BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori Menurut Stepen P. Robbins dan Mary Coulter (2004, p6) manajemen adalah proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut diseleseikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Dalam manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen : 1. Perencanaan adalah fungsi manajemen yang mencakup proses yang mendefinisikan sasaran, menetapkan strategi untuk mencapai sasaran itu, dan menyusun rencana untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan sejumlah kegiatan. 2. Pengorganisasian adalah fungsi manajemen yang mencakup proses menentukan tugas apa yang harus dilakukan, siapa yang harus melakukan, bagaimana cara mengelompokan tugas-tugas itu, siapa harus melapor kesiapa, dan dimana keputusan itu harus dibuat. 3. Memimpin adalah fungsi manajemen yang mencakup memotivasi bawahan, mempengaruhi individu atau tim sewaktu mereka bekerja, memiliki saluran komunikasi yang paling efektif, dan memecahkan dengan berbagai cara masalah perilaku karyawan. 4. Pengendalian adalah fungsi manajemen yang mencakup memantau kinerja actual dengan standar dari membuat koreksinya, jika perlu. Proses manajemen adalah serangkaian keputusan dan kegiatan kerja yang sedang terjadi yang dialami oleh para manajer sewaktu mereka merencanakan, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan. 7 8 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan pendapat Robert dan Jackson (2003, pp4-5), Human Resource (HR) Management is the design of formal system in an organization to ensure effective and efficient use of human talent to accomplish organizational goals. Manajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari suatu organisasi, yang digunakan untuk memastikan keefektifan dan keefisienan dari kemampuan karyawan dalam memenuhi tujuan organisasi. Manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia - bukan mesin - dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian MSDM menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dll. Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktek manajemen yang mempengaruhi secara lansung sumber daya manusianya. Human Resource Management (HRM) the policies and practices involved in carrying out the ”people” or human resource aspects of management position, including recruiting, screening, training, rewarding, and appraising. (Dessler, 2003, p2). 9 Berdasarkan pendapat Cushway (2002, pp4-6): Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan bagian dari proses organisasi dalam mencapai tujuan. Setelah arah dan strategi umum ditentukan, maka langkah berikutnya adalah merumuskan tujuan yang lebih tegas dan mengembangkan dalam bentuk rencana kerja. Tujuan tidak dicapai tanpa adanya sumber yang diperlukan, termasuk sumber daya manusia. MSDM harus merupakan bagian dari proses yang menentukan apa yang diperlukan oleh manusia, bagaimana menggunakan manusia, bagaimana memperolehnya, dan bagaimana mengatur mereka. MSDM harus diintegrasikan secara penuh dengan proses-proses manajemen yang lain. Pekerjaan Manajemen Manajer Sumber Daya Manusia Berdasarkan pendapat dari Dessler (2004, p2), fungsi-fungsi dasar yang dilakukan oleh semua manajer adalah: perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, kepemimpinan, dan pengendalian. Semuanya, disebut oleh para manajer sebagai proses manajemen. Beberapa aktivitas spesifik yang terlibat dalam setiap fungsi meliputi: Perencanaan. Menentukan sasaran dan standar-standar; membuat aturan dan prosedur; menyusun rencana-rencana dan membuat perkiraan. Pengorganisasian. Memberikan tugas spesifik kepada setiap bawahannya; membuat divisi-divisi; mendelegasikan wewenang kepada bawahan; membuat jalur wewenang dan komunikasi; mengkoordinasikan pekerjaan bawahan. Penyusunan staf. Menentukan tipe orang yang harus dipekerjakan; merekrut calon karyawan; memilih karyawan; menetapkan standar prestasi; memberikan kompensasi kepada karyawan; mengevaluasi prestasi; memberikan konseling kepada karyawan; melatih dan mengembangkan karyawan. 10 Kepemimpinan. Mendorong orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan; mempertahankan semangat kerja; memotivasi bawahan. Pengendalian. Menetapkan standar seperti kuota penjualan, standar kualitas, atau tingkat produksi; memeriksa untuk melihat bagaimana prestasi yang dicapai dibandingkan dengan standar-standar ini; melakukan koreksi jika diperlukan. Manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan, dan keamanan, serta masalah keadilan. Konsep-konsep dan teknik yang dibutuhkan untuk menentukan aspek ”manusia” atau personil dalam pekerjaan manajemen. Hal ini termasuk: (Dessler, 2004, p2) a. Melakukan analisis pekerjaan (menentukan pekerjaan setiap karyawan) b. Merencanakan kebutuhan tenaga kerja dan merekrut calon karyawan c. Memilih calon karyawan d. Mengarahkan dan melatih karyawan-karyawan baru e. Mengatur upah dan gaji (memberikan kompensasi kepada karyawan) f. Memberikan insentif dan keuntungan g. Menilai prestasi h. Berkomunikasi (mewawancara, memberikan konseling, mendisplinkan) i. Melatih dan mengembangkan para manajer j. Membangun komitmen karyawan Dan para manajer harus mengetahui tentang: a. Kesempatan yang sama dan tindakan yang disetujui b. Kesehatan dan keamanan karyawan c. Menangani keluhan dan hubungan pekerja 11 Manajemen Sumber Daya Manusia Penting untuk Semua Manajer Konsep-konsep dan teknik–teknik penting bagi semua manajer karena bisa menghindari dari beberapa kesalahan yang tidak diharapkan, seperti: a. Mempekerjakan orang yang salah untuk pekerjaan tersebut. b. Mengalami proses penggantian karyawan yang tinggi. c. Orang-orang yang Anda andalkan tidak melakukan yang terbaik. d. Menghabiskan waktu untuk wawancara yang tidak berguna. e. Mengakibatkan perusahaan Anda dituntut di pengadilan karena melakukan diskriminasi. f. Mengakibatkan perusahaan Anda diawasi oleh pengawas undang-undang keamanan pekerjaan federal karena tidak memperhatikan keamanan. g. Mengakibatkan sebagian karyawan berpikir bahwa gaji mereka tidak adil dan tidak sebanding dengan karyawan lainnya di dalam organisasi. h. Membiarkan lemahnya pelatihan mengakibatkan berkurangnya efektivitas divisi. i. Melakukan praktik pekerja yang tidak adil. 2.2 Perilaku Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial. Dalam 12 kedokteran perilaku seseorang dan keluarganya dipelajari untuk mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang memperberat timbulnya masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif. Perbedaan Perilaku Individu Berkaitan dengan masalah prinsip-prinsip dasar, alasan mengapa manusia berperilaku, Davi A.N, Richard Hackman dan Edward E.L dalam bukunya “Managing Organizational Behavior”, menjelaskan prinsip-prinsip dasar manusia berperilaku. Perbedaanya sebagai berikut: 1. Manusia berbeda perilakunya karena kemampuanya tidak sama. 2. Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda. 3. Orang berfikir tentang masa depan, dan membuat pilihan tentang bagaimana bertindak. 4. Seseorang memahami lingkunganya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu dan kebutuhannya. 5. Seseorang itu mempunyai reaksi-reaksi senang atau tidak senang (affective). 6. Banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku seseorang. Sikap Persepsi Dan Kepribadian 1. Kepribadian Ada beberapa pendapat yang menjelaskan tentang kepribadian yaitu: J.L Gibson, J.M Ivancevich dan J.H. Donnelly, mengutip pendapat Salvatore R. Maddi Kepribadian adalah himpunan karakteristik, kecenderungan dan tempramen yang relatif stabil yang dibentuk secara nyata oleh faktor keturunan, budaya dan lingkungan. Himpunan variabel ini menetukan karakteristik dan perbedaan dalam perilaku individu. Gordon Allport, seperti yang dikutip Irwanto Kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap lingkuingannya. 13 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Dalam pembentukannya, kepribadian ini dipengaruhi beberapa faktor seperti yang diungkapkan oleh Gibson yaitu: 1) Faktor keturunan 2) Kekuatan hubungan keluarga 3) Kekuatan budaya atau kultural 4) Kekuatan kelas sosial dan faktor anggota kelompok lain Sedangkan Irwanto dalam hubungan psikologi umum menjelaskan bahwa salah satu faktor yang besar berpengaruh terhadap kepribadian adalah hasil hubungan antara manusia dengan lingkungan atau pengalamannya. Pengalaman ini dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Pengalaman umum (Common Experience) Pengalaman umum adalah pengalaman yang dihayati oleh semua anggota masyarakat, atau individu, dimana dalam setiap anggota masyarakat terdapat nilai-nilai, prinsip-prinsip moral, maupun cara-cara hidup yang dihayati oleh setiap anggota masyarakat. 2. Pengalamn unik (Unique Experience) Pengalam unik adalah pengalaman yang hanya dialami oleh dirinya sendiri, karena sejak lahir manusia sudah memiliki ciri-ciri tertentu. Tipe-tipe kepribadian manusia 5. Carl Gustav Jung Membagi tipe kepribadian manusia berdasarkan reaksi individu terhadap pengalamanya, yang ditunjukkan dalam perilaku. Jung mengelompokkan sikap manusia menjadi dua macam yaitu: 1. Kecenderungan Intraversi (extravert) Yaitu kecenderungan menarik diri dan tenggelam ke dalam pengalaman batinnya sendiri. 2. Kecenderungan Extroversi (extravert) 14 Yaitu kecenderungan membuka diri dalam kontak dengan orang-orang, peristiwa-peristiwa dan benda-benda sekitar. 6. Galenes Menggolongkan tipe-tipe manusia atas dasar tempramennya yaitu: a. Tipe Kholerik Tipe ini dipengaruhi oleh empedu kuning (chole), sifat-sifat khasnya : mudah marah, keras, besar semangatnya, optimis, dan daya juang besar. b. Tipe Melankolik Terbentuknya tipe ini dipengaruhi oleh empedu hitam (melanchole), dimana sifat-sifat khasnya (kepribadiannya), Mudah kecewa, daya juang kecil, pemurung (muram), dan pesimis. c. Tipe Plekmatis Tipe ini dipengaruhi cairan lendir (phlegma), kepribadiannya atau penampilannya tenang, lamban, tidak mudah dipengaruhi, dan setia. d. Tipe Sanguinis Tipe ini dipengaruhi oleh darah (sanguis), dimana sifat-sifat khasnya: ramah, mudah berganti haluan, lekas bertindak tapi juga lekas berhenti. 2.3 Perilaku Kerja Menurut Ivancevich (2007, p83), perilaku kerja adalah semua hal yang dilakukan seseorang dalam lingkungan pekerjaan. Berbicara dengan seorang manajer, mendengarkan rekan kerja, menciptakan suatu metode baru untuk menindaklanjuti penjualan, mempelajari software komputer yang baru, mengetik sebuah memo, meneliti suatu pernyataan dengan memanfaatkan internet, menempatkan unit yang lengkap dalam persediaan, dan mempelajari cara menggunakan system akuntnasi perusahaan adalah perilaku-perilaku kerja. 15 Perbedaan Individu Mempengaruhi Perilaku Kerja Kepribadian Kemampuan dan Keterampilan Persepsi Sikap Perilaku Kerja > Produktivitas > Kreativitas > Kinerja Gambar 2.1 Perbedaan Individu Mempengaruhi Perilaku Kerja Sumber : Buku Perilaku dan Manajemen Organisasi Jilid 1 Variabel yang disajikan pada gambar di atas dikalsifikasikan sebagai faktor keturunan dan keragaman, kepribadian, kemampuan dan keterampilan, persepsi, dan sikap. Semua tersebut mempengaruhi perilaku kerja utama seperti produktivitas karyawan, kreativitas, dan kinerja. (Ivancevich, 2007, p83) Faktor Keturunan Keturunan memberikan penjelasan genetik mengenai beberapa aspek keragaman manusia. Yang termasuk dalam pembahasan mengenai hereditas adalah perdebatan mengenai gender, ras, dan latar belakang etnis. Perbedaan psikologis, mental, dan moral dipengaruhi oleh warisan genetik. Dasar genetik dari perbedaan individual ini merupakan hal yang rumit dan kontroversial. Perdebatan mengenai apakah perilaku manusia sebagian besar 16 ditentukan oleh keturunan atau oleh lingkungan telah berlangsung selama hampir 100 tahun. Hal tersebut menjadi inti permasalahn pada topic-topik seperti perbedaan antara pria dan wanita, antara IQ yang tinggi dan rendah, dan membesarkan anak kembar di lingkungan yang terpisah. Contoh lain dari perbedaan keturunan yang penting adalah gender. Perbedaan yang berhubungan dengan gender yang menarik adalah mengenai karir professional dan manajerial. Telah lama diperdebatkan, misalnya, bahwa pria akan menjadi manajer yang lebih baik karena mereka lebih tegas, bahwa wanita kurang memiliki komitmen terhadap karir dalam organisasi akibat pertimbangan keluarga, atau karena pria kurang sensitive terhadap perasaan orang lain. Pendapat mengenai keanekaragaman (Ivancevich, 2007, p84) merujuk pada atribut yang menjadikan orang berbeda satu sama lain. Dimensi utama dari keanekaragaman termasuk usia, etnis, gender, atribut, fisik, ras, dan orientasi seksual. Dimensi kedua (dan dapat berubah) mencakup latar belakang pendidikan, status pernikahan, keyakinan agama, kesehatan, dan pengalaman kerja. Perkembangan dalam jenis gender, ras usia, dan keanekaragaman etnis di tempat kerja membuat perbedaan nilai, etika kerja, dan norma perilaku tampak jelas. Komunikasi yang salah, ketidaksensitifan, ketidakpedulian, dan kekerasan lebih mungkin menjadi perhatian manajerial yang utama. Kemampuan dan Keterampilan Kemampuan adalah bakar seseorang untuk melakukan tugas fisik atau mental, sedangkan keterampilan adalah bakat yang dipelajari yang seseorang miliki untuk melakukan suatu tugas. (Ivancevich, 2007, p85) Kemampuan telah diidentifikasikan sebagai faktor-faktor yang penting untuk membantu membedakan karyawan yang berkinerja tinggi dengan yang berkinerja rendah: kemampuan mental, inteligensi emosi (emotional intelligence), dan tacit knowledge. Ketika 17 memilih kandidat untuk suatu posisi tertentu, salah satu dari alat prediksi keberhasilan pelatihan dan pekerjaan yang kebih baik adalah kemampuan mental. Umum disebut intelegensi, kemampuan mental dapat dibagi menjadi beberapa subkategori, termasuk kelancaran dan pemahaman verbal, penalaran induktif dan deduktif, memori asosiatif, dan orientasi spasial. Inteligensi emosi (emotional intelligence) merujuk pada kemampuan seseorang untuk menyadari perasaan, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengekspresikan empati, dan menangani hubungan dengan orang lain. Tacit knowledge merujuk pada pengetahuan praktis yang berhubungan dengan pekerjaan yang diperoleh karyawan melalui pengamatan dan pengalaman langsung dalam pekerjaan. Dengan memperoleh pengalaman langsung, karyawan berhasil mempelajari seluk beluk pekerjaan mereka, norma dari tim kerja mereka, dan nilai dari budaya organisasi. Menurut Robert J. Sternberg (Ivancevich, 2007, p87), dalam mengembangkan dan menggunakan tacit knowledge akan meningkatkan kesempatan mereka untuk berhasil dalam organisasi. Dia yakin bahwa manajer dan pemimpin yang pintar secara praktis akan cenderung untuk: a. Mengembangkan kekuatan mereka dan mengatasi kelemahan mereka. b. Menyadari bahwa mereka tidak pandai dalam semua hal. c. Mengatasi ekspektasi negatif yagn diberikan oleh orang lain di sekitar mereka. d. Belajar dari penglaman positif dan negatif mereka. e. Memiliki sikap percaya diri. 18 Sikap Sikap merupakan penentu dari perilaku karena keduanya berhubungan dengan persepsi, kepribadian, perasaan, dan motivasi. Sikap merupakan keadaan mental yang dipelajari dan diorgansasikan melalui pengalaman, menghasilkan pengaruh spesifik pada respons seseorang terhadap orang lain, objek, situasi yang berhubungan. Sikap juga memiliki implikasi tertentu bagi manajer, yaitu: (Ivancevich, 2007, p87) 1. Sikap adalah sesuatu yang dipelajari. 2. Sikap menentukan pandangan awal seseorang terhadap berbagai aspek di dunia. 3. Sikap membangun dasar emosional hubungan interpersonal seseorang dan identifikasi dengan orang lain. 4. Sikap diorganisasikan dan dekat dengan inti kepribadian. Sikap merupakan bagian intrinsik dari kepribadian seseorang. Sejumlah teori berusaha mencari tahu cara pembentukan dan perubahan sikap. Salah satu teori menyatakan bahwa orang ”mencari kesesuaian antara keyakinan dan perasaan mereka terhadap objek” dan menyatakan bahwa modifikasi sikap dapat dilakukan dengan mengubah sisi perasaan atau keyakinan. Teori tersebut berpendapat bahwa kognisi, afeksi, dan perilaku menentukan sikap, dan bahwa sikap pun pada akhirnya menentukan kognisi, afeksi, dan perilaku. Komponen kognisi dari sikap terdiri dari persepsi, opini, dan keyakinan individu. Hal tesebut merujuk pada proses pemikiran dengan penekanan khusus terhadap rasionalitas dan logika. Elemen penting dari kognisi adalah keyakinan evaluatif yang dipegang oleh seseorang. Keyakinan evaluatif dimanifestasi dalam bentuk kesan seseorang suka atau tidak suka pada suatu objek atau orang. 19 Afeksi (affect) merupakan komponen emosional dari sikap. Afeksi sering kali dipelajari dari orang tua, guru, dan anggota kelompok. Afeksi merupakan bagian dari sikap yang berhubungan dengan “perasaan” tertentu pada orang, kelompok, atau situasi. Komponen perilaku dari sikap merujuk pada kecenderungan seseorang untuk bertindak dalam suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Seseorang mungkin akan bertindak dengan cara yang hangat, bersahabat, agresif, kasar, menggoda, atau apatis, atau dengan sejumlah cara yang lain. Tindakan semacam itu dapat diukur untuk memeriksa komponen perilaku dari sikap. Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku terkadang sering terjadi dan disebut disonansi kognitif (cognitive dissonance). Contoh dari disonansi kognitif adalah seseorang yang percaya bahwa merokok merupakan hal yang buruk bagi kesehatan tapi terus merokok. Ketidaksesuaian antara keyakinan dan perilaku menciptakan ketidaknyamanan dan keinginan untuk menghilangkan atau mengurangi ketidaksesuaian yang terjadi. Dari sisi perokok, hal ini dapat berarti mengubah keyakinan mengenai konsekuensi atau kesehatan yag negatif (”Saya dalam keadaan sehat – merokok tidak seburuk yang mereka katakan”) atau memodifikasi perilaku (berhenti merokok, mengurangi, beralih ke merek dengan tar yang lebih rendah). Gambar di bawah mengilustrasikan bagaimana faktor lingkungan kerja (misalkan gaya manajer dapat mempergaruhi tiga komponen sikap. Stimulus ini memicu kognisi (pikiran), afeksi (emosi) dan respons perilaku. Pada intinya, stimulus menghasilkan pembentukan sikap yang kemudian mengarah pada satu, atau lebih, respons. 20 Stimulus Faktor lingkungan kerja Gaya manajer Teknologi Kebisingan Rekan kerja Sistem penghargaan Rencana kompensasi Kesempatan karir Keyakinan dan nilai Kognisi ”Supervisor saya tidak adil” ”Memiliki supervisor yang adil merupakan hal yang penting” Perasaan dan emosi Afeksi Perilaku ”Saya tidak menyukai supervisor saya” Perilaku dengan tujuan ”Saya telah mengajukan surat permohonan untuk ditransfer” Gambar 2.2 Faktor Lingkungan Kerja Sumber : Buku Perilaku dan Manajemen Organisasi Jilid 1 Toeri komponen kognisi, afeksi, dan perilaku sebagai determinan dari sikap memiliki implikasi penting bagi manajer. Teori tersebut mengimplikasikan bahwa manajer harus mampu menunjukkan bahwa dalam memberikan kontribuasi kepada organisasi sisi positif 21 melalui sisi negatifnya. Melalui usaha mengembangkan sikap yang positif terhadap organisasi dan pekerjaan, banyak manajer mencapai efektivitas. Mengubah Sikap Manajer sering kali bertugas mengubah sikap karyawan mereka agar daapt bekerja lebih keras dan mencapai kinerja pekerjaan lebih tinggi. Banyak variabel yang mempengaruhi perubahan sikap, prosesnya bergantung pada tiga faktor umum: komunikator, pesan itu sendiri, dan situasi. Sikap dan Kepuasan Kerja Kepuasaan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka. Hal tersebut dihasilkan dari persepsi mereka mengenai pekerjaan mereka dan tingkat kesesuaian antara individu dan organisasi. Beberapa faktor penting yang dihubungkan dengan kepuasaan kerja adalah: a. Imbalan adalah jumlah pembayaran yang diterima dan tingkat kesesuaian antara pembayaran tersebut dengan pekerjaan yang dilakukan. b. Pekerjaan itu sendiri adalah sejauh mana pekerjaan dianggap menarik, menyediakan, kesempatan untuk belajar, dan memberikan tanggung jawab. c. Peluang promosi adalah ketersediaan peluang untuk maju. d. Supervisi adalah kompetensi teknis dan keterampilan interpersonal dari atasan langsung. e. Rekan kerja adalah sejauh mana rekan kerja bersahabat, kompeten, dan memberikan dukungan. f. Kondisi pekerjaan adalah sejauh mana lingkungan kerja fisik memberikan kenyamanan dan mendukung produktivitas. g. Keamanan pekerjaan adalah keyakinan bahwa posisi seseorang realtif aman dan ada peluang untuk dapat terus bekerja dalam organisasi. 22 Kepuasan dan Kinerja Pekerjaan Ada tiga pandangan umum mengenai hubungan antar kepuasan kerja dengan kinerja pekerjaan atau efektivitas adalah: a. Kepuasan kerja berpengaruh pada kinerja pekerjaan. b. Kinerja pekerjaan berpengaruh pada kepuasan kerja. c. Hubungan kepuasan kerja-kinerja pekerjaan diperantarai oelh variabel lain seperti penghargaan. Kepribadian Hubungan antara perilaku dan kepribadian mungkin merupakan salah satu hal terkompleks yang harus dipahami manajer. Ketika kita berbicara mengenai kepribadian seseorang, kita merujuk pada serangkaian perasaan dan perilaku yang relatif stabil yang secara signifikan telah dibentuk oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Walau banyak aspek dari pembentukan, perkembangan, dan ekspresi kepribadian belum dipahami dengan sempurna, beberapa prinsipnya pada umumnya sudah diterima sebagai hal yang benar. Misalnya, pernyataan bahwa kepribadian: 1. Tampak diorganisasikan ke dalam pola-pola yang, pada beberapa tingkatan, dapat diamati dan dapat diukur. 2. Memiliki aspek dangkal, seperti sikap ketika menjadi seorang pemimpin tim, dan lebih mendalam, seperti sentimen mengenai otoritas atau etika kerja yang lebih kuat. 3. Melibatkan karakteristik umum maupun unik. Setiap orang berbeda dengan orang lain dalam beberapa hal, tetapi juga memiliki kesamaan dengan orang lain dalam hal yang lain. Kepribadian merupakan hasil dari sejumlah kekuatan yang secara bersama membantu membentuk individu unik seperti Anda.Kepribadian Anda sendiri tidak secara tiba- 23 tiba terbentuk atau muncul secara unik. Gambar dibawah ini, menyajikan beberapa kekuatan utama dari hal ini. (Ivancevich, 2007, p92-93) Budaya Keturunan KEPRIBADIAN INDIVIDU Kelas sosial dan keanggotaan kelompok lain Hubungan keluarga Gambar 2.3 Kekuatan yang membentuk kepribadian individu Sumber : Buku Perilaku dan Manajemen Organisasi Jilid 1 Kepribadian merupakan produk bawaan (nature), sekaligus juga lingkungan (nurture). Nature merujuk pada keturunan. Susunan genetik yang Anda warisi dari ibu dan ayah Anda secara parsial menentukan kepribadian yang Anda miliki saat ini. Akan tetapi, keturunan merupakan penentu yang penting dari kepribadian. Arti penting pengaruh 24 keturunan bervariasi pada satu sifat kepribadian dengan yang lainnya. Sebagai contoh, keturunan pada umumnya lebih penting dalam menentukan temperamen seseorang daripada nilai dari idealisme. Lingkungan (nurture) yang merujuk pada pola pengalaman kehidupan yang Anda miliki. Hubungan keluarga merupakan bagian penting dari nature. Ini mencakup pengalaman yang Anda miliki dengan orang tua, saudara kandung, dan anggota keluarga lainnya. Bagaimana orang tua Anda mengekspresikan perasaan mereka, seberapa ketat atau longgarnya mereka, berapa saudara kandung yang Anda miliki, urutan kelahiran Anda, peran yang dimainkan kakek-nenek dalam pengasuhan Anda --- semua merupakan contoh dari kekuatan hubungan keluargayagn memainkan peran dalam membentuk kepribadian Anda saat ini. Budaya secara signifikan membentuk diri setiap orang. Hal tersebut terjadi secara bertahap, dan pada umumnya tidak ada alternatif selain menerima budaya tersebut. Agar masyarakat dapat berfungsi secara stabil, dibutuhkan adanya pola perilaku yagn digunakan bersama oleh anggotanya dan terdapat sejumlah pedoman dasar untuk mengetahui bagaimana harus berperilaku dalam situasi tertentu. Kelas sosial juga penting dalam membentuk kepribadian. Berbagai lingkungan kota cenderung dihuni oleh beragam kelas sosial, masing-masing dengan adat istiadatnya sendiri. Lingkungan atau komunitas di aman seorang anak tumbuh merupakan tempat di aman dia belajar mengenai hidup. Kelas sosial mempengaruhi persepsi diri seseorang, persepsinya terhadap orang lain, dan persepsi pekerjaan, otoritas dan uang. Dalam kaitannya dengan permasalahan organisasi seperti penyesuaian, kualitas kehidupan kerja, dan ketidakpuasan, manajer yang berusaha untuk memahami karyawannya harus memberikan perhatian kepada faktor kelas sosial ini. 25 Dimensi Kepribadian Big Five “Kepribadian” merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan banyak perasaan dan perilaku. Dimensi kepribadian ”Big Five” mencakup: extroversion (keterbukaan terhadap lingkungan sosial dan fisik), emotional stability (stabilitas emosional), agreeableness (kesetujuan), conscientiousness (pengaturan diri), dan openness to experience (keterbukaan terhadap pengalaman). (Ivancevich, 2007, p95-96) Extroversion (umumnya juga disebut dengan istilah extraversion) merujuk pada kecenderungan pada orang untuk bersosialisasi, asertif, suka berteman dan berbicara, dan aktif. Orang yang memiliki tungkat extroversion tinggi cenderung senang berbicara dan berinteraksi dengan rekan kerja, dan mereka mencari pekerjaan yang memiliki interaksi sosial yang tinggi. Penelitian menunjukkan bahawa orang yang memiliki sifat memperhatikan lingkungan sosial dan fisik cenderung berkinerja dengan baik dalam pekerjaan penjualan dan manajerial, cenderung berprestasi baik dalam program pelatihan, dan cenderung untuk memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Emotional Stability merupakan kecenderungan seseorang mengalami keadaan emosi yang positif seperti merasa aman secara psikologis, tenang, dan santai. Di lain pihak, kecemasan, depresi, kemarahan, dan rasa malu merupakan karakteristik dari stabilitas emosional yang rendah. Individu dengan stabilitas emosional yang rendah lebih mungkin untuk mengalami stress yang berhubungan dengan pekerjaan. Walau hubungan antara stabilitas emosional dan kinerja pekerjaan tidak terbukti sebagai suatu hubungan yang kuat, terdapat beberapa temuan oenelitian menarik yang berkaitan dengan perilaku kerja yang lain. Sebagai contoh, suatu meta-analisis (studi penelitian besar yang menganalisis hasil beberapa studi sebelumnya) menemukan bahwa tingkat stabilitas emosional yang rendah berhubungan dengan tingkat motivasi karyawan yang rendah. Bersikap hormat, memberi maaf, toleran, percaya, dan berhati lunak merupakan sikap yang dihubungkan dengan agreebleness. Karyawan yang digambarkan sebagai 26 ”seseorang yang mudah setuju dengan orang lain” adalah orang yang memiliki agreebleness yang tinggi. Agreebleness merupakan suatu dimensi yang dapat menjadikan seseorang sebagai anggota tim yang efektif dan dapat memperoleh prestasi pada pekerjaan di mana mengembangkan dan mempertahankan hubungan interpersonal yang baik merupakan hal yang penting. Individu yang rendah dalam agreebleness sering kali digambarkan sebagai seseorang yang kasar, dingin, tidak peduli, tidak simpatik, dan antagonis. Pekerjaan dan profesi yang memerlukan individu yang memiliki tingkat agreebleness yang tinggi mencakup pelayanan konsumen, penjualan, audit, perawatan, pengajaran, dan pekerjaan sosial. Conscientiousness ditunjukkan oleh mereka yang digambarkan sebagai seseorang yang dapat diandalkan, terorganisir, menyeluruh, dan bertanggung jawab. Individu yang memiliki tingkat conscientiousness yang tinggi juga cenderung tekun, bekerja keras, dan senang mencapai dan menyelesaikan berbagai hal. Karyawan yang rendah dalam hal conscientiousness cenderung jorok, ceroboh, tidak efisien, dan bahkan malas. Dari perspektif penelitian, conscientiousness merupakan dimensi yang paling erat berkaitan dengan kinerja pekerjaan. Secara terpisah, karyawan yang memiliki tingkat conscientiousness yang tinggi berkinerja lebih baik di beragam pekerjaan. Penelitian yang baru juga menujukkan bahwa individu yang memiliki tingkat conscientiousness yang tinggi cenderung menunjukkan tingkat motivasi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi dan juga perilaku penting yang lainnya (lebih sedikit berhenti bekerja, absen, dan perilaku yang kontraproduktif lainnya). Openness to experience merefleksikan sejauh mana seorang individu memiliki minat yang luas dan bersedia mengambil risiko. Sikap spesifik yang dicakupnya ialah rasa ingin tahu, pemikiran terbuka, kreativitas, imajinasi, dan inteligensi. Orang yang memiliki tingkat openness to experience yang tinggi cenderung berhasil dalam pekerjaan di mana perubahan terjadi secara terus menerus dan inovasi merupakan hal yang penting. Sebagai contoh, orang yang menciptakan efek khusus untuk film laga yang beranggaran besar perlu memiliki tingkat openness to experience yang tinggi. 27 Locus of Control Locus of control (pusat pengendalian) menentukan tingkatan sampai di aman individu meyakini bahwa perilaku mereka mempengaruhi apa yang terjadi pada mereka. Beberapa orang merasa yakin bahwa merekamengatur dirinya sendiri secara sepenuhnya bahwa mereka merupakan penentu dari nasib mereka sendiri dan memiliki tanggung jawab pribadi untuk apa yang terjadi terhadap diri mereka. Ketika mereka berkinerja dengan baik, mereka yakin bahwa hal tersebut disebabkan oleh usaha atau keterampilan mereka. Mereka digolongkan sebagai internal. Yang lainnya memandang diri mereka secara tak berdaya diatur oleh nasib, dikendalikan oleh kekuatan dari luar di aman, kalaupun ada, mereka hanya memiliki sangat sedikit pengaruh. Ketika mereka berkinerja dengan baik, mereka yakin bahwa hal tersebut disebabkan oleh keberuntungan atau karena tugas tersebut merupakan tugas yang mudah. Mereka digolongkan sebagai eksternal. Beberapa penelitian menyatakan bahwa eksternal memperoleh hasil yang rendah dalam dimensi extroversion dan emotional stability dalam Big Five. Self-Efficacy Self-efficacy berhubungan dengan keyakinan pribadi mengenai kompetensi dan kemampuan diri. Secara spesifik, hal tersebut merujuk pada keyakinan seseorang terhadap kemampuan untuk menyelesaikan suatu tugas secara berhasil. Individu dengan tingkat self- efficacy yang tinggi sangat yakin dalam kemampuan kinerja mereka. Konsep self-efficacy memasukkan tiga dimensi: besarnya, kekuatan, dan generalitas. Menurut sebuah analisis mengenai self-efficacy oleh Gist dan Mitchell, penelitian mengenai self-efficacy telah mengarah pada beberapa temuan yang konsisten. Mereka menyatakan bahwa self-efficacy berhubungan dengan kinerja dalam pekerjaan, pilihan karir, pembelajaran dan pencapaian, dan kemampuan beradaptasi dengan teknologi baru, dan mereka menyatakan beberapa metode pelatihan dapat meningkatkan self-efficacy pada peserta pelatihan. Suatu studi penelitian yang berskala besar menemukan bahwa individu 28 yang memiliki self-efficacy tinggi cenderung berkinerja pada suatu tingkatan yang lebih tinggi. Juga mendukung kesimpulan ini adalah penelitian Bandura dan Locke, yang menemukan bahwa, ketika dikombinasikan dengan penetapan tujuan, individu dengan self- efficacy yang tinggi cenderung menunjukkan tingkat motivasi dan kinerja yang lebih tinggi. Oleh karena itu, perasaan self-efficacy memiliki sejumlah implikasi manajerial dan organisasional: 1. Keputusan seleksi adalah Organisasi seharusnya memilih individu yang memiliki perasaan self-efficacy yang tinggi. Individu-individu tersebut dapat dimotivasi untuk terlibat dalam perilaku yang akan membantu mereka berkinerja dengan baik. Self- efficacy dapat diukur selama proses penerimaan pegawai/promosi. 2. Program pelatihan adalah Organisasi seharusnya mempertimbangkan tingkat self- efficacy karyawan ketika memilih kandidat untuk program pelatihan. Jika anggaran pelatihan terbatas lebih banyak pengembalian (misalkan kinerja) dari investasi pelatihan yang dapat direalisasi dengan mengirimkan hanya karyawan yang memiliki self-efficacy tinggi. Individu jenis ini akan cenderung belajar lebih banyak dari pelatihan, dan pada akhirnya akan lebih mungkin untuk menggunakan pelatihan tersebut untuk meningkatkan kinerja pekerjaan. 3. Penetapan tujuan dan kinerja adalah Organisasi dapat mendorong tujuan kinerja yang lebih tinggi dari karyawan yang memiliki tingkat self-efficacy yang tinggi. Hal ini akan menghasilkan tingkat kinerja yang tinggi dari karyawan, yang penting bagi banyak organisasi pada era hiperkompetisi. Kreativitas Kreativitas merupakan ciri kepribadian yang melibatkan kemampuan iuntuk meloloskan diri dari pemikiran kaku dan menghasilkan ide yang baru dan berguna. Kreativitas menghasilkan inovasi, dan inovasi merupakan sumber kehidupan dari sejumlah perusahaan. Kreativitas merupakan ciri kepribadian yang dapat didorong dan dikembangkan 29 dalam organisasi. Caranya dengan memberikan orang kesempatan dan kebebasan untuk berpikir dengan cara yang tidak konvensional. 2.4 Metode DISC dan Perkembangannya Menurut kebudayaan dan kepercayaan kuno bangsa Yunani, perilaku dan keperibadian seseorang merupakan bagian integral dengan kesehatannya. Mereka percaya bahwa tubuh berisi empat cairan dasar (disebut humours) yang berhubungan dengan empat elemen yaitu api, udara, air dan tanah. Ketika salah satu cairan itu lebih banyak atau lebih dominan dibanding yang lainnya, akan mempengaruhi kecenderungan umum atau mood seseorang. Empat cairan itu, darah (blood), empedu kuning (yellow bile), lendir (phlegm) dan empedu hitam (black bile), masing-masing dipercaya berhubungan erat dengan tipe perilaku yang berbeda. Kelebihan darah membuat seseorang menjadi sanguin, empedu kuning menghasilkan sifat kolerik, lendir secara alamiah akan menghasilkan penampilan yang flegmatik, dan empedu hitam berhubungan dengan sifat seseorang yang melankolik. Teori ini, yang pertama kali disusun secara sistematis oleh Hippocrates, tetap digunakan sampai abad pertengahan. Sekarang tentunya kita mengetahui bahwa teori-teori tersebut tidak sepenuhnya berdasarkan fakta-fakta medis, akan tetapi apa yang telah dicapai oleh bangsa Yunani itu merupakan metoda sistematis pertama yang telah dilakukan untuk mendeskripsikan tipe-tipe orang. Begitu berhasilnya pendekatan ini, bahkan sampai hari ini, kata-kata sanguine, phlegmatic, choleric dan melancholic masih umum digunakan. Pendekatan modern tidak lagi mengukur jumlah empedu kuning atau cairan lainnya dalam diri seseorang untuk menentukan kepribadian mereka, tetapi ide dibelakang itu secara tidak langsung dapat ditelusuri hingga pada teori-teori Hippocrates. 30 1. Carl Gustav Jung Ada banyak teori modern tentang perilaku seseorang berdasarkan ide empat faktor individu. Mungkin yang paling berpengaruh didapatkan pada hasil pekerjaan seorang psychologist Swiss, Carl Gustav Jung. Ia mendefinisikan kepribadian menjadi empat tipe yang berbeda: Sensing, Intuitive, Feeling dan Thinking. Definisi-definisi berbagai tipe ini berakar dari penelitian panjang Jung, dan tentunya bukan hal yang juga akan kita teliti dalam tulisan ini. Hal ini menjadi penting karena mewakili salah satu dari usaha-usaha awal upaya memetakan kepribadian manusia oleh psikolog modern. Dan test yang berdasarkan pekerjaan Jung masih banyak digunakan sampai hari ini 2. The Emotions of Normal People Pada awal 1920an, seorang ahli psikologi flamboyan dari Amerika Serikat, William Moulton Marston, mengembangkan teori untuk menjelaskan respon emosional seseorang. Sampai pada masa itu, pekerjaan sejenis ini umumnya terbatas pada orangorang yang sakit secara mental atau perilaku kriminal, dan kali ini Marston bermaksud mengembangkan ide ini mencakup kepribadian orang-orang biasa atau normal. Untuk menguji teorinya, Marston membutuhkan berbagai cara mengukur kepribadian yang ia coba ungkap. Penelitiannya dilakukan dengan cara mengukur empat faktor penting, yaitu Dominance, Influence, Steadiness dan Compliance, yang kemudian dikenal sebagai DISC. Pada 1926, Marston menerbitkan penemuannya dalam sebuah buku terkenal yang berjudul The Emotions of Normal People, yang juga berisikan sebuah deskripsi singkat tentang berbagai pengujian dan percobaan yang telah dikembangkannya. 31 2.5 Pengembangan DISC Sekarang ini terdapat beberapa cara dan pendekatan untuk dapat mengevaluasi dan memprediksi kecenderungan perilaku seseorang. Pada salah satu kutub, ada yang sekedar menggunakan suatu test sederhana untuk menguji keterampilan dan kemampuan; sebagai contoh suatu ujian atau test mengemudi. Sedangkan pada bagian lainnya terdapat penggunaan test kepribadian, yang dibuat untuk memberikan gambaran umum tentang gaya dan perilaku seseorang selengkap mungkin. Pendekatan DISC terletak di antara kedua kutub ini. Alat ini memberikan gambaran mengenai gaya seseorang yang dapat memprediksi kecenderungan perilakunya di masa yang akan datang. Hal ini diperoleh dengan mengevaluasi faktor-faktor kepribadian utama yang ada dalam diri seseorang. DISC ini memberikan banyak keuntungan dalam penggunaannya, jika batere test yang lengkap sering berisi ratusan pertanyaan, dan membutuhkan waktu lama dalam melengkapinya, kuesioner DISC hanya berisi dua puluh empat pertanyaan, dan dapat diselesaikan dalam waktu hanya lima belas menit atau bahkan kurang. Keuntungan lainnya ada pada interpretasinya; pada test lengkap merupakan hasil pekerjaan para ahli atau expert-nya, hasil DISC dapat dikerjakan dengan menggunakan suatu software dan dapat dikerjakan dengan otomatisasi, dengan demikian waktu pelaporan yang dibutuhkan juga akan jauh lebih cepat. Pada dasarnya, DISC mengukur empat faktor perilaku seseorang, yaitu: Dominance, Influence, Steadiness dan Compliance. Ini merupakan suatu konstruksi yang cukup kompleks, dan tidak mudah digambarkan dengan satu kata saja, tetapi dapat dikelompokkan sebagai unsur ketegasan (assertiveness), komunikasi (communication), kesabaran (patience) dan struktur (structure). 32 Kekuatan sesungguhnya dari DISC datang dari kemampuannya menginterpretasi hubungan antara faktor-faktornya. Contoh dimana seorang dengan D tinggi (highly Dominant) yang juga mempunyai tingkat I yang tinggi (high level of Influence), mereka akan berperilaku berbeda dengan orang yang D tinggi tetapi tanpa I. Faktor-faktor kombinasi seperti ini secara teoritis akan menghasilkan jutaan profil berbeda. Menggunakan informasi ini, DISC tentunya dapat digunakan untuk mendeskripsikan cara pendekatan atau gaya yang dikembangkan seseorang, motivasi dan termasuk hal yang tidak disukainya (dislike), kekuatan dan kelemahannya, serta pandangan-pandangan mereka terhadap orang lain. Lebih jauh hal ini tentunya dapat membantu untuk memperkirakan reaksi seseorang pada situasi dan keadaan yang sedang dihadapinya. Seperti umumnya alat-alat test sejenis (termasuk IQ test), DISC pertama kali digunakan untuk kepentingan militer dan secara luas digunakan sebagai bagian dalam proses penerimaan tentara AS pada tahun-tahun menjelang Perang Dunia II. Setelah keandalannya terbukti, kemudian DISC secara bertahap dipakai untuk kepentingan rekrutmen yang lebih umum. Pada awal pemakaiannya secara luas, DISC terbatas digunakan pada sektor komersial. Agar efektif, dibutuhkan juga pendapat para ahli, dan hal inilah yang membuatnya menjadi mahal. Sebelum memanfaatkan komputer, interpretasi jawaban kuesioner DISC menjadi profil seseorang merupakan pekerjaan yang sulit dan juga kompleks. Kemajuan dalam penggunaan komputer telah membuat DISC dapat dimanfaatkan secara universal, karena hasilnya dapat diperoleh dan diinterpretasikan secara otomatis dan cepat. Pada akhirnya DISC menjadi solusi hemat bagi setiap orang, dan telah berkembang menjadi alat assessment perilaku (behavioral assessment tool) yang paling banyak digunakan di dunia saat ini. 33 DISC Personality System merupakan bahasa universal mengenai perilaku. Penelitian mengelompokkan karakteristik perilaku dalam empat bagian utama yang disebut sebagai gaya kepribadian. Orang dengan gaya yang serupa cenderung menampilkan ciri perilaku yang mirip. Setiap individu memiliki keempat gaya ini, akan tetapi bervariasi menurut intensitasnya. DISC yaitu D (Dominance), I (Influence), S (Steadiness) dan C (Compliance). DISC adalah akronim untuk: • Dominance - berkaitan dengan kendali, kekuatan dan ketegasan • Influence - berkaitan dengan situasi sosial dan komunikasi • Steadiness (penyerahan dalam Marston waktu) - yang berkaitan dengan kesabaran, ketekunan, dan perhatian • Conscientiousness (atau kehati-hatian, kepatuhan pada Marston waktu) - yang berkaitan dengan struktur dan organisasi Keempat dimensi ini dapat dikelompokkan dalam kotak dengan D dan aku berbagi baris atas dan ekstrover mewakili aspek-aspek kepribadian, dan C dan S di bawah ini mewakili aspek-aspek introver. D dan C kemudian berbagi kolom kiri dan mewakili aspekaspek berfokus pada tugas, dan aku dan S berbagi kolom kanan dan mewakili aspek-aspek sosial. Hasil dari analisis data adalah berupa perilaku dan tipe kepribadiannya. 34 2.6 Rerangka Pemikiran - Perilaku Karyawan Manajer Asisten Manajer Sub Manajer Staff Analisis DISC (Menggunakan Kuisioner dengan analisis DISC dalam bentuk Short Form yaitu Total Raw dan Total Weight Score) Setiap Indikatornya menunjukan perilaku dan tipe kepribadian yang diinterpretasikan dengan teori Hand book DISC Dominant Influence Stable Compliance Tipe Kepribadian (Gabungan dari beberapa perilaku yang mencerminkan kepribadian) Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran