11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Definisi Komunikasi Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi,Vardiansyah1 kata “komunikasi” berasal dari bahasa latin, communis, yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar katanya communis adalah communico, yang artinya berbagi (Stuart, 1983). Dalam hal ini, yang dibagi adalah pemahaman bersama melalui pertukaran pesan. Komunikasi sebagai kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris, communicate, berarti : 1. Untuk bertukar pikiran – pikiran, perasaan perasaan, dan informasi; 2. Untuk membuat tahu; 3. Untuk membuat sama; dan 4. Untuk mempunyai sebuah hubuga yang simpatik. Sedangkan dalam kata benda (noun), communication, berarti : 1. Pertukaran symbol, pesan – pesan yang sama, dan informasi; 2. Proses pertukaran di antara inividu – individu melaluisistem simbol – simbol yang sama 3.Seni untuk mengekspresikan gagasan – gagasan 4. Ilmu pengetahuan tentang pengiriman informasi (Stuart, 1983). 1 Dani Vardiansyah. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor : Ghalia Indonesia. 2004 hal 3 11 12 Sedangkan dalam Buku Komunikasi Organisasi, definisi komunikasi menurut Carl I. Hovland, Janis, and Kelley2 adalah : “Communication is the process by which an individual transmits stimuly (usually verbal) to modify the behavior of other individuals”. “Dengan kata lain, komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain. Pada definisi ini mereka menganggap komunikasi sebagai suatu proses, bukan sebagai suatu hal”. 2.1.2. Unsur - unsur Dasar Komunikasi 1. Komunikator Komunikator adalah pihak yang mengirim pesan kepada khlayak atau komunikan. Karena itu komunikator bisa disebut pengirim, sumber, source, encoder. Sebagai pelaku utama dalam proses komunikasi, komunikator memegang peranan yang sangat penting, terutama dalam mengendalikan jalannya komunikasi. Oleh karena itu, seorang komunikator harus terampil berkomunikasi, dan juga kaya ide serta penuh daya kreativitas. 2. Pesan Dalam Buku Pengantar Ilmu Komunikasi, pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan caratatap muka atau media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau propaganda. Pesan pada dasarnya bersifat abstrak. Untuk membuatnya konkret agar dapat dikirim dan diterima oleh komunikan, manusia dengan akal budinya menciptakan 2 Carl I. Hovland, Janis., and Kelley. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. 2009 hal 2 13 sejumlah lambang komunikasi berupa suara, mimik, gerak – gerik, bahas lisan dan bahasa tulisan Cangara3 3. Media Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi ,Cangara4 media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa dalam komunikasi antar manusia, maka media yang paling dominasi dalam berkomunikasi adalah pancaindera manusia seperti mata dan telinga. Pesan – pesan yang diterima selanjutnya oleh pancaindera selanjutnya diproses oleh pikiran manusia untuk mengontrol dan menentikan sikapnya terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan. Sedangkan dalam Buku Pengantar Ilmu Komunikasi, media bentuk jamak dari medium medium komunikasi diartikan sebagai alat perantara yang sengaja dipilih komunikator untuk menghantarkan pesannya agar sampai ke komunikan. Jadi, unsur utama dari media komunikasi adalah pemilihan dan penggunaan alat perantara yang dilakukan komunikator dengan sengaja. 4. Komunikan Komunikan atau penerima pesan adalah yang menganalisis dan menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya. 5. Efek Efek komunikasi diartikan sebagai pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri komunikan, Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. 2006 hal 23 3 4 Op.cit 19 14 yaitu kognitif (seseorang menjadi tahu tentang sesuatu), afektif (sikap seseorang terbentuk, misalnya setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu), dan konatif (tingkah laku, yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu). 2.1.3. Fungsi Komunikasi 1. Komunikasi Sosial Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyarakan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain. a.Pembentukan konsep diri Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Konsep diri yang paling dini umumnya dipengaruhi oleh keluarga, dan orang – orang dekat lainnya dekat sekitar kita, termasuk kerabat, mereka itulah yang disebut dengan significan others. b. Pernyataan eksistensi diri Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri. c.Untuk keberlangsunga hidup, memupuk hubungan dan memperoleh kebahagiaan Komunikasi, dalam konteks apapun, adalah bentuk dasar adaptasi terhadap lingkungan. Melalui komunikasi pula kita dapat memenuhi kebutuhan emosional kita dan meningkatkan kesehatan mental kita. 15 Komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi dilakukan untuk pemenuhan diri, untuk merasa terhibur, nyaman dan tentram dengan diri sendiri dan juga orang lain. 2. Komunikasi Ekspresif Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang dapat dilakuakan baik sendirian ataupun dalam kelompok.. komunikasi ekspresif tidak bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan – perasaan (emosi) kita. 3. Komunikasi Ritual Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual, yang biasanya dilakukan secara kolektif. 4. Komunikasi Instrumental Komunikasi istrumental mempunyai beberapa tujuan umum : Menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan, dan juga untuk menghibur. Bila diringkas, maka kesemua tujuan tersebut dapat disebut membujuk (bersifat persuasif). Komunikasi yang bersifat memberitahukan atau menerangkan (to inform) mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya akurat dan layak untuk diketahui. 2.1.4. Proses Komunikasi Sebagai suatu proses, komunikasi mempunyai persamaan dengan bagaimana seseorang mengekspresikan perasaan, hal – hal yang berlawanan 16 (kontradiktif), yang sama (selaras, serasi), serta melewati proses menulis, mendengar, dan mempertukarkan informasi. Menurut Courtland L. Bovee dan John V. Thil5 dalam Business Communication Today, proses komunikasi (communication process) terdiri atas enam tahap, yaitu : 1. Pengirim mempunyai suatu ide atau gagasan Sebelum proses penyampaian pesan dapat dilakukan, maka pengirim pesan harus menyiapkan idea atau gagasan apa yang ingin disampaikan kepada pihak lain atau audience. Ide dapat diperoleh dari berbagai sumber yang terbentang luas dihadapan kita. Dunia ini penuh dengan berbagai macam informasi, baik yang dapat dilihat, didengar, dicium, maupun diraba. Ide – ide yang ada dalm benak kita disaring dan disusun ke dalam suatu memori yang ada dalam jaringan otak, yang merupakan gambaran persepsi kita terhadap kenyataan. 2.Pengirim mengubah ide menjadi suatu pesan Dalam suatu proses komunikasi, tidak semua ide dapat diterima atau dimengerti dengan sempurna.. proses komunikasi dimulai dengan adanya ide dalam pikiran, yang kemudian diubah ke dalam bentuk pesan – pesan seperti dalam bentuk kata – kata, ekspresi wajah, dan sejenisnya, untuk kemudian dipindahkan kepada orang lain. Agar ide dapat diterima dan dimengerti secara sempurna, pengirim pesan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu subjek (apa yang ingin disampaikan), maksud (tujuan), audiens, gaya personal, dan latar belakang budaya. Courtland L. Bovee and John V.Thil. Business Communication Today, proses komunikasi (communication process). Jakarta : Fajar Bakti. 2005 5 17 3. Pengirim menyampaikan pesan Setelah mengubah ide – ide ke dalam suatu pesan, tahap berikutnya adalah memindahkan atau menyampaikan pesan melalui berbagai saluran yang ada kepada si penerima pesan. 4. Penerima menerima pesan Komunikasi antara seseorang dengan orang lain akan terjadi, bila pengirim mengirimkan suatu pesan dan penerima pesan tersebut. Pesan yang diterima adakalanya sempurna, namun tidak jarang hanya sebagian kecil saja 5. Penerima menafsirkan pesan Setelah penerima menerima suatu pesan, tahap berikutnya ialah bagaimana ia dapat menafsirkan pesan. Suatu pesan yang disampaikan pengirim harus mudah dimengerti dan tersimpan di dalam benak pikiran si penerima pesan. Selanjutnya, suatu pesan baru dapat ditafsirkan secara benar bila penerima pesan telah memahami isi pesan sebagaiman yang dimaksud oleh pengirim pesan. 6. Penerima memberi tanggapan dan mengirim umpan balik kepada pengirim. Umpan balik (feedback) adalah penghubung akhir dalam suatu mata rantai komunikasi. Ia merupakan tanggapan penerima pesanyang memungkinkan pengirim untuk menilai efektivitas suatu pesan. Setelah menerima pesan, penerima akan member tanggapan dengan cara tertentu dan member sinyal terhadap pengirim pesan. Umpan balik memegang peranan penting dalam proses komunikasi, karena ia memberi kemungkinan bagi pengirim untuk menilai efektivitas suatu pesan. Di samping itu, adanya umpan balik dapat menunjukan adanya faktor – faktor 18 penghambat komunikasi, misalnya perbedaan latar belakang, perbedaan penafsiran kata – kata, dan perbedaan reaksi secara emosional. 2.2 Konsep Budaya Organisasi 2.2.1 Definisi Budaya Organisasi Budaya perusahaan (corporate culture) dan budaya organisasi ( organizational culture) merupakan dua istilah yang sering kita temukan dipakai secara silih berganti. Menurut Eliott Jacques dalam Nimran6, budaya perusahaan atau budaya organisasi adalah: “The customery or traditional ways of thinking and doing things, which are shared to a greater or lesser extent by all members of the organization and which new numbers must learn and at least partially accept in order to be accepted into the service of the firm.” ( Cara berfikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi, yang dianut bersama oleh semua anggota organisasi dan para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit menerimanya sebagian agar mereka diterima sebagai bagian organisasi / perusahaan). Sementara itu, menurut Wheelen & Hunger (1986) mendefinisikan: “A coprotion’s culture is the collection of beliefs, expectations and values shared by the corportation’s members and transmitted from one generation of employees to another.” (Budaya perusahaan adalah himpunan dari kepercayaan, harapan, dan nilai – nilai yang dianut bersama oleh anggota perusahaan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya). Budaya organisasi diartikan sebagai seperangkat perilaku, perasaan, dan kerangka psikologis yang terinterminasi yang mendalam dan dimiliki bersama 6 Umar Nimran. Perilaku Organisasi. Surabaya: Citra Media. 1997. Hal 120 19 oleh anggota organisasi, Asang7 Secara umum, suatu perusahaan atau organisasi terdiri atas sejumlah orang yang memiliki berbagai latar belakang, kepribadian, emosi, dan ego. Hasil dari penjumlahan dan interaksi berbagai orang tersebut membentuk suatu budaya organisasi. Secara sederhana, budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan orang – orang (beliefs), dan nilai – nilai yang sama. Dalam buku budaya organisasi milik Suwarto dan Koeshartono8, terdapat beberapa batasan budaya organisasi yaitu : 1.Suatu sistem makna bersama/persepsi yang dianut oleh anggota -anggota organisasi (Robbins, 2005) 2.Sejumlah pemahaman penting seperti norma, nilai, sikap, dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi (Stoner, 1995) 3.Pola asumsi dasar bentukan, temuan, atau pengembangan kelompok yang bekerja cukup baik dalam mengatasi masalah sehingga perlu diajarkan kepada anggota baru (Schein, 1991; Luthans, 1998) 4. Pemrograman mental efektif (Hofstede, 1983) 5. Pandangan hidup dalam organisasi (Hatch, 1997) 6. Berkaitan dengan makna bersama, nilai, sikap, dan keyakinan, kebiasaan, dan pengharapan dari keseluruhan anggota organisasi (Nicholson, 1997, Juechter, 1998). Dalam beberapa literatur istilah budaya perusahaan atau corporate culture Asang., Sulaiman. Membangun Sumber Daya Manusia Berkualitas Perspektif Organisasi Publik. Surabaya : Brilian Internasional. 2012.Hal 103 8 Suwarto & Koeshartono. Budaya Organisasi: kajian konsep dan implementasi. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya. 2009. Hal 2 7 20 sering diganti dengan budaya organisasi atau organization culture. Kedua istilah tersebut dianggap memiliki pengertian yang sama. Menurut Robbins dan Judge dalam manajemen sumber daya manusia Sunyoto9, mendefinisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain. Sistem makna bersama ini merupakan sekumpulan karateristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Karateristik budaya organisasi terdiri dari: 1.Inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana karyawan didorong agar bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. 2. Perhatian pada hal – hal rinci/detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan kecermatan atau precision, analisis dan perhatian pada hal – hal detail. 3. Orientasi hasil. Sejauh mana pihak manajemen lebih fokus pada hasil daripada fokus pada teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. 4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan – keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut terhadap orang – orang yang ada di dalam organisasi. 5. Orientasi tim. Danang Sunyoto. Manajemen Sumber Daya Manusia.Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service) .2012 . Hal 225 9 21 Sejauh mana kegiatan – kegiatan kerja di organisasi pada tim daripada individu – individu. 6. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif daripada santai. 7. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan – kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan. Budaya organisasi merupakan suatu hasil dari interaksi antara (1) bias dan asumsi para pendirinya dan (2) apa yang dipelajari oleh para anggota pertama organisasi, yang dipekerjakan oleh para pendiri dari pengalaman mereka sendiri. Budaya organisasi merupakan seperangkat nilai – nilai, keyakinan, dan sikap utama yang diberlakukan di antara anggota organisasi. Budaya yang dapat menyesuaikan serta mendorong keterlibatan karyawan dapat memperjelas tujuan dan arah strategi organisasi serta yang selalu menguraikan dan mengajarkan nilai nilai dan keyakinan organisasi, dapat membantu organisasi mencapai pertumbuhan penjualan, pengembalian modal, keuntungan, mutu dan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi ,Darmawan10. Salah satu konsep tentang budaya organisasi yang menjadi rujukan dalam mempelajari teori organisasi pada umumnya dan budaya organisasi pada khususnya adalah apa yang oleh Peter dan Waterman (1982) dalam Riani disebut sebagai “McKynsey 7-S Framework”, yang terdiri dari tujuh buah konsep yang saling terkait laksana sebuah mutiara. Tujuh buah konsep dalam bentuk lingkaran 10 Darmawan.,Didit. Prinsip – prinsip Perilaku Organisasi. Surabaya: Pena Semesta. 2013, Hal 143 22 yang dihubungkan dengan tali – temali, masing – masing Share Values, Strategy, Structure, System, Style, Staff, dan Skill saling terkait dan ditengahnya terdapat lingkaran Share Values yang tidak lain adalah budaya organisasi. 1.Shared Values. Pusat interkoneksi dalam model McKinsey adalah: shared values/nilai bersama. Merupakan dasar dan pedoman organisasi yang dipercayai dan dianut oleh anggota organisasi. Kepercayaan dan sikap. 2. Strategy. Rencana alokasi sumber daya perusahaan yang langka, dari waktu ke waktu, untuk mencapai tujuan diidentifikasi. Lingkungan, kompetisi, pelanggan. 3. Structure. Cara unit organisasi berhubungan satu sama lain: terpusat, divisi fungsional (top-down); terdesentralisasi; matriks, jaringan, holding, dll. 4. System. Prosedur, proses dan rutinitas yang mencairkan betapa pentingnya pekerjaan yang harus dilakukan: sistem keuangan; perekrutan; sistem promosi dan penilaian kinerja; sistem informasi. 5. Staff. Jumlah dan jenis personil dalam organisasi. 6. Style. Gaya budaya organisasi dan bagaimana manajer – manajer kunci berperilaku dalam mencapai tujuan organisasi. Gaya manajemen. 23 7.Skill. Kemampuan khusus dari personil atau organisasi secara keseluruhan. Kompetisi inti. Jika dalam suatu organisasi tidak mempunyai budaya yang dominan dan hanya terdiri dari banyak sub budaya, maka pengaruh dari budaya terhadap keefektifan organisasi akan jauh lebih tidak jelas dan tidak akan terdapat konsistensi di dalam persepsi atau perilaku. 2.2.2 Fungsi Budaya Organisasi Budaya organisasi sebagai pedoman untuk mengontrol perilaku anggota organisasi, pastinya memiliki fungsi dan manfaat yang berguna bagi suatu organisasi. Budaya organisasi berguna untuk membangun dalam mendesain kembali sistem pengendalian manajemen organisasi, yaitu sebagai alat untuk menciptakan komitmen agar para manajer dan karyawan mau melaksanakan perencanaan strategis programming, budgeting, controlling, monitoring, evaluasi, dan lainnya Mondy dan Noe dalam Riani Adapun fungsi budaya organisasi menurut Robbins dalam Riani11 sebagai berikut: 1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. 2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota – anggota organisasi. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. 4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar – standar yang tepat untuk dilakukan oleh 11 Riani, Asri Laksmi.Budaya Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.2010 24 karyawan. 5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. 6. Pengikat organisasi Budaya organisasi berfungsi sebagai pengikat seluruh komponen organisasi, terutama pada saat organisasi menghadapi guncangan baik dari dalam maupun dari luar akibat adanya perubahan. 7. Integrator Budaya organisasi merupakan alat untuk menyatuka beragam sifat, karakter, bakat dan kemampuan yang ada di dalam organisasi. 8. Identitas organisasi Budaya organisasi merupakan salah satu identitas organisasi. 9. Energi untuk mencapai kinerja yang tinggi .Berfungsi sebagai suntikan energi untuk mencapai kinerja yang tinggi. 10. Ciri kualitas Budaya organisasi merupakan representasi dari ciri kualitas yang berlaku dalam organisasi tersebut. 11. Motivator Budaya organisasi juga pemberi semangat bagi para anggota organisasi. Organisasi yang kuat akan menjadi motivator yang kuat juag bagi para anggotanya. 12. Pedoman gaya kepemimpinan Adanya perubahan di dalam suatu organisasi akan membawa pandangan baru tentang kepemimpinan. 25 13. Value enchancer Salah satu fungsi dari organisasi adalah untuk meningkatkan nilai dari takeholders-nya, yaitu anggota organisasi, pelanggan, pemasok, dan pihak – pihak lain yang berhubungan dengan organisasi. 2.2.3 Karateristik Budaya Organisasi Budaya perusahaan merupakan suatu hal yang sangat kompleks. Untuk itu, budaya perusahaan pastinya harus memiliki beberapa karateristik sebagai wujud nyata keberadaannya. Masing – masing karateristik tersebut pada penerapannya akan mendukung pencapaian sasaran perusahaan. Terdapat beberapa karateristik budaya organisasi yang perlu mendapatkan perhatian dari perusahaan menurut Robbins12 dalam Riani, antara lain: 1. Kepemimpinan Pengertian kepemimpinan yaitu sebagai proses mempengaruhi segala aktivitas ke arah pencapaian suatu tujuan organisasi. Kepemimpinan seorang pemimpin diharapkan dapat menjadikan perubahan kearah yang lebih baik yaitu perubahan pada budaya kerja sebagai organisasional. Perubahan budaya kerja yang slow down diharapkan dapat diubah dengan budaya produktif karena pengaruh kepemimpinan atasan yang lebih mengutamakan pada otonomi atau kemandirian para anggota. Kepemimpinan memegang peranan penting dalam budaya organisasi, terutama pada organisasi yang budaya organisasinya lemah. 12 Stephen P Robbins..Teori Organisasi. Struktur, desain dan aplikasi. Jakarta: Arcan. 1994.Edisi 3. 26 2. Inovasi Dalam mengerjakan tugas – tugas, organisasi lebih berorientasi pada pola pendekatan “pakai tradisi yang ada” dan memakai metode – metode yang teruji atau pemberian keleluasaan kepada anggotanya untuk menerapkan cara – cara baru melalui eksperimen. 3. Inisiatif individu Inisiatif individu meliputi tanggung jawabm kebebasan, dan independensi dari masing – masing anggota organisasi, yaitu kewenangan dalam menjalankan tugas dan seberapa besar kebebasan dalam mengambil keputusan. 4. Toleransi terhadap resiko Dalam budaya organisasi manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif, dan mampu dalam menghadapi resiko di dalam pekerjannya. 5. Pengarahan Yaitu kejelasan organisasi dalam menentukan sasaran dan harapan terhadap sumber daya manusia atas hasil kerjanya. Harapan dapat dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas, dan waktu penyelesaian. 6. Integrasi Integrasi adalah bagaimana unit – unit di dalam organisasi didorong untuk menjalankan kegiatannya dalam satu koordinasi yang baik, yaitu seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama di tekankan dan seberapa besar rasa saling ketergantungan antar sumber daya manusia ditanamkan. 7. Dukungan manajemen 27 Seberapa baik manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugas. 8. Pengawasan Meliputi peraturan – peraturan dan supervise langsung yang digunakan oleh manajemen untuk meilhat secara keseluruhan perilaku anggota organisasi. 9. Identitas Identitas adalah pemahaman anggota organisasi yang memihak kepada organisasinya secara penuh. 10. Sistem penghargaan Sistem penghargaan berbicara tentang alokasi balas jasa (biasanya dikaitkan dengan kenaikan gaji dan promosi) sesuai dengan kinerja karyawan. 11. Toleransi terhadap konflik Adanya usaha mendorong karyawan untuk kritis terhadap konflik yang terjadi. Jika toleransinya tinggi, maka perdebatan dalam pertemuan adalah wajar. Akan tetapi, jika perusahan toleransi konfliknya rendah, maka karyawan akan menghindari perdebatan dan akan menggerutu di belakang. 12. Pola komunikasi Maksud dari pola komunikasi adalah komunikasi yang terbatas pada hirarki formal dari setiap organisasi. Menurut Dharma dan Akib (2004) dalam Riani (2011:24)13 mengemukakan 10 karateristik budaya perusahaan sebagai berikut: 13 Riani. Loc.cit Hal 24 28 1.Identitas anggota Derajat dimana pekerjaan lebih mengidentifikasi organisasi secara menyeluruh daripada dengan tipe pekerjaan atau bidang keahlian profesionalnya. 2.Penekanan kelompok Derajat dimana aktivitas tugas lebih diorganisir untuk seluruh kelompok dari pada individu 3. Fokus orang Derajat dimana keputusan manajemen memperhatikan dampak output yang dihasilkan terhadap pekerjaan dalam organisasi. 4. Penyatuan unit Derajat dimana unit – unit dalam organisasi didorong agar berfungsi dengan cara yang terorganisasi atau bebas. 5. Pengendalian Derajat dimana peraturan, regulasi, dan pengendalian langsung digunakan untuk mengawasi dan pengendalian perilaku pekerja. 6. Toleransi resiko Derajat dimana pekerja didorong untuk agresif, kreatif, inovatif dan mau mengambil resiko. 7. Kriteria ganjaran Derajat dimana ganjaran seperti peningkatan pembayaran dan promosi lebih dialokasikan menurut kinerja pekerja daripada senioritas, favorit atau faktor non pekerja lainnya. 29 8. Toleransi konflik Derajat dimana pekerja didorong dan diarahkan untuk menunjukkan konflik dan kritik secara terbuka. 9. Orientasi saran – tujuan Derajat dimana manajemen lebih terfokus pada hasil atau luaran dari teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai luaran tersebut. 10. Fokus pada sistem terbuka Derajat dimana organisasi memonitor dan merespon perubahan dalam lingkungan eksternal. 2.2.4 Proses Mempertahankan Budaya Organisasi Simma Lieberman menjelaskan langkah-langkah untuk mempertahankan sebuah budaya yang mampu melewati pertumbuhan dan peubahan, seperti berikut ini: a. Mendefinisikan budaya dan apa bedanya dari konsep lainnya. b Mengembangkan sebuah rencana strategis untuk menerapkan budaya. c Manajemen puncak harus mengimplementasikan budaya organisasi dalam setiap hal yang dilakukan: perekrutan, penggajian, tunjangan dan intensuf, pembentukan lingkungan organisasi dan pemasaran. d. Memastikan bahwa para anggota organisasi mereka dan bahwa mereka ikut terlibat di dalamnya. e. Memiliki anggota berpengalaman yag bermanfaat untuk melatih anggota baru dan mengembangkan sebuah sistem di mana 30 anggota baru dapat mempelajari parameter dari budaya yang tertulis dan tidak tertulis. f. Secara rutin mengevaluasi kemajuan dan kesuksesan seiring dengan pertumbuhan organisasi. g Selalu terbuka terhadap perubahan dan pastikan bahwa anggota organisasi tahu terhadap perubahan yang dilakukan dan apa untungnya bagi mereka. 2.2.5 Tujuan Organisasi Tujuan organisasi, sering ditampilkan dalam istilah (goals, objectives, missions, purposes) dapat didefinisikan sebagai suatu hasil atau keadaan yang diharapkan dapat dicapai yang menuntut perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara seksama. Mc Farland (1976) dalam Djatmiko (2005: 37) berpendapat sebagai berikut: 1.Aims Merupakan suatu keadaan atau hasil yang ingin dicapai, melalui kegiatan yang lingkupnya lebih sempit dari pada goals. 2. Objectives (sasaran), Merupakan kategori yang bersifat spesifik tentang keadaan atau hasil yang ingin dicapai meliputi dimensi kualitas dan kuantitas. 3. Missions Lebih menggambarkan alasan mendasar tentang keberadaan suatu organisasi, yang banyak digunakan organisasi non-bisnis. 31 2.2.6 Pengaruh Budaya terhadap Organisasi Budaya merupakan fenomena kolektif dan berhubungan langsung dengan lingkup kehidupan sosial. Organisasi merupakan salah satu bentuk unit kehidupan sosial secara nyata yang dipengaruhi oleh budaya. Berikut pengaruh budaya terhadap organisasi14 : 1. Budaya sebagai rintangan Budaya menambah komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi perilaku karyawan sebagai anggota organisasi. Dari pandangan seorang karyawan, budaya bernilai karena mengurangi ambiguitas. Tentunya hal tersebut dapat mengatur cara menyelesaikan segala sesuatu yang dianggap penting. 2. Halangan untuk berubah Budaya menjadi halangan bila hal – hal yang dibagi tidak berada dalam persetujuan yang lebih jauh akan mengganggu efektivitas suatu organisasi. 3. Penghalang untuk perbedaan Mempekerjakan karyawan baru berasal dari latar belakang berbeda – beda, karena ras, usia, jenis kelamin, ketidakmampuan, atau perbedaan lainnya, yang tidak seperti kebanyakan karyawan dalam suatu organisasi menciptakan suatu paradoks. Berdasarkan prosesnya secara umum perubahan organisasi dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua) kelompok yaitu perubahan yang bersifat sebagian 14 Darmawan., Didit. Prinsip – prinsip Perilaku Organisasi. Surabaya : Pena Semesta. 2013. Hal 146 32 (incremental) dan perubahan yang bersifat radikal. Perubahan bertahap memiliki beberapa karakteristik seperti adanya kemajuan perubahan yang bersifat perlahan dan berkesinambungan (continued), berpengaruh pada hanya beberapa bagian unit organisasi, prosesnya dilakukan dalam konteks proses manajemen dan struktur organisasi yang normal serta adanya pengaruh peningkatan teknologi yang masih ditujukan sebatas pada perbaikan kualitas produk atau layanan. Sedangkan perubahan radikal merupakan suatu perubahan organisasi dengan karakteristik seperti adanya perubahan paradigma organisasi, adanya upaya transformasi atau perubahan bentuk dan struktur yang melibatkan seluruh unit organisasi, menciptakan struktur dan management organisasi yang baru, adanya terobosan pemanfaatan teknologi yang baru sehingga dapat melakukan penciptaan produk baru untuk menciptakan pasar yang baru. Adapun dari sisi tipologinya, perubahan organisasi Kreitner & Kinicki15, dapat dibagi dalam 3 bentuk yaitu perubahan adaptif, perubahan inovatif dan perubahan radikal. Perubahan adaptif lebih difokuskan pada upaya memperkenalkan kembali praktek-praktek bisnis yang telah dikenal dalam suatu proses kerja suatu organisasi. Sedangkan perubahan yang inovatif difokuskan pada upaya memperkenalkan praktek-praktek baru dalam proses kerjanya. Terakhir untuk perubahan radikal difokuskan dengan memperkenalkan praktekpraktek yang baru bagi industri bisnisnya. Secara umum perbedaan tipologi perubahan ini akan mempengaruhi tingkat kesulitan dalam menanganinya, dimana secara jelas dapat dilihat pada Gambar 2.2. 15 Kreitner R dan Kinicki A, Organizational Change, Burr Ridge : McGraw-Hill, 2007. Hal 582 33 Perubahan Adaptif Memperkenalkan kembali praktek-praktek biasa dalam dalam lingkungan kerja Perubahan Inovatif Perubahan Radikal Memperkenalkan kembali praktek-praktek baru dalam Memperkenalkan kembali praktek-praktek baru proses kerja bagi industi bisninsnya Low High Tingkat kompleksitas, biaya, dan ketidakpastian Potensi untuk melakukan penolakan terhadap perubahan Gambar 2.2 Tipologi Generik dari Perubahan Organisasi Sumber Kreitner & Kinicki Dari gambar 2 dapat dijelaskan bahwa dalam konteks pelayanan, budaya kerja dapat diartikan sebagai suatu system perilaku dan kebiasaan yang dilakukan oleh lembaga dan sumber daya manusia pemberi pelayanan kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan. Adapun dari segi pentahapan dan waktu pelaksanaannya perubahan organisasi dapat dibagi menjadi dua Cumming & Worley16 yaitu, pertama, perubahan dapat dilakukan secara bertahap melalui proses evolusi dengan menggunakan masa transisi. Kedua perubahan secara radikal dan revolusioner yang dilakukan secara drastis tanpa melalui proses transisi. Cummings & Worley, Organization Development & Change ( 8th ed), USA : South Westrn. 2005 16 34 2.3 Konsep Budaya kerja 2.3.1 Definisi Budaya Kerja Adapun definisi budaya kerja menurut Nawawi17 dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menjelaskan bahwa: Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan. Dari uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan perilaku yang dilakukan berulang-ulang oleh setiap individu dalam suatu organisasi dan telah menjadi kebiasaan dalam pelaksanaan pekerjaan. Adapun Menurut Prasetya18 dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa: Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja. Ndraha19 dalam buku Teori Budaya Organisasi, mendefinisikan budaya kerja, yaitu; ”Budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat” Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang dimiliki bersama oleh setiap individu dalam lingkungan kerja suatu organisasi. Hadari Nawawi. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press 2008. 18 Triguno Prasetya, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. 2001 19 Taliziduhu Ndraha, Teori Budaya Organisasi. Jakarta : Rineka Cipta. 2005. 17 35 Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan dinyatakan dengan menggunakan sarana (vehicle) tertentu berkali-kali, sehingga agar masyarakat dapat mengamati dan merasakannya. Berpijak dari nilai – nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat Indonesia, kebudayaan diolah sedemikian rupa, sehingga menjadi nilai – nilai baru yang menjadi sikap dan perilaku manajemen dalam menghadapi tantangan baru. Budaya kerja tidak muncul begitu saja, tetap harus dilaksanakan dengan sungguh – sungguh melalui suatu proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat, dan teknik pendukung. Berdasarkan beberapa pengertian budaya kerja diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa budaya kerja adalah suatu hal untuk mengubah cara kerja lama menjadi cara kerja yang baru yang lebih berorientasi pada upaya memuaskan pelanggan atau masyarakat serta bekerja lebih efektif dan efisien dalam segala aspek sebuah proses yang di lakukan secara terencana, berkelanjutan, terus menerus serta secara timbal balik antara perusahaan dengan karyawannya dalam rangka menciptakan pencapaian tujuan perusahaan secara bersama-sama. Adapun sebagai gambaran saja bahwa budaya kerja yang di gunakan oleh Aerofood ACS sejak berdiri nya perusahaan pada tahun 1974 sampai dengan 2010 masih menggunakan budaya kerja lama atau tradisional dan maish belum terukur. Sepanjang masa itu perusahaan belum pernah mengadakan evaluasi atas budaya kerja karyawannya. Belum adanya perhatian khusus dari perusahaan akan pentingnya sebuah transformasi budaya kerja, baru sekitar tahun 2012 sampai 36 dengan tahun 2014 Aerofood ACS mulai menerapkan budaya kerja dengan slogan I-FRESH (Integrity, Fast, Reliable, Effective and Efficient, Service Excellence, Hygiene). Namun budaya kerja serta slogan tersebut belum mampu mendongkrak kesadaran para karyawannya untuk melakukan suatu perubahan yang signfikan. Sehingga perusahaan berpikir keras untuk melakukan suatu transformasi budaya kerja baru dengan menambah slogan menjadi I-FRESH (Integrity, Fast, Reliable, Effective and Efficient, Service Excellence, Hygiene) ACS SATU ACS SAYA ( ACS Sadar Mutu ACS Sadar Biaya ). Perusahaan berharap dengan adanya transformasi budaya kerja baru ini serta di terbitkan nya pakta integritas mampu membuat karyawan lebih perduli kepada nasib perusahaan. Dasar kualitas yang bersumber pada tingkat kualitas sumber daya manusia yang bermutu tinggi dapat dipastikan akan dapat bekerja dengan baik dan menghasilkan produk yang berkualitas tinggi karena semua orang terlibat dalam proses kerja dan mereka sudah mengetahui apa yang seharusnya dikerjakan dengan bahasa yang sama. Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan. Dengan demikian dapat disimpulkan menurut Umam 20bahwa : 1. Budaya kerja adalah suatu komponen kualitas manusia yang sangat melekat dengan identitas bangsa dan menjadi tolok ukur dasar dalam pembangunan. 20 Khairu Umam. Perilaku Organisasi. Bandung : Pustaka Setia. 2010 37 2. Budaya kerja ikut menentukan integritas bangsa dan menajdi penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan kehidupan bangsa. 3. Budaya kerja sangat erat kaitannya dengan nilai – nilai yang dimilikinya, terutama falsafah bangsa yang mampu mendorong prestasi kerja setinggi – tingginya. 4. Program budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang karena perubahan nilai – nilai lama menjadi nilai – nilai yang baru dan memakan waktu untuk menjadi sebuah kebiasaan dan tak henti – hentinya terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan. 5. Wahana budaya kerja adalah produktivitas, yang berupa perilaku kerja yang tercermin, antara lain: kerja keras, ulet, disiplin, produktif, tanggung jawab, motivasi, manfaat, kreatif, dinamik, konsekuen, konsisten, responsive, mandiri, makin lebih baik, dan lain – lain. Menurut Budhi Paramita dalam tulisannya yang berjudul “Masalah Keserasian Budaya dan Manajemen di Indonesia”, budaya dapat dibagi menjadi: 1. Sikap terhadap pekerjaan yakni kesukaan terhadap kerja dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata – mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya. 38 2. Perilaku pada waktu kerja Seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati – hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama karyawan, atau sebaliknya. Budaya kerja sangat berkaitan erat dengan budaya perusahaan, karena tidak dapat dipisahkan dengan kinerja (performance) sumber daya manusia (SDM). Budaya perusahaan merupakan pola terpadu perilaku manusia di dalam organisasi/perusahaan termasuk pemikiran - pemikiran, tindakan - tindakan pembicaraan - pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya”. Budaya perusahaan pada dasarnya mewakili norma – norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk mereka yang berada dalan hierarki organisasi. Bagi organisasi yang masih didominasi oleh pendiri, budaya akan menjadi wahana untuk mengkomunikasikan harapan – harapan pendiri kepada para pekerja lainnya. Demikian pula jika perusahaan dikelola oleh seorang manajer senior yang otokratis yang menerapkan gaya kepemimpinan top down. Di sini budaya juga akan berperan untuk mengkomunikasikan harapan – harapan manajer senior itu. Menurut WT Heelen & Hunger (1986) dalam buku Perilaku Organisasional Sopiah21, secara spesifik mengemukakan sejumlah peranan penting yang dimainkan oleh budaya perusahaan, yaitu: 1. Membantu menciptakan rasa memiliki jati diri bagi pekerja. 2. Dapat dipakai untuk mengembangkan ikatan pribadi dengan perusahaan 3. Membantu stabilisasi perusahaan sebagai suatu sistem sosial. 21 Sopiah. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: CV Andi Offset. 2008. Hal 135 39 4. Menyajikan pedoman perilaku sebagai hasil dari norma – norma perilaku yang sudah terbentuk. Untuk membangun budaya perusahaan yang kuat memerlukan waktu yang cukup lama dan bertahap. Dan bisa saja di dalam perjalannya sebuah perusahaan mengalami pasang surut dan menerapkan budaya perusahaan yang berbeda dari satu waktu ke waktu yang lain. Menurut hasil penelitian Harvard Bussiness School (Kotter dan heskett, 1992), dalam Moeljono22 menunjukkan bahwa budaya mempunyai suatu dampak yang sangat kuat dan semakin besar pada prestasi kerja organisasi. Penelitian ini mempunyai empat kesimpulan, yaitu: 1.Budaya korporat dapat mempunyai dampak signifikan pada prestasi kerja atau ekonomi perusahaan dalam jangka panjang 2. Budaya korporat bahkan mungkin merupakan faktor yang lebih penting dalam menentukan sukses atau kegagalan suatu perusahaan dalam dekade mendatang. 3. Budaya korporat yang menghambat prestasi keuangan yang kokoh dalam jangka panjang adalah tidak jarang, dan budaya itu berkembang dengan mudah, bahkan dalam perusahaan yang penuh dengan orang yang bijaksana dan pandai. 4. Walaupun sulit diubah, budaya korporat dapat dibuat untuk lebih meningkatkan prestasi. 22 Djokosantoso Moeljono. Budaya Organisasi Dalam Tantangan. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo. 2007. Hal 90 40 Selain dari langkah – langkah yang telah disebutkan di atas, yang perlu diperhatikan dan merupakan hal yang penting yaitu langkah – langkah yang telah disebutkan diatas harus dilakukan secara terus – menerus dan konsisten dengan disertai komitmen dari pemimpin perusahaan. Adapun fungsi dari budaya kerja itu sendiri yaitu, budaya kerja merupakan suatu komponen kualitas manusia yang melekat dengan identitas perusahaan dan menjadi tolok ukur dasar dalam perkembangan. 2.3.2 Karakter dan Sikap Budaya Kerja 1. Karakter Budaya Kerja Dalam kebiasaan tersebut terdapat bentuk – bentuk aktualisasi diri, bakat, norma – norma dan prinsip – prinsip yang menjadi acuan dan standar dalam mengembangkan kebiasaannya menjadi suatu budaya yang tertanam dalam diri individu untuk meningkatkan budaya kerjanya. Dengan demikian, dapat dikatakan karakter budaya kerja pegawai tercermin melalui sikap perilaku pegawai dalam melakukan aktifitas dilingkungan pekerjaannya. 2. Sikap Budaya Kerja Adapun sikap budaya kerja menurut Prasetya23, menyatakan bahwa orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan mempunyai sikap: Menyukai kebebasan dialog terbuka bagi gagasan – gagasan dan fakta baru dalam usahanya untuk mencari kebenaran. Memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan 23 Triguno Prasetya, Budaya Kerja. Jakarta : Golden Terayon Press. 1999 41 metode ilmu pengetahuan, pemikiran yang kreatif, dan tidak menyukai penyimpangan dan pertentangan. Berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan kebiasaan sosialnya. Mempersiapkan dirinya sesuai kompetensi dalam mengelola tugas atau kewajiban bidangnya. Memahami dan menghargai lingkungannya. Berpartisipasi dengan loyal kepada kehidupan rumah tangga, masyarakat dan organisasinya serta penuh rasa tanggung jawab. 2.3.3 Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja Mengembangkan budaya kerja tentunya akan memberikan manfaat, baik untuk pegawai itu sendiri maupun untuk lingkungan kerja dimana pegawai tersebut berada. Manfaat budaya kerja bagi pegawai, antara lain memberi kesempatan untuk berperan, berprestasi, aktualisasi diri, mendapat pengakuan, penghargaan, kebanggaan kerja, rasa ikut memiliki dan bertanggungjawab, memperluas wawasan serta meningkatkan kemampuan memimpin dan memecahkan masalah. Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam karena akan mengubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan. Manfaat yang dapat diperoleh, yaitu menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih baik; membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan, kebersamaan, kegotong-royongan, kekeluargaan, menemukan kesalahan dan cepat memperbaiki kesalahan, cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan dari luar (faktor eksternal), mengurangi laporan berupa data – data dan informasi yang salah dan palsu. 42 Selain itu, terdapat pula beberapa manfaat lain dari budaya kerja, seperti kepuasan kerja meningkat, pergaulan yang lebih akrab, disiplin yang meningkat, pengawasan fungsional berkurang, pemborosan yang bekurang, tingkat absensi turun, adanya keinginan belajar terus, keinginan memberikan yang terbaik bagi organisasi, dan lain – lain. Dalam Kepmenpan No.39 tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan Budaya kerja24, terdapat manfaat budaya kerja bagi instansi, yaitu: 1. Meningkatkan kerja sama antar individu, antar kelompok, dan antar unit kerja 2. Meningkatkan koordinasi sebagai akibat adanya kerjasama yang baik antar individu, antar kelompok, dan antar unit kerja 3. Mengefektifkan integrasi, sinkronisasi, keselarasan, dan dinamika yang terjadi dalam organisasi 4. Memperlancar komunikasi dan hubungan kerja 5. Menumbuhkan kepemimpinan yang partisipatif 6. Mengeliminasi hambatan – hambatan psikologis dan kultural 7. Menciptakan suasana kerja yang menyenangkan sehingga dapat mendorong kreatifitas pegawai. Selanjutnya oleh Roland E. Wolseley dan Laurance R. Campbell dalam bukunya Ekploring Journalisme,Prasetya25menyatakan bahwa: 1. Orang yang terlatih melalui kelompok budaya kerja akan menyukai kebebasan, pertukaran pendapat, terbuka bagi gagasan – gagasan baru dan fakta baru Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 39 . Tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja. Jakarta. 2012 25 Triguno Prasetya..Ekspolring Journalisme. Jakarta. 1999 24 43 dalam usahanya untuk mencari kebenaran, mencocokkan apa yang ada padanya dengan keinsyafan dan daya imajinasi seteliti mungkin dan seobyektif mungkin 2. Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, dibangkitkan oleh pemikiran yang kritis kreatif, tidak menghargai penyimpangan akal bulus dan pertentangan 3. Orang yang terdidik melalui kelompok budaya kerja berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan kebiasaan sosialnya, baik nilai – nilai spiritual maupun standar – standar etika yang fundamental untuk menyerasikan kepribadian dan moral karakternya 4. Orang yang terdidik dalam kelompok budaya kerja mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan umum dan keahlian – keahlian khusus dalam mengelola tugas atau kewajibannya dalam bidangnya, demikian pula dalam hal berproduksi dan pemenuhan kebutuhan hidupnya 5. Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan memahami dan menghargai lingkungannya seperti alam, ekonomi, sosial, politik, budaya dan menjaga kelestarian sumber – sumber alam, memelihara stabilitas dan kontinuitas masyarakat yang bebas sebagai suatu kondisi yang harus ada. 6. Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan berpartisipasi dengan loyal kepada kehidupan rumah tangganya, sekolah, masyarakat dan bangsanya, penuh tanggung jawab sebagai manusia merdeka dengan mengisi kemerdekaannya, serta memberi tempat secara berdampingan kepada oposisi yang bereaksi dengan yang memegang kekuasaan sebaik mungkin. 7. Mengubah sikap dan perilaku pegawai untuk meningkatkan produktivitas kerja. 44 8. Meningkatkan kepuasan kerja dan pelanggan, pengawasan fungsional, dan mengurangi pemborosan. 9. Menjamin hasil kerja berkualitas 10. Memperkuat jaringan kerja ( networking) 11. Menjamin keterbukaan ( accountable ) 12. Membangun kebersamaan 2.3.4 Prinsip Budaya Kerja Unsur dasar budaya kerja merupakan mata rantai proses, yang tiap kegiatan berkaitan dengan proses lainnya atau suatu hasil pekerjaan merupakan suatu masukan bagi proses pekerjaan lainnya. Kekuatan rantai proses secara terpadu tersebut bergantung pada rangkaian terlemah pada proses individual. Kesalahan dalam suatu proses akan memengaruhi kualitas produk akhir. Oleh karena itu, jaminan mutu terletak pada kekuatan setiap rangkaian yang berjalan benar sejak pertama pada setiap tahap pekerjaan. Setiap organisasi memiliki berbagai metode dan proses kerja, baik yang bersifat administratif maupun yang manufaktur. Orang dapat bekerja secara individual maupun bekerja sama dengan lainnya dalam setiap tahapan proses. Setiap proses mempunyai sifat peran sebagai pelanggan dan pemasok atau saling melayani, untuk internal. Tujuan fundamental budaya kerja adalah membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran sebagai pelanggan, pemasok, dan komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan. Oleh karena itu, budaya kerja berupaya mengubah budaya komunikasi tradisional menjadi perilaku 45 manajemen modern, sehingga tertanam kepercayaan dan semangat kerja sama yang tinggi serta disiplin. 2.3.5 Dampak Pembentukan Budaya Kerja Dampak dari pembentukan budaya kerja terhadap pegawai/karyawan dan komponen organisasi lainnya dala upaya pencapaian tujuan organisasi dapat dilihat pada : Tujuan Organisasi Sumber Daya Manusia Teknologi & Peralatan Sistem & Peralatan Budaya Kerja Bagan 2.3.5 Kedudukan Manusia dan Budaya Kerja dalam Organisasi 26 Budaya kerja dapat berupa fisik seperti rutinitas pegawai/karyawan, tata cara pelayanan, kebiasaan atau ritual kerja, dan non-fisik misalnya keyakinan, harapan, gagasan, atau impian pegawai. Budaya kerja dapat diibaratkan seperti pupuk yang menyuburkan organisasi penyelenggara pelayanan untuk menghasilkan buah yang bermanfaat bagi penerima pelayanan. Organisasi pelayanan yang digerakkan tanpa budaya kerja yang kondusif akan menghadapi krisis sikap, perilaku, tindakan, kebiasaan dan kepercayaan sumber daya manusia sebagai pemberi layanan, yang selanjutnya berdampak pada keluhan masyarakat terhadap rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan. 26 Herliany. Jurnal Ilmu Administrasi volume V No. 4. Jakarta: LAN. 2008 46 Organisasi yang tidak memiliki budaya kerja akan mengalami berbagai krisis, baik yang dilakukan pimpinan (penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, kolusi, dan nepotisme, diskriminasi pelayanan) maupun pegawai (konflik antar pegawai, pelanggaran aturan, demotivasi) dan berdampak pada ketidakmampuan organisasi memecahkan permasalahan pelayanan dan masyarakat menjadi tidak percaya terhadap organisasi tersebut dan berakibat pada hilangnya kredibilitas organisasi. Akan tetapi, jika budaya kerja yang sesuai dapat ditanamkan dalam sebuah organisasi, maka organisasi tersebut akan mencapai suatu keberhasilan. Pelaksanaan dan pembentukan budaya kerja yang baik tentunya akan membawa budaya prima dalam pelayanan yang diberikan suatu organisasi. 2.3.6 Unsur-Unsur Budaya Kerja Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan. Menurut Taliziduhu Ndraha, budaya kerja dapat dibagi menjadi dua unsur, yaitu: 1.Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya. 47 2.Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesma pegawai, atau sebaliknya. Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya untuk membangun sumber daya manusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan bersumber dari perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyayi perbedaan cara kerja, yang mengakibatkan berbeda nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi. Setiap nilai-nilai apa yang sepatutnya dimiliki oleh pemimpin puncak dan pemimpin lainnya, bagaimana perilaku setiap orang akan mempengaruhi kerja mereka. Indikator-Indikator Budaya Kerja, menurut Taliziduhu Ndraha27 dapat dikategorikan tiga yaitu : 1. Kebiasaan Kebiasaan-kebiasaan biasanya dapat dilihat dari cara pembentukan perilaku berorganisasi pegawai, yaitu perilaku berdasarkan kesadaran akan hak dan kewajiban, kebebasan atau kewenangan dan tanggungjawab baik pribadi maupun kelompok di dalam ruang lingkup lingkungan pekerjaan. Adapun istilah lain yang dapat dianggap lebih kuat ketimbang sikap, yaitu pendirian (position), jika sikap 27 Taliziduhu Ndraha, Teori Budaya Organisasi, Cetakan Kedua, PT. Rineka Cipta: Jakarta. 2003, Hal. 80 48 bisa berubah pendiriannya diharapkan tidak berdasarkan keteguhan atau kekuatannya. Maka dapat diartikan bahwa sikap merupakan cermin pola tingkah laku atau sikap yang sering dilakukan baik dalam keadaan sadar ataupun dalam keadaan tidak disadar, kebiasaan biasanya sulit diperbaiki secara cepat dikarenakan sifat yang dibawa dari lahiriyah, namun dapat diatasi dengan adanya aturan-aturan yang tegas baik dari organisasi ataupun perusahaan. 2.Peraturan Untuk memberikan ketertiban dan kenyamanan dalam melaksanakan tugas pekerjaan pegawai, maka dibutuhkan adanya peraturan karena peraturan merupakan bentuk ketegasan dan bagian terpenting untuk mewujudkan pegawai disiplin dalam mematuhi segala bentuk peraturan-peraturan yang berlaku di lembaga pendidikan. Sehingga diharapkan pegawai memiliki tingkat kesadaran yang tinggi sesuai dengan konsekwensi terhadap peraturan yang berlaku baik dalam organisasi perusahaan maupun di lembaga pendidikan. 3. Nilai-nilai Nilai merupakan penghayatan seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar. Untuk dapat berperan nilai harus menampakkan diri melalui media atau encoder tertentu. Nilai bersifat abstrak, hanya dapat diamati atau dirasakan jika terekam atau termuat pada suatu wahana atau budaya kerja. Jadi nilai dan budaya kerja tidak dapat dipisahkan dan keduanya harus ada keselarasan dengan budaya kerja searah, keserasian dan keseimbangan. Maka penilaian dirasakan sangat penting untuk memberikan evaluasi terhadap kinerja pegawai agar dapat memberikan nilai baik secara kualitas maupun kuantitas. 49 Dari penjelasan diatas, dapat di definisikan bahwa transformasi budaya kerja adalah secara teoritis diartikan sebagai suatu proses dialog yang terus menerus antara budaya lokal dengan kebudayaan „donor” sampai tahap tertentu membentuk proses sintesa dengan berbagai wujud yang akan melahirkan format akhir budaya yang lebih baik. Transformasi diperlukan dalam rangka menuju modernisasi, yang merupakan serangkaian perubahan nilai-nilai dasar yang meliputi nilai teori, nilai sosial, nilai ekonomi, nilai politik (kuasa), nilai estetika, dan nilai agama. Nilai teori yang tercermin dalam cara berpikir non-analitik, intuitif, bergeser ke analitik, kebiasaan bergeser ke nilai yang sangat meninggikan, rasionalitas dan efisiensi. Nilai sosial dari orientasi status bergeser ke prestasi kerja. Nilai ekonomi, dari pola konsuntif bergeser ke pola produktif. Nilai politik bergeser dalam karakteristik pengambilan keputusan, dari pertimbangan orang lain bergeser ke pertimbangan diri sendiri. Nilai agama, bergeser dari prespektif lama yang fatalistik ke arah motifasi hidup yang lebih baik. Dan nilai estetika bergeser dari paradigma lama ke arah paradigma baru yang mengacu pada pandangan hidup. Persoalan utama bagi perusahaan bukanlah menggalakkan pertumbuhan ekonomi melainkan transformasi sosial seluruh karyawan yang akan membawa serta transformasi dalam lingkungan perusaahaan. Artinya bahwa transformasi dalam hal ini tidak hanya mengarah pada perubahan budaya itu sendiri namun lebih kepada perubahan sosial seluruh karyawan yang dapat membawa kehidupan manusia lebih baik. Namun perubahan juga tidak selalu mengarah kepada hal-hal yang baik tapi dapat mengarah kepada hal-hal yang buruk, dan itu tentunya di pengaruhi 50 oleh manusia itu sendiri. Dengan demikian bahwa transformasi merupakan suatu hal yang mengarah pada berbagai perubahan dalam semua sektor kehidupan seperti kebudayaan, politik, dan ekonomi. Di bidang kebudayaan, transformasi akan membuat manusia sanggup melakukan penyesuain diri secara kretif terhadap perubahan-perubahan sosial yang di akibatkan oleh modernisasi, kemajuan teknologi dan penyesuain terhadap hasil modernisasi. 2.4 Konsep Transformasi 2.4.1 Definisi Transformasi Kelahiran Teori Transformasi ditandai dengan terbitnya buku Syntactic Structures pada tahun 1957 yang ditulis oleh Noam Chomsky, seorang pakar linguistik di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Dengan terbitnya buku ini, Chomsky memulai fase linguistik baru yang belum pernah terjadi dalam sejarah ilmu bahasa. Sejak saat itu, para ahli bahasa, khususnya di Amerika Serikat, memusatkan perhatiannya pada apa yang disebut tata bahasa transformasi-generatif (yang sering disebut juga tata bahasa transformasi atau tata bahasa generatif). Dengan usul-usul yang didasarkan atas penelitian, Chomsky mulai mengadakan perbaikan dan perubahan pada teorinya yang pertama. Hasilnya kemudian diterbitkan pada tahun 1965 dalam bentuk buku yang berjudul Aspects of the Theory of Syntax. Sayangnya, hasil penelitian yang terkumpul pada awal tahun 1968 menunjukkan bahwa Aspects of the Theory of Syntax kurang memuaskan sehingga penelitian yang lebih mendalam terus dilakukan. Dengan demikian, jangka waktu 1964-1967 bisa dikatakan terdiri atas tiga tahap penyempurnaan: 1964-1965 merupakan tahap model, 1965-1966 merupakan tahap 51 peluasan, dan 1966-1967 merupakan pengubahan Aspects of the Theory of Syntax.Pada tahun 1968, kaum transformasi terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama dipimpin oleh Chomsky dan menyebut dirinya kaum leksikalis. Kelompok ini tetap mempertahankan gagasan tata bahasa seperti yang dirumuskan oleh Aspects of the Theory of Syntax dan perbaikannya. Sementara itu, kelompok kedua, yang meskipun tanpa pemimpin, terdiri atas para linguis garda depan yang terus-menerus berusaha memperbaiki teori transformasi, dan disebut kelompok transformasionalis. Kelompok kedua yang mencakup orang seperti James D. McCawley, George Lakoff, John Robert Ross, dan lain-lain berhasil menjadi penganjur teori baru yang disebut semantik generatif. Sejak tahun 1968 sampai sekarang berkembanglah teori ini, yang mungkin merupakan titik akhir perkembangan teori transformasi,28soeparno. Definisi Transformasi adalah sebuah proses perubahan secara berangsurangsur sehingga sampai pada tahap ultimate, perubahan yang dilakukan dengan cara memberi respon terhadap pengaruh unsur eksternal dan internal yang akan mengarahkan perubahan dari bentuk yang sudah dikenal sebelumnya melalui proses menggandakan secara berulang-ulang atau melipatgandakan. Laseau 1980 yang dikutip oleh Sembiring 2006 memberikan kategori transformasi sebagai berikut: 1. Transformasi bersifat Tipologikal (geometri) bentuk geometri yang berubah dengan komponen pembentuk dan fungsi ruang yang sama. 2. Transformasi bersifat gramatikal hiyasan (ornamental) dilakukan dengan menggeser, memutar, mencerminkan, menjungkirbalikkan, melipat dll. 28 Soeparno. Dasar-dasar Linguistik. Yogyakarta: Mitra Gama Widya.2003 52 3. Transformasi bersifat refersal (kebalikan) pembalikan citra pada figur objek yang akan ditransformasi dimana citra objek dirubah menjadi citra sebaliknya. 4. Transformasi bersifat distortion (merancukan) kebebasan perancang dalam beraktifitas. Habraken, 1976 yang dikutip oleh Pakilaran29, menguraikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya transformasi yaitu sebagai berikut: 1.Kebutuhan identitas diri (identification) pada dasarnya orang ingin dikenal dan ingin memperkenalkan diri terhadap lingkungan. 2.Perubahan gaya hidup (Life Style) perubahan struktur dalam masyarakat, pengaruh kontak dengan budaya lain dan munculnya penemuan-penemuan baru mengenai manusia dan lingkuangannya. 3. Pengaruh teknologi baru timbulnya perasaan ikut mode, dimana bagian yang masih dapat dipakai secara teknis (belum mencapai umur teknis dipaksa untuk diganti demi mengikuti mode. Proses Transformasi Habraken, 1976 yang dikutip oleh Pakilaran30menguraikan proses transformasi yaitu sebagai berikut: 1. Perubahan yang terjadi secara perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit 2. Tidak dapat diduga kapan dimulainya dan sampai kapan proses itu akan berakhir tergantung dari faktor yang mempengaruhinya 3. Komprehensif dan berkesinambungan 29 Pakilaran.Arsandy Umi. Transformasi Bentuk Dan Ruang Pada Rumah Toko Pecinan Makasar. 2006. 29 Ibid k dan Ruang pada Rumah Toko di Kawasan Peci (1970-2005), 53 4. Perubahan yang terjadi mempunyai keterkaitan erat dengan emosional (sistem nilai) yang ada dalam masyarakat. Proses transformasi mengandung dimensi waktu dan perubahan sosial budaya masyarakat yang menempati yang muncul melalui proses yang panjang yang selalu terkait dengan aktifitas-aktifitas yang terjadi pada saat itu. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa trasformasi tidak dapat diduga kapan dimulai dan kapan akan berakhir begitu juga pada transformasi etos kerja yang pada dasarnya dikaji pada ruang yang satu dan pada waktu yang panjang. SOSIAL BUDAYA TOPOLOGIKAL TRANSFORMASI POLITIK GRAMATIKAL KORIDOR REVERSAL FASADE EKONOMI BENTUK AWAL DISTORTION PROSES S BENTUK SAAT INI Bagan 2.4.1 Proses Transformasi Dilihat bagan diatas dapat dijelaskan bahwa transformasi adalah suatu perubahan dari satu kondisi (bentuk awal) ke kondisi yang lain (bentuk akhir) dan dapat terjadi secara terus menerus atau berulangkali yang dipengaruhi oleh dimensi waktu yang dapat terjadi secara cepat atau lambat, tidak berhubungan dengan perubahan fisik tetapi juga menyangkut perubahan sosial budaya ekonomi 54 politik masyarakat karena tidak dapat lepas dari proses perubahan baik lingkungan(fisik) maupun manusia (non fisik). Transformasi atau Perubahan adalah pergantian cara pandang dan perilaku dalam mengerjakan sesuatu untuk melakukan pergeseran dari keadaan sekarang menuju ke keadaan yang diinginkan di masa datang. Proses transformasi di lakukan secara terus-menerus untuk memperbaharui organisasi berkenaan dengan arah, struktur, dan kemampuan untuk melayani kebutuhan yang selalu berubah dari pasar, pelanggan dan para pekerja itu sendiri.. Kegiatan transformasi harus berlangsung pada tingkat tinggi mengingat laju perubahan yang dihadapi akan lebih besar dari masa sebelumnya. Transformasi dilakukan ketika organisasi atau perusahaan membutuhkan langkahlangkah untuk merubah sebagian atau seluruh sistem maupun struktur lama yang berlaku di dalamnya demi penyesuaian dengan kondisi internal maupun eksternal organisasi. Agar terjadi perubahan yang signifikan dan dapat diimplementasikan dengan baik kedalam suatu organisasi, maka hal berikut ini harus segera terjadi, yakni: Orang harus memahami dengan jelas tentang apa yang dimaksud dengan organisasi bisnis dan pelanggan. Dengan demikian, definisi yang jelas tentang tujuan bersama diperlukan dan persyaratan kinerja baru harus dinyatakan dengan jelas dan dipahami oleh para pekerja, sehingga mereka mampu melakukan perubahan perilaku sekaligus merubah cara mereka melakukan bisnis, tentunya perubahan ini secara luas harus selaras dengan tujuan organisasi. Dengan demikian, para manajer perlu melakukan pembinaan untuk suatu perubahan yang 55 konstruktif pada seluruh organisasi. Ketika ide perubahan disampaikan kepada seluruh lapisan organisasi sebagai sebuah mainstream, maka dengan sendirinya perlu dibarengi oleh perubahan infrastruktur pembinaan yang sudah ada, yang dapat mengatasi segala bentuk resistensi, sehingga mereka terdorong untuk mencoba dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang telah direncanakan. Berdasarkan dari definisi konsep budaya kerja dan definisi konsep transformasi yang telah dijelaskan di atas, maka dapat di simpulkan bahwa definisi transformasi budaya kerja adalah suatu Transformasi atau Perubahan budaya kerja yang bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi, komunikasi dan informasi. Tanpa adanya perubahan, maka dapat dipastikan usia organisasi tersebut tidak akan bertahan lama. Setiap organisasi yang mengabaikan konsep perubahan akan mengalami dampak negatif yang timbul oleh karenanya. Organisasi modern dewasa ini harus menghadapi dan menyelesaikan sejumlah persoalan yang menyebabkan terciptanya kebutuhan akan perubahan internal organisasi. Dalam hal ini peneliti akan menggali lebih dalam tentang transformasi budaya kerja yang telah terjadi di mengkomunikasikan program-program Aerofood ACS Jakarta transformasi budaya dalam kerjanya.. 2.4.2 Tujuan Transfomasi Budaya Kerja 1. Mempertahankan keberlangsungan hidup organisasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. 2. Beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan internal yang meliputi perubahan strategi korporasi, tenaga kerja, teknologi dan 56 peralatan yang digunakan dan sikap- sikap karyawan, maupun lingkungan eksternal organisasi seperti perubahan pasar konsumen, teknologi, peraturan dan hukum pemerintah serta lingkup ekonomi global. 3. Merubah sikap dan perilaku SDM untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan Pergaulan Yang lebih Akrab Disiplin Meningkat Trasnformasi Budaya Kerja Pengawasan Berkurang Ingin Belajar Terus Kepuasan Kerja Meningkat Bagan 2.4.2 Tujuan Dan Mafaat Transformasi Budaya Kerja Konsep transformasi yang ditulis oleh 31 Guillard J.F & Kelly N.J. (1995). “Transforming the Organization” bahwa model transformasi organisasi diesplorasikan dalam pendekatan pada 4 kategori yang disebut dengan 4 ( empat ) R yaitu : 1. Reframing,pada dimensi ini akan terlihat terjadinya pergeseran konsep dalam hal pencapaian tujuan karena sering terjadi bahwa organisasi terhalang oleh pola pikir (mind set) yang membuat organisasi kehilangan kemampuan untuk mengembangkan mental model, dengan reframing diharapkan akan membuka pola pikir baru untuk pencapaian tujuan organisasi. 31 Gouillert & Kelly Guillard J.F & Kelly N.J.1995 “Transforming the Organization”New York: Guilford Press. 57 2. Restructure, dimensi ini sangat terkait dengan bentuk organisasi dan tingkat kompetisi sehingga akan tercipta bentuk organisasi yang diharapkan. 3. Revitalization, dimensi ini lebih merupakan sebuah usaha untuk mendorong pertumbuhan dari seluruh komponen organisasi dan tentu saja dengan pertimbangan kemampuan bersainguntuk mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. 4. Renewal, dimensi ini lebih berbicara mengenai pembaharuan organisasi yang sangat kental terkait dengan unsur SDM untuk mempercepat laju proses transformasi organisasi. 2.4.3 Manfaat Transformasi Budaya Kerja 1. Meningkatkan produktivitas kerja dengan kualitas yang lebih baik. 2. Membuka seluruh jaringan komunikasi. 3.Menumbuhkan keterbukaan, kebersamaan dan kerjasama dengan sesama karyawan. 4. Menumbuhkan rasa nyaman dan kepuasan dalam bekerja. 5.Mempercepat penyesuaian diri dengan perkembangan dari luar (eksternal), misalnya tuntutan pelanggan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi komunikasi yg pesat. Transformasi perusahaan merupakan upaya perubahan yang akan membuat perusahaan tetap eksis ditengah persaingan bisnis yang ada. Setiap perusahaan yang melakukan transformasi berdasarkan Teori atau model 58 Perubahan John P. Kotter32 profesor dari Harvard Business School dan pakar manajemen perubahan dalam bukunya yang berjudul“Leading Change” ada delapan langkah manajemen perubahan. Kottler memberikan urutan langkahlangkah perubahan dimulai dengan menciptakan rasa urgensi, merekrut kepemimpinan dalam perubahan, membangun visi dan mengomunikasikannya secara efektif, mengatasi rintangan, membuat kemenangan berkala, lalu terus mengarahkan momentum perubahan. Dari langkah-langkah tersebut sangat jelas bahwa komunikasi memiliki peran penting dalam transformasi perusahaan. Bagaimana manajemen mengomunikasikannya kepada seluruh karyawan atau mampu mendesain strategi komunikasi yang jitu dan tepat sasaran sehingga seluruh karyawan mendukung proses transformasi perusahaan. Transformasi budaya kerja perusahaan pada sebuah perusahaan yang bergerak dibidang catering penerbangan merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti, mengetahui proses strategi komunikasi transformasi perusahaan, pemahaman akan pentingnya melakukan transformasi perusahaan, strategi-strategi komunikasi yang dilakukan. Sehingga proses transformasi budaya kerja berhasil dengan dukungan dari seluruh elemen di dalam perusahaan melalui pemahaman yang baik mengenai transformasi perusahaan ini. Peningkatan kinerja pelayanan meningkat guna mendapatkan kepuasan pelanggan dan menjadikan perusahaan kuat dan bisa terus tumbuh dan dapat memenangkan persaingan bisnis. Hal yang unik dan menarik adalah komunikasi memiliki peran sangat penting di dalam transformasi perusahaan. 32 John P.Kotter.Leading Change:Why Transformation Effort Fail. Harvard Business Review. 2007 59 Kemungkinan untuk mengimplementasikan perubahan secara berhasil sangat meningkat apabila setiap orang yang terlibat didalamnya memiliki pemahaman yang sama tentang apa yang akan terjadi, dan mengapa hal tersebut akan terjadi. Dalam hal ini, para pengambil keputusan perlu menyadari benarbenar bahwa perubahan merupakan suatu proses konstan di dalam suatu organisasi modern. Perubahan senantiasa mengandung makna, beralihnya keadaan sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan setelahnya (the after condition). Perlu diingat bahwa tidak semua perubahan yang terjadi akan menimbulkan kondisi yang lebih baik, sehingga dalam hal demikian tentu perlu diupayakan agar dimungkinkan perubahan diarahkan ke arah hal yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Transisi dari kondisi awal hingga kondisi kemudian memerlukan suatu proses transformasi, yang tidak selalu berlangsung dengan lancar, mengingat bahwa perubahan-perubahan seringkali disertai dengan aneka macam konflik yang muncul. Disinilah arti penting dari manajemen pengelolaan, yaitu untuk mengawal agar proses transformasi tersebut berlangsung dalam waktu yang relatif cepat dengan kesulitan yang seminimal mungkin. Tranformasi budaya kerja berarti bahwa kita harus mengubah dalam cara mengarjakan atau berpikir tentang sesuatu. Dengan demikian, perubahan membuat sesuatu menjadi berbeda. Transformasi budaya kerja merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju pada keadaan yang diinginkan di masa depan. Transformasi budaya kerja tersebut dapat terjadi pada struktur organisasi, proses mekanisme kerja, SDM dan budaya. 60 Kebanyakan organisasi yang berhasil adalah mereka yang focus pada seluruh aktivitas pekerjaan dalam melakukan perubahan. Organisasi yang sukses dalam mendapatkan, menanamkan, dan menerapkan pengetahuan yang dapat dipergunakan untuk membantu menerima perubahan dinamakan learning organizational. Transformasi budaya kerja bukanlah proses sederhana. Ikatan antara apa yang kita lakukan dengan hasilnya, lebih banyak energy, komitmen, dan kesenangan selama proses perubahan. Namun sebelum mengimplementasikan Tranformasi budaya kerja, ada tiga hal yang harus dipertimbangkan, yaitu: a.Bagaimana kita mengetahui adanya sesuatu yang salah pada keadaan sekarang ini ? b.Aspek apa dari keadaan saat ini yang tidak dapat tetap sama? c. Seberapa serius masalahnya ? Peran Pemimpin Dalam Tranformasi Budaya Kerja a. Sponsor, yaitu individu atau kelompok yang mempunyai kekuasaan member persetujuan perubahan. b. Agent, individu atau kelompok yang mepunyai tanggung jawab membuat perubahan. c. Target, yaitu individu atau kelompok yang harus berubah. d. Advocate, yaitu individu atau kelompok yang ingin mencapai perubahan tetapi kurang memiliki kekuasaan. 2.4.4 Fase Komitmen Perubahaan 1.Fase ini melakukan komitmen terdiri dari contact dan awareness. 61 Usaha melakukan kontak dalam bentuk rapat, pidato, atau memo untuk mendapatkan kepedulian. Hasil yang memungkinkan di peroleh dari kepedulian bisa pemahaman atau kebingungan. 2. Penerimaan.Penerimaan terdiri atas tahapan pemahaman dan persepsi. Hasil dari pemahaman bisa persepsi positif atau negative. Persepsi positif akan mendukung memulai perubahan. 3.Janji (commitment) Fase ini terdiri dari installation, adoption, institutionalization, dan internalization. Installation merupakan kesempatan pertama dimana tindakan komitment timbul. Tindakan ini memerlukan konsisten tujuan, investasi sumber daya, dan subordinasi sasaran jangka pendek dengan tujuan jangka panjang. Ada dua kemungkinan hasil dari installation stage, yaitu perubahan digugurkan setelah implementasi awal atau diadopsi untuk pengujian jangka panjang. Installation stage merupakan tes pendahuluan dengan focus pada masalh memulai perubahan, maka adopsi menguji implikasi lebih luas dari perubahan. Adopsi focus pada kepentingan dengan masalah mendalam dan jangka panjang. Tingkat komitmen dipertimbangkan untuk mencapai tahap adopsi, tetapi proyek perubahan pada tahap ini tetap dievaluasi, dengan opsi pada penundaan. Seperti yang di kutip dari hasil wawancara dengan General Manager Aerofood ACS Jakarta bahwa : “Dengan adanya transformasi budaya kerja I-FRESH ACS SATU ACS SAYA serta di terapkan kan Pakta Integritas ( Food Handler Commitment ) di monitor secara terus menerus sesuai komitmen bersama untuk saling bekerja demi menjaga hubungan sesama karyawan dan selalu berinovasi untuk memberikan yang terbaik untuk pelanggan dan perusahaan. Selain itu, pegawai memiliki etos 62 kerja yang seragam dari kantor pusat hingga ke cabang, memiliki visi yang sama terhadap budaya perusahaan, menjadi lebih santun dan berperilaku role model bagi siapapun, dan membangun sikap profesional dalam berinteraksi dengan customer /stakeholder”33 Dalam melaksanakan program Budaya Kerja ketrampilan komunikasi merupakan faktor penting dalam upaya menciptakan lingkungan yang kondusive agar nilai-nilai luhur dapat teraktualisasi dalam sikap dan perilaku organisasi. Dengan komunikasi yang terbuka, maka jalan menuju kerjasama dan koordinasi dalam manajemen menjadi lebih mudah, karena setiap orang tidak lagi mementingkan dirinya sendiri, rasa saling ketergantungan meningkat yang berarti tingkat kepercayaan satu dengan yang lain sangat tinggi Selain itu pelaksanaan program Budaya Kerja setiap orang harus memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan perubahan dalam dirinya 33 Wawancara peneliti dengan General Manager Aerofood ACS Jakarta. Bpk.Ari Suryadharma. Jakarta, 7 January 2015.