HIDUP DI TENGAH KRISIS EKONOMI DUNIA

advertisement
Boks 2.
BANKERS’ DINNER 2009: HIDUP DI TENGAH KRISIS EKONOMI DUNIA
Bankers’ Dinner merupakan tradisi tahunan sebagai momen refleksi dan
wahana komunikasi di antara kalangan perbankan. Di Provinsi Jambi, Bankers’ Dinner
telah dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2009 bertempat di Kantor Bank Indonesia
Jambi dengan jumlah undangan berkisar 80 orang, dan dihadiri antara lain oleh
Gubernur Jambi, para Bupati di seluruh Provinsi Jambi, Muspida, instansi pemerintah
daerah serta kalangan perbankan se-Provinsi Jambi. Agenda pertemuan tersebut
adalah memberikan informasi mengenai arahan Gubernur Bank Indonesia pada tahun
2009 sera perkembangan ekonomi di Jambi yang disampaikan oleh Pemimpin Bank
Indonesai Jambi.
Pertemuan tahunan perbankan tahun ini mengangkat tema “Hidup di Tengah
Krisis Ekonomi Dunia”. Arahan diawali dengan gambaran krisis ekonomi dunia serta
dampaknya
terhadap
perkonomian
Indonesia.
Selanjutnya,
disampaikan
pula
pandangan-pandangan tentang prospek dan tantangan perekonomian ke depan, dan
arahan diakhiri dengan bagaimana arah kebijakan moneter dan perbankan di
Indonesia di tahun 2009.
KRISIS EKONOMI DUNIA
Tahun 2009 dapat dipastikan akan merupakan tahun yang penuh tantangan
dan ujian dimana saat ini sedang di puncak gelombang krisis ekonomi global terberat
sejak Depresi 1929. Krisis keuangan global yang diawali dengan kredit macet sektor
perumahan di Amerika Serikat ternyata hanya pucuk dari sebuah gunung es yang
kemudian berkembang menjadi krisi kredit berskala global. Aliran kredit untuk
kegiatan normal terganggu karena penyandang dana lebih suka menyimpan dananya
dalam cash atau emas daripada memberikan pinjaman. Bank dan lembaga keuangan
di berbagai negara mengalami distress dan sebagian, termasuk yang berskala global,
bangkrut.
Yang sangat dikhawatirkan para pengelola ekonomi dan ingin dihindari almost
at all cost adalah terjadinya proses spiral ke bawah antara sektor keuangan dan sektor
riil dimana sektor keuangan yang tidak berfungsi mengakibatkan kemerosotan
kegiatan sektor riil, yang kemudian makin memperburuk kinerja sektor keuangan dan
kemudian makin menekan sektor riil, demikian seterusnya.
Sementara itu, di tengah suasana yang kurang menguntungkan ini, Indonesia
tidaklah pada posisi terburuk di antara negara-negara lain.
Secara umum, postur
makro termasuk tingkat pertumbuhan ekonomi tidak terlalu jelek dan industri
perbankan juga cukup mantap. Indonesia termasuk beruntung karena exposure
perbankan dan lembaga keuangan terhadap subprime mortgages minimal. Namun
dalam perkembangan selanjutnya, bukan berarti Indonesia tidak sepenuhnya bisa
terhindar dari imbas krisis. Perbankan Indonesia tidak terhindar dari masalah produk
I
derivatif, meskipun skalanya lebih kecil dibanding sejumlah negara berkembang lain
apalagi dibanding dengan negara-negara maju.
Permasalahan yang dihadapi Indonesia terkait dengan krisis ekonomi global ini
adalah:
a. Menciutnya akses korporasi dan perbankan terhadap sumber pembiayaan luar
negeri.
b. Pasar uang antarbank dalam negeri yang belum berjalan normal dilihat dari
volume transaksi harian terutama dari segi akses bank-bank menengah dan
kecil terhadap sumber dana ini.
Untuk itu respon yang dilakukan oleh
Indonesia adalah perluasan fasilitas likuiditas bank sentral bagi perbankan
seperti FPJP.
c. Krisis keuangan global yang mulai menggerus kegiatan ekonomi yang terjadi
dalam dua kuartal terakhir di semua negara tak terkecuali Indonesi.
Untuk itu Indonesia harus mempunyai strategi dengan sasaran yang jelas. Ada
3 (tiga) sasaran yang harus dicapai secara terkoordinir, yaitu:
a. Melewati masa keketatan kredit global dengan selamat
b. Menjaga agar kegiatan ekonomi nasional tidak terlalu merosot dalam jangka
pendek, dan
c. Mempersiapkan kondisi agar setelah itu perekonomian Indonesia kembali pada
jalur pertumbuhan ekonominya yang sustainable.
Kunci untuk menangkal kemerosotan kegiatan ekonomi dalam jangka pendek
adalah perlunya stimulus fiskal dan percepatan pelaksanaan APBN 2009. Namun harus
pula diingat, stimulus fiskal harus dibarengi dengan perbaikan dan penguatan sektor
keuangan. Stimulus fiskal pada hakekatnya berfungsi sebagai pemancing pump
priming dimana tidak akan menghasilkan kebangkitan ekonomi yang sustainable
apabila tidak dibarengi dengan kebangkitan kembali kegiatan sektor swasta atau dunia
usaha. Sementara itu, kebangkitan kembali sektor swasta hanya akan terjadi apabila
didukung oleh sektor keuangan yang berfungsi kembali secara penuh.
Pelajaran Krisis Ekonomi
Beberapa pelajaran penting yang dapat diambil dari krisis ini adalah:
a. Kembali ke khittah, “back to basics”.
Krisis yang dihadapi saat ini dapat dilihat sebagai konsekuensi dari
perkembangan sektor keuangan yang lepas dari akarnya yaitu kegiatan
ekonomi riil. Produk keuangan yang semakin bervariasi, canggih dan kompleks
mempunyai dampak sampingan yang fatal, yaitu semakin sulit untuk dinilai
risikonya. Instrumen keuangan semakin terlepas dari underlying transactions
yang
seharusnya
melandasinya.
Kegiatan
yang
lepas
dari
underlying
transactions-nya kemudian berkembang menjadi gelembung. Karena dinamika
internnya sendiri, gelembung makin membesar, dan akhirnya pecah. Dan krisis
terjadi
II
b. Krisis memberikan bukti kongkrit bahwa konsep universal banking bukan
model yang tahan krisis.
Oleh sebab itu perlu dipikirkan kembali mengenai konsep ini secara lebih
seksama dan berhati-hati. Kebijakan pengembangan industri ke arah konsep
yang lebih advanced, harus diikuti dengan berbagai langkah penguatan dan
penyiapan rambu-rambu pengelolaan risiko yang mantap. Untuk sementara ini,
dapat disimpulkan bahwa konsep narrow bank lebih dekat dengan khittah
bank dan terbukti lebih tahan krisis. Pemilihan model bisnis bank menentukan
ketahanan sektor perbankan. Dalam krisis saat ini dan krisis 11 (sebelas) tahun
yang lalu terlihat jelas bahwa ketahanan sektor perbankan merupakan benteng
pertahanan utama suatu negara terhadap badai keuangan.
c. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan makro yang konvensional terbukti tetap
relevan dalam mengkondisikan perekonomian menghadapi badai.
Negara-negara yang memperhatikan
dan
mengawal indikator-indikator
dasarnya seperti defisit anggaran negara, defisit transaksi berjalan, rasio hutang
terhadap kemampuan membayarnya, kecukupan cadangan devisanya, tingkat
inflasinya, tingkat bunga, pertumbuhan likuiditas dan nilai-tukarnya dalam
bingkai pertumbuhan ekonomi yang sustainable, umumnya mempunyai posisi
lebih baik dalam menghadapi krisis.
d. Terkait dengan pengelolaan keseimbangan makro, krisis juga memberikan
pelajaran yang lebih bersifat struktural. Dengan pengalaman krisis sekarang ini
barangkali akan timbul pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mendasar yang
dapat menjadi pedoman dalam memposisikan Indonesia di era globalisasi ini.
Misalnya bagaimana keseimbangan yang terbaik bagi perekonomian kita:
antara pasar domestik dan pasar ekspor, antara sektor keuangan dan sektor
riil, antara orientasi keluar dan orientasi kedalam sektor keuangan kita
khususnya perbankan kita, antara mengandalkan pembiayaan dari dalam
negeri dan dari luar negeri.
Prospek dan Tantangan Tahun 2009
Kondisi perekonomian Indonesia diperkirakan sebagai berikut:
a. Dengan adanya penurunan harga komoditas dan BBM serta produksi beras
yang diharapkan cukup baik, laju inflasi di 2009 diperkirakan menurun, berada
pada kisaran 5,0-7,0%.
b. Dari sisi neraca pembayaran, diperkirakan Neraca Transaksi Berjalan pada 2009
akan mengalami defisit sekitar 0,11% PDB. Aliran dana global diperkirakan
belum kembali normal pada 2009 ini. Namun ada satu catatan khusus bagi
Indonesia yaitu apabila Pemilu berjalan baik dan terbentuk kabinet yang
kredibel, dalam kuartal keempat akan terjadi aliran dana masuk yang cukup
besar. Dana ini berasal dari dana milik penduduk Indonesia yang sementara
diparkir di luar negeri menunggu kepastian situasi politik di dalam negeri.
III
c. Cadangan devisa akhir 2009 diprakirakan sebesar USD 51 milyar, atau cukup
untuk membiayai 4,7 bulan impor plus pembayaran utang luar negeri
Pemerintah.
e. Di bidang perbankan, stress test menunjukkan bahwa daya tahan industri
perbankan kita cukup memadai. Dalam tahun 2009, rasio kecukupan modal
(CAR) diperkirakan sedikit menurun dari 16% dalam 2008 menjadi sekitar
14%.
f.
Pertumbuhan kredit di Indonesia pada tahun 2009 diperkirakan masih akan
berada pada kisaran 18 - 20% namun dengan downside risk yang cukup besar.
Sementara itu, dengan perlambatan ekonomi, NPL akan cenderung meningkat,
meskipun diperkirakan masih dalam batas aman, yaitu berada di sekitar 5%
pada tahun 2009.
Dalam upaya menjaga pertumbuhan ekonomi, kuncinya adalah bagaimana
memaksimalkan kemampuan pasar domestik untuk mendorong kegiatan ekonomi
dalam negeri. Elemen utama dari kebijakan ini adalah percepatan pelaksanaan di
lapangan paket stimulus fiskal dan APBN 2009 secara keseluruhan. Inflasi yang
terkendali dan belanja pelaksanaan Pemilu oleh Pemerintah, partai dan masyarakat
juga akan membantu menopang daya beli masyarakat. Seiring dengan itu, kebijakan
penting yang semestinya ditingkatkan adalah langkah-langkah untuk memperbaiki
iklim usaha dan mengurangi biaya usaha di dalam negeri.
Arah Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter yang mendukung sektor riil
Kebijakan
moneter
harus
mampu
menjaga
keseimbangan
antara
menggairahkan sektor riil, menjaga kestabilan harga, menjaga ketenangan pasar
keuangan dan mengawal integritas sistem keuangan. Oleh sebab itu Bank Indonesia
akan senantiasa melonggarkan kebijakan moneter dan likuiditas yang tentunya
diselaraskan dengan asesmen dan pemantauan terhadap indikator-indikator terkait.
Memperkuat fungsi intermediasi perbankan
Terkait dengan kebijakan moneter yang mendukung sektor riil maka diperlukan
kebijakan yang dapat memperkuat fungsi intermediasi perbankan. Salah satu program
terkait dengan hal ini adalah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Penyaluran KUR
dan juga kredit UMKM diharapkan dapat terus berjalan dengan tingkat pertumbuhan
yang cukup siginifikan. Kredit jenis ini sangat penting artinya bagi masyarakat kecil
agar dapat terus bertahan dan mengembangkan usahanya pada masa-masa sulit
seperti tahun 2009 ini.
Untuk dapat
terus
memfasilitasi
aliran
kredit,
Bank
Indonesia
telah
mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan
bagi perbankan dalam menyalurkan kredit. Ketentuan-ketentuan tersebut mencakup
beberapa hal seperti: memperpanjang masa transisi penerapan Basel II untuk
IV
perhitungan beban modal risiko operasional, menyederhanakan tatacara pembukaan
kantor bank, termasuk syariah, menyesuaikan bobot ATMR untuk Kredit Usaha Kecil
dengan skim penjaminan, menyesuaikan tatacara penilaian kredit dalam jumlah
tertentu, memberikan fasilitas transaksi USD repurchase agreement (repo) bank kepada
Bank Indonesia, dan mengurangi kewajiban pembentukan Penyisihan Penghapusan
Aktiva Non Produktif (yaitu untuk abandoned assets).
Ke depannya, Bank Indonesia juga akan mengeluarkan kebijakan untuk
mendukung ketentuan-ketentuan tersebut di atas yang terkait dengan dengan upaya
peningkatan
transparansi perbankan, penguatan efektifitas manajemen risiko
likuiditas, dan produk-produk derivatif industri perbankan. Dengan kebijakan ini
diharapkan, seluruh pelaku industri perbankan, baik bank umum konvensional
maupun syariah, akan memiliki ruangan yang cukup untuk tetap menjalankan fungsi
intermediasinya, dengan tetap menempatkan penerapan prinsip kehati-hatian dan
manajemen risiko sebagai prioritas utama.
Arah Kebijakan Perbankan
Benteng pertahanan utama dari badai krisis adalah sektor perbankan.
Perekonomian akan tahan krisis apabila sektor perbankannya tahan krisis. Sektor
perbankan yang demikian bertumpu pada dua pilar yaitu good governance dalam
pengelolaan masing-masing bank dan good supervision.
Good Governance
Dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sektor keuangan dan perbankan di
tanah air akhir-akhir ini semakin dapat dirasakan bahwa faktor integritas dan karakter
manusianya sangat menentukan dan di atas segalanya. Walaupun saat ini, sistem risk
management sudah canggih, sistem pengawasannya baik, tetapi hasil akhirnya akan
terpulang kepada integritas dan karakter pelaksananya. Sebaik apapun suatu sistem
tidak
akan
jalan
apabila
para
pelaksananya
selalu
mencari
lubang-lubang
kelemahannya untuk dimanfaatkannya.
Ke depan, Bank Indonesia akan memperkuat screening berdasarkan karakter
dan integritas bagi para bankir dan juga bagi para pengawasnya. Bank Indonesia juga
akan memperkuat sanksi bagi mereka yang nyata-nyata sengaja menyalahgunakan
kewenangannya. Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan pengurus bank bertanggung
jawab penuh, dalam batas-batas ketentuan perundangan yang berlaku, atas apa yang
terjadi di bank mereka.
Good Supervision
Peningkatan ketahanan perbankan tidak lepas dari mutu pengawasan terhadap
perbankan. Saat ini Bank Indonesia sedang melakukan langkah-langkah untuk
memperkuat pengawasan bank. Reposisi dan penyegaran personalia sedang berjalan.
Prosedur dan tata kerja pengawasan kita review kembali untuk difokuskan kepada halhal yang menentukan kesehatan bank.
V
Di tahun 2009, Bank Indonesia merencanakan untuk secepatnya meningkatkan
efektifitas pengawasan bank melalui dua hal yaitu :
a. Penyempurnaan kerangka pengawasan berbasis risiko melalui peningkatan
proses penilaian risiko, pengawasan, pemeriksaan dan surveilance terhadap
sistem.
Kualitas penerapan manajemen risiko, khususnya dalam pengelolaan likuiditas
dan kontrol terhadap produk serta aktifitas baru bank, akan menjadi fokus
utama penguatan saat ini. Aspek ini terasa sangat mendesak untuk ditangani
di tengah krisis keuangan seperti sekarang.
b. Penyempurnaan fungsi dan organisasi pengawasan baik di Kantor Pusat
maupun di seluruh Kantor-kantor Bank Indonesia.
Bank Indonesia akan memperkuat kaitan antara hasil pemeriksaan dan langkah
pembinaan, serta antara temuan dan tindakan. Oleh sebab itu, Bank Indonesia
akan membentuk tim panel untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan dan
langkah-langkah pembinaannya.
VI
Download