BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perusahaan adalah entitas yang dijalankan untuk menghasilkan profit. Tanggung jawab sebenarnya adalah menyediakan keuntungan ekonomis, tetapi perusahaan sebaiknya memperhatikan masalah-masalah sosial sekitarnya yang dapat menghambat kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Tujuan utama dari perusahaan dalam menjalankan operasinya adalah diciptakan untuk memakmurkan pemiliknya dan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat untuk dikonsumsi, membayar pajak kepada pemerintah dan lain-lain. Setiap perusahaan membutuhkan dana yang cukup besar untuk memulai investasinya. Perusahaan memiliki berbagai macam alternatif untuk memperoleh dana tersebut, antara lain melalui pembiayaan sendiri, pembiayaan kolektif, maupun yang paling sering dilakukan yaitu melalui pinjaman dari bank. Semakin banyak perusahaan yang mengajukan permohonan kredit ke bank untuk investasinya, membuat bank-bank lebih berhati-hati dalam memutuskan nasabah mana yang permohonan kreditnya akan disetujui. Prosesnya mempertimbangkan beberapa hal, salah satunya yang paling penting, yaitu risiko kredit tidak tertagih. Kegiatan operasi dari perusahaan-perusahaan tersebut memiliki berbagai macam kemungkinan dampak yang dapat merugikan. Peningkatan polusi, kerusakan lingkungan akibat limbah, kebisingan, produk berbahaya bagi kesehatan masyarakat, semakin kompleks untuk dikendalikan. Pandangan mengenai perusahaan yang hanya mencari keuntungan dan berorientasi pada materi merupakan sebagian besar opini masyarakat mengenai sebuah perusahaan. Seiring dengan berjalannya waktu, perusahaan pun tidak hanya berorientasi pada profit saja. Perusahaan mulai menyadari bahwa keberhasilan suatu perusahaan tidak hanya ditentukan pada profit saja, tetapi juga pada sumber daya manusia serta lingkungan tempat perusahaan berdiri. Sejak tahun 1990-an, perusahan sudah memiliki kesadaran untuk mengalokasikan sebagian perusahaannya bagi komunitas/ lingkungan sekitarnya. Orientasi pada profit/ single bottom line mulai diubah pada triple bottom line, yaitu profit, people, planet. Salah satu pelaksanaan konsep triple bottom line pada perusahaan adalah dengan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). CSR ini sedang menjadi fenomena pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Berbagai perusahaan melaksanakan kegiatan CSR sebagai salah satu program kerja yang berkelanjutan. CSR awalnya muncul akibat banyaknya perusahaan yang lebih mementingkan kepentingan pemegang saham dibandingkan stakeholders yang lain. Perusahaan menganggap stakeholders tidak memiliki andil yang cukup besar bagi perkembangan perusahaan seperti halnya shareholders sehingga perusahaan tidak merasa perlu untuk memberikan informasi kepada stakeholders. Misalnya sebut saja masyarakat di sekitar perusahaan beroperasi. Mereka merasakan dampak sosial maupun dampak lingkungan dari kegiatan perusahaan, baik dampak positif ataupun negatif. Jika perusahaan tidak melaksanakan tanggung jawab sosialnya, sangat mungkin akan terjadi protes dan tekanan dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat atau komunitas masyarakat lainnya yang menuntut ganti rugi atas dampak yang ada, atau bahkan perusahaan harus membayar sanksi kepada pemerintah setempat, sehingga citra perusahaan di mata masyarakat menjadi buruk. Pada akhirnya dapat berdampak buruk, bukan hanya bagi keberhasilan perusahaan tetapi juga bagi kelangsungan hidup perusahaan di masa depan. Hasil Survey The Millenium Poll on CSR (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of wales Business Leader Forum (London) di 23 negara dengan 25.000 responden menunjukkan bahwa: 1. Mayoritas responden (60%) menyatakan: CSR seperti etika bisnis, praktik sehat terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, merupakan unsur utama mereka dalam menilai baik atau tidaknya suatu perusahaan. Faktor fundamental bisnis, seperti kinerja keuangan, ukuran perusahaan, strategi perusahaan atau manajemen, hanya dipilih oleh 30% responden. 2. 70% reponden setuju bahwa mereka akan lebih loyal terhadap perusahaan yang mendukung masyarakat lokal; 40% responden, mengancam akan ”menghukum” perusahaan yang tidak melakukan CSR. 3. 50% responden berjanji tidak mau membeli produk perusahaan yang mengabaikan CSR. Mereka tidak akan merekomendasikan hal ini kepada konsumen lain. Seiring berjalannnya waktu, kesadaran para pelaku bisnis akan pentingnya CSR semakin bertambah. Banyak perusahaan yang melaksanakan tanggung jawab sosialnya dan mengungkapkan CSR dalam laporan tahunan mereka, terutama perusahaan yang memiliki dampak sosial dan lingkungan cukup besar. Selain itu dorongan dari pemerintah agar perusahaan melaksanakan dan menerapkan CSR juga semakin tinggi. CSR sendiri pada akhirnya dinilai dapat mempertahankan kondisi perusahaan saat ini dan dapat membawa perusahaan ke dalam kondisi yang jauh lebih baik, serta dapat mengembangkan prospek usaha perusahaan di masa depan. UU 40 Tahun 2007 (UU PT) pasal 74 ayat (1) menyatakan bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pada Pasal 74 ayat (2) dinyatakan bahwa Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Selanjutnya, pada penjelasan Pasal 74 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Dalam seminar “The Indonesia Business Link Conference On Corporate Social Responsibility” diungkapkan bahwa CSR bukan hanya program charity yang seringkali bersifat sementara, tetapi seharusnya dijadikan aturan main dalam berbisnis sehingga tanggung jawab sosial itu akan terintegrasi dalam semua aspek kegiatan bisnis. Pada kesempatan itu Clifford Rees Manager Divisi Krisis Manajemen PricewaterhouseCoopers di Indonesia berpendapat: “CSR tidak berbeda dengan code of conduct sehingga menyatu dalam cara bagaimana perusahaan dioperasikan. Jadi masalahnya bukan sekedar jumlah dana yang dialokasikan untuk program itu”. Rees juga mengemukakan bahwa dalam pengambilan keputusan bisnis, pertimbangan dampak lingkungan tidak dapat diabaikan demi laba, karena regulasi di Indonesia yang memuat sanksi pidana bagi yang melakukan pelanggaran. Bank memiliki kriteria sendiri dalam memilih nasabah yang akan diisetujui permohonan kreditnya, kriteria-kriteria tersebut biasa disebut dengan “5C” yaitu, watak debitur (character), kemampuan modal (capital), agunan (collected), kondisi atau prospek usaha (condition), dan kemampuan debitur dalam menjalankan usahanya (capacity). Selama beberapa tahun, industri perbankan dunia telah berusaha mencari jalan untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan penilaian dan pengelolaan risiko sosial dan lingkungan. Pada tahun 2002, beberapa bank di London dan International Finance Corporation (IFC), sebagai bagian dari World Bank, mendiskusikan hal tersebut, dan berusaha mengembangkan suatu standar yang dapat mengatasi risiko sosial dan lingkungan dalam pemberian kredit. Perkembangan CSR yang begitu cepat disambut dengan antusias oleh para investor termasuk para banker. Hal ini ditandai dengan berkembangnya Socially Responsible Investment (SRI) sejak beberapa tahun terakhir. Sedangkan kepedulian industri perbankan terhadap CSR ditandai dengan disepakatinya The Equator Principles (EPs), yaitu suatu sistem dan prosedur “screening” yang ketat guna menilai risiko CSR terhadap proyek-proyek yang mempunyai dampak lingkungan signifikan sebelum kredit diluncurkan. EPs pada mulanya disepakati oleh 10 bank internasioanal di Inggris pada tahun 2002. Saat ini tercatat sedikitnya 40 bank diseluruh dunia yang telah menandatangani EPs yang artinya adalah bahwa bank-bank tersebut, dimanapun mereka beroperasi, setuju akan menggunakan EPs sebagai basis dalam menilai kelayakan proposal kredit yang diajukan oleh calon debitur yang kegiatan operasinya berdampak signifikan terhadap lingkungan. Bank yang terikat dengan EPs cenderung melakukan screening secara lebih ketat ketimbang bank yang belum menandatangani EPs (Majalah Akuntan Indonesia Edisi No.12 Tahun 2008). Hal-hal di atas terutama fonomena mengenai Equator Principles ini menunjukkan bahwa CSR sangat penting bukan hanya bagi perusahaan yang bersangkutan tetapi juga bagi bank dalam menghindari risiko sosial dan lingkungan dari nasabah / calon debitur yang dapat membuat risiko tak tertagih semakin besar. Salah satu contohnya adalah kasus Lapindo. Dampak sosial maupun lingkungan dari kegiatan perusahaan tersebut, memaksa mereka membayar ganti rugi terutama kepada masyarakat yang terkena dampak langsung. Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan di atas, maka judul penelitian ini adalah “Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Keputusan Pemberian Kredit Investasi”. 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang sudah diuraikan di atas, penulis mengidentifikasikan masalah yang ada sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan antara pengungkapan CSR tentang risiko sosial dan lingkungan hidup dengan keputusan pemberian kredit investasi 2. Seberapa besar pengungkapan CSR tentang risiko sosial dan lingkungan hidup secara bersama-sama mempegaruhi keputusan pemberian kredit investasi 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Investor menginginkan informasi mengenai etika, hubungan dengan karyawan dan mayarakat. Maksud dari penelitian ini adalah untuk menyajikan bukti yang empiris mengenai praktik pengungkapan sosial dan ingkungan serta hubungannya dengan iklim investasi di Indonesia. Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui hubungan antara pengungkapan CSR tentang risiko sosial dan lingkungan hidup dengan keputusan pemberian kredit investasi. 2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh pengungkapan CSR tentang risiko sosial dan lingkungan hidup secara bersama-sama terhadap keputusan pemberian kredit investasi. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini dihaharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti bagi beberapa pihak, antara lain: 1. Bagi penulis Memberikan pengetahuan tambahan dan perluasan wawasan mengenai salah satu bagian ilmu akuntansi, terutama bagi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Selain itu juga memberikan tambahan pengetahuan mengenai industri perbankan dalam hal pemberian kredit investasi. 2. Bagi calon debitur Memberikan informasi mengenai kemungkinan pentingnya pengungkapan CSR dalam analisis kredit yang dilakukan bank dalam penentuan permohonan kredit calon debitur yang disetujui. 3. Bagi bank Sebagai dasar pertimbangan atas kriteria tambahan dalam penilaian dan pengelolaan risiko sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan pemberian kredit atau analisis kredit kepada calon debitur. 4. Bagi peneliti selanjutnya Dapat dijadikan referensi dan informasi tambahan dalam penelitian selanjutnya untuk topik yang sama. 5. Bagi pihak lain Dapat dijadikan alternatif Responsibility literatur mengenai Corporate Social 1.5 Kerangka Pemikiran Selama lebih dari satu dekade, CSR mulai memasuki dunia bisnis di Indonesia. Diawali dengan komitmen Indonesia untuk mewujudkan sustainable development melalui penerapan Good Corporate Governance. Jika kita tinjau kembali, tujuan perusahaan adalah memaksimalkan laba, seperti pendapat Milton Friedman dalam Esters (1995): “Businnes Of The Business Is To Maximize Profit.” Menurutnya, satu-satunya tanggung jawab perusahaan kepada stakeholdersnya adalah memaksimalkan laba. Pendapat itu tidak sepenuhnya salah, jika dilihat dalam jangka pendek, dengan laba yang besar maka kepentingan para stakeholders dapat terpenuhi. Tidak juga selamanya dapat dianggap benar, jika sikap perusahaan yang hanya mementingkan laba pada periode berjalan, dalam jangka panjang justru akan berakibat buruk bagi tingkat profitabilitas. Misalnya, jika perusahaan menekan biaya pengelolaan lingkungan hidup, seperti pengolahan limbah yang rusak tidak diperbaiki demi memaksimalkan laba, perusahaan akan mendapat protes dari masyarakat sekitar dan aktivis lingkungan. Perusahaan mungkin saja mendapat tuntutan hukum, dan secara tidak langsung hal-hal tersebut dapat mengakibatkan laba perusahaan di masa depan menurun. Stakeholders perusahaan dapat didefinisikan sebagai pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah karyawan, pelanggan, konsumen, pemasok, masyarakat, dan lingkungan sekitar, serta pemerintah selaku regulator. Pendapat ini didukung oleh teori legitimasi bahwa salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggungjawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang suksesnya keuangan perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan, misalnya dalam lingkup sosial. Dengan demikian investor akan tetap berinvestasi di perusahaan tersebut. Kepentingan mereka pada perusahaan berbeda, tetapi perusahaan seringkali menganggap kepentingan pemegang saham yang harus didahulukan karena investasi mereka dianggap lebih besar dibandingkan dengan stakeholders lainnya. Tanpa disadari oleh perusahaan, justru anggapan tersebut yang seringkali membuat perusahaan tidak bisa mempertahankan going concern-nya. Untuk merealisasikan Good Corporate Governance, yaitu akuntabilitas, tanggung jawab sosial harus diungkapkan. Menurut Eddy Rismanda Sembiring dalam jurnalnya mengemukakan bahwa pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan yang sering juga disebut sebagai social disclosure, corporate social reporting, social accounting (Mathews,1995) atau corporate social responsibility (Hackston dan Milne, 1996) merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Kegiatan operasional bank sebenarnya cukup banyak, mulai dari mendepositokan uang masyarakat, sampai memberikan kredit kepada masyarakat yang membutuhkan. Kredit inilah yang merupakan kegiatan utama bank, karena kredit merupakan aktivitas bank yang paling besar. Karena itu juga, masalah kredit ini dianggap sangat penting dalam industri perbankan. Ada beberapa pengertian kredit yang pernah dikemukakan, baik oleh seorang individu maupun sebagai suatu lembaga. Penulis akan mengutip beberapa pengertian kredit yang ada: Menurut UU perbankan No.7 Tahun 1992 pasal 1 ayat 12: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.” Menurut Amir R. Batubara yang disadur dari buku Analisis Kredit karangan Hadiwidjaya & Rivai Wirasasmita (2001;6) menyatakan bahwa: “ Kredit adalah suatu pemberian prestasi yang kontra prestasinya akan terjadi pada sewaktu-waktu di hari yang akan datang”. Menurut UU No. 10 Tahun 1998, tentang perbankan: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Dari definisi kredit di atas dapat diartikan bahwa kredit itu diberikan berdasarkan kepercayaan dua belah pihak yaitu pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit (debitur). Bagaimana pun juga aktivitas pemberian kredit ini mengandung tingkat risiko tertentu. Analisis kredit merupakan salah satu bagian dalam prosedur pemberian kredit. Analisis kredit dilakukan dengan teliti serta memperhatikan unsur “5C” (Character, Capacity, Capital, Cultural, and Condition). Hasil analisis kredit dapat dijadikan pedoman bagi bank apakah permohonan kepada layak diberikan atau tidak. Kredit investasi adalah fasilitas kredit yang diberikan untuk membantu pembiayaan masalah/ calon debitur dalam memperoleh barang modal. Akiva tetap perusahaan seperti untuk pengadaan mesin-mesin peralatan, pendirian bangunan untuk proyek baru atau rehabilitasi, dan modernisasi proyek yang sudah ada. Kredit jangka menengah/ panjang ini pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai. Jenis kredit ini yang diteliti karena menurut pengertiannya sesuai dengan pengertain perfect financing pada Equator principle. Penelitian mengenai pengungkapan sosial ini pernah dilakukan oleh Cecep Nandang (2006), mahasiswa Universitas Padjadjaran, dengan mengambil judul skripsi “Pengaruh Profitabilitas terhadap Tingkat Pengungkapan Pertanggungjawaban Sosial pada Perusahaan-Perusahaan Go Public yang Bergerak di Bidang Industri Manufaktur di BEJ.” Dari hasil penelitian ini diperoleh suatu kesimpulan bahwa tingkat penjualan meningkat sejak diterapkannya pengungkapan tanggung jawab sosial. Tetapi, pengungkapan pertanggungjawaban sosial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat profitabilitas perusahaan, karena dari perusahaan-perusahaan tersebut mencatat biaya yang besar untuk pelaksanaan tanggung jawab sosial. Sedangkan penulis melakukan penelitian dengan mengambil judul “Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Keputusan Pemberian Kredit Investasi”. Pembahasan masalah yang diteliti pada skripsi ini adalah tentang pengaruh pengungkapan CSR terhadap pemberian kredit investasi. 1.6 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu suatu metode yang bertujuan memberikan gambaran secara sistematik dan akurat mengenai masalah yang diteliti dimana data yang diperoleh dikumpulkan kemudian disusun, diolah dan dianalisis. Setelah data yang diperoleh dikumpulkan dan dianalisis, lalu dibandingkan dengan landasan teori yang diperoleh dari literatur-literatur sehingga akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah manajer kredit atau account officer di kantor pusat/ kantor cabang yang mempunyai wewenang yang sama dengan kantor pusat yang berlokasi di Bandung. Teknik pengumpulan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiono, 2008). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dengan metode survey, yaitu melalui kuesioner yang disebarkan kepada manajer kredit atau staff bagain kredit di tiap bank yang dijadikan sampel. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa teknik, antara lain: a. Penelitian Kepustakaan Peneliti memperkuat landasan teori melalui literatur-literatur, penelitianpenelitian sebelumnya, serta artikel yang ada di media cetak mapun elektronik, yang berkaitan dengan topik penelitian ini. b. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan dilakukan dengan menyebarkan alat penelitian, dalam hal ini menggunakan kuesioner, ke sebagian subyek penelitian yang dijadikan sampel, untuk memperoleh hasil yang dapat diandalkan. Penelitian ini menggunakan dua variabel: a. Variabel Independen (X) Variabel independen adalah variabel bebas yang mempengaruhi variabel dependen, atau variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan tentang risiko sosial dan lingkungan hidup. b. Variabel Dependen (Y) Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independen. Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah keputusan pemberian kredit investasi. 1.6.1 Rancangan Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh siginifikan antara tanggung jawab sosial yang diungkapkan calon debitur dengan keputusan bank menyetujui permohonan kredit nasabah yang bersangkutan. Rancangan pengujian hipotesis akan meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Penetapan hipotesis 2. Pemilihan sampel dan perhitungan statistik 3. Penetapan tingkat signifikansi 4. Pengujian hipotesis 5. Penarikan kesimpulan 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Penulis mengadakan penelitian di 4 kantor cabang bank swasta yang memiliki wewenang yang sama dengan kantor pusat yang berlokasi di Bandung. waktu penelitian ini dilakukan mulai bulan November 2008 sampai dengan selesai.