BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005—2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah, visi itu adalah spirit baru Indragiri Hilir menuju kabupaten yang maju, bermarwah dan bermartabat (RPJMD Indragiri Hilir, 2014). Berdasarkan hal itu perlu pemetaan suatu rencana untuk mewujudkan daerah yang mempunyai tekad serta mewujudkan masyarakat yang dapat membantu mendorong perekonomian. Berkaitan dengan spirit yang berarti semangat ini pula, masyarakat dapat merespon program pemerintah, yang berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan di daerah pada umumnya. Salah satu tugas pemerintah daerah adalah meningkatkan kualitas pembangunan yang dilakukan melalui rangkaian perencanaan yang selaras dengan proses pengendalian dan peran serta masyarakat. Arsyad (2011: 69) mengatakan bahwa perencanaan membagi pembangunan perekonomian sistem perencanaan ke dalam sektor pemerintah dan sektor swasta, apabila ingin mencapai proses pembangunan yang lebih cepat. Oleh karena itu, daerah seharusnya mampu untuk mewujudkan perencanaan tersebut dengan berbagai alternatif program yang direncanakan lalu dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan mekanisme yang berlaku. Arsyad (1999: 108) mendefinisikan pembangunan daerah sebagai suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakat dapat mengelola sumber daya 1 yang ada, serta membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan pihak swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru, dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Pengukuran kesejahteraan di daerah tidak dapat disamakan atau diselaraskan. Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memberikan bantuan ke daerah yaitu kebutuhan masyarakat, lingkungan, kemampuan keuangan daerah, pendapatan masyarakat, dan keterbatasan sumber daya. Perlunya penanganan pemerintah untuk membenahi sistem perencanaan dengan mengidentifikasi penyebab dari timbulnya program pemerintah yang bermasalah, sangat perlu dipahami secara intensif. Masyarakat dan pemerintah daerah, terlibat dalam mengatur dan menjalankan program dalam melaksanakan mekanisme dan kegiatan sesuai dengan tujuan program menyangkut visi dan misi suatu daerah. Tingkat kehidupan golongan orang miskin tidak dapat dinaikkan, hanya dengan menaikkan daya beli melalui program kesejahteraan sosial yang berjangka pendek (Helmi, 2009). Kehidupan masyarakat yang tidak mensejahterakan daerah apabila bantuan yang diberikan hanya sekedar materi, dengan tujuan memberikan stimulus dan perbaikan program kerja pemerintah. Oleh karena itu, agar masyarakat miskin dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, harus ada follow up dari proses perbaikan ke arah pembangunan daerah dari aspek pelaksanaan dan kebutuhan masyarakat. Kabupaten Indragiri Hilir merupakan salah satu kabupaten dengan jumlah penduduk miskin terbesar di Provinsi Riau. Kondisi ini cukup memberikan 2 pelajaran, bahwa pemerintah daerah berkewajiban untuk segera mengatasi permasalahan ini secara serius, yaitu bagaimana menurunkan angka kemiskinan agar tidak berdampak luas. Seiring pesatnya pembangunan daerah di Provinsi Riau, berdampak pada penurunan jumlah penduduk miskin di Indragiri Hilir relatif cukup tinggi. Sesuai data BPS tahun 2014, angka kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2006 sebesar 14,85 persen, dan pada tahun 2013 sebesar 7,88 persen. Pemerintah daerah dan seluruh unsur pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta dan lembaga pendidikan, seharusnya membuat formulasi strategis dan teknik serta bagaimana mekanisme implementasi, dari berbagai program pemberdayaan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan (Bappeda, 2015). Oleh karena itu harus dilakukan evaluasi untuk mengetahui penghambat dari keberhasilan program penanggulangan kemiskinan. Pelaksanaan program secara langsung dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, namun tidak mudah untuk melaksanakannya. Hal ini karena ada beberapa aspek yang harus dipelajari mengenai kondisi daerah pada umumnya. Berbeda dengan negara lain, yang mempunyai visi dan misi daerah yang sangat komprehensif dan sudah mengetahui secara langsung penyebab dari kelemahan program pemerintah tersebut, kemiskinan di Provinsi Riau memiliki karakteristik spesifik, mengikuti keberagaman tipologi geografis, suku, dan adat masyarakat setempat. Sesuai wewenang yang dimiliki, Kementerian Dalam Negeri mengajak semua pihak untuk membangun komitmen bersama dan mengambil langkah- 3 langkah strategis. Hal itu dimaksudkan agar ke depan, masyarakat dapat merasakan jaminan services), dalam pelayanan rangka kebutuhan penaggulangan hak-hak kemiskinan dasar (basic dan needs mendorong pengembangan kegiatan produktif yang berdaya saing (competitiveness). Kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan di daerah selama ini, telah didesain dengan memperhatikan hakikat, prinsip, dan langkah-langkah pembangunan secara terpadu, serta telah memperhatikan kondisi daerah. Dalam praktiknya, masih ditemui beberapa permasalahan, seperti lemahnya koordinasi dan implementasi program di berbagai lini struktur pemerintahan. Menyikapi hal itu, telah diterbitkan Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, yang telah ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Permendagri No. 42 Tahun 2010 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan Kabupaten/Kota. Perkembangan jumlah penduduk akan berpengaruh pada jumlah masyarakat miskin setiap tahunnya disebabkan adanya pergeseran budaya dan pola pikir masyarakat, mengenai bantuan pemerintah daerah. Perkembangan penduduk justru mempengaruhi jumlah masyarakat kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2006 sebesar 14,85 persen atau sebesar 96.207 jiwa, dan tahun 2008 jumlah penduduk miskin sebesar 13,19 persen atau 92.390 jiwa. Realisasi program pemerintah daerah ternyata berpengaruh juga terhadap penurunan angka kemiskinan, walaupun masih ada beberapa permasalahan yang belum dapat diatasi. Penyebabnya masih dalam proses pengembangan yang dilakukan 4 pemerintah, melihat dari berbagai isu strategis kemudian daerah harus mengupayakan dapat membangun sektor unggulan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin, untuk kecamatan yang sulit untuk dijangkau dalam pendistribusian bantuan. Komposisi penduduk usia 0—14 tahun di Kabupaten Indragiri Hilir cukup banyak, diikuti jumlah penduduk usia produktif 15—59 tahun. Produktivitas berdampak kepada masyarakat dalam melakukan kegiatan perekonomian dari berbagai aspek. Kondisi perekonomian setiap kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir dapat memberikan gambaran, suatu potensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin, dengan melihat apakah masyarakat miskin yang masih produktif dapat ditanggulangi, karena tidak semua masyarakat miskin produktif memiliki upah yang sesuai. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Indragiri Hilir adalah 76,15. Di antara seluruh kabupaten/kota di Provinsi Riau, angka tersebut berada pada urutan keempat, setelah Kota Pekanbaru, Kota Dumai dan Kabupaten Siak. IPM menunjukkan besarnya kontribusi pemerintah dalam pembangunan daerah dan dapat mencerminkan strategi pembangunan di daerah tersebut begitu baik. Rencana pembangunan jangka panjang pemerintah daerah dapat meningkatkan indeks pembangunan di daerah tersebut. Rencana pemerintah daerah juga dapat menilai bagaimana masyarakat dapat berkembang dari peningkatan harapan hidup, melek huruf, dan menggambarkan pertumbuhan kesejahteraan di Kabupaten Indragiri Hilir. Seluruh potensi yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir adalah wujud dari pengembangan dan pertumbuhan 5 daerah dari cerminan masyarakat miskin yang telah ditargetkan. Berdasarkan perkembangan masyarakat yang dikategorikan miskin dari pemerintah daerah merupakan tolok ukur pembangunan daerah, dari segi peningkatan IPM di Kabupaten Indragiri Hilir, yang berarti kesejahteraan masyarakat mulai mengalami perbaikan, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, dengan adanya upaya pemerintah daerah untuk mengentaskan kemiskinan. Selain Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sebenarnya ada banyak aspek yang mempengaruhi kemiskinan. Rumah Tangga Sasaran merupakan masyarakat memiliki kategori miskin daerah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah memiliki pengaruh dalam keberhasilan program penanggulangan kemiskinan. Tahun 2014 di Kabupaten Indragiri Hilir, jumlah rumah tangga sasaran semakin berkurang, Namun tidak dapat dipungkiri masih adanya kesenjangan sosial. Hal ini karena beberapa masyarakat tidak mendapatkan bantuan layaknya masyarakat yang seharusnya mendapatkan bantuan tersebut. Perubahan jumlah rumah tangga sasaran yang relatif stagnan pada tahun 2010 sampai dengan 2012 membuat masyarakat menilai negatif, dari perubahan setiap data penerima bantuan RTS, tidak dilakukan pemutakhiran oleh pemerintah daerah. Hal ini tidak diantisipasi pemerintah daerah dengan baik, untuk memudahkan penanggulangan kemiskinan di tingkat kecamatan. Target pemerintah harus sesuai dengan tujuan program kerja daerah, dan memperhatikan situasi dan kondisi di lapangan, mengatasi permasalahanpermasalahan sangat fundamental. Masih banyaknya masyarakat miskin yang 6 mendapatkan bantuan dari pemerintah, tetapi belum menunjukkan peningkatan kesejahteraan secara signifikan. Hal ini perlu adanya dorongan dari seluruh elemen masyarakat, kewajiban bagi pemerintah daerah memberikan solusi secara bersama-sama, terutama dari permasalahan Rumah Tangga Sasaran (RTS) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dirasa perlu untuk menjadi kosentrasi pemerintahan dalam pengentasan kemiskinan. Tujuan utama program dan kegiatan pemerintah tertuju pada penurunan persentase kemiskinan sebagai wujud mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan secara inklusif, serta dapat meingkatkan pendapatan per kapita masyarakat. Kesejahteraan merupakan hal yang mutlak bagi pemerintah daerah wujudkan sebagai upaya peningkatan kinerja pembangunan daerah, dari berbagai aspek terutama dalam meningkatkan evaluasi dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan memvalidasi data Rumah Tangga Sasaran (RTS). Belum optimalnya pemerintah daerah dalam penanganan permasalahan kemiskinan terjadi karena adanya permasalahan dari berbagai aspek yang harus dipertimbangkan, yang dapat mengganggu keuangan dalam mendistribusikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Permasalahan anggaran yang harus diperhatikan dalam pendistribusian pos anggaran, yang direncanakan pemerintah harus sesuai dengan kondisi sebenarnya diperlukan oleh masyarakat dan hal dianggap perlu oleh pemerintah dapat selesaikan. Anggaran program yang diajukan pemerintah pusat untuk dilaksanakan, adapun bentuk dari program daerah secara umum adalah sebagai berikut. 7 1. Program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, seperti beasiswa miskin, jaminan kesehatan, beras miskin, Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Sosial Masyarakat (JSM). 2. Program pemberdayaan masyarakat miskin seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) 3. Program pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). 4. Program langsung maupun tidak langsung, program pemerintah mengenai program penanggulangan kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan merupakan langkah dalam memusatkan strategi, untuk menanggulangi kemiskinan. Dalam menangani masalah kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir, melalui program pemerintah pusat dengan peranan otonomi daerah yang lebih meningkatkan pelayanan di daerah. Menurut penelitian Hamdan (2003) ada 6 kelemahan dari program penanggulangan kemiskinan, yaitu sebagai berikut. 1. Orientasi cenderung bersifat jangka pendek misalnya pembagian sembako. 2. Pemilihan kelompok sasaran yang kurang tepat, karena penentuan sasaran dilakukan oleh orang yang tidak mengetahui situasi dan kondisi daerah. Hal ini menyebabkan bantuan yang seharusnya diberikan masyarakat miskin tidak seluruhnya tersalurkan dengan efektif. 3. Implementasi program program lebih berorientasi pada satuan administrasi (Desa/kelurahan, RT/RW). 8 4. Program yang dilaksanakan cenderung membutuhkan penguatan oleh kelompok-kelompok swadaya yang sebelumnya telah ada dan memerlukan bantuan pemerintah. 5. Pelaksanaan program tidak melibatkan kelompok masyarakat, khususnya sebelum reformasi. Program hanya memanfaatkan struktur birokrasi pemerintah yang cenderung tidak efisien dan korup. 6. Program dirumuskan tanpa menyertakan partisipasi dan peran aktif dari kelompok sasaran, sehingga justru tidak berjalan dengan efisien. Pemerintah selaku stakeholder harus membuat perencanaan yang benar dengan berlandaskan keadilan sosial, sebagaimana Pancasila sila kelima. Dalam hal ini, pemerintah perlu mempertimbangkan bagaimana proses pendistribusian pendapatan masyarakat pada umumnya, sehingga perlu memperhatikan ketimpangan di suatu wilayah kecamatan yang pada umumnya belum tersentuh pembangunan. Adanya upaya penguatan dari berbagai aspek yang dapat mempengaruhi kebijakan program pemerintah daerah dalam menangani kemiskinan, terutama untuk memberikan gambaran bagi daerah dalam melaksanakan program penanggulangan kemiskinan. Hal ini dilihat dari potensi pertumbuhan dan pembangunan daerah yang mulai membaik, dan tingkat kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir yang semakin tahun menurun, namun di sisi lain mengalami perubahan karena adanya permasalahan yang disebabkan oleh kurangnya evaluasi dalam pengambilan kebijakan pemerintah daerah, sehingga terjadi peningkatan persentase kemiskinan. Persoalan yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini 9 adalah menganalisis program penanggulangan kemiskinan terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. 1.2 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian sebagai rujukan penulis dalam melaksanakan kegiatan penelitian dirangkum dalam tabel 1.1. No 1. 2. 3. Tabel 1.1 Studi dan Analisis Penelitian yang berhubungan dengan Anaisis Program Penanggulangan Kemiskinan. Studi Oleh Alat Analisis Kesimpulan Azis (2005) Sampling random Persepsi masyarakat terhadap Program stratifikasi proporsional. kemiskinan di Perkotaan (P2KP) mampu meningkatkan pendapatan masyarakat ratarata 37,58 persen dengan tingkat efisiensi sebesar 1,73 persen. Bani (2010) Wawancara purposive 80% masyarakat Optimis dengan adanya sampling, dan snowble Program Penanggulangan Kemiskinan sampling. yakni P2KP, dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang mengurangi angka kemiskinan di Kota Gorontalo. Magdalena ADePTdan SWOT Kemiskinan di Kota Dumai terkonsentrasi (2011) di wilayah perkotaan disebabkan oleh penduduk usia produktif yang tidak bekerja. Respon terhadap inflasi lebih tinggi pada kemiskinan di perkotaan dibandingkan kemiskinan di perdesaan. Berdasarkan analisis SWOT, disimpulkan bahwa Kota Dumai memiliki faktor kekuatan yang berpotensi untuk dikembangkan. Susiwati (2012) Regresi data panel Borny (2014) Tipologi klassen, Pooled Square Model, dan Tekhnik Estimasi 4. 5. Variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM), belanja publik dan akses terhadap air bersih berpengaruh negatif dan siginfikan terhadap tingkat kemiskinan. Variabel PDRB per kapita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan, yang berarti bahwa pertumbuhan ekonomi saja belum cukup untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Memberikan gambaran bahwa setiap Persoalan ADD & BLS-M di masyarakat masyarakat miskin. Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada lokasi dan periode objek penelitian, serta mengenai analisis program 10 penanggulangan kemiskinan menggunakan likert scale model. Perbedaan yang lain dari analisis program penanggulangan kemiskinan dapat mengidentifikasi persepsi masyarakat dalam berbagai aspek terhadap program penanggulangan kemiskinan. 1.3 Rumusan Masalah Keberadaan pemerintah daerah selaku pengambil kebijakan tidak lepas dari program/kegiatan yang menyangkut masalah harkat dan martabat masyarakat golongan bawah/miskin. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah terletak pada kepedulian dan secara bersama membangun peradaban dan saling membantu satu sama lainnya sehingga terjadi harmonisasi antara masyarakat dan pemerintah. Sejauh ini, program penanggulangan kemiskinan tidak berdampak signifikan pada masyarakat secara langsung, bahkan yang terjadi justru memunculkan kesenjangan sosial di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi untuk mengukur dan menganalisis persepsi masyarakat terhadap program yang sudah dilaksanakan dan membuat suatu kebijakan yang fundamental dalam pelaksanaan program. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Masyarakat belum mengetahui secara langsung mekanisme pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. 2. Pemerintah daerah belum optimal dalam mengevaluasi program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. 11 1.4 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah faktor dominan yang dipertimbangkan pemerintah daerah dalam menentukan prioritas program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir? 2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir? 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur dan menganalisis penilaian persepsi masyarakat terhadap aspek kelembagaan, kemitraan, kegiatan, SDM, pelayanan dan kebutuhan, SDA, dan pengembangan dalam program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. 1.5.2 Manfaat Peneltian Manfaat penelitian ini diharapkan adalah sebagai berikut. 1. Menambah wawasan bagi pembaca, terutama mengenai kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. 2. Sebagai referensi peneliti selanjutnya dan menjadi bahan informasi. 3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan di Kabupaten Indragiri Hilir. 1.6 Sistematika Penulisan 12 Penulisan tesis ini terbagi dalam 5 bab. Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan, serta lingkup penelitian. Bab II Landasan Teori, berisi teori dan konsep yang relevan dengan topik penelitian, kajian terhadap penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian, membuat hipotesis serta mengidentifikasi studi empiris yang telah dilakukan sebelumnya dengan topik yang sama dengan penelitian ini. Bab III Metode Penelitian, berisi desain penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional, metode analisis data, dan deskripsi wilayah penelitian, serta memberikan gambaran instrumen dan alat penelitian yang digunakan. Bab IV Analisis, berisi pembahasan mengenai tingkat kemiskinan dan grafik perkembangan masyarakat miskin, berisi deskripsi data, serta pembahasan ketujuh aspek sebagai variabel dalam penelitian ini serta hasil kesimpulan dari wawancara dan survei lapangan. Bab V Simpulan dan Saran, berisi simpulan, implikasi, keterbatasan, dan saran. 13