1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat sumberdaya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase (UU 27, 2007). Hal ini umumnya terjadi karena semakin tingginya tingkat populasi manusia, khususnya di kawasan pesisir, sehingga perlu dicari solusinya. Pertumbuhan penduduk dengan segala aktivitasnya tidak bisa dilepaskan dengan masalah kebutuhan lahan. Pembangunan yang ditujukan untuk mensejahterakan rakyat yang ingin mendapatkan lahan khususnya di perkotaan telah mengantar pada perluasan wilayah yang tak terhindarkan. Hal ini menyebabkan manusia memikirkan untuk mencari lahan baru, terutama daerah strategis dimana terjadi aktivitas perekonomian yang padat seperti pelabuhan, bandar udara atau kawasan komersial lainnya. Akibat dari lahan yang ada arealnya terbatas sehingga kondisinya harus diubah menjadi lahan yang produktif untuk jasa dan kegiatan perkotaan. Salah satu jalan keluar yang dipilih untuk mengembangkan kota adalah dengan melakukan reklamasi perairan pantai sebagai upaya untuk menangani keterbatasan lahan tadi. Alasan lain dipilihnya reklamasi adalah bahwa pesisir dan laut merupakan harta milik bersama (common property), sehingga penimbunan pesisir relatif tidak berbenturan dengan kepentingan atau kepemilikan lahan, karena wilayah pesisir tidak dimiliki oleh seseorang (Dharmayanti, 2006). Pembangunan kawasan komersial jelas akan mendatangkan banyak keuntungan ekonomi bagi wilayah tersebut. Alasan yang digunakan disini adalah bahwa semakin banyak kawasan komersial yang dibangun maka akan menambah pendapatan asli daerah (PAD). Pantai Kamali yang berada di Kota Bau-bau, Provinsi Sulawesi Tenggara adalah salah satu pantai yang telah direklamasi pada tahun 2004, yaitu seluas 34.040 m2 dan diresmikan pembukaannya pada 18 Agustus 2005. Saat ini, pantai tersebut jadi ruang publik yang paling ramai dan merupakan magnet untuk rekreasi. Pembangunan tempat rekreasi di pantai tersebut merupakan suatu 2 usaha yang sesuai dengan konsep water front city dengan menciptakan perpaduan atau sinergi yang indah dan harmonis antara daerah laut dan daratan. Pembangunan ruang terbuka untuk umum di Pantai Kamali itu sesuai dengan jargon Kota Bau Bau yang terpampang di beberapa lokasi, dalam dialek Buton: "bolimo karo somanamo lipu" yang artinya "mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi". Reklamasi pantai telah memberikan keuntungan dan dapat membantu kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah pantai, pengembangan wisata bahari, dan lain‐lain. Namun bagaimanapun juga reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai, dan berpotensi menimbulkan gangguan pada lingkungan. Setiap kebijakan dalam rangka pembangunan dan pengembangan wilayah pasti akan membawa dampak positif (manfaat) dan dampak negatif (kerugian) dari aspek sosial budaya, ekonomi dan ekologi. Peranan ketiga aspek tersebut dalam suatu pembangunan mulai dari tahap perencanaan sampai pada pelaksanaan dan dampaknya, sangat menentukan keberhasilan dari pembangunan tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya suatu perencanaan yang matang dan terpadu serta pelaksanaan kebijakan pengelolaan pantai hasil reklamasi yang cermat, agar tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan kualitas pantai tercapai, dan menghindari terjadinya penurunan kualitas lingkungan perairan atau bahkan menimbulkan konflik sosial dan permasalahan penataan ruang lainnya. Persoalan reklamasi telah terjadi di beberapa tempat seperti di Pesisir Ternate, kawasan Pantura Jakarta, Teluk Manado dan di Pantai Dadap Tangerang. Tetapi penelitian yang telah dilakukan relatif belum terpadu, sehingga diperlukan suatu penelitian yang terpadu dalam rangka mendapatkan alternatif kebijakan yang meminimumkan dampak lingkungan dalam membuat dan menjalankan suatu kebijakan pembangunan. 3 1.2. Kerangka Pemikiran Kebijakan yang tidak efektif dapat berdampak pada penurunan kualitas lingkungan juga menimbulkan penurunan bidang sosial budaya yang akan mengakibatkan pembangunan reklamasi yang telah dilakukan menjadi sia-sia. Penelitian kebijakan diperlukan untuk menilai sejauh mana implementasi kebijakan tersebut selama ini. Hal tersebut juga sebagai upaya untuk mengembangkan kebijakan ke depan yang dapat memecahkan permasalahan yang ada. Pengembangan kebijakan ke depan idealnya harus diawali dengan mencari alternatif kebijakan dalam mengatasi dampak negatif dari suatu kebijakan. Dampak lingkungan hidup yang sudah jelas nampak di depan mata akibat proyek reklamasi itu adalah rusaknya ekosistem berupa hilangnya keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati yang diperkirakan akan punah akibat proyek reklamasi itu antara lain berupa hilangnya berbagai spesies mangrove, padang lamun, punahnya spesies ikan, kerang, kepiting, burung dan berbagai mahluk hidup lainnya. Dampak lingkungan lainnya dari proyek reklamasi pantai adalah meningkatkan potensi banjir. Hal itu dikarenakan proyek tersebut dapat mengubah bentang alam (geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) di kawasan reklamasi tersebut. Perubahan itu antara lain berupa tingkat kelandaian, komposisi sedimen sungai, pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai dan merusak kawasan tata air. Potensi banjir akibat proyek reklamasi itu akan semakin meningkat bila dikaitkan dengan adanya kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pemanasan global. Sementara itu, secara sosial rencana reklamasi pantai dipastikan juga dapat menyebabkan nelayan tradisional tergusur dari sumber‐sumber kehidupannya. Penggusuran itu terjadi karena kawasan komersial yang akan dibangun mensyaratkan pantai sekitarnya bersih dari berbagai fasilitas penangkapan ikan milik nelayan. Reklamasi pesisir pantai Kota Bau-bau dilakukan sejak tahun 2004 yang dimulai dengan penimbunan areal pantai yang sekarang di sebut oleh masyarakat dengan sebutan Pantai Kamali. Reklamasi ini telah menyebabkan hilangnya potensi sumberdaya hayati pesisir terutama beberapa biota laut yang selama ini 4 dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Bau-bau. Pengerukan dan penimbunan dalam proses reklamasi pantai ini juga telah menyebabkan kehancuran ekosistem berupa hilangnya keanekaragaman hayati yaitu padang lamun dan terumbu karang yang pernah ada di kawasan reklamasi tersebut, kemudian berubahnya bentang alam (geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) yang memungkinkan terjadinya perubahan arus laut sekitarnya yang dapat mengubah pola sedimentasi atau perubahan dan perpindahan sedimen yang sebelumnya tertampung pada wilayah reklamasi, sehingga memungkinkan terjadinya pendangkalan sungai di sekitar tempat itu. Sebenarnya sudah ada penelitian tentang reklamasi sebelumnya yaitu oleh Drakel (2004) tentang dampak reklamasi pantai terhadap kualitas perairan pesisir di Kota Ternate Provinsi Maluku. Basir (2005) tentang skenario modeling kebijakan reklamasi kawasan pantura terhadap sosial ekonomi masyarakat nelayan di Kecamatan Penjaringan DKI Jakarta. Karaunan (2007) tentang kajian pengelolaan ekosistem pesisir di sekitar reklamasi Teluk Manado Provinsi Sulawesi Utara, dan Dharmayanti (2006) tentang kajian persepsi stakeholder pada lokasi reklamasi Pantai Dadap Kabupaten Tangerang, namun penelitian yang selama ini di lakukan belum menyeluruh. Penelitian yang lebih komprensif perlu segera dilakukan untuk menjawab persoalan-persoalan yang ada, khususnya di Pantai Kamali Kota Bau-bau yaitu alternatif kebijakan pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi yang meminimumkan dampak lingkungan, sehingga pembangunan reklamasi yang telah dilakukan tidak sia-sia. Analisis atas beberapa aspek, seperti aspek sosial, ekonomi dan lingkungan yang dilakukan melalui analisis kondisi eksiting pra dan pasca reklamasi merupakan suatu langkah tepat untuk melakukan pengelolaan yang lebih otimal. Setelah mengetahui kondisi eksisting aspek-aspek tersebut tadi, maka selanjutnya diperlukan alternatif kebijakan melalui analysis hierarchy process (AHP) yang akan menghasilkan suatu kebijakan strategis sebagai arahan rekomendasi pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi yang meminimumkan dampak lingkungan kepada Pemkot Bau-bau. 5 Gambar 1. Kerangka pemikiran 1.3. Perumusan Masalah Sampai saat ini, masih menimbulkan multipersepsi banyak pihak terkait dengan dampak reklamasi ini terhadap sosial budaya, ekonomi dan lingkungan seperti yang diberitakan di berbagai media massa dan berbagai opini yang berkembang dalam masyarakat Kota Bau-bau. Degradasi lingkungan pesisir, berpengaruh begitu besar terhadap hilangnya potensi sumberdaya hayati pesisir terutama beberapa biota laut yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, dan dampak selanjutnya pada aspek sosial adalah hilangnya tempat rekreasi untuk mencari ikan bagi masyarakat setempat khususnya dan Kota Baubau umumnya. Menurut Baharuddin (2006) menyatakan bahwa reklamasi Pantai Kamali telah menyebabkan perubahan pada garis pantai, perubahan pola arus sehingga berdampak pada penumpukan sedimentasi di muara sungai. Dalam mewujudkan suatu pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) diperlukan suatu keterpaduan dan keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu maka muncul pertanyaan penelitian yaitu: 6 1. Bagaimana kondisi eksisting lingkungan, ekonomi dan sosial Pantai Kamali sebelum dan sesudah reklamasi di Kota Bau-bau. 2. Alternatif kebijakan apa yang sebenarnya diterapkan, terkait dengan upaya pengelolaan ekosistem Pantai Kamali hasil reklamasi di Kota Bau-bau yang meminimumkan dampak lingkungan. 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada, tujuan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Mengetahui kondisi eksisting lingkungan, ekonomi dan sosial masyarakat dan pengguna Pantai Kamali sebelum dan sesudah reklamasi di Kota Bau-bau. 2. Mendapatkan alternatif kebijakan tepat, terkait dengan upaya pengelolaan ekosistem Pantai Kamali hasil meminimumkan dampak lingkungan. reklamasi di Kota Bau-bau yang