111. KERANGKA PEMIKIRAN Pada dasarnya ada dua sumber permodalan usaha, yaitu modal dari dalam atau modal sendiri dan modal luar atau pinjamankredit. Pengertian kredit sebagai sumber modal usaha mencerminkan bahwa secara tidak langsung kredit terpaut dalam kegiatan produksi, dimana kredit berperanan dalam pengadaan faktorfaktor produksi (input produksi). Karena itu pendugaan permintaan kredit dapat diukur melalui pendekatan pendugaan fungsi produksi. Dasar pemikirannya yaitu pemberian kredit (dalam konteks hubungan input-output) akan menambah likuiditas perusahaan penerima kredit. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan penggunaan input atau bahkan disertai perubahan rasio modal (capital)dengan tenaga kerja (labor). Demikian sebaliknya, peningkatan produksi akan memerlukan tambahan modal, baik modal kerja maupun modal investasi. Mengingat modal sendiri relatif terbatas, maka alternatif pemenuhan modal akan dipenuhi dari sumber kredit. Keputusan pengusaha untuk meningkatkan produksi umumnya didasarkan pada pengamatan harga dan keyakinan bahwa harga produk akan naik pada waktu mendatang. Kenaikan harga bahan baku dan penolong, dan upah tenaga kerja juga akan mempengaruhi peningkatan kebutuhan modal yang pada akhirnya akan meningkatkan kebutuhan kredit untuk modal kerja. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan (teknis) antara input yang digunakan dengan output yang dihasilkan dalam suatu proses produksi. Input produksi terdiri dari input variabel dan input tetap. Secara matematis, fungsi produksi dapat dimmuskan sebagai berikut : Q = f(X,, ...X , ; Z ,,..., Z,) ...................................................................(1) dimana : Q = Jumlah output yang dihasilkan X, = Input variabel Zi = Input tetap Beberapa karakteristik fungsi produksi yaitu : (1) fimgsi produksi merupakan fungsi kontinyu (bukan disbefe) atau limit mendekati nol, (2) fungsi produksi bernilai tunggal (single value) yaitu setiap input berpasangan dengan output tertentu, (3) derivasi atau turunan pertama dan kedua bersifat kontinyu, (4) nilai yang dipakai positif atau Q = f (Xi), dimana Q dan Xi > 0 dan (5) fungsi produksi cembung (convexs) terhadap titik nol. Sedangkan asumsi dasar yang dibangun suatu fungsi produksi yaitu pengusaha berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya dan bertujuan untuk memaksimumkan output dan mengoptimumkan penggunaan faktor produksi. Keuntungan jangka pendek yaitu merupakan selisih antara nilai output (total penerimaan) dengan total biaya input variabel. Sedangkan pada konsep jangka panjang, karena semua input dianggap variabel, maka keuntungan adalah nilai output dikurangi total biaya input. Dengan memanfaatkan persarnaan : Q = f (Xi) ..............................................................................................( 2 ) dimana : Q = Jumlah barang/jasa yang diminta X, = Sejumlah faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintaan barangljasa tersebut Maka keuntungan dapat dirumuskan secara sistematis sebagai berikut : - z Ci. Xi ..........................................(3) = p . f (Xi,....X, ;Zi,. .., Z,) TC = Keuntungan jangka pendek suatu perusahaan p = Harga output per unit C, = Harga per unit input variabel i x dimana : Keuntungan maksimum jangka pendek dicapai pada saat turunan pertama terhadap input Xi dari fungsi produksi persamaan (3) sama dengan nol, sehingga nilai produk marjinal input X i sama dengan harga per unit input X i . Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : C& 6Xi = p 6f (Xi :Zi) - Ci = 0 .......................................................... (4) 6Xi atau : Persamaan (6) menunjukkan bahwa keuntungan perusahaan tercapai apabila produk marjinal sama dengan rasio harga input variabel (Ci) dengan harga output (p). Secara teoritis, model persamaan matematik untuk menganalisis fungsi produksi banyak bentuknya. Setiap bentuk mempunyai asumsi-asumsi yang kemudian menjadi pembedaan antara satu fungsi dengan fungsi lainnya. Salah satu bentuk fungsi produksi yang umurn digunakan dalam penelitian empiris yaitu fungsi produksi Cobb Douglas. Asumsi yang mendasari model Cobb Douglas, yaitu : (1) elastisitas produksi bersifat tetap (constant elastisity), (2) fungsi produksi Cobb Douglas hanya cocok untuk menguji hipotesis bahwa proses produksi sedang berada pada tahap kedua fungsi produksi neo klasik (Heady dan Dillon, 1964 dalam Rachmina, 1994). Diasumsikan bahwa industri kecil mempunyai perencanaan output dan penyusunan input yang dapat digambarkan dengan hngsi produksi. Dalam penelitian ini digunakan model fungsi produksi Cobb Douglas. Fungsi produksi industri kecil adalah sebagai berikut : = aB B ~ TKu KPTLe ... ..... ............................ . ........ ...(7) Prod = Total Produksi BB = BahanBaku TK = Tenaga Kerja KPTL = Kapital Prod dirnana : Kaitan antara pendugaan fungsi produksi dengan permintaan kredit bahwa kebutuhan modal untuk membiayai kegiatan produksi pada perusahaan industri kecil adalah berasal dari Kredit Usaha Kecil. Ini berarti permintaan terhadap kredit akan dipengaruhi oleh perubahan produksi dan perubahan produksi dapat disebabkan oleh perubahan penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu, pendugaan elastisitas faktor-faktor produksi diperlukan permintaan kredit (Rachmina, 1994). dalam pendugaan Pada Gambar 1 dapat kita lihat perubahan yang terjadi sebelum dan setelah adanya kredit. Jika harga input dibiayai dengan kredit, maka harga input menjadi lebih mahal, karena dibebani dengan biaya kredit. Untuk mempermudah pembahasan, katakanlah hanya input xl yang dibiayai dengan kredit. Harga satu satuan input X I menjadi pl + r. Dimana r adalah biaya kredit atau bunga riil yang dibebankan tiap satu satuan input yang dibiayainya. Berdasarkan hal ini, maka keseimbangan penggunaan input optimal akan terganggu menjadi sebagai berikut : Untuk mengembalikan keseimbangan semula, maka produsen harus mengurangi jumlah pemakaian input XI.Jika jumlah produk y akan dipertahankan pada keadaan semula, maka modal yang diperlukan perlu ditambah menjadi Ct. Dengan mengubah-ubah jumlah Ck,maka akan diperoleh jalur perluasan usaha yang b a n . Jalur perluasan usaha setelah dibiayai kredit akan cenderung lebih banyak menggunakan input x2 seperti terlihat pada Garnbar 1. Pada Gambar 1 narnpak bahwa penggunaan input untuk biaya minimum tanpa biaya kredit di peroleh pada titik K. Jalur perluasan usaha tanpa biaya kredit ditunjukkan dengan garis S 1. Jika input xi dibiayai dengan kredit, sehingga harganya Iebih mahal sebesar r, maka kombinasi penggunaan input optimum diperoleh pada titik L. Jalur perluasan usaha menjadi garis S2. Gambar 1 : Pengaruh Kredit Terhadap Kombinasi Input Biaya Minimum dan Jalur Perluasan Usaha. Dari uraian dapat ditunjukkan bahwa pada prinsipnya peranan kredit produksi bagi organisasi produksi adalah sebagai penarnbah modal, sehingga produsen dapat meningkatkan produksinya pada tingkat yang lebih tinggi. Namun demikian jika proses produksi dibiayai dengan biaya kredit, harga input akan lebih mahal sebesar biaya kredit tersebut. Jika ha1 ini terjadi menyebabkan adanya perbedaan harga input, produsen akan mereorganisasi komposisi penggunaan input optimal (Kusnadi, 1990). 3.1. D a m p a k Substitusi Leisure dan Dampak Pendapatan Perubahan Wage Jika tingkat upah (wage)naik, maka harga leisure menjadi lebih tinggi. Orang hams mengorbankan upah yang tidak jadi diterima karena tidak bekerja. Makin lama ia tidak melakukan apa-apa, makin banyak jumlah pendapatan yang tidak jadi diterimanya. Dampak substitusi peningkatan w terhadap jam menganggur adalah negatif. Kalau biaya nganggur menjadi lebih mahal, tentu orang tidak mau membuang waktunya secara percuma begitu saja. Bagaimanapun dampak pendapatan positif karena leisure juga merupakan barang normal. Makin tinggi pendapatan sebagai akibat semakin tingginya upah, menyebabkan permintaan akan waktu senggang meningkat pula. Jadi darnpak substitusi dan dampak pendapatan bekerja berlawanan arah. Dampak substitusi leisure yang negatif cenderung menyebabkan makin lamanya orang bekerja jika wage naik, tetapi dampak pendapatan yang positif cenderung menyebabkan makin lamanya orang bekerja jika w naik, tetapi dampak pendapatan yang positif cenderung menyebabkan makin singkatnya jam kerja. Dampak akhir ditentukan oleh kekuatan dari masing-masing darnpak tersebut. Dua kemungkinan reaksi atas perubahan wage dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Gambar 2. Dampak Substitusi Leisure Lebih Besar Dari Dampak Pendapatan Surnber : Nicholson, 1994. Hal 470. Sewaktu belum terjadinya perubahan w, titik keseimbangan berada pada titik A pada kedua garnbar. Terlihat jumlah jam nganggur masing-masing adalah sebesar H,. Tetapi sewaktu w naik, titik keseimbangan akhirnya tidak sarna walaupun dampak substitusi sama-sama menyebabkan berkurangnya jumlah jam nganggur dari H, ke H,'. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam dampak pendapatan di kedua kasus. Ho' H o H z Gambar 3. Dampak Substitusi Leisure Lebih Kecil Dari Dampak Pendapatan Sumber : Nicholson, 1994. Hal 470. Pada Gambar 2 dampak substitusinya (perpindahan dari H, ke H,' ) lebih besar dari dampak pendapatannya (perpindahan dari H,' ke HI), sehingga jurnlah jam kerja berkurang sewaktu w naik. Tetapi pada Gambar 3 dampak substitusinya lebih kecil (perpindahan dari H, (perpindahan dari H,' ke H,') daripada dampak pendapatannya ke Hz), sehingga jam nganggur justru naik sewaktu w mengalami peningkatan. Dengan kata lain, pada kasus pertama jurnlah jam kerja naik sewaktu w naik, tetapi pada kasus kedua jumlah jam kerja justru turun sewaktu w naik. Kasus 2 dapat dianggap sebagai kasus yang tidak lumrah, sebab sewaktu biaya nganggur lebih tinggi, orang justru memintanya lebih banyak. 3.2. Ketenagakerjaan di Pedesaan Persoalan ketenagakerjaan pedesaan dicirikan oleh bergesemya ciri-ciri demografis angkatan kerja. Serdasarkan bukti-bukti makro Suryana dan Nurmalina (1989) mengemukakan bahwa sebagian besar pemuda pedesaan dan kelompok angkatan kerja pedesaan yang berpendidikan formal lebih tinggi cenderung tidak memilih sektor pertanian sebagai lapangan kerja utama. Hal ini disebabkan karena : (1) kesempatan kerja pertanian bagi yang berpendidikan formal lebih tinggi relatif sedikit, (2) pengharapan pendapatan yang mereka inginkan melebihi jumlah yang mereka perkirakan akan diperoleh di sektor pertanian, dan (3) kurangnya status sosial dan kenyamanan kerja di sektor pertanian mengurangi daya tarik sektor ini bagi angkatan kerja muda di pedesaan. Konsep klasik dari Simon K-ets (1961) mengatakan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional negara berkembang. Peran tersebut diwujudkan dalarn bentuk : (1) sumbangan produk, (2) sumbangan pasar, dan (3) sumbangan faktor produksi. Satu sumbangan lain yang tak kalah pentingnya adalah (4) sumbangan devisa. Sumbangan faktor produksi dapat diidentifikasi lebih lanjut lagi dalam bentuk : (1) penawaran tenaga kerja bagi sektor non pertanian (selanjutnya disebut sektor industri), dan (2) pernbentukan modal bagi investasi, baik melalui sistem perpajakan maupun pembentukan tabungan masyarakat. Sumbangan faktor produksi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri merupakan mobilitas sektoral tenaga kerja. Jika industri dapat diidentikkan dengan kota (karena letak industri berada di kota), maka yang terjadi adalah mobilitas ruang dari desa ke kota atau urbanisasi, ini terjadi karena adanya tenaga kerja di sektor pertanian yang melimpah sehingga produktifitas marjinal dari tambahan satu satuan tenaga kerja d l sektor pertanian mendekati nol. Sementara itu sektor industri sedang melakukan perluasan usahanya yang memerlukan banyak tambahan tenaga kerja. Menurunnya pangsa penyerapan tenaga kerja (dm juga Produk Domestik Bruto) sektor pertanian terhadap perekonomian nasional merupakan konsekuensi logis dari pembangunan ekonomi yang mengarah pada pengembangan sektor industri. 3.3. Tenaga Kerja Persoalan ketenagakerjaan merupakan persoalan yang mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerintah. Problem ketenagakerjaan di negara sedang berkembang terutama adalah sumberdaya manusia dengan kualitas yang belum memadai, serta tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman. Dengan perkataan lain, problem yang dihadapi pemerintah adalah ketidaksesuaian antara kualitas tenaga kerja yang tersedia dengan kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja (Gema Korps, 1997). Berbeda dengan peranan sektor pertanian terhadap GDP, penyediaan lapangan kerja kontribusinya nampak masih sangat besar, walaupun mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Seperti terlihat pada Tabel 5 selama periode 19851994 kontribusi tersebut menurun menjadi 43 persen. Kontribusi sektor jasa, perdagangan dan industri walaupun terus meningkat dari tahun ke tahun tetapi peningkatannya tidak seimbang dengan peningkatan produksi sektor-sektor tersebut. Hal ini terjadi karena industri yang dikembangkan adalah industri dengan teknologi modem yang padat modal dan hemat penggunaan tenaga kej a . Tabel 5. Jurnlah dan Komposisi Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Sektor di Indonesia Tahun 1985-1998 Sumber : Catatan : Jika Biro Pusat Statistik. 1998 ( ) Angka dalam &ng menunjukkan pangsa setiap sektor dilihat dari pertumbuhan penyerapan tenaga kerja, temyata pertumbuhan di sektor pertanian meningkat cukup tinggi selama periode 1985- 1989, kemudian mengalami penurunan pada periode 1990-1994. Penurunan ini terjadi karena pada periode tersebut pemerintah bersama swasta sedang giatnya meningkatkan produksi sektor industri dan konstruksi sehingga banyak penduduk pedesaan yang semula bekerja di sektor pertanian di pedesaan pindah ke kota, bekerja sebagai buruh di sektor non pertanian dan ada yang membuka usaha di sektor informal. Pada periode 1995-1998 rata-rata tingkat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja pertanian hanya 1.12 persenltahun. Jika dilihat angka pertumbuhan setiap tahun, ternyata penurunan tingkat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian terjadi sejak tahun 1991, kemudian sempat naik pada tahun 1996 dan kembali turun pada tahun 1997. Sedangkan dari tahun 1997 ke 1998 (saat terjadi krisis ekonomi) justru terjadi peningkatan jumlah orang yang bekerja di sektor pertanian yakni dari -2.91 persen naik menjadi 9.53 persen. Tidak demikian halnya dengan sektor industri, perdagangan dan jasa, krisis ekonomi menyebabkan penurunan penyerapan tenaga kerja oleh sektor-sektor tersebut, secara berurutan penurunan penyerapan tenaga kerja oleh sektor industri, perdagangan dan jasa adalah 12.29 ,2.62,dan 2.87 persen per tahun. Tabel 6 . Sektor No. 1. 2. 3. 4. 5. Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Sektor di Indonesia Tahun 1985-1998 Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainnya Total Sumber : 1985-1989 (%) 5.74 8.24 5.58 4.12 4.56 5.14 1990-1994 (%) -2.20 9.35 8.14 5.30 14.33 3.56 1995-1998 ("/.) 1.12 -1.83 5.89 4.10 1.78 1.98 Biro Pusat Statistik, 1985-1998 Dilihat dari angka total perturnbuhan penyerapan tenaga kerja, ternyata sesungguhnya penyerapan tenaga kerja cenderung turun dari tahun ke tahun yaitu dari 5.14 persen per tahun pada periode 1985-1989 menjadi 3.56 persen per tahun pada periode 1990-1994 dan bahkan terus turun pada periode 1995-1998 menjadi 1.98 persen per tahun. Tingginya pertumbuhan penyerapan tenaga kerja pada periode 1985-1989, tidak lepas dari besaxnya kontribusi penyerapan tenaga kerja oleh sektor pertanian, seperti terlihat pada Tabel 7, sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 56.66 persen terhadap pertumbuhan penyerapan tenaga kerja, sementara sektor lain hanya berkisar 5-13 persen saja. Turunnya angka pertumbuhan penyerapan tenaga kerja pada periode 1990- 1994 lebih banyak disebabkan oleh turunnya angka penyerapan tenaga kerja oleh sektor pertanian yang memberikan kontribusi penurunan sebesar 39 persen, sedangkan sektor lain memberikan kontribusi yang positif terhadap total pertumbuhan penyerapan tenaga kerja terutarna dari sektor industri dan perdagangan. Tabel 7. I No. 1 1. 2. 3. 4. 5. I Kontribusi Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja per Sektor Terhadap Total Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia Tahun 1985-1 998 Sektor Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainnya 1 1985-1989 1 1990-1994 1 (Yo) (Yo) 1995-1998 (%) 56.66 12.89 12.08 12.89 5.39 -39.38 42.26 34.08 20.78 42.26 32.18 -9.92 42.60 26.13 8.73 Sumber : Biro Pusat Statistik, 1985-1998 Pada periode 1995-1998, sektor industri memberikan kontribusi yang negatif terhadap perturnbuhan penyerapan tenaga kerja. Hal ini terjadi terutarna akibat depresiasi nilai rupiah yang sangat besar pada tahun 1998, sehingga produksi industri berkurang dengan drastis dan konsekuensinya terjadi pengurangan jumlah orang yang dipekerjakan di sektor tersebut. Sementara sektor pertanian, jasa dan perdagangan pada masa krisis tersebut berperan sebagai penampung tenaga kerja dari sektor industri sehingga ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi yang positif terhadap total pertumbuhan penyerapan tenaga kerja. Pada Tabel 8 dapat terlihat penyerapan tenaga kerja pengusaha kecil di Indonesia yang terbentuk menurut sektor ekonomi tahun 1999 dan 2000. Dapat dilihat bahwa sektor industri pada tahun 1999 dan tahun 2000 menduduki peringkat ketiga setelah sektor pertanian dan perdagangan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai persentase sebesar 11.540 (tahun 1999) dan 11.956 (tahun 2000). Dari angka ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan ternyata mempunyai nilai persentase yang besar. Tabel 8. Penyerapan Tenaga Kerja Pengusaha Kecil di Indonesia Menurut Sektor Ekonomi Tahun 1999 dan 2000 1. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, gas, dan air bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. 2000 (Orang) 32 305 488 31 839 125 (52..36) (53-38) 294 764 295 681 (0.48) (0.49) 7 376 805 6 883 012 (11.96) (11.54) 6 087 5 614 (0.01) (0.01) 377 521 334 252 (0.61) (0.56) 16 260 293 15 551 379 (26.07) (26.35) 2 110 848 2 353 438 (3.54) (3.81) 69 698 73 489 (0.12) (0.12) 2 652 458 2 557 113 (4.29) (4.29) 59 646 722 61 700 343 (100.00) (100.00) 1999 Uraian Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, persewaan, jasa perusahaan 9. Jasa-jasa Jumlah (Persentase) Sumber : Bunasor Sanim. 2000 Catatan : Angka dalam tanda kumng ( ) menunjukkan persentase terhadap Total PDB Nasional Kerangka pemikiran dampak Kredit Usaha Kecil terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan pada usaha kecil seperti terlihat pada Garnbar 4, dapat menjelaskan bahwa pada penelitian ini faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan akibat adanya kredit, adalah lamanya waktu meminjam, tingkat pendidikan, umur pemilik usaha maupun pekerja, besar kredit, jurnlah tenaga kerja yang dipergunakan. Pada waktu responden diwawancarai keadaan usaha yang sedang ditekuni akan dilihat dengan membandingkan masa sebelum responden mengambil kredit dengan sesudah mengambil kredit. Hal ini ditujukan untuk melihat sejauh mana pengaruh peningkatannya baik itu terhadap tenaga kerja maupun terhadap pendapatan. Kredit Usaha Kecil Keadaan Industri Kecil Sebelum Adanya Kredit : a. Tingkat keterampilan peserta rendah b. Kesulitan dalam permodalan, Perkreditan dan pemasaran c. Tingkat pendidikan rendah d, Skala usaha kecil e. Kontinuitas usaha belum teratur Adanya Kredit : a. Peningkatan Ketrampilan b. Peningkatan Produktifitas c. Peningkatan skala usaha Faktor-faktor yang mempengamh lainnya : a. Lamanya waktu meminjam b. Tingkat pendidikan pemiliki usaha dan pekerja c. Umur pemilik usaha dan pekerja d. Besar kredit yang diterima e. Jumlah angkatan kerja keluarga f. Jenis pekejaan utama g. Nilai penjualan Gambar 4 : Kerangka Pemikiran Dampak Kredit Usaha Kecil Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Peningkatan Pendapatan Pada Usaha Kecil