Produksi bioetanol dari empulur sagu

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Empulur Sagu
Tanaman sagu termasuk tumbuhan monokotil dari famili Palmae, sub
famili Calamoideae, genus Metroxylon, spesies Eumetroxylon. Tanaman ini
banyak ditemukan di hutan hujan dan toleran terhadap pH tanah yang asam dan
mengandung unsur Al, Fe dan Mn yang tinggi. Fase vegetatif tanaman ini berada
pada 7-15 tahun setelah penanaman dan selama masa inilah pati diakumulasi pada
batang. Pati sagu akan maksimum pada saat sebelum tahap berbuah (10-13 tahun
setelah penanaman). Ukuran dari batang sagu dan kandungan patinya bergantung
pada jenis sagu, umur dan habitat pertumbuhannya.
Sagu (Metroxylon sp.) dikenal sebagai tanaman penghasil karbohidrat.
Sebagai sumber karbohidrat, tanaman sagu memiliki keunggulan dibandingkan
dengan tanaman penghasil karbohidrat lain karena relatif sudah tersedia lahan
yang telah ditanami sehingga dapat langsung dimanfaatkan, berkembang biak
dengan anakan sehingga panen dapat berkelanjutan tanpa melakukan peremajaan
ataupun penanaman ulang, dapat dipanen dan diolah tanpa musim, resiko terkena
hama penyakit tanaman kecil, dan tingkat pemanfaatannya masih sedikit
(Bustaman 2008).
Areal sagu Indonesia sangat luas yaitu sekitar 1,128 juta ha (Bustaman
2008). Setiap satu batang pohon sagu rata-rata mengandung 200-400 kg pati sagu
(Safitri et al. 2009). Pati sagu diisolasi dari batang sagu. Batang sagu bagian
dalam disebut empulur. Pada saat ekstraksi, empulur sagu yang digunakan harus
segar dan segera diproses, karena jika ditunda akan mengakibatkan pati menjadi
kecoklatan akibat aktivitas enzim katalisis reaksi oksidasi senyawa polifenol
menjadi kuinon (Onsa et al. 2000).
Empulur sagu kering didominasi pati (81.51-84.72%) dan serat (3.204.20%). Bagian tengah batang sagu mengandung pati lebih tinggi dibandingkan
bagian luar (Tabel 1). Batang sagu yang diekstraksi patinya akan menyisakan
ampas sebagai limbah. Konversi langsung empulur sagu menjadi glukosa akan
menghemat penggunaan air dan energi untuk ekstraksi dan pengeringan pati,
sekaligus sebagai salah satu cara pemanfaatan limbah.
4
Tabel 1. Komposisi empulur sagu kering
Empulur
Utuh
(%)
83.50
0.38
3.32
3.80
1.15
2.87
1.02
Bagian
Luar
(%)
81.51
0.49
4.20
4.00
1.76
Bagian
Tengah
(%)
83.20
0.38
3.33
3.50
1.27
Bagian
dalam
(%)
84.72
0.31
3.20
3.20
1.06
Pati
Lemak Kasar
Serat Kasar
Abu
Protein
Pentosan
Asam organik
(sebagai asam malat)
Air
9.79
12.03
12.74
12.67
Sumber : Fujii et al. (1986), data dalam % basis kering, kecuali kadar air
Pati
Pati sagu umumnya berwarna putih, bersifat tidak larut dalam air, tidak
berasa dan tidak berbau. Granula pati sagu berbentuk elips agak terpotong,
permukaannya datar, dan berukuran 15-65 μm. Granula pati terdiri atas bagian
kristalin yang dibentuk oleh amilopektin dan amilosa, serta daerah amorf yang
mengandung titik percabangan dari amilopektin (Zhang et al. 2006), yang
ditunjukkan oleh Gambar 1.
Daerah kristalin
Daerah amorf
Gambar 1 Struktur granula pati
Pati mengandung dua komponen utama yaitu 20%-30% amilosa dan 70%80% amilopektin, yang keduanya merupakan polimer dengan konformasi glukosa
pada 4C 1 . Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati
terdiri atas dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut
disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Tabel 2 berikut
adalah karakteristik dari amilosa dan amilopektin.
5
Tabel 2 Karakteristik amilosa dan amilopektin
Karakteristik
Amilosa
Amilopektin
Linear
Bercabang
Retrodegradasi
Stabil
Derajat polimerisasi
103
104-105
Panjang rantai rata-rata
103
20-25
Hidrolisis oleh β-amilase
87%
54%
650 nm
550 nm
Struktur dasar
Stabilitas dalam larutan
λ maks kompleks iodin
Sumber: Aiyer (2005)
Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glikosidik
sedangkan amilopektin mempunyai struktur bercabang dengan ikatan α -(1,6)-Dglikosidik sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno 1995). Struktur kimia amilosa
dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2.
Amilosa
Glukopiranosa
Amilopektin
Gambar 2 Struktur amilosa dan amilopektin
Mutu pati sagu ditentukan oleh ukuran, bentuk, aroma, rasa dan faktor
lainnya. Pati sagu yang diperdagangkan harus memenuhi standar mutu yang telah
ditetapkan. Badan Standarisasi Nasional mengeluarkan Standar Nasional
Indonesia untuk mutu pati sagu yang dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
6
Tabel 3 Standar mutu pati sagu (SNI 01-3729-1995)
Karakteristik
Kriteria
Kadar air (% b/b)
Maks. 13
Kadar abu (% b/b)
Maks. 0.5
Kadar serat kasar (% b/b)
Maks. 0.11
Derajat asam (ml NaOH 1N/100g)
Maks. 4
Kadar SO 2 (mg/kg)
Maks. 30
Kehalusan (lolos ayakan 100 mesh) % b/b
Min. 95
Total Plate Count (koloni/g)
Maks. 106
Jenis pati lain selain pati sagu
Tidak boleh ada
Sumber: Dewan Standarisasi Nasional (1995)
Lignoselulosa
Komponen lain dari empulur sagu yaitu serat (selulosa, hemiselulosa, dan
lignin). Selulosa merupakan polimer glukosa yang membentuk rantai linier dan
dihubungkan oleh ikatan β-1,4-glikosidik. Struktur linier ini menyebabkan
selulosa bersifat kristalin. Molekul-molekul selulosa memiliki kecenderungan
membentuk ikatan hidrogen intramolekul dan intermolekul. Hidrolisis sempurna
selulosa
menghasilkan
glukosa,
sedangkan
hidrolisis
tidak
sempurna
menghasilkan selobiosa dan oligosakarida. Struktur selulosa dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3 Struktur selulosa
Hemiselulosa merupakan rantai polimer bercabang dari berbagai jenis
monomer
gula-gula
anhidro
yang
dapat
dikelompokkan
berdasarkan
penyusunnya, yaitu heksosa (glukosa, mannosa, galaktosa), pentosa (xilosa,
arabinopiranosa,
arabinofuranosa),
asam
heksuronat
(glukoronat,
metil
glukoronat, galakturonat) dan deoksi heksosa (rhamnosa dan fruktosa). Struktur
hemiselulosa berupa rantai bercabang, amorf, dengan ikatan yang lebih lemah dan
7
lebih mudah larut dari pada selulosa. Gambar 4 berikut merupakan struktur dari
hemiselulosa.
Gambar 4 Struktur hemiselulosa
Lignin yaitu polimer yang terdiri atas unit fenil propana melalui ikatan eter
dan ikatan karbon. Terdapat tiga jenis fenil propionic alkohol yang merupakan
monomer lignin yaitu coniferyl alkohol (guaiacyl propanol), coumaryl alkohol (phydroxyphenyl propanol) dan sinapyl alkohol (syringyl alkohol). Secara umum
struktur lignin cukup kompleks dan adanya ikatan aril-alkil dan ikatan eter
menyebabkan lignin tahan terhadap hidrolisis (Judoamidjojo et al. 1989). Struktur
lignin dapat dilihat pada Gambar 5.
.
Ikatan karbon
Cincin aromatik
Ikatan eter (-O-)
Gugus alkohol
Rantai methoxyl
Gugus fenol
Gambar 5 Struktur lignin (Sixta, 2006)
8
Pre-teatment untuk Bahan Lignoselulosa
Hidrolisis bahan lignoselulosa dapat dilakukan dengan cara asam atau
enzim, namun membutuhkan perlakuan pendahuluan (pre-treatment) untuk
mempermudah reaksi oleh enzim. Pre-treatment yang diberikan haruslah efisien
dan mampu melepaskan struktur kristalin selulosa, dapat mengembangkan sisi
amorf dan melepaskan lignin (disebut delignifikasi).
Wegener (1995)
menyebabkan
Menurut Fengel dan
delignifikasi idealnya menghilangkan lignin namun tidak
kerusakan
pada
komponen
holoselulosa
(selulosa
dan
hemiselulosa).
Tujuan utama proses pre-treatment adalah untuk memperbesar akses
enzim dalam melakukan hidrolisis. Akses enzim dapat ditingkatkan dengan cara
menurunkan lignin, menurunkan kristalinitas selulosa, meningkatkan porositas
dan luas permukaan bahan.
Bioetanol dengan yield dan
produktivitas rendah dan
tinggi residu
Selulosa
Tanpa pre-treatment
Lignin
Lignoselulosa
Hemiselulosa
Mikrofibril
Makrofibril
Serat selulosa
Enzim
pendegradasi
Pre-treatment
Bioetanol dengan yield dan
produktivitas tinggi dan
Rendah residu
Enzim
pendegradasi
Gambar 6 Pengaruh pre-treatment terhadap akses enzim pendegradasi
9
Sejumlah reaksi heterogen terjadi pada hidrolisis menggunakan asam pada
konsentrasi rendah dan menyebabkan terbentuknya “hydrocellulose”, yaitu
produk dengan derajat polimerisasi yang rendah namun kristalinitas yang lebih
tinggi. Hidrolisis selulosa sangat dipengaruhi oleh derajat kristalinitas dan bentuk
swelling selulosa. Kinetika hidrolisis selulosa secara asam sangat tergantung pada
ikatan hidrogen, sehingga sangat berguna untuk memungkinkan terjadinya proses
sakarifikasi biomassa. Contoh yang diberi perlakuan asam 65% mampu mengubah
bentuk serat selulosa menjadi selulosa berbentuk seperti gel (Xiang et al. 2003).
Proses pre-treament dapat dilakukan melalui beberapa metode yaitu secara
fisik, kimia atau fisiko kimia, dan biologis. Tabel 4 memperlihatkan metode pretreatment dan bentuk biomassa setelah mengalami proses perlakuan pendahuluan.
Tabel 4 Pengaruh pre-treatment terhadap bentuk biomassa
Metode
Fisik
Kimia
dan
fisikokimia
Biologis
Proses
 Penggilingan
 Iradiasi
 Lainnya seperti
hidrotermal,
penggunaan tekanan
tinggi dan pirolisis.
 Explosion
 Alkali
 Asam
 Gas
 Agen oksidasi
 Ekstraksi pelarut
Fungi dan Aktinomiset
Perubahan pada biomassa
 Transformasi struktur lignin
 Meningkatkan porositas dan luas
permukaan bahan
 Menurunkan kristalinitas selulosa
 Menurunkan derajat polimerisasi
 Meningkatkan luas permukaan
bahan
 Delignifikasi parsial atau hampir
lengkap
 Menurunkan kristalinitas selulosa
 Menurunkan derajat polimerisasi
 Hidrolisis hemiselulosa parsial
atau lengkap
 Delignifikasi
 Mereduksi derajat polimerisasi
selulosa
 Hidrolisis hemiselulosa secara
parsial
Sumber: Taherzadeh dan Karimi (2008)
Iradiasi Gelombang Mikro
Gelombang mikro merupakan gelombang elektromagnetik yang berada
pada daerah antara infrared dan frekuensi radio. Daerahnya antara 300 MHz – 30
10
GHz. Microwave domestik dan industrial dioperasikan pada 900 MHz – 2,45
GHz. Jantung dari microwave disebut dengan megatron yang akan menghasilkan
radiasi listrik. Pada frekuensi 2,45 GHz, energi foton yang dibawa microwave
sekitar 1 joule per mol. Jika bahan yang mengandung molekul polar dan ion
diradiasi oleh microwave maka radiasi ini akan mepercepat proses kimia, biologi,
dan fisik (Sridar 1998). Keuntungan menggunakan microwave yaitu energi yang
dibutuhkan rendah, prosesnya beragam dan selektif, dapat bekerja secara otomatis
dan waktu yang dibutuhkan relatif singkat (Datta 2001).
Iradiasi microwave pada bahan akan menyebabkan dua efek yaitu efek
termal dan non termal. Efek termal yaitu dengan mempercepat pemanasan dan
efek non termal dengan mengintensifkan tumbukan antar partikel yang
selanjutnya akan mempengaruhi laju reaksi (Keshwani 2009).
Peran Iradiasi Microwave terhadap Degradasi Pati dan Lignoselulosa
Penelitian tentang penggunaan pemanasan microwave untuk degradasi pati
telah digunakan untuk bahan seperti gandum, beras, kentang dan jagung, baik
dalam larutan air maupun asam. Kebanyakan kajian menggunakan microwave
oven 2450 MHz. Konsentrasi pati bervariasi antara 1-50%, namun umumnya 10%
pati (Yu et al. 1996 dan Kunlan et al. 2001), sedangkan pada konsentrasi yang
lebih tinggi telah dilakukan oleh Khan et al. (1979), Palav dan Seetharaman
(2006) dan Nikolic et al. (2008). Hanya sedikit peneliti yang mencantumkan suhu
seperti Yu et al. (1996) dan Tsubaki et al. (2009).
Sebagian besar hanya
mencantumkan derajat power yang digunakan atau persentase dari power (Kunlan
et al. 2001, Palav dan Seetharaman 2006, Nikolic et al. 2008).
Tsubaki et al. (2009) melaporkan proses pelarutan pati pada suhu tinggi,
sebagian besar pati larut pada suhu 200 sampai 220 oC namun diikuti oleh
dekomposisi produk menjadi produk sekunder yang memberi warna kegelapan.
Waktu terlama yang telah digunakan adalah 10 menit, namun proses hidrolisis
pati berjalan sempurna kurang dari 10 menit. Perlakuan pemanasan pati dengan
microwave dapat menggunakan air atau asam pada konsentrasi rendah, baik HCl
atau H 2 SO 4 .
Namun Kunlan et al. (2001) telah melaporkan penambahan garam
yang mengandung ion Cl dan SO 4 dapat meningkatkan laju hidrolisis pati.
11
Enzim Hidrolisis
Proses hidrolisis dapat dilakukan menggunakan asam maupun secara
enzimatis. Hidrolisis asam akan menghasilkan etanol dengan yield yang rendah
menimbulkan masalah korosi dan menghasilkan produk samping yang dapat
menghambat proses fermentasi (Safitri et al. 2009). Hidrolisis enzimatis bersifat
spesifik dan ramah lingkungan. Enzim yang digunakan untuk hidrolisis pati yaitu
enzim amilolitik sedangkan selulosa dihidrolisis oleh selulolitik dan hemiselulosa
oleh xilanolitik.
Enzim amilolitik bekerja menghidrolisis polisakarida (pati) menjadi gulagula sederhana. Enzim amilolitik yang digunakan untuk mendegradasi pati adalah
α-amilase yang akan memecah pati menjadi maltosa. Enzim ini bekerja memutus
ikatan α-(1,4)-glikosidik pada amilosa, amilopektin dan glikogen. Ikatan α-(1,6)glikosidik tidak dapat diputus oleh α-amilase namun dapat dibuat menjadi cabangcabang yang lebih pendek (Dordick 1991). Amiloglukosidase juga merupakan
enzim amilolitik yang bekerja memecah ikatan α-(1,4), α-(1,6), α-(1,3), α-(1,2),
dan α-(1,1) glikosidik. Enzim ini bekerja lebih lambat dibandingkan enzim αamilase.
Enzim selulolitik bekerja mengkonversi selulosa menjadi glukosa. Enzim
ini terdiri atas kompleks endo-β-1,4-glukanase, kompleks ekso- β-1,4-glukanase,
dan β-1,4-glukosidase. Enzim ini dapat mengkonversi selulosa menjadi glukosa.
Enzim xilanolitik terdiri dari kompleks 1,4-β-endoxilanase, β-xilosidase, α-Larabionofuronase, α-glukoronidase, asetil xilan esterase dan asam fenolat. Enzim
ini bekerja mengkonversi xilan menjadi xilosa.
Tabel 5. Karakteristik Enzim Selulolitik dan Xilanolitik dari Isolat Lokal
Enzim
Karakterisitk
Selulase1)
Mikroorganisme
Bakteri Isolat J
o
Suhu optimum ( C)
60
pH optimum
6.5
Waktu optimum (hari)
7
Aktivitas puncak (U/ml)
0.057
Sumber : 1)Sinaga (2010), 2)Meryandini et al. (2008)
Xilanase2)
Streptomyces 234-P16
90
5.0
5
0.27
12
Bioetanol
Etanol (etil alkohol) merupakan cairan yang mudah menguap, mudah
terbakar, tak berwarna, memiliki bau khas alkohol, dan merupakan alkohol yang
paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etanol termasuk ke dalam
alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C 2 H 5 OH dan rumus empiris C 2 H 6 O
dengan berat molekul 46,07 g/mol. Etanol dapat dibuat dari bahan nabati yang
mengandung gula, pati atau lignoselulosa yang dikenal dengan istilah bioetanol.
Bioetanol dapat diproduksi melalui proses fermentasi oleh khamir. Khamir
merupakan jamur bersel satu yang bersifat mikroskopis, tidak memiliki flagel,
tetapi ada beberapa yang membentuk filamen, bersifat saprofit dan parasit.
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik, walaupun demikian beberapa khamir
dapat tumbuh pada kondisi anaerobik. Khamir dapat tumbuh dan memfermentasi
gula menjadi etanol pada pH 3.5-6.0 dan suhu 28-35 oC.
Fermentasi etanol
memerlukan waktu 30-72 jam dengan suhu optimum untuk fermentasi antara 2530 oC, dan kadar gula berkisar antara 10-18% (Paturau 1969).
Khamir akan mengubah gula sederhana menjadi etanol melalui jalur
Embden Meyerhoff-Parnas (EMP). EMP mengubah glukosa menjadi asam piruvat
melalui reaksi oksidasi-reduksi. Asam piruvat yang dihasilkan kemudian
didekarboksilasi menjadi asetaldehida lalu mengalami dehidrogenasi sehingga
terkonversi menjadi etanol.
Bioetanol dapat diproduksi dari berbagai biomassa hasil pertanian, namun
secara tradisional bahan hasil pertanian yang digunakan adalah yang mengandung
gula dan pati. Gula sederhana dapat langsung digunakan oleh khamir, sedangkan
pati dapat dengan mudah dikonversi dahulu menjadi glukosa oleh enzim atau
asam, kemudian difermentasi oleh khamir menjadi etanol. Varga et al. (2004)
memproduksi etanol dari jagung, limbah jagung dan tongkol jagung dan
memperlihatkan kemampuan Saccharomyces cerevisiae
dalam menggunakan
fraksi hemiselulosa sebagai sumber karbon untuk fermentasi etanol.
Download