BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit parvovirosis pada anjing disebabkan oleh Canine Parvovirus tipe 2 (CPV-2) merupakan salah satu penyakit virus yang bersifat sangat kontagius dan fatal. Canine Parvovirus termasuk dalam famili parvoviridae (Matthew, 1979; Lobetti, 2003). Canine Parvovirus merupakan virus yang menyerang saluran pencernaan pada anjing. Canine Parvovirus (CPV) sangat stabil pada pH 3 hingga 9 dan pada suhu 60°C selama 60 menit. Karena virus ini tidak beramplop maka virus ini sangat tahan terhadap pelarut lemak, tetapi virus CPV menjadi inaktif dalam formalin 1%, beta-propiolakton, hidroksilamin, larutan hipoklorit 3%, dan sinar ultra violet (Jhonson and Spradbrow, 1979; Afshar, 1981). Derajat keparahan manifestasi klinis infeksi CPV sangat tergantung pada umur anjing, infeksi parasit, stress, sistem imunnya rendah, dan tidak divaksin. Makin muda umur anjing yang terinfeksi makin parah klinis yang dihasilkan (Dharmojono, 2001). Infeksi oleh CPV-2 akan memperlihatkan gejala yang digolongkan menjadi radang otot jantung (miokarditis) dan radang usus (enteritis). Gejala miokarditis terjadi pada anjing yang terinfeksi CPV sudah sejak kandungan dan terutama pada induk yang belum pernah divaksinasi parvovirus. Pada kondisi ini semua anak anjing sekelahiran akan 1 2 menderita miokarditis. Infeksi CPV-2 menyebabkan pembengkakan atau pembesaran jantung sehingga jantung tidak mampu mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Bentuk miokarditis umumnya terjadi pada anjing muda, terutama anjing berumur di bawah 4 minggu, yang ditandai dengan kematian anak anjing secara mendadak tanpa menimbulkan gejala klinis. Gambaran patologi anatomi akibat CPV-2 pada bentuk miokarditis yaitu gagal jantung yang ditandai dengan dilatasi ruangan jantung, edema pulmonum, dan kongesti pasif pada hati dan kadangkala terdapat ascites. Pada ventrikel dapat ditemukan garis putih akibat kematian jaringan otot jantung. Ventrikel kanan biasanya mengalami kerusakan yang lebih parah. Pada pengamatan patologi anatomi, anak anjing yang mati mendadak tidak menunjukkan adanya kelainan yang berarti pada jantung, tetapi edema paru-paru sering tampak mulai dari derajat yang ringan hingga parah (Macintire, 2004). Infeksi parvovirus bentuk miokarditis lebih sering ditemukan diantara anjing yang baru pertama kali terinfeksi CPV-2 yang dikatakan sebagai infeksi oleh CPV-2. Miokarditis menyebabkan pembesaran jatung, kemudian kegagalan jantung yang mengakibatkan gangguan peredaran darah. Kondisi anjing sangat menentukan terjadinya infeksi CPV-2, malahan anjing dengan seropositif CPV-2 pun apabila kondisi umumnya baik, sering tidak 3 menunjukkan gejala klinis. Anak anjing yang juga menderita penyakit parasit dan mikroba usus (cacing, protozoa, bakteri, jamur dan lain-lain) akan rawan sekali terserang CPV-2. Anak anjing seperti itu umumnya tidak tertolong. Diantara anjing-anjing yang tahan, CPV-2 bentuk enteritis saja yang dapat dilihat dan yang paling rawan adalah anak anjing berumur 8-12 minggu (Honkins, 1995). Infeksi parvovirus bentuk enteritis, sering juga disebut Canine parvovirus enteritis, atau infectious hemorrhagic enteritis, atau epidemic gastroenteritis atau canine panleucopenia. Perubahan patologi terjadi secara segmental berupa perubahan warna pada usus akibat kongesti dan perdarahan lapisan luar usus. Limfonodus mesenterika membesar disertai perdarahan. Timus pada hewan muda mengecil dan terjadi nekrosa. Pada kasus yang berat, timus menjadi sangat tipis. Bentuk enteritis berjalan sangat cepat, terkadang dua hari pasca infeksi mengalami kematian. Gejala khas pada anjing yang terinfeksi CPV-2 yaitu muntah berat, diare, anorexia, dehidrasi, feses berwarna abu kekuningan kadang bercampur darah. Diare berdarah pada kasus parvo enteritis biasanya disertai bau yang khas (amis yang spesifik) yang membedakan dengan diare berdarah dari penyakit lain. Pada kasus yang berat, gejala klinis tersebut biasanya dibarengi dengan demam, leukopenia, dan limfopenia (Masson, 1997). 4 Adanya variasi manifestasi klinis infeksi CPV berdasarkan umur anjing yang terinfeksi, kemungkinan juga disertai variasi lesi histopatologi. Tentang hal tersebut, belum ada yang melaporkan sehingga penting untuk diteliti. 1.1 Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah ada variasi tingkat keparahan lesi histopatologi pada usus anjing terinfeksi virus parvo berdasarkan umur ? 2. Apakah ada variasi tingkat keparahan lesi histopatologi pada jantung anjing terinfeksi virus parvo berdasarkan umur? 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui variasi tingkat keparahan lesi histopatologi pada usus anjing terinfeksi virus parvo. 2. Mengetahui variasi tingkat keparahan lesi histopatologi pada otot jantung anjing terinfeksi virus parvo. 5 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memperoleh pengetahuan mengenai variasi tingkat keparahan lesi histopatologi usus dan otot jantung anjing terinfeksi virus parvo. Dari hasil penelitian ini juga bermanfaat untuk membantu dalam diagnosis kasus parvovirus pada anjing. 1.4 Kerangka Pemikiran Secara klinis bentuk parvovirosis ada dua yaitu bentuk entereitis dan miokarditis (Macintire, 2004). Umumnya anjing yang diserang adalah anak anjing yang berumur dibawah 3 bulan dan sisanya, sebanyak 2 – 3 % adalah anjing dewasa (Baxter, 2002). Canine Parvovirus pada anak anjing akan menjadi lebih parah jika disertai dengan adanya infeksi parasit, stres, keadaan di dalam kandang yang terlalu padat, sanitasi yang buruk, titer antibodi induk rendah dan kegagalan tubuh membentuk respon kekebalan (Sajuthi, 2001). Derajat keparahan manifestasi klinis infeksi CPV sangat tergantung pada umur anjing yang terinfeksi. Makin muda umur anjing yang terinfeksi, makin parah klinis yang dihasilkan (Dharmojono, 2001). Penelitian ini penting diteliti untuk mengetahuan variasi tingkat keparahan lesi histopatologi usus dan otot jantung anjing terinfeksi virus parvo dan untuk membantu dalam diagnosis kasus parvovirus pada anjing.