FISCAL SPACE TENTUKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR

advertisement
FISCAL SPACE TENTUKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR DIMASA DEPAN
FISCAL SPACE TENTUKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR DI MASA DEPAN
Infrastruktur merupakan Social Overhead Capital (SOC) dimana pemerintah menjadi penanggung
jawab utama. Pemerintah bertanggung jawab penuh terhadap segala konsekuensi dalam
pembangunan infrastruktur yang tidak terlepas dari fiscal space (kemampuan fiskal) yang dimiliki
pemerintah Indonesia. Hal ini disampaikan Staf Ahli Menteri PU Bidang Ekonomi dan Investasi
Sumaryanto Widayatin, Kamis (27/7) di Jakarta.
Sumaryanto mengatakan, infrastruktur merupakan salah satu roda penggerak pertumbuhan
ekonomi yang terpenting. Pengeluaran biaya pembangunan infrastruktur di Indonesia terus
menurun dari 5,3 % terhadap GDP / Gross Domestic Product (1993/1994) menjadi sekitar 2,3 %
(2005 hingga sekarang). Hal ini dapat dilihat dari pembangunan jalan beraspal yang hanya
mencapai 47 %, konsumsi tenaga listrik low income country yang hanya mencapai 350 kwh per
kapita dengan tingkat kebocoran lebih dari 12 %, product domestic bruto telekomunikasi yang
hanya mencapai 822 per kapita, dan layanan air minum sekitar 33 % dari jumlah penduduk di
perkotaan dan pedesaan yang mencapai 6,2 %.
Menengok pengalaman negara lain kata Sumaryanto, seperti Philipine dan negara Amerika Latin
(Honduras, Peru, Argentina, dsb) yang mendorong proyek Public Private Partnership (PPP) secara
berlebihan, mengakibatkan negara tersebut mengalami fiscal problem. Selanjutnya terjadinya fiscal
liability (kebangkrutan fiskal), karena tidak disesuaikannya pembangunan proyek PPP denganfiscal
space yang dimiliki negara tersebut.
Menurut Sumaryanto, apabila Indonesia tidak berhati-hati dalam pembangunan proyek PPP, maka
Indonesia dapat mengalami hal sama seperti dialami Philipina dan Negara-negara di Amerika Latin
yakni fiscal liability. Dia mencontohkan program pembangunan jalan tol Trans-Java sepanjang
1900 km yang direncanakan 5 tahun dan menelan biaya ± Rp 140 triliun padahal saat ini Indonesia
sedang mengalami defisit fiscal.
Dia menegaskan, Public Private Partnership dalam pembangunan infrastruktur selain bertujuan
untuk mencapai efisiensi, keandalan dan kesinambungan pelayanan, peningkatan kualitas
pelayanan, serta pendorong penciptaan lapangan kerja, juga bertujuan bukan sekedar menggeser
dari pembiayaan pemerintah ke swasta. Yang terpenting adalah dibuatnya PublicPrivate
Partnership project yang disertai dengan government support yang jelas, sehingga mendorong
investor untuk terlibat dalam pembangunan infrastruktur yang ada di Indonesia.
page 1 / 2
Contoh lain, tambah Sumaryanto dalam proyek pembangunan ruas tol Depok-Antasari, sebelum
proyek tersebut ditenderkan perlu dibentuk Land Banking Institution yang akan membiayai ganti
rugi lahan yang terkena proyek ruas tol tersebut. Kalau ini bisa dilakukan, pembangunan jalan tol
akan berjalan dengan lancar. (Mrcl)
Pusat Komunikasi Publik
270706
page 2 / 2
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Download