11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1

advertisement
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Komunikasi
2.1.1 Definisi Komunikasi
Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi,Vardiansyah1 kata “komunikasi”
berasal dari bahasa latin, communis, yang berarti membuat kebersamaan atau
membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar katanya communis
adalah communico, yang artinya berbagi (Stuart, 1983). Dalam hal ini, yang
dibagi adalah pemahaman bersama melalui pertukaran pesan. Komunikasi sebagai
kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris, communicate, berarti :
1. Untuk bertukar pikiran – pikiran, perasaan perasaan, dan informasi;
2. Untuk membuat tahu;
3. Untuk membuat sama; dan
4. Untuk mempunyai sebuah hubuga yang simpatik.
Sedangkan dalam kata benda (noun), communication, berarti :
1. Pertukaran symbol, pesan – pesan yang sama, dan informasi;
2. Proses pertukaran di antara inividu – individu melaluisistem simbol –
simbol yang sama
3.Seni untuk mengekspresikan gagasan – gagasan
4. Ilmu pengetahuan tentang pengiriman informasi (Stuart, 1983).
1
Dani Vardiansyah. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor : Ghalia Indonesia. 2004 hal 3
11
12
Sedangkan dalam Buku Komunikasi Organisasi, definisi komunikasi
menurut Carl I. Hovland, Janis, and Kelley2 adalah :
“Communication is the process by which an individual transmits stimuly (usually
verbal) to modify the behavior of other individuals”.
“Dengan kata lain, komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang
biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain. Pada
definisi ini mereka menganggap komunikasi sebagai suatu proses, bukan sebagai
suatu hal”.
2.1.2. Unsur - unsur Dasar Komunikasi
1. Komunikator
Komunikator adalah pihak yang mengirim pesan kepada khlayak atau komunikan.
Karena itu komunikator bisa disebut pengirim, sumber, source, encoder. Sebagai
pelaku utama dalam proses komunikasi, komunikator memegang peranan yang
sangat penting, terutama dalam mengendalikan jalannya komunikasi. Oleh karena
itu, seorang komunikator harus terampil berkomunikasi, dan juga kaya ide serta
penuh daya kreativitas.
2. Pesan
Dalam Buku Pengantar Ilmu Komunikasi, pesan yang dimaksud dalam proses
komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan
dapat disampaikan dengan caratatap muka atau media komunikasi. Isinya bisa
berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau propaganda.
Pesan pada dasarnya bersifat abstrak. Untuk membuatnya konkret agar dapat
dikirim dan diterima oleh komunikan, manusia dengan akal budinya menciptakan
2
Carl I. Hovland, Janis., and Kelley. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. 2009 hal 2
13
sejumlah lambang komunikasi berupa suara, mimik, gerak – gerik, bahas lisan dan
bahasa tulisan Cangara3
3. Media
Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi ,Cangara4 media adalah alat atau sarana
yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak.
Ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa dalam komunikasi antar
manusia, maka media yang paling dominasi dalam berkomunikasi adalah
pancaindera manusia seperti mata dan telinga. Pesan – pesan yang diterima
selanjutnya oleh pancaindera selanjutnya diproses oleh pikiran manusia untuk
mengontrol dan menentikan sikapnya terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam
tindakan.
Sedangkan dalam Buku Pengantar Ilmu Komunikasi, media bentuk jamak dari
medium medium komunikasi diartikan sebagai alat perantara yang sengaja dipilih
komunikator untuk menghantarkan pesannya agar sampai ke komunikan. Jadi,
unsur utama dari media komunikasi adalah pemilihan dan penggunaan alat
perantara yang dilakukan komunikator dengan sengaja.
4. Komunikan
Komunikan
atau
penerima
pesan
adalah
yang
menganalisis
dan
menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya.
5. Efek
Efek komunikasi diartikan sebagai pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator
dalam diri komunikannya. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri komunikan,
Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. 2006 hal
23
3
4
Op.cit 19
14
yaitu kognitif (seseorang menjadi tahu tentang sesuatu), afektif (sikap seseorang
terbentuk, misalnya setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu), dan konatif
(tingkah laku, yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu).
2.1.3. Fungsi Komunikasi
1. Komunikasi Sosial
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyarakan bahwa
komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, untuk kelangsungan
hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan,
antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan
dengan orang lain.
a.Pembentukan konsep diri
Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita peroleh lewat
informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Konsep diri yang paling
dini umumnya dipengaruhi oleh keluarga, dan orang – orang dekat
lainnya dekat sekitar kita, termasuk kerabat, mereka itulah yang disebut
dengan significan others.
b. Pernyataan eksistensi diri
Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang
disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri.
c.Untuk keberlangsunga hidup, memupuk hubungan dan memperoleh
kebahagiaan
Komunikasi, dalam konteks apapun, adalah bentuk dasar adaptasi terhadap
lingkungan. Melalui komunikasi pula kita dapat memenuhi kebutuhan emosional kita
dan meningkatkan kesehatan mental kita.
15
Komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi dilakukan untuk
pemenuhan diri, untuk merasa terhibur, nyaman dan tentram dengan diri sendiri dan
juga orang lain.
2. Komunikasi Ekspresif
Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang dapat
dilakuakan baik sendirian ataupun dalam kelompok.. komunikasi ekspresif tidak
bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi
tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan – perasaan (emosi)
kita.
3. Komunikasi Ritual
Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual, yang
biasanya dilakukan secara kolektif.
4. Komunikasi Instrumental
Komunikasi istrumental mempunyai beberapa tujuan umum :
Menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan
mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan, dan juga untuk menghibur. Bila
diringkas, maka kesemua tujuan tersebut dapat disebut membujuk (bersifat
persuasif). Komunikasi yang bersifat memberitahukan atau menerangkan (to
inform) mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan
pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya
akurat dan layak untuk diketahui.
2.1.4. Proses Komunikasi
Sebagai suatu proses, komunikasi mempunyai persamaan dengan
bagaimana seseorang mengekspresikan perasaan, hal – hal yang berlawanan
16
(kontradiktif), yang sama (selaras, serasi), serta melewati proses menulis,
mendengar, dan mempertukarkan informasi.
Menurut Courtland L. Bovee dan John V. Thil5 dalam Business
Communication Today, proses komunikasi (communication process) terdiri atas
enam tahap, yaitu :
1. Pengirim mempunyai suatu ide atau gagasan
Sebelum proses penyampaian pesan dapat dilakukan, maka pengirim pesan harus
menyiapkan idea atau gagasan apa yang ingin disampaikan kepada pihak lain atau
audience. Ide dapat diperoleh dari berbagai sumber yang terbentang luas
dihadapan kita. Dunia ini penuh dengan berbagai macam informasi, baik yang
dapat dilihat, didengar, dicium, maupun diraba. Ide – ide yang ada dalm benak
kita disaring dan disusun ke dalam suatu memori yang ada dalam jaringan otak,
yang merupakan gambaran persepsi kita terhadap kenyataan.
2.Pengirim mengubah ide menjadi suatu pesan
Dalam suatu proses komunikasi, tidak semua ide dapat diterima atau dimengerti
dengan sempurna.. proses komunikasi dimulai dengan adanya ide dalam pikiran,
yang kemudian diubah ke dalam bentuk pesan – pesan seperti dalam bentuk kata –
kata, ekspresi wajah, dan sejenisnya, untuk kemudian dipindahkan kepada orang
lain.
Agar ide dapat diterima dan dimengerti secara sempurna, pengirim pesan
harus memperhatikan beberapa hal, yaitu subjek (apa yang ingin disampaikan),
maksud (tujuan), audiens, gaya personal, dan latar belakang budaya.
Courtland L. Bovee and John V.Thil. Business Communication Today, proses komunikasi
(communication process). Jakarta : Fajar Bakti. 2005
5
17
3. Pengirim menyampaikan pesan
Setelah mengubah ide – ide ke dalam suatu pesan, tahap berikutnya adalah
memindahkan atau menyampaikan pesan melalui berbagai saluran yang ada
kepada si penerima pesan.
4. Penerima menerima pesan
Komunikasi antara seseorang dengan orang lain akan terjadi, bila pengirim
mengirimkan suatu pesan dan penerima pesan tersebut. Pesan yang diterima
adakalanya sempurna, namun tidak jarang hanya sebagian kecil saja
5. Penerima menafsirkan pesan
Setelah penerima menerima suatu pesan, tahap berikutnya ialah bagaimana ia
dapat menafsirkan pesan. Suatu pesan yang disampaikan pengirim harus mudah
dimengerti dan tersimpan di dalam benak pikiran si penerima pesan. Selanjutnya,
suatu pesan baru dapat ditafsirkan secara benar bila penerima pesan telah
memahami isi pesan sebagaiman yang dimaksud oleh pengirim pesan.
6. Penerima memberi tanggapan dan mengirim umpan balik kepada
pengirim. Umpan balik (feedback) adalah penghubung akhir dalam suatu mata
rantai komunikasi. Ia merupakan tanggapan penerima pesanyang memungkinkan
pengirim untuk menilai efektivitas suatu pesan. Setelah menerima pesan,
penerima akan member tanggapan dengan cara tertentu dan member sinyal
terhadap pengirim pesan.
Umpan balik memegang peranan penting dalam proses komunikasi, karena
ia memberi kemungkinan bagi pengirim untuk menilai efektivitas suatu pesan. Di
samping itu, adanya umpan balik dapat menunjukan adanya faktor – faktor
18
penghambat komunikasi, misalnya perbedaan latar belakang, perbedaan
penafsiran kata – kata, dan perbedaan reaksi secara emosional.
2.2 Konsep Budaya Organisasi
2.2.1 Definisi Budaya Organisasi
Budaya perusahaan (corporate culture) dan budaya organisasi
( organizational culture) merupakan dua istilah yang sering kita temukan dipakai
secara silih berganti.
Menurut Eliott Jacques dalam Nimran6, budaya perusahaan atau budaya
organisasi adalah: “The customery or traditional ways of thinking and doing
things, which are shared to a greater or lesser extent by all members of the
organization and which new numbers must learn and at least partially accept in
order to be accepted into the service of the firm.” ( Cara berfikir dan melakukan
sesuatu yang mentradisi, yang dianut bersama oleh semua anggota organisasi dan
para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit menerimanya sebagian
agar mereka diterima sebagai bagian organisasi / perusahaan).
Sementara itu, menurut Wheelen & Hunger (1986) mendefinisikan: “A
coprotion’s culture is the collection of beliefs, expectations and values shared by
the corportation’s members and transmitted from one generation of employees to
another.” (Budaya perusahaan adalah himpunan dari kepercayaan, harapan, dan
nilai – nilai yang dianut bersama oleh anggota perusahaan dan diwariskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya).
Budaya organisasi diartikan sebagai seperangkat perilaku, perasaan, dan
kerangka psikologis yang terinterminasi yang mendalam dan dimiliki bersama
6
Umar Nimran. Perilaku Organisasi. Surabaya: Citra Media. 1997. Hal 120
19
oleh anggota organisasi, Asang7 Secara umum, suatu perusahaan atau organisasi
terdiri atas sejumlah orang yang memiliki berbagai latar belakang, kepribadian,
emosi, dan ego. Hasil dari penjumlahan dan interaksi berbagai orang tersebut
membentuk suatu budaya organisasi. Secara sederhana, budaya organisasi dapat
didefinisikan sebagai suatu kesatuan orang – orang (beliefs), dan nilai – nilai yang
sama.
Dalam buku budaya organisasi milik Suwarto dan Koeshartono8, terdapat
beberapa batasan budaya organisasi yaitu :
1.Suatu sistem makna bersama/persepsi yang dianut oleh anggota -anggota
organisasi (Robbins, 2005)
2.Sejumlah pemahaman penting seperti norma, nilai, sikap, dan keyakinan
yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi (Stoner, 1995)
3.Pola asumsi dasar bentukan, temuan, atau pengembangan kelompok yang
bekerja cukup baik dalam mengatasi masalah sehingga perlu diajarkan
kepada anggota baru (Schein, 1991; Luthans, 1998)
4. Pemrograman mental efektif (Hofstede, 1983)
5. Pandangan hidup dalam organisasi (Hatch, 1997)
6. Berkaitan dengan makna bersama, nilai, sikap, dan keyakinan, kebiasaan,
dan pengharapan dari keseluruhan anggota organisasi (Nicholson, 1997,
Juechter, 1998).
Dalam beberapa literatur istilah budaya perusahaan atau corporate culture
Asang., Sulaiman. Membangun Sumber Daya Manusia Berkualitas Perspektif Organisasi
Publik. Surabaya : Brilian Internasional. 2012.Hal 103
8 Suwarto & Koeshartono. Budaya Organisasi: kajian konsep dan implementasi. Yogyakarta :
Universitas Atma Jaya. 2009. Hal 2
7
20
sering diganti dengan budaya organisasi atau organization culture. Kedua istilah
tersebut dianggap memiliki pengertian yang sama. Menurut Robbins dan Judge
dalam manajemen sumber daya manusia Sunyoto9, mendefinisikan budaya
organisasi sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota
organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain. Sistem
makna bersama ini merupakan sekumpulan karateristik kunci yang dijunjung
tinggi oleh organisasi.
Karateristik budaya organisasi terdiri dari:
1.Inovasi dan keberanian mengambil resiko.
Sejauh mana karyawan didorong agar bersikap inovatif dan berani mengambil
resiko.
2. Perhatian pada hal – hal rinci/detail.
Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan kecermatan atau precision,
analisis dan perhatian pada hal – hal detail.
3. Orientasi hasil.
Sejauh mana pihak manajemen lebih fokus pada hasil daripada fokus pada
teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4. Orientasi orang.
Sejauh mana keputusan – keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari
hasil tersebut terhadap orang – orang yang ada di dalam organisasi.
5. Orientasi tim.
Danang Sunyoto. Manajemen Sumber Daya Manusia.Yogyakarta: CAPS (Center for Academic
Publishing Service) .2012 . Hal 225
9
21
Sejauh mana kegiatan – kegiatan kerja di organisasi pada tim daripada individu –
individu.
6. Keagresifan.
Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif daripada santai.
7. Stabilitas.
Sejauh mana kegiatan – kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status
quo sebagai lawan dari pertumbuhan.
Budaya
organisasi merupakan suatu
hasil dari interaksi antara (1) bias dan asumsi para pendirinya dan (2) apa yang
dipelajari oleh para anggota pertama organisasi,
yang dipekerjakan oleh para
pendiri dari pengalaman mereka sendiri.
Budaya organisasi merupakan seperangkat nilai – nilai, keyakinan, dan
sikap utama yang diberlakukan di antara anggota organisasi. Budaya yang dapat
menyesuaikan serta mendorong keterlibatan karyawan dapat memperjelas tujuan
dan arah strategi organisasi serta yang selalu menguraikan dan mengajarkan nilai nilai
dan
keyakinan
organisasi,
dapat
membantu
organisasi
mencapai
pertumbuhan penjualan, pengembalian modal, keuntungan, mutu dan kepuasan
pelanggan yang lebih tinggi ,Darmawan10.
Salah satu konsep tentang budaya organisasi yang menjadi rujukan dalam
mempelajari teori organisasi pada umumnya dan budaya organisasi pada
khususnya adalah apa yang oleh Peter dan Waterman (1982) dalam Riani disebut
sebagai “McKynsey 7-S Framework”, yang terdiri dari tujuh buah konsep yang
saling terkait laksana sebuah mutiara. Tujuh buah konsep dalam bentuk lingkaran
10
Darmawan.,Didit. Prinsip – prinsip Perilaku Organisasi. Surabaya: Pena Semesta. 2013, Hal
143
22
yang dihubungkan dengan tali – temali, masing – masing Share Values, Strategy,
Structure, System, Style, Staff, dan Skill saling terkait dan ditengahnya terdapat
lingkaran Share Values yang tidak lain adalah budaya organisasi.
1.Shared Values.
Pusat interkoneksi dalam model McKinsey adalah: shared values/nilai
bersama. Merupakan dasar dan pedoman organisasi yang dipercayai dan
dianut oleh anggota organisasi. Kepercayaan dan sikap.
2. Strategy.
Rencana alokasi sumber daya perusahaan yang langka, dari waktu ke
waktu, untuk mencapai tujuan diidentifikasi. Lingkungan, kompetisi,
pelanggan.
3. Structure.
Cara unit organisasi berhubungan satu sama lain: terpusat, divisi
fungsional (top-down); terdesentralisasi; matriks, jaringan, holding, dll.
4. System.
Prosedur, proses dan rutinitas yang mencairkan betapa pentingnya
pekerjaan yang harus dilakukan: sistem keuangan; perekrutan; sistem
promosi dan penilaian kinerja; sistem informasi.
5. Staff.
Jumlah dan jenis personil dalam organisasi.
6. Style.
Gaya budaya organisasi dan bagaimana manajer – manajer kunci
berperilaku dalam mencapai tujuan organisasi. Gaya manajemen.
23
7.Skill.
Kemampuan khusus dari personil atau organisasi secara keseluruhan.
Kompetisi inti.
Jika dalam suatu organisasi tidak mempunyai budaya yang dominan dan
hanya terdiri dari banyak sub budaya, maka pengaruh dari budaya terhadap
keefektifan organisasi akan jauh lebih tidak jelas dan tidak akan terdapat
konsistensi di dalam persepsi atau perilaku.
2.2.2 Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi sebagai pedoman untuk mengontrol perilaku anggota
organisasi, pastinya memiliki fungsi dan manfaat yang berguna bagi suatu
organisasi. Budaya organisasi berguna untuk membangun dalam mendesain
kembali sistem pengendalian manajemen organisasi, yaitu sebagai alat untuk
menciptakan komitmen agar para manajer dan karyawan mau melaksanakan
perencanaan strategis programming, budgeting, controlling, monitoring, evaluasi,
dan lainnya Mondy dan Noe dalam Riani
Adapun fungsi budaya organisasi menurut Robbins dalam Riani11 sebagai berikut:
1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang
lain.
2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota – anggota organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan diri individual seseorang.
4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi
itu dengan memberikan standar – standar yang tepat untuk dilakukan oleh
11
Riani, Asri Laksmi.Budaya Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.2010
24
karyawan.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku karyawan.
6. Pengikat organisasi
Budaya organisasi berfungsi sebagai pengikat seluruh komponen organisasi,
terutama pada saat organisasi menghadapi guncangan baik dari dalam maupun
dari luar akibat adanya perubahan.
7. Integrator
Budaya organisasi merupakan alat untuk menyatuka beragam sifat, karakter,
bakat dan kemampuan yang ada di dalam organisasi.
8. Identitas organisasi
Budaya organisasi merupakan salah satu identitas organisasi.
9. Energi untuk mencapai kinerja yang tinggi .Berfungsi sebagai suntikan energi
untuk mencapai kinerja yang tinggi.
10. Ciri kualitas
Budaya organisasi merupakan representasi dari ciri kualitas yang berlaku
dalam organisasi tersebut.
11. Motivator
Budaya organisasi juga pemberi semangat bagi para anggota organisasi.
Organisasi yang kuat akan menjadi motivator yang kuat juag bagi para
anggotanya.
12. Pedoman gaya kepemimpinan
Adanya perubahan di dalam suatu organisasi akan membawa pandangan baru
tentang kepemimpinan.
25
13. Value enchancer
Salah satu fungsi dari organisasi adalah untuk meningkatkan nilai dari
takeholders-nya, yaitu anggota organisasi, pelanggan, pemasok, dan pihak –
pihak lain yang berhubungan dengan organisasi.
2.2.3 Karateristik Budaya Organisasi
Budaya perusahaan merupakan suatu hal yang sangat kompleks. Untuk
itu, budaya perusahaan pastinya harus memiliki beberapa karateristik sebagai
wujud nyata keberadaannya. Masing – masing karateristik tersebut pada
penerapannya akan mendukung pencapaian sasaran perusahaan.
Terdapat beberapa karateristik budaya organisasi yang perlu mendapatkan
perhatian dari perusahaan menurut Robbins12 dalam Riani, antara lain:
1. Kepemimpinan
Pengertian kepemimpinan yaitu sebagai proses mempengaruhi segala
aktivitas ke arah pencapaian suatu tujuan organisasi. Kepemimpinan
seorang pemimpin diharapkan dapat menjadikan perubahan kearah yang
lebih baik yaitu perubahan pada budaya kerja sebagai organisasional.
Perubahan budaya kerja yang slow down diharapkan dapat diubah dengan
budaya produktif karena pengaruh kepemimpinan atasan yang lebih
mengutamakan
pada
otonomi
atau
kemandirian
para
anggota.
Kepemimpinan memegang peranan penting dalam budaya organisasi,
terutama pada organisasi yang budaya organisasinya lemah.
12
Stephen P Robbins..Teori Organisasi. Struktur, desain dan aplikasi. Jakarta: Arcan.
1994.Edisi 3.
26
2. Inovasi
Dalam mengerjakan tugas – tugas, organisasi lebih berorientasi pada pola
pendekatan “pakai tradisi yang ada” dan memakai metode – metode yang
teruji atau pemberian keleluasaan kepada anggotanya untuk menerapkan
cara – cara baru melalui eksperimen.
3. Inisiatif individu
Inisiatif individu meliputi tanggung jawabm kebebasan, dan independensi
dari masing – masing anggota organisasi, yaitu kewenangan dalam
menjalankan tugas dan seberapa besar kebebasan dalam mengambil
keputusan.
4. Toleransi terhadap resiko Dalam budaya organisasi manusia didorong
untuk lebih agresif, inovatif, dan mampu dalam menghadapi resiko di
dalam pekerjannya.
5. Pengarahan
Yaitu kejelasan organisasi dalam menentukan sasaran dan harapan
terhadap sumber daya manusia atas hasil kerjanya. Harapan dapat
dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas, dan waktu penyelesaian.
6. Integrasi
Integrasi adalah bagaimana unit – unit di dalam organisasi didorong untuk
menjalankan kegiatannya dalam satu koordinasi yang baik, yaitu seberapa
jauh keterkaitan dan kerja sama di tekankan dan seberapa besar rasa saling
ketergantungan antar sumber daya manusia ditanamkan.
7. Dukungan manajemen
27
Seberapa baik manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan
dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugas.
8. Pengawasan
Meliputi peraturan – peraturan dan supervise langsung yang digunakan
oleh manajemen untuk meilhat secara keseluruhan perilaku anggota
organisasi.
9. Identitas
Identitas adalah pemahaman anggota organisasi yang memihak kepada
organisasinya secara penuh.
10. Sistem penghargaan
Sistem penghargaan berbicara tentang alokasi balas jasa (biasanya
dikaitkan dengan kenaikan gaji dan promosi) sesuai dengan kinerja
karyawan.
11. Toleransi terhadap konflik
Adanya usaha mendorong karyawan untuk kritis terhadap konflik yang
terjadi. Jika toleransinya tinggi, maka perdebatan dalam pertemuan adalah
wajar. Akan tetapi, jika perusahan toleransi konfliknya rendah, maka
karyawan akan menghindari perdebatan dan akan menggerutu di belakang.
12. Pola komunikasi
Maksud dari pola komunikasi adalah komunikasi yang terbatas pada
hirarki formal dari setiap organisasi.
Menurut Dharma dan Akib (2004) dalam Riani (2011:24)13
mengemukakan 10 karateristik budaya perusahaan sebagai berikut:
13
Riani. Loc.cit Hal 24
28
1.Identitas anggota
Derajat dimana pekerjaan lebih mengidentifikasi organisasi secara
menyeluruh daripada dengan tipe pekerjaan atau bidang keahlian
profesionalnya.
2.Penekanan kelompok
Derajat dimana aktivitas tugas lebih diorganisir untuk seluruh kelompok
dari pada individu
3. Fokus orang
Derajat dimana keputusan manajemen memperhatikan dampak output
yang dihasilkan terhadap pekerjaan dalam organisasi.
4. Penyatuan unit
Derajat dimana unit – unit dalam organisasi didorong agar berfungsi
dengan cara yang terorganisasi atau bebas.
5. Pengendalian
Derajat dimana peraturan, regulasi, dan pengendalian langsung
digunakan untuk mengawasi dan pengendalian perilaku pekerja.
6. Toleransi resiko
Derajat dimana pekerja didorong untuk agresif, kreatif, inovatif dan
mau mengambil resiko.
7. Kriteria ganjaran
Derajat dimana ganjaran seperti peningkatan pembayaran dan promosi
lebih dialokasikan menurut kinerja pekerja daripada senioritas, favorit
atau faktor non pekerja lainnya.
29
8. Toleransi konflik
Derajat dimana pekerja didorong dan diarahkan untuk menunjukkan
konflik dan kritik secara terbuka.
9. Orientasi saran – tujuan
Derajat dimana manajemen lebih terfokus pada hasil atau luaran dari
teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai luaran tersebut.
10. Fokus pada sistem terbuka
Derajat dimana organisasi memonitor dan merespon perubahan dalam
lingkungan eksternal.
2.2.4
Proses Mempertahankan Budaya Organisasi
Simma
Lieberman
menjelaskan
langkah-langkah
untuk
mempertahankan sebuah budaya yang mampu melewati pertumbuhan
dan peubahan, seperti berikut ini:
a. Mendefinisikan budaya dan apa bedanya dari konsep lainnya.
b Mengembangkan sebuah rencana strategis untuk menerapkan
budaya.
c Manajemen puncak harus mengimplementasikan budaya organisasi
dalam setiap hal yang dilakukan: perekrutan, penggajian,
tunjangan dan intensuf, pembentukan lingkungan organisasi dan
pemasaran.
d. Memastikan bahwa para anggota organisasi mereka dan bahwa
mereka ikut terlibat di dalamnya.
e. Memiliki anggota berpengalaman yag bermanfaat untuk melatih
anggota baru dan mengembangkan sebuah sistem di mana
30
anggota baru dapat mempelajari parameter dari budaya yang
tertulis dan tidak tertulis.
f. Secara rutin mengevaluasi kemajuan dan kesuksesan seiring
dengan pertumbuhan organisasi.
g
Selalu terbuka terhadap perubahan dan pastikan bahwa anggota
organisasi tahu terhadap perubahan yang dilakukan dan apa
untungnya bagi mereka.
2.2.5 Tujuan Organisasi
Tujuan organisasi, sering ditampilkan dalam istilah (goals, objectives,
missions, purposes) dapat didefinisikan sebagai suatu hasil atau keadaan yang
diharapkan dapat dicapai yang menuntut perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian secara seksama. Mc Farland (1976) dalam Djatmiko (2005: 37)
berpendapat sebagai berikut:
1.Aims
Merupakan suatu keadaan atau hasil yang ingin dicapai, melalui kegiatan
yang lingkupnya lebih sempit dari pada goals.
2. Objectives (sasaran),
Merupakan kategori yang bersifat spesifik tentang keadaan atau hasil
yang ingin dicapai meliputi dimensi kualitas dan kuantitas.
3. Missions
Lebih menggambarkan alasan mendasar tentang keberadaan suatu
organisasi, yang banyak digunakan organisasi non-bisnis.
31
2.2.6
Pengaruh Budaya terhadap Organisasi
Budaya merupakan fenomena kolektif dan berhubungan langsung dengan
lingkup kehidupan sosial. Organisasi merupakan salah satu bentuk unit kehidupan
sosial secara nyata yang dipengaruhi oleh budaya.
Berikut pengaruh budaya terhadap organisasi14 :
1. Budaya sebagai rintangan
Budaya menambah komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi
perilaku karyawan sebagai anggota organisasi. Dari pandangan seorang
karyawan, budaya bernilai karena mengurangi ambiguitas. Tentunya hal
tersebut dapat mengatur cara menyelesaikan segala sesuatu yang
dianggap penting.
2. Halangan untuk berubah
Budaya menjadi halangan bila hal – hal yang dibagi tidak berada dalam
persetujuan yang lebih jauh akan mengganggu efektivitas suatu
organisasi.
3. Penghalang untuk perbedaan
Mempekerjakan karyawan baru berasal dari latar belakang berbeda –
beda, karena ras, usia, jenis kelamin, ketidakmampuan, atau perbedaan
lainnya, yang tidak seperti kebanyakan karyawan dalam suatu
organisasi menciptakan suatu paradoks.
Berdasarkan prosesnya secara umum perubahan organisasi dapat
diklasifikasikan dalam 2 (dua) kelompok yaitu perubahan yang bersifat sebagian
14
Darmawan., Didit. Prinsip – prinsip Perilaku Organisasi. Surabaya : Pena Semesta. 2013.
Hal 146
32
(incremental) dan perubahan yang bersifat radikal. Perubahan bertahap memiliki
beberapa karakteristik seperti adanya kemajuan perubahan yang bersifat perlahan
dan berkesinambungan (continued), berpengaruh pada hanya beberapa bagian unit
organisasi, prosesnya dilakukan dalam konteks proses manajemen dan struktur
organisasi yang normal serta adanya pengaruh peningkatan teknologi yang masih
ditujukan sebatas pada perbaikan kualitas produk atau layanan.
Sedangkan perubahan radikal merupakan suatu perubahan organisasi
dengan karakteristik seperti adanya perubahan paradigma organisasi, adanya
upaya transformasi atau perubahan bentuk dan struktur yang melibatkan seluruh
unit organisasi, menciptakan struktur dan management organisasi yang baru,
adanya terobosan pemanfaatan teknologi yang baru sehingga dapat melakukan
penciptaan produk baru untuk menciptakan pasar yang baru.
Adapun dari sisi tipologinya, perubahan organisasi Kreitner & Kinicki15,
dapat dibagi dalam 3 bentuk yaitu perubahan adaptif, perubahan inovatif dan
perubahan
radikal.
Perubahan
adaptif
lebih
difokuskan
pada
upaya
memperkenalkan kembali praktek-praktek bisnis yang telah dikenal dalam suatu
proses kerja suatu organisasi. Sedangkan perubahan yang inovatif difokuskan
pada upaya memperkenalkan praktek-praktek baru dalam proses kerjanya.
Terakhir untuk perubahan radikal difokuskan dengan memperkenalkan praktekpraktek yang baru bagi industri bisnisnya.
Secara umum perbedaan tipologi perubahan ini akan mempengaruhi
tingkat kesulitan dalam menanganinya, dimana secara jelas dapat dilihat pada
Gambar 2.2.
15
Kreitner R dan Kinicki A, Organizational Change, Burr Ridge : McGraw-Hill, 2007. Hal 582
33
Perubahan
Adaptif
Memperkenalkan kembali
praktek-praktek biasa dalam
dalam
lingkungan kerja
Perubahan
Inovatif
Perubahan
Radikal
Memperkenalkan kembali
praktek-praktek baru dalam
Memperkenalkan kembali
praktek-praktek baru
proses kerja
bagi industi bisninsnya
Low
High
Tingkat kompleksitas, biaya, dan ketidakpastian
Potensi untuk melakukan penolakan terhadap perubahan
Gambar 2.2 Tipologi Generik dari Perubahan Organisasi
Sumber Kreitner & Kinicki
Dari gambar 2 dapat dijelaskan bahwa dalam konteks pelayanan, budaya kerja
dapat diartikan sebagai suatu system perilaku dan kebiasaan yang dilakukan oleh
lembaga dan sumber daya manusia pemberi pelayanan kepada masyarakat sebagai
penerima pelayanan.
Adapun dari segi pentahapan dan waktu pelaksanaannya perubahan
organisasi dapat dibagi menjadi dua Cumming & Worley16 yaitu, pertama,
perubahan dapat dilakukan secara bertahap melalui proses evolusi dengan
menggunakan masa transisi. Kedua perubahan secara radikal dan revolusioner
yang dilakukan secara drastis tanpa melalui proses transisi.
Cummings & Worley, Organization Development & Change ( 8th ed), USA : South Westrn.
2005
16
34
2.3 Konsep Budaya kerja
2.3.1 Definisi Budaya Kerja
Adapun definisi budaya kerja menurut
Nawawi17 dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menjelaskan
bahwa:
Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai
dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada
sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa
kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka
pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.
Dari uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan perilaku yang
dilakukan berulang-ulang oleh setiap individu dalam suatu organisasi dan telah
menjadi kebiasaan dalam pelaksanaan pekerjaan.
Adapun Menurut Prasetya18 dalam bukunya Manajemen Sumber Daya
Manusia menerangkan bahwa:
Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai
nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya
dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari
sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang
terwujud sebagai kerja atau bekerja.
Ndraha19 dalam buku Teori Budaya Organisasi, mendefinisikan budaya kerja,
yaitu; ”Budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program mental
yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama
manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”
Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah sebagai
nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang dimiliki
bersama oleh setiap individu dalam lingkungan kerja suatu organisasi.
Hadari Nawawi. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press 2008.
18 Triguno Prasetya, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. 2001
19 Taliziduhu Ndraha, Teori Budaya Organisasi. Jakarta : Rineka Cipta. 2005.
17
35
Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi
menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan
dinyatakan dengan menggunakan sarana (vehicle) tertentu berkali-kali, sehingga
agar masyarakat dapat mengamati dan merasakannya.
Berpijak dari nilai – nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat
Indonesia, kebudayaan diolah sedemikian rupa, sehingga menjadi nilai – nilai
baru yang menjadi sikap dan perilaku manajemen dalam menghadapi tantangan
baru. Budaya kerja tidak muncul begitu saja, tetap harus dilaksanakan dengan
sungguh – sungguh melalui suatu proses yang terkendali dengan melibatkan
semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat, dan teknik
pendukung.
Berdasarkan beberapa pengertian budaya kerja diatas, maka peneliti
menyimpulkan bahwa budaya kerja adalah suatu hal untuk mengubah cara kerja
lama menjadi cara kerja yang baru yang lebih berorientasi pada upaya memuaskan
pelanggan atau masyarakat serta bekerja lebih efektif dan efisien dalam segala
aspek sebuah proses yang di lakukan secara terencana, berkelanjutan, terus
menerus serta secara timbal balik antara perusahaan dengan karyawannya dalam
rangka menciptakan pencapaian tujuan perusahaan secara bersama-sama.
Adapun sebagai gambaran saja bahwa budaya kerja yang di gunakan oleh
Aerofood ACS sejak berdiri nya perusahaan pada tahun 1974 sampai dengan 2010
masih menggunakan budaya kerja lama atau tradisional dan maish belum terukur.
Sepanjang masa itu perusahaan belum pernah mengadakan evaluasi atas budaya
kerja karyawannya. Belum adanya perhatian khusus dari perusahaan akan
pentingnya sebuah transformasi budaya kerja, baru sekitar tahun 2012 sampai
36
dengan tahun 2014 Aerofood ACS mulai menerapkan budaya kerja dengan slogan
I-FRESH (Integrity, Fast, Reliable, Effective and Efficient, Service Excellence,
Hygiene). Namun budaya kerja serta slogan tersebut belum mampu mendongkrak
kesadaran para karyawannya untuk melakukan suatu perubahan yang signfikan.
Sehingga perusahaan berpikir keras untuk melakukan suatu transformasi budaya
kerja baru dengan menambah slogan menjadi I-FRESH (Integrity, Fast, Reliable,
Effective and Efficient, Service Excellence, Hygiene) ACS SATU ACS SAYA
( ACS Sadar Mutu ACS Sadar Biaya ). Perusahaan berharap dengan adanya
transformasi budaya kerja baru ini serta di terbitkan nya pakta integritas mampu
membuat karyawan lebih perduli kepada nasib perusahaan.
Dasar kualitas yang bersumber pada tingkat kualitas sumber daya manusia
yang bermutu tinggi dapat dipastikan akan dapat bekerja dengan baik dan
menghasilkan produk yang berkualitas tinggi karena semua orang terlibat dalam
proses kerja dan mereka sudah mengetahui apa yang seharusnya dikerjakan
dengan bahasa yang sama. Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang
sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia
untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi
tantangan masa depan.
Dengan demikian dapat disimpulkan menurut Umam 20bahwa :
1. Budaya kerja adalah suatu komponen kualitas manusia yang sangat melekat
dengan identitas bangsa dan menjadi tolok ukur dasar dalam pembangunan.
20
Khairu Umam. Perilaku Organisasi. Bandung : Pustaka Setia. 2010
37
2. Budaya kerja ikut menentukan integritas bangsa dan menajdi penyumbang
utama dalam menjamin kesinambungan kehidupan bangsa.
3. Budaya kerja sangat erat kaitannya dengan nilai – nilai yang dimilikinya,
terutama falsafah bangsa yang mampu mendorong prestasi kerja setinggi –
tingginya.
4. Program budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang karena
perubahan nilai – nilai lama menjadi nilai – nilai yang baru dan memakan
waktu untuk menjadi sebuah kebiasaan dan tak henti – hentinya terus
melakukan penyempurnaan dan perbaikan.
5. Wahana budaya kerja adalah produktivitas, yang berupa perilaku kerja yang
tercermin, antara lain: kerja keras, ulet, disiplin, produktif, tanggung jawab,
motivasi, manfaat, kreatif, dinamik, konsekuen, konsisten, responsive, mandiri,
makin lebih baik, dan lain – lain.
Menurut Budhi Paramita dalam tulisannya yang berjudul “Masalah
Keserasian Budaya dan Manajemen di Indonesia”, budaya dapat dibagi
menjadi:
1. Sikap terhadap pekerjaan
yakni kesukaan terhadap kerja dibandingkan dengan kegiatan lain,
seperti bersantai, atau semata – mata memperoleh kepuasan dari
kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan
sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.
38
2. Perilaku pada waktu kerja
Seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati – hati, teliti, cermat,
kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka
membantu sesama karyawan, atau sebaliknya.
Budaya kerja sangat berkaitan erat dengan budaya perusahaan, karena
tidak dapat dipisahkan dengan kinerja (performance) sumber daya manusia
(SDM). Budaya perusahaan merupakan pola terpadu perilaku manusia di dalam
organisasi/perusahaan termasuk pemikiran - pemikiran, tindakan - tindakan
pembicaraan - pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi
berikutnya”. Budaya perusahaan pada dasarnya mewakili norma – norma perilaku
yang diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk mereka yang berada dalan
hierarki organisasi. Bagi organisasi yang masih didominasi oleh pendiri, budaya
akan menjadi wahana untuk mengkomunikasikan harapan – harapan pendiri
kepada para pekerja lainnya.
Demikian pula jika perusahaan dikelola oleh seorang manajer senior yang
otokratis yang menerapkan gaya kepemimpinan top down. Di sini budaya juga
akan berperan untuk mengkomunikasikan harapan – harapan manajer senior itu.
Menurut WT Heelen & Hunger (1986) dalam buku Perilaku Organisasional
Sopiah21, secara spesifik mengemukakan sejumlah peranan penting yang
dimainkan oleh budaya perusahaan, yaitu:
1. Membantu menciptakan rasa memiliki jati diri bagi pekerja.
2. Dapat dipakai untuk mengembangkan ikatan pribadi dengan perusahaan
3. Membantu stabilisasi perusahaan sebagai suatu sistem sosial.
21
Sopiah. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: CV Andi Offset. 2008. Hal 135
39
4. Menyajikan pedoman perilaku sebagai hasil dari norma – norma perilaku yang
sudah terbentuk.
Untuk membangun budaya perusahaan yang kuat memerlukan waktu yang
cukup lama dan bertahap. Dan bisa saja di dalam perjalannya sebuah perusahaan
mengalami pasang surut dan menerapkan budaya perusahaan yang berbeda dari
satu waktu ke waktu yang lain.
Menurut hasil penelitian Harvard Bussiness School (Kotter dan heskett,
1992), dalam Moeljono22 menunjukkan bahwa budaya mempunyai suatu dampak
yang sangat kuat dan semakin besar pada prestasi kerja organisasi.
Penelitian ini mempunyai empat kesimpulan, yaitu:
1.Budaya korporat dapat mempunyai dampak signifikan pada prestasi kerja atau
ekonomi perusahaan dalam jangka panjang
2. Budaya korporat bahkan mungkin merupakan faktor yang lebih penting dalam
menentukan sukses atau kegagalan suatu perusahaan dalam dekade
mendatang.
3. Budaya korporat yang menghambat prestasi keuangan yang kokoh dalam
jangka
panjang adalah tidak jarang, dan budaya itu berkembang dengan
mudah, bahkan dalam perusahaan yang penuh dengan orang yang bijaksana
dan pandai.
4. Walaupun sulit diubah, budaya korporat dapat dibuat untuk lebih meningkatkan
prestasi.
22
Djokosantoso Moeljono. Budaya Organisasi Dalam Tantangan. Jakarta : PT.Elex Media
Komputindo. 2007. Hal 90
40
Selain dari langkah – langkah yang telah disebutkan di atas, yang perlu
diperhatikan dan merupakan hal yang penting yaitu langkah – langkah yang telah
disebutkan diatas harus dilakukan secara terus – menerus dan konsisten dengan
disertai komitmen dari pemimpin perusahaan.
Adapun fungsi dari budaya kerja itu sendiri yaitu, budaya kerja merupakan
suatu komponen kualitas manusia yang melekat dengan identitas perusahaan dan
menjadi tolok ukur dasar dalam perkembangan.
2.3.2 Karakter dan Sikap Budaya Kerja
1. Karakter Budaya Kerja
Dalam kebiasaan tersebut terdapat bentuk – bentuk aktualisasi diri,
bakat, norma – norma dan prinsip – prinsip yang menjadi acuan dan
standar dalam mengembangkan kebiasaannya menjadi suatu budaya
yang tertanam dalam diri individu untuk meningkatkan budaya
kerjanya. Dengan demikian, dapat dikatakan karakter budaya kerja
pegawai tercermin melalui sikap perilaku pegawai dalam melakukan
aktifitas dilingkungan pekerjaannya.
2. Sikap Budaya Kerja
Adapun sikap budaya kerja menurut Prasetya23, menyatakan bahwa
orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan mempunyai
sikap: Menyukai kebebasan dialog terbuka bagi gagasan – gagasan dan
fakta baru dalam usahanya untuk mencari kebenaran. Memecahkan
permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan
23
Triguno Prasetya, Budaya Kerja. Jakarta : Golden Terayon Press. 1999
41
metode ilmu pengetahuan, pemikiran yang kreatif, dan tidak menyukai
penyimpangan dan pertentangan. Berusaha menyesuaikan diri antara
kehidupan pribadinya dengan kebiasaan sosialnya. Mempersiapkan
dirinya sesuai kompetensi dalam mengelola tugas atau kewajiban
bidangnya. Memahami dan menghargai lingkungannya. Berpartisipasi
dengan loyal kepada kehidupan rumah tangga, masyarakat dan
organisasinya serta penuh rasa tanggung jawab.
2.3.3 Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja
Mengembangkan budaya kerja tentunya akan memberikan manfaat, baik
untuk pegawai itu sendiri maupun untuk lingkungan kerja dimana pegawai
tersebut berada. Manfaat budaya kerja bagi pegawai, antara lain memberi
kesempatan untuk berperan, berprestasi, aktualisasi diri, mendapat pengakuan,
penghargaan, kebanggaan kerja, rasa ikut memiliki dan bertanggungjawab,
memperluas
wawasan
serta
meningkatkan
kemampuan
memimpin
dan
memecahkan masalah.
Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam karena
akan mengubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai
produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan.
Manfaat yang dapat diperoleh, yaitu menjamin hasil kerja dengan kualitas yang
lebih baik; membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan, kebersamaan,
kegotong-royongan, kekeluargaan, menemukan kesalahan dan cepat memperbaiki
kesalahan, cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan dari luar (faktor
eksternal), mengurangi laporan berupa data – data dan informasi yang salah dan
palsu.
42
Selain itu, terdapat pula beberapa manfaat lain dari budaya kerja, seperti
kepuasan kerja meningkat, pergaulan yang lebih akrab, disiplin yang meningkat,
pengawasan fungsional berkurang, pemborosan yang bekurang, tingkat absensi
turun, adanya keinginan belajar terus, keinginan memberikan yang terbaik bagi
organisasi, dan lain – lain.
Dalam Kepmenpan No.39 tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan
Budaya kerja24, terdapat manfaat budaya kerja bagi instansi, yaitu:
1. Meningkatkan kerja sama antar individu, antar kelompok, dan antar unit kerja
2. Meningkatkan koordinasi sebagai akibat adanya kerjasama yang baik antar
individu, antar kelompok, dan antar unit kerja
3. Mengefektifkan integrasi, sinkronisasi, keselarasan, dan dinamika yang terjadi
dalam organisasi
4. Memperlancar komunikasi dan hubungan kerja
5. Menumbuhkan kepemimpinan yang partisipatif
6. Mengeliminasi hambatan – hambatan psikologis dan kultural
7. Menciptakan suasana kerja yang menyenangkan sehingga dapat mendorong
kreatifitas pegawai.
Selanjutnya oleh Roland E. Wolseley dan Laurance R. Campbell dalam
bukunya Ekploring Journalisme,Prasetya25menyatakan bahwa:
1. Orang yang terlatih melalui kelompok budaya kerja akan menyukai kebebasan,
pertukaran pendapat, terbuka bagi gagasan – gagasan baru dan fakta baru
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 39 . Tentang Pedoman
Pengembangan Budaya Kerja. Jakarta. 2012
25
Triguno Prasetya..Ekspolring Journalisme. Jakarta. 1999
24
43
dalam usahanya untuk mencari kebenaran, mencocokkan apa yang ada padanya
dengan keinsyafan dan daya imajinasi seteliti mungkin dan seobyektif mungkin
2. Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan memecahkan
permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode
ilmu pengetahuan, dibangkitkan oleh pemikiran yang kritis kreatif, tidak
menghargai penyimpangan akal bulus dan pertentangan
3. Orang yang terdidik melalui kelompok budaya kerja berusaha menyesuaikan
diri antara kehidupan pribadinya dengan kebiasaan sosialnya, baik nilai – nilai
spiritual maupun standar – standar etika yang fundamental untuk menyerasikan
kepribadian dan moral karakternya
4. Orang yang terdidik dalam kelompok budaya kerja mempersiapkan dirinya
dengan pengetahuan umum dan keahlian – keahlian khusus dalam mengelola
tugas atau kewajibannya dalam bidangnya, demikian pula dalam hal
berproduksi dan pemenuhan kebutuhan hidupnya
5. Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan memahami dan
menghargai lingkungannya seperti alam, ekonomi, sosial, politik, budaya dan
menjaga kelestarian sumber – sumber alam, memelihara stabilitas dan
kontinuitas masyarakat yang bebas sebagai suatu kondisi yang harus ada.
6. Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan berpartisipasi dengan
loyal kepada kehidupan rumah tangganya, sekolah, masyarakat dan bangsanya,
penuh
tanggung
jawab
sebagai
manusia
merdeka
dengan
mengisi
kemerdekaannya, serta memberi tempat secara berdampingan kepada oposisi
yang bereaksi dengan yang memegang kekuasaan sebaik mungkin.
7. Mengubah sikap dan perilaku pegawai untuk meningkatkan produktivitas kerja.
44
8. Meningkatkan kepuasan kerja dan pelanggan, pengawasan fungsional, dan
mengurangi pemborosan.
9. Menjamin hasil kerja berkualitas
10. Memperkuat jaringan kerja ( networking)
11. Menjamin keterbukaan ( accountable )
12. Membangun kebersamaan
2.3.4 Prinsip Budaya Kerja
Unsur dasar budaya kerja merupakan mata rantai proses, yang tiap
kegiatan berkaitan dengan proses lainnya atau suatu hasil pekerjaan merupakan
suatu masukan bagi proses pekerjaan lainnya.
Kekuatan rantai proses secara terpadu tersebut bergantung pada rangkaian
terlemah pada proses individual. Kesalahan dalam suatu proses akan
memengaruhi kualitas produk akhir. Oleh karena itu, jaminan mutu terletak pada
kekuatan setiap rangkaian yang berjalan benar sejak pertama pada setiap tahap
pekerjaan. Setiap organisasi memiliki berbagai metode dan proses kerja, baik
yang bersifat administratif maupun yang manufaktur. Orang dapat bekerja secara
individual maupun bekerja sama dengan lainnya dalam setiap tahapan proses.
Setiap proses mempunyai sifat peran sebagai pelanggan dan pemasok atau saling
melayani, untuk internal.
Tujuan fundamental budaya kerja adalah membangun sumber daya
manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu
hubungan sifat peran sebagai pelanggan, pemasok, dan komunikasi dengan orang
lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan. Oleh karena itu, budaya
kerja berupaya mengubah budaya komunikasi tradisional menjadi perilaku
45
manajemen modern, sehingga tertanam kepercayaan dan semangat kerja sama
yang tinggi serta disiplin.
2.3.5
Dampak Pembentukan Budaya Kerja
Dampak dari pembentukan budaya kerja terhadap pegawai/karyawan dan
komponen organisasi lainnya dala upaya pencapaian tujuan organisasi dapat
dilihat pada :
Tujuan Organisasi
Sumber Daya Manusia
Teknologi &
Peralatan
Sistem &
Peralatan
Budaya Kerja
Bagan 2.3.5
Kedudukan Manusia dan Budaya Kerja dalam Organisasi 26
Budaya kerja dapat berupa fisik seperti rutinitas pegawai/karyawan, tata
cara pelayanan, kebiasaan atau ritual kerja, dan non-fisik misalnya keyakinan,
harapan, gagasan, atau impian pegawai. Budaya kerja dapat diibaratkan seperti
pupuk
yang
menyuburkan
organisasi
penyelenggara
pelayanan
untuk
menghasilkan buah yang bermanfaat bagi penerima pelayanan. Organisasi
pelayanan yang digerakkan tanpa budaya kerja yang kondusif akan menghadapi
krisis sikap, perilaku, tindakan, kebiasaan dan kepercayaan sumber daya manusia
sebagai pemberi layanan, yang selanjutnya berdampak pada keluhan masyarakat
terhadap rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan.
26
Herliany. Jurnal Ilmu Administrasi volume V No. 4. Jakarta: LAN. 2008
46
Organisasi yang tidak memiliki budaya kerja akan mengalami berbagai
krisis, baik yang dilakukan pimpinan (penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, kolusi,
dan nepotisme, diskriminasi pelayanan) maupun pegawai (konflik antar pegawai,
pelanggaran aturan, demotivasi) dan berdampak pada ketidakmampuan organisasi
memecahkan permasalahan pelayanan dan masyarakat menjadi tidak percaya
terhadap organisasi tersebut dan berakibat pada hilangnya kredibilitas organisasi.
Akan tetapi, jika budaya kerja yang sesuai dapat ditanamkan dalam sebuah
organisasi, maka organisasi tersebut akan mencapai suatu keberhasilan.
Pelaksanaan dan pembentukan budaya kerja yang baik tentunya akan membawa
budaya prima dalam pelayanan yang diberikan suatu organisasi.
2.3.6 Unsur-Unsur Budaya Kerja
Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena
perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk
menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan
perbaikan. Menurut Taliziduhu Ndraha, budaya kerja dapat dibagi menjadi dua
unsur, yaitu:
1.Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan
kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari
kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu
hanya untuk kelangsungan hidupnya.
47
2.Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung
jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari
tugas dan kewajibannya, suka membantu sesma pegawai, atau sebaliknya.
Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya
untuk membangun sumber daya manusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih
baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan
bersumber dari perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu
sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyayi perbedaan cara kerja, yang
mengakibatkan berbeda nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka
kerja organisasi. Setiap nilai-nilai apa yang sepatutnya dimiliki oleh pemimpin
puncak dan pemimpin lainnya, bagaimana perilaku setiap orang akan
mempengaruhi kerja mereka.
Indikator-Indikator Budaya Kerja, menurut Taliziduhu Ndraha27
dapat
dikategorikan tiga yaitu :
1. Kebiasaan
Kebiasaan-kebiasaan biasanya dapat dilihat dari cara pembentukan perilaku
berorganisasi pegawai, yaitu perilaku berdasarkan kesadaran akan hak dan
kewajiban, kebebasan atau kewenangan dan tanggungjawab baik pribadi maupun
kelompok di dalam ruang lingkup lingkungan pekerjaan. Adapun istilah lain yang
dapat dianggap lebih kuat ketimbang sikap, yaitu pendirian (position), jika sikap
27
Taliziduhu Ndraha, Teori Budaya Organisasi, Cetakan Kedua, PT. Rineka Cipta: Jakarta.
2003, Hal. 80
48
bisa berubah pendiriannya diharapkan tidak berdasarkan keteguhan atau
kekuatannya. Maka dapat diartikan bahwa sikap merupakan cermin pola tingkah
laku atau sikap yang sering dilakukan baik dalam keadaan sadar ataupun dalam
keadaan tidak disadar, kebiasaan biasanya sulit diperbaiki secara cepat
dikarenakan sifat yang dibawa dari lahiriyah, namun dapat diatasi dengan adanya
aturan-aturan yang tegas baik dari organisasi ataupun perusahaan.
2.Peraturan
Untuk memberikan ketertiban dan kenyamanan dalam melaksanakan tugas
pekerjaan pegawai, maka dibutuhkan adanya peraturan karena peraturan
merupakan bentuk ketegasan dan bagian terpenting untuk mewujudkan pegawai
disiplin dalam mematuhi segala bentuk peraturan-peraturan yang berlaku di
lembaga pendidikan. Sehingga diharapkan pegawai memiliki tingkat kesadaran
yang tinggi sesuai dengan konsekwensi terhadap peraturan yang berlaku baik
dalam organisasi perusahaan maupun di lembaga pendidikan.
3. Nilai-nilai
Nilai merupakan penghayatan seseorang mengenai apa yang lebih penting atau
kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar
atau kurang benar. Untuk dapat berperan nilai harus menampakkan diri melalui
media atau encoder tertentu. Nilai bersifat abstrak, hanya dapat diamati atau
dirasakan jika terekam atau termuat pada suatu wahana atau budaya kerja. Jadi
nilai dan budaya kerja tidak dapat dipisahkan dan keduanya harus ada keselarasan
dengan budaya kerja searah, keserasian dan keseimbangan. Maka penilaian
dirasakan sangat penting untuk memberikan evaluasi terhadap kinerja pegawai
agar dapat memberikan nilai baik secara kualitas maupun kuantitas.
49
Dari penjelasan diatas, dapat di definisikan bahwa transformasi budaya
kerja adalah secara teoritis diartikan sebagai suatu proses dialog yang terus
menerus antara budaya lokal dengan kebudayaan „donor” sampai tahap tertentu
membentuk proses sintesa dengan berbagai wujud yang akan melahirkan format
akhir budaya yang lebih baik. Transformasi diperlukan dalam rangka menuju
modernisasi, yang merupakan serangkaian perubahan nilai-nilai dasar yang
meliputi nilai teori, nilai sosial, nilai ekonomi, nilai politik (kuasa), nilai estetika,
dan nilai agama. Nilai teori yang tercermin dalam cara berpikir non-analitik,
intuitif, bergeser ke analitik, kebiasaan bergeser ke nilai yang sangat meninggikan,
rasionalitas dan efisiensi.
Nilai sosial dari orientasi status bergeser ke prestasi kerja. Nilai ekonomi,
dari pola konsuntif bergeser ke pola produktif. Nilai politik bergeser dalam
karakteristik pengambilan keputusan, dari pertimbangan orang lain bergeser ke
pertimbangan diri sendiri. Nilai agama, bergeser dari prespektif lama yang
fatalistik ke arah motifasi hidup yang lebih baik. Dan nilai estetika bergeser dari
paradigma lama ke arah paradigma baru yang mengacu pada pandangan hidup.
Persoalan utama bagi perusahaan bukanlah menggalakkan pertumbuhan
ekonomi melainkan transformasi sosial seluruh karyawan yang akan membawa serta
transformasi dalam lingkungan perusaahaan. Artinya bahwa transformasi dalam hal
ini tidak hanya mengarah pada perubahan budaya itu sendiri namun lebih kepada
perubahan sosial seluruh karyawan yang dapat membawa kehidupan manusia lebih
baik.
Namun perubahan juga tidak selalu mengarah kepada hal-hal yang baik
tapi dapat mengarah kepada hal-hal yang buruk, dan itu tentunya di pengaruhi
50
oleh manusia itu sendiri. Dengan demikian bahwa transformasi merupakan suatu
hal yang mengarah pada berbagai perubahan dalam semua sektor kehidupan
seperti kebudayaan, politik, dan ekonomi. Di bidang kebudayaan, transformasi
akan membuat manusia sanggup melakukan penyesuain diri secara kretif terhadap
perubahan-perubahan sosial yang di akibatkan oleh modernisasi, kemajuan
teknologi dan penyesuain terhadap hasil modernisasi.
2.4 Konsep Transformasi
2.4.1 Definisi Transformasi
Kelahiran Teori Transformasi ditandai dengan terbitnya buku Syntactic
Structures pada tahun 1957 yang ditulis oleh Noam Chomsky, seorang pakar
linguistik di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Dengan terbitnya buku
ini, Chomsky memulai fase linguistik baru yang belum pernah terjadi dalam
sejarah ilmu bahasa. Sejak saat itu, para ahli bahasa, khususnya di Amerika
Serikat, memusatkan perhatiannya pada apa yang disebut tata bahasa
transformasi-generatif (yang sering disebut juga tata bahasa transformasi atau tata
bahasa generatif). Dengan usul-usul yang didasarkan atas penelitian, Chomsky
mulai mengadakan perbaikan dan perubahan pada teorinya yang pertama.
Hasilnya kemudian diterbitkan pada tahun 1965 dalam bentuk buku yang berjudul
Aspects of the Theory of Syntax. Sayangnya, hasil penelitian yang terkumpul pada
awal tahun 1968 menunjukkan bahwa Aspects of the Theory of Syntax kurang
memuaskan sehingga penelitian yang lebih mendalam terus dilakukan. Dengan
demikian, jangka waktu 1964-1967 bisa dikatakan terdiri atas tiga tahap
penyempurnaan: 1964-1965 merupakan tahap model, 1965-1966 merupakan tahap
51
peluasan, dan 1966-1967 merupakan pengubahan Aspects of the Theory of
Syntax.Pada tahun 1968, kaum transformasi terpecah menjadi dua kelompok.
Kelompok yang pertama dipimpin oleh Chomsky dan menyebut dirinya kaum
leksikalis. Kelompok ini tetap mempertahankan gagasan tata bahasa seperti yang
dirumuskan oleh Aspects of the Theory of Syntax dan perbaikannya. Sementara
itu, kelompok kedua, yang meskipun tanpa pemimpin, terdiri atas para linguis
garda depan yang terus-menerus berusaha memperbaiki teori transformasi, dan
disebut kelompok transformasionalis. Kelompok kedua yang mencakup orang
seperti James D. McCawley, George Lakoff, John Robert Ross, dan lain-lain
berhasil menjadi penganjur teori baru yang disebut semantik generatif. Sejak
tahun 1968 sampai sekarang berkembanglah teori ini, yang mungkin merupakan
titik akhir perkembangan teori transformasi,28soeparno.
Definisi Transformasi adalah sebuah proses perubahan secara berangsurangsur sehingga sampai pada tahap ultimate, perubahan yang dilakukan dengan
cara memberi respon terhadap pengaruh unsur eksternal dan internal yang akan
mengarahkan perubahan dari bentuk yang sudah dikenal sebelumnya melalui
proses menggandakan secara berulang-ulang atau melipatgandakan.
Laseau 1980 yang dikutip oleh Sembiring 2006 memberikan kategori
transformasi sebagai berikut:
1. Transformasi bersifat Tipologikal (geometri) bentuk geometri yang berubah
dengan komponen pembentuk dan fungsi ruang yang sama.
2. Transformasi bersifat gramatikal hiyasan (ornamental) dilakukan dengan
menggeser, memutar, mencerminkan, menjungkirbalikkan, melipat dll.
28
Soeparno. Dasar-dasar Linguistik. Yogyakarta: Mitra Gama Widya.2003
52
3. Transformasi bersifat refersal (kebalikan) pembalikan citra pada figur objek
yang akan ditransformasi dimana citra objek dirubah menjadi citra sebaliknya.
4. Transformasi bersifat distortion (merancukan) kebebasan perancang dalam
beraktifitas.
Habraken, 1976 yang dikutip oleh Pakilaran29, menguraikan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya transformasi yaitu sebagai berikut:
1.Kebutuhan identitas diri (identification) pada dasarnya orang ingin dikenal dan
ingin memperkenalkan diri terhadap lingkungan.
2.Perubahan gaya hidup (Life Style) perubahan struktur dalam masyarakat,
pengaruh kontak dengan budaya lain dan munculnya penemuan-penemuan
baru mengenai manusia dan lingkuangannya.
3. Pengaruh teknologi baru timbulnya perasaan ikut mode, dimana bagian yang
masih dapat dipakai secara teknis (belum mencapai umur teknis dipaksa untuk
diganti demi mengikuti mode.
Proses Transformasi
Habraken, 1976 yang dikutip oleh Pakilaran30menguraikan proses
transformasi yaitu sebagai berikut:
1. Perubahan yang terjadi secara perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit
2. Tidak dapat diduga kapan dimulainya dan sampai kapan proses itu akan
berakhir tergantung dari faktor yang mempengaruhinya
3. Komprehensif dan berkesinambungan
29
Pakilaran.Arsandy Umi. Transformasi Bentuk Dan Ruang Pada Rumah Toko Pecinan
Makasar. 2006.
29 Ibid k dan Ruang pada Rumah Toko di Kawasan
Peci (1970-2005),
53
4. Perubahan yang terjadi mempunyai keterkaitan erat dengan emosional (sistem
nilai) yang ada dalam masyarakat.
Proses transformasi mengandung dimensi waktu dan perubahan sosial
budaya masyarakat yang menempati yang muncul melalui proses yang panjang
yang selalu terkait dengan aktifitas-aktifitas yang terjadi pada saat itu. Telah
dijelaskan sebelumnya bahwa trasformasi tidak dapat diduga kapan dimulai dan
kapan akan berakhir begitu juga pada transformasi etos kerja yang pada dasarnya
dikaji pada ruang yang satu dan pada waktu yang panjang.
SOSIAL
BUDAYA
TOPOLOGIKAL
TRANSFORMASI
POLITIK
GRAMATIKAL
KORIDOR
REVERSAL
FASADE
EKONOMI
BENTUK
AWAL
DISTORTION
PROSES
S
BENTUK SAAT INI
Bagan 2.4.1 Proses Transformasi
Dilihat bagan diatas dapat dijelaskan bahwa transformasi adalah suatu
perubahan dari satu kondisi (bentuk awal) ke kondisi yang lain (bentuk akhir) dan
dapat terjadi secara terus menerus atau berulangkali yang dipengaruhi oleh
dimensi waktu yang dapat terjadi secara cepat atau lambat, tidak berhubungan
dengan perubahan fisik tetapi juga menyangkut perubahan sosial budaya ekonomi
54
politik masyarakat karena tidak dapat lepas dari proses perubahan baik
lingkungan(fisik) maupun manusia (non fisik).
Transformasi atau Perubahan adalah pergantian cara pandang dan perilaku
dalam mengerjakan sesuatu untuk melakukan pergeseran dari keadaan sekarang
menuju ke keadaan yang diinginkan di masa datang. Proses transformasi di
lakukan secara terus-menerus untuk memperbaharui organisasi berkenaan dengan
arah, struktur, dan kemampuan untuk melayani kebutuhan yang selalu berubah
dari pasar, pelanggan dan para pekerja itu sendiri..
Kegiatan transformasi harus berlangsung pada tingkat tinggi mengingat
laju perubahan yang dihadapi akan lebih besar dari masa sebelumnya.
Transformasi dilakukan ketika organisasi atau perusahaan membutuhkan langkahlangkah untuk merubah sebagian atau seluruh sistem maupun struktur lama yang
berlaku di dalamnya demi penyesuaian dengan kondisi internal maupun eksternal
organisasi.
Agar terjadi perubahan yang signifikan dan dapat diimplementasikan
dengan baik kedalam suatu organisasi, maka hal berikut ini harus segera terjadi,
yakni:
Orang harus memahami dengan jelas tentang apa yang dimaksud dengan
organisasi bisnis dan pelanggan. Dengan demikian, definisi yang jelas tentang
tujuan bersama diperlukan dan persyaratan kinerja baru harus dinyatakan dengan
jelas dan dipahami oleh para pekerja, sehingga mereka mampu melakukan
perubahan perilaku sekaligus merubah cara mereka melakukan bisnis, tentunya
perubahan ini secara luas harus selaras dengan tujuan organisasi. Dengan
demikian, para manajer perlu melakukan pembinaan untuk suatu perubahan yang
55
konstruktif pada seluruh organisasi. Ketika ide perubahan disampaikan kepada
seluruh lapisan organisasi sebagai sebuah mainstream, maka dengan sendirinya
perlu dibarengi oleh perubahan infrastruktur pembinaan yang sudah ada, yang
dapat mengatasi segala bentuk resistensi, sehingga mereka terdorong untuk
mencoba dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang telah direncanakan.
Berdasarkan dari definisi konsep budaya kerja dan definisi konsep
transformasi yang telah dijelaskan di atas, maka dapat di simpulkan bahwa
definisi transformasi budaya kerja adalah suatu Transformasi atau Perubahan
budaya kerja yang bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap
dinamis
dalam
menghadapi
perkembangan
jaman,
kemajuan
teknologi,
komunikasi dan informasi. Tanpa adanya perubahan, maka dapat dipastikan usia
organisasi tersebut tidak akan bertahan lama. Setiap organisasi yang mengabaikan
konsep perubahan akan mengalami dampak negatif yang timbul oleh karenanya.
Organisasi modern dewasa ini harus menghadapi dan menyelesaikan sejumlah
persoalan yang menyebabkan terciptanya kebutuhan akan perubahan internal
organisasi.
Dalam hal ini peneliti akan menggali lebih dalam tentang transformasi
budaya kerja
yang telah terjadi di
mengkomunikasikan
program-program
Aerofood ACS Jakarta
transformasi
budaya
dalam
kerjanya..
2.4.2 Tujuan Transfomasi Budaya Kerja
1. Mempertahankan keberlangsungan hidup organisasi baik jangka pendek
maupun jangka panjang.
2. Beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan internal yang
meliputi perubahan strategi korporasi, tenaga kerja, teknologi dan
56
peralatan yang digunakan dan sikap- sikap karyawan, maupun lingkungan
eksternal organisasi seperti perubahan pasar konsumen, teknologi,
peraturan dan hukum pemerintah serta lingkup ekonomi global.
3. Merubah sikap dan perilaku SDM untuk mencapai produktivitas kerja
yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan
Pergaulan Yang lebih Akrab
Disiplin Meningkat
Trasnformasi
Budaya Kerja
Pengawasan Berkurang
Ingin Belajar Terus
Kepuasan Kerja Meningkat
Bagan 2.4.2 Tujuan Dan Mafaat Transformasi Budaya Kerja
Konsep transformasi yang ditulis oleh 31 Guillard J.F & Kelly N.J. (1995).
“Transforming the Organization” bahwa model transformasi organisasi
diesplorasikan dalam pendekatan pada 4 kategori yang disebut dengan 4 ( empat )
R yaitu :
1. Reframing,pada dimensi ini akan terlihat terjadinya pergeseran konsep dalam hal
pencapaian tujuan karena sering terjadi bahwa organisasi terhalang oleh pola pikir
(mind
set)
yang
membuat
organisasi
kehilangan
kemampuan
untuk
mengembangkan mental model, dengan reframing diharapkan akan membuka
pola pikir baru untuk pencapaian tujuan organisasi.
31
Gouillert & Kelly Guillard J.F & Kelly N.J.1995 “Transforming the Organization”New York:
Guilford Press.
57
2. Restructure, dimensi ini sangat terkait dengan bentuk organisasi dan tingkat
kompetisi sehingga akan tercipta bentuk organisasi yang diharapkan.
3. Revitalization, dimensi ini lebih merupakan sebuah usaha untuk mendorong
pertumbuhan dari seluruh komponen organisasi dan tentu saja dengan
pertimbangan kemampuan bersainguntuk mengantisipasi perubahan lingkungan
eksternal.
4. Renewal, dimensi ini lebih berbicara mengenai pembaharuan organisasi yang
sangat kental terkait dengan unsur SDM untuk mempercepat laju proses
transformasi organisasi.
2.4.3 Manfaat Transformasi Budaya Kerja
1. Meningkatkan produktivitas kerja dengan kualitas yang lebih baik.
2. Membuka seluruh jaringan komunikasi.
3.Menumbuhkan keterbukaan, kebersamaan dan kerjasama dengan sesama
karyawan.
4. Menumbuhkan rasa nyaman dan kepuasan dalam bekerja.
5.Mempercepat penyesuaian diri dengan perkembangan dari luar
(eksternal),
misalnya tuntutan pelanggan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi komunikasi yg pesat.
Transformasi perusahaan merupakan upaya perubahan yang akan
membuat perusahaan tetap eksis ditengah persaingan bisnis yang ada. Setiap
perusahaan yang melakukan transformasi berdasarkan Teori atau model
58
Perubahan John P. Kotter32 profesor dari Harvard Business School dan pakar
manajemen perubahan dalam bukunya yang berjudul“Leading Change” ada
delapan langkah manajemen perubahan. Kottler memberikan urutan langkahlangkah perubahan dimulai dengan menciptakan rasa urgensi, merekrut
kepemimpinan dalam perubahan, membangun visi dan mengomunikasikannya
secara efektif, mengatasi rintangan, membuat kemenangan berkala, lalu terus
mengarahkan momentum perubahan. Dari langkah-langkah tersebut sangat jelas
bahwa komunikasi memiliki peran penting dalam transformasi perusahaan.
Bagaimana manajemen mengomunikasikannya kepada seluruh karyawan atau
mampu mendesain strategi komunikasi yang jitu dan tepat sasaran sehingga
seluruh karyawan mendukung proses transformasi perusahaan.
Transformasi budaya kerja perusahaan pada sebuah perusahaan yang
bergerak dibidang catering penerbangan merupakan fenomena yang menarik
untuk diteliti, mengetahui proses strategi komunikasi transformasi perusahaan,
pemahaman akan pentingnya melakukan transformasi perusahaan, strategi-strategi
komunikasi yang dilakukan. Sehingga proses transformasi budaya kerja berhasil
dengan dukungan dari seluruh elemen di dalam perusahaan melalui pemahaman
yang baik mengenai transformasi perusahaan ini. Peningkatan kinerja pelayanan
meningkat guna mendapatkan kepuasan pelanggan dan menjadikan perusahaan
kuat dan bisa terus tumbuh dan dapat memenangkan persaingan bisnis. Hal yang
unik dan menarik adalah komunikasi memiliki peran sangat penting di dalam
transformasi perusahaan.
32
John P.Kotter.Leading Change:Why Transformation Effort Fail. Harvard Business Review.
2007
59
Kemungkinan untuk mengimplementasikan perubahan secara berhasil
sangat meningkat apabila setiap orang yang terlibat didalamnya memiliki
pemahaman yang sama tentang apa yang akan terjadi, dan mengapa hal tersebut
akan terjadi. Dalam hal ini, para pengambil keputusan perlu menyadari benarbenar bahwa perubahan merupakan suatu proses konstan di dalam suatu
organisasi modern.
Perubahan
senantiasa
mengandung
makna,
beralihnya
keadaan
sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan setelahnya (the after
condition). Perlu diingat bahwa tidak semua perubahan yang terjadi akan
menimbulkan kondisi yang lebih baik, sehingga dalam hal demikian tentu perlu
diupayakan agar dimungkinkan perubahan diarahkan ke arah hal yang lebih baik
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Transisi dari kondisi awal hingga
kondisi kemudian memerlukan suatu proses transformasi, yang tidak selalu
berlangsung dengan lancar, mengingat bahwa perubahan-perubahan seringkali
disertai dengan aneka macam konflik yang muncul. Disinilah arti penting dari
manajemen pengelolaan, yaitu untuk mengawal agar proses transformasi tersebut
berlangsung dalam waktu yang relatif cepat dengan kesulitan yang seminimal
mungkin.
Tranformasi budaya kerja berarti bahwa kita harus mengubah dalam cara
mengarjakan atau berpikir tentang sesuatu. Dengan demikian, perubahan
membuat sesuatu menjadi berbeda. Transformasi budaya kerja merupakan
pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju pada keadaan yang
diinginkan di masa depan. Transformasi budaya kerja tersebut dapat terjadi pada
struktur organisasi, proses mekanisme kerja, SDM dan budaya.
60
Kebanyakan organisasi yang berhasil adalah mereka yang focus pada
seluruh aktivitas pekerjaan dalam melakukan perubahan. Organisasi yang sukses
dalam mendapatkan, menanamkan, dan menerapkan pengetahuan yang dapat
dipergunakan untuk membantu menerima perubahan dinamakan learning
organizational.
Transformasi budaya kerja bukanlah proses sederhana. Ikatan antara apa
yang kita lakukan dengan hasilnya, lebih banyak energy, komitmen, dan
kesenangan selama proses perubahan.
Namun sebelum mengimplementasikan Tranformasi budaya kerja, ada tiga hal
yang harus dipertimbangkan, yaitu:
a.Bagaimana kita mengetahui adanya sesuatu yang salah pada keadaan
sekarang ini ?
b.Aspek apa dari keadaan saat ini yang tidak dapat tetap sama?
c. Seberapa serius masalahnya ?
Peran Pemimpin Dalam Tranformasi Budaya Kerja
a. Sponsor, yaitu individu atau kelompok yang mempunyai kekuasaan
member persetujuan perubahan.
b. Agent, individu atau kelompok yang mepunyai tanggung jawab
membuat perubahan.
c. Target, yaitu individu atau kelompok yang harus berubah.
d. Advocate, yaitu individu atau kelompok yang ingin mencapai
perubahan tetapi kurang memiliki kekuasaan.
2.4.4
Fase Komitmen Perubahaan
1.Fase ini melakukan komitmen terdiri dari contact dan awareness.
61
Usaha melakukan kontak dalam bentuk rapat, pidato, atau memo untuk
mendapatkan kepedulian. Hasil yang memungkinkan di peroleh dari
kepedulian bisa pemahaman atau kebingungan.
2. Penerimaan.Penerimaan terdiri atas tahapan pemahaman dan persepsi.
Hasil dari pemahaman bisa persepsi positif atau negative. Persepsi positif
akan mendukung memulai perubahan.
3.Janji (commitment)
Fase ini terdiri dari installation, adoption, institutionalization, dan
internalization. Installation merupakan kesempatan pertama dimana
tindakan komitment timbul. Tindakan ini memerlukan konsisten tujuan,
investasi sumber daya, dan subordinasi sasaran jangka pendek dengan
tujuan jangka panjang. Ada dua kemungkinan hasil dari installation stage,
yaitu perubahan digugurkan setelah implementasi awal atau diadopsi untuk
pengujian jangka panjang. Installation stage merupakan tes pendahuluan
dengan focus pada masalh memulai perubahan, maka adopsi menguji
implikasi lebih luas dari perubahan. Adopsi focus pada kepentingan
dengan masalah mendalam dan jangka panjang. Tingkat komitmen
dipertimbangkan untuk mencapai tahap adopsi, tetapi proyek perubahan
pada tahap ini tetap dievaluasi, dengan opsi pada penundaan.
Seperti yang di kutip dari hasil wawancara dengan General Manager Aerofood
ACS Jakarta bahwa :
“Dengan adanya transformasi budaya kerja I-FRESH ACS SATU ACS SAYA
serta di terapkan kan Pakta Integritas ( Food Handler Commitment ) di monitor
secara terus menerus sesuai komitmen bersama untuk saling bekerja demi
menjaga hubungan sesama karyawan dan selalu berinovasi untuk memberikan
yang terbaik untuk pelanggan dan perusahaan. Selain itu, pegawai memiliki etos
62
kerja yang seragam dari kantor pusat hingga ke cabang, memiliki visi yang sama
terhadap budaya perusahaan, menjadi lebih santun dan berperilaku role model
bagi siapapun, dan membangun sikap profesional dalam berinteraksi dengan
customer /stakeholder”33
Dalam melaksanakan program Budaya Kerja ketrampilan komunikasi
merupakan faktor penting dalam upaya menciptakan lingkungan yang kondusive
agar nilai-nilai luhur dapat teraktualisasi dalam sikap dan perilaku organisasi.
Dengan komunikasi yang terbuka, maka jalan menuju kerjasama dan
koordinasi dalam manajemen menjadi lebih mudah, karena setiap orang tidak lagi
mementingkan dirinya sendiri, rasa saling ketergantungan meningkat yang berarti
tingkat kepercayaan satu dengan yang lain sangat tinggi
Selain itu pelaksanaan program Budaya Kerja setiap orang harus memiliki
komitmen yang kuat untuk melakukan perubahan dalam dirinya
33
Wawancara peneliti dengan General Manager Aerofood ACS Jakarta. Bpk.Ari Suryadharma.
Jakarta, 7 January 2015.
Download