perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Model Pembelajaran Social Science Inquiry a. Model Pembelajaran Belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar di mulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang. Belajar adalah perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru (Martinis Yamin, 2010:96). Dalam upaya memperoleh pengalaman siswa itulah proses belajar disampaikan dengan langkah-langkah yang tepat dan sesuai. Pada situasi belajar keterlibatan seseorang secara langsung dalam situasi benar tersebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu memecahkan masalah (Baharuddin dan Nur, 2010:89). Teori psikologi Gestalt sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa prinsip yang perlu mendapat perhatian, adalah sebagai berikut: 1) Tingkah laku terjadi berkat interaksi antara individu dan lingkungannya, faktor herediter (natural endowment) lebih berpengaruh. 2) Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan yang dinamis. Adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong terjadinya tingkah laku. 3) Belajar mengutamakan aspek pemahaman (insight) terhadap situasi problematis. 4) Belajar menitik beratkan pada situasi sekarang, dalam situasi tersebut menemukan dirinya. 5) Belajar di mulai dari keseluruhan dan bagian-bagian hanya bermakna dalam keseluruhan itu (Oemar, 2003:41). Pembelajaran adalah usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar (Indah Komsiyah, 2012:4). Di dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil commit to userKomsiyah, 2012:4). Berdasarkan pembelajaran yang diinginkan (Indah 9 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 pendapat Lindgren dalam Indah Komsiyah (2012:4), bahwa pembelajaran mencakup tiga aspek, yaitu peserta didik, proses belajar, dan situasi belajar. Dilihat dari siswa, pembelajaran sebagai suatu proses yang kompleks merupakan kegiatan peningkatan kemampun kognitif, afektif, dan psikomotorik agar menjadi lebih baik. Kemampuan kognitif dapat berupa penguasaan siswa terhadap sejumlah pengetahuan atau informasi yang diperoleh melali proses belajar. Komponen mencerminakan nilai-nilai yang menjadi acuan bagi siswa dalam bersikap. Sementara kemampuan psikomotorik dapat berupa keterampilan atau perilaku yang dimiliki siswa (Mukhamad Murdiono, 2012:22). Menyampaikan bahan pembelajaran berarti melaksanakan beberapa kegiatan, tetapi kegiatan itu tidak akan ada gunanya jika tidak mengarah pada tujuan tertentu. Hal ini dapat diartikan bahwa seorang pengajar harus mempunyai tujuan dalam kegiatan pengajarannya, karenanya setiap pengajar menginginkan pengajaran yang dilakukan dapat diterima sejelas-jelasnya oleh peserta didik. Dalam mengerti suatu hal pada diri seseorang terjadilah sebuah proses yang disebut sebagai proses belajar melalui model-model mengajar yang sesuai dengan kebutuhan proses belajar itu. Syaiful Sagala (2010:173) menjelaskan, “melalui model-model mengajar itu pengajar mempunyai tugas merangsang serta meningkatkan jalannya proses belajar. Untuk dapat melaksanakan tugas itu dengan baik, pengajar harus mengetahui bagaimana model dan proses pembelajaran itu berlangsung”. Anitah (2009:45) mengemukakan “model adalah suatu kerangka berpikir yang dipakai sebagai panduan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu”. Model dimaknakan sebagai suatu obyek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan suatu hal (Trianto, 2010:21). Pengertian pembelajaran disampaikan Gene dan Brigs dalam Rusman (2013:10) yang mendefinisikan bahwa “pembelajaran sebagai suatu rangkaian event (kejadian, peristiwa, dan kondisi) yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi peserta didik sehingga proses belajarnya berlangsung dengan mudah”. Belajar bukan sekedar mengumpulkan pengetahuan, belajar adalah commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 proses mental yang terjadi pada diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya aksi individu dengan lingkungan yang disadari (Wina, 2013:112). Kimbel dan Garmesi dalam Didi Supriyadi dan Deni Darmawan (2012:27) mendefinisiskan bahwa, “Learning is a relaktively permanent change in a behavioral tendency and is the result of reinforced practice”. Penjelasan mengenai belajar tersebut, paling tidak terdapat tiga esensi pokok yang di antaranya: yaitu pertama, pengalaman atau latihan (proses); kedua, ada hasil (result) yaitu terjadinya perubahan tingkah laku; dan ketiga adalah, behavioral tendency yaitu tingkah laku sebagai hasil belajar itu cenderung permanen. Mulyani dan Johar (2001:37) mendefinisikan “model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang dapat diguanakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pengajaran, dan membimbing pengajaran di kelas atau yang lain”. Bruce, Marsya, dan Emily (2011:6) mengemukakan Model of teaching are really models of learning. As we help students acquire information, ideas, skills, values, ways of thinking, and means of expressing themselves, we are also teacing them how to learn. In fact, the most importan long-term outcome of instruction may be student’ increased capabilities to learn more easily and effectively in the future, both because of the knowledge and skill they have acquired and because they have mastered more learning processes. Penjelasan yang dikemukakan oleh Bruce, Marsya, dan Emily pada dasarnya model dari mengajar sejatinya ialah model pembelajaran yang membantu peserta didik memperoleh informasi, keterampilan berpikir, nilai, cara berpikir, serta mengekspresikan dirinya, mengajarkan kepada peserta didik bagaimana cara belajar. Faktanya, hasil dari pembelajaran jangka panjang yang paling penting mungkin ialah meningkatkan kemapuan peserta didik dalam pembelajaran dengan lebih mudah dan hasil yang baik di masa depan, karena meraka memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta mereka juga mampu menguasai lebih banyak proses pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada commit to user strategi metode atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 khusus yang membedakan dengan strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah: 1. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya. 2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai). 3. Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil. 4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Hamruni, 2012:6). 5. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; dan (4) sistem pendukung. Keempat bahian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran (Rusman, 2014:136) 6. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang (Rusman, 2014:136). Model pembelajaran dikelompokkan menjadi empat kelompok seperti yang dikemukakan oleh Bruce, Marsya, dan Emily (2011:25) sebagai berikut: We have grouped our models of teaching into four families whose members share orientations toward human beings and how they learn. These are: The information-processing family The social family The personal family The behavioral systems family Model pembelajaran terdiri dari 4 kelompok yang dikelompokkan oleh Bruce, Marsya, dan Emily tersebut ialah (1) kelompok model-model pengolahan informasi; (2) kelompok model-model interaksi sosial atau social models; (3) kelompok model-model pembelajaran individu; (4) kelompok model-model sistem perilaku atau behavioural system. Berdasarkan pada penjelasan di atas, model pembelajaran merupakan suatu proses yang memiliki langkah-langkah atau prosedur dilakukan oleh guru dan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran digunakan dalam upaya mencapai keberhasilan materi atau pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Guru merancang sedemikian rupa model pembelajaran to user yang cocok bagi keberhasilancommit kompetensi yang dicapai. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 b. Model Pembelajaran Social Science Inquiry Pembelajaran inquiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah dalam waktu yang relatif singkat. Model pembelajaran inquiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Wina Sanjaya, 2014:196). Strategi pembelajaran inquiry merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach) (Wina Sanjaya, 2014:197) Sasaran utama kegiatan pembelajaran inquiry adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inquiry (Trianto, 2010:166). Strategi pembelajaran inquiri menekankan kepada perkembangan anak, dalam penggunaan strategi pembelajaran inquiry terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru. Setiap prinsip tersebut dijelaskan di bawah ini: 1) Berorientasi pada pengembangan intelektual Tujuan utama dari strategi inquiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan proses pembelajaran bukan ditentukan oleh sejauh manasiswa menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktifitas mencari dan menemukan sesuatu. 2) Prinsip interaksi Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antar siswa dengan guru, bahkan interaksi antar siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpkirnya melalui interaksi mereka. 3) Prinsip bertanya Kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Oleh karena itu kemampuan guru untuk bertanya commit to userdalam setiap langkah inquiri sangat diperlukan. Apakah itu bertanya hanya sekedar untuk meminta perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan, atau bertanya untuk menguji. 4) Prinsip belajar untuk berpikir Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think). Belajar berpikir logis dan rasional perlu didukung oleh pergerakan otak kanan, misalnya dengan memasukkan unsur-unsur yang dapat mempengaruhi emosi, yaitu unsur estetika melalui proses belajaryang menyenangkan dan menggairahkan. 5) Prinsip keterbukaan Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangakan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan (Wina Sanjaya, 2014:199-201). Model pembelajaran social science inquiry merupakan salah satu dari beberapa turunan dari strategi pembelajaran inquiry. Inquiry sosial dapat dipandang sebagai suatu strategi pembelajaran yang berorientasi kepada pengalaman siswa (Wina Sanjaya, 2014:206). Model pembelajaran social science inquiry (Inquiri study sosial)/inquiry social termasuk dalam kelompok model pembelajaran interaksi sosial seperti yang dikemukakan oleh Bruce Joyce. Model pembelajaran yang berorientasi pada interaksi sosial menekankan pentingnya hubungan sosial yang berkembang dalam proses interaksi sosial di antara individu, hal ini dimaksudkan sebagai upaya memperbaiki masyarakat dengan memperbaiki hubungan-hubungan interpersonal melalui prosedur demokratis, yaitu demokrasi Pancasila yang menekankan pada musyawarah untuk mencapai mufakat. Abdul Aziz (2012:59) mengemukakan “Secara filosofis model dari kategori ini berasumsi bahwa pendidikan dapat mengembangkan individu secara individual dengan merefleksikan cara-cara menangani berbagai informasi dalam konsep dan nilai-nilai”. Model inquiry sosial yang termasuk dalam model interaksi sosial bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah-masalah sosial dengan cara berpikir logis. Model pembelajaran sosial science inquiry selaras dengan paradigma konstruktifisme oleh Jean Piaget, yang melandasi timbulnya strategi kognitif commit to user disebut meta cognition. Preisseisen dalam Martinis Yamin (2010:9) “Meta perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 cognition merupakan keterampilan yang dimiliki siswa dalam mengatur dan mengontrol proses berpikirnya”. Meta cognition tersebut memiliki empat jenis keterampilan, yaitu: a. b. c. d. Keterampilan pemecahan masalah (Problem solving) Keterampilan pengambilan keputusan (Decision making) Keterampilan berpikir kritis (Critical thinking) Keterampilan berpikir kreatif (Creative thinking) (Martinis Yamin, 2010:9-10) Menurut pandangan dari teori konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif dari subyek belajar untuk merekonstruksi makna sesuatu entah itu teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain (Sardiman, 2011:37). Sesuai dengan prinsip tersebut, maka proses mengajar, bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke subyek belajar/siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan subyek belajar merekonstruksi sendiri pengetahuannya (Sardiman, 2011:38). Sehingga prinsip penting dari teori konstruktivisme ini yaitu berpikir lebih bermakna dari pada mempunyai jawaban yang benar atas sesuatu. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergulat dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan, mentransformasikan satu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri (Trianto, 2010:113). Daniel Muijs dan Davis Reynolds (2008:97) mengemukakan, “Di dalam pendidikan, ide-ide konstruktifis diterjemahkan sebagai, semua pelajar benar-benar mengkonstruksikan pengetahuan untuk dirinya sendiri dan bukan pengetahuan yang datang dari guru diserap oleh murid”. Berikut ini fakta bahwa murid adalah konstruktor pengetahuan aktif memiliki sejumlah konsekuensi: 1) Belajar selalu merupakan proses aktif. Belajar adalah tentang membantu murid untuk mengkonstruksikan makna mereka sendiri, bukan tentang mendapatkan jawaban yang benarkarean dengan cara seperti ini murid dilatih untuk mendapatkan jawaban yang benar commit to user tanpa benar-benar memahami konsepnya. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 2) Anak-anak belajar yang paling baik dengan menyelesaikan berbagai konflik kognitif (konflik dengan berbagai ide dan prakonsepsi lain) melalui pengalaman refleksi dan metakognisi. 3) Konstruksi pengetahuan bukan sesuatu uang bersifat individual semata. Belajar juga dikonstruksikan secara sosial, melalui interaksi dengan teman sebaya, guru, dan sebagainya. Dengan demikian, yang terbaik adalah mengkonstruksikan situasi belajar secara sosial dengan mendorong kerja dan diskusi kelompok. 4) Belajar secara betul-betul mendalam berarti mengkonstriksikan pengetahuan secara menyeluruh, dengan mengeksplorasi dan menengok kembali materi yang kita pelajari dan bukan dengan cepat pindah dari satu topik ke topik seperti pada pendekatan pengajaran langsung. 5) Mengajar adalah tentang memberdayakan pelajar, dan menmungkinkan pelajar untuk menemukan dan melakukan refleksi terhadap pengalaman-pengalaman realistis. (Daniel Muijs & Davis Reynolds, 2008:97) Konsekuensi bahwa siswa adalah konstruktor pengetahuan aktif yang telah dipaparkan tersebut, semakin memperkuat bahwa teori belajar konstruktivisme selaras dengan model pembelajaran social science inquiry. Langkah-langkah dari model pembelajaran tersebut sesuai dengan teori belajar konstruktivisme. Pada awalnya pembelajaran model inquiry banyak diterapkan dalam ilmu-ilmu alam (natural science). Namun demikian para ahli ilmu sosial mengadopsi strategi inquiry yang kemudian dinamakan inquiry sosial. Byron Massialas dan Benjamin Cox adalah perwakilan dari pelaksanaan pendekatan inquiry sosial yang diaplikasikan pada studi sosial. Perhatiannya ditunjukkan pada perbaikan masyarakat, yaitu pemecahan masalah-masalah sosial. Sekolah hendaknya berperan aktif dalam rekonstruksi budaya secara kreatif. Bruce Joyce dalam Wina (2013:205) mengungkapkan : “Inkuiri sosial merupakan strategi pembelajaran dari kelompok sosial (sosial family) subkelompok konsep masyarakat (consep of society). Subkelompok ini didasarkan pada asumsi bahwa metode pendidikan bertujuan untuk mengembangkan anggota masyarakat ideal yang dapat hidup serta mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat. Oleh karena itu siswa harus diberi pengalaman yang memadahi bagaimana cara memecahkan persoalan-persoalan yang muncul di masyarakat. Melalui pengalaman itulah setiap individu akan dapat membangun pengetahuan commit user yang berguna bagi dirinya dantomasyarakatnya.” perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 Strategi dikembangkan pembelajaran oleh inquiry Massialas sosial (social science Cox. Made Wena dan inquiry) (2010:81) mengungkapkan, pemilihan strategi atau model pembelajaran inkuiri sosial untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran sosial karena : a. Strategi ini khusus dirancang untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah-masalah sosial. b. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi ini terbukti efektif meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah-masalah sosial, menurut Joice & Weil dalam (Made Wena, 2010:81). c. Strategi ini merupakan sinkronisasi antara teori mengajar dan teori belajar, yang memiliki prosedur yang sistematis dan mudah di terapkan oleh pengajar. Masalah-masalah sosial atau masalah kehidupan masyarakat yang dibahas atau dikaji dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran social science inquiry membedakan dengan model inkuiri pada umumnya. Masalah yang terjadi pada individu belum bisa dikatakan sebagai permasalahan sosial. Anna Leon Guerrero dan Kristine Zentgraf (2009:15) mengungkapkan kaitannya dengan masalah sosial, “Sociologists argue that social problems are not based upon individual weaknesses or failures, but rather on inequalities based on class, race and ethnicity, and power”.Anna Leon Guerrero dan Kristine Zentgraf pakar sosiologi berpendapat bahwa permasalahan sosial adalah bukan berdasar atas kekurangan ataupun gangguan yang sifatnya individu, tetapi lebih atas ketidaksamaan berdasarkan golongan, ras, kesukuan, dan kewenangan. Ada tiga karakteristik pengemangan strategi inquiry sosial. Pertama, adanya aspek (masalah) sosial dalam kelas yang dianggap penting dan dapat mendorong terciptanya diskusi kelas. Kedua, adanya rumusan hipotesis sebagai fokus untuk inquiry. Ketiga, Penggunaan fakta sebagai pengujian hipotesis (Wina Sanjaya, 2014:206). Berikut ini tahap-tahap model pembelajaran Social Science Inquiry yang dikemukakan oleh Made Wena (2010:82-83) ada enam tahap pembelajaran: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 1) Orientasi Dalam tahap ini guru harus membantu siswa menjadi peka dan membantu mengembangkan kepekaan siswa terhadap permasalahan sosial yang dihadapi menjadi salah satu tujuan tahap ini. 2) Pengembangan Hipotesis Proses pengembangan hipotesis sejelas mungkin, sebagai konsekuensi dari permasalahan yang sedang dikaji. Hipotesis yang diajukan dapat dijadikan penuntun pada proses inkuiri selanjutnya, di mana siswa berusaha untuk memverifikasi komponen-komponen masalah yang sedang dipecahkan. 3) Definisi Dalam tahap ini hipotesis yang diajukan diklarifikasi dan didefinisikan, sehingga semua kelompok siswa dapat memahami dan mengomunikasikan permasalahan yang dibahas. 4) Eksplorasi Dalam tahap ini hipotesis yang diajukan diperluas/dianalisis, implikasinya, asumsi-asumsinya, dan deduksi yang mungkin dilakukan dari hipotesis tersebut. 5) Pengumpulan bukti dan fakta Dalam tahap ini fakta dan bukti yang dibutuhkan untuk mendukung hipotesis dikumpulkan, sesuai dengan karakteristik hipotesis yang diajukan. 6) Generalisasi Dari data-data (bukti dan fakta) yang telah dikumpulkan dan dianalisis, siswa didorong untuk mencoba mengembangkan beberapa kesimpulan dan dari berbagai kesimpulan yang telah dibuat siswa diajar bagaimana memilih pemecahan masalah yang paling tepat. Made Wena (2010:84-85) mengemukakan, secara ringkas kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut: Tabel 2.1 Penerapan Inkuiri Sosial Di Kelas No 1. Tahap Pembelajaran Orientasi Kegiatan Guru Memberikan contoh kasus yang berhubungan dengan pembelajaran. Merangsang tumbuhnya kepekaan sosial siswa. Kegiatan Siswa Menerima kasus. contoh Mempelajari kasus yang dijadikan bahan pembelajaran. Membimbing siswa untuk Melakukan analisis melakukan analisis terhadp kasus yang permasalahan pada kasus dihadapi. yang sedang dibahas. Merangsang siswa untuk Melakukan tanya commit to user mengajukan pertanyaan- jawab dengan guru. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 2. Hipotesis 3. Definisi 4. Eksplorasi pertanyaan terkait dengan kasus yang dibahas Membimbing siswa untuk mengkaji hubungan antara data dan sejenisnya, yang terkait dengan kasus yang dibahas. Membantu siswa mengembangkan hipotesis yang berhubungan dengan masalah yang dikaji. Hipotesis yang diajukan oleh siswa kemudian diuji bersama oleh guru dan siswa. Membantu siswa untuk melakukan validitas terhadap hipotesis yang diajukan. Membantu siswa untuk melihat kompatibilitas hipotesis. Membantu siswa untuk meninjau kesesuaian hipotesis dengan fakta dan bukti yang mendukung atau bukti yang tidak mendukung. Mengkaji hubungan antara variabel/data pada contoh kasus yang dihadapi. Mengembangkan hipotesis. Melakukan pengujian hipotesis. Melakukan validasi hipotesis. Melihat kompatibilitas hipotesis Melihat/meninjau kesesuaian hipotesis dengan fakta dan bukti yang mendukung atau bukti yang mendukung. Membimbing siswa untuk Melakukan mengklarifikasi hipotesis klarifikasi hipotesis. yang diajukan kemudian mendefinisikannya, sehingga semua kelompok siswa dapat memahami dan mengkomunikasikan permasalahan yang dibahas. Membimbing siswa Mendefinisikan mendefinisikan hipotesis hipotesis. yang diajukan. Membimbing siswa untuk Merumuskan merumuskan hipotesis. hipotesis. Membantu siswa untuk Melakukan analisis memperluas/menganalisis terhadap hipotesis hipotesis yang yang diajukan. commit to diajukan. user Membantu siswa untuk Melihat implikasi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 menganalisis implikasi hipotesis yang diajukan. Membantu siswa untuk menganalisis asumsiasumsinya dan deduksi yang mungkin dilakukan dari hipotesis tersebut. Membimbing siswa mengkaji kualitas dan kekurangan hipotesis. Membimbing siswa untuk menganalisis tingkat validitas logisnya dan konsistensi internal hipotesis yang diajukan. 5 6. Tahap pengumpulan bukti dan fakta Generalisasi Membimbing siswa untuk mengumpulkan fakta dan bukti yang dibutuhkan. Membimbing siswa caracara mengumpulkan bukti, fakta, data yang berhubungan dengan hipotesis yang diajukan. Mendorong siswa untuk belajar memverifikasi, mengklarifikasi, mengategorikan, dan mereduksi data-data. Membantu siswa mengungkapkan penyelesaian masalah yang dipecahkan. Membimbing siswa untuk mencoba mengembangkan beberapa kesimpulan. Membantu siswa untuk menganalisis masingmasing kesimpulan yang telah dibuat. Membimbing siswa untuk memilih pemecahan commit to user masalah yang paling tepat. hipotesis yang diajukan. Menganalisis asumsi-asumsi dan melakukan deduksi. Menganalisis kualitas dan kekurangan hipotesis. Melakukan analisis tingkat validitas logisnya dan konsistensi internal hipotesis yang diajukan. Melakukan pengumpulan data/fakta/bukti yang mendukung hipotesis. Melakukan pengumpulan data/fakta/bukti yang mendukung hipotesis. Melakukan verifikasi, klarifikasi, kategori, dan reduksi data. Mengungkapkan penyelesaian masalah yang dipecahkan. Mengembangkan beberapa kesimpulan. Melakukan analisis atas masing-masing kesimpulan yang telah dibuat. Melakukan pemilihan pemecahan masalah. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 Tahap-tahap pelaksanaan dalam model social inquiry meliputi: orientasi, hipotesis, definisi, eksplorasi, pembuktian, dan generalisasi. Pada tahap orientasi, siswa menetapkan masalah sosial yang akan dijadikan pembahasan kelas. Guru memberi bantuan dengan menciptakan suasana kondusif. Pada tahap hipotesis, siswa merumuskan jawaban sementara atas masalah tersebut. Jawaban yang muncul di kelas dapat lebih dari satu. Tahap definisi, siswa mengadakan pembahasan tentang, pengertian, istilah, dan konsep pada hipotesis. Pada tahap eksplorasi, siswa menguji hipotesis. Pada tahap ekplorasi, siswa mengiji hipotesis dengan mengajukan sejumlah asumsi melalui pola berpikir deduktif. Dalam hal ini hipotesis diuji secara logis. Pada tahap pembuktian, siswa mengumpulkan data, sianalisis, dan dihubungkan dengan hipotesis. Dengan demikian hipotesis diuji secara empiris benar atau tidakny. Pada tahap akhir siswa melakukan generalisasi, yaitu menyusun pernyataan yang terbaik untuk memecahkan masalah (Winarno, 2013:172-173). Langkah-langkah dalam penerapan model pembelajaran inkuiri sosial disampaikan oleh Abdul Aziz Wahab (2012:62) adalah sebagai berikut: a) b) c) d) e) f) g) Orientasi terhadap masalah Menyusun hipotesis Membuat perumusan dan pembatasan masalah Melakukan eksplorasi Mengumpulkan fakta-fakta dan data Berdasarkan hasil analisis dirumuskan Generalisasi atau pernyataan terhadap masalah. Dalam penerapan model ini prinsip reaksi guru adalah membantu siswa dalam berinkuiri dan menjelaskan posisi. Membantu siswa dalam memperbaiki metode kerjanya dan dalam melaksanakan rencananya. Sistem sosialnya adalah agak terstruktur, di mana guru sebagai pemrakarsa inquiry dan melihat fasefase yang dilalui siswa. c. Definisi Konseptual Model Pembelajaran Social Science Inquiry Model pembelajaran sosial science inquiry adalah model pembelajaran yang memanfatkan permasalahan sosial kemasyarakatan serta menekankan aspek sosial di dalam kelas, sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa serta mampu memecahkan masalah-masalah sosial yang relevan dalam kehidupan sehari-hari. Siswa mendapatkan pengalaman belajar yang commit to user baik melalui model pembelajaran inkuiri sosial. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 d. Definisi Operasional Model Pembelajaran Social Science Inqury Model pembelajaran social science inquiry yaitu model pembelajaran yang karakteristiknya adalah: 1) Penggunaan aspek sosial dalam pembelajaran. 2) Rumusan hipotesis sebagai fokus dalam inquiry 3) Penggunaan fakta sebagai pengujian hipotesis. Pelaksanaan model tersebut terbagi dalam 6 tahap sebagai berikut: 1) tahap orientasi; 2) tahap hipotesis; 3) tahap definisi; 4) tahap eksplorasi; 5) tahap pengumpulan bukti dan fakta, serta 6) tahap generalisasi. 2. Civic Skills Siswa Pada Kompetensi Dasar Mengaktualisasikan Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat secara Bebas dan Betanggung Jawab a. Tinjauan Mengenai Civic Skills Civic dalam bahasa Inggris artinya mengenai warganegara atau kewarganegaraan. Sedangkan skill merupakan keterampilan atau kecakapan. Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia keterampilan diartikan kelebihan atau kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mampu menggunakan akal, pikiran, ide, dan kreatifitasnya dalam mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu. Dikemukakan oleh Winarno dan Wijianto (2010:50) sebagai berikut: Pendidikan Kewarganegaraan mengembangkan tiga komponen pokok sebagai kompetensi peserta didik agar memiliki civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraa), civic values/dispositions (nilai atau karakter kewarganegaraan), dan civic skill (keterampilan kewarganegaraan). Civic knowledge berkenaan dengan apa yang perlu diketahui dan dipahami secara layak oleh warga negara.Civic values/dispotitions berkenaan dengan sifat dan karakter yang baik dari seorang warga negara baik secara pribadi maupun publik.Civic skill berkenaan dengan apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh warga negara bagi kelangsungan bangsa dan negara. Civic skill meliputi: keterampilan intelektual dan keterampilan partisipasi. Paradigma berarti suatu model atau kerangka berpikir yang digunakan dalam proses pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Wuri Wuryandani & Fathurrohman (2012:12) mengemukakan, “tujuan PKn paradigma baru adalah to useryang mengembangkan tiga fungsi mengembangkan pendidikancommit demokrasi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 pokok, yakni mengambangkan kecerdasan warganegara (civic intellegece), membina tanggung jawab warganegara (civic responcibility), dan mendorong partisipasi warga negara (civic participation)”. Dalam pembelajaran PKn, kompetensi dasar atau sering disebut kompetensi minimal, yang akan ditransformasikan dan ditransmisikan pada peserta didik terdiri dari tiga jenis, yang di antaranya: Pertama, kompetensi pengetahuan kewargaan (civic knowledge), yaitu kemampuan dan kecakapan yang terkait dengan materi inti pendidikan kewarganegaraan (Civic Education); kedua, kompetensi sikap kewargaan (civic dispotision), yaitu kemampuan dan kecakapan yang terkait dengan kesadaran dan komitmen warganegara antara lain komitmen akan kesetaraan gender, toleransi, kemajemukan, dan komitmen untuk peduli serta terlibat dalam penyelesaian persoalanpessoalan warganegarayang terkait dengan pelanggaran HAM; dan ketiga, kompetensi keterampilan kewarganegaraan (civic skills), yaitu kemampuan dan kecakapan mengartikulasikan keterampilan kewarganegaraan seperti kemampuan berpartisiapsi dalam proses pembuatan kebijakan publik, kemampuan melakukan kontrol terhadap penyelenggara negara dan pemerintahan (Komarudin Hidayat & Asyumardi Azra, 2010:8-9). Civic Skills merupakan komponen esensial kedua dari Civic Education (Pendidikan Kewarganegaraan) dalam masyarakat demokratis. Keterampilan kewarganegaraan (civic skills) meliputi keterampilan berpartisispasi, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berperan aktif mewujudkan masyarakat madani (civil society), keterampilan mempengaruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan dan proses pengambilan keputusan politik, serta keterampilan memecahkan masalah sosial, keterampilan mengadakan koalisi, kerja sama dan mengelola konflik (Winarno dan Wijianto, 2010:55). Dimensi keterampilan kewarganegaraan (civic skills) meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Wuri Wuryandani dan Fathurrohman, 2012:13). Pengertian ketrampilan kewarganegaraan disampaikan dalam bahan diskusi terbatas oleh Cholisin (2010:1) sebagai berikut ini. Ketrampilan kewarganegaraan dikembangkan agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan to user dalam menghadapi commit masalah-masalah kehidupan berbangsadan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 bernegara. Civic skills mencakup intelectual skills (ketrampilan intelektual) dan participation skills (ketrampilan partisipasi). Ketrampilan intelektual yang terpenting bagi terbentuknya warga negara yangberwawasan luas, efektif dan bertanggung jawab antara lain adalah ketrampilan berpikir kritis. Ketrampilanberpikir kritis meliputi mengidentifikasi, menggambarkan/mendeskripsikan, menjelaskan, menganalisis,mengevaluasi, menentukan dan mempertahankan pendapat yang berkenaan dengan masalah-masalah publik. Cita-cita demokrasi dapat diwujudkan dengan sesungguhnya bila setiapwarga negara dapat berpartisipasi dalam pemerintahannya. Sedangkan ketrampilan partisipasi meliputi:berinteraksi, memantau, dan mempengaruhi. Berikut ini komponen keterampilan intelektual disampaikan dalam diskusi terbatas oleh Cholisin yang diolah dari Center for Civic Education (1994). National Standard for Civics andGovernment, p. 1-5. Tabel 2.2 Ketrampilan Kewarganegaraan: Komponen Ketrampilan Intelektual UNSUR KETRAMPILAN PARTISIPASI WARGA NEGARA 1. Mengidentifikasi (menandai/menunjukkan) dibedakan menjadi ketrampilan: a. Membedakan b. Mengkelompokkan/mengklasifikasikan c. Menentukan bahwa sesuatu itu asli. 2. Menggambarkan (memberikan uraian/lustrasi), misalnya tentang: a. Proses b. Lembaga c. Fungsi d. Alat e. Tujuan f. Kualitas. 3. Menjelaskan (mengklarifikasi/menafsirkan), misalnya tentang: a. Sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa b. Makna dan pentingnya peristiwa atau ide c. Alasan bertindak. 4. Menganalisis, misalnya tentang kemampuan menguraikan: a. Unsur-unsur atau komponen-komponen ide (gagasan), proses politik, institusi-nstitusi b. Konsekuensi dari ide, proses politik, institusi-institusi c. Memilah mana yang merupakan cara dengan tujuan, mana yang merupakan fakta dan pendapat, mana yang merupakan tanggungjawab pribadi dan mana yang merupakantanggungjawab publik. 5. Mengevaluasi pendapat/posisi: menggunakan kriteria/standar untuk membuat keputusantentang: a. kekuatan dan kelemahan isue/pendapat commit to user b. menciptkan pendapat baru. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 6. Mengambil pendapat/posisi: a. dari hasil seleksi berbagai posisi b. membuat pilihan baru. 7. Mempertahankan pendapat/posisi: a. mengemukakan argumentasi berdasarkan asumsi atas posisi yang dipertahankan/diambil/dibela b. merespons posisi yang tidak disepakati. Sedangkan ketrampilan kewarganegaraan, komponen ketrampilan partisipasi warga negara disampaikan dalam diskusi terbatas oleh Cholisin yang diolah dari Center for Civic Education (1994). National Standard for Civics andGovernment, p. 127-135. Dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.3 Ketrampilan Kewarganegaraan: Komponen Ketrampilan Partisipasi UNSUR KETRAMPILAN PARTISIPASI WARGA NEGARA 1. Berinteraksi (termasuk berkomunikasi tentunya) terhadap obyek yang berkaitan dengan masalah-masalah publik, yang termasuk dalam ketrampilan ini, adalah: a. bertanya, menjawab, berdiskusi dengan sopan santun b. menjelaskan artikulasi kepentingan c. membangun koalisi, negoisasi, kompromi d. mengelola konflik secara damai e. mencari konsensus. 2. Memantau/memonitor masalah politik dan pemerintahan terutama dalam penanganan persoalan-persoalan publik,yang termasuk ketrampilan ini adalah: a. Menggunakan berbagai sumber informasi seperti perpustakaan, surat kabar, TV, dll untukmengetahui persoalan-persoalan publik b. Upaya mendapatkan informasi tentang persoalan publik dari kelompokkelompokkepentingan, pejabat pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah. 3. Mempengaruhi proses politik, pemerintah baik secara formal maupun informal, yang termasuk ketrampilan ini adalah: a. Melakukan simulasi tentang kegiatan: kampanye, pemilu, dengar pendapat di DPR/DPRD,pertemuan wali kota, lobby, peradilan b. Memberikan suara dalam suatu pemilihan c. Membuat petisi d. Melakukan pembicaraan/memberi kesaksian di hadapan lembaga publik; e. Bergabung atau bekerja dalam lembaga advokasi untuk memperjuangkan tujuan bersama atau pihak lain f. Meminta atau menyediakan diri untuk menduduki jabatan tertentu. Komponen civic skills yang disampaikan oleh Cholisin dapat disesuaikan jika diterapkan dalam materi pembelajaran siswa Sekolah Menengah Pertama kelas VII, agar tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dapat sejalan kompetensi dasar yang dipelajari. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 Keterampilan Kewarganegaraan menurut Branson dalam Winarno dan Wijianto (2010:54) terbagi menjadi dua yang di antaranya adalah adalah kecakapan intelektual (Intellectual Skills) dan kecakapan berpartisipasi (Participatory Skills). Winarno (2012:146) mengungkapkan, “kecakapankecakapan intelektual kewarganegaraan yang penting untuk seorang warga negara yang berpengetahuan, efektif, dan bertanggung jawab, disebut sebagai kemampuan berpikir kritis”. Berpikir kritis tujuannya untuk menguji suatu pendapat atau ide. Termasuk di dalam proses ini ialah melakukan pertimbangan atau pemikiran yang didasarkan pada pendapat yang diajukan. Sapriya (2011:87) mengemukakan: Berpikir kritis dapat mendorong siswa untuk mengeluarkan ide-ide baru. Pembelajaran keterampilan berpikir kritis kadang-kadang dikaitkan dengan berpikir kreatif. Apabila hal ini dilakukan maka sebagian pembelajaran berpikir kreatif yang dijadikan sebagai langkah pertama. Selama langkah pertama ini, para siswa dapat membuat ide baru lagi. Sedangkan pada langkah berikutnya barulah mereka menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk melakukan pengujian atau penilaian terhadap ide-ide yang dibuat. Intellectual skills merupakan keterampilan berpikir kritis. Jika konteksnya Pendidikan Kewarganegaraan, berpikir kritis di sini otomatis berkaitan dengan isu-isu sosial kemasyarakatan dan kewarganegaraan dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik tidak hanya tahu tapi juga terampil dalam menguji pengetahuannya atau ide yang dimiliki. Selain intellectual skills, yang tercakup dalam civic skills ialah participatory skills atau keterampilan kewarganegaraan. Kecakapan partisipatori merupakan kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan untuk partisipasi yang bertanggung jawab dalam proses politik masyarakat madani. Termasuk dalam kecakapan partisipasi ialah interacting (berinteraksi), monitoring (memantau), dan influencing (mempengaruhi). Berdasarkan uraian penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa civic skills merupakan keterampilan kewarganegaraan sebagai upaya mewujudkan masyarakat yang demokratis yaitu terlibat dalam memajukan negara dalam hal commit user ikut mengontrol, mengawasi, danto mempengaruhi jalannya kenegaraan. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 Berpartisipasi, berkoalisi, dan memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah. b. Civic Skills pada Kompetensi Dasar Mengaktualisasikan Kebebasan Mengemukakan Pendapat Secara Bebas dan Bertanggung Jawab Yahya, Triyanto, dan Runik (2013:22) mengungkapkan: melalui pendidikan kewarganegaraann atau civic education diharapkan mampu melahirkan warganegara yang baik sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan dalam pengertian sebagai civic education diharapkan mampu melahirkan warga negara yang cerdas dan baik untuk seluruh jalur dan jenjng pendidikan. Menciptakan warga negara yang cerdas dan baik bukanlah perkara mudah, meskipun hal tersebut dipelajari di bangku sekolah hingga perguruan tinggi melalui Pendidikan Kewarganegaraan, belumlah mampu menjawab permasalahan yang terjadi. Tidak hanya kempuan kognitif saja yang perlu dikembangkan dalam menciptakan warga negara yang baik dan cerdas, melainkan juga keterampilan serta karakter kuat yang dibentuk. Civic skills atau keterampilan kewarganegaraan merupakan komponen atau dimensi ke dua dari Pendidikan Kewarganegaraan. The youth describes three skills in the quote: (1) doing research on issues that matter to them, (2) actually working on a team with others, and (3) talking with teachers about issues that matter to them and that they put to use in the belief or attitude that adults will listen to youth’s ideas. Another interplay of civic attitudes and civic skills is depicted in the following quote in which two of the youth reminisce about the impact of the program on their ability to speak in front of classmates, their ability to work on a team with others (civic skills), and the civic attitude that one can learn from people who are different from oneself (Nicole Nicotera, 2013:74). Kutiban di atas dapat diartikan bahwa, youth menjelaskan tiga keterampilan dalam kutipan: (1) melakukan penelitian tentang isu-isu yang penting bagi mereka, (2) benar-benar bekerja pada tim dengan orang lain, dan (3) berbicara dengan guru tentang masalah yang penting bagi mereka dan bahwa mereka menempatkan untuk digunakan dalam keyakinan atau sikap yang dewasa, akan mendengarkan ide-ide pemuda. Interaksi lain sikap sipil dan commit to user dalam kutipan berikut di mana keterampilan kewarganegaraan digambarkan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 dua pemuda bernostalgia tentang dampak program terhadap kemampuan mereka untuk berbicara di depan teman-teman sekelasnya, kemampuan mereka untuk bekerja dalam sebuah tim dengan orang lain (keterampilan kewarganegaraan), dan sikap sipil yang satu dapat belajar dari orang-orang yang berbeda dari diri sendiri. Civic skills dalam standar isi PKn tingkat SMP/MTs ditandai dengan penggunaan kata kerja, seperti menampilkan perilaku, menampilkan ketaatan, menerapkan perilaku dan mengaktualisasikan. Dimensi keterampilan kewarganegaraan (civic skills) pada materi Pendidikan Kewarganegaraan persekolahan tingkat SMP/MTs, Winarno (2013:165) menjelaskan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 2.4 Dimensi Civic Skills dalam PKn sekolah tingkat SMP/MTs Kelas Semester VII 1 2 VIII 1 2 IX 1 2 Dimensi Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills) Menerapkan norma-norma, kebiasaan, adat istiadat dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menampilkan perilaku kemerdekaan mengeluarkan pendapat. Mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab. Menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilainilai Pancasila. Menampilakan partisipasi dalam usaha pembelaan negara. Menampilakan peran serta dalam usaha pembelaan negara. Menampilkan prestasi diri sesuai kemampuan demi keunggulan bangsa. Menampilkan peran serta dalam berbagai aktifitas untuk mewujudkan prestasi diri sesuai kemapuan demi keunggulan bangsa. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 Pada penelitian ini kompetensi dasar yang digunakan ialah “mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab”. Terlihat dari kata kerja yang digunakan adalah “mengaktualisasikan” maka kompetensi dasar, indikator serta tujuan pembelajaran dirancang dalam upaya mencapai keberhasilan dimensi PKn yaitu ranah civic skills. Civic skills yang dipelajari dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada kompetensi dasar mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat di antaranya ialah mencakup keterampilan berpikir dan keterampilan kemerdekaan berpartisipasi. mengemukakan Siswa pendapat mampu secara mengaktualisasikan bebas dan mampu mempertanggungjawabkan pendapatnya. Setiap orang dilahirkan merdeka, yang berarti dirinya memiliki hak untuk bebas dari tekanan politik maupun bentuk-bentuk penekanan lain yang bersifat mengekang kebebasan individu. Hak individu yang diakui secara universal adalah hak untuk mengeluarkan pendapat.Setiap orang memerlukan hak tersebut agar dirinya dapat menyampaikan apa yang menjadi kepentingannya, kehendaknya atau harapannya. Penyampaian pendapat merupakan salah satu sarana untuk mengkomunikasikan berbagai hal yang ada dalam pikiran dan benak setiap orang (Saronji dan Asy’ari, 2004:111). Pengungkapan ide gagasan melalui pendapat pada dasarnya diawali dari kegiatan berpikir. Meskipun berpikir merupakan kegiatan yang tersembunyi dalam lubuk hati, tetapi jika hasil pemikiran itu diungkap akan berpengaruh terhadap situasi tertentu, hal ini menunjukkan pentingnya mengkomunikasikan gagasan. Kebebasan mengemukakan pendapat jangan diartikan sebagai kebebasan tanpa batas, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab. Kebebasan yang bertanggung jawab dalam praktiknya akan mengarahkan warga masyarakat pada cara-cara mengemukakan pendapat secara tertib, santun, dan tidak anarkis. Banyak cara dan pilihan dalam mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab, seperti musyawarah, dialog interaktif, berunjuk rasa, protes lewat tulisan dan atraksi kesenian, pembuatan puisi, film, dan lain-lain, dan happening art (Faridy, 2009:103). Kebebasan mengemukakan pendapat dalam demokrasi Pancasila to user dibatasi oleh hak-hak orang. commit Oleh karena itu, penggunaan kebebasan itu harus perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 disertai dengan rasa tanggung jawab. Dengan demikian, kebebasan bertanggung jawab memiliki arti penting sebagai berikut: 1) Pendapat, ide, gagasan, dan aspirasi individu atau kelompok dapat disampaikan tanpa melanggar hak orang lain. 2) Kebebasan memerhatikan ketertiban umum. 3) Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. 4) Kebebasan menghargai aturan yang berlaku. 5) Adanya kepastian hukum. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam kompetensi dasar mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab mencakup di antaranya: Pertama, mengkaji masalah sosial yang berkaitan dengan kebebasan mengemukakan pendapat. Kedua mengungkapkan ide, gagasan, serta pendapat secara bebas dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan dan memilih kesimpulan yang paling tepat. Ketiga, saling berinteraksi, bekerja sama, saling menghargai pendapat orang lain. c. Definisi Konseptual Civic Skills Civic Skills merupakan keterampilan kewarganegaraan yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh setiap warga negara agar pengetahuan yang diperoleh, menjadi sesuatu yang bermakna karena dapat digunakan untuk menghadapi permasalahan dalam kehidupan berbangsa dan beregara. d. Definisi Operasional Civic Skills Civic skills merupakan salah satu komponen PKn yang harus dimiliki warga negara dalam upaya mewujudkan warganegara yang cerdas dan demokratis. Civic skills mencakup komponen: 1. Intelectual skills (ketrampilan berpikir) 2. participation skills (ketrampilan partisipasi) 3. Faktor-Faktor Belajar yang Mempengaruhi Civic Skills Siswa pada Kompetensi Dasar Mengaktualisasikan Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat secara Bebas dan Bertanggung Jawab Interaksi dalam belajar-mengajar dapat ditemukan bahwa proses belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik merupakan kunci keberhasilan belajar. Proses belajar merupakan aktifitas psikis berkenaan dengan bahan belajar. commit to user Dimyati dan Mujiono (2010:237-238) mengemukakan, “Aktifitas belajar dialami perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 oleh siswa sebagai suatu proses, yaitu proses belajar sesuatu. Aktifitas belajar tersebut juga dapat diketehui oleh guru dari perlakuan siswa terhadap bahan belajar”. Proses belajar, yaitu suatu kegiatan yang dialami dan dihayati oleh siswa sendiri, juga bisa dikatakan sebagai kegiatan mental mengolah bahan ajar atau pengalaman lain. Dimyati dan Mujiono (2010:238) mengemukakan, “Kegiatan atau proses belajar terpengaruh oleh sikap, motivasi, konsentrasi, mengolah, menyimpan, menggali, dan unjuk berprestasi”. Secara global, faktor-faktor yang mempngaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam: 1) Faktor internal (faktor dari siswa), yakni keadaan jasmani dan rohani siswa. 2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi di sekitar siswa. 3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran (Indah Komsiyah, 2012:89). Proses belajar merupakan hal yang kompleks. Siswalah yang menentukan terjadi atau tidak terjadi belajar. Untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara intern. Jika siswa tidak bisa mengatasi masalahnya, maka ia tidak belajar dengan baik. Faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut: 1) Sikap terhadap Belajar; 2) Motivasi Belajar; 3) Konsentrasi Belajar; 4) Mengolah Bahan Belajar; 5) Menyimpan Perolehan Hasil Belajar; 6) Menggali Hasil Belajar yang Tersimpan; 7) Kemampuan Berprestasi atau Unjuk Hasil Belajar; 8) Rasa Percaya Diri Siswa; 9) Intelegensi dan Keberhasilan Belajar; 10) Kebiasaan Belajar; 11) Cita-cita Siswa (Dimyati & Mudjiono, 2010:245-247) Faktor intern yang mempengaruhi belajar menurut Hamdani (2011:139142) dijelakan sebagai berikut ini: 1) Kecerdasan (inteligensi) Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi-rendahnya inteligensi yang normal selalu menunjukkan kecakap yang sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Ada kalanya perkembangan ini ditandai oleh kenajuan-kemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak lainnya. 2) Faktor jasmaniah atau faktortofisiologis commit user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 Kondisi jasmaniah/fisiologis umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Panca indra yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti mengalami sakit, caat tubuh, perkembangan yang tidak sempurna, berfungsinya kelenjar yang membawa kelainan tingkah laku. 3) Sikap Dalam diri siswa harus ada sikap positif (menerima) kepada sesama siswa atau kepada gurunya. Sikap positif ini akan menggerakkannya untuk belajar. Ada siswa yang sikapnya negatif (menolak) kepada sesama siswa atau gurunya tidak akan mempunyai kemampuan untuk belajar. 4) Minat Minat memiliki pengaruh yang besar terhadap belajar atau kegiatan. Pelajaran yang menarik minat siswa akan lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah minat seseorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah, siswa diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu, akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkan dapat tercapai. 5) Bakat Tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya. Bakat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar, terutama belajar keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik. 6) Motivasi Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pila, dalam kegiatan belajar mengajar seorang anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar. Berdasarkan paparan di atas disimpulkan bahwa faktor intern keberhasilan proses belajar muncul dari dalam diri siswa sendiri atau berkaitan dengan kemauan siswa. Namun, proses belajar dapat terjadi atau bertambah lebih kuat jika mendapat dorongan dari lingkungan siswa atau faktor ekstern belajar. Dimyati dan Mudjiono (2010:248-253) menyatakan, “Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa faktor ekstern yang mempengaruhi pada aktivitas belajar, yaitu: (1) Guru sebagai pembina siswa belajar, (2) Prasarana dan sarana pembelajaran, (3) Kebijakan Penilaian, (4) Lingkungan sosial siswa di sekolah, commit to user (5) Kurikulum sekolah”. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 Hamdani (2011:143-144) menjelaskan, “faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah keadaan keluarga, keadaan sekolah, dan lingkungan masyarakat”. Berikut penjabarannya: 1) Keadaan keluarga Orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan dimulai dari keluarga. Adapun sekolah merupakan pendidikan lanjutan. Peralihan pendidikan informal ke lembaga lembaga formal memerlukan kerjasama yang baik antara orang tua dengan guru sebagai pendidik dalam usaha meningkatkan hasil belajar anak. Perhatian orang tua dapat memberikan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Hal ini karena anak memerlukan waktu, empat, dan keadaan yang baik untuk belajar. 2) Keadaan sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong siswa untuk belajar lebih giat. Leadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, dan kurilukum. Hubungan antara guru dan siswa yang kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya. 3) Keadaan masyarakat Di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan. Lingkungan alam sekitar sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadi anak sebab dalam kehidupan seharihari anak akan lebih layak bergaul dengan lingkungan tempat ia berada. Dapat dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak karena dalam pergaulan hidup segari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya. (Hamdani, 2011:143-144) Kondisi siswa, dukungan lingkungan, serta kemapuan guru sangatlah mempengaruhi berjalannya proses pembelajaran. Jika komponen tersebut saling bersinergi maka pencapaian proses dan hasil belajar dapat sejalan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Sehingga proses pembelajaran yang efektif memerlukan berbagai dukungan dari dalam peserta didik maupun dari luar peserta didik, dua komponen tersebut mempengaruhi ketercapaian kompetensi dasar serta tujuan pembelajaran. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 4. Pengaruh Model Pembelajaran Social Science Inquiry Terhadap Civic Skills Siswa Pada Kompetensi Dasar Mengaktualisasikan Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat secara Bebas dan Bertanggung Jawab Garis besar mata pelajaran PKn mencakup kecerdasan kewarganegaraan (Civic Knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan nilai-nilai kewarganegaraan (civic values). Dalam penelitian ini kompetensi dasar yang digunakan ialah mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab, dan kompetensi dasar ini termasuk dalam dimensi PKn civic skills. Suwarma al Muchtar, dkk dalam Winarno (2013:170) “menyajikan berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan kewarganegaraan siswa (civic skills). Model tersebut salah satunya adalah model social inquiry/social science inquiry”. Model social inquiry dapat diadaptasi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan khususnya untuk mengembangkan kompetensi perilaku sosial warga negara dan lebih cepat memperkuat mutu pembelajaran dalam kegiatan praktek belajar kewarganegaraan (Winarno, 2013:172). Model pembelajaran social science inquiry berpengaruh terhadap civic skills terlihat dari konsep model pembelajaran social science inquiry yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah-masalah sosial, serta model tersebut berorientasi pada interaksi sosial. Hal tersebut sesuai dengan isi civic skills atau keterampilan kewarganegaraan (intellectual skill dan partisipatory skill) yang meliputi di antaranya, keterampilan memecahkan masalah-masalah sosial, keterampilan berinteraksi, keterampilan berkoalisi dan sebagainya. 5. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan yaitu penelitian terdahulu yang mirip atau menyerupai dengan penelitian yang kita lakukan. Pada umumnya suatu penelitian tidak berasal dari penelitian murni akan tetapi ada penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan. Penelitian yang relevan untuk penelitian ini adalah : commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 Widiantara A, G, Lasmawan I Wayan, Suarni Ni Ketut, (2013) “Determinasi Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Sosial Terhadap Sikap Sosial dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Sigaraja”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) terdapat perbedaan secara signifikan sikap sosial antar siswa yang belajar dengan model pembelajaran inkuiri sosial dan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional (F=52,541; sig.=0,000;P<0,05), 2) terdapat perbedaan secara signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang belajar dengan pembelajaran inkuiri sosial dan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional (F=10,413; sig.=0,002;P<0,05), 3) secara simultan terdapat perbedaan yang signifikan sikap sosial dan hasil belajar IPS antara siswa yang belajar menggunakan pembelajaran inkuiri sosial dan siswa yang belajar menggunakan pembelajaran konvensional (F=82,788; sig.=0,000;P<0,05). Persamaan penelitian yang relevan di atas dengan penelitian ini terletak pada penggunaan variabel x yaitu model pembelajaran inquiry sosial atau social science inquiry, keduanya merupakan penelitian eksperimen yang objeknya ialah siswa-siswi sekolah menegah pertama. Perbedaan penelitian yang relevan dengan penelitian ini terletak pada tujuannya, penelitian yang relevan di atas bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan atar variabel sedangkan penelitian ini bertujuan mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel x dengan variabel y. B. Kerangka Berpikir Guru sering menghadapi permasalahan dalam hal mengajar terutama pada pemilihan model pembelajaran yang belum memperhatikan kompetensi dasar serta tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal tersebut menyebabkan pembelajaran kurang bermakna serta perhatian peserta didik terhadap proses pembelajaran melemah. Menggunakan model pembelajaran tentunya juga mempertimbangkan kompetensi dasar dan tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Sehingga peserta didik tidak merasakan bosan dan jenuh ketika sedang belajar karena proses pembelajaran yang selalu monoton. Penelitian ini kompetensi dasar yang digunakan adalah mengaktualisasikan commit todengan user bebas dan bertanggung jawab. kemerdekaan mengemukakan pendapat perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 Kompetensi dasar tersebut termasuk dalam salah satu fokus komponen Pendidikan Kewarganegaraan yaitu civic skills atau keterampilan kewarganegaraan. Model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan kewarganegaraan ada beberapa macam, salah satuanya ialah model pembelajaran Social Science Inquiry/Social inquiry. Model pembelajaran tersebut tergolong dalam kategori model pembelajaran yang berorientasi pada interaksi sosial. Model dari ketegori ini menekankan pentingnya hubungan sosial yang berkembang dalam proses interaksi sosial di antara individu. Peneliti memperhatikan tahapan dalam mendesain pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk mengembangkan civic skills siswa baik keterampilan intelektual (cognitive/intellectual civic skills) maupun keterampilan partisipatoris (participatory skills) tahapan tersebut ialah: tahap pertama, merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, yaitu ranah civic skills; kedua merumuskan materi Pkn yang nantinya akan dijadikan bahan belajar; ketiga, merumuskan model sekaligus di dalamnya metode pembelajaran yang sesuai. Berdasarkan uraian di atas kerangka berpikir dari penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk sekema berikut ini: Model Pembelajaran Social Science Inquiry (X) Civic skills siswa pada kompetensi dasar mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab (Y) Gambar 2.5 Sekema Kerangka Berpikir C. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir tersebut maka hipotesis dari penelitian ini yaitu, ”Ada pengaruh model pembelajaran social science inquiry terhadap civic skills siswa pada kompetensi dasar mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bedas dan bertanggung jawab” commit to user