1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan suatu penyakit yang dicirikan dengan pertumbuhan dan
penyebaran sel abnormal yang dapat menimbulkan kematian bila penyebarannya
tidak terkendali. Salah satu jenis penyakit kanker dengan tingkat prevalensi tinggi
adalah kanker payudara. Kanker payudara termasuk dalam kategori lima besar
penyakit paling mematikan di dunia. Kanker payudara merupakan kanker yang
paling sering terjadi pada wanita dengan perkiraan kejadian sebanyak 1,38 juta
kasus baru per tahun (Eccles et al., 2013). Di Indonesia, tingkat kematian akibat
kanker payudara adalah 20,25% per 100.000 penduduk dengan menduduki
peringkat ke 45 dunia (WHO, 2014). Pada kasus kanker payudara, salah satu
penyebab pertumbuhan sel payudara yang tak terkendali adalah terjadinya
abnormalitas pada ekspresi protein Human Epidermal Receptor 2 (HER2) dan
dapat dibedakan menjadi kanker payudara HER2 positif (terjadi overekspresi
protein HER2) dan kanker payudara HER2 negatif (protein HER2 tidak
overekspresi). Penderita kanker payudara yang disertai ekspresi HER2 lebih tinggi
diketahui lebih responsif terhadap pengobatan dibanding yang HER-2 negatif.
Sekitar 15-20% kasus penyakit kanker payudara merupakan jenis HER2 positif
(Perou et al., 2006).
HER2 merupakan anggota dari epidermal growth factor receptor (EGFR).
Dalam kondisi yang normal, protein HER2 berfungsi sebagai regulator proliferasi
dan pertumbuhan sel-sel payudara. Namun, ketika mengalami mutasi, HER2
1
2
mampu mempengaruhi proliferasi sel tumor secara terus menerus (Laskin and
Sandler, 2004). Protein HER2 yang berlebih terbukti menjadi salah satu onkogen
atau stimulator pertumbuhan sel kanker yang potensial. Ekspresi berlebih reseptor
HER2 menyebabkan terjadinya peningkatan reseptor antiapoptosis Bcl-2 dan
survivin sehingga terjadi inaktivasi caspase dan induktor apoptosis sehingga
memicu proliferasi sel kanker payudara terus-menerus (Siddiqa et al., 2008). Hasil
penelitian sebelumnya melaporkan bahwa aktivasi reseptor-reseptor yang
berperan dalam migrasi dan invasi sel kanker dapat terjadi akibat ekspresi berlebih
HER2 (Wolf-Yadlin et al., 2006). Overekspresi HER2 mampu menginduksi
dimerisasi secara spontan dan terjadi autofosforilasi dan memicu terjadinya
aktivasi focal adhesion kinase (FAK) sehingga mampu menginduksi terjadinya
proses migrasi dan metastasis sel kanker (Johnson et al., 2010).
Terapi pengobatan yang banyak digunakan dalam penanganan kasus
kanker payudara yang tertarget pada HER2 adalah dengan memanfaatkan agen
kemoterapi berupa obat sintesis seperti lapatinib dan monoclonal antibody seperti
trastuzumab dan pertuzumab. Lapatinib memiliki mekanisme sebagai inhibitor
tyrosine kinase (TKI) pada reseptor HER2 (Wood et al., 2004) sedangkan
trastuzumab dan pertuzumab memiliki mekanisme aksi dengan menghambat
dimerisasi pada reseptor HER2 dengan target epitop yang berbeda (Franklin et al.,
2004). Namun, saat ini lapatinib dan trastuzumab telah resisten terhadap
penanganan kasus kanker payudara HER2 positif (Kute et al., 2004; Mitra et al.,
2009). Hal ini terjadi karena mekanisme escaping pada interaksi HER2 dengan
reseptor lain yang tidak memiliki reseptor tirosin kinase sehingga mampu
meningkatkan progresi sel tumor dan resistensinya terhadap agen kemoterapi
3
(Nahta, 2012). Oleh karena itu, penghambatan terhadap ekspresi HER2 pada sel
kanker payudara menjadi sangat penting.
Salah satu tanaman yang telah diteliti terkait potensinya sebagai agen
sitotoksik pada beberapa sel kanker adalah rumput mutiara (Hedyotis corymbosa
[L.] Lamk). Secara empiris, rumput mutiara digunakan untuk terapi apendisitis
dan peritonitis di Cina, kemudian sekarang dikembangkan sebagai antikanker.
Tanaman rumput mutiara diketahui mengandung senyawa asam ursolat, asam
oleat, asperulosid, asam oleanolat, hentriacontane, stigmasterol, α-sitosterol, βsitosterol, asam p-kumarat, benzoil skandosid metil ester, dan glikosida flavonoid
(Sivapraksam et al., 2014).
Menurut Chen et al. (2005), rumput mutiara
mengandung asam ursolat dalam jumlah sekitar 0,4 % dari bahan simplisia.
Ekstrak rumput mutiara diketahui memiliki aktivitas sebagai agen
antikanker dan kemoprevensi (Sivapraksam et al., 2014). Rumput mutiara telah
diteliti memiliki aktivitas antikanker pada beberapa cell line seperti HepG2, HT29, MCF-7, T47D, dan WiDr. Ekstrak etanolik rumput mutiara memiliki aktivitas
sitotoksik pada sel MCF-7 dengan nilai IC50 sebesar 77 µg/ml (Haryanti et al.,
2009), sel T47D dengan nilai IC50 sebesar 62 µg/ml (Andriyani et al., 2011) dan
pada sel WiDr dengan nilai IC50 sebesar 80 µg/ml (Meiftasari, 2014).
Namun, pengamatan aktivitas sitotoksik ekstrak etanolik rumput mutiara
(Hedyotis corymbosa L.) pada sel kanker payudara yang overekspresi HER2
belum pernah diteliti. Oleh karena itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat
menjadi dasar dalam pengembangan ekstrak rumput mutiara (ERM) pada sel
kanker payudara bertarget molekuler pada HER2 menggunakan model sel kanker
payudara MCF-7 yang mengekspresikan protein HER2 berlebih (MCF-7/HER2).
4
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ekstrak rumput mutiara (ERM) memiliki aktivitas sitotoksik pada sel
kanker payudara MCF-7/HER2?
2. Apakah ekstrak rumput mutiara (ERM) mampu menghambat ekspresi protein
HER2 pada sel kanker payudara MCF-7/HER2?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri potensi ekstrak etanolik rumput
mutiara sebagai agen sitotoksik bertarget molekuler pada HER2.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui aktivitas sitotoksik ERM terhadap sel kanker payudara MCF7/HER2 serta nilai IC50-nya.
b. Mengkaji pengaruh ERM terhadap penghambatan ekspresi reseptor HER2
pada sel kanker payudara MCF-7/HER2.
D. Urgensi Penelitian
Penelitian ini menjadi sangat penting bagi mahasiswa, institusi, ilmu
pengetahuan, dan masyarakat. Bagi mahasiswa dan institusi penelitian ini dapat
menjadi salah satu sarana peningkatan kualitas penelitian dan menjadi bahan
publikasi pada jurnal ilmiah sehingga dapat menambah kekayaan informasi dan
menjadi acuan data untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Bagi ilmu
pengetahuan, penelitian ini menjadi penting karena menjadi sumber informasi dan
sumber data yang valid dalam pengembangan ekstrak etanolik rumput mutiara
5
(Hedyotis corymbosa L.) sebagai agen sitotoksik pada sel kanker payudara yang
overekspresi HER2. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menjadi tambahan
sumber informasi bagi masyarakat Indonesia mengenai tanaman yang memiliki
aktivitas sebagai antikanker.
E. Tinjauan Pustaka
1. Kanker Payudara dan Sel MCF-7/HER2
Kanker merupakan golongan penyakit mematikan yang disebabkan
proliferasi sel yang abnormal dan tidak terkendali. Pemicu terjadinya kanker
dapat disebabkan baik oleh faktor internal (mutasi genetik, hormon, sistem
imun dan mutasi pada sistem metabolisme) maupun faktor eksternal (asap
rokok, zat kimia, radiasi dan organisme penginfeksi). Sel kanker tumbuh
secara tidak beraturan dan menjadi berbeda dengan sel normal (Gonzalez,
2005). Adanya mutasi gen-gen regulator yang berfungsi untuk mengatur
homeostasis normal seluler turut dapat menyebabkan penyakit kanker.
Regulator terbagi menjadi regulator positif (oncogene) dan negatif (tumor
suppressor gene). Regulator positif yang dapat termutasi dan mengalami
peningkatan ekspresi, sehingga dapat memicu proliferasi sel. Begitu pula pada
gen regulator negatif yang dapat mengalami mutasi sehingga reseptor
fungsionalnya menjadi inaktif, sehinga sel kehilangan kontrol untuk
menghentikan aktivasi proliferasi sel yang abnormal, contohnya mutasi gen
p53 (DeVita et al., 2011).
Kanker payudara merupakan jenis kanker akibat terjadi penyerangan
pada membran mukosa dan kelenjar payudara terutama pada ductus (saluran
yang menyalurkan susu) sebanyak 86% dan lobus (kelenjar susu tempat
6
produksi susu) sebanyak 14%. Kanker payudara terjadi ketika sel-sel pada
payudara tumbuh tidak terkendali dan mampu menginvasi jaringan tubuh yang
lain (Keitel and Kopala, 2002). Penyakit ini termasuk penyakit yang sangat
kompleks baik secara klinis, morfologi, maupun secara molekuler (Eroles et
al., 2009) karena terjadi akibat mutasi pada onkogen c-myc, ERBB2 dan Ras,
maupun mutasi pada gen BRCA1 (breast cancer type 1), BRCA2 (breast
cancer type 2) dan gen p53, atau inaktivasi gen p53 yang mengakibatkan
terjadinya kanker payudara karena hilangnya fungsi sebagai gen tumor
supresor (Ruddon, 2007). Proses proliferasi sel kanker payudara diinisiasi oleh
adanya ekspresi berlebih beberapa reseptor seperti EERB (HER2), estrogen
reseptor (ER), dan progesteron reseptor (PR) yang merupakan reseptor
predisposisi kanker payudara (Eccles, 2001).
Salah satu jenis pemodelan sel kanker payudara yaitu sel kanker
payudara MCF-7 yang merupakan jenis continuous cell line yang diisolasi dari
pleural effusion breast adenocarcinoma seorang pasien wanita Kaukasian
berumur 69 tahun, golongan darah O, dengan Rh positif. Sel ini dapat tumbuh
dalam media pertumbuhan DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium)
dengan penambahan 10% FBS (Fetal Bovine Serum) dan PenicilinStreptomycin 1% (ATCC, 2014). Sel ini bersifat adherent (melekat), memiliki
reseptor ER-α (Zampieri et al., 2002), memiliki eskpresi berlebih Pglycoprotein (Davis et al., 2003) dan B cell lymphoma (Bcl)-2 (Amundson et
al., 2000), serta tidak mengekspresikan caspase-3 sehingga mampu melakukan
proliferasi sel (Simstein et al., 2010).
7
Sel kanker payudara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sel
kanker payudara MCF-7 ekspresi berlebih HER2 (MCF-7/HER2). Sel kultur
MCF-7/HER-2 dibuat dengan cara mentransfeksikan gen pcDNA5/TO-HER-2
yang telah terkonjugasi dengan gen resisten antibiotik hygromicin dan ditanam
didalam media yang mengandung antibiotik hygromicin (Zhao et al., 2012).
Konjugasi gen resisten antibiotik hygromicin bertujuan untuk memastikan
bahwa sel yang hidup merupakan sel MCF-7 yang telah tertransfeksi gen
HER2 (Yang et al., 2006). Berdasarkan uji western blot, terjadi peningkatan
ekspresi protein HER2 pada sel MCF-7/HER2 hingga 3 kali lipat
dibandingkan dengan sel MCF-7 wild type (Zhao et al., 2012).
2. Human Epidermal Receptor 2 (HER2)
Human Epidermal Receptor 2 (HER2 atau HER2/neu) merupakan
salah
satu
anggota
dari
erbB/epidermal
growth
factor
receptor
(EGFR)/reseptor tirosin kinase kelas I. Gen HER2 menyandi 185 kDa reseptor
sehingga HER2 juga dikenal sebagai p185HER2. Protein HER2 mempunyai
karakteristik struktur yang terdiri dari ligan ekstraseluler (extracellular ligandbinding domain), suatu transmembran, tyrosine kinase domain, dan ujung
karboksil terminal. HER2 adalah salah satu dari empat anggota keluarga HER
dari reseptor tirosin kinase transmembran. Jalur transduksi sinyal HER2
melalui dimerisasi dan autofosforilisasi dengan reseptor lain dari anggota HER
(HER1 atau EGFR, HER3, HER4). ReseptorHER2 diketahui memiliki
pengaruh dalam proliferasi sel tumor, survival, dan kemampuan menginvasi
jaringan dan angiogenesis (Laskin and Sandler, 2004).
8
Protein
HER2
memiliki
peran
dalam peningkatan
reseptor
antiapoptosis Bcl-2 dan survivin melalui aktivasi jalur MAP kinase dan PI3KAkt. Jalur MAP kinase memiliki kemampuan dalam memfosforilisasi IĸB
sehingga terbentuk kompleks IĸB dengan NFĸB sehingga NFĸB lepas dan
menjadi faktor transkripsi dan masuk ke dalam nukleus sehingga terjadi
proliferasi sel (Siddiqa et al., 2008).
Gambar 1. Jalur Sinyal pada HER2. Aktivasi HER2 melalui dimerisasi (heterodimer atau
homodimer) akan mengaktivasi protein downstream sehingga mempengaruhi proliferasi
(Kruser and Wheeler, 2010)
Katalisis transfer fosfat dari ATP ke gugus –OH tirosis pada reseptor
target merupakan mekanisme kerja dari anggota reseptor kinase, yaitu suatu
reseptor transmembran. Aktivasi reseptor tirosin kinase (RTK) terjadi apabila
berada dalam konformasi dimer. Dimerisasi RTK menyebabkan terjadinya
autofosforilisasi pada residu asam amino. Adanya proses automerisasi mampu
memicu aktivasi jalur RAS/RAF/MAPK (Konkimalla et al., 2009). Faktor
transkripsi NFĸB dari jalur MAP kinase mampu mempengaruhi peningkatan
9
ekspresi Bcl-2 dan survivin, suatu reseptor antiapoptosis. Jalur PI3K/Akt
mampu mengaktivasi IKK. IKK akan mendegradasi IĸB, sehingga faktor
transkripsi NFĸB bebas dan terjadi proses seperti sebelumnya sehingga sel
akan terus membelah dan dibutuhkan konsentrasi agen kemoterapi yang lebih
tinggi untuk dapat menghambat proliferasi sel (Siddiqa et al., 2008). Oleh
karena itu, penghambatan aktivasi HER2 pada ATP binding site menjadi target
pengembangan dalam penemuan obat yang bertarget molekuler pada sel
kanker payudara (Vora et al., 2009).
Contoh obat yang memiliki aktivitas penghambatan tertarget pada
reseptor HER2 yaitu lapatinib dan trastuzumab. Lapatinib merupakan suatu
small molecule, yang memiliki BM 581,06 g/mol dengan rumus molekul
C29H26ClFN4O4S. Lapatinib bertindak sebagai inhibitor tyrosine kinase (TKI)
pada HER1 (EGFR) dan HER2. Lapatinib beraksi pada ATP binding site
HER1 (EGFR) dan HER2 sehingga menghambat terjadinya proses
fosforilisasi dan jalur downstream yang mengatur proliferasi sel seperti
ERK1-2 dan PI3K-Akt (Medina and Goodin, 2008). Namun yang menjadi
kendala saat ini, pengobatan kanker payudara HER2 positif menggunakan
lapatinib telah mengalami resitensi. Beberapa mekanisme yang menyebabkan
terjadinya resistensi yaitu karena inaktivasi obat oleh enzim pemetabolisme,
pengeluaran obat oleh Pgp, adanya mutasi target obat, serta adanya ekspresi
berlebih reseptor HER2, serta jalur pengalihan sinyal HER2 dengan interaksi
dengan HER3 (Davis et al., 2003; Sergina et al., 2007). Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu alternatif dalam pengobatan kanker payudara dengan target
pada protein HER2.
10
3.
Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa L.)
Rumput mutiara (Hedyotis corymbosa L.) merupakan anggota suku
rubiaceae. Rumput mutiara tumbuh rindang berserak pada tanah lembab ditepi
jalan, pinggir selokan, atau di tanah telantar. Terna dengan dengan tinggi 1550 cm ini memiliki daun yang terletak berhadapan bersilangan, helai daun
bentuk lanset dan berwarna hijau muda. Bunga majemuk 2-5, keluar dari
ketiak daun, berbentuk payung warna putih. Buah bulat dengan ujung pecahpecah (Wijayakusuma et al., 1992).
Gambar 2. Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa L.) (Sivapraksam et al., 2014)
Klasifikasi rumput mutiara adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiaceae
Genus
: Hedyotis/ Oldenlandia
Spesies
: Hedyotis corymbosa Linn.
Sinonim
: Oldenlandia corymbosa L.
(United States Department of Agriculture, 2000)
Berdasarkan studi fitokimia yang dilakukan, rumput mutiara
mengandung senyawa asam ursolat, asam oleat, asperulosid, asam oleanolat,
11
hentriacontane, stigmasterol, α-sitosterol, β-sitosterol, asam p-kumarat,
benzoilskandosidmetilester, dan glikosida flavonoid. Asam ursolat ini yang
dipercaya
memperantarai
aktivitas
antikanker
dari
rumput
mutiara
(Sivapraksam et al., 2014).
Gambar 3. Struktur asam ursolat (Liu et al., 1995)
Senyawa asam ursolat (3β-Hydroxyl-12-ursen-28-ic acid) merupakan
triterpen pentasiklik dengan jumlah yang cukup banyak terkandung dalam
rumput mutiara. Senyawa asam ursolat memiliki kemampuan menginduksi
apoptosis melalui penghambatan aktivasi NF-κB dengan menekan jalur IκBa
kinase dan fosforilasi p65/RelA (Shisodia et al., 2003), menurunkan regulasi
dari cell survival (Bcl-xL, Bcl-2, cFLIP, dan survivin) (Prasad et al., 2012),
serta menghambat proliferasi sel kanker melalui beberapa jalur, seperti Cyclin
D1, Cyclin E, EGFR, dan HER2 (Shanmugam et al., 2013).
Gambar 4. Target molekuler senyawa asam ursolat. Secara umum, asam ursolat memiliki
aktivitas sebagai anti inflamasi, anti proliferasi, dan efek pro apoptosis pada berbagai jenis sel
kanker melalui modulasi beberapa sinyal onkogen, seperti NF-κB, STAT3, dan TRAIL
(Shanmugam et al., 2013)
12
Asam ursolat diketahui dapat menghambat fosforilasi IκB kinase
sehingga tidak mampu mengaktivasi NF-κB (Shisodia et al., 2003). Kompleks
protein NF-κB yang tidak teraktivasi menyebabkan penurunan ekspresi
protein survivin dan protein anti apoptosis (Heer and Mehan, 2013) sehingga
dapat menginduksi terjadinya apoptosis. Pada jalur HER2, sinyal pada HER2
dapat memicu stimulasi jalur NF-κB, yang menyebabkan obat anti-HER2
mampu menghambat aktivasi NF-κB dengan menghambat jalur kompleks
IKK, menguatkan dugaan bahwa terdapat hubungan yang erat antara HER2
dan NF-κB (Bailey et al., 2014). Pada sel kanker payudara MCF-7, asam
ursolat dapat menghambat FoxM1 yang berperan dalam proliferasi sel (Wang
et al., 2012), menghambat migrasi dan invasi melalui penghambatan dengan
memodulasi c-Jun N-terminal kinase dan PI3K/Akt (Yeh et al., 2010).
Gambar 5. Jalur yang dimodulasi oleh asam ursolat. Beberapa faktor transkripsi,
protein kinase, dan jalur biomolekuler yang terlibat dalam sel tumor seperti proliferasi,
angiogenesis, metastasis, survival, dan apoptosis dapat dipengaruhi oleh asam ursolat
(Shanmugam et al., 2013).
Penelitian Chen et al., (2005) menunjukkan bahwa asam ursolat
memiliki aktivitas sitotoksik yang sangat baik pada sel MDA-MB-231, dan
MCF-7 dengan IC50 berturut-turut 1,49 µg/ml, dan 4,7 µg/ml. Kombinasi
senyawa asam ursolat dengan doxorubicin memiliki efek yang sinergis pada
sel kanker payudara MCF-7 serta memperlihatkan pemhambatan siklus sel
13
pada fase G1 yang mengindikasikan terjadinya apoptosis (Haryanti et al.,
2009). Berdasarkan hasil penelitian Hsu (1998), senyawa aktif yang terdapat
dalam rumput mutiara adalah asam ursolat dan asam oleanolat yang dapat
menghambat pertumbuhan sel Hep-2B. Pada beberapa penelitian sebelumnya,
ekstrak etanolik rumput mutiara memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker
kolon WiDr dengan nilai IC50 sebesar 80 µg/ml serta meningkatkan
sensitivitas sel kanker kolon WiDr terhadap sitotoksisitas 5-fluorourasil (5FU) secara sinergis (Meiftasari, 2014) dan bersifat sitotoksik pada sel kanker
payudara T47D dengan nilai IC50 sebesar 62 µg/ml (Andriyani et al., 2011),
sel kanker payudara MCF-7 dengan nilai IC50 sebesar 77 µg/ml serta mampu
meningkatkan efek sitotoksik agen kemoterapi doxorubicin pada sel MCF-7
(Haryanti et al., 2009).
F. Landasan Teori
Salah satu penyebab kanker payudara adalah overekspresi HER2.
Adanya mutasi pada HER2 dapat menyebabkan proliferasi sel yang bersifat
abnormal. Oleh karena itu, terjadinya overekspresi protein HER2 mampu
menyebabkan proliferasi sel kanker payudara secara terus menerus dan tidak
terkendali. Untuk itu, diperlukan suatu bahan alam yang potensial untuk
menghambat overekspresi HER2. Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai
agen antikanker adalah rumput mutiara (Hedyotis corymbosa L.). Kandungan
asam ursolat dalam rumput mutiara memiliki aktivitas menekan pertumbuhan
tumor, menginhibisi promosi tumor, menekan angiogenesis, dan menginhibisi
proliferasi sel. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol
14
rumput mutiara (ERM) memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker kolon
WiDr, sel kanker payudara MCF-7 dan T47D serta bersifat sinergis dengan
agen kemoterapi 5-Fluorourasil dan Doxorubicin. Sehingga, diprediksi
Ekstrak Rumput Mutiara (ERM) bersifat sitotoksik pada sel kanker payudara
MCF-7 overekspresi protein HER2.
Protein HER2 memiliki peran dalam memicu downstream jalur RTK
yakni jalur RAS, MAPK dan PI3K serta memiliki peran dalam peningkatan
reseptor antiapoptosis Bcl-2 dan survivin melalui aktivasi jalur MAP kinase
dan
PI3K-Akt.
Jalur
MAP
kinase
memiliki
kemampuan
dalam
memfosforilisasi IĸB sehingga terbentuk kompleks IĸB dengan NFĸB
sehingga NFĸB lepas dan menjadi faktor transkripsi dan masuk ke dalam
nukleus sehingga terjadi proliferasi sel abnormal apabila terjadi mutasi pada
HER2. Asam ursolat yang terkandung dalam rumput mutiara diketahui dapat
menghambat fosforilasi IκB kinase sehingga tidak mampu mengaktivasi NFκB kemudian memicu penurunan ekspresi protein survivin dan protein anti
apoptosis, serta memodulasi jalur PI3K/Akt sehingga dapat menginduksi
terjadinya apoptosis pada sel. Oleh karena itu, pemberian ERM diprediksi
dapat menghambat pertumbuhan sel kanker serta menghambat jalur
downstream HER2 pada sel kanker payudara MCF-7/HER2.
G. Hipotesis
1.
Ekstrak etanolik rumput mutiara (ERM) memiliki aktivitas sitotoksik terhadap
sel kanker payudara MCF-7/HER2.
15
2. Ekstrak etanolik rumput mutiara mampu menghambat ekspresi reseptor HER2
pada sel kanker payudara MCF-7/HER2.
Download