanya saling
mempengaruhi. Untuk itu, agar terjadi keseimbangan maka perlu kontrak sosial baik secara
eksplisit maupun implisit sehingga terjadi kesepakatan yang saling melindungi
kepentingannya.
Di sini perusahaan ataupun organisasi bentuk lain, memiliki kewajiban terhadap
masyarakat untuk memberi kemanfaatan bagi masyarakat setempat. Interaksi perusahaan/
organisasi dengan masyarakat akan selalu berusaha untuk memenuhi dan mematuhi aturan
dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga kegiatan perusahaan dapat
dipandang legitimasi.
Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum
apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin
tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para
pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para profesional. Para profesional
diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris. Tujuan utama perusahaan adalah untuk
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
6
meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para
pemegang saham (Wahidawati, 2002). Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari
beberapa aspek salah satunya adalah harga pasar saham perusahaan, karena harga pasar
saham perusahaan mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan ekuitas yang dimiliki
(Wahyudi dan Pawestri, 2006).
Menurut Rika dan Ishlahuddin (2008), nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar.
Alasannya karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran atau keuntungan bagi
pemegang saham secara maksimum jika harga saham perusahaan meningkat. Dengan
semakin tinggi nya harga saham, maka semakin tinggi pula keuntungan para pemegang
saham, sehingga para investor akan memiliki minat yang tinggi, dengan adanya minat yang
tinggi tersebut maka nilai perusahaan akan meningkat. Nilai perusahaan juga dapat dicapai
dengan memaksimumkan jika para pemegang saham menyerahkan pengelolaan
sepenuhnya kepada orang yang berkompeten.
Para investor juga menggunakan rasio-rasio keuangan untuk mengetahui nilai pasar
perusahaan, karena rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen untuk
penilaian investor terhadap kinerja perusahaan pada masa lampau ataupun masa yang akan
datang. Salah satu rasio yang digunkan untuk menilai pasar perusahaan adalah Tobin’s Q.
Dengan menggunakan Tobin’s Q rasio tersebut dapat memberikan informasi paling baik,
karena di dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan,
tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun
seluruh asset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh asset perusahaan berarti
perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam bentuk
saham namun juga untuk kreditur karena sumber pembiayaan operasional perusahaan
bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur
(Sukamulja, 2004).
Jadi, dengan semakin besarnya nilai pada Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan
memiliki prospek pertumbuhan yang baik terhadap nilai perusahaan. Hal ini dapat terjadi
karena semakin besar nilai pasar asset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku asset
perusahaan maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang
lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004).
Kepemilikan Manajemen
Berdasarkan teori keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang
saham ini mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut agency conflict. Konflik
kepentingan yang sangat potensial ini menyebabkan pentingnya suatu mekanisme yang
diterapkan guna melindungi kepentingan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976).
Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang
secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Diyah dan Erman, 2009).
Dengan adanya kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka dapat menimbulkan
dugaan bahwa nilai perusahaan dapat meningkat jika kepemilikan manajemen meningkat.
Kepemilikan manajemen yang besar akan efektif untuk mengawasi aktivitas perusahaan.
Shliefer dan Vishny (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan bahwa
kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk
memonitor. Menurut Jensen dan Meckling (1976), ketika kepemilikan saham oleh
manajemen rendah maka ada kecenderungan akan terjadinya perilaku opportunistic manajer
yang meningkat akan juga. Kepemilikan manajemen tidak hanya terhadap nilai perusahaan,
tetapi juga berhubungan dengan saham. Maka dengan adanya kepemilikan manajemen
terhadap saham perusahaan dapat dipandang baik dalam menyelaraskan potensi perbedaan
kepentingan antara manajemen dan pemegang saham , sehingga permasalahan yang timbul
antara agen dan prinsipal diasumsikan akan hilang apabila seseorang manajer juga sekaligus
sebagai pemegang saham.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
7
Kepemilikan Institusional
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki
peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara
manajer dan pemegang saham. Selain kepemilikan manajemen yang dapat mengawasi
secara efektif aktivitas perusahaan, keberadaan kepemilikan institusional juga dianggap
mampu menjadi mekanisme pengawasan terhadap setiap keputusan yang diambil oleh
pihak manajemen. Hal ini dikarenakan para investor institusional terlibat dalam
pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan memanipulasi
laba perusahaan.
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh
institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan
kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional memiliki arti penting
dalam mengawasi manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Pengawasan tersebut akan
menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional
sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar
modal. Dengan kepemilikan institusional yang tinggi maka akan menimbulkan usaha
pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi
perilaku opportunistic manajer.
Institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk
memantau pengambilan keputusan perusahaan. Begitu juga penelitian Wening (2009)
Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan
suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan.
Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain:
1.Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat menguji
keandalan informasi.
2. Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas
yang terjadi di dalam perusahaan.
Penelitian Smith (1996) (dalam Suranta dan Midiastuty, 2004) menunjukkan bahwa
aktivitas monitoring institusi mampu mengubah struktur pengelolaan perusahaan dan
mampu meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Hal ini didukung oleh Cruthley et
al., (dalam Suranta dan Midiastuty, 2004) yang menemukan bahwa pengawasan yang
dilakukan institusi mampu mensubstutisi biaya keagenan lain sehingga biaya keagenan
menurun dan nilai perusahaan meningkat.
Corporate social responsibility
Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) merupakan satu bentuk
tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk
meningkatkan ekonomi, yang dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan
berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan
masyarakat secara lebih luas. Pertanggungjawaban sosial perusahaan juga diungkap dalam
laporan yang disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah pelaporan
mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan
produknya didalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development) .
Sustainability Reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan dan pengaruh
sosial terhadap kinerja organisasi. Sustainability Reporting harus menjadi dokumen strategik
yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang Sustainability
Development yang membawanya menuju kepada core business dan sektor industri.
Pengungkapan CSR berpengaruh pada nilai perusahaan. Hal ini sejalan dengan
paradigma enlightened self-interest yang menyatakan bahwa stabilitas dan kemakmuran
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
8
ekonomi jangka panjang hanya dapat dicapai jika perusahaan melakukan tanggung jawab
sosial kepada masyarakat.
Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan
Menurut Hendriksen mendefinisikan pengungkapan (disclosure) sebagai penyajian
informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal yang efisien.
Suatu pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory) yaitu pengungkapan suatu
informasi tentang laporan wajib dilakukan oleh perusahaan berdasarkan peraturan atau
standar tertentu. Selain itu ada yang bersifat sukarela (voluntary) yang merupakan
pengungkapan informasi tambahan perusahaan. Setiap pelaku ekonomi selain berusaha
untuk kepentingan pemegang saham dan berfokus pada pencapaian laba disamping itu juga
mempunyai tanggung jawab sosial terhadap masyarakat sekitar, dan hal itu perlu
diungkapkan dalam laporan tahunan.
Bapepam yang merupakan lembaga yang mengatur dan mengawasi pelaksanaan pasar
modal dan lembaga keuangan di Indonesia telah mengeluarkan beberapa aturan tentang
disclosure yang harus dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang go public. Peraturan ini
dimaksudkan untuk melindungi para pemilik modal dari adanya asimetri informasi.
Perusahaan dapat memberikan disclosure melalui laporan tahunan yang telah diatur oleh
Bapepam (mandatory disclosure), maupun melalui pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure) sebagai tambahan pengungkapan minimum yang telah ditetapkan.
Di Indonesia, pengungkapan dalam laporan tahunan pada dasarnya telah diatur dalam
PSAK No. 1. Selain diatur dalam PSAK No.1, pemerintah Indonesia melalui keputusan ketua
Bapepam No: kep-134/BL/2006 juga mengatur mengenai pengungkapan informasi dalam
laporan keuangan tahunan perusahaan di Indonesia. Sedangkan pengungkapan informasi
yang diatur oleh pemerintah atau suatu lembaga yaitu Ikatan Akuntnasi Indonesia (IAI)
merupakan pengungkapan yang wajib dipatuhi oleh perusahaan yang telah go public.
Tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan investor dari ketidakseimbangan
informasi antara manajemen dengan pemegang saham dengan adanya kepentingan
manajemen.
Pengungkapan corporate social responsibility dalam penelitian ini menggunakan 78 item
yang terbagi menjadi enam tema. 78 item tersebut terbagi didapatkan dari penelitian Eddy
Rismanda Sembiring (2005) yang diperoleh dengan cara menyesuaikan item pengungkapan
milik Hockson dan Milne yang semua terdiri dari 90 item pengungkapan dalam enam tema.
Berdasarkan peraturan Bapepam no VIII.G.2 tentang laporan tahunan dan kesesuaian item
tersebut untuk aplikasi di indonesia, maka penyesuaian kemudian dilakukan. 12 item
dihapuskan karena kurangnya sesuai untuk diterapkan di Indonesia, sehingga total tersisa
78 item pengungkapan. Menurut Sayekti dan Wondabio (2007) juga terdapat 78 item dari 6
tema yaitu terdiri dari lingkungan, energi, tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat dan
umum.
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Kepemilikan Manajemen Terhadap Nilai Perusahaan
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan bahwa
kepemilikan manajerial memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Hubungan antara
kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan adalah hubungan nonmonotonic yang muncul
karena adanya insentif yang dimiliki oleh manajer dan mereka berusaha melakukan
pensejajaran kepentingan dengan outsider ownership dengan cara meningkatkan kepemilikan
saham mereka jika nilai perusahaan meningkat. Sementara itu menurut Tendi Haruman
(2008) menyimpulkan bahwa semakin tinggi proporsi kepemilikan manajerian maka akan
menurunkan market value. Sehingga hipotesis penelitian yang diungkapkan adalah :
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
9
H1
:
Kepemilikan Manajemen berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan
Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Nilai Perusahaan
Kepemilikan institusional, dimana umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang
mengawasi perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien
pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan
terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen (Faizal, 2004). Begitu pula menurut
Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula
kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Keberadaan
institusional justru menurunkan kepercayaan publik terhadap perusahaan. Akibatnya pasar
saham mereaksi negatif yang berupa turunnya volume perdagangan saham dan harga
saham, sehingga menurunkan nilai pemegang saham. Menurut Wahyudi dan Pawestri
(2006) semakin tinggi kepemilikan institusional maka akan mengurangi perilaku
opportunistic
manajer yang dapat mengurangi agency cost yang diharapkan akan
meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar
(5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Sehingga hipotesis
penelitian yang diungkapkan adalah :
H2
:
Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap positif Nilai Perusahaan.
Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan
Corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan dapat memberikan
kontribusi terhadap kinerja keuangan. Hal ini dikarenakan dalam pengambilan keputusan,
perusahaan harus mempertimbangkan berbagai masalah sosial dan lingkungan jika
perusahaan ingin memaksimalkan hasil keuangan jangka panjang yang nantinya dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Semakin luas pengungkapan sosial yang dilakukan
perusahaan dalam laporan tahunan ternyata memberikan pengaruh terhadap volume
perdagangan saham perusahaan dimana terjadi lonjakan perdagangan pada seputar
publikasi loparan tahunan sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Sehingga hipotesis
penelitian yang diungkapkan adalah :
H3
:
Corporate social responsibility berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada tahun 2012. Pengambilan objek populasi dalam penelitian ini dengan
menggunakan data cross section yaitu data yang terdiri dari beberapa objek yang
dikumpulkan pada suatu waktu tertentu. Sedangkan pemilihan sampel dilakukan dengan
menggunakan metode purposive sampling dengan tujuan mendapatkan sampel yang
representative sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Adapun kriteria sampel yang akan
digunakan adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada
tahun 2012. (2) Menerbitkan laporan tahunan lengkap pada tahun 2012. (3)Memiliki data
yang lengkap terkait dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu yang
memiliki pengungkapan Corporate Social Responsibility, kepemilikan manajemen dan
kepemilikan institusional.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
10
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel Independen
a. Kepemilikan Manajemen
Kepemilikan manajemen adalah persentase kepemilikan saham oleh direksi, manajemen,
komisaris maupun setiap pihak yang terlibat secara langsung dalam pembuatan
keputusan perusahaan (Diyah dan Erman, 2009).
KM =
saham yang dimiliki oleh manajer ,dewan direksi dan manjemen
total jumlah saham yang beredar
b. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau
lembaga seperti perusahaan asuransi, dana pensiun, atau perusahaan lain (Tarjo, 2008).
konsentrasi kepemilikan pada pihak luar perusahaan berpengaruh positif pada nilai
perusahaan. Adapun rumus yang diperoleh :
KI =
saham yang dimiliki oleh institusi atau perusahaan lain
total jumlah saham yang beredar
c. Corporate Social Responsibility
Corporate Social Responsibility yang diperoleh dari laporan tahunan perusahaan.
Pengungkapan corporate social responsibility dalam penelitian ini menggunakan 78 item
yang terbagi menjadi enam tema. Menurut Sayekti dan Wondabio (2007) juga terdapat 78
item dari 6 tema yaitu lingkungan, energi, tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat,
dan umum. Tujuh puluh delapan item tersebut kemudian disesuaikan kembali dengan
masing-masing tema sehingga item pengungkapan yang diharapkan dari setiap tema
berbeda-beda. Corporate social responsibilty diukur dengan menggunakan variabel dummy
yaitu:
Score 0 : Jika perusahaan tidak mengungkapkan item pada daftar pertanyaan.
Score 1 : Jika perusahaan mengungkapkan item pada daftar pertanyaan.
Pengukuran kemudian dilakukan berdasarkan indeks pengungkapan masing-masing
perusahaan yang dihitung melalui jumlah item yang sesungguhnya diungkapkan
perusahaan dengan jumlah semua item yang mungkin diungkapkan (Bambang Suripto,
1999), yang dinotasikan dalam rumus sebagai berikut:
𝑛
CSD = π‘˜
keterangan:
CSD = indeks pengungkapan perusahaan
n
= jumlah item pengungkapan yang dipenuhi
k
= jumlah semua item yang mungkin dipenuhi
Variabel Dependen
Nilai Perusahaan
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Nilai Perusahaan. Nilai perusahaan dapat
dilihat dari segi analisis laporan keuangan berupa rasio keuangan dan dari segi perubahan
harga saham. Pada penelitian ini, nilai perusahaan diukur menggunakan Tobin’s Q. Variabel
ini telah digunakan oleh Suranta dan Midiastuty (2003) dan Rika dan Islahudin (2008).
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
11
Menurut White et al. (2002) dalam Etty Murwaningsari (2009). Tobins’Q dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Q=
𝐸𝑀𝑉+𝐷
𝐸𝐡𝑉+𝐷
Keterangan :
Q
= Nilai perusahaan
EMV = Nilai pasar ekuitas (EMV = clossing price x total jumlah saham yang beredar)
EBV = Nilai buku dari total ekuitas (EBV = total aset – total kewajiban)
D
= Nilai buku dari total hutang
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif
Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian yaitu,
kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional, corporate social responsibility dan nilai
perusahaan.
Tabel 1
Statistik Deskriptif
Variabel
Nilai Perusahaan
Minimum
0.4170
Maximum
11.9685
Mean
1.9088
Std. Deviation
1.8813
Kepemilikan Manajemen
0.0000
0.7391
0.0608
0.1600
Kepemilikan Institusional
Corporate Social Responsibility
0.0000
0.9896
0.6283
0.2708
0.3205
0.5897
0.4472
0.0599
Sumber: Hasil olah data SPSS
Berdasarkan Tabel 1 menyajikan ringkasan statistik deskriptif untuk setiap variabel
yang digunakan dalam model penelitian, yang penjelasannya sebagai berikut :
Nilai perusahaan memiliki nilai rata-rata sebesar 1,9088 dan nilai standar deviasi sebesar
1,8813 serta nilainya berkisar antara 0,4170 sampai 11,9685. Nilai minimum nilai perusahaan
sebesar 0,4170 yaitu oleh PT. Intanwijaya Internasional Tbk. Sedangkan nilai maximum nilai
perusahaan sebesar 11,9685 yaitu oleh PT HM Sampoerna Tbk. Menurut Rika dan
Ishlahuddin (2008), nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar. Alasannya karena
nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran atau keuntungan bagi pemegang saham
secara maksimum jika harga saham perusahaan meningkat. Dengan semakin tingginya
harga saham, maka semakin tinggi pula keuntungan para pemegang saham, sehingga para
investor akan memiliki minat yang tinggi, dengan adanya minat yang tinggi tersebut maka
nilai perusahaan akan meningkat.
Kepemilikan Manajemen memiliki nilai rata-rata sebesar 0,0608 dan nilai standar deviasi
sebesar 0,1600 serta nilainya berkisar antara 0,0000 sampai 0,7391. Nilai minimum
Kepemilikan Manajemen sebesar 0,0000 ada 53 perusahaan. Sedangkan nilai maximum
Kepemilikan Manajemen sebesar 0,7391 yaitu oleh PT Saranacentral Bajatama Tbk.
Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang
secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Diyah dan Erman, 2009).
Dengan adanya kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka dapat menimbulkan
dugaan bahwa nilai perusahaan dapat meningkat jika kepemilikan manajemen meningkat.
Kepemilikan manajemen yang besar akan efektif untuk mengawasi aktivitas perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
12
Kepemilikan Institusional memiliki nilai rata-rata sebesar 0,6283 dan nilai standar
deviasi sebesar 0,2708 serta nilainya berkisar antara 0,0000 sampai 0,9896. Nilai minimum
Kepemilikan Institusional sebesar 0,0000 ada 4 perusahaan yaitu PT Saranacentral Bajatama
Tbk, PT Kimia Farma Tbk, PT Krakatau Steel Tbk dan PT Semen Gresik (Persero) Tbk.
Sedangkan nilai maximum Kepemilikan Institusional sebesar 0,9893 yaitu oleh PT Bentoel
Internasional Investama Tbk. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan
institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan
yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Selain kepemilikan manajemen yang
dapat mengawasi secara efektif aktivitas perusahaan, keberadaan kepemilikan institusional
juga dianggap mampu menjadi mekanisme pengawasan terhadap setiap keputusan yang
diambil oleh pihak manajemen.
Corporate Social Responsibility memiliki nilai rata-rata sebesar 0,4472 dan nilai standar
deviasi sebesar 0,0599 serta nilainya berkisar antara 0,3205 sampai 0,5897. Nilai minimum
Corporate Social Responsibility sebesar 0,3205 yaitu pada perusahaan PT. Star Petrochem Tbk.
Sedangkan nilai maximum Corporate Social Responsibility sebesar 0,5897 yaitu oleh PT
Eterindo Wahanatama Tbk. Menurut Hendriksen (dalam Rika dan Ishlahuddin, 2008),
mendefinisikan pengungkapan (disclosure) sebagai penyajian informasi yang dibutuhkan
untuk pengoperasian secara optimal pasar modal yang efisien. Suatu pengungkapan ada
yang bersifat wajib (mandatory) yaitu pengungkapan suatu informasi tentang laporan wajib
dilakukan oleh perusahaan berdasarkan peraturan atau standar tertentu. Semakin besar nilai
corporate social responsibility artinya perusahaan lebih banyak mengungkap item-item
Corporate Social Responsibility.
Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, mempunyai
distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi normal
atau mendekati normal, salah satunya dengan menggunakan uji analisis one sample
kolmogorov-smirnov test.
Tabel 2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parameters a,b
Most Extreme
Differences
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardized
Residual
67
.0000000
.64140189
.118
.118
-.085
.966
.309
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Hasil olah data SPSS
Berdasarkan Tabel 2 hasil dari uji one sample kolmogorov-smirnov yaitu terlihat bahwa nilai
one sample kolmogorov-smirnov sebesar 0,966 dengan tingkat probabilitas signifikansi
sebesar 0,309. Karena nilai signifikan diatas 0,05, berarti hal itu menunjukkan bahwa data
variabel penelitian terdistribusi normal karena tingkat signifikansinya > 0,05. Dengan
kata lain, model regresi yang digunakan memenuhi asumsi normalitas.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
13
b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan korelasi
antara variabel bebas(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi diantara variabel independennya. Identifikasi secara statistik ada atau tidaknya
gejala multikolinieritas dapat dilakukan dengan menghitung Variance Inflation Factor
(VIF).
Tabel 3
Uji Multikolinieritas
Tolerance
0.800
0.795
0.989
Variabel
Kepemilikan Manajemen
Kepemilikan Institusional
Corporate Social Responsibility
Sumber : Hasil olah data SPSS
VIF
1.250
1.258
1.011
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh hasil bahwa nilai VIF pada seluruh variabel bebas kurang
dari 10 dan nilai tolerance lebih besar dari 0,1 artinya seluruh variabel penelitian tidak
ada gejala multikolinier, dimana jika VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,10 maka tidak terjadi
gejala Multikolinearitas.
c. Uji Autokorelasi
Untuk menguji variabel-variabel yang diteliti, apakah terjadi autokorelasi atau tidak,
dapat digunakan dengan uji Durbin Watson yaitu dengan cara membandingkan nilai
Durbin Watson yang dihitung dengan dL dan dU yang ada dalam tabel.
Tabel 4
Uji Autokorelasi
Durbin-Watson
1.906
Std. Error of the Estimate
0.537
Sumber : Hasil olah data SPSS
Berdasarkan Hasil uji autokorelasi pada tabel 4 menunjukkan nilai DW sebesar 1,971.
Berdasarkan table DW dengan jumlah sample n = 67 dan jumlah variabel bebas k = 3
diperoleh nilai dL = 1,503 dan dU = 1,696. Nilai DW 1,971 terletak antara dU (1,696) dan 4dU (2,304) dengan demikian dapat dianggap bahwa asumsi tidak terjadi autokorelasi
dapat dipenuhi.
d. Uji Heterokedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain
Tabel 5
Uji Heteroskedastisitas
Unstandardized
Coefficients
Model
1
Standardized
Coefficients
T
Sig.
.719
0.475
Std. Error
0.371
Beta
(Constant)
B
0.267
Kepemilikan Manajemen
-0.669
0.349
-0.265
-1.916
0.060
-0.275
0.214
-0.185
-1.287
0.203
0.988
0.865
0.147
1.142
0.258
Kepemilikan Institusional
Corporate
Social
Responsibility
Sumber : Hasil olah data SPSS
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
14
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa nilai signifikansinya untuk variabel kepemilikan
manajemen, kepemilikan institusional dan corporate social responsibility lebih dari 5%,
ini berarti bahwa tidak ada hubungan variabel kepemilikan manajemen, kepemilikan
institusional dan corporate social responsibility dengan nilai residunya, maka penelitian ini
tidak terdapat gejala heteroskedastisiitas pada penelitian ini, karena tingkat
signifikansinya > 0,05.
Uji Hipotesis
Hasil perhitungan dengan komputer dengan aplikasi program SPSS 20.0 (Statistical
Program for Social Science) adalah sebagai berikut:
Variabel bebas
Constant
Kepemilikan Manajemen
Kepemilikan Institusional
Corporate Social Responsibility
Variabel Terikat
Adjusted R Square
R Square
F Hitung
Sumber : Hasil olah data SPSS
Tabel 6
Analisis Regresi Linier Berganda
B
t hitung
-0.147
1.289
2.245
-0.383
-1.091
1.880
3.322
Nilai Perusahaan
0,380
0,409
14,511
Sig : 0,000
Sig.
Keterangan
0.028
0.280
0.001
Signifikan
Tidak Signifikan
Signifikan
Berdasarkan Tabel 6 diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :
Y = -0,147 + 1,289KM – 0,383KI + 1,880CSR
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari Goodness
of fit. Secara statistik, setidaknya dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, statistik uji F
dan nilai statistik uji t
a. Koefisien determinasi
Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependent. Nilai Koefisien Determinasi adalah
antara nol dan satu. Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa nilai koefisien determinasi
sebesar 0,380, yang berarti bahwa kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional dan
corporate social responsibility mampu mempengaruhi nilai perusahaan sebesar 38,0%.
b. Uji F
Uji F ini digunakan untuk menguji pengaruh kepemilikan manajemen, kepemilikan
institusional, dan corporate social responsibility secara bersama signifikan terhadap nilai
perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan Fhitung 14,511 dengan tingkat signifikan
0,000. Yang berarti bahwa tingkat signifikan 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak yang berarti
bahwa kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional fan corporate social responsibility
secara signifikan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
c. Uji t
Uji t pada dasarnya untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh dari variabel
independen secara individual terhadap variabel dependen. Dilakukan untuk menguji
tingkat signifikan pada pengaruh variabel independen yaitu kepemilikan manajemen,
kepemilikan institusional dan corporate social responsibility terhadap variabel dependen
yaitu nilai perusahaan. Hasil yang diperoleh bahwa variabel kepemilikan manajemen
dan corporate social responsibility berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
mempunyai nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Sedangkan variabel kepemilikan
institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan mempunyai nilai
signifikansi lebih besar dari 0,05.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
15
Interpretasi Hasil
Prosentase Kepemilikan Manajemen
Variabel Kepemilikan Manajemen memiliki nilai yang signifikan terhadap nilai
perusahaan dengan nilai sig 0,028 < 0,05, yang berarti nilai sig 0,028 lebih kecil dari 0,05.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H1 yaitu “Kepemilikan Manajemen
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan” diterima.
Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang
secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Diyah dan Erman, 2009).
Dengan adanya kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka dapat menimbulkan
dugaan bahwa nilai perusahaan dapat meningkat jika kepemilikan manajemen meningkat.
Kepemilikan manajemen yang besar akan efektif untuk mengawasi aktivitas perusahaan.
Selain itu, semakin besar kepemilikan saham oleh manajemen maka berkurang
kecenderungan manajemen untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya sehingga
mengakibatkan kenaikan nilai perusahaan. Dengan kepemilikan manajemen yang tinggi
juga mengakibatkan kinerja para manajemen yang maksimal, sehingga kepemilikan saham
yang dimiliki oleh dewan direksi, manajemen, manajer dapat meningkatkan mekanisme
nilai perusahaan. Sebab, kepemilikan manajemen yang tinggi selain berhubungan dengan
nilai perusahaan juga berhubungan dengan meningkatnya saham perusahaan, sehingga
banyak investor yang menginvestasikan sahamnya kepada perusahaan sehingga dapat juga
meningkatkan nilai perusahaan.
Penelitian ini didukung dengan penelitian Wahyudi dan Pawesti (2006) tentang
implikasi struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan dengan keputusan keuangan
sebagai variabel intervening dengan sampel perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEJ
tahun 2003 dan tahun 2002 sebagai komperasinya yang menemukan bahwa kepemilikan
manajemen berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Prosentase Kepemilikan Institusional
Variabel Kepemilikan Institusional memiliki nilai yang tidak signifikan terhadap nilai
perusahaan dengan nilai sig 0,280 > 0,05 menunjukkan bahwa variabel kepemilikan
institusional tidak signifikan karena nilai sig 0,280 lebih besar dari 0,05. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa H2 yaitu “ Kepemilikan Institusional berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan “ ditolak.
Berarti bahwa dengan adanya kepemilikan institusional yang tinggi dapat berdampak
pada penurunan harga saham perusahaan dipasar modal sehingga kepemilikan institusional
belum mampu menjadi mekanisme yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Sebab,
kepemilikan institusional memiliki kecenderungan berpihak pada manajemen dan
mengarah pada kepentingan pribadi sehingga mengabaikan pemegang saham minoritas.
Kepemilikan institusional juga hanya berfokus pada laba saat ini, sehingga jika laba saat ini
tidak memberikan keuntungan yang baik oleh pihak institusional maka pihak institusional
akan menarik sahamnya dari perusahaan dan mengakibatkan penururnan terhadap nilai
perusahaan. Akibatnya pasar saham mereaksi negatif yang berupa turunnya volume
perdagangan saham dan harga saham, sehingga menurunkan nilai pemegang saham Oleh
karena itu dengan kepemilikan institusional yang tinggi belum tentu meningkatkan nilai
perusahaan.
Penelitian ini didukung oleh penelitian Wahyudi dan Pawesti (2006) yang menemukan
bhawa meskipun kepemilikan institusional tinggi namun tidak berpengaruh terhadap nilai
perusahaan, Namun penelitian ini tidak mendukung penelitian dari Wening (2009) Semakin
besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan
dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
16
Prosentase Corporate Social Responsibility
Variabel Corporate social responsibility memiliki nilai yang signifikan terhadap Nilai
Perusahaan. Dengan nilai sig sebesar 0,001 < 0,05 yang berarti bahwa nilai sig 0,001 lebih
kecil dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa variabel corporate social responsibility signifikan
terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian H3 “Corporate Social Responsibility berpengaruh
positif terhadap Nilai Perusahaan “ diterima.
Hasil ini dikarenakan dalam pengambilan keputusan, perusahaan harus
mempertimbangkan berbagai masalah sosial dan lingkungan jika perusahaan ingin
memaksimalkan hasil keuangan jangka panjang yang nantinya dapat meningkatkan nilai
perusahaan. Semakin luas pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan
tahunan ternyata memberikan pengaruh terhadap volume perdagangan saham perusahaan
dimana terjadi lonjakan perdagangan pada seputar publikasi loparan tahunan sehingga
meningkatkan nilai perusahaan. Terjadinya lonjakan perdagangan juga mengakibatkan
meningkatnya jumlah laba, karena meningkatnya penjualan dan pengungkapan tanggung
jawab social yang banyak, dan akan mengakibatkan investor tertarik untuk
menginvestasikan sahamnya ke perusahaan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dapat meningkatkan nilai
perusahaan, hal ini diakibatkan karena dengan adanya pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan yang tinggi maka akan direspon positif oleh investor sehingga banyak
investor yang berinvestasi pada perusahaan tersebut yang menyebabkan meningkatnya nilai
perusahaan
Penelitian ini mendukung penelitian dari Rika dan Islahuddin, (2008) mengemukakan
bahwa Nilai perusahaan akan terjamin tumbuh secara berkelanjutan jika perusahaan
memperhatikan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup karena keberlanjutan
merupakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan ekonomi, lingkungan dan
masyarakat
SIMPULAN DAN KETERBATASAN
Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang digunakan sesuai dengan tujuan hipotesis
yang dilakukan dengan analisis regresi linier berganda. Dari tiga hipotesis yang diajukan,
ada satu hipotesis yang ditolak dan dua hipotesis diterima. (1)Variabel kepemilikan
manajemen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, diterima. Yang berarti bahwa
semakin besar kepemilikan saham oleh manajemen maka berkurang kecenderungan
manajemen untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya sehingga mengakibatkan
kenaikan nilai perusahaan. Kepemilikan manajemen yang tinggi juga mengakibatkan kinerja
para manajemen yang maksimal, sehingga kepemilikan saham yang dimiliki oleh dewan
direksi, manajemen, manajer dapat meningkatkan mekanisme nilai perusahaan. (2)Variabel
kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, ditolak. Yang
berarti bahwa dengan adanya kepemilikan institusional yang tinggi dapat berdampak pada
penurunan harga saham perusahaan dipasar modal sehingga kepemilikan institusional
belum mampu menjadi mekanisme yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. (3) Variabel
corporate social responsibility berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, diterima.
Aktivitas CSR diyakini sebagai sarana untuk meningkatkan citra perusahaan sehingga
diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan yang tinggi maka akan direspon positif oleh investor sehingga
banyak investor yang berinvestasi pada perusahaan tersebut yang menyebabkan
meningkatnya nilai perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
17
Keterbatasan
Keterbatasan utama dalam penelitian ini yaitu (1) Data populasi dalam penelitian ini hanya
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia hanya pada tahun 2012. (2)
Data yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar berupa data laporan tahunan
perusahaan dan data yang diperoleh dari ICMD sehingga tidak semua item di dalam daftar
pengungkapan social diungkapkan secara jelas sebagaimana di dalam laporan
keberlanjutan. (3) Daftar item pengungkapan corporate social responsibility hanya berdasarkan
peraturan BAPEPAM, dan diperoleh menurut Sayekti dan Wondabio (2007).
DAFTAR PUSTAKA
Diyah, P dan W. Erman. 2009.Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan
Keputusan Keuangan sebagai Variabel Intervening. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi
Ventura 2(1): 71-86.
Faizal. 2004. Analisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan dan Mekanisme Corporate
Governance. Simposium Nasional Akuntansi VII Denpasar Bali. 2-3 Desember.
Farshid, N. dan V. Naiker. 2006. Institutional ownership and Corporate Value. Journal of
Managerial Finance 32(1): 247-256.
Haruman, T. 2008.Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Keputusan Keuangan dan Nilai
Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XI Pontianak.
Hendriksen, E.S. dan B. Michael. 2000.Teori Akunting. Edisi 5. Interaksara. Batam.
Jensen, M. dan W. Meckling. 1976.Theory of the firm managerial behavior, agency costs and
ownership structure. Journal of Financial Economics 3: 305-60.
Kasali, R. 2005. Manajemen Public Relations Konsep dan Aplikasi Di Indonesia. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Murwaningsih, E. 2009. Hubungan Corporate Governance, Corporate Social Responsibility
dan Corporate Financial Performance dalam Satu Continum. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan 11(1).
Nurhayati, R. et al. 2006. Natural Environment Disclosures of Indonesian Listed Company. Paper
Submission at AFAANZ Conference. Welington New Zealand. Juli 2006.
Nugroho, Y .2005. Tanggungjawab dan Keberlanjutan. http://audentis.wordpress.com/.28
Desember 2009.
Nurlela, R. dan Ishlahuddin. 2008. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai
Perusahaan dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating.
Simposium Nasioanal Akuntansi XI. Pontianak.
Rejeki, S. 2007. Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan dan Rasio
Perputaran Persediaan Terhadap Pemilihan Metode Persediaan pada Perusahaan
Manufaktur Go Public di BEJ Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi.
Universitas Semarang. Semarang.
Sayekti, Y. dan L.S. Wondabio. 2007. Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Earning Response
Coefficient. Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar 26-28 Juli.
Siallagan, H. dan M. Machfoedz. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan
Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.23-26 Agustus 2006.
Sukamulja. 2004. Good Corporate Governance di Sektor Keuangan: Dampak GCG Terhadap Kinerja
Perusahaan (Kasus di Bursa Efek Jakarta). Benefit 8(1): 1-25.
Suranta, E. dan P.P. Midiastuty. 2003. Analisis Hubungan Struktur Kepemilikan Manajerial,
Nilai Perusahaan dan Investasi dengan Model Persamaan Linear Simultan. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia 6(1): 54-68.
Suripto, B. 1999. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Sukarela
dalam Laporan Tahunan. Simposium Nasioanal Akuntansi. Malang.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
18
Tarjo. 2008. Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusiona dan Leverage Terhadap
Manajemen Laba, Nilai Pemegang saham serta Cost of Equity Capital. Simposium
Nasioanal Akuntansi XI. Pontianak.
Wahidawati. 2002. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional pada
Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia 5(1): 1-16.
Wahyudi, U. dan P.H. Pawestri. 2005. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai
Perusahaan : Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening. Simposium
Nasional Akuntansi IX. Padang 23-26 Agustus.
Wening, K. 2009. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan.
Jakarta.
●●●
.
Download