dakwah berjama`ah berbeda dengan `ashabiyah

advertisement
RUMAH SEHAT – TERAPI ALAMI & ISLAMI
InsyaaAllah Mengobati/Menyembuhkan
Berbagai Macam Keluhan (Berat/Ringan):
Terbit Setiap Jum’at
Jenis-Jenis Terapi/Pengobatan:
 Trauma/Phobia/Alergi:
 Takut Pada Sesuatu
 Gatal-gatal, dll
 Ketergantungan/Kecanduan:
 Rokok
 Narkoba, dll
 Sakit:
 Maag Akut, Migren, Nyeri Otot,
 Kanker, Stroke, dll
Edisi Pra Perdana (- 1)
DAKWAH BERJAMA’AH BERBEDA DENGAN
‘ASHABIYAH (FANATISME GOLONGAN)
CP: 081 343 243 827
*Rata-rata keluhan insyaaAllah bisa
sembuh dalam 1-3 kali terapi.
asulullah SAW bersabda, “Bukan termasuk umatku siapa saja yang menyeru
pada „ashabiyah,berperang karena „ashabiyah, dan mati karena
„ashabiyah.” (HR. Abu Dawud).
„Ashabiyah adalah sifat yang diambil dari kata „ashabah. Dalam bahasa
Arab,„ashabah berarti kerabat dari pihak bapak. Menurut Ibn Manzhur, „ashabiyah adalah
ajakan seseorang untuk membela keluarga, tidak peduli keluarganya zalim maupun tidak,
dari siapapun yang menyerang mereka. Menurutnya, penggunaan kata „ashabiyah dalam
hadits identik dengan orang yang menolong kaumnya, sementara mereka zalim (Ibn
Mandzur, Lisan al-„Arab, Dar al-Fikr, t.t.I/606). Pandangan ini sama dengan pandangan alManawi ketika menjelaskan maksud hadits, “Bukan termasuk umatku siapa saja yang
menyeru orang pada „ashabiyah.” (HR. Abu Dawud).
Menerima Undangan Untuk Kegiatan Dakwah
& Sosial (Tanpa Biaya). Khutbah Jum‟at,
Kultum, Tausiyah, Inspiring Share, dsj…
Buletin Dakwah & Inspirasi AT-TAHRIR
Terbit setiap Jum’at. Penerbit: Evav Media
HP: 0852 1003 6116. Email: [email protected]. FB/IG/TW/YT/G+: Evav Media
Bagi Masjid atau Lembaga Islam yang ingin mendapatkan Buletin ini, boleh dicetak
dan disebar-luaskan untuk dakwah (tanpa mengubah apapun di dalamnya).
Beliau menyatakan, “Maksudnya, siapa yang mengajak orang untuk berkumpul atas
dasar „ashabiyah, yaitu bahu-membahu untuk menolong orang yang zalim.” Sementara alQari menyatakan, “Bahu-membahu untuk menolong orang karena hawa nafsu.”
(Muhammad Syamsu al-Haq, „Aun al-Ma‟bud, Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, Beirut, XIV/17).
Dalam hadits lain, larangan berperang di bawah bendera „Ummiyyah atau „Immiyyah,
menurut as-Sindi, adalah bentuk kinâyah, yaitu larangan berperang membela kelompok
yang dihimpun dengan dasar yang tidak jelas (majhûl), yang tidak diketahui
apakah haq atau bathil. Karena itu, orang yang berperang karena faktor ta‟âshub itu,
menurutnya, adalah orang yang berperang bukan demi memenangkan agama, atau
menjunjung tinggi kalimah Allah (As-Sindi, Hasyiyah as-Sindi „ala Ibn Majah, Maktabah
Syamilah, t.t., VII/318).
Dengan demikian, jelas bahwa makna „ashabiyah di sini bersifat spesifik, yaitu ajakan
untuk membela orang atau kelompok (organisasi/primordialisme, sukuisme, rasisme,
nasionalisme, dsj) tanpa melihat apakah orang atau kelompok tersebut benar atau salah;
juga bukan untuk membela Islam, atau menjunjung tinggi kalimat Allah, melainkan karena
dorongan marah dan hawa nafsu.
Karena itu, ajakan untuk bergabung dengan kelompok Islam tertentu, yang jelas-jelas
berjuang untuk Islam, berdasarkan Islam, dan diikat dengan ikatan ideologi Islam—dengan
pandangan, pemikiran dan hukum-hukum yang diadopsinya juga Islam—tidak termasuk
bentuk „ashabiyah karena memiliki landasan dalil dan merupakan perintah Allah SWT
(lihat: QS. Ali Imran: 104).
Secara faktual, nash-nash syariah mungkin untuk dipahami secara berbeda, baik karena
faktor dalâlah-nya, yang bersifat zhanni, maupun karena faktor kemampuan orangnya,
sehingga berpotensi melahirkan perbedaan. Dari perbedaan itu akhirnya berpotensi
melahirkan mazhab atau kelompok pemikiran yang berbeda. Karena itu, adanya mazhab
atau kelompok pemikiran yang berbeda jelas merupakan keniscayaan yang dibenarkan oleh
Islam. Pada zaman Nabi SAW pun muncul dua kelompok yang berbeda dalam memahami
hadits, “Janganlah kalian shalat ashar, kecuali di Bani Quraizhah.” (HR. ath-Thabari).
Kelompok pertama memahami bahwa harus shalat terlebih dulu, kemudian bergegas
berangkat ke Bani Quraidhah. Kelompok kedua memahami bahwa tidak boleh shalat
terlebih dulu, kecuali setelah sampai di Bani Quraidhah. Kedua pemahaman yang berbeda
dari kedua kelompok Sahabat ini pun sama-sama dibenarkan oleh Nabi SAW. Ini
menunjukkan bahwa adanya perbedaan, termasuk konsekuensinya, yakni lahirnya
kelompok pemikiran yang berbeda, juga dibenarkan.
Karena itu, adanya kehidupan berkelompok di tengah masyarakat merupakan
keniscayaan dan fitrah. Adanya kelompok-kelompok di tengah masyarakat itu juga bukan
merupakan sesuatu yang terlarang. Kalaupun ada larangan, dasarnya bukan karena
kelompok, tetapi pemikiran dan ideologinya. Selama kelompok-kelompok tersebut
didirikan berdasarkan akidah Islam; anggota-anggotanya juga diikat dengan akidah Islam;
pandangan, pemikiran dan hukum yang diperjuangkannya juga pandangan, pemikiran dan
hukum Islam, maka tidak ada alasan secara syar‟i untuk melarang kelompok tersebut.
Selain itu, adanya perintah dari Allah SWT untuk membentuk kelompok yang
menyerukan Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar, sebagaimana dalam firmanNya:
“Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada
kebaikan/Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.” (TQS. Ali Imran [3]: 104).
Perintah di atas bisa dipahami sebagai perintah agar mengajak orang lain untuk masuk-
menjadi anggota kelompok tersebut. Sebab, logikanya tidak mungkin kelompok yang
diperintahkan tersebut bisa dibentuk, sementara mengajak orang lain untuk bergabung
dengan kelompok tersebut tidak boleh. Ini merupakan dalâlah iltizâm dari nash di atas.
Oleh karena itu, mengajak orang pada mazhab atau kelompok Islam tertentu tidak bisa
dianggap sebagai bagian dari sikap „ashabiyah atau ta‟âshub. Hanya saja perlu dicatat,
bahwa
pembentukan
kelompok
tersebut
bukan
merupakan
tujuan,
melainkan wasilah (sarana) untuk melaksanakan tujuan, yaitu menyerukan Islam, dan demi
amar makruf nahi mungkar. Karena itu pula, mengajak orang untuk bergabung atau masuk
di dalam kelompok tersebut juga tidak boleh dijadikan sebagai tujuan utama. Sebab, tujuan
utamanya bukanlah itu, melainkan mengajak orang lain pada Islam, baik untuk memeluk
Islam maupun menerapkan Islam secara kaffah (total dan menyeluruh); selain untuk amar
makruf
nahi
mungkar.
Namun,
juga
harus
dicatat,
bahwa
tanpa
adanya wasilah berkelompok tersebut, tujuan yang dituntut oleh Allah di dalam QS. Ali
Imran ayat 104 itu juga tidak akan bisa diwujudkan. Pada titik inilah berlaku kaidah: “Suatu
kewajiban tidak akan sempurna, kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu itu
hukumnya menjadi wajib.”
Dengan penegasan Allah, bahwa kelompok tersebut adalah kelompok yang menyerukan
Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar, maka dasarnya harus berupa akidah
Islam. Pemikiran, pandangan dan hukum-hukum yang diemban kelompok tersebut juga
harus terpancar dari akidah Islam. Semuanya itu kemudian dijadikan sebagai ikatan yang
mengikat keanggotaan para anggotanya. Namun, itu saja belum cukup, kelompok tersebut
juga harus mempunyai pemimpin yang ditaati oleh para anggotanya.
Dengan demikian, adanya pemikiran, pandangan dan hukum-hukum Islam yang
diadopsi oleh anggotanya, serta pemimpin yang ditaati, tidak bisa dianggap sebagai
sikap ta‟âshub. Sebab, semuanya ini masih menjadi bagian
JADWAL SHOLAT
dari konsekuensi perintah yang dimaksud oleh nash di atas.
Jum’at/5/8/16 - 12 : 19 : 00
Tanpa itu, mustahil perintah tersebut bisa diwujudkan
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT. Oleh sebab itu, adanya jama‟ah dakwah
adalah bagian dari perintah Allah SWT (hukumnya fardhu kifayah) dalam rangka menyeru
pada Islam serta melakukan amar makruf nahi mungkar. WalLahu a‟lam.[]
Nu’man bin Basyir ra. berkata: Rasulullah SAW telah bersabda, “Kaum Muslim seperti
seorang laki-laki; jika matanya sakit maka semua tubuhnya (merasakan) sakit; jika kepalanya
sakit maka semua tubuhnya (merasakan) sakit.” (HR. Muslim dan Ahmad).
“Perumpamaan kaum Mukmin dalam kecintaan, kasih sayang dan tolong-menolong di antara
sesama mereka semisal satu tubuh; jika satu anggota tubuh sakit maka seluruh tubuh akan ikut
merasakannya dengan terjaga dan demam.” (HR. Muslim, al-Bukhari dan Ahmad).
SILAHKAN BULETIN INI DICETAK & DIBAGIKAN
TANPA IZIN TERLEBIH DULU & GRATIS
(HAK CIPTA HANYA MILIK ALLAH SWT)
ASALKAN UNTUK KEPENTINGAN ISLAM
DAN TANPA MENGUBAH SEDIKITPUN
SILAHKAN KUNJUNGI WEBSITE:
WWW.EVAV.CO
UNTUK MENDOWNLOAD & MENCARI BERBAGAI
REFERENSI KEISLAMAN
Download