Keuangan Negara

advertisement
BAB7
KEUANGAN NEGARA
410475-(14)
BAB7
KEUANGAN NEGARA
I. PERANAN KEBIJAKSANAAN FISKAL
Kebijaksanaan fiskal merupakan salah satu alat kebijaksanaan pemerintah yang penting untuk mendorong kehidupan
ekonomi masyarakat, baik di dalam masa stabilisasi maupun di
dalam masa pembangunan.
Selama Repelita I kebijaksanaan fiskal ditujukan untuk rehabilitasi dan pembangunan ekonomi dengan tetap mengusahakan
kemantapan stabilisasi ekonomi.
Salah satu pokok kebijaksanaan fiskal yang digunakan untuk menunjang usaha stabilisasi dan pembangunan selama ini
dan yang akan dilanjutkan dalam Repelita II adalah prinsip
anggaran berimbang. Pelaksanaan prinsip ini dimaksudkan
untuk memelihara keseimbangan antara anggaran pendapatan
dengan anggaran belanja negara secara keseluruhan. Dengan
meningkatnya kegiatan pembangunan maka pelaksanaan prinsip ini harus disertai pula dengan peningkatan tabungan pemerintah. Dalam usaha meningkatkan tabungan pemerintah, penerimaan negara harus terus ditingkatkan. Dengan demikian
maka anggaran negara meskipun terus-menerus berimbang
haruslah bersifat dinamis. Tabungan nasional, termasuk
tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat perlu diperbesar untuk membiayai kegiatan investasi yang semakin besar
sehingga akhirnya beban pembangunan dapat ditanggung oleh
sumber-sumber dalam negeri. Melalui kebijaksanaan moneter,
pemerintah akan terus mendorong tabungan masyarakat. Usaha
ini akan diperlancar dengan terciptanya lembaga-lembaga
keuangan yang sehat.
Di samping menciptakan dan mengumpulkan dana untuk
pembiayaan kegiatan pembangunan yang semakin berkembang
203
serta memelihara kestabilan ekonomi, maka kebijaksanaan
fiskal juga memainkan peranan yang besar di dalam menciptakan iklim yang dapat merangsang dunia usaha agar lebih
bergairah melaksanakan investasi dan mengembangkan usaha
di bidang yang produktif. Kebijaksanaan perpajakan di samping
meningkatkan penerimaan negara juga diarahkan untuk mendorong tabungan swasta, mendorong kegiatan investasi, dan
mempengaruhi penentuan arah penggunaannya. Pengeluaran
pemerintahpun diusahakan pula untuk memberikan pengaruh
yang positif terhadap hal-hal tersebut.
Secara langsung maupun tidak langsung maka kebijaksanaan
fiskal juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam
rangka usaha pemerataan pendapatan, perluasan kesempatan
kerja dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kebijaksanaan
fiskal dalam Repelita II akan merupakan peningkatan dan
kelanjutan daripada kebijaksanaan fiskal dalam Repelita I
sehingga akan sangat penting peranannya sebagai penunjang
pertumbuhan dan kestabilan ekonomi. Dengan penyempurnaan
yang telah dilaksanakan selama Repelita I maka kebijaksanaan
fiskal akan ditingkatkan lagi peranannya dalam mencapai
sasaran perluasan kesempatan kerja, peningkatan keadilan
sosial, usaha memperkuat golongan ekonomi lemah dan perluasan kesejahteraan rakyat.
II. PERKEMBANGAN KEBIJAKSANAAN FISKAL SELAMA REPELITA I
Salah satu tugas utama dari pemerintah sejak lahirnya Orde
Baru adalah untuk menyehatkan kembali sistem keuangan negara. Sistem dan administrasi keuangan negara pada waktu itu
berada di dalam keadaan terlantar. Terhadap pengeluaran negara hampir tidak ada pengawasan, sedang kriteria penentuan
alokasi dana-dana yang sehat tidak dilakukan. Tabungan pemerintah tidak dikenal sedangkan prasarana ekonomi pemerintah
204
maupun swasta berada dalam keadaan yang sangat rusak.
Pengeluaran untuk gaji pegawai merupakan bagian terbesar
dari seluruh pengeluaran negara, tetapi pendapatan pegawai secara
nyata adalah rendah.
Pokok kebijaksanaan fiskal di dalam Repelita I didasarkan
pada prinsip anggaran berimbang yang dilaksanakan sejak
tahun 1968. Semenjak tahun 1969/1970 anggaran negara mulai
diarahkan untuk menghasilkan tabungan pemerintah.
Sejak dimulainya Repelita I penerimaan negara yang berasal
dari perpajakan terus ditingkatkan. Perbaikan sistem pemungutan pajak, administrasi yang lebih baik dan penyesuaian
tarif antara lain telah merupakan sebab-sebab utama dari
kenaikan penerimaan negara, di samping pertumbuhan ekonomi
itu sendiri serta peningkatan hasil minyak bumi.
Sistem perpajakan telah mengalami penyempurnaan yang
sangat besar selama periode pelaksanaan Repelita I. Tarif pajak dan bea masuk yang semula sangat tinggi secara berangsurangsur telah diturunkan.
Berhasilnya suatu perombakan perpajakan sangat bergantung
pula kepada mutu dari administrasi perpajakan di samping
bantuan dan kesadaran masyarakat sebagai pembayar atau
wajib pajak. Sadar akan kenyataan ini, maka di dalam Repelita I pemerintah memusatkan usahanya untuk memperbaiki
sarana dan teknik administrasi pajak. Pemerintah mendorong
peningkatan ketrampilan karyawan pajak dan pada waktu yang
bersamaan menindak pejabat-pejabat yang menyalahgunakan
wewenangnya.
Juga telah diambil langkah untuk mengurangi akibat negatif
dari pelbagai unsur kebijaksanaan fiskal yang memberikan
pengaruh yang merugikan kegiatan pembangunan, antara lain
dengan penghapusan sistem ADO, perbaikan di dalam tarif
bea masuk, perubahan dalam tarif dan struktur pajak penjualan, pajak perseroan, dan sebagainya.
Di dalam Repelita I, sistem pajak secara sadar diarahkan
untuk meningkatkan kegairahan momentum pembangunan.
205
Misalnya, insentif pajak dalam penanaman modal diarahkan
guna mendorong investasi untuk mengolah kekayaan alam
Indonesia serta membantu usaha rehabilitasi dan pembangunan.
1. Perkembangan Peneriniaan Negara
Kebijaksanaan di bidang penerimaan negara selama Repelita I terutama ditujukan untuk: (a) memupuk dana yang sebesar-besarnya guna membiayai tugas pemerintahan dan untuk
membiayai bagian yang semakin meningkat dari program pembangunan yang dilakukan pemerintah; (b) mendorong gerak
pembangunan dengan memberikan dorongan fiskal yang dapat
merangsang sektor swasta melakukan kegiatan investasi di
bidang-bidang yang produktif. Dengan demikian maka bukan
saja investasi nasional akan bertambah akan tetapi penerimaan
negara pun akan meningkat dengan makin berkembangnya pertumbuhan ekonomi.
Kebijaksanaan pokok yang dijalankan di bidang penerimaan
negara adalah:
a. Penyempurnaan undang-undang perpajakan dan peraturan
pelaksanaannya untuk menciptakan suatu sistem perpajakan yang mengandung asas-asas keadilan, jelas, sederhana
di dalam cara pemungutannya serta mengandung unsurunsur pendorong bagi kegiatan usaha produktif.
b. Penyesuaian tarif-tarif pajak (pajak pendapatan, pajak
perseroan, pajak penjualan, dan bea masuk) dengan perkembangan perekonomian dan pemberian dorongan fiskal
melalui berbagai fasilitas pajak.
c. Usaha intensifikasi dan ekstensifikasi dalam pemungutan
pajak melalui perluasan dasar pajak dari itiap jenis pajak,
perluasan juimlah wajib pajak, penyempurnaan sistem pemungutan pajak, dan intensifikasi penagihan.
d. Kebijaksanaan lainnya yang secara tidak langsung mempengaruhi penerimaan negara seperti kebijaksanaan ekspor,
impor, kebijaksanaan kurs devisa, dan lain-lain.
206
Sebagai akibat dari pelaksanaan kebijaksanaan tersebut serta
konsolidasi dan penertiban aparatur negara maka penerimaan
dalam negeri telah meningkat dengan pesat selama Repelita I.
Dalam tahun 1969/1970 penerimaan dalam negeri mencapai
jumlah 243,8 milyar rupiah, suatu kenaikan sebesar 63,8%
dibandingkan dengan tahun 1968. Dalam tahun 1972/1973
telah meningkat lagi menjadi 590,6 milyar rupiah sedang dalam
tahun terakhir Repelita I jumlah yang dianggarkan dalam
APBN 1973/1974 diperkirakan akan dapat dilampaui.
2. Perlsembangan Pen rehiaapan Negara
Dalam tahun 1969/1970, jumlah pengeluaran rutin adalah
sebesar 216,5 milyar rupiah, sedangkan pada tahun 1972/1973
berjumlah 438,1 milyar rupiah, yang berarti suatu kenaikan
sebesar 102% selama periode tersebut. Untuk tahun 1973/1974
pengeluaran rutin diperkirakan akan melebihi jumlah yang
dianggarkan.
Belanja pegawai selama Repelita I meningkat sebagai akibat
pelaksanaan kebijaksanaan kenaikan gaji pegawai negeri setiap
tahunnya. Di samping itu, juga telah diberikan kenaikan tunjangan pensiun setiap tahunnya. Demikian pula perhitungan
harga beras dalam tunjangan beras kepada pegawai negeri
telah terus mengalami kenaikan.
Belanja barang, baik belanja dalam negeri maupun belanja
barang luar negeri, rata-rata merupakan 21% dari seluruh
pengeluaran rutin selama Repelita I. Dalam belanja barang ini
termasuk pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa bagi
pelaksanaan kegiatan pemerintahan.
Subsidi kepada daerah otonom merupakan rata-rata 19,5%
dari seluruh anggaran rutin selama Repelita I. Selama Repelita I subsidi kepada daerah otonom telah mengalami kenaikan
yang pada umumnya disebabkan karena diberikannya kenaikan gaji kepada pegawai daerah otonom serta perubahan harga
beras yang telah pula mengalami kenaikan.
207
Pembayaran cicilan pinjaman dalam dan luar negeri beserta
bunganya selama Repelita I rata-rata merupakan bagian sebesar 10,9% dari seluruh pengeluaran rutin selama periode tersebut. Pembayaran cicilan pinjaman dan bunga luar negeri
dilakukan berdasarkan persetujuan pembayaran kembali.
Pengeluaran lain-lain dalam anggaran belanja rutin adalah
untuk menampung pengeluaran yang sifatnya non-departemental, seperti biaya untuk pemilihan umum, pengeluaran untuk
subsidi impor komersiil atas bahan pangan dan lain-lain.
Program pembangunan dalam Repelita I yang dilaksanakan
oleh pemerintah merupakan sarana untuk memperbaiki taraf
hidup rakyat dalam rangka usaha meningkatkan kemakmuran
bangsa. Untuk mencapai tujuan ini, volume pembiayaan pembangunan harus semakin besar dan pengarahan penggunaannya
harus benar-benar sesuai dengan program pembangunan yang
telah direncanakan untuk mencapai sasaran tersebut.
Pengarahan dari pengeluaran pembangunan didasarkan pada
sasaran Repelita I dengan program pokok peningkatan produksi
pangan, peningkatan rehabilitasi dan pembangunan prasarana,
perluasan lapangan kerja, dan peningkatan pembangunan
sosial.
Sesuai dengan sasaran Repelita I tersebut di atas, maka pembiayaan pembangunan dalam Repelita I telah diarahkan untuk
sektor pertanian dan prasarana yang menunjang peningkatan
produksi pertanian, seperti pengairan, jalan, jembatan, dan
sebagainya.
Di samping itu selama Repelita I telah pula mendapat perhatian pembangunan sektor perlistrikan, perhubungan dan
pariwisata, perindustrian, pendidikan dan kebudayaan, kesehatan dan keluarga berencana serta sektor-sektor sosial
lainnya.
Bantuan pembangunan daerah yang berupa bantuan pembangunan desa dan bantuan pembangunan kabupaten dalam Repelita I telah mendapat perhatian pemerintah dan jumlahnya
terus ditingkatkan. Bantuan pembangunan daerah ini dimak208
sudkan untuk meningkatkan partisipasi daerah dalam usaha
pembangunan, memperluas lapangan kerja, dan meningkatkan
perekonomian daerah yang sekaligus pada akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup rakyat.
Pembiayaan pembangunan melalui kredit investasi perbankan
serta penyertaan modal pemerintah dalam berbagai proyek dan
usaha yang vital telah sangat membantu mempercepat proses
peningkatan kegiatan ekonomi.
Dalam sektor sosial budaya pembiayaan untuk program pendidikan terus ditingkatkan, demikian pula pembiayaan untuk
program Keluarga Berencana dan Kesehatan Masyarakat. Usaha perluasan kesempatan kerja telah pula dilakukan melalui
proyek padat karya.
Perkembangan volume pembiayaan pembangunan selama Repelita I menunjukkan bahwa dalam tahun pertama Repelita I
jumlah seluruh pembiayaan pembangunan adalah sebesar 118,2
milyar rupiah, sedang dalam tahun terakhir Repelita I telah
dianggarkan sejumiah 344,1 milyar rupiah. Diperkirakan bahwa
realisasinya akan melampaui jumlah tersebut.
3. Tabungan Pemerintah
Dengan berlandasan kepada prinsip bahwa pembiayaan
pembangunan harus semakin banyak yang dibiayai oleh
sumber-sumber dalam negeri maka salah satu sasaran dari
pada kebijaksanaan fiskal adalah untuk menciptakan tabungan
pemerintah sebesar mungkin.
Sebelum Repelita I tidak terdapat tabungan pemerintah. Akan
tetapi dalam tahun 1969/70, tahun pertama Repelita I, pemerintah berhasil memupuk 27,3 milyar rupiah tabungan pemerintah yang selanjutnya terus meningkat setiap tahunnya dan
diperkirakan akan melampaui 152,7 milyar rupiah yang dicantumkan dalam tahun anggaran 1973/74. Akibat dari peningkatan ini maka tabungan pemerintah telah berhasil dipergunakan untuk membiayai bagian yang semakin besar dari anggaran
pembangunan negara.
209
III. SASARAN KEBIJAKSANAAN FISKAL DI DALAM
REPELITA II
Kebijaksanaan fiskal yang merupakan salah satu alat kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong kehidupan ekonomi masyarakat baik dalam masa stabilisasi maupun dalam masa
pembangunan tetap menduduki peranan yang sentral dalam
Repelita II. Dalam pada itu sasaran fiskal dalam Repelita II
ialah memantapkan dan meningkatkan hasil yang telah dicapai
selama Repelita I, baik di bidang pertumbuhan ekonomi maupun di bidang stabilisasi serta sekaligus membantu tercapainya
sasaran perluasan kesempatan kerja, peningkatan keadilan
sosial, usaha memperkuaat golongan ekonomi lemah, perluasan
pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Tegasnya sasaran kebijaksanaan fiskal dalam Repelita II adalah menunjang ke arah
tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat seluruhnya.
Peningkatan produksi dan pendapatan tidak dengan sendirinya mencapai hal-hal tersebut di atas. Namun jelas pula bahwa
pertumbuhan produksi yang rendah tidak akan memungkinkan
tersedianya kesempatan dan kemampuan untuk mencapai tujuan
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang menyeluruh.
Melalui peningkatan penerimaan negara dan pemilihan caracara yang mantap untuk meningkatkan penerimaan negara
tersebut serta melalui peningkatan pengeluaran negara yang
makin terarah akan dapat diperlancar pencapaian tujuantujuan tersebut di atas.
1. Sasaran Penerimaan Dalam Negeri
Kebijaksanaan di bidang penerimaan
sasaran sebagai berikut :
negara
mempunyai
a. Meningkatkan penerimaan dalam negeri
Dalam Repelita I usaha peningkatan penerimaan negara yang
berasal dari pajak ternyata berhasil dengan baik. Akan tetapi
sasaran-sasaran Repelita II menghendaki bahwa penerimaan
210
dalam negeri tetap harus ditingkatkan dengan suatu laju pertumbuhan yang lebih besar dari pada laju pertumbuhan
produksi.
Untuk mengerahkan sumber keuangan yang memadai guna
membiayai kegiatan pembangunan dalam Repelita II tanpa
menimbulkan tekanan inflasi diperlukan adanya peningkatan
tabungan dalam negeri, baik tabungan Pemerintah maupun swasta.
Akan tetapi dilihat dari tingkat dan perkembangan
pendapatan dalam masyarakat dewasa ini, jelas bahwa bagian
yang tidak kecil dari investasi dalam pembangunan masih
harus dibiayai dengan tabungan Pemerintah.
Peningkatan tabungan Pemerintah akan mempunyai arti
yang lebih penting lagi karena kita telah bertekad untuk menjadikan bantuan luar negeri sebagai pelengkap. Hal ini berarti
bahwa harus lebih banyak diusahakan untuk meningkatkan
penerimaan dalam negeri untuk masa-masa mendatang.
b. Menciptakan pembagian beban pajak serta pembagian
penghasilan yang lebih merata
Pada permulaan pelaksanaan Repelita I sasaran utama
kebijaksanaan perpajakan adalah untuk meningkatkan penerimaan negara secepat mungkin. Akan tetapi dengan peningkatan
kegiatan ekonomi serta peningkatan penerimaan negara yang
terus menampak dalam periode selanjutnya, maka makin harus
disempurnakan cara-cara pemungutan pajak serta harus lebih
diperhatikan akibat daripadanya terhadap perekonomian
masyarakat. Dalam hal ini prinsip pajak progresif akan terus
disempurnakan. Dengan demikian maka kebijaksanaan pajak
di dalam Repelita II akan lebih diarahkan kepada tercapainya
pembagian beban pajak dan pembagian pendapatan masyarakat yang lebih merata.
Tingkat pengangguran yang tinggi merupakan salah satu
sebab tidak meratanya pendapatan masyarakat. Oleh karena
itu kebijaksanaan perpajakan di dalam Repelita II akan
ditujukan pula kepada perluasan kesempatan kerja.
211
c. Mendorong pembangunan dan mengarahkan penggunaan
sumber-sumber produksi
Laju pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan kegiatan pembangunan. Dalam hal ini kebijaksanaan fiskal, termasuk kebijaksanaan perpajakan, dipergunakan untuk memupuk dana yang sebesar-besarnya untuk
membiayai kegiatan tersebut. Di samping itu kebijaksanaan
fiskal juga digunakan secara tidak langsung untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta memperbaiki arah penggunaan
sumber-sumber produksi. Hal ini dapat dicapai antara lain dengan mendorong tabungan masyarakat dan dengan menciptakan iklim fiskal yang sehat yang dapat merangsang dunia
usaha untuk lebih bergairah melaksanakan investasi dan
mengembangkan usahanya di bidang-bidang yang produktif
dan yang diutamakan.
d. Memantapkan kestabilan ekonomi
Melalui anggaran berimbang maka kebijaksanaan fiskal,
khususnya perpajakan yang mengutamakan peningkatan penerimaan negara, akan tetap menunjang usaha untuk memelihara kestabilan ekonomi. Lebih-lebih dalam suasana ekonomi
dunia yang diliputi dengan ketidakstabilan moneter maka
usaha untuk memelihara kestabilan harga-harga di dalam
negeri makin penting artinya.
Untuk itu maka kebijaksanaan fiskal diarahkan untuk
menghindari terjadinya anggaran yang menghasilkan inflasi
yang tidak terkendalikan. Adapun pengendalian jumlah uang
beredar melalui kebijaksanaan fiskal dilakukan bersama-sama
dengan kebijaksanaan perkreditan.
e. Membantu pemanfaatan umber-sumber alam
Dari penggarapan sumber-sumber alam yang berasal dari
pertambangan, kehutanan, kekayaan laut dan lain-lain diperoleh penerimaan negara dalam bentuk pajak, royalties, ongkos
perijinan, dan sebagainya. Selain itu penggarapan tersebut juga
212
akan menghasilkan manfaat lain dalam bentuk pendapatan dari
penyertaan modal, usaha-usaha lain yang timbul sebagai akibat lanjutan dari kegiatan pengolahan sumber-sumber alam,
pendapatan bagi karyawan, dan pemasukan teknologi baru yang
diperlukan bagi pembangunan.
Hasi1 yang diperoleh adalah tidak sama untuk semua kegiatan pengolahan sumber-sumber alam tersebut oleh karena
perbedaan biaya teknologi, perbedaan pasar, dan lain-lain.
Dalam hubungan ini kebijaksanaan perpajakan merupakan
sarana pokok yang dapat digunakan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari penggalian sumber-sumber
alam tersebut.
2. Dana bantuan luar negeri
Pengeluaran pembangunan dibiayai oleh tabungam Pemerintah dan bantuan luar negeri. Sejak tahun pertama sampai tahun
terakhir Repelita I peranan tabungan Pemerintah sebagai
sumber pembiayaan pembangunan terus meningkat. Selama
Repelita II peranan tabungan Pemerintah selaku sumber pembiayaan pengeluaran pembangunan akan terus ditingkatkan
sehingga dalam tahun terakhir sebagian besar pengeluaran
pembangunan dibiayai oleh tabungan Pemerintah. Dengan
demikian maka peranan bantuan luar negeri dalam Repelita I
dan terlebih lagi dalam Repelita II semakin menurun.
3. Sasaran kebijaksanaan pengeluaran negara
Sasaran kebijaksanaan fiskal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat seluruhnya juga merupakan sasaran kebijaksanaan pengeluaran negara. Artinya, sasaran tersebut akan
sulit dicapai hanya dengan peningkatan penermaan saja tanpa
adanya suatu kebijaksanaan pengeluaran yang terarah dan
serasi, baik pengeluaran rutin maupun pembangunan. Dengan
demikian maka kebijaksanaan perpajakan tidak dapat dilihat
terlepas dari kebijaksanaan pengeluaran negara serta kebijaksanan ekonomi lainnya seperti kebijaksanaan moneter dan
perdagangan, dan lain-lain di dalam mencapai sasaran tersebut.
213
a. Pengeluaran rutin
Dalam Repelita II akan diusahakan untuk mencapai beberapa
sasaran pokok tertentu melalui kebijaksanaan pengeluaran
rutin, yang antara lain meliputi :
(i) Peningkatan tabungan pemerintah. Peningkatan penerimaan pemerintah merupakan suatu persyaratan yang
mutlak perlu bagi terciptanya tabungan pemenintah.
Walaupun demikian, persyaratan ini akan tidak mencukupi apabila tidak dilaksanakan dengan suatu penghematan dan pengarahan yang dilakukan melalui pengendalian
yang terus-menerus atas pengeluaran rutin yang mempunyai prioritas rendah.
(ii) Peningkatan mutu dan jumlah pelayanan pemenintah
kepada masyarakat secara kontinyu, teratur, dan efisien
baik dalam bidang infrastruktur sosial, seperti pendidikan,
dan kesehatan, maupun dalam bidang lainnya.
(iii) Mendorong perluasan kesempatan kerja dan menunjang
kebijaksanaan pemerintah di dalam membuat golongan
ekonomi lemah yang pada hakekatnya terdiri dari golongan pengusaha pribumi.
(iv) Pengamanan kekayaan negara. Hasil pembangunan yang
telah dilakukan pemerintah yang berupa antara lain prasarana fisik seperti jalan raya, jembatan, pelabuhan,
pengairan, gedung dan sebagainya merupakan kekayaan
negara yang memberikan jasanya kepada masyarakat
secara langsung. Kekayaan negara tersebut harus dapat
memberikan jasa secara terus-menerus dan teratur. Untuk itu diperlukan pemeliharaan dan peningkatan.
b. Pengeluaran pembangunan
Pengarahan pengeluaran pembangunan dalam Repelita II
didasarkan kepada tercapainya sasaran pembangunan Repelita
II yaitu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh
rakyat dan meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pem214
bangunan berikutnya. Prioritas diberikan kepada pembangunan
ekonomi dengan titik berat pembangunan sektor pertanian dan
peningkatan industri yang mengolah bahan mentah menjadi
bahan baku. Sejalan dengan itu, pembangunan bidang-bidang
sosial, budaya, politik dan pertahanan keamanan nasional ditingkatkan seirama dengan kemajuan yang dicapai di bidang
ekonomi. Dalam hubungan ini, hasil yang dicapai oleh pembangunan di bidang ekonomi selama Repelita I telah memungkinkan penyediaan pembiayaan pembangunan yang lebih luas bagi
bidang lainnya.
Untuk dapat meletakkan landasan yang kuat bagi tahap
pembangunan berikutnya maka kegiatan pembangunan selama
Repelita I harus dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan. Peningkatan pembangunan tersebut di dalam Repelita II berarti
peningkatan pertumbuhan produksi, perluasan kesempatan
kerja dan kesanggupan untuk lebih meratakan pembagian
kembali hasil pembangunan. Hal ini antara lain berupa penyebaran yang leblih merata daripada pelaksanaan pembangunan
ke seluruh daerah, termasuk peningkatan kegiatan transmigrasi,
kesempatan yang lebih banyak kepada pengusaha kecil dan
menengah serta meningkatkan peranan dan kemampuan koperasi. Kebijaksanaan pengeluaran pembangunan di dalam
Repelita II ditujukan kepada tercapainya sasaran tersebut
yang sekaligus merupakan pula sasaran Repelita II.
IV. POKOK KEBIJAKSANAAN FISKAL DI DALAM REPELITA II
Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara maka prinsip
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang seimbang dan
dinamis sebagai kebijaksanaan untuk menunjang stabilisasi
dan pembangunan akan dilanjutkan dan ditingkatkan dalam
Repelita II. Prinsip tersebut telah sangat besar peranannya
sebagai landasan pelaksanaan operasionil tahunan Repelita I.
Ini berarti bahwa kebijaksanaan fiskal dalam Repelita II
harus disusun dan diarahkan sehingga mampu menghasilkan
215
penerimaan yang semakin meningkat untuk membiayai pengeluaran yang semakin meningkat pula dalam rangka mencapai
sasaran Repelita II. Di samping itu pelaksanaan kebijaksanaan
fiskal yang demikianlah yang memungkinkan terselenggaranya
suatu kebijaksanaan moneter dan neraca pembayaran yang
efektif.
Untuk mencapai pelbagai sasaran baik di bidang penerimaan
maupun bidang pengeluaran maka dapatlah disebutkan pokok
kebijaksanaan fiskal selama lima tahun yang akan datang.
1. Segi penerimaan
Kebijaksanaan penerimaan negara dalam Repelirta II mencakup sasaran yang lebih luas daripada Repelita I, sejalan
dengan taraf perkembangan perekonomian sebagai hasil dari
kegiatan pembangunan selama ini. Dengan demikian kebijaksanaan penerimaan negara ditujukan selain untuk meningkatkan pemupukan dana guna membiayai pembangunan dan mendorong kegiatan pembangunan dunia usaha yang produktif,
juga untuk memantapkan kestabilan ekonomi, memperbaiki
pemerataan pendapatan serta membantu pemanfaatan yang
sebesar-besarnya dari sumber-sumber alam. Untuk mencapai
sasaran tersebut maka dalam Repelita II akan dilanjutkan dan
ditingkatkan pokok kebijaksanaan penerimaan yang telah mulai
dilaksanakan dalam Repelita I, yaitu melanjutkan dan meningkatkan penyempurnaan peraturan perundangan pelaksanaan
perpajakan, penyempurnaan/penyesuaian tarif pajak, intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan serta kebijaksanaan-kebijaksanaan lain yang menunjang sasaran penerimaan negara.
Dalam struktur penerimaan negara, penerimaan yang berasal
dari minyak bumi memegang peranan yang penting sekali.
Dalam rangka usaha mempercepat proses pembangunan, maka
baik penerimaan yang berasal dari pajak-pajak maupun minyak
bumi akan terus ditingkatkan. Usaha peningkatan penerimaan
dari minyak bumi akan dilaksanakan dengan antara lain pencarian sumber-sumber baru minyak bumi.
216
Sejalan dengan pokok kebijaksanaan tersebut di atas, maka
usaha meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan
dapat ditempuh berbagai langkah secara tersendiri atau dalam
kombinasi berupa pengenaan pajak baru, menyempurnakan
tarif pajak, memperluas dasar pajak yang ada, dan menyempurnakan administrasi pemungutan pajak.
Dalam Repelita II usaha meningkatkan penerimaan negara
yang berasal dari pajak akan lebih ditekankan pada perluasan
jumlah wajib pajak, perluasan dasar pajak serta penyempurnaan administrasi pajak.
Undang-undang perpajakan yang sekarang berlaku cukup
memberikan berbagai jenis pajak atas pendapatan, konsumsi
dan kekayaan, sehingga kurang dirasa perlu untuk mengenakan
pajak baru. Penyempurnaan dan penyesuaian berbagai tarif
pajak akan dilakukan pula sesuai dengan perkembangan keadaan
baik atas pertimbangan peningkatan penerimaan negara maupun
atas pertimbangan pencapaian sasaran lainnya.
Perluasan dasar pajak akan dapat dicapai melalui perobahan
difinisi pendapatan dan kekayaan yang terkena pajak, sehingga
termasuk di dalamnya palbagai penghasilan dan kekayaan
tertentu yang dewasa ini tidak terkena pajak serta perubahan
di dalam struktur pembebasan dari pajak penjualan. Peningkatan elastisitas pajak pendapatan juga diharapkan akan dapat
meningkatkan penerimaan negara selama Repelirta II. Di dalam
pelaksanaannya hal ini berarti pemilihan dasar pajak yang
mempunyai tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi daripada
kegiatan ekonomi masyarakat. Pajak pendapatan terhadap
mereka yang berpenghasilan tinggi serta pajak atas konsumsi
mewah misalnya adalah pajak-pajak yang tidak saja mempunyai sifat yang elastis tetapi juga menunjang ke arah tercapainya sasaran keadilan di dalam pembagian beban pajak serta
ikut memantapkan kestabilan ekonomi.
Berhasil tidaknya sistem perpajakan kita akan sangat tergantung kepada mutu daripada administrasi perpajakan di
217
samping bantuan dan kesadaran masyarakat sebagai pembayar
atau wajib pajak. Oleh karena itu maka di dalam Repelita II
akan terus diusahakan penyempurnaan administrasi perpajakan
serta penerapan secara tepat peraturan perpajakan. Penyempurnaan administrasi perpajakan akan ditujukan bukan hanya
untuk mengurangi penyelundupan pajak serta bea masuk dan
meningkatkan jumlah wajib pajak, tetapi juga untuk menurunkan biaya administrasi pemungutan serta memperkecil biaya
bagi wajib pajak. Usaha perbaikan administrasi tersebut meliputi antara lain cara perhitungan dan pemungutan pajak yang
lebih efisien, pendidikan yang lebih intensif, disiplin yang
mantap bagi para petugas pajak, intensifikasi penagihan terhadap tunggakan-tunggakan pajak dan sebagainya.
Untuk meningkatkan keadilan di dalam pembagian beban
pajak serta mengurangi kepincangan di dalam pembagian
penghasilan dan konsumsi, maka akan terus disempurnakan
sifat progresivitas sistem perpajakan kita. Peninjauan kembali
secara terus menerus dari batas pendapatan bebas pajak akan
dilakukan untuk meringankan beban pajak golongan yang
kurang mampu. Demikian pula halnya dengan jenis pajak-pajak
lain. Usaha-usaha akan diarahkan terutama kepada pajak atas
mereka yang berpenghasilan tinggi dan pajak atas konsumsi mewah melalui pajak penjualan dan cukai, penerapan
yang tepat dari pada pajak kekayaan, pajak atas bunga, deviden
dan royalties (PBDR) dan pajak atas jasa-jasa yang terutama
digunakan oleh mereka yang berpenghasilan tinggi. Di samping
itu, untuk mendorong pemerataan penghasilan melalui perluasan
kesempatan kerja maka kebijaksanaan fiskal akan digunakan
pula untuk mendorong penggunaan teknik produksi yang banyak menggunakan tenaga kerja.
Melalui penyesuaian dan penyempurnaan tarif berbagai
macam pajak dan bea masuk, maka kebijaksanaan fiskal juga
digunakan untuk secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta memperbaiki arah penggunaan sumbersumber produksi. Di dalam Repelita II akan disempurnakan
218
kebijaksanaan untuk memberikan insentif fiskal kepada dunia
usaha yang jelas akan menunjang kegiatan pembangunan
ekonomi masyarakat. Dalam hubungan ini perhatian akan
ditujukan pada golongan ekonomi lemah, usaha yang banyak
menyerap tenaga kerja dan yang mendorong pertumbuhan
perekonomian daerah. Selanjutnya akan diusahakan pula untuk
menghilangkan unsur-unsur fiskal yang merupakan penghalang
terhadap pertumbuhan ekonomi dan yang menghambat pertumbuhan golongan produsen kecil.
Kebijaksanaan untuk memberikan insentif fiskal bagi pengusaha-pengusaha nasional dalam rangka PMDN akan dilanjutkan di dalam Repelita II. Dalam hubungan ini kebijaksanaan
tersebut disertai langkah-langkah untuk menjamin bahwa berbagai fasilitas itu jatuh kepada mereka yang sungguh-sungguh
membutuhkannya dan benar-benar meningkatkan kegiatan
ekonomi masyarakat.
Selama Repelita I pelbagai insentif fiskal telah digunakan
untuk menarik pemasukan modal asing untuk menggali sumbersumber alam kita. Meningkatnya harga pelbagai hasil ekspor
kita di luar negeri telah menambah daya tarik sumber-sumber
alam kita dalam bentuk keuntungan yang lebih besar bagi
perusahaan-perusahaan
yang
mengusahakannya.
Seringkali
terjadi bahwa keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan
asing dari insentif fiskal tersebut diambil kembali dalam bentuk
pajak oleh negara asalnya melalui pajak atas penghasilan di
luar negeri. Berhubung dengan itu maka kebijaksanaan pemerintah di dalam Repelita II akan lebih banyak bersifat selektif
di dalam memberikan insentif fiskal kepada perusahaan-perusahaan asing. Insentif tersebut hanya diberikan apabila
benar-benar dibutuhkan bagi perkembangan usaha yang memperoleh prioritas utama, seperti pengolahan pelbagai hasil bumi
dan produksi hasil-hasil industri untuk ekspor, usaha-usaha
yang banyak menyerap tenaga kerja, dan usaha lainnya yang
dapat mendorong pertumbuhan kegiatan pembangunan daerah.
219
Kebijaksanaan anggaran berimbang yang dinamis akan dilanjutkan di dalam Repelita II, tidak saja untuk meningkatkan
kegiatan pembangunan tetapi juga untuk memantapkan kestabilan ekonomi. Di samping itu perluasan dasar pajak-pajak
yang ada, termasuk pajak pendapatan, pajak kekayaan, pajak
penjualan, dan lain-lain, serta pajak atas konsumsi mewah
dan penyempurnaan di dalam administrasi perpajakan, akan
turut memperlancar pemantapan kestabiian ekonomi. Perluasan
dari dasar pajak dapat dilaksanakan melalui peningkatan jumlah wajib pajak serta peningkatan di dalam jumlah dan jenis
penghasilan yang dikenakan pajak.
Dalam rangka mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya
dari penggalian sumber-sumber alam kita maka dalam Repelita
II akan terus disempurnakan dan di tingkatkan peranan
alat-alat perpajakan seperti pajak ekspor, pajak perseroan,
royalties dan IPEDA untuk mendapatkan manfaat tersebut.
Kebijaksanaan ini tidak saja ditujukan untuk meningkatkan
penerimaan negara tetapi juga untuk menjaga kelestarian sumber-sumber alam serta mendorong pengolahan hasil sumber
alam tersebut di dalam negeri sejalan dengan kebijaksanaan
memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan nilai ekspor.
2. Segi pengeluaran
Pengeluaran rutin
Kebijaksanaan pengeluaran rutin dapat mendorong pertumbuhan tabungan pemerintah melalui: pertama, mengurangi
pengeluaran pemerintah yang tergolong prioritas rendah dengan meneliti secara cermat pengeluaran-pengeluaran yang
diusulkan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka penggunaan
sistem DIK (Daftar Isian Kegiatan) akan terus disempurnakan. Kedua, mengadakan penghematan dengan jalan menyempurnakan sistem pengadaan dan pembelian pemerintah. Ketiga,
penggeseran secara berangsur-angsur ke arah sistem pembiayaan sendiri daripada program pensiun pegawai negeri.
220
Sehubungan dengan usaha untuk meningkatkan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat maka langkah-langkah yang
diambil antara lain adalah: (a) perbaikan administrasi dan
penyempurnaan struktur organisasi aparat pemerintah; (b)
meningkatkan mutu pegawai melalui pendidikan dan latihan;
(c) memperbaiki gaji pegawai; dan (d) menindak pegawai
negeri yang melanggar disiplin dan menyalahgunakan jabatan.
Kebijaksanaan pembelian pemerintah yang diarahkan kepada
pembelian barang-barang produksi dalam negeri serta barangbarang yang dihasilkan dengan menggunakan banyak tenaga
kerja akan mendorong kesempatan kerja serta pengembangan
pengusaha nasional.
Di dalam rangka pengamanan kekayaan negara maka terus
diusahakan adanya biaya yang cukup di dalam anggaran belanja barang bagi pemeliharaan dan peningkatan (upgrading).
Pengeluaran pembangunan
Sesuai dengan sasaran dan prioritas yang telah disebutkan di
muka maka pengeluaran pembangunan di dalam Repelita II
terutama diarahkan kepada sektor-sektor pertanian dan pengairan, pembangunan regional dan daerah, perhubungan dan
pariwisata, penyertaan modal pemerintah, pendidikan, kebudayaan nasional dan pembinaan generasi muda, tenaga listrik,
kesehatan, keluarga berencana dan kesejahteraan sosial serta
industri dan pertambangan. Sektor-sektor yang lain mengalami
pula peningkatan di dalam pembiayaannya.
Bantuan pembangunan kepada daerah dalam bentuk pembangunan desa, bantuan pembangunan kabupaten dan bantuan
pembangunan daerah tingkat I akan lebih ditingkatkan dalam
Repelita II. Dengan peningkatan bantuan pembangunan kepada
daerah tersebut diharapkan bahwa usaha ini akan memberikan
perluasan kesempatan kerja bagi masyarakat tani, nelayan,
pekerja-pekerja dalam kerajinan rakyat dan sebagainya. Ini
221
berarti memperluas lapisan masyarakat yang secara produktif
ikut serta dalam kegiatan pembangunan.
Penyediaan dana melalui perbankan serta penyertaan modal
pemerintah dalam berbagai usaha pembangunan ditujukan
agar produksi bahan-bahan dan keperluan rakyat banyak seperti sandang, bahan perumahan dan lain-lain dapat tersedia dengan cukup.
Di samping itu pembiayaan pembangunan untuk sektor
sosial budaya akan lebih ditingkatkan dalam Repelita II. Dalam
rangka pembentukan kepribadian dan kemampuan maka
kegiatan di sektor pendidikan, kebudayaan, dan pembinaan
generasi muda, perlu lebih dikembangkan. Pembangunan
gedung-gedung sekolah dasar akan diperbanyak, demikian pula
penyediaan fasilitas pendidikan lainnya untuk pendidikan
tingkat rendah, menengah maupun tinggi. Pembiayaan pembangunan di bidang kesehatan masyarakat dan keluarga berencana akan terus ditingkatkan pula. Perbaikan pemeliharaan
kesehatan rakyat, seperti peningkatan pengadaan air minum,
hygiene masyarakat, perbaikan nilai gizi makanan, pemberantasan penyakit menular, dan sebagainya akan diperluas
kegiatannya.
Sesuai dengan bertambahnya kemampuan, maka diusahakan
pula peningkatan penyediaan sarana yang diperlukan bagi
pengembangan kehidupan kerohanian. Dalam hal ini akan diusahakan penyelesaian pembangunan mesjid Istiqlal.
V. PERKIRAAN APBN REPELITA II
Selama Repelita II, volume APBN diperkirakan akan me ningkat dari 1.577,3 milyar rupiah dalam tahun pertama,
menjadi 3.313,3 milyar rupiah pada akhir Repelita II. Perkiraan-perkiraan APBN ini, termasuk penerimaan, pengeluaran,
dan tabungan pemerintah, didasarkan kepada asumsi-asumsi
serta perkiraan-perkiraan mengenai perkembangan ekonomi
Indonesia serta ekonomi dunia. Di dalam keadaan perekonomi222
an dunia yang masih diliputi oleh pelbagai krisis dan ketidakpastian maka perkiraan-perkiraan ini perlu senantiasa ditelaah
dan ditinjau kembali setiap tahunnya di dalam penyusunan
RAPBN. Perkiraan untuk tahun 1974/75 adalah sesuai dengan
perkiraan RAPBN 1974/1975. Tidaklah mustahil bahwa penerimaan dan tabungan pemerintah di dalam tahun 1974/75 akan
melebihi jumlah yang diperkirakan untuk tahun tersebut. Adapun perkiraan-perkiraan untuk tahun-tahun selanjutnya telah
disesuaikan dengan perkembangan-perkembangan terakhir
dalam perekonomian dunia yang menyangkut persoalan minyak
bumi. Oleh karena masalah ini banyak mengandung ketidakpastian maka angka-angka perkiraan untuk masing-masing
tahun dalam Repelita II perlu senantiasa ditelaah kembali.
Penerimaan dalam negeri diperkirakan akan mencapai
3.088,7 milyar rupiah pada akhir Repelita II atau suatu laju
pertumbuhan rata-rata sebesar 35,7% setahun dibandingkan
dengan APBN 1973/74. Perkiraan tersebut antara lain didasarkan kepada perkiraan mengenai pertumbuhan pendapatan
nasional, penyempurnaan administrasi perpajakan, peningkatan
elastisitas penerimaan serta berbagai perobahan di dalam
kebijaksanaan perpajakan. Usaha untuk meningkatkan penerimaan negara akan tetap diarahkan agar sejalan dengan
ikhtiar untuk mengembangkan usaha masyarakat dan memperluas kegiatan investasi baru.
Penerimaan yang berasal dari minyak bumi tetap merupakan komponen yang besar sedangkan komponen lainnya
menunjukkan bagian yang semakin meningkat pula. Dalam
tahun pertama Repelita II, penerimaan dari minyak diperkirakan akan melebihi 653,7 milyar rupiah sedangkan pada akhir
Repelita II diperkirakan akan mencapai 1.502,2 milyar rupiah.
Kenaikan ini antara lain disebabkan oleh karena kenaikan produksi serta meningkatnya bagian penerimaan, negara di atas
harga tertentu.
Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah untuk lebih meningkatkan pajak langsung maka selama Repelita II pajak lang223
sung akan merupakan 71,7% sedang pajak tidak langsung
25,7% dari seluruh penerimaan dalam negeri. Selama Repelita I pajak langsung merupakan 46,9% sedang pajak tidak
langsung merupakan 49% dari seluruh penerimaan dalam negeri.
Meningkatnya pajak langsung di luar minyak bumi terutama
diharapkan dari pajak perseroan dan pajak pendapatan oleh
karena penyempurnaan administrasi pemungutan pajak, semakin banyaknya perusahaan yang berdasarkan PMA dan PMDN
yang akan habis masa bebas pajaknya serta usaha-usaha
intensifikasi dan extensifikasi pemungutan pajak pendapatan.
Kenaikan pajak tidak langsung terutama diharapkan dari
pajak penjualan khususnya pajak atas barang mewah dan
kenaikan penerimaan bea masuk. Penerimaan bea masuk diharapkan meningkat oleh karena kenaikan impor serta meningkatnya jumlah impor yang kena bea masuk antara lain oleh
karena habisnya masa bebas pajak.
Dalam tahun 1974/75 pengeluaran rutin diperkirakan akan
mencapai lebih daripada 961,6 milyar rupiah dan pada akhir
Repelita II diperkirakan akan mencapai 1.915,5 milyar rupiah.
Belianja pegawai, belanja barang, dan subsidi daerah otonom
merupakan komponen-kamponen yang terbesar dari seluruh
pengeluaran rutin selama Repelita II. Perkiraan pengeluaran
tersebut didasarkan kepada perkiraan mengenai perkembangan
kegiatan pembangunan, perubahan dalam jenis pengeluaran,
peningkatan pengeluaran untuk pemeliharaan, peningkatan gaji
pegawai negeri dan anggauta ABRI, dan sebagainya.
Peningkatan tabungan pemerintah merupakan pencerminan
dari usaha pemerintah untuk membiayai pengeluaran pembangunan dari sumber-sumber dalam negeri. Hal ini akan dicapai
melalui peningkatan penerimaan dalam negeri yarag lebih cepat
daripada peningkatan dalam pengeluaran rutin. Perkembangan
tabungan pemerintah sejak dijalankannya kebijaksanaan anggaran berimbang nampak sangat menggembirakan. Dalam tahun 1967, penerimaan dalam negeri adalah lebih kecil daripada
224
pengeluaran rutin, dengan demikan tabungan pemerintah adalah negatif. Sebagai akibatnya, maka sebagian daripada pengeluaran pembangunan dalam tahun tersebut telah dibiayai dengan bantuan luar negeri. Dalam tahun 1968, untuk pertama
kalinya seluruh pengeluaran rutin telah dapat dibiayai dengan
penerimaan dalam negeri, akan tetapi tabungan pemerintah belum tercipta, sehingga seluruh pengeluaran pembangunan masih dibiayai dengan bantuan luar negeri. Dalam tahun anggaran
1969/70 atau tahun pertama Repelita I, untuk pertama kalinya
pemerintah dapat menciptakan tabungan pemerintah yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan. Dalam tahun tersebut tabungan pemeri:tah dapat membiayai 23% dari
pengeluaran pembangunan, sedang sisanya dibiayai dengan
bantuan luar negeri. Bagian pengeluaran pembangunan yang
dapat dibayai dengan tabungan pemerintah terus-menerus meningkat sehingga untuk tahun terakhir Repelita I diperkirakan
melebihi 44,4%.
Dalam tahun 1974/75 tabungan pemerintah diperkirakan
akan melebihi 401,8 milyar rupiah. Tabungan pemerintah ini
diperkirakan akan meningkat terus dan diharapkan akan dapat
mencapai 1.183,6 milyar rupiah dalam tahun 1978/79.
Ini berarti bahwa tabungan pemerintah akan sudah dapat
membiayai lebih daripada 65,3% dari seluruh anggaran pembangunan tahun pertama Repelita II dan meningkat menjadi
84,1% pada tahun akhir Repelita II. Dengan meningkatnya
tabungan pemerintah maka dana yang tersedia guna pembiayaan pembangunan yang berasal dari sumber-sumber dalam
negeri makin bertambah besar dan sebaliknya bagian yang
berasal dari bantuan luar negeri semakin menurun. Hal ini
sesuai dengan kebijaksanaan dalam pembiayaan pembangunan
untuk benar-benar mengandalkan sumber-sumber masyarakat
kita sendiri dan memperlakukan sumber-sumber bantuan luar
negeri sebagai pelengkap.
Di dalam tahun pertama Repelita I bantuan luar negeri masih merupakan 77% dari seluruh pembiayaan pembangunan ta225
410475 (15)
hun tersebut. Dalam tahun pertama Repelita II bantuan luar
negeri diperkirakan kurang daripada 34,7% dari seluruh pembiayaan pembangunan dan pada tahun terakhir Repelita II
diperkirakan menurun lagi menjadi 15,9 % dari seluruh anggaran belanja pembangunan.
Perkiraan seluruh jumlah anggaran pembangunan dalam tahun pertama Repelita II melebihi 615,7 milyar rupiah dan pada
tahun terakhir Repelita II akan mencapai 1.408,2 milyar rupiah. Laju pertumbuhan rata-rata dari anggaran belanja pembangunan yang diperkirakan dalam Repelita 11 adalah 32,6%
dibandingkan dengan APBN 1973/74.
____________
226
TABEL 7 - 1 .
PENERIMAAN DALAM NEGERI DALAM REPELITA I
1969/70 - 1973/74
(dalam milyar rupiah)
1969/70
I.
Pajak langsung
1970/71 1971/72
1972/73
1913/74
APBN
REPELITA I
91,5
121,7
181,0
302,2
372,5
1.068,9
(48,3)
(68,8)
(112,5)
(198,9)
(252,4)
(680,9)
II. Pajak tidak
langsung
149,1
209,8
219,5
253,8
285,1
1.117,3
III. Penerimaan
non-tax
3,2
13,1
27,5
34,6
13,4
91,8
243,8
344,6
428,0
590,6
671,0
2.278,0
(minyak)
Jum1ah
227
TABEL 7 - 2.
PENERIMAAN DALAM NEGERI DALAM REPELITA II
1974/75 - 1978/79
(dalam milyar rupiah)
1974/75 *)
I. Pajak langsung
(minyak)
II. Pajak tidak langsung
III. Penerimaan non-tax
Jum1ah
* ) Angka-angka RAPBN 197 4/ 75.
+) Termasuk LNG.
1975/76
1976/77
1977/78
1978/79
REPELITA II
867,4
1.531,6
1.659,9
1.884,7
2.235,3
8.178,9
(653,7)
(1.245,3)
(1.272,0)
(1.353,8)+)
(1.502,2)+)
(6.027,0)+)
466,4
496,2
559,2
649,9
761,4
58,3
73,1
92,0
298,9
2.277,4
2.607,7
3.088,7
11.410,9
29,6
1.363,4
45,9
2.073,7
2.933,1
229
TABEL 7 - 3.
PENERIMAAN DALAM NEGERI, PENGELUARAN RUTIN, DAN
TABUNGAN PEMERINTAH DALAM REPELITA I
1969/70 - 1973/74
(dalam milyar rupiah)
1969/70
1970/71
1971/72
1972/73
1973/74
APBN
REPELITA I
I. Penerimaan Dalam Negeri
243,8
344,6
428,0
590,6
671,0
2.278,0
II. Pengeluaran
Rutin
216,5
288,2
349,0
438,1
518,3
1.810,1
27,3
56,4
79,0
152,5
152,7
467,9
III. Tabungan Pemerintah
230
TABEL 7 - 4.
PENERIMAAN DALAM NEGERI, PENGELUARAN RUTIN DAN
i
TABUNGAN PEMERINTAH DALAM REPELITA II
1974/75 - 1978/79
(dalam milyar rupiah)
1974/75*)
1975/76
1976/77
1977/78
1978/79
REPELITA II
I. Penerimaan Dalam Negeri
1.363,4
2.073,7
2.277,4
2.607,7
3.088,7
11.410,9
II. Pengeluaran Rutin
961,6
1.293,9
1.427,9
1.629,9
1.905,1
7.218,4
III. Tabungan Pemerintah
401,8
779,8
849,5
977,8
1.183.6
4.192,5
*) Angka-angka RAPBN 1974/75.
231
233
TABEL 7 - 5.
SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN ANGGARAN PEMBANGUNAN NEGARA
REPELITA I, 1969/70 - 1973/74
(dalam milyar rupiah)
1971/72 1972/73 1973/74
APBN
REPELITA I
1969/70
1970/71
1. Tabungan Pemerintah
27,2
56,4
78,9
152,5
152,7
467,7
2. Dana Bantuan
Luar Negeri
91,0
120,5
135,5
157,8
191,4
696,2
3. Jumlah Dana
Pembangunan
118,2
176,9
214,4
310,3
344,1
1,163,9
234
234
TABEL 7 - 6.
SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN ANGGARAN PEMBANGUNAN
NEGARA REPELITA II, 1974/75 - 1978/79
(dalam milyar rupiah)
1974/75 *) 1975/76
1976/77 1977/78 1978/79 REPELITA II
1. Tabungan Pemerintah
401,8
779,8
849,5
977,8
1.183,6
4.192,5
2. Dana Bantuan
Luar Negeri
213,9
191,8
208,0
218,4
224,6
1.056,7
3. Jumlah Dana
Pembangunan
615,7
971,6
1.057,5
*) Angka-angka RAPBN 1974/75.
234
1.196,2 1.408,2
5.249,2
236
TABEL 7 - 7
PERKEMBANGAN DANA PEMBANGUNAN,
TABUNGAN PEMERINTAH, DAN DANA BANTUAN LUAR NEGERI
(dalam milyar rupiah)
Mata
Anggaran
Jumlah
Dana Pembangunan
35,5 (100%)
1968
Tabungan
Dana
Pemerintah Bantuan Luar Negeri
-
35,5 (100%)
1969/70
118,2 (100%)
27,2 (23,0%)
91,0 (77,0%)
1973/74
344,1 (100%)
152,7 (44,4%)
191,4 (55,6%)
615,7 (100%)
401,8 (65,3%)
213,9 (34,7% )
1.408,2 (100%)
1.183,6 (84,1%)
224,6 (15,9%)
APBN
1974/75
1978/79
*)
*) Angka-angka RAPBN 1974/75.
236
GRAFIK 7 - 7
PERKEMBANGAN DANA PEMBANGUNAN, TABUNGAN PEMERINTAH, DAN DANA BANTUAN LUAR NEGERI
Download