Bab V PEMBAHASAN

advertisement
Bab V
PEMBAHASAN
Menurut HK89, hubungan sumber Z dan sumber Atoll dapat diasumsikan
sebagai berikut:
1. Jika FB QPO diabaikan, Power Spectral Density antara FB dan Banana
State, memiliki kemiripan.
2. Jika HB QPO diabaikan, Power Spectral Densityantara HB dan Island
State memiliki kemiripan.
3. VLFN dan HFN bervariasi dalam sumber Z dari HB-NB-FB dan untuk
sumber Atoll dari Island-Lower Banana-Upper Banana.
Dari kemungkinan-kemungkinan tersebut, ada dua interpretasi yang dapat
diambil, yaitu:
1. Sumber Atoll mirip dengan sumber Z, perbedaannya hanya terdapat
pada laju akresinya.
2. Sumber Atoll berbeda dengan sumber Z dalam berbagai aspek dasar
seperti medan magnetik, laju spin, inklinasi dan tipe bintang pasangan.
Untuk interpretasi pertama, perlu ditelaah kembali apakah sumber Z dan
sumber Atoll terjadi akibat dari perbedaan rentang laju akresi massanya saja.
Seperti halnya jika kita anggap adanya NB-FB QPO berkaitan dengan laju
akresi yang mendekati limit Eddington, maka tidak adanya QPO pada sumber Atoll mengikuti laju akresi yang rendah. Jika laju akresinya tinggi dan
mendekati limit Eddington, diperkirakan bahwa pada sumber Atoll pun dapat
menunjukkan NB-FB QPO.
37
Menurut interpretasi kedua, kemungkinan adanya aspek lain yang mempengaruhi adanya pembagian kelas LMXB tersebut, ditinjau dari parameterparameter berikut:
1. Laju akresi massa (M˙acc ) yaitu jumlah materi yang jatuh ke bintang
kompak per satuan waktu. Laju akresi memiliki interaksi fisis yang
dekat dengan bintang kompak, sehingga beberapa karakteristik variabilitas tersebut diperkirakan pencerminan dari karakteristik bintang kompaknya. Untuk kasus ini, jika ditinjau berdasarkan akresi massa, fakta
pengamatan menyatakan bahwa sumber Z memiliki laju akresi massa
yang lebih besar (mendekati limit Eddington), sebaliknya dengan sumber Atoll. Jika laju akresi massa pada sumber Atoll mendekati limit
Eddington, maka karakteristiknya diperkirakan sama dengan sumber Z.
Laju akresi massa berbeda dengan laju transfer massa. Laju transfer
˙ ) yaitu aliran massa dari bintang pasangan melalui titik
massa (Mtrans
Lagrange 1 dan membentuk piringan akresi.
2. Sudut inklinasi yaitu sudut yang dibentuk bidang orbit sistem bintang
terhadap sudut pandang. Berdasarkan pengamatan, Sco X-1 dan Cyg
X-2 (yang termasuk ke dalam sumber Z) memiliki inklinasi mendekati
pole-on (Crampton, et al.,1976 dan Cowley, et al.,1979). HK89 menduga bahwa kemungkinan untuk sumber Atoll memiliki inklinasi edgeon. Jika kita memandang sebuah obyek LMXB dengan sudut inklinasi
yang berbeda, maka pancaran sinar-X yang kita lihat pun akan berbeda.
Sudut inklinasi yang besar, memunkinkan kita untuk melihat pancaran
sinar-X yang lebih besar dibanding sudut inklinasi yang mendekati edgeon. Pada inklinasi edge-on, pancaran sinar-X akan terhalang oleh bintang pasangannya apabila terjadi gerhana. Untuk model piringan akresi
berupa benda hitam, kita dapat menangkap sinar-X yang dipancarkan
karena adanya scattering.
3. Periode spin yaitu waktu dimana bintang kompak memenuhi satu putaran
38
penuh. Periode spin yang sama dengan gerak Keplerian, disebut sebagai
periode setimbang yang dipenuhi oleh persamaan:
!
2
3
Rmag
2π
Peq =
= 2π
Ωk (r = Rm ag)
GM
(V.1)
Periode spin dapat berubah tergantung waktunya. Bintang Neutron dapat menjadi spin up, berarti periodenya menurun karena momentum
sudut yang diberikan oleh aliran akresi. Sebaliknya, saat periodenya
semakin meningkat, Bintang neutron berada dalam keadaan spin down.
4. Magnetosfer merupakan daerah dimana di dalamnya tidak ada materi
dari piringan akresi . Adanya magnetosfer membuat materi dari piringan
tidak dapat jatuh secara langsung ke permukaan bintang kompak. Jika
magnetosfernya kuat, maka materi dari piringan akresi akan dialirkan
melalui medan magnetnya dan jatuh di kutub-kutub bintang kompak.
Sebaliknya, jika magnetosfer lemah, tekanannya tidak mampu untuk
menahan tumpukan materi di tepi luar, sehingga materi akan jatuh ke
permukaan bintang kompak dan terjadilah akresi massa. Radius magnetosfer disebut juga sebagai radius Alfven, yang dapat dinyatakan melalui
persamaan berikut:
Bs2 Rs6
√
RA =
Ṁ 2GM
(V.2)
Dimana Bs adalah kuat medan dipol pada permukaan Bintang Neutron, dengan radius Rs dan merupakan laju akresi massa. Secara umum,
LMXB memiliki magnetosfer yang lemah dan dalam perhitungan, dapat diabaikan. Sumber Atoll diperkirakan memiliki medan magnet yang
lemah, sehingga inner accretion disc tampak menelan bintang kompaknya.
5. Tipe Bintang Pasangan Tipe bintang pasangan memberikan pengaruh
yang cukup besar terhadap proses transfer massa. Diperkirakan, tipe
bintang pasangan untuk sumber Z sedang mengalami tahap pengembangan. Hal ini berkaitan dengan tinjauan laju akresi massa yang be39
Gambar V.1: Daerah magnetosfer pada bintang Neutron. Magnetosfer menjadi barrier terhadap akresi massa
sar. Jika bintang pasangan sedang mengalami pengembangan, otomatis massa yang hilang pun lebih banyak dibanding bintang yang tidak
mengembang. Proses itu mempengaruhi laju akresi massanya. Untuk
sumber Atoll, dari pengamatan tampak bahwa bintang pasangannya biasanya masih dalam tahap deret utama.
Jika kita kaitkan antara tipe bintang pasangan dengan proses akresi
massa, kemungkinan berhubungan satu sama lain. Untuk tipe bintang
pasangan yang sedang mengembang, massa yang hilang lebih besar daripada bintang yang tidak mengembang. Asumsikan laju transfer massa
sama dengan laju akresi massa, dengan begitu, jika laju transfer massa
besar akan diikuti oleh laju akresi massa yang besar. Hal ini tampak
pada sumber Z yang luminositasnya mendekati limit Eddington. Sebaliknya, untuk bintang pasangan yang tidak mengembang, massa yang
hilang lebih sedikit dan laju transfer massa pun akan rendah diikuti
dengan laju akresi massanya yang rendah.
Dari berbagai pengamatan, hingga tahun 1990-an, para astronom mencoba melihatnya dari satu parameter, yakni parameter laju akresi massa.
Dengan merujuk analisis HK89, yang memberikan asumsi bahwa sumber
Z memiliki laju akresi yang lebih besar dibanding sumber Atoll. Untuk
membuktikan hal itu, perlu diketahui terlebih dahulu perilaku akresi
40
massa pada kedua sumber.
V.1
Telaah Terhadap Sumber Z
HK89 memberikan asumsi bahwa jika laju akresi massa semua LMXB
sama, kemungkinan akan menghasilkan sumber yang sama. Adanya
klasifikasi menjadi dua sumber dilihat dari berbagai pengamatan, bahwa
untuk sumber Z memiliki kecenderungan laju akresi massa yang tinggi
dibanding sumber Atoll.
Berdasarkan hasil analisis terhadap diagram dua warna dan dicocokkan
dengan pengamatan, laju akresi massa,Ṁacc , meningkat berdasarkan HBNB-FB. Berdasarkan perbandingan antara luminositas dengan laju akresi
massa yang sebanding (lihat persamaan II.4), sebagai berikut:
Lacc ∝
(V.3)
maka jika dilakukan plot antara luminsitas dengan hardness ratio, diharapkan dari HB ke FB, intensitasnya akan meningkat. Untuk mengetahui hal tersebut, ada beberapa teori yang mengajukan pemodelanpemodelan untuk mendukung pembuktian bahwa laju akresi massa memang meningkat dari HB hingga ke FB.
Vrtilek (1990) mencoba membandingkan pengamatan antara sinar-X dengan
Ultraviolet (UV). Sepanjang jejak huruf Z, kontinum UV dan garis emisi
UV meningkat dari HB ke FB. Jika dimodelkan, prediksi adanya garis
emisi UV ini dikarenakan dua hal, yaitu:
(a) Sinar-X yang dipancarkan mampu memanaskan permukaan bintang
pasangan.
(b) Sinar-X dihasilkan oleh piringan akresi dan dibandingkan dengan
observasi.
Obyek yang diambil yaitu Cyg X-2 dengan argumen bahwa Cyg X-2 memiliki ketiga cabang di jejak huruf Z. Dengan begitu, analisis terhadap
41
Gambar V.2: Representasi dari diagram dua warna sinar-X menunjukkan arah yang
berarti terjadi peningkatan laju akresi massa sepanjang jejak Z dengan
urutan HB-NB-FB(Vrtilek et al.,1990)
obyek sumber Z pun dapat lebih akurat. Vrtilek (1990) mendapatkan
bahwa pada HB, kontinum UV sangat rendah dan garis emisinya lemah.
Untuk NB, garis emisi UV lebih terlihat, dan pada FB kedua garis kontinum dan emisi UV tampak terlihat kuat.
Vrtilek (1990) mendapatkan bahwa garis kontinum UV dan fluks meningkat
secara stabil dari HB ke FB. Kita dapat mengetahui perubahan fluks
yang terjadi, melalui kurva cahaya di bawah ini. Tampak bahwa di setiap cabang sumber Z memiliki fluks yang berbeda, dengan harga fluks
paling kecil berada pada HB.
Kemudian dari informasi kurva cahaya itu, Vrtilek mencoba melakukan
fitting untuk mendapatkan harga laju akresi massa. Fluks UV diintegrasikan dari 1224 hingga 1986 Å terlebih dahulu. Vrtilek mencari informasi mengenai HB, NB, dan FB dari diagram dua warna yang diambil
satelit GINGA. Sebagian dari obyek-obyek yang diamati tidak diketahui
sedang berada dalam fase HB, NB, atau FB, dan ditulis dengan istilah
Unknown (UK). Setelah itu, fit terbaik yang didapat untuk radius outer
disc sebesar 3 x 1011 cm, dan dengan laju akresi massa yang beragam.
Hasilnya dapat dilihat pad a tabel V.1.
42
Gambar V.3: Contoh yang diambil IUE menunjukkan perbedaan dalam spectral behavior selama 3 kondisi: HB, NB, dan FB(Vrtilek et al.,1990)
43
V.2
Telaah Terhadap Sumber Atoll
Seperti yang terjadi pada sumber Z, sepanjang Island State hingga Upper Banana, laju akresi pada sumber Atoll pun meningkat. Gierlinski
dan Done (2001) mencoba menelaah 3 sumber Atoll dari data RXTE.
Aql X-1, 4U 1608 - 52, 4U 1705 - 44 menjadi obyek-obyek yang dipilih,
karena ketiganya memiliki variasi amplitudo luminositas yang besar dan
menunjukkan jejak yang mirip huruf Z di diagram dua warnanya.
Gambar V.4: 3 sumber Atoll yang diambil dari RXTE, dengan pola yang mirip
dengan huruf Z (Gierlinski dan Done, 2001)
Gambar 5.4 menunjukkan bagian atas adalah Island State (Upper Branch),
dan bagian bawah adalah Banana State (Lower Branch). Sementara
yang membentuk diagonal, disebut Diagonal Branch. Banana State tampak lebih terang dibanding Island State (lihat gambar 5.4, lingkaran hitam merupakan banyaknya laju count yang tercatat). Hal ini sesuai
dengan kesimpulan yang diambil oleh HK89 bahwa Island State terjadi
pada intensitas yang rendah, sementara Banana State terjadi pada intensitas tinggi. Prinsip dasar yang dilakukan oleh Gierlinski et al (2001)
yaitu melakukan koreksi terhadap pergeseran yang terjadi pada setiap
44
obyek dan tampak sebagai warna abu-abu dalam diagram dua warna.
Fluks bolometrik dihitung dengan mengekstrapolasi dari model spektrum yang tidak terabsorpsi, sehingga dapat dijadikan sebagai korektor
(pengkoreksi).
Pada diagram dua warnanya, daerah kanan atas didefinisikan dengan S
= 1, dan daerah kiri bawah dengan S = 2 (lihat gambar 5.5). Kemudian,
fluks bolometrik tersebut diplot terhadap S, sebagai fungsi jarak. Ratarata fluks bolometrik dapat dikaitkan dengan rata-rata laju akresi massa.
Gambar V.5: Kombinasi dari plot diagram dua warna 3 sumber Atoll, yang semakin
mirip dengan sumbr Z. Sepanjang Upper Branch dan Lower Branch
didefinisikan oleh fungsi jarak, S
(Gierlinski dan Done, 2001)
Pada gambar V.6, kita dapat melihat bahwa hingga S = 1, luminositasnya bergerak naik secara linear. Pada gambar 5.5, daerah S=1 merupakan bagian Island State, atau disebut Upper Branch. Sementara, antara rentang 1 < S < 2, luminositas tampak menurun, dan naik kembali
mulai S=2, yang berarti di daerah Banana State atau Lower Branch. Daerah diagonal yang menunjukkan penurunan luminositas, dispekulasikan
terjadinya jet.
Untuk mengkonversi fluks sinar-X menjadi luminositas yang benar, memerlukan jarak yang akurat. Namun, dengan cara seperti di atas, secara
kasar, kita dapat mengetahui bahwa laju akresi massa memang meningkat
45
Gambar V.6: Luminositas yang bergantung terhadap fungsi jarak S (Gierlinski dan
Done, 2001)
dari Island State ke Banana State.
V.3
Teori Laju Akresi Massa
Seperti halnya materi yang ada di alam semesta, sebagian besar materi akresi berupa gas. Kita asumsikan bahwa piringan akresi berbentuk sferis simetris, dan terbentuk dari awan gas rakasasa. Untuk memprediksi laju akresi massa yang stabil, Ṁ (gs−1 ), mula-mula kita berikan
kondisi sekeliling piringan akresi dari sebagian kecil awan gas yang jauh
dari bintang dan beberapa boundary conditions di permukaannya dengan
kerapatan ρ dan temperatur T. Kita pecahkan secara matematis dengan
koordinat polar (r,θ,φ) dan pusatnya berada di dalam bintang kompak
(Frank et al.1992). Kecepatan radial gas, vr = v, dengan θ dan φ adalah
variabel bebas. Kita berikan harga negatif untuk kecepatan karena kita
anggap materi jatuh, dan untuk v > 0, didefinisikan sebagai angin bintang. Untuk aliran yang stabil, dapat kita turunkan dari persamaan
kontinuitas yaitu:
1 d 2
(r ρν) = 0
r2 dr
(V.4)
46
Persamaan V.3 dapat dikaitkan dengan laju akresi massa dengan persamaan:
4πr2 ρ(−ν) = Ṁ
(V.5)
Momentum sudut untuk setiap elemen gas dapat diberikan oleh persamaan Euler:
∂t+ρν.∇ν = -∇P + f
persamaan Euler, gaya luar yang berkontribusi berasal dari gravitasi dan hanya
memiliki komponen radial:
fr = −
GM ρ
r2
(V.7)
Solusi yang didapatkan untuk laju akresi massa pada kondisi infinity:
(5−3γ/2(γ−1)
2
2
2 ρ(∞)
Ṁ = φG M 3
cs (∞) 5 − 3γ
(V.8)
Laju akresi pada persamaan V.16 berada dalam kondisi stabil. Laju akresi
massa menjadi tidak stabil apabila laju transfer massa > laju akresi. Jika hal
tersebut terjadi, kemungkinan akan terjadi penumpukan atau pengosongan
pada piringan semakin besar. Hal ini berarti, piringan menjadi tidak stabil.
Ketidakstabilan piringan akresi dapat dikaitkan dengan hidrogen terionisasi
dan hidrogen netral. Piringan dikatakan stabil jira semua hidrogen dalam
keadaan terionisasi ( T > TH > 6500 K). Temperatur efektif model piringan
akresi stndar:
4 ∼ 3GM Ṁ
Tef
σR3
f =
8π
(V.9)
untuk R >> RN S
Jika laju transfer massa lebih besar daripada laju akresi massanya, maka
kerapatan materi pada piringan akan meningkat dan temperatur pun meningkat.
Gas hidrogen pada piringan akan mengalami ionisasi, hingga piringan mengalami titik jenuh, dan terjadi ketidakstabilan. Temperatur yang tinggi diikuti
47
oleh viskositas yang tinggi. Materi yang jatuh ke piringan yang lebih dalam
pun semakin bertambah. Laju akresi massa meningkat sehingga, laju transfer
massa menjadi lebih kecil dibanding laju akresi massanya.
Materi yang jatuh ke permukaan Bintang Neutron akan diubah menjadi
radiasi, sehingga akan menghasilkan luminositas akresi (lihat persamaan II.4),
dan luminositas akresi tidak akan melebihi limit Eddington (lihat persamaan
II.5).
48
Tabel V.1: Parameter harga untuk laju akresi massa setelah dilakukan fit terhadap
fluks yang didapatkan dari pengamatan (Vrtilek, 1990)
IUE
UV flux
X-ray State
M˙acc
B
0.7
sequence
number
LWP 13410
SWP 33748
2.31
HB
0.7
SWP 33749
1.91
HB
0.6
NB
0.9
LWP 13418
SWP33743
2.47
NB
0.9
SWP34428
3.53
NB
1.1
FB
1.6
LWP 13405
SWP 33751
3.84
FB
1.2
SWP 33752
4.18
FB
1.2
UK
1.4
LWP 13424
SWP 33750
2.33
UK
0.8
SWP 33753
3.53
UK
1.2
SWP 34411
4.17
UK
1.6
SWP 34412
3.49
UK
1.2
SWP 34413
2.77
UK
0.8
SWP 34417
3.75
UK
1.2
SWP 34433
2.34
UK
1.2
SWP 34434
2.43
UK
0.8
49
Download