I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat

advertisement
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) merupakan salah satu sayuran
penting di Asia dan Afrika. Kedua benua ini menurut laporan dapat memproduksi
lebih dari 65% tomat di dunia. Buah tomat kaya akan nutrisi seperti vitamin,
mineral dan anti oksidan, serta penting juga untuk menjaga keseimbangan gizi
manusia (Srinivasan, 2010). Menurut Hallmann (2012), tomat mengandung
antioksidan yang tinggi seperti vitamin C, polifenol (termasuk flavonoid) dan
karotenoid (seperti lycopene dan β-karoten). Tomat juga merupakan komoditas
hortikultura yang penting di Indonesia yang bernilai ekonomi tinggi yang sangat
penting dalam menunjang ketersediaan pangan dan kecukupan gizi masyarakat.
Selama masa pertumbuhannya, tanaman yang termasuk dalam famili
Solanaceae ini banyak mendapatkan gangguan baik dari hama maupun patogen
tanaman yang dapat menurunkan tingkat produksinya. Ralstonia solanacearum
merupakan patogen penting yang sering menyerang tanaman tomat yang
menyebabkan penyakit layu bakteri (Semangun, 2006).
Ralstonia solanacearum merupakan bakteri patogen tanaman tular tanah
yang banyak ditemukan di daerah subtropis dan tropis yang secara alami
menginfeksi perakaran dan memperbanyak diri di dalam jaringan xilem
(Yabuuchi et al., 1995). Bakteri ini memiliki kisaran inang yang sangat luas.
Spesies tanaman yang rentan terjadi pada ratusan spesies tanaman dari sekitar 50
famili tanaman (Hayward, 1991).
2
Studi yang dilakukan di India menunjukkan bahwa layu bakteri dapat
menimbulkan kerugian hingga 90% pada tomat selama musim panas. Setiap
tahun, 15% dari lahan di Carolina Selatan, Amerika Serikat dipengaruhi oleh layu
bakteri. Kehilangan hasil akibat penyakit ini telah diperkirakan berkisar 1-5%
(Elphinestone, 2005).
Telah banyak upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini
melalui praktek-praktek budidaya dan pengembangan varietas tahan, namun
semua menunjukkan keberhasilan yang terbatas (Maji dan Chakrabartty, 2014).
Fumigasi tanah dengan metil bromida maupun kloropikrin juga menunjukkan hal
yang sama. Karena terbatasnya efektivitas dari beberapa pengendalian tersebut,
penyakit layu bakteri tetap menjadi masalah serius secara ekonomis (Hayward,
1991).
Metode pengendalian biologis telah dipelajari selama lebih dari 60 tahun
karena belum ada pestisida kimia yang efektif yang dapat digunakan dalam
menekan perkembangan penyakit layu bakteri. Pengendalian secara hayati
patogen tanaman menurut Cook dan Baker (1996) adalah pengurangan jumlah
inokulum atau aktivitas patogen dalam menyebabkan penyakit dengan
menggunakan satu atau lebih organisme. Aktivitas patogen dalam menimbulkan
penyakit meliputi pertumbuhan, virulensi, infeksi, perkembangan gejala dan
reproduksi. Pengendalian secara hayati dapat terjadi secara alami maupun dengan
manipulasi lingkungan, tanaman inang, antagonis atau dengan introduksi satu atau
lebih jasad antagonis.
3
Mekanisme pengendalian secara hayati dapat dibagi menjadi beberapa
mekanisme, yakni (1) antibiosis, (2) kompetisi, (3) mikoparasitisme atau enzim
pendegradasi dinding sel dan (4) ketahanan terinduksi. Pengendalian secara hayati
terhadap patogen tanaman menjadi lebih penting karena tidak menimbulkan
residu, aman bagi lingkungan dan berpengaruh positif bagi tanaman (Lo, 1998).
Banyak penelitian menunjukkan bahwa pengendalian hayati terhadap
bakteri layu dapat dicapai dengan menggunakan beragam mikroorganisme. Agens
biologi potensial yang dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit layu
bakteri pada tomat di antaranya adalah
jamur mikoriza vesikular arbuskular
(VAM) (Ambardar, 2011), mutan avirulen dari R. solanacearum (Dong et al.,
1999; Arwiyanto et al., 1991), dan beberapa rhizobakteri antagonis seperti
Bacillus spp. (Wei et al., 2011), Pseudomonas spp. (Vanitha et al., 2009),
Streptomyces spp. (Boukaew et al., 2011), Acinetobacter sp. dan Enterobacter sp.
(Xue et al., 2009). Bacillus spp. dan Pseudomonas spp. adalah yang paling
banyak digunakan dalam pengendalian hayati penyakit tumbuhan.
Penggunaan bakteri pengendali hayati secara tunggal telah banyak
menunjukkan keberhasilannya. Arwiyanto dan Hartana (1999) telah melaporkan
bahwa Pseudomonas putida strain Pf-20 menunjukkan kemampuan yang tinggi
dalam menekan perkembangan penyakit layu bakteri pada tembakau. Arwiyanto
et al. (2007a) juga mendapatkan tiga isolat Bacillus spp. yaitu Ba-4, Ba-22 dan
Ba-24 yang mampu menghambat tiga jenis isolat R. solanacearum yang diisolasi
dari lahan tembakau di daerah Temanggung. Arwiyanto et al. (2009) dalam hasil
penelitiannya mendapatkan pula isolat Streptomyces S57 dan S67 yang dapat
4
meningkatkan pertumbuhan dan produksi jahe serta menurunkan indeks penyakit
layu bakteri di lapangan.
Melihat kemampuan antagonis yang baik dalam penggunaannya secara
tunggal, maka pemanfaatan kombinasi bakteri pengendali hayati diharapkan dapat
menambah
keberhasilan
pengendalian.
Beberapa
penelitian
melaporkan
pemanfaatan kombinasi antagonis yang berhasil untuk memanajemen penyakit
tanaman.
Kombinasi
Curtobacterium
Bacillus
flaccumfaciens
pumilus
ME1
INR7,
dapat
B.
subtilis
meningkatkan
GB03
dan
kemampuan
pengendaliannya terhadap banyak patogen pada mentimun (Raupach dan
Kloepper, 1998). Pencampuran rhizobacteria pemacu pertumbuhan tanaman
(PGPR) telah digunakan untuk mengendalikan banyak penyakit tanaman pada
mentimun melalui induksi ketahanan sistemik (Jetiyanon dan Kloepper, 2002).
Kombinasi strain avirulen R. solanacearum dan Pf-20 dapat menekan penyakit
layu bakteri pada terung (Arwiyanto et al., 2012).
Kombinasi dari bakteri pengendali hayati juga digunakan dalam
mengendalikan layu Ralstonia. Serratia sp. J2, Pseudomonas sp. J3 dan Bacillus
sp. BB11 telah dikombinasikan sebagai pengendali hayati R. solanacearum (Guo
et al., 2004). Di Indonesia, pengendalian hayati dengan mengkombinasikan
beberapa agens hayati juga telah dilakukan. Hasil pengujian Hanudin dan
Marwoto (2003) baik pada skala laboratorium, rumah kaca maupun di lapangan
menunjukkan aplikasi Bacillus sp. dan P. fluorescens dapat mengendalikan
penyakit layu bakteri pada tanaman tomat yang disebabkan oleh R. solanacearum.
5
Crisnawati et al. (2009) di dalam penelitiannya juga mendapatkan
kombinasi strain Bacillus spp. Bc 26 dan Pseudomonad fluoresen Pf 101 yang
mempunyai kemampuan paling tinggi dalam menekan perkembangan penyakit
layu bakteri nilam dibandingkan dengan perlakuan secara tunggal. Berdasarkan
pemikiran tersebut di atas, maka diperlukan pengujian dalam penerapan
Pseudomonas putida strain Pf-20, Bacillus spp. dan Streptomyces baik secara
tunggal maupun kombinasi dalam menekan perkembangan penyakit layu bakteri
pada tomat.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
mengetahui kompatibilitas beberapa isolat bakteri pengendali hayati dari
Pseudomonas putida strain Pf-20, isolat Bacillus spp. dan isolat Streptomyces
spp. dalam mengendalikan penyakit layu bakteri.
2.
mengetahui mekanisme penghambatan yang terjadi terhadap R. solanacearum
pada tanaman tomat oleh bakteri antagonis.
3.
mengetahui perlakuan yang terbaik yang dapat menekan perkembangan
penyakit layu bakteri pada tanaman tomat.
Download