Raga Seh Sitijenar sekali lag dibabad dengan pedang oleh Seh Maolana, kali ini pedang betul-betul mengenai sasaran. 39. Raga Pangeran Sitijenar terkena, dada terhunjam ayunan sabetan pedang Seh Maolarla. Robek kulit Seh Sitijenar terkena pedang, sebaliknya badan sang pangeran masih tetap tegak$erdiri. Seh Maolana mengkal hatinya, dan berseru, "Ah, kau memperdayakan aku lagr pangeran. Tak masuk akal, badan uranusia terkena.senjata tak ada darah setetes pun yang mengalir". Tak lama dada sang pangeran yang terluka kena sabetan pedang, keluar darahnya. 40. Kembalilah dalam kewajaran wadak manusia, darah merah ke- luar dari ruga sang pangeran. Seh maolana berseru lagt, "Masakan hanya keluar darah merah saja, apakah itu yang kaunamakan kawula-gusti?" Tak lama, keluar dari raga sang pangeran darah yang berwarna putih. Seh Maolana berseru lag, "Sitijenar, sebagaimana kebiasaan manusia mati, tidak lazim mati berdiri. Taks,rbahnyabagaikan pohon saja kamu ini, bukankah pohon tegak berdiri kuasa mengeluarkan getahnya? 4l . Jika kau katakan dirimu sempurr,z, sempurnalah dengan ragamu. Mengapa kau tinggalkan ragamu di dunia ini, mengapa kau berpisah den gan gustimu? " Konon jenazah Pangeran Sitijenar, segera samputna. Musna di: iringi dengan kilauan cahaya, terang menakjubkan bagaikan sinar matahari. 42. Benar-benar Pangeran Siiijenar mati sampurna, mati membawa raga. Seh Maolana tidak kehilangan akal, sarengat digelarnya. Dicarinya seekor anjing kudisan, dipotongnya leher anjing itu. Kepala anjing, segera dibenamkan dalam kuban gan darahnya. 43. Seh Maolana dengan segera menempatkan kepala anjing tadi, di depan serarnbi masjid. Maksudnya tak lain akan dipertontonkan kepada khalayak ramai, sekaligus diwartakan "Pangeran Sitijenar, adalah orang yang murtad dalam menjalankan sarengat Rasulolah. Saksikan, 66