7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Landasan Teori
Menurut Stepen P. Robbins dan Mary Coulter (2004, p6) manajemen adalah proses
pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut diseleseikan
secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.
Dalam manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen :
1. Perencanaan adalah fungsi manajemen yang mencakup proses yang mendefinisikan
sasaran, menetapkan strategi untuk mencapai sasaran itu, dan menyusun rencana
untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan sejumlah kegiatan.
2. Pengorganisasian adalah fungsi manajemen yang mencakup proses menentukan
tugas apa yang harus dilakukan, siapa yang harus melakukan, bagaimana cara
mengelompokan tugas-tugas itu, siapa harus melapor kesiapa, dan dimana
keputusan itu harus dibuat.
3. Memimpin adalah fungsi manajemen yang mencakup memotivasi bawahan,
mempengaruhi individu atau tim sewaktu mereka bekerja, memiliki saluran
komunikasi yang paling efektif, dan memecahkan dengan berbagai cara masalah
perilaku karyawan.
4. Pengendalian adalah fungsi manajemen yang mencakup memantau kinerja actual
dengan standar dari membuat koreksinya, jika perlu.
Proses manajemen adalah serangkaian keputusan dan kegiatan kerja yang sedang
terjadi yang dialami oleh para manajer sewaktu mereka merencanakan, mengorganisasi,
memimpin dan mengendalikan.
7
8
2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
Berdasarkan pendapat Robert dan Jackson (2003, pp4-5), Human Resource (HR)
Management is the design of formal system in an organization to ensure effective and
efficient use of human talent to accomplish organizational goals. Manajemen sumber daya
manusia merupakan perancangan sistem formal dari suatu organisasi, yang digunakan untuk
memastikan keefektifan dan keefisienan dari kemampuan karyawan dalam memenuhi tujuan
organisasi.
Manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara
bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh
individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai
tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. MSDM
didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia - bukan mesin - dan
bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian MSDM menggabungkan beberapa bidang
ilmu seperti psikologi, sosiologi, dll.
Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi
sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier,
evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik.
Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktek manajemen
yang mempengaruhi secara lansung sumber daya manusianya.
Human Resource Management (HRM) the policies and practices involved in carrying
out the ”people” or human resource aspects of management position, including recruiting,
screening, training, rewarding, and appraising. (Dessler, 2003, p2).
9
Berdasarkan pendapat Cushway (2002, pp4-6): Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM) merupakan bagian dari proses organisasi dalam mencapai tujuan. Setelah arah dan
strategi umum ditentukan, maka langkah berikutnya adalah merumuskan tujuan yang lebih
tegas dan mengembangkan dalam bentuk rencana kerja. Tujuan tidak dicapai tanpa adanya
sumber yang diperlukan, termasuk sumber daya manusia. MSDM harus merupakan bagian
dari proses yang menentukan apa yang diperlukan oleh manusia, bagaimana menggunakan
manusia, bagaimana memperolehnya, dan bagaimana mengatur mereka. MSDM harus
diintegrasikan secara penuh dengan proses-proses manajemen yang lain.
Pekerjaan Manajemen Manajer Sumber Daya Manusia
Berdasarkan pendapat dari Dessler (2004, p2), fungsi-fungsi dasar yang dilakukan
oleh
semua
manajer
adalah:
perencanaan,
pengorganisasian,
penyusunan
staf,
kepemimpinan, dan pengendalian. Semuanya, disebut oleh para manajer sebagai proses
manajemen. Beberapa aktivitas spesifik yang terlibat dalam setiap fungsi meliputi:
Perencanaan. Menentukan sasaran dan standar-standar; membuat aturan dan
prosedur; menyusun rencana-rencana dan membuat perkiraan.
Pengorganisasian. Memberikan tugas spesifik kepada setiap bawahannya;
membuat divisi-divisi; mendelegasikan wewenang kepada bawahan; membuat jalur
wewenang dan komunikasi; mengkoordinasikan pekerjaan bawahan.
Penyusunan staf. Menentukan tipe orang yang harus dipekerjakan; merekrut
calon karyawan; memilih karyawan; menetapkan standar prestasi; memberikan kompensasi
kepada karyawan; mengevaluasi prestasi; memberikan konseling kepada karyawan; melatih
dan mengembangkan karyawan.
10
Kepemimpinan.
Mendorong
orang
lain
untuk
menyelesaikan
pekerjaan;
mempertahankan semangat kerja; memotivasi bawahan.
Pengendalian. Menetapkan standar seperti kuota penjualan, standar kualitas,
atau tingkat produksi; memeriksa untuk melihat bagaimana prestasi yang dicapai
dibandingkan dengan standar-standar ini; melakukan koreksi jika diperlukan.
Manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai,
dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka,
kesehatan, dan keamanan, serta masalah keadilan. Konsep-konsep dan teknik yang
dibutuhkan untuk menentukan aspek ”manusia” atau personil dalam pekerjaan manajemen.
Hal ini termasuk: (Dessler, 2004, p2)
a. Melakukan analisis pekerjaan (menentukan pekerjaan setiap karyawan)
b. Merencanakan kebutuhan tenaga kerja dan merekrut calon karyawan
c. Memilih calon karyawan
d. Mengarahkan dan melatih karyawan-karyawan baru
e. Mengatur upah dan gaji (memberikan kompensasi kepada karyawan)
f. Memberikan insentif dan keuntungan
g. Menilai prestasi
h. Berkomunikasi (mewawancara, memberikan konseling, mendisplinkan)
i. Melatih dan mengembangkan para manajer
j. Membangun komitmen karyawan
Dan para manajer harus mengetahui tentang:
a. Kesempatan yang sama dan tindakan yang disetujui
b. Kesehatan dan keamanan karyawan
c. Menangani keluhan dan hubungan pekerja
11
Manajemen Sumber Daya Manusia Penting untuk Semua Manajer
Konsep-konsep dan teknik–teknik penting bagi semua manajer karena bisa
menghindari dari beberapa kesalahan yang tidak diharapkan, seperti:
a. Mempekerjakan orang yang salah untuk pekerjaan tersebut.
b. Mengalami proses penggantian karyawan yang tinggi.
c. Orang-orang yang Anda andalkan tidak melakukan yang terbaik.
d. Menghabiskan waktu untuk wawancara yang tidak berguna.
e. Mengakibatkan perusahaan Anda dituntut di pengadilan karena melakukan
diskriminasi.
f. Mengakibatkan perusahaan Anda diawasi oleh pengawas undang-undang
keamanan pekerjaan federal karena tidak memperhatikan keamanan.
g. Mengakibatkan sebagian karyawan berpikir bahwa gaji mereka tidak adil dan
tidak sebanding dengan karyawan lainnya di dalam organisasi.
h. Membiarkan lemahnya pelatihan mengakibatkan berkurangnya efektivitas divisi.
i. Melakukan praktik pekerja yang tidak adil.
2.2 Perilaku
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan
dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika.
Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima,
perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu
yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial
manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial,
yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah
perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku
seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial. Dalam
12
kedokteran perilaku seseorang dan keluarganya dipelajari untuk mengidentifikasi faktor
penyebab, pencetus atau yang memperberat timbulnya masalah kesehatan. Intervensi
terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang holistik dan
komprehensif.
Perbedaan Perilaku Individu
Berkaitan dengan masalah prinsip-prinsip dasar, alasan mengapa manusia berperilaku, Davi
A.N, Richard Hackman dan Edward E.L dalam bukunya “Managing Organizational Behavior”,
menjelaskan prinsip-prinsip dasar manusia berperilaku. Perbedaanya sebagai berikut:
1. Manusia berbeda perilakunya karena kemampuanya tidak sama.
2. Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda.
3. Orang berfikir tentang masa depan, dan membuat pilihan tentang bagaimana bertindak.
4. Seseorang memahami lingkunganya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu
dan kebutuhannya.
5. Seseorang itu mempunyai reaksi-reaksi senang atau tidak senang (affective).
6. Banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku seseorang.
Sikap Persepsi Dan Kepribadian
1. Kepribadian
Ada beberapa pendapat yang menjelaskan tentang kepribadian yaitu:
J.L Gibson, J.M Ivancevich dan J.H. Donnelly, mengutip pendapat Salvatore R. Maddi
Kepribadian adalah himpunan karakteristik, kecenderungan dan tempramen yang relatif
stabil yang dibentuk secara nyata oleh faktor keturunan, budaya dan lingkungan. Himpunan
variabel ini menetukan karakteristik dan perbedaan dalam perilaku individu.
Gordon Allport, seperti yang dikutip Irwanto
Kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam diri individu yang
menentukan penyesuaian yang unik terhadap lingkuingannya.
13
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Dalam pembentukannya, kepribadian ini dipengaruhi beberapa faktor seperti yang
diungkapkan oleh Gibson yaitu:
1) Faktor keturunan
2) Kekuatan hubungan keluarga
3) Kekuatan budaya atau kultural
4) Kekuatan kelas sosial dan faktor anggota kelompok lain
Sedangkan Irwanto dalam hubungan psikologi umum menjelaskan bahwa salah satu faktor
yang besar berpengaruh terhadap kepribadian adalah hasil hubungan antara manusia
dengan lingkungan atau pengalamannya. Pengalaman ini dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Pengalaman umum (Common Experience)
Pengalaman umum adalah pengalaman yang dihayati oleh semua anggota masyarakat, atau
individu, dimana dalam setiap anggota masyarakat terdapat nilai-nilai, prinsip-prinsip moral,
maupun cara-cara hidup yang dihayati oleh setiap anggota masyarakat.
2. Pengalamn unik (Unique Experience)
Pengalam unik adalah pengalaman yang hanya dialami oleh dirinya sendiri, karena sejak lahir
manusia sudah memiliki ciri-ciri tertentu.
Tipe-tipe kepribadian manusia
5. Carl Gustav Jung
Membagi tipe kepribadian manusia berdasarkan reaksi individu terhadap pengalamanya,
yang ditunjukkan dalam perilaku. Jung mengelompokkan sikap manusia menjadi dua macam
yaitu:
1. Kecenderungan Intraversi (extravert)
Yaitu kecenderungan menarik diri dan tenggelam ke dalam pengalaman batinnya sendiri.
2. Kecenderungan Extroversi (extravert)
14
Yaitu kecenderungan membuka diri dalam kontak dengan orang-orang, peristiwa-peristiwa
dan benda-benda sekitar.
6. Galenes
Menggolongkan tipe-tipe manusia atas dasar tempramennya yaitu:
a. Tipe Kholerik
Tipe ini dipengaruhi oleh empedu kuning (chole), sifat-sifat khasnya : mudah marah, keras,
besar semangatnya, optimis, dan daya juang besar.
b. Tipe Melankolik
Terbentuknya tipe ini dipengaruhi oleh empedu hitam (melanchole), dimana sifat-sifat
khasnya (kepribadiannya), Mudah kecewa, daya juang kecil, pemurung (muram), dan
pesimis.
c. Tipe Plekmatis
Tipe ini dipengaruhi cairan lendir (phlegma), kepribadiannya atau penampilannya tenang,
lamban, tidak mudah dipengaruhi, dan setia.
d. Tipe Sanguinis
Tipe ini dipengaruhi oleh darah (sanguis), dimana sifat-sifat khasnya: ramah, mudah berganti
haluan, lekas bertindak tapi juga lekas berhenti.
2.3 Perilaku Kerja
Menurut Ivancevich (2007, p83), perilaku kerja adalah semua hal yang dilakukan
seseorang dalam lingkungan pekerjaan. Berbicara dengan seorang manajer, mendengarkan
rekan kerja, menciptakan suatu metode baru untuk menindaklanjuti penjualan, mempelajari
software komputer yang baru, mengetik sebuah memo, meneliti suatu pernyataan dengan
memanfaatkan
internet,
menempatkan
unit
yang
lengkap
dalam
persediaan,
dan
mempelajari cara menggunakan system akuntnasi perusahaan adalah perilaku-perilaku kerja.
15
Perbedaan Individu Mempengaruhi Perilaku Kerja
Kepribadian
Kemampuan
dan
Keterampilan
Persepsi
Sikap
Perilaku Kerja
> Produktivitas
> Kreativitas
> Kinerja
Gambar 2.1 Perbedaan Individu Mempengaruhi Perilaku Kerja
Sumber : Buku Perilaku dan Manajemen Organisasi Jilid 1
Variabel yang disajikan pada gambar di atas dikalsifikasikan sebagai faktor keturunan
dan keragaman, kepribadian, kemampuan dan keterampilan, persepsi, dan sikap. Semua
tersebut mempengaruhi perilaku kerja utama seperti produktivitas karyawan, kreativitas, dan
kinerja. (Ivancevich, 2007, p83)
Faktor Keturunan
Keturunan memberikan penjelasan genetik mengenai beberapa aspek keragaman
manusia. Yang termasuk dalam pembahasan mengenai hereditas adalah perdebatan
mengenai gender, ras, dan latar belakang etnis. Perbedaan psikologis, mental, dan moral
dipengaruhi oleh warisan genetik. Dasar genetik dari perbedaan individual ini merupakan hal
yang rumit dan kontroversial. Perdebatan mengenai apakah perilaku manusia sebagian besar
16
ditentukan oleh keturunan atau oleh lingkungan telah berlangsung selama hampir 100 tahun.
Hal tersebut menjadi inti permasalahn pada topic-topik seperti perbedaan antara pria dan
wanita, antara IQ yang tinggi dan rendah, dan membesarkan anak kembar di lingkungan
yang terpisah.
Contoh lain dari perbedaan keturunan yang penting adalah gender. Perbedaan yang
berhubungan dengan gender yang menarik adalah mengenai karir professional dan
manajerial. Telah lama diperdebatkan, misalnya, bahwa pria akan menjadi manajer yang
lebih baik karena mereka lebih tegas, bahwa wanita kurang memiliki komitmen terhadap
karir dalam organisasi akibat pertimbangan keluarga, atau karena pria kurang sensitive
terhadap perasaan orang lain.
Pendapat mengenai keanekaragaman (Ivancevich, 2007, p84) merujuk pada atribut
yang menjadikan orang berbeda satu sama lain. Dimensi utama dari keanekaragaman
termasuk usia, etnis, gender, atribut, fisik, ras, dan orientasi seksual. Dimensi kedua (dan
dapat berubah) mencakup latar belakang pendidikan, status pernikahan, keyakinan agama,
kesehatan, dan pengalaman kerja. Perkembangan dalam jenis gender, ras usia, dan
keanekaragaman etnis di tempat kerja membuat perbedaan nilai, etika kerja, dan norma
perilaku tampak jelas. Komunikasi yang salah, ketidaksensitifan, ketidakpedulian, dan
kekerasan lebih mungkin menjadi perhatian manajerial yang utama.
Kemampuan dan Keterampilan
Kemampuan adalah bakar seseorang untuk melakukan tugas fisik atau mental,
sedangkan keterampilan adalah bakat yang dipelajari yang seseorang miliki untuk melakukan
suatu tugas. (Ivancevich, 2007, p85)
Kemampuan telah diidentifikasikan sebagai faktor-faktor yang penting untuk
membantu membedakan karyawan yang berkinerja tinggi dengan yang berkinerja rendah:
kemampuan mental, inteligensi emosi (emotional intelligence), dan tacit knowledge. Ketika
17
memilih kandidat untuk suatu posisi tertentu, salah satu dari alat prediksi keberhasilan
pelatihan dan pekerjaan yang kebih baik adalah kemampuan mental. Umum disebut
intelegensi, kemampuan mental dapat dibagi menjadi beberapa subkategori, termasuk
kelancaran dan pemahaman verbal, penalaran induktif dan deduktif, memori asosiatif, dan
orientasi spasial.
Inteligensi emosi (emotional intelligence) merujuk pada kemampuan seseorang
untuk menyadari perasaan, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengekspresikan
empati, dan menangani hubungan dengan orang lain.
Tacit knowledge merujuk pada pengetahuan praktis yang berhubungan dengan
pekerjaan yang diperoleh karyawan melalui pengamatan dan pengalaman langsung dalam
pekerjaan. Dengan memperoleh pengalaman langsung, karyawan berhasil mempelajari seluk
beluk pekerjaan mereka, norma dari tim kerja mereka, dan nilai dari budaya organisasi.
Menurut Robert J. Sternberg (Ivancevich, 2007, p87), dalam mengembangkan dan
menggunakan tacit knowledge akan meningkatkan kesempatan mereka untuk berhasil dalam
organisasi. Dia yakin bahwa manajer dan pemimpin yang pintar secara praktis akan
cenderung untuk:
a. Mengembangkan kekuatan mereka dan mengatasi kelemahan mereka.
b. Menyadari bahwa mereka tidak pandai dalam semua hal.
c. Mengatasi ekspektasi negatif yagn diberikan oleh orang lain di sekitar mereka.
d. Belajar dari penglaman positif dan negatif mereka.
e. Memiliki sikap percaya diri.
18
Sikap
Sikap merupakan penentu dari perilaku karena keduanya berhubungan dengan
persepsi, kepribadian, perasaan, dan motivasi. Sikap merupakan keadaan mental yang
dipelajari dan diorgansasikan melalui pengalaman, menghasilkan pengaruh spesifik pada
respons seseorang terhadap orang lain, objek, situasi yang berhubungan. Sikap juga memiliki
implikasi tertentu bagi manajer, yaitu: (Ivancevich, 2007, p87)
1. Sikap adalah sesuatu yang dipelajari.
2. Sikap menentukan pandangan awal seseorang terhadap berbagai aspek di dunia.
3. Sikap membangun dasar emosional hubungan interpersonal seseorang dan identifikasi
dengan orang lain.
4. Sikap diorganisasikan dan dekat dengan inti kepribadian.
Sikap merupakan bagian intrinsik dari kepribadian seseorang. Sejumlah teori
berusaha mencari tahu cara pembentukan dan perubahan sikap. Salah satu teori
menyatakan bahwa orang ”mencari kesesuaian antara keyakinan dan perasaan mereka
terhadap objek” dan menyatakan bahwa modifikasi sikap dapat dilakukan dengan mengubah
sisi perasaan atau keyakinan. Teori tersebut berpendapat bahwa kognisi, afeksi, dan perilaku
menentukan sikap, dan bahwa sikap pun pada akhirnya menentukan kognisi, afeksi, dan
perilaku.
Komponen kognisi dari sikap terdiri dari persepsi, opini, dan keyakinan individu. Hal
tesebut merujuk pada proses pemikiran dengan penekanan khusus terhadap rasionalitas dan
logika. Elemen penting dari kognisi adalah keyakinan evaluatif yang dipegang oleh
seseorang. Keyakinan evaluatif dimanifestasi dalam bentuk kesan seseorang suka atau tidak
suka pada suatu objek atau orang.
19
Afeksi (affect) merupakan komponen emosional dari sikap. Afeksi sering kali
dipelajari dari orang tua, guru, dan anggota kelompok. Afeksi merupakan bagian dari sikap
yang berhubungan dengan “perasaan” tertentu pada orang, kelompok, atau situasi.
Komponen perilaku dari sikap merujuk pada kecenderungan seseorang untuk
bertindak dalam suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Seseorang mungkin
akan bertindak dengan cara yang hangat, bersahabat, agresif, kasar, menggoda, atau apatis,
atau dengan sejumlah cara yang lain. Tindakan semacam itu dapat diukur untuk memeriksa
komponen perilaku dari sikap.
Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku terkadang sering terjadi dan disebut
disonansi kognitif (cognitive dissonance). Contoh dari disonansi kognitif adalah seseorang
yang percaya bahwa merokok merupakan hal yang buruk bagi kesehatan tapi terus merokok.
Ketidaksesuaian antara keyakinan dan perilaku menciptakan ketidaknyamanan dan keinginan
untuk menghilangkan atau mengurangi ketidaksesuaian yang terjadi.
Dari sisi perokok, hal ini dapat berarti mengubah keyakinan mengenai konsekuensi
atau kesehatan yag negatif (”Saya dalam keadaan sehat – merokok tidak seburuk yang
mereka katakan”) atau memodifikasi perilaku (berhenti merokok, mengurangi, beralih ke
merek dengan tar yang lebih rendah).
Gambar di bawah mengilustrasikan bagaimana faktor lingkungan kerja (misalkan
gaya manajer dapat mempergaruhi tiga komponen sikap. Stimulus ini memicu kognisi
(pikiran), afeksi (emosi) dan respons perilaku. Pada intinya, stimulus menghasilkan
pembentukan sikap yang kemudian mengarah pada satu, atau lebih, respons.
20
Stimulus
Faktor lingkungan kerja
Gaya manajer
Teknologi
Kebisingan
Rekan kerja
Sistem penghargaan
Rencana kompensasi
Kesempatan karir
Keyakinan
dan
nilai
Kognisi
”Supervisor saya tidak adil”
”Memiliki supervisor yang
adil merupakan hal yang penting”
Perasaan dan emosi
Afeksi
Perilaku
”Saya tidak menyukai
supervisor saya”
Perilaku dengan
tujuan
”Saya telah mengajukan surat
permohonan untuk ditransfer”
Gambar 2.2 Faktor Lingkungan Kerja
Sumber : Buku Perilaku dan Manajemen Organisasi Jilid 1
Toeri komponen kognisi, afeksi, dan perilaku sebagai determinan dari sikap memiliki
implikasi penting bagi manajer. Teori tersebut mengimplikasikan bahwa manajer harus
mampu menunjukkan bahwa dalam memberikan kontribuasi kepada organisasi sisi positif
21
melalui sisi negatifnya. Melalui usaha mengembangkan sikap yang positif terhadap organisasi
dan pekerjaan, banyak manajer mencapai efektivitas.
Mengubah Sikap
Manajer sering kali bertugas mengubah sikap karyawan mereka agar daapt bekerja
lebih keras dan mencapai kinerja pekerjaan lebih tinggi. Banyak variabel yang mempengaruhi
perubahan sikap, prosesnya bergantung pada tiga faktor umum: komunikator, pesan itu
sendiri, dan situasi.
Sikap dan Kepuasan Kerja
Kepuasaan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka. Hal tersebut
dihasilkan dari persepsi mereka mengenai pekerjaan mereka dan tingkat kesesuaian antara
individu dan organisasi. Beberapa faktor penting yang dihubungkan dengan kepuasaan kerja
adalah:
a. Imbalan adalah jumlah pembayaran yang diterima dan tingkat kesesuaian antara
pembayaran tersebut dengan pekerjaan yang dilakukan.
b. Pekerjaan itu sendiri adalah sejauh mana pekerjaan dianggap menarik, menyediakan,
kesempatan untuk belajar, dan memberikan tanggung jawab.
c. Peluang promosi adalah ketersediaan peluang untuk maju.
d. Supervisi adalah kompetensi teknis dan keterampilan interpersonal dari atasan langsung.
e. Rekan kerja adalah sejauh mana rekan kerja bersahabat, kompeten, dan memberikan
dukungan.
f. Kondisi pekerjaan adalah sejauh mana lingkungan kerja fisik memberikan kenyamanan dan
mendukung produktivitas.
g. Keamanan pekerjaan adalah keyakinan bahwa posisi seseorang realtif aman dan ada
peluang untuk dapat terus bekerja dalam organisasi.
22
Kepuasan dan Kinerja Pekerjaan
Ada tiga pandangan umum mengenai hubungan antar kepuasan kerja dengan
kinerja pekerjaan atau efektivitas adalah:
a. Kepuasan kerja berpengaruh pada kinerja pekerjaan.
b. Kinerja pekerjaan berpengaruh pada kepuasan kerja.
c. Hubungan kepuasan kerja-kinerja pekerjaan diperantarai oelh variabel lain seperti
penghargaan.
Kepribadian
Hubungan antara perilaku dan kepribadian mungkin merupakan salah satu hal
terkompleks yang harus dipahami manajer. Ketika kita berbicara mengenai kepribadian
seseorang, kita merujuk pada serangkaian perasaan dan perilaku yang relatif stabil yang
secara signifikan telah dibentuk oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Walau banyak
aspek dari pembentukan, perkembangan, dan ekspresi kepribadian belum dipahami dengan
sempurna, beberapa prinsipnya pada umumnya sudah diterima sebagai hal yang benar.
Misalnya, pernyataan bahwa kepribadian:
1.
Tampak diorganisasikan ke dalam pola-pola yang, pada beberapa tingkatan,
dapat diamati dan dapat diukur.
2.
Memiliki aspek dangkal, seperti sikap ketika menjadi seorang pemimpin tim, dan
lebih mendalam, seperti sentimen mengenai otoritas atau etika kerja yang lebih
kuat.
3.
Melibatkan karakteristik umum maupun unik. Setiap orang berbeda dengan orang
lain dalam beberapa hal, tetapi juga memiliki kesamaan dengan orang lain dalam
hal yang lain.
Kepribadian merupakan hasil dari sejumlah kekuatan yang secara bersama
membantu membentuk individu unik seperti Anda.Kepribadian Anda sendiri tidak secara tiba-
23
tiba terbentuk atau muncul secara unik. Gambar dibawah ini, menyajikan beberapa kekuatan
utama dari hal ini. (Ivancevich, 2007, p92-93)
Budaya
Keturunan
KEPRIBADIAN
INDIVIDU
Kelas sosial
dan
keanggotaan
kelompok
lain
Hubungan
keluarga
Gambar 2.3 Kekuatan yang membentuk kepribadian individu
Sumber : Buku Perilaku dan Manajemen Organisasi Jilid 1
Kepribadian merupakan produk bawaan (nature), sekaligus juga lingkungan
(nurture). Nature merujuk pada keturunan. Susunan genetik yang Anda warisi dari ibu dan
ayah Anda secara parsial menentukan kepribadian yang Anda miliki saat ini. Akan tetapi,
keturunan merupakan penentu yang penting dari kepribadian. Arti penting pengaruh
24
keturunan bervariasi pada satu sifat kepribadian dengan yang lainnya. Sebagai contoh,
keturunan pada umumnya lebih penting dalam menentukan temperamen seseorang daripada
nilai dari idealisme.
Lingkungan (nurture) yang merujuk pada pola pengalaman kehidupan yang Anda
miliki. Hubungan keluarga merupakan bagian penting dari nature. Ini mencakup pengalaman
yang Anda miliki dengan orang tua, saudara kandung, dan anggota keluarga lainnya.
Bagaimana orang tua Anda mengekspresikan perasaan mereka, seberapa ketat atau
longgarnya mereka, berapa saudara kandung yang Anda miliki, urutan kelahiran Anda, peran
yang dimainkan kakek-nenek dalam pengasuhan Anda --- semua merupakan contoh dari
kekuatan hubungan keluargayagn memainkan peran dalam membentuk kepribadian Anda
saat ini.
Budaya secara signifikan membentuk diri setiap orang. Hal tersebut terjadi secara
bertahap, dan pada umumnya tidak ada alternatif selain menerima budaya tersebut. Agar
masyarakat dapat berfungsi secara stabil, dibutuhkan adanya pola perilaku yagn digunakan
bersama oleh anggotanya dan terdapat sejumlah pedoman dasar untuk mengetahui
bagaimana harus berperilaku dalam situasi tertentu.
Kelas sosial juga penting dalam membentuk kepribadian. Berbagai lingkungan kota
cenderung dihuni oleh beragam kelas sosial, masing-masing dengan adat istiadatnya sendiri.
Lingkungan atau komunitas di aman seorang anak tumbuh merupakan tempat di aman dia
belajar mengenai hidup. Kelas sosial mempengaruhi persepsi diri seseorang, persepsinya
terhadap orang lain, dan persepsi pekerjaan, otoritas dan uang. Dalam kaitannya dengan
permasalahan organisasi seperti penyesuaian, kualitas kehidupan kerja, dan ketidakpuasan,
manajer yang berusaha untuk memahami karyawannya harus memberikan perhatian kepada
faktor kelas sosial ini.
25
Dimensi Kepribadian Big Five
“Kepribadian” merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan banyak
perasaan dan perilaku. Dimensi kepribadian ”Big Five” mencakup: extroversion (keterbukaan
terhadap
lingkungan
sosial
dan
fisik),
emotional
stability
(stabilitas
emosional),
agreeableness (kesetujuan), conscientiousness (pengaturan diri), dan openness to
experience (keterbukaan terhadap pengalaman). (Ivancevich, 2007, p95-96)
Extroversion (umumnya juga disebut dengan istilah extraversion) merujuk pada
kecenderungan pada orang untuk bersosialisasi, asertif, suka berteman dan berbicara, dan
aktif. Orang yang memiliki tungkat extroversion tinggi cenderung senang berbicara dan
berinteraksi dengan rekan kerja, dan mereka mencari pekerjaan yang memiliki interaksi
sosial yang tinggi. Penelitian menunjukkan bahawa orang yang memiliki sifat memperhatikan
lingkungan sosial dan fisik cenderung berkinerja dengan baik dalam pekerjaan penjualan dan
manajerial, cenderung berprestasi baik dalam program pelatihan, dan cenderung untuk
memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi.
Emotional Stability merupakan kecenderungan seseorang mengalami keadaan emosi
yang positif seperti merasa aman secara psikologis, tenang, dan santai. Di lain pihak,
kecemasan, depresi, kemarahan, dan rasa malu merupakan karakteristik dari stabilitas
emosional yang rendah. Individu dengan stabilitas emosional yang rendah lebih mungkin
untuk mengalami stress yang berhubungan dengan pekerjaan. Walau hubungan antara
stabilitas emosional dan kinerja pekerjaan tidak terbukti sebagai suatu hubungan yang kuat,
terdapat beberapa temuan oenelitian menarik yang berkaitan dengan perilaku kerja yang
lain. Sebagai contoh, suatu meta-analisis (studi penelitian besar yang menganalisis hasil
beberapa studi sebelumnya) menemukan bahwa tingkat stabilitas emosional yang rendah
berhubungan dengan tingkat motivasi karyawan yang rendah.
Bersikap hormat, memberi maaf, toleran, percaya, dan berhati lunak merupakan
sikap yang dihubungkan dengan agreebleness. Karyawan yang digambarkan sebagai
26
”seseorang yang mudah setuju dengan orang lain” adalah orang yang memiliki agreebleness
yang tinggi. Agreebleness merupakan suatu dimensi yang dapat menjadikan seseorang
sebagai anggota tim yang efektif dan dapat memperoleh prestasi pada pekerjaan di mana
mengembangkan dan mempertahankan hubungan interpersonal yang baik merupakan hal
yang penting. Individu yang rendah dalam agreebleness sering kali digambarkan sebagai
seseorang yang kasar, dingin, tidak peduli, tidak simpatik, dan antagonis. Pekerjaan dan
profesi yang memerlukan individu yang memiliki tingkat agreebleness yang tinggi mencakup
pelayanan konsumen, penjualan, audit, perawatan, pengajaran, dan pekerjaan sosial.
Conscientiousness ditunjukkan oleh mereka yang digambarkan sebagai seseorang
yang dapat diandalkan, terorganisir, menyeluruh, dan bertanggung jawab. Individu yang
memiliki tingkat conscientiousness yang tinggi juga cenderung tekun, bekerja keras, dan
senang mencapai dan menyelesaikan berbagai hal. Karyawan yang rendah dalam hal
conscientiousness cenderung jorok, ceroboh, tidak efisien, dan bahkan malas. Dari perspektif
penelitian, conscientiousness merupakan dimensi yang paling erat berkaitan dengan kinerja
pekerjaan. Secara terpisah, karyawan yang memiliki tingkat conscientiousness yang tinggi
berkinerja lebih baik di beragam pekerjaan. Penelitian yang baru juga menujukkan bahwa
individu yang memiliki tingkat conscientiousness yang tinggi cenderung menunjukkan tingkat
motivasi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi dan juga perilaku penting yang lainnya (lebih
sedikit berhenti bekerja, absen, dan perilaku yang kontraproduktif lainnya).
Openness to experience merefleksikan sejauh mana seorang individu memiliki minat
yang luas dan bersedia mengambil risiko. Sikap spesifik yang dicakupnya ialah rasa ingin
tahu, pemikiran terbuka, kreativitas, imajinasi, dan inteligensi. Orang yang memiliki tingkat
openness to experience yang tinggi cenderung berhasil dalam pekerjaan di mana perubahan
terjadi secara terus menerus dan inovasi merupakan hal yang penting. Sebagai contoh,
orang yang menciptakan efek khusus untuk film laga yang beranggaran besar perlu memiliki
tingkat openness to experience yang tinggi.
27
Locus of Control
Locus of control (pusat pengendalian) menentukan tingkatan sampai di aman
individu meyakini bahwa perilaku mereka mempengaruhi apa yang terjadi pada mereka.
Beberapa orang merasa yakin bahwa merekamengatur dirinya sendiri secara sepenuhnya
bahwa mereka merupakan penentu dari nasib mereka sendiri dan memiliki tanggung jawab
pribadi untuk apa yang terjadi terhadap diri mereka. Ketika mereka berkinerja dengan baik,
mereka yakin bahwa hal tersebut disebabkan oleh usaha atau keterampilan mereka. Mereka
digolongkan sebagai internal. Yang lainnya memandang diri mereka secara tak berdaya
diatur oleh nasib, dikendalikan oleh kekuatan dari luar di aman, kalaupun ada, mereka hanya
memiliki sangat sedikit pengaruh. Ketika mereka berkinerja dengan baik, mereka yakin
bahwa hal tersebut disebabkan oleh keberuntungan atau karena tugas tersebut merupakan
tugas yang mudah. Mereka digolongkan sebagai eksternal. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa eksternal memperoleh hasil yang rendah dalam dimensi extroversion dan emotional
stability dalam Big Five.
Self-Efficacy
Self-efficacy berhubungan dengan keyakinan pribadi mengenai kompetensi dan
kemampuan diri. Secara spesifik, hal tersebut merujuk pada keyakinan seseorang terhadap
kemampuan untuk menyelesaikan suatu tugas secara berhasil. Individu dengan tingkat self-
efficacy yang tinggi sangat yakin dalam kemampuan kinerja mereka. Konsep self-efficacy
memasukkan tiga dimensi: besarnya, kekuatan, dan generalitas.
Menurut sebuah analisis mengenai self-efficacy oleh Gist dan Mitchell, penelitian
mengenai self-efficacy telah mengarah pada beberapa temuan yang konsisten. Mereka
menyatakan bahwa self-efficacy berhubungan dengan kinerja dalam pekerjaan, pilihan karir,
pembelajaran dan pencapaian, dan kemampuan beradaptasi dengan teknologi baru, dan
mereka menyatakan beberapa metode pelatihan dapat meningkatkan self-efficacy pada
peserta pelatihan. Suatu studi penelitian yang berskala besar menemukan bahwa individu
28
yang memiliki self-efficacy tinggi cenderung berkinerja pada suatu tingkatan yang lebih
tinggi. Juga mendukung kesimpulan ini adalah penelitian Bandura dan Locke, yang
menemukan bahwa, ketika dikombinasikan dengan penetapan tujuan, individu dengan self-
efficacy yang tinggi cenderung menunjukkan tingkat motivasi dan kinerja yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, perasaan self-efficacy memiliki sejumlah implikasi manajerial dan
organisasional:
1. Keputusan seleksi adalah Organisasi seharusnya memilih individu yang memiliki
perasaan self-efficacy yang tinggi. Individu-individu tersebut dapat dimotivasi untuk
terlibat dalam perilaku yang akan membantu mereka berkinerja dengan baik. Self-
efficacy dapat diukur selama proses penerimaan pegawai/promosi.
2. Program pelatihan adalah Organisasi seharusnya mempertimbangkan tingkat self-
efficacy karyawan ketika memilih kandidat untuk program pelatihan. Jika anggaran
pelatihan terbatas lebih banyak pengembalian (misalkan kinerja) dari investasi
pelatihan yang dapat direalisasi dengan mengirimkan hanya karyawan yang memiliki
self-efficacy tinggi. Individu jenis ini akan cenderung belajar lebih banyak dari
pelatihan, dan pada akhirnya akan lebih mungkin untuk menggunakan pelatihan
tersebut untuk meningkatkan kinerja pekerjaan.
3. Penetapan tujuan dan kinerja adalah Organisasi dapat mendorong tujuan kinerja
yang lebih tinggi dari karyawan yang memiliki tingkat self-efficacy yang tinggi. Hal ini
akan menghasilkan tingkat kinerja yang tinggi dari karyawan, yang penting bagi
banyak organisasi pada era hiperkompetisi.
Kreativitas
Kreativitas merupakan ciri kepribadian yang melibatkan kemampuan iuntuk
meloloskan diri dari pemikiran kaku dan menghasilkan ide yang baru dan berguna.
Kreativitas menghasilkan inovasi, dan inovasi merupakan sumber kehidupan dari sejumlah
perusahaan. Kreativitas merupakan ciri kepribadian yang dapat didorong dan dikembangkan
29
dalam organisasi. Caranya dengan memberikan orang kesempatan dan kebebasan untuk
berpikir dengan cara yang tidak konvensional.
2.4 Metode DISC dan Perkembangannya
Menurut kebudayaan dan kepercayaan kuno bangsa Yunani, perilaku dan
keperibadian seseorang merupakan bagian integral dengan kesehatannya. Mereka percaya
bahwa tubuh berisi empat cairan dasar (disebut humours) yang berhubungan dengan empat
elemen yaitu api, udara, air dan tanah. Ketika salah satu cairan itu lebih banyak atau lebih
dominan dibanding yang lainnya, akan mempengaruhi kecenderungan umum atau mood
seseorang.
Empat cairan itu, darah (blood), empedu kuning (yellow bile), lendir (phlegm) dan
empedu hitam (black bile), masing-masing dipercaya berhubungan erat dengan tipe perilaku
yang berbeda. Kelebihan darah membuat seseorang menjadi sanguin, empedu kuning
menghasilkan sifat kolerik, lendir secara alamiah akan menghasilkan penampilan yang
flegmatik, dan empedu hitam berhubungan dengan sifat seseorang yang melankolik.
Teori ini, yang pertama kali disusun secara sistematis oleh Hippocrates, tetap
digunakan sampai abad pertengahan. Sekarang tentunya kita mengetahui bahwa teori-teori
tersebut tidak sepenuhnya berdasarkan fakta-fakta medis, akan tetapi apa yang telah dicapai
oleh bangsa Yunani itu merupakan metoda sistematis pertama yang telah dilakukan untuk
mendeskripsikan tipe-tipe orang. Begitu berhasilnya pendekatan ini, bahkan sampai hari ini,
kata-kata sanguine, phlegmatic, choleric dan melancholic masih umum digunakan.
Pendekatan modern tidak lagi mengukur jumlah empedu kuning atau cairan lainnya
dalam diri seseorang untuk menentukan kepribadian mereka, tetapi ide dibelakang itu secara
tidak langsung dapat ditelusuri hingga pada teori-teori Hippocrates.
30
1.
Carl Gustav Jung
Ada banyak teori modern tentang perilaku seseorang berdasarkan ide empat faktor
individu.
Mungkin yang paling berpengaruh didapatkan pada hasil pekerjaan seorang
psychologist Swiss, Carl Gustav Jung. Ia mendefinisikan kepribadian menjadi empat
tipe yang berbeda: Sensing, Intuitive, Feeling dan Thinking.
Definisi-definisi berbagai tipe ini berakar dari penelitian panjang Jung, dan tentunya
bukan hal yang juga akan kita teliti dalam tulisan ini. Hal ini menjadi penting karena
mewakili salah satu dari usaha-usaha awal upaya memetakan kepribadian manusia oleh
psikolog modern. Dan test yang berdasarkan pekerjaan Jung masih banyak digunakan
sampai hari ini
2.
The Emotions of Normal People
Pada awal 1920an, seorang ahli psikologi flamboyan dari Amerika Serikat, William
Moulton
Marston,
mengembangkan
teori
untuk
menjelaskan
respon
emosional
seseorang. Sampai pada masa itu, pekerjaan sejenis ini umumnya terbatas pada orangorang yang sakit secara mental atau perilaku kriminal, dan kali ini Marston bermaksud
mengembangkan ide ini mencakup kepribadian orang-orang biasa atau normal.
Untuk
menguji
teorinya,
Marston
membutuhkan
berbagai cara
mengukur
kepribadian yang ia coba ungkap. Penelitiannya dilakukan dengan cara mengukur empat
faktor penting, yaitu Dominance, Influence, Steadiness dan Compliance, yang
kemudian dikenal sebagai DISC.
Pada 1926, Marston menerbitkan penemuannya dalam sebuah buku terkenal yang
berjudul The Emotions of Normal People, yang juga berisikan sebuah deskripsi singkat
tentang berbagai pengujian dan percobaan yang telah dikembangkannya.
31
2.5 Pengembangan DISC
Sekarang ini terdapat beberapa cara dan pendekatan untuk dapat mengevaluasi
dan memprediksi kecenderungan perilaku seseorang. Pada salah satu kutub, ada yang
sekedar menggunakan suatu test sederhana untuk menguji keterampilan dan kemampuan;
sebagai contoh suatu ujian atau test mengemudi. Sedangkan pada bagian lainnya terdapat
penggunaan test kepribadian, yang dibuat untuk memberikan gambaran umum tentang gaya
dan perilaku seseorang selengkap mungkin.
Pendekatan DISC terletak di antara kedua kutub ini. Alat ini memberikan gambaran
mengenai gaya seseorang yang dapat memprediksi kecenderungan perilakunya di masa yang
akan datang. Hal ini diperoleh dengan mengevaluasi faktor-faktor kepribadian utama yang
ada dalam diri seseorang.
DISC ini memberikan banyak keuntungan dalam penggunaannya, jika batere test
yang lengkap sering berisi ratusan pertanyaan, dan membutuhkan waktu lama dalam
melengkapinya, kuesioner DISC hanya berisi dua puluh empat pertanyaan, dan dapat
diselesaikan dalam waktu hanya lima belas menit atau bahkan kurang. Keuntungan lainnya
ada pada interpretasinya; pada test lengkap merupakan hasil pekerjaan para ahli atau
expert-nya, hasil DISC dapat dikerjakan dengan menggunakan suatu software dan dapat
dikerjakan dengan otomatisasi, dengan demikian waktu pelaporan yang dibutuhkan juga
akan jauh lebih cepat.
Pada dasarnya, DISC mengukur empat faktor perilaku seseorang, yaitu:
Dominance, Influence, Steadiness dan Compliance. Ini merupakan suatu konstruksi
yang cukup kompleks, dan tidak mudah digambarkan dengan satu kata saja, tetapi dapat
dikelompokkan sebagai unsur ketegasan (assertiveness), komunikasi (communication),
kesabaran (patience) dan struktur (structure).
32
Kekuatan sesungguhnya dari DISC datang dari kemampuannya menginterpretasi
hubungan antara faktor-faktornya.
Contoh dimana seorang dengan D tinggi (highly
Dominant) yang juga mempunyai tingkat I yang tinggi (high level of Influence), mereka
akan berperilaku berbeda dengan orang yang D tinggi tetapi tanpa I. Faktor-faktor
kombinasi seperti ini secara teoritis akan menghasilkan jutaan profil berbeda.
Menggunakan informasi ini, DISC tentunya dapat digunakan untuk mendeskripsikan
cara pendekatan atau gaya yang dikembangkan seseorang, motivasi dan termasuk hal yang
tidak disukainya (dislike), kekuatan dan kelemahannya, serta pandangan-pandangan mereka
terhadap orang lain. Lebih jauh hal ini tentunya dapat membantu untuk memperkirakan
reaksi seseorang pada situasi dan keadaan yang sedang dihadapinya.
Seperti umumnya alat-alat test sejenis (termasuk IQ test), DISC pertama kali
digunakan untuk kepentingan militer dan secara luas digunakan sebagai bagian dalam proses
penerimaan tentara AS pada tahun-tahun menjelang Perang Dunia II. Setelah keandalannya
terbukti, kemudian DISC secara bertahap dipakai untuk kepentingan rekrutmen yang lebih
umum.
Pada awal pemakaiannya secara luas, DISC terbatas digunakan pada sektor
komersial.
Agar efektif, dibutuhkan juga pendapat para ahli, dan hal inilah yang
membuatnya menjadi mahal. Sebelum memanfaatkan komputer, interpretasi jawaban
kuesioner DISC menjadi profil seseorang merupakan pekerjaan yang sulit dan juga
kompleks.
Kemajuan dalam penggunaan komputer telah membuat DISC dapat dimanfaatkan
secara universal, karena hasilnya dapat diperoleh dan diinterpretasikan secara otomatis dan
cepat. Pada akhirnya DISC menjadi solusi hemat bagi setiap orang, dan telah berkembang
menjadi alat assessment perilaku (behavioral assessment tool) yang paling banyak
digunakan di dunia saat ini.
33
DISC Personality System merupakan bahasa universal mengenai perilaku. Penelitian
mengelompokkan karakteristik perilaku dalam empat bagian utama yang disebut sebagai
gaya kepribadian. Orang dengan gaya yang serupa cenderung menampilkan ciri perilaku
yang mirip. Setiap individu memiliki keempat gaya ini, akan tetapi bervariasi menurut
intensitasnya. DISC yaitu D (Dominance), I (Influence), S (Steadiness) dan C
(Compliance).
DISC adalah akronim untuk:
•
Dominance - berkaitan dengan kendali, kekuatan dan ketegasan
•
Influence - berkaitan dengan situasi sosial dan komunikasi
•
Steadiness (penyerahan dalam Marston waktu) - yang berkaitan dengan
kesabaran, ketekunan, dan perhatian
•
Conscientiousness (atau kehati-hatian, kepatuhan pada Marston waktu) -
yang berkaitan dengan struktur dan organisasi
Keempat dimensi ini dapat dikelompokkan dalam kotak dengan D dan aku berbagi
baris atas dan ekstrover mewakili aspek-aspek kepribadian, dan C dan S di bawah ini
mewakili aspek-aspek introver. D dan C kemudian berbagi kolom kiri dan mewakili aspekaspek berfokus pada tugas, dan aku dan S berbagi kolom kanan dan mewakili aspek-aspek
sosial.
Hasil dari analisis data adalah berupa perilaku dan tipe kepribadiannya.
34
2.6 Rerangka Pemikiran
-
Perilaku Karyawan
Manajer
Asisten Manajer
Sub Manajer
Staff
Analisis DISC
(Menggunakan Kuisioner dengan analisis DISC dalam bentuk Short Form yaitu Total Raw dan Total
Weight Score)
Setiap Indikatornya menunjukan perilaku dan tipe kepribadian yang diinterpretasikan
dengan teori Hand book DISC
Dominant
Influence
Stable
Compliance
Tipe Kepribadian
(Gabungan dari beberapa perilaku yang mencerminkan kepribadian)
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Download