MODEL PENGERINGAN L EL PENGERINGAN LAPISAN TIPIS

advertisement
MODEL PENGERINGAN LAPISAN TIPIS CENGKEH
(Syzigium aromaticum)
OLEH
ISHAK
G411 09 274
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
1
MODEL PENGERINGAN LAPISAN TIPIS CENGKEH
(Syzigium aromaticum)
OLEH :
ISHAK
G 411 09 274
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Teknologi Pertanian
Pada
Program Studi Keteknikan Pertanian
Jurusan Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
2
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
: Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh
(Syzigium aromaticum)
Nama
: ISHAK
Stambuk
: G 411 09 274
Program Studi
: Keteknikan Pertanian
Jurusan
: Teknologi Pertanian
Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr.Ir. Junaedi Muhidong, M. Sc
NIP. 19600101 198503 1 014
Inge Scorpi Tulliza, STP.M. Si
NIP. 19771105 200501 2 001
Mengetahui
Ketua Jurusan
Teknologi Pertanian
Ketua Panitia
Ujian Sarjana
Prof. Dr. Ir. Mulyati M. Tahir, MS
Dr. Iqbal,STP, M.Si
NIP. 19570923 198312 2 001
NIP. 19781225 200212 1 001
Tanggal Pengesahan: Mei 2013
201
3
ISHAK (G41109274). “Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium
Aromaticum)”. Dibawah Bimbingan Dr. Ir. Junaedi Muhidong, M.Sc
dan Inge Scorpi Tulliza, STP.M.Si
ABSTRAK
Perbedaan pola penurunan kadar air Pada pengeringan lapisan tipis
cengkeh terjadi akibat perbedaan Kecepatan Udara. Penelitian lapisan tipis ini
menggunakan bahan cengkeh Merah dan cengkeh hijau yang diperoleh dari desa
Palangka kabupaten Sinjai Sulawesi selatan. Dengan alat pengering tray dryer,
cengkeh dikeringkan Dengan menggunakan variasi Kecepatan Udara (0.5 m/s, 1.0
m/s, dan 1.5 m/s Untuk pengeringan lapisan tipis). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa semakin tinggi Kecepatan Udara pengeringan, maka semakin cepat laju
pengeringan baik Pada Sampel Merah maupun Sampel hijau. Sampel Dengan
Kecepatan Udara 0.5 m/s membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama
(mencapai sekitar 72 jam) Untuk mencapai kadar air kesetimbangan dibandingkan
Dengan Sampel Dengan Kecepatan Udara 1.0 m/s dan 1.5 m/s. Ada tiga jenis
model pengeringan yang diuji Untuk mendeteksi perilaku MR. Ketiga model yang
dimaksud adalah model Newton, model Henderson dan Pabis, dan model page.
Persamaan model page Untuk tiga level Kecepatan Udara dan dua Sampel yang
berbeda menunjukkan niali R2 yang lebih besar dibandingkan Dengan dua
persamaan model lainnya yaitu model Newton dan model Henderson-Pabis. Hal
ini
menunjukkan
bahwa
model
Page
adalah
model
terbaik
Untuk
merepresentasikan karena memiliki nilai kesesuaian yang besar terhadap
karakteristik pengeringan lapisan tipis cengkeh.
Kata Kunci : Cengkeh, Model Page, Kadar air, Pengeringan Lapisan Tipis
4
RIWAYAT HIDUP
ISHAK lahir di Kabupaten Sinjai Pada tanggal 13
Mei 1991, merupakan anak kedua dari lima bersaUdara,
pasangan bapak Ismain Hasmad Dengan ibu Misyati.
Pendidikan Formal yang pernah dilalui adalah:
1. Menempuh pendidikan dasar SDN No 44 Kab. Sinjai
Pada tahun 1997 sampai tahun 2003.
2. Melanjutkan pendidikan di jenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri
1 Sinjai-Selatan Kab. Sinjai Pada tahun 2003 sampai tahun 2006.
3. Melanjutkan pendidikan di jenjang menengah atas, pendidikan ditempuh di
SMA Negeri 1 Sinjai-Selatan Kab. Sinjai Pada tahun 2006 sampai tahun 2009.
4. Melanjutkan pendidikan di Universitas Hasanuddin, jurusan Teknologi
Pertanian Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin, Makassar Pada tahun 2009 sampai tahun 2013.
Setelah lulus melalui jalur SNMPTN tahun 2009 penulis diterima sebagai
mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian Program Studi Keteknikan Pertanian
Universitas Hasanuddin Makassar. Selama kuliah, penulis aktif di berbagai
organisasi seperti HIMATEPA UH, DPA TP UH, dan HMI Komisariat Pertanian
Unhas, dan juga sebagai asisten Pada laboratorium Instrumentasi Teknik.
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian tugas akhir yang
merupakan syarat Untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat adanya arahan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu patutlah kiranya jika Pada kesempatan ini
penulis menyampaikann terima kasih kePada:
1. Orang
tuaku,
Ayahanda
Ismain
Hasmad
dan
Ibunda
Misyati
saUdara-saudariku serta seluruh keluarga atas segala dukungan yang tiada
bosan-bosannya tertuju kePada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi Dengan baik.
2. Dr.Ir. Junaedi Muhidong, M,Sc dan Inge Scorpi Tuliza, STP, M.Si selaku
dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan arahan selama
penyusunan laporan akhir ini.
3. Rekan-rekan mahasiswa khususnya angkatan 2009 dan teman-teman yang telah
memberi semangat dan dukungan dalam penyusunan laporan akhir ini.
Akhirnya atas segala bantuan dan dorongan dari semua pihak tersebut
diatas penulis memohon semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan
rahmat-Nya kePada mereka, Amin
Makassar, Mei 2013
Penulis
6
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..........................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................
ii
RIWAYAT HIDUP............................................................................
iii
ABSTRAK.............................................................................................
iv
KATA PENGANTAR........................................................................
v
DAFTAR ISI ......................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..............................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR..........................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
xi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................
1
1.2 Tujuan dan Kegunaan ...........................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman cengkeh ..................................................................
3
2.2 Konsep dasar pengeringan……..……… ...............................
10
2.3 Kadar Air………………………………………………………..
15
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat……………………………………………..
17
3.2 Alat dan Bahan …………………………………………………
17
3.3 Parameter perlakuan…………………………………………….
17
3.4 Prosedur Penelitian………………………………………………
19
7
a. Persiapan Bahan……………………………………………...
19
b. Proses Pengeringan...........................................................
19
c. Pengolahan data ................................................................
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pola Penurunan Kadar Air .............................................
23
4.2 Pola Penurunan Moisture Ratio......................................
25
4.3 Model Pengeringan..........................................................
26
4.4 Hubungan Antara Model Page Dengan Data Penelitian
..........................................................................................
26
V. KESIMPULAN...........................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................
31
LAMPIRAN .......................................................................................
34
8
DAFTAR TABEL
No
Judul
Halaman
1.
Model Matematis yang digunakan dalam Pengeringan .............
15
2.
Daftar Model Pengeringan Lapisan Tipis Yang Diuji ...............
26
3.
Hasil Analisa Model Persamaan Sampel Merah........................
27
4.
Hasil Analisa Model Persamaan Sampel Hijau .........................
27
5.
Konstanta Pengeringan Sampel Merah dan Sampel Hijau Model
Page .........................................................................................
28
9
DAFTAR GAMBAR
No
Judul
Halaman
1.
Tanaman Cengkeh (Syzygium Aromaticum) ..........................
3
2.
Pola Penurunan KA-bk Selama Pengeringan ..........................
23
3.
Pola Penurunan KA-bk Selama Pengeringan ..........................
24
4.
Pola MR Selama Proses Pengeringan .....................................
25
5.
Hubungan Model Page Dengan Data Pengamatan Untuk
Sampel Merah Pada Kecepatan Udara 0.5 m/s.......................
30
Hubungan Model Page Dengan Data Pengamatan Untuk
Sampel Hijau Pada Kecepatan Udara 0.5 m/s ........................
30
Hubungan Model Page Dengan Data Pengamatan Untuk
Sampel Merah Pada Kecepatan Udara 1.0 m/s.......................
31
Hubungan Model Page Dengan Data Pengamatan Untuk
Sampel Hijau Pada Kecepatan Udara 1.0 m/s ........................
31
Hubungan Model Page Dengan Data Pengamatan Untuk
Sampel Merah Pada Kecepatan Udara 1.5 m/s.......................
32
Hubungan Model Page Dengan Data Pengamatan Untuk
Sampel Hijau Pada Kecepatan Udara 1.5 m/s ........................
32
6.
7.
8.
9.
10.
10
DAFTAR LAMPIRAN
No
1.
Judul
Halaman
Hasil Pengukuran Perubahan Berat Sampel Pada Cengkeh
Merah dan Cengkeh Hijau Pada Kecepepatan Udara 0.5 m/s….
35
Hasil Pengukuran Perubahan Berat Sampel Pada Cengkeh
Merah dan Cengkeh Hijau Pada Kecepepatan Udara 1.0 m/s… .
36
Hasil Pengukuran Perubahan Berat Sampel Pada Cengkeh
Merah dan Cengkeh Hijau Pada Kecepepatan Udara 1.5 m/s .....
38
Nilai Kadar Air Basis Basis Basah (KABB), Kadar Air
Basis Kering (KABK), Moisture Ratio (MR) untuk Sampel
Cengkeh Merah dan Cengkeh Hijau Pada Kecepepatan
Udara 0.5 m/s ..........................................................................
39
Nilai Kadar Air Basis Basis Basah (KABB), Kadar Air
Basis Kering (KABK), Moisture Ratio (MR) untuk Sampel
Cengkeh Merah dan Cengkeh Hijau Pada Kecepepatan
Udara 1.0 m/s ...........................................................................
41
Nilai Kadar Air Basis Basis Basah (KABB), Kadar Air
Basis Kering (KABK), Moisture Ratio (MR) untuk Sampel
Cengkeh Merah dan Cengkeh Hijau Pada Kecepepatan
Udara 1.5 m/s ...........................................................................
42
7.
Hasil Analisa Solver .................................................................
43
8.
Foto Kegiatan Selama Penelitian ...............................................
65
2.
3.
4.
5.
6.
11
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Tanaman
cengkeh
(syzigium
aromaticum)
perkebunan/industri berupa pohon dengan family
merupakan
tanaman
Myrtaceae. Tanaman
cengkeh berasal dari Indonesia, ada beberapa pendapat yang menyatakan
bahwa pohon cengkeh berasal dari Maluku utara, kepulauan Maluku,
Philipina atau Irian. Di daerah kepulauan Maluku ditemukan tanaman
cengkeh tertua di dunia dan daerah ini merupakan satu-satunya produsen
cengkeh di dunia.
Cengkeh merupakan salah satu komoditas perkebunan yang bersifat
musiman yang mempunyai peranan penting dalam bidang pangan maupun
non pangan. Produksi cengkeh sebagian besar digunakan pada industri
rokok kretek, disamping sebagai bahan obat, kosmetik dan parfum. Oleh
karena itu untuk mempertahankan mutu cengkeh tersebut dilakukan usaha
pengeringan supaya tahan lama untuk disimpan dan memberikan nilai
tambah. Pengeringan efek rumah kaca merupakan pilihan alternatif karena
lebih
murah,
mudah
mengoperasikannya,
ramah
lingkungan
dan
pembuatannya mudah.
Di Indonesia, cengkeh merupakan salah satu produk perkebunan yang
menjadi unggulan. Hal ini cukup beralasan karena Indonesia cukup banyak
memproduksi cengkeh selain harga cengkeh yang memang cukup tinggi.
Namun dengan kondisi iklim di Indonesia yang sering terjadi mendung dan
hujan terlebih ketika musim hujan tiba, maka pengeringan cengkeh akan
sangat terganggu.
12
Penanganan pasca panen cengkeh ditingkat petani dilakukan secara
tradisional,
Perontokan
bunga
memerlukan waktu yang lama.
dilakukan
dengan
tangan
sehingga
Untuk itu pengeringan harus segera
dilakukan setelah pemanenan karena keterlambatan pengeringan dapat
berakibat buruk terhadap mutunya. Dengan kondisi tersebut maka perlu
dilakukan penelitian untuk mendapatkan sebuah model pengeringan yang
mampu mempresentase perilaku cengkeh selama pengeringan.
1.2
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui model pengeringan
yang sesuai dengan karakteristik cengkeh.
Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan
referensi dasar pengeringan cengkeh.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Cengkeh
Cengkeh (Syzygium
Syzygium aromaticum,
aromaticum syn. Eugenia aromaticum
aromaticum), dalam
bahasa Inggris disebut cloves,, adalah tangkai bunga kering beraroma dari suku
Myrtaceae.. Cengkeh adalah tanaman asli Indonesia, banyak digunakan
sebagai bumbu masakan pedas di negara
negara-negara
negara Eropa, dan sebagai bahan
utama rokok kretek khas Indonesia. Cengkeh juga digunakan sebagai bahan
dupa di Tiongkok dan Jepang.
Jepa
Minyak cengkeh digunakan diaromaterapi
aromaterapi dan
juga mengobati sakit gigi. Cengkeh ditanam terutama
terutama di Indonesia (Kepulauan
Banda) dan Madagaskar, juga tumbuh subur di Zanzibar, India, Sri Lanka
(Anonima, 2013).
Gambar 1. Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum, syn. Eugenia
aromaticum)
14
Pohon cengkeh merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh dengan
tinggi mencapai 10-20 m, mempunyai daun berbentuk lonjong yang berbunga
pada pucuk-pucuknya. Tangkai buah pada awalnya berwarna hijau,
dan berwarna merah jika sudah mekar. Cengkeh akan dipanen jika sudah
mencapai panjang 1,5-2 cm. Tumbuhan ini adalah flora identitas provinsi
Maluku Utara, pohonnya dapat tumbuh tinggi mencapai 20-30 m dan dapat
berumur lebih dari 100 tahun. Tajuk tanaman cengkeh umumnya berbentuk
kerucut, piramid atau piramid ganda, dengan batang utama menjulang keatas.
Cabang-cabangnya amat banyak dan rapat, pertumbuhannya agak mendatar
dengan ukuran relatif kecil jika dibandingkan batang utama. Daunnya kaku
berwarna hijau atau hijau kemerahan dan berbentuk elips dengan kedua ujung
runcing. Daun-daun ini biasa keluar setiap periode dalam satu periode ujung
ranting akan mengeluarkan satu set daun yang terdiri dari dua daun yang
terletak
saling
membentuk
berhadapan
suatu
ranting
tajuk
yang
daun
secara
indah
keseluruhan
(Soenardi,
akan
1981).
Standar mutu cengkeh yang umum berlaku di Indonesia adalah :
(Anonima, 2013)

Ukuran : Sama rata

Warna : Coklat kehitaman

Bau : Tidak apek

Bahan asing maksimum : 0,5-1,0%

Gagang maksimum : 1,0-5,0%

Cengkeh rusak maksimum : 0 %

Kadar air maksimum : 14,0%
15
Tanaman cengkeh mulai berbunga pada umur 4.5 sampai 8 tahun
tergantung dari jenis dan lingkungannya. Bunga ini merupakan bunga tunggal,
berukuran kecil panjang 1-2 cm dan tersusun dalam satu tandan yang keluar
dari ujung-ujung ranting, setiap tandan terdiri dari 2-3 cabang. Bakal bunga
biasanya keluar setelah pasangan daun kelima dari satu set daun termuda telah
dewasa atau mencapai ukuran normal fase ini disebut fase mepet tua, bakal
bunga ini kadang-kadang keluar setelah daun pertama, kedua, atau ketiga tidak
lagi membentuk bakal daun, tetapi langsung membentuk bakal bunga fase ini
disebut fase mepet muda, bakal bunga ini bisa dibedakan dari bakal daun yaitu
bakal bunga berwarna hijau, berujung tumpul, dan ruas dibawahnya sedikit
membengkak sedangkan bakal daun berwarna merah dan berujung lancip
(Agus, 2004).
Bakal bunga keluar pada musim hujan (Oktober-Desember) bila bakal
bunga mulai keluar dan kekurangan sinar matahari mendung terus menerus
atau terjadi penurunan suhu malam sampai di bawah 17 °C, maka bakal bunga
akan berubah menjadi bakal daun sehingga ranting tersebut gagal
menghasilkan bunga. Hal semacam ini bisa terjadi pada saat bakal bunga
mulai berbentuk cabang. Apabila lingkungannya baik bakal bunga akan
berkembang membentuk cabang-cabangnya dalam waktu 1-2 bulan, bila
cabang-cabang telah terbentuk dari ujung cabang terakhir akan keluar kuncupkuncup bunga yang disebut ukuran kecil, fase ini disebut dengan sebutan mata
yuyu, selanjutnya dalam waktu 5-6 bulan setelah itu (April-Juli), bunga telah
matang dan siap untuk dipetik (Soenardi, 1981).
16
Bunga cengkeh yang tidak dipetik pada saat matang dalam waktu
beberapa hari akan mekar biasanya pada pagi atau sore hari beberapa saat
sebelum atau setelah mekar bunga akan segera mengadakan penyerbukan
sendiri
atau
silang
melalui
bantuan
angin
atau
serangga
(Danarti dan Najiyati, 1991).
2.1.1 Tipe-tipe Cengkeh
Di Indonesia banyak sekali ditemukan tipe-tipe cengkeh yang satu sama
lain sulit sekali dibedakan, misalnya tipe ambon, raja, sakit, indari, dokiri, afo
dan tauro. Perkawinan antara berbagai tipe ini membentuk tipe-tipe baru
sehingga tipe-tipe cengkeh di Indonesia sangat sulit digolongkan. Cengkeh di
Indonesia dapat digolongkan menjadi 4 yaitu: si putih, sikotak, Zanzibar dan
ambon. Dengan pertimbangan bahwa tipe sikotak mirip dengan Zanzibar dan
siputih mirip dengan tipe ambon, maka pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Industri saat ini hanya memusatkan perhatian pada tipe Zanzibar
dan tipe ambon, sifat masing-masing tipe cengkeh itu adalah sebagai berikut:
Cengkeh si putih
Daun cengkeh si putih berwarna hijau muda (kekuningan) dengan helaian
daun relatif lebih besar. Cabang-cabang utama yang pertama mati sehingga
percabangan seolah baru dimulai pada ketinggian 1.5 -2 m dari permukaan
tanah, cabang dan daun jarang sehingga kelihatan kurang rindang mahkota
berbentuk bulat dan agak bulat, relatif lebih besar dari sikotak dengan jumlah
pertandan kurang dari 15 kuntum (Soenardi, 1981) .
17
Bila bunganya masak tetap berwarna hijau muda atau putih dan tidak
berubah menjadi kemerahan, tangkai bunganya relatif panjang, mulai
berproduksi pada umur 6.5 sampai 8.5 tahun, produksi dan kualitas bunganya
rendah (Soenardi, 1981) .
Cengkeh si kotak
Daun cengkeh si kotak mulanya berwarna hijau muda kekuningan
kemudian berubah menjadi hijau tua dengan permukaan atas licin dan
mengkilap, helaian daunnya agak langsing dengan ujung agak membulat,
cabang utama yang pertama hidup, sehingga percabangan kelihatan rendah
sampai permukaan tanah. Ruas daun dan cabang rapat merimbun, mahkota
bunga berbentuk piramid atau silindris, bunganya relatif kecil dibanding
dengan si putih bertangkai panjang antara 20-50 kuntum pertandan, mulai
berbunga pada umur 6.5 sampai 8.5 tahun bunganya berwarna hijau ketika
masih muda dan menjadi kuning saat matang dengan pangkal berwarna
merah, adaptasi dan produksinya lebih baik dari pada si putih tetapi lebih
rendah dari zanzibar dengan kualitas sedang (Danarti dan Najiyati, 1991).
Cengkeh tipe Zanzibar
Tipe ini merupakan tipe cengkeh terbaik sangat dianjurkan karena adanya
adaptasi yang luas, produksi tinggi dan berkualitas baik, daun mulanya
berwarna merah muda kemudian berubah menjadi hijau tua mengkilap pada
permukaan atas dan hijau pucat memudar pada permukaan bawah, pangkal
tangkai daun berwarna merah bentuk daunnya agak langsing dengan bagian
terlebar tepat di tengah, ruas daun dan percabangan sangat rapat merimbun,
cabang utama yang pertama hidup sehingga percabangannya rapat dengan
18
permukaan tanah dengan sudut-sudut cabang lancip (kurang dari 45 °C)
sehingga mahkotanya berbentuk kerucut, tipe ini mulai berbunga pada umur
4.5 sampai 6.5 tahun sejak disemaikan, bunganya agak langsing bertangkai
pendek ketika muda berwarna hijau dan menjadi kemerahan setelah matang
petik percabangan bunganya banyak dengan jumlah bunga bisa lebih dari 50
kuntum pertandannya (Soenardi, 1981).
Cengkeh tipe Ambon
Tipe cengkeh ini tidak dianjurkan untuk ditanam karena produksi dan
daya adaptasinya rendah kualitas hasil yang kurang baik, daun yang muda
berwarna ros muda atau hijau muda (lebih muda dari Zanzibar), daun yang
tua permukaan atasnya berwarna hijau tua dan kasar sedang permukaan
bawah berwarna hijau keabu-abuan, daunnya agak lebar kira-kira 2/3 kali
panjangnya, cabang dan daunnya jarang sehingga tampak kurang rimbun,
mahkotanya agak bulat atau bulat bagian atas agak tumpul sedang bagian
bawah agak meruncing, cabang-cabang utamanya mati sehingga seolah
percabangannya mulai dari ketinggian 1.5 sampai 2 m tipe ini mulai berbunga
pada umur 6.5 sampai 8.5 tahun sejak di semai bunganya agak gemuk dan
bertangkai panjang berwarna hijau saat muda dan kuning saat matang petik,
percabangan bunganya sedikit dengan jumlah bunga kurang dari 15 kuntum
pertandan (Agus, 2004).
2.1.2 Pengeringan Bunga Cengkeh
Bunga cengkeh yang telah dirontokkan atau di petik dari tangkainya
kemudian dikeringkan, pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran
langsung dibawah sinar matahari atau dengan alat pengeringan buatan. Bunga
19
cengkeh yang akan dijemur dihamparkan pada alas tikar, anyaman bambu
atau plastik, apabila bunga cengkeh yang akan dijemur jumlahnya banyak
maka sebaiknya penjemuran dilakukan dilantai semen yang diatasnya diberi
alas plastik, dengan cara penjemuran seperti ini maka bila hujan turun plastik
tersebut dapat langsung di gulung dan bunga cengkeh ditutupi dengan plastik
lainnya, selama proses pengeringan bunga cengkeh di bolak balik agar
keringnya merata proses pengeringan dianggap selesai bila warna bunga telah
berubah menjadi coklat kemerahan, mengkilat, mudah di patahkan dengan
jari tangan dan kadar air telah mencapai kira-kira 12%, lamanya waktu
penjemuran
dibawah
sinar
matahari
berlangsung
selama
4-6
hari
(Soenardi, 1981).
Pengeringan bunga cengkeh dapat dilakukan juga dengan menggunakan
alat pengering tipe bak (batch dryer), bunga cengkeh diletakkan di atas bak
yang terbuat dari logam yang berlubang udara panas kemudian di alirkan ke
bawah bak dengan bantuan kipas, sumber panas diperoleh dengan cara
membakar sekam padi, arang atau menggunakan minyak tanah, dengan
menggunakan alat buatan ini dibutuhkan waktu pengeringan 2-3 hari
(Agus, 2004).
Bunga cengkeh mengandung minyak atsiri, fixed oil (lemak), resin,
tannin, protein, sellulosa, pentosan dan mineral, karbohidrat terdapat dalam
jumlahnya bervariasi tergantung dari banyak faktor diantaranya jenis
tanaman, tempat tumbuh dan cara pengolahan (Purseglove et al., 1981).
20
Metode dalam penyimpanan cengkeh yaitu metode penyimpanan kering,
disimpan dalam gudang dengan memperhatikan syarat penyimpanan.
Penyimpanan kering ini dimaksudkan agar kadar air pada cengkeh tetap stabil
antara 12-14% sehingga mikroorganisme sulit berkembang biak dan rusaknya
cengkeh akibat kadar air rendah dapat dihindari. Penyimpanan cengkeh dapat
dilakukan dengan cara dimasukkan kedalam karung goni kecil berkapasitas
30-40 kg atau karung besar berkapasitas 50-60 kg kemudian dijahit zig-zag.
Cengkeh yang akan diekspor dibungkus dengan karung rangkap. Sementara
untuk penyimpanan dan yang akan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri
penyimpanan menggunakan karung goni tunggal. Cengkeh yang mempunyai
mutu yang baik apabila disimpan lebih dari enam bulan dan beratnya tidak
menyusut. Tetapi jika terlalu lama menyimpan juga dapat menyebabkan
berkurangnya aroma cengkeh (anonimb, 2013).
2.2 Konsep dasar pengeringan
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan,
yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang
dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering
yang biasanya berupa panas (Taib et al., 1988).
Hall (1957) menyatakan proses pengeringan adalah proses pengambilan
atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat
laju kerusakan biji-bijian akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan
diolah. Parameter-parameter yang mempengaruhi waktu pengeringan adalah
suhu, kelembaban udara, laju aliran udara, kadar air awal dan kadar air bahan
kering.
21
Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara
karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang
dikeringkan.
Dalam hal ini kandungan uap air udara lebih sedikit atau dengan kata lain
udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah, sehingga terjadi penguapan
(Taib et al., 1988).
Kemampuan udara membawa uap air bertambah besar jika perbedaan
antara kelembaban nisbi udara pengering dengan udara sekitar bahan semakin
besar. Salah satu faktor yang mempercepat proses pengeringan adalah
kecepatan angin atau udara yang mengalir. Bila udara tidak mengalir maka
kandungan uap air disekitar bahan yang dikeringkan makin jenuh sehingga
pengeringan makin lambat (Taib et al., 1988).
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas
dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat
memnyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan
yang
dikeringkan
dapat
mempunyai
waktu
simpan
yang
lama
(Taib et al., 1988).
Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengering makin cepat pula
proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering makin
besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa
cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan
aliran udara pengering makin tinggi maka makin cepat pula massa uap air
yang dipindahkan dari bahan ke atmosfir (Taib et al., 1988).
22
2.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengeringan
Kecepatan pengeringan maksimum dipengaruhi oleh percepatan
pindah panas dan pindah massa selama proses pengeringan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pindah panas dan massa
tersebut adalah sebagai berikut (Estiasih, 2009) :
1.
Luas permukaan
Pada pengeringan umumnya, bahan pangan yang akan dikeringkan
mengalami pengecilan ukuran, baik dengan cara diiris, dipotong, atau
digiling. Proses pengecilan ukuran akan mempercepat proses
pengeringan. Hal ini disebabkan pengecilan ukuran akan memperluas
permukaan bahan, air lebih mudah berdifusi, dan menyebabkan
penurunan jarak yang harus ditempuh oleh panas.
2.
Suhu
Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan
pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin
cepat pula penguapan air dari bahan pangan. Apabila udara
merupakan medium pemanas, maka faktor kecapatan pergerakan
udara harus diperhatikan. Pada proses pengeringan, air dikeluarkan
dari bahan pangan dapat berupa uap air. Uap air tersebut harus segera
dikeluarkan dari atmosfer di sekitar bahan pangan yang dikeringkan.
Jika tidak segera keluar, udara di sekitar bahan pangan akan menjadi
jenuh oleh uap air sehingga memperlambat penguapan air dari bahan
pangan yang memperlambat proses pengeringan.
23
Semakin tinggi suhu udara, semakin banyak uap air yang dapat
ditampung oleh udara tersebut sebelum terjadi kejenuhan. Faktor lain
yang mempengaruhi kecepatan pengeringan adalah volume udara.
3.
Kecepatan pergerakan udara
Semakin cepat pergerakan atau sirkulasi udara maka proses
pengeringan akan semakin cepat. Prinsip ini menyebabkan beberapa
proses pengeringan menggunakaan sirkulasi udara atau udara yang
bergerak seperti pengering kabinet, dan tunnel dryer.
4.
Kelembaban udara
Semakin kering udara (kelembaban semakin rendah) maka kecepatan
pengeringan semakin tinggi. Kelembaban udara akan menentukan
kadar air akhir bahan pangan setelah dikeringkan. Proses penyerapan
akan terhenti sampai kesetimbangan kelembaban nisbi bahan pangan
tercapai.
5.
Tekanan atmosfer
Pengeringan pada kondisi vakum menyebabkan pengeringan lebih
cepat atau suhu yang digunakan untuk suhu pengeringan dapat lebih
rendah. Suhu rendah dan kecepatan pengeringan yang tinggi
diperlukan untuk mengeringkan bahan pangan.
6.
Penguapan air
Penguapan atau evaporasi merupakan penghilangan air dari bahan
pangan yang dikeringkan sampai diperoleh produk kering yang stabil.
Penguapan
yang
terjadi
selama
proses
pengeringan
tidak
menghilangkan semua air yang terdapat dalam bahan pangan.
24
7.
Lama pengeringan
Pengeringan dengan suhu tinggi dalam waktu yang pendek dapat lebih
menekan kerusakan bahan pangan dibandingkan waktu pengeringan
yang lebih lama dan suhu lebih pendek.
2.2.1 Pengeringan lapisan tipis
Henderson dan Perry (1976) menyatakan bahwa pengeringan lapisan
tipis adalah pengeringan dimana semua bahan yang terdapat dalam lapisan
menerima secara langsung aliran udara dengan suhu dan kelembaban relatif
yang konstan, dimana kadar air dan suhu bahan seragam. Pengeringan
cengkeh menggunakan metode lapisan tipis karena semua permukaan
bahan menerima langsung panas yang berasal dari udara pengering.
Secara umum pengeringan lapisan tipis mempunyai laju pengeringan
yang konstan dan laju pengeringan menurun. Dalam pengembangan model
pengeringan, maka periode laju pengeringan menurun yang mendapat
perhatian yang lebih besar daripada periode laju pengeringan yang konstan.
Model pengeringan yang telah dikembangkan baik secara teoritis, semi
teoritis maupun empiris pada dasarnya bertitik tolak dari anggapan bahwa
lapisan tipis tersebut sebagai satu kesatuan tidak sebagai individu biji
dimana air merambat keluar secara fluktuasi mengikuti bentuk bahan
tertentu (Thahir, 1986).
25
Beberapa model teoritis yang sering digunakan dalam pengeringan
lapisan tipis hasil-hasil pertanian, antara lain:
Tabel
1.
Model
Matematis
yang
digunakan
dalam
Pengeringan
(Meisami, 2010)
NO Nama Model
Model Matematika
1
Newton
MR= exp(-kt)
2
Page
MR= exp(-ktn)
3
Modified page
MR= exp[-(kt)n]
4
Hederson and Pabis
MR= a exp(-kt)
5
Logarithmic
MR= a exp(-kt) + c
6
Two term
MR= a exp(-kot) + b exp(-k1t)
7
Two term exponential
MR= a exp(-kt) = (i – a) exp (kbt)
8
Wang and Singh
MR= Mo+ at + bt2
9
Approximation of diffusion
MR= aexp (-kt)+(i – a) exp (-kbt)
10
Verma et al.
MR= a exp (-kt) + (i – a) exp (-gt)
12
Modified Hederson and
MR= aexp(-kt) b exp + c exp (-ht)
Pabis
13
Hii et al.
MR= a exp (-ktn) + c exp (-gtn)
14
Midilli et al.
MR= a exp (-ktn) + bt
Keterangan:
t
= Interval Waktu Pengeringan
a, k, n, c, b, g, h = Konstanta
2.3 Kadar Air
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan
tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot
basah (wet basis) (Taib et al., 1988).
26
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah kadar
air.
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan untuk
menghambat perkembangan organisme pembusuk. Kadar air suatu bahan
berpengaruh terhadap banyaknya air yang diuapkan dan lamanya proses
pengeringan (Taib et al., 1988).
Struktur bahan secara umum dapat didasarkan pada kadar air yang
biasanya ditunjukkan dalam persentase kadar air basis basah atau basis kering.
Kadar air basis basah (Mwb) banyak digunakan dalam penentuan harga pasar
sedangkan kadar air basis kering (Mdb) digunakan dalam bidang teknik.
Persamaan
dalam
penentuan
kadar
air
adalah
sebagai
berikut
:
(Brooker et al., 1974)
Mdb=
.................................................................................... (1)
Keterangan : Mdb = kadar air basis kering (%)
Wt = berat total (gram)
Wd = berat padatan (gram)
Mwb=
.................................................................................. (2)
Keterangan : Mwb = kadar air basis basah (%)
Wt = berat total (gram)
Wd = berat padatan (gram)
Teknologi pengawetan bahan pangan pada dasarnya adalah berada dalam
dua
alternatif
yaitu
yang
pertama
menghambat
enzim-enzim
dan
aktivitas/pertumbuhan mikroba dengan menurunkan suhunya hingga dibawah
0
o
C
dan
yang
kedua
adalah
menurunkan
kandungan
air
27
bahan
pangan
sehingga
kurang/tidak
memberi
kesempatan
untuk
tumbuh /hidupnya mikroba dengan pengeringan/penguapan kandungan air
yang ada di dalam maupun di permukaan bahan pangan, hingga mencapai
kondisi tertentu (Suharto, 1991).
Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu
bahan adalah dengan menggunakan metode “Penetapan air dengan metode
oven“, yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk
makanan, kecuali produk tersebut mengandung komponen-komponen yang
mudah menguap atau jika produk tersebut mengalami dekomposisi pada
pemanasan 100
o
C – 102
o
C sampai diperoleh berat yang tetap
(Apriyantono, 1989).
Berdasarkan kadar air (bobot basah dan bobot kering) dan bahan basah
maupun bahan setelah dikeringkan, dapat ditentukan rasio pengeringan
(drying ratio) dari bahan yang dikeringkan tersebut. Besarnya “drying ratio“
dapat dihitung sebagai bobot bahan sebelum pengeringan per bobot bahan
sebelum pengeringan per bobot bahan setelah pengeringan. Dapat dihitung
dengan rumus: Drying ratio = bobot bahan sebelum pengeringan / bobot
bahan setelah pengeringan (Winarno, 1984).
28
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2012,
bertempat di Laboratorium Prosessing Program Studi Keteknikan Pertanian,
Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengering tray
dryer model EH-TD-300 Eunha Fluid Science, desikator, timbangan digital
(ketelitian 0.1 g), kertas label, plastik kedap udara, kulkas, kawat kasa, oven
dan anemometer.
Bahan yang digunakan cengkeh merah dan cengkeh hijau yang diperoleh
dari desa Palangka, kecamatan Sinjai-Selatan, Kabupaten Sinjai, dan air
mineral.
3.3 Parameter Observasi
a. Kadar Air meliputi kadar air basis basah (Kabb, %) dan kadar air basis
kering
(Kabk, %). Kadar air ditentukan dengan menghitung berat bahan
dan berat air yang menguap selama pengeringan.
b. Laju Pengeringan (g H2O/g padatan/menit). Laju pengeringan ditentukan
dengan nilai kadar air basis kering (Kabk, %) terhadap waktu (t, menit).
c. Rasio Kelembaban atau Moisture Ratio (MR). Moisture ratio (MR)
ditentukan dengan menghitung nilai kadar air awal bahan, kadar air pada
saat t (waktu) dan kadar air saat berat bahan konstan.
29
d. Model Pengeringan Lapisan Tipis meliputi Model Newton (MRNewton),
Model Henderson dan Pabis (MRHenderson
and Pabis),
dan Model Page
(MRPage).
3.3 Prosedur penelitian
a. Persiapan bahan
Persiapan bahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan sampel cengkeh yang baru dipanen.
2. Sampel dibagi menjadi dua bagian, satu bagian untuk sampel berwarna
merah, serta satu bagian yang lain untuk sampel berwarna hijau.
3. Menimbang wadah terlebih dahulu sebelum diisi dengan cengkeh.
Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital
(ketelitian 0.01 g).
4. Menghamparkan bahan ke dalam kawat kasa sebagai wadah dengan
teratur. Wadah I diisi dengan sampel cengkeh berwarna merah dan
wadah II diisi dengan sampel cengkeh berwarna hijau.
5. Menimbang kembali masing-masing wadah yang kini telah terisi
sampel cengkeh. Penimbangan ini dimaksudkan untuk mengetahui
berat total sehingga berat biji dapat lebih mudah dihitung dengan cara
berat total dikurang dengan berat wadah.
b. Proses pengeringan
Penelitian ini menggunakan satu level suhu dan tiga level kecepatan
udara. Suhu pengeringan ditetapkan sekitar 45 °C dan kecepatan udara
masing-masing 0.5 m/s, 1.0 m/s, dan 1.5 m/s. Proses pengeringannya
dilakukan seperti berikut ini:
30
1.
Menyiapkan sampel (sampel merah dan sampel hijau)
2.
Menyiapkan alat pengering dan mengatur suhu pengeringan sehingga
stabil pada suhu sekitar 45 °C
3.
Mengatur kecepatan udara pengeringan pada level kecepatan udara
yaitu 0.5 m/s, dengan menggunakan anemometer untuk memastikan
ketepatan pengaturan kecepatan udara dari alat pengering.
4.
Kawat kasa yang berisi sampel cengkeh merah dan hijau dimasukkan
keruang pengeringan alat pengering
5.
Sampel dikeluarkan dari alat pengering dan ditimbang setiap selang
waktu 30 menit. Pengeringan dihentikan pada saat berat sampel
konstan selama 5 (lima) selang waktu pengeringan berturut-turut.
Untuk menghindarkan beban yang berlebihan pada alat, pengeringan
dihentikan pada setiap interval pengeringan 8 (delapan) jam. Selama
penghentian pengeringan, sampel dimasukkan kedalam plastik kedap
udara kemudian disimpan ke dalam desikator agar tidak terjadi
pertukaran udara antara sampel dan lingkungan.
6.
Setelah berat bahan konstan kemudian pengeringan dihentikan. Bahan
tersebut dimasukkan ke dalam oven selama 72 jam pada suhu 105 oC
untuk mendapatkan berat kering bahan.
7.
Perlakuan ini diulangi kembali untuk variasi kecepatan udara 1.0 m/s
dan 1.5 m/s.
31
c. Pengolahan data
Selama proses pengeringan berlangsung, data pengeringan yang
menjadi acuan dalam pengolahan data meliputi data pengukuran selama
proses pengeringan setiap interval waktu 30 menit, selanjutnya dilakukan
pengolahan data sebagai berikut:
1. Kadar Air
Setelah berat kering bahan diperoleh (yaitu berat bahan setelah
dimasukkan ke dalam oven diukur), selanjutnya dilakukan perhitungan
persentasi kadar air basis basah dan kadar air basis kering (Kabb dan
Kabk). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan Persamaan 1 untuk
Kabb dan Persamaan 2 untuk Kabk selanjutnya hasil perhitungan tersebut
disajikan dalam bentuk table
2. Laju Pengeringan
Nilai persentasi kadar air basis kering yang telah dihitung
kemudian digunakan untuk menghitung laju pengeringan bahan selama
proses pengeringan.
3. Moisture Ratio (MR)
Setelah sebelumnya dilakukan perhitungan untuk menghitung
kadar air bahan, selanjutnya dilakukan perhitungan moisture ratio (MR)
bahan. Selanjutnya hasil perhitungan tersebut disajikan dalam bentuk
tabel.
4. Model Pengeringan Lapisan Tipis
Model pengeringan lapisan tipis diperoleh dengan mencari nilai
konstanta k, a, dan n dari setiap bentuk eksponensial model pengeringan
32
lapisan tipis yang diuji. Konstanta tersebut ditentukan dengan
menggunakan MS Excel Solver. Solver akan secara otomatis mencari
nilai konstanta yang ada pada model pengeringan lapisan tipis yang
diuji. Selanjutnya akan diperoleh nilai R2. Memilih model nilai R2
tertinggi sebagai
model
terbaik yang akan merepresentasikan
karakteristik pengeringan lapisan tipis cengkeh.
33
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.
4.1. Pola Penurunan Kadar Air
Setelah melakukan penelitian pengeringan cengkeh dengan dua sampel
cengkeh yang berbeda dan suhu pengeringan sekitar 45 °C dan kecepatan
udara masuk dengan menggunakan variasi suhu kecepatan udara (0.5
0.5 m/s, 1.0
m/s, dan 1.5 m/ss untuk pengeringan lapisan tipis), maka diperoleh pola
penurunan kadar air (basis basah dan basis kering) seperti disajikan pada
Gambar
bar 2 (a dan b) dan
d 3 (a dan b).
Cengkeh merah
Cengkeh hijau
300
400
350
250
200
250
V=0.5
200
V=1.0
150
V=1.5
KA (% BK)
KA (% BK)
300
V=0.5
150
V=1.0
V=1.5
100
100
50
50
0
0
0
10
20
30
0
10
20
30
waktu pengeringan (jam)
waktu pengeringan (jam)
(a)
(b)
Gambar 2. Pola Penurunan KA-bk
bk Selama Proses Pengeringan
(a) Cengkeh Merah dan (b) Cengkeh Hijau Pada Tiga
Level
evel Kecepatan Udara.
34
Cengkeh Hijau
Cengkeh Merah
90
80
80
70
70
60
V=0.5
50
V=1.0
40
V=1.5
30
KA (% BB)
KA (% BB)
60
50
V=0.5
40
V=1.0
30
V=1.5
20
20
10
10
0
0
0
10
20
30
waktu pengeringan (jam)
(a)
0
10
20
30
waktu pengeringan (jam)
(b)
Gambar 3.. Pola Penurunan KA-bb Selama
elama Proses Pengeringan
(a) Cengkeh Merah (b
(b) Cengkeh Hijau Pada Tiga Level
Kecepatan Udara Pengeringan.
P
Gambar 2 dan 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan udara
pengeringan, maka semakin cepat laju pengeringan pada cengkeh merah
maupun cengkeh hijau. Selain itu, dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa
cengkeh dengan kecepatan udara 0.5 m/s membutuhkan waktu pengeringan
yang lebih lama (mencapai sekitar 27 jam) untuk mencapai kadar air
kesetimbangan dibandingkan dengan cengkeh dengan kecepatan 1.
1.0 m/s dan
1.5 m/s.
Hal lainnya yang ditunjukkan oleh gambar tersebut adalah
penurunan kadar air untuk cengkeh merah cenderung lebih cepat konstan atau
mencapai kadar air kesetimbangan dibandingan dengan cengkeh hijau.
35
Sehingga
hingga dapat disimpulkan bahwa kecepatan udara pengeringan
mempengaruhi laju penurunan kadar air bahan dimana kecepatan udara yang
lebih tinggi akan cenderung mempercepat proses pengeringan bahan pangan
menuju kadar air kesetimbangan.
4.2. Pola Penurunan Moisture Ratio (MR)
Moisture Ratio (MR) yang dihitung dengan menggunakan persamaan
bentuk eksponensial yang disajikan pada Gambar 4.
Sampel Hijau
1.2
1.2
1
1
0.8
0.8
v=0.5
0.6
MR
MR
Sampel Merah
v=0.5
0.6
v=1.0
0.4
v=1.5
0.2
v=1.0
0.4
v=1.5
0.2
0
0
0
10
20
30
Waktu pengeringan (jam)
(a)
0
10
20
30
Waktu pengeringan (jam)
(b)
Gambar 4. Pola MR Selama Proses Pengeringan Untuk (a) Cengkeh
Merah Dan (b) C
Cengkeh Hijau Pada Tiga Level Kecepatan
Udara Pengeringan.
P
36
Gambar 4 menunjukkan bahwa pola penurunan MR sejalan dengan pola
penurunan kadar air basis kering (KA-bk). Hal ini terjadi karena MR dihitung
dari perubahan KA-bk. Pola MR ini selanjutnya digunakan untuk menentukan
model pengeringan lapisan tipis terbaik untuk cengkeh merah dan cengkeh
hijau.
4.3. Model Pengeringan
Ada tiga jenis model pengeringan yang diuji untuk mendeteksi perilaku
MR yang terdapat pada Gambar 3. Ketiga model yang dimaksud adalah model
Newton, model Henderson dan Pabis, dan model Page seperti disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Daftar Model Pengeringan Lapisan Tipis Yang Diuji
Model
Bentuk eksponensial
Newton
MR= exp (-kt)
Henderson & Pabis
MR= a exp (-kt)
Page
MR= exp (-ktn)
Sumber: Meisami, 2010.
Nilai konstanta k, a, dan n ditentukan dengan menggunakan MS Excel
Solver. Analisisnya didasarkan pada usaha untuk meminimalkan total kuadrat
dari selisih antara MRprediksi dan MRpengamatan.
Untuk analisis ini,
Solver akan secara otomatis mencari nilai konstanta yang ada pada model
terkait sehingga total kuadrat selisih tadi minimal. Nilai konstanta untuk
masing-masing model yang diuji disajikan pada Tabel 3 berikut.
37
Tabel 3. Hasil Analisa Model Persamaan Cengkeh Merah
Model
Newton
Henderson
& Pabis
Model Page
Kecepatan Udara
k
a
n
R²
V=0.5 m/s
0.09925
0.9481
V=1.0 m/s
0.11852
0.9689
V=1.5 m/s
0.15162
0.9765
V=0.5 m/s
0.11114
1.12789
0.9625
V=1.0 m/s
0.15945
1.05512
0.9749
V=1.5 m/s
0.15945
1.05512
0.9791
V=0.5 m/s
0.02823
1.5108
V=1.0 m/s
0.08918
1.34671 0.9956
V=1.5 m/s
0.08918
1.25272 0.9931
0.996
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013.
Tabel 4. Hasil Analisa Model Persamaan Cengkeh Hijau
Model
Kecepatan Udara
K
V=0.5 m/s
0.14089
0.9724
V=1.0 m/s
0.20657
0.9916
V=1.5 m/s
0.24614
0.0247
Henderson
V=0.5 m/s
0.15424
1.11051
0.979
& Pabis
V=1.0 m/s
0.21507
1.04454
0.9925
V=1.5 m/s
0.25969
0.93001
0.9938
V=0.5 m/s
0.05879
1.40314 0.9981
V=1.0 m/s
0.1928
1.17974 0.9979
V=1.5 m/s
0.1928
1.1484
Newton
Page
a
n
R²
0.9978
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
38
Tabel 4 menunjukkan persamaan model Page untuk pengeringan cengkeh
dengan suhu 45 °C dan tiga level kecepatan udara yang berbeda. Nilai R2
model Page menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan dua
persamaan model lainnya yaitu model Newton dan Henderson-Pabis.
Hal ini menunjukkan bahwa model Page adalah model terbaik untuk
merepresentasikan pengeringan lapisan tipis cengkeh merah dan cengkeh hijau
karena memiliki nilai kesesuaian yang besar terhadap karakteristik pengeringan
lapisan tipis cengkeh. Konstanta pengeringan (k dan n) pada cengkeh merah
dan hijau dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 5. Konstanta Pengeringan Cengkeh Merah Dan Cengkeh Hijau
Model Page
PERLAKUAN
k
n
R²
Cengkeh Merah

V = 0.5 m/s
0.028235
1.510801
0.996

V = 1.0 m/s
0.089182
1.346714
0.9956

V = 1.5 m/s
0.089182
1.252724
0.9931
Cengkeh Hijau
 V = 0.5 m/s
0.058785
1.403136
0.9981

V = 1.0 m/s
0.192797
1.179737
0.9979

V = 1.5 m/s
0.192797
1.1484
0.9978
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
39
4.4. Hubungan antara Model Page dengan Data Pengamatan
Berdasarkan nila
nilai konstanta k dan n dari Tabel 5,, prediksi nilai MR
dihitung untuk setiap kecepatan udara (0.5 m/s, 1.0 m/s, 1.55 m/s) dan jenis
cengkeh (cengkeh merah dan cengkeh hijau). Selanjutnya, hasil MR prediksi
yang diperoleh disajikan dalam bentuk grafik
bersama nilai MR hasil
pengamatan. Grafik ini dapat dilihat pada Gambar 5, 7, dan 9 untuk cengkeh
merah dan Gambar 6, 8, dan 10 untuk cengkeh hijau. Grafik tersebut
menunjukkan selisih
lisih antara nilai prediksi model Page dengan hasil
pengamatan yang kecil sebagaimana ditunjukkan dengan nilai “slope” yang
mendekati 1.0 dan R2 yang juga mendekati 1.0.
1.2
y = 1.009x
R² = 0.998
MR Prediksi
1
0.8
0.6
Series1
0.4
Linear (Series1)
0.2
0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
MR Pengamatan
Gambar 5. Grafik Hubungan Model Page Dengan Data Pengamatan
Cengkeh
gkeh Merah Pada Kecepatan
K
Udara 0.5 m/s.
40
1.2
y = 1.012x
R² = 0.996
MR Prediksi
1
0.8
0.6
Series1
0.4
Linear (Series1)
0.2
0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
MR Pengamatan
Gambar 6. Grafik Hubungan Model Page Dengan Data Pengamatan
Cengkeh
eh Hijau Pada Kecepatan Udara 0.5
0. m/s
1.2
y = 1.009x
R² = 0.997
MR Prediksi
1
0.8
Series1
0.6
Linear (Series1)
0.4
0.2
0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
MR Pengamatan
Gambar 7. Grafik Hubungan Model Page Dengan Data Pengamatan
Cengkeh Merah Pada Kecepatan Udara 1.
1.0 m/s
41
1.2
y = 1.014x
R² = 0.995
MR Prediksi
1
0.8
0.6
Series1
Linear (Series1)
0.4
0.2
0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
MR Pengamatan
Gambar 8. Grafik Hubungan Model Page Dengan Data Pengamatan
Cengkeh
eh Hijau Pada Kecepatan Udara 1.0
1. m/s
1.2
y = 1.007x
R² = 0.997
MR Prediksi
1
0.8
0.6
Series1
Linear (Series1)
0.4
0.2
0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
MR Pengamatan
Gambar 9. Grafik Hubungan Model Page Dengan Data Pengamatan
Cengkeh Merah Pada Kecepatan Udara 1.
1.5 m/s
42
1.2
y = 1.015x
R² = 0.993
MR prediksi
1
0.8
0.6
Series1
Linear (Series1)
0.4
0.2
0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
MR pengamatan
Gambar 10. Grafik Hubungan Mdel Page Dengan Data Pengamatan
Cengkeh
eh Hijau Pada Kecepatan Udara 1.5
1. m/s
43
V. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pengeringan
lapisan tipis cengkeh (cengkeh merah dan cengkeh hijau) dapat disimpulkan
bahwa model pengeringan yang paling sesuai adalah model Page.
44
DAFTAR PUSTAKA
Anonima.2013.Pasca panen cengkeh
http://www.lablink.or.id./Env/Agro/cengkeh/cengkeh-panen.htm.
(Diakses pada bulan Februari 2013)
Anonimb.2013.Cengkeh
http://toorestpoenya.blogspot.com/2010/10/cengkeh.html.
(Diakses pada bulan Februari, 3013)
Brooker, D. B., F. W. Bakker-arkema and C. W. Hall, 1974. Drying Cereal
Grains. The AVI publishing Company, Inc. Wesport.
Taib, G., Gumbira Said, dan S. Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan pada
Pengolahan Hasil Pertanian. PT Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Meisami, asl E., S. Rafiee, A. Keyhani and A. Tabatabaeefar, 2009. Mathematical
Modeling of Moisture Content of Apple Slices (Var. Golab) During
Drying. Department of Agricultural Machinery Engineering, Faculty of
Biosystems Engineering,University of Tehran, Karaj, Iran. Pakistan
Journal of Nutrition 8 (6): 804-809.
Hall, C. W. 1957. Drying and Storage of Agriculture Crops. The AVI Publishing
Company, Inc. Westport, Connecticut.
Hederson, S. M. and R. L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. 3rd ed.
The AVI Publ. Co., Inc, Wesport, Connecticut, USA.
Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi, 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi
Aksara. Malang.
Winarno, F.G., dan S. Fardias, 1985. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia.
Jakarta
Thahir, R. 1991. Mesin-mesin Pengolahan Hasil Pertanian. Makalah Pada Latihan
Rekayasa Alat Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Tanaman Industri,
tanggal 25 Januari-15 Maret 1991 Puslitbangtri. Bogor
Najiyati S. dan Danarti 2003. Budidaya dan Penanganan Pascapanen Cengkeh.
Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Purseglove, J.W, E B. Brown, C. L green and S. R. J. Robbins. 1981. Spices. Vol
I. Longman,London and New York P. 229 – 285.
45
Download