BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga terdiri dari

advertisement
 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga terdiri dari beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah
seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang
menyenangkan dan nyaman bagi setiap anggota keluarga. Setiap anggota
keluarga memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Biasanya ayah
dalam keluarga berperan sebagai kepala rumah tangga dan bertanggung jawab
untuk menghidupi istri serta anak-anaknya. Sedangkan sebagai ibu, seringkali
dituntut untuk melaksanakan tugas–tugas dalam rumah tangga, yaitu mengurus
suami, anak, dan keadaan rumah tangganya (Tri Kamasanthi, 2001). Didalam
keluarga utuh biasanya antara ibu, ayah, dan anak bisa saling bercanda bersama,
saling bercerita, menonton televisi bersama, menghabiskan waktu bersama yang
dapat menimbulkan kelekatan tidak hanya secara fisik namun juga kelekatan
secara emosional antar anggota keluarga, namun tidak semua keluarga yang
masih utuh dapat melakukan kebersamaan dengan anggota keluarganya.
Setiap keluarga menginginkan bersama-sama hingga akhir hayat tetapi hal
itu tidak mungkin karena setiap keluarga akan mengalami perpisahan /
kehilangan, misalnya ada anggota keluarga yang meninggal. Santrock (2002)
mengatakan bahwa kehilangan dapat datang dalam berbagai bentuk didalam
kehidupan, seperti misalnya perceraian akan tetapi rasa kehilangan tersebut tidak
begitu mendalam jika dibandingkan dengan kematian dari seseorang yang
dicintai dan disayangi, baik itu kematian orangtua, saudara kandung, atau pun
yang lainnya. Menurut Santrock (2002) bahwa kematian orang-orang yang
dicintai merupakan suatu kehilangan yang sangat besar pengaruhnya terhadap
seseorang. Perpisahan dengan orang-orang terkasih atau orangtua terutama ibu,
merupakan pengalaman yang menyakitkan. Sosok ibu didalam keluarga
memberikan pengaruh yang besar terhadap keluarga. Peran dan fungsi ibu dalam
kehidupan anak sangat besar. Anak akan lebih merasa senang, lebih bebas, lebih
terbuka dalam menanyakan sesuatu dengan ibu (Puji Astuti, 2009). Ketika ibu
meninggal dunia, keadaan itu dapat memberikan perubahan yang besar terhadap
anggota keluarga khususnya pada anak-anak yang ditinggalkannya.
Dari hasil penelitian (Puji Astuti, 2009) yang berjudul “Dampak Kematian
Ibu terhadap Kondisi Psikologis Remaja Putri” diperoleh hasil bahwa kondisi
seseorang saat mengalami duka cita atas kematian ibu yaitu mengalami respon
seperti shock,
sedih, dunia hampa, rasa rindu, kehilangan dan kesepian.
Kematian ibu juga memberikan perubahan dalam keluarga antara lain, keluarga
tidak berperan optimal, bahkan hadirnya orang baru dalam keluarga, namun
disisi lain hubungan dengan saudara menjadi lebih solid.
Kematian seorang ibu dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi
anggota keluarganya terutama pada anak-anaknya. Dampak negatif yang
ditimbulkan antara lain yaitu remaja mengalami ketidakmampuan dalam
menyelesaikan suatu masalah, remaja kehilangan sosok ibu yang selalu
memberikan nasehat dan support yang dapat berakibat perubahan nilai-nilai
akademis. Sedangkan dampak positifnya antara lain remaja menjadi lebih
mandiri (Puji Astuti, 2009).
Kehidupan setelah meninggalnya ibu memang tidak mudah. Seorang ayah
yang seharusnya memberikan perhatian, menyayangi dan melindungi anaknya
bahkan ada yang menghancurkan keluarganya sendiri. Berikut ini merupakan
kutipan salah satu contoh kasus dimana sebuah keluarga ditinggal meninggal
oleh ibu kandungnya.
“Sungguh berat cobaan yang harus dialami gadis EH yang baru
berusia 12 tahun. Ia pun sudah kehilangan sosok sang ibu karena
meninggal dunia. Malangnya, ayah kandungnya, S (45), malah
tega menjadikannya sebagai pekerja seks komersial (PSK) dan
'menjualnya' ke pria hidung belang”. Selain dijual oleh ayahnya,
EH yang menolak menuruti ayahnya kerap kali digampar dan
dipukuli oleh ayahnya.”(tabloid nova)
Berdasarkan contoh kasus yang terjadi pada EH merupakan pengalaman
yang menyedihkan karena setelah ibu kandungnya meninggal, EH yang
seharusnya bisa bergantung dan berlindung kepada ayahnya, ternyata yang
terjadi pada EH justru sebaliknya. EH “dijadikan” seorang Pekerja Seks
Komersial oleh ayah kandungnya.
Anggota keluarga yang ditinggal meninggal ibu seharusnya saling
menguatkan. Tetapi sebaliknya ada keluarga yang justru menjadi sumber
ancaman dan ketidaktentraman bagi anak, dengan memberikan perlakuan yang
salah pada anak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh
Putra (dalam Andayani, 2001) melalui penelitiannya ”A Focused on Child Abuse
in Six Selected Provinces in Indonesia”, menemukan bahwa hasil-hasil perlakuan
yang salah (maltreated) terhadap anak yang terjadi dimasyarakat dan di dalam
keluarga ternyata sebagian besar dilakukan oleh orangtua mereka. Menurut
Irwanto (dalam Andayani, 2001) yang dimaksud dengan perlakuan salah dalam
hal ini, adalah segala jenis bentuk perlakuan terhadap anak yang mengancam
kesejahteraan anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik,
sosial, psikologis, mental dan spiritual. Didalam keluarga sendiri pun yang
seharusnya menjadi tempat tumbuh dan berkembang yang baik untuk remaja,
justru menjadi tempat yang mengancam bagi remaja.
Setelah meninggalnya ibu, secara otomatis peran utama dalam keluarga
adalah ayah. Ketika tidak adanya sosok ibu, ayah mempunyai peran dan tugas
baru yaitu sebagai pengganti ibu. Sebagai pengganti ibu, ayah mempunyai peran
penting dalam keluarga, terutama dalam pengasuhan anak. Seorang ayah dituntut
profesional, peduli, perhatian dan hadir secara utuh dalam keluarga bagi anakanaknya. Ayah juga diharapkan mampu berperan sebagai figur utama
menggantikan sosok ibu bukan hanya “figuran” dalam keluarga (Fazriyati, 2013).
Setelah kematian ibu, terdapat hal positif yang dapat dibangun antara remaja
dengan ayah yang mungkin sebelumnya kurang dekat namun setelah kematian
ibu dapat mendekatkan mereka atau yang sebelumnya sudah dekat menjadi lebih
dekat lagi. Artinya tanpa kehadiran ibu disisi remaja, remaja seharusnya mampu
membangun kelekatan (attachment) dengan ayah. Berikut ini adalah petikan
wawancara peneliti dengan remaja perempuan bernama N berusia 21 tahun. N
merupakan remaja yang ibu kandungnya sudah meninggal dunia 3 tahun yang
lalu. Berikut hasil petikan wawancara.
“nyamannya gue ke bokap ngelebihin nyaman gue ke tementemen gue. Gue nyaman karna bokap gue bisa ngerti apa mau gue
kaya nonton konser, bokap ngerti dan ngizinin. Gue ngeliat bokap
itu kaya pahlawan buat gue. Bokap tau kemauan gue kayak apa.
Terkadang bokap nyenengin tapi kadang juga ngga. Ngganya
nyenenginnya itu kalo bokap mulai bawa masalah kantor ke
rumah dan gue yang kena trus nyenenginnya kalo jalan-jalan aja
atau lagi makan bareng. Gue cemas kalo bokap cuek. karna takut
ngga bisa minta duit. Cueknya itu kaya misalnya pas gue lagi
badmood, kadang gue ngga nyapa bokap atau diem aja. Trus juga
kalo bokap bawaannya lagi kesel pun sama gue bisa cuek. Trus
hubungan gue sama bokap kadang hangat kadang dingin, yaitu
tadi hangat tapi bisa dingin juga kalo sama-sama punya
permasalah masing-masing. Kenapa kadang bisa hangat dan juga
dingin sama bokap karna gue itu orangnya moody-an kalo lagi
seneng ya bawaanya seneng kalo lagi badmood gitu kesiapa aja
kena, termasuk bokap gue. Bokap gue kurang memberikan respon
ke gue kalo ada masalah kayak masalah pacar, temen, atau kuliah
tapi kalo soal materi, lumayanlah. Gue ngerasa deket sama bokap
kalo lagi ngerasa kalo bokap lagi berpihak ke gue misalnyabokap
tau gue lagi cape atau lagi sibuk ngerjain tugas, dia belain gue
dengan nyuruh kakak gue buat gantiin gue beres-beres rumahdan
bokap bisa nyenengin atau ngertiin gue tapi kalo lagi ngga
ngedukung gue atau bikin kesel ya kadang bisa berubah jadi
dingin, gitulah hubungan gue sama bokap gue. Gue kurang tau
kalo soal kepercayaan. Soalnya gue jarang curhat masalah pacar,
kuliah, atau apapun ke bokap. Soalnya bokap kalo udah dengerin
keluhan gue pasti jadi beban pikiran dia Makanya jarang cerita,
gue paling cerita ke kakak gue yang pertama”. (dalam wawancara
pribadi, 27 Maret 2013)
Dapat disimpulkan bahwa N merasa tidak nyaman mengekspresikan
masalah-masalah yang sifatnya pribadi dengan ayah sebagai pengganti ibu.
Namun disisi lain, N menilai ayah sebagai pengganti ibu cukup mampu peduli
dan mengerti akan keinginan-keinginan N. Artinya, hanya beberapa masalah saja
yang nyaman untuk diceritakan kepada ayahnya namun menjadi tidak nyaman
bila terkait dengan masalah pribadi.
Kualitas hubungan remaja dengan ayah setelah ibu meninggal merupakan
sumber emosional dan kognitif bagi remaja. Hubungan tersebut dapat memberi
kesempatan bagi remaja dan ayah untuk menjadi lebih dekat satu sama lain.
Hubungan remaja dan ayah dapat menjadi model dalam hubungan selanjutnya
dan dari hubungan tersebut bisa menjadikan remaja secure dan tidak secure
dilingkungan sosialnya. Kelekatan remaja dengan ayah yang secure akan
menjadikan remaja lebih dewasa. Saat dewasa nanti, mereka yang memperoleh
secure attachment memiliki kemampuan untuk berbagi perasaan dengan orang
lain (McCarthy G, 1999). Sedangkan kelekatan antara remaja dan ayah yang
insecure dapat menjadi akar dari berbagai masalah kriminal dan sosial yang
marak terjadi di masyarakat umum.
Kelekatan yang secure, cenderung menilai ayahnya sebagai figur yang
hangat dan penuh kasih sayang. Remaja juga nyaman kepada ayahnya, menjalin
hubungan yang menyenangkan dengan ayahnya serta memiliki rasa percaya diri
dan ayahnya merupakan sumber dukungan bagi remaja. Remaja yang memiliki
pola secure attachment dapat melakukan aktifitas bersama dengan ayahnya dan
ayahpun dapat bereaksi lebih cepat terhadap kebutuhan anak mereka daripada
remaja dengan orangtua yang memiliki pola insecure attachment.
Ketika ibu meninggal, remaja harus mampu mengembangkan kelekatan yang
baru dengan figur yang berbeda yaitu, ayah, terutama bagi remaja yang terbiasa
dekat dengan ibu. Remaja dengan ayah yang memiliki pola kelekatan yang
insecure (Anxious attachment) akan memiliki pandangan bahwa orangtua tidak
sensitif, orangtua kurang responsif terhadap kebutuhan anaknya, menjalin
hubungan dengan orangtua meskipun sebenarnya tidak nyaman bersama
orangtua. Remaja cenderung mudah curiga terhadap orang asing. Sedangkan
yang insecure (Avoidant attchment), remaja beranggapan bahwa orangtua tidak
memberikan perhatian, hubungan dengan orangtua relatif dingin, merasa tidak
nyaman saat bersama orangtua, dan sulit untuk percaya dengan orangtua.
Remaja yang terbiasa dekat dengan ibu, namun ketika ibu meninggal, secara
otomatis remaja harus mampu mengembangkan kelekatan yang secure terhadap
ayahnya sebagai pengganti ibu, agar di lingkungan sosialnya pun remaja bisa
lebih empatik, mampu berbagi perasaan dengan orang lain dan mampu
menikmati hubungan intim. Sebaliknya, remaja dengan pola insecure avoidant
dan anxious attachment sering merasa enggan menjalin hubungan yang dekat
dengan orang lain dan khawatir bahwa pasangan mereka tidak membalas
perasaan mereka, mengalami kesulitan dengan hubungan intim dan dekat dengan
oranglain. Dari uraian diatas, peneliti ingin melihat gambaran attachment remaja
terhadap ayah ketika ibu sudah meninggal.
1.2. Identifikasi Masalah
Idealnya keluarga utuh terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Mereka pun
menjalankan peran dan tugas mereka masing-masing. Ayah memiliki peran
sebagai kepala rumah tangga yang bertanggungjawab menafkahi istri dan anak.
Sedangkan ibu memiliki peran mengurus suami, anak, dan keadaan
rumahtangganya. Dengan kebersamaan yang utuh ayah, ibu, dan anak dapat
membangun kelekatan yang erat meskipun keluarga yang utuhpun terkadang
belum mampu membangun kelekatan yang erat.
Namun ketika ibu telah meninggal, secara otomatis ayah menjadi pengasuh
utama. Remaja yang terbiasa dekat dengan ibu, tiba-tiba harus mengembangkan
kelekatan yang baru dengan figur yang berbeda, yaitu ayah cenderung
membutuhkan waktu untuk membangun kelekatan baru tersebut. Ada remaja
yang tidak mampu mengembangkan kelekatan dengan ayah, karena ayah
cenderung abusif dan tidak peduli dengan kesejahteraan psikologis remaja namun
sebaliknya ada juga remaja yang mampu membangun kelekatan baru yang
nyaman dengan figur pengganti ibu yaitu ayah.
Remaja yang mampu mengembangkan kelekatan yang secure dengan ayah
sebagai pengganti ibu cenderung menilai ayah figur yang hangat, penuh kasih
sayang, dan menyenangkan. Sementara yang memiliki kelekatan insecure
avoidant atau anxious attachment menilai ayah sebagai figur yang tidak sensitif
terhadap anak, kurang responsif, tidak memberikan perhatian, dan sukar untuk
mempercayai orangtua, bahkan bisa bertingkahlaku abusif.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui :
Mengetahui gambaran attachment remaja terhadap ayah setelah ibu
meninggal.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi dan masukan
terhadap disiplin Ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan. Penelitian
ini diharapkan mampu menjelaskan mengenai attachment yang terjalin antara
remaja dengan ayah setelah ibu meninggal.
2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat
pada :
a. Bagi Remaja dan Ayah
Tulisan ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan tentang gambaran
attachment remaja terhadap ayah setelah kematian ibu.
b. Bagi Pembaca dan Masyarakat
Melalui tulisan ini diharapkan mampu memberikan informasi dan wawasan
baru serta pengetahuan bagi pembaca dan masyarakat mengenai attachment
remaja kepada ayah setelah ibu meninggal.
1.5 Kerangka Berpikir
Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Masa remaja juga merupakan masa yang penting dalam perkembangan remaja.
Remaja membutuhkan figur ibu, sebagai figur utama dalam pengasuhan
keluarga. Menurut Bowlby (dalam Liliana, 2009) tokoh ibu menjadi sosok yang
cukup sentral dalam relasi antara remaja dan orang tua. Bahkan dalam sebuah
keluarga seringkali yang dipersepsikan sebagai keluarga oleh anak-anak adalah
tokoh ibu. Kebanyakan orang mengasosiasikan ibu memiliki kualitas seperti
hangat, tidak mementingkan diri sendiri, menjalankan kewajibannya dengan
setia, dan toleran (Liliana, 2009). Ketika ibu meninggal, akan
memberikan
perubahan yang besar bagi anggota keluarga khusunya remaja.
Ketika ibu meninggal, remaja akan mengalami duka cita atas kematian ibu
yaitu seperti shock, sedih, dunia hampa, rasa rindu, kehilangan dan kesepian.
Kematian ibu juga memberikan perubahan dalam keluarga antara lain, keluarga
tidak berperan optimal, bahkan hadirnya orang baru dalam keluarga, namun
disisi lain hubungan dengan saudara menjadi lebih solid. Setelah ibu meninggal
remaja dituntut untuk mulai menjalin dan mengembangkan (attachment)
kelekatan baru dengan figur pengganti ibu yaitu, ayah (Puji Astuti, 2009).
Menurut Bowlby (dalam Santrock 2002) attachment (kelekatan) adalah
adanya suatu relasi atau hubungan antara figur sosial tertentu dengan suatu
fenomena tertentu yang dianggap mencerminkan karakteristik relasi yang unik.
Attachment (kelekatan) akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan
manusia yang diawali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain pengganti
ibu. Sementara itu, menurut Ainsworth (1969) attachment (kelekatan) adalah
ikatan emosional yang dibentuk seorang individu dengan orang lain yang bersifat
spesifik, mengikat mereka dalan suatu attachment yang bersifat kekal sepanjang
waktu. Artinya, bila dikaitkan dengan penelitian ini maka kelekatan atau ikatan
emosional antara remaja dengan ayah sebagai pengganti ibu juga dapat mengikat
hubungan keduanya dalam suatu attachment (kelekatan) yang bersifat abadi.
Kelekatan antara remaja dengan ayah dapat membentuk pola secure
attachment atau insecure attachment. Remaja yang memiliki secure attachment
dengan ayah cenderung memiliki pandangan nyaman saat bersama ayah, remaja
tidak sepenuhnya bergantung pada ayah, memandang ayah sebagai figur yang
hangat dan penuh kasih sayang, menjalin hubungan yang menyenangkan dengan
ayah, memiliki rasa percaya diri dan ayah merupakan sumber dukungan bagi
remaja.
Sebaliknya remaja yang memiliki insecure anxious attachment cenderung
menilai ayah tidak sensitif, kurang responsif, tidak bersikap adil, dan merasa
tidak nyaman dengan remaja. Selain anxious attachment, remaja yang memiliki
pola insecure avoidant attachment juga menilai ayah yang tidak memberikan
perhatian, mengalami penolakan, hubungan relatif dingin, tidak ingin menjalin
hubungan dekat, dan sukar untuk mempercayai ayahnya.
Remaja
Ibu Meninggal
Ayah Pengganti
Reaksi-reaksi:
-Shock
-Sedih
-Dunia Hampa -Kehilangan
-Rasa Rindu
-Kesepain
Secure
Attachment:
- Nyaman
bersama Ayah
- Orangtua sbg
Figur yang
Hangat dan
Penuh Kasih
Sayang
- Menjalin
Hubungan yang
Menyenangkan
- Orangtua
sebagai sumber
dukungan
Insecure Attachment:
- Orangtua tidak
responsif
- Orangtua tidak
bersikap Adil
- Merasa Cemas
Diabaikan
- Orangtua tidak
Memberika Perhatian
- Mengalami
Penolakan
- Hubungan Relatif
Dingin
- Tidak Menjalin
Hubungan dekat
Tabel 1.1. Kerangka Berpikir
Download