perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 9 BAB II

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan
1. Model Pembelajaran Social Science Inquiry
a. Model Pembelajaran
Belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan,
dan sikap. Belajar di mulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang.
Belajar adalah perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat
melalui pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru (Martinis Yamin,
2010:96). Dalam upaya memperoleh pengalaman siswa itulah proses belajar
disampaikan dengan langkah-langkah yang tepat dan sesuai.
Pada situasi belajar keterlibatan seseorang secara langsung dalam
situasi benar tersebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu
individu memecahkan masalah (Baharuddin dan Nur, 2010:89). Teori psikologi
Gestalt sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa prinsip
yang perlu mendapat perhatian, adalah sebagai berikut:
1) Tingkah laku terjadi berkat interaksi antara individu dan
lingkungannya, faktor herediter (natural endowment) lebih
berpengaruh.
2) Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan yang dinamis.
Adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong
terjadinya tingkah laku.
3) Belajar mengutamakan aspek pemahaman (insight) terhadap situasi
problematis.
4) Belajar menitik beratkan pada situasi sekarang, dalam situasi
tersebut menemukan dirinya.
5) Belajar di mulai dari keseluruhan dan bagian-bagian hanya
bermakna dalam keseluruhan itu (Oemar, 2003:41).
Pembelajaran adalah usaha untuk membuat peserta didik belajar atau
suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain
pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan
belajar (Indah Komsiyah, 2012:4). Di dalam pembelajaran terdapat kegiatan
memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil
commit
to userKomsiyah, 2012:4). Berdasarkan
pembelajaran yang diinginkan
(Indah
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
pendapat Lindgren dalam Indah Komsiyah (2012:4), bahwa pembelajaran
mencakup tiga aspek, yaitu peserta didik, proses belajar, dan situasi belajar.
Dilihat dari siswa, pembelajaran sebagai suatu proses yang kompleks
merupakan kegiatan peningkatan kemampun kognitif, afektif, dan
psikomotorik agar menjadi lebih baik. Kemampuan kognitif dapat
berupa penguasaan siswa terhadap sejumlah pengetahuan atau
informasi yang diperoleh melali proses belajar. Komponen
mencerminakan nilai-nilai yang menjadi acuan bagi siswa dalam
bersikap. Sementara kemampuan psikomotorik dapat berupa
keterampilan atau perilaku yang dimiliki siswa (Mukhamad Murdiono,
2012:22).
Menyampaikan bahan pembelajaran berarti melaksanakan beberapa
kegiatan, tetapi kegiatan itu tidak akan ada gunanya jika tidak mengarah pada
tujuan tertentu. Hal ini dapat diartikan bahwa seorang pengajar harus
mempunyai tujuan dalam kegiatan pengajarannya, karenanya setiap pengajar
menginginkan pengajaran yang dilakukan dapat diterima sejelas-jelasnya oleh
peserta didik. Dalam mengerti suatu hal pada diri seseorang terjadilah sebuah
proses yang disebut sebagai proses belajar melalui model-model mengajar
yang sesuai dengan kebutuhan proses belajar itu.
Syaiful Sagala (2010:173) menjelaskan, “melalui model-model
mengajar itu pengajar mempunyai tugas merangsang serta meningkatkan
jalannya proses belajar. Untuk dapat melaksanakan tugas itu dengan baik,
pengajar harus mengetahui bagaimana model dan proses pembelajaran itu
berlangsung”.
Anitah (2009:45) mengemukakan “model adalah suatu kerangka
berpikir yang dipakai sebagai panduan untuk melaksanakan kegiatan dalam
rangka mencapai tujuan tertentu”. Model dimaknakan sebagai suatu obyek atau
konsep yang digunakan untuk mempresentasikan suatu hal (Trianto, 2010:21).
Pengertian pembelajaran disampaikan Gene dan Brigs dalam Rusman
(2013:10) yang mendefinisikan bahwa “pembelajaran sebagai suatu rangkaian
event (kejadian, peristiwa, dan kondisi) yang secara sengaja dirancang untuk
mempengaruhi peserta didik sehingga proses belajarnya berlangsung dengan
mudah”. Belajar bukan sekedar mengumpulkan pengetahuan, belajar adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
proses mental yang terjadi pada diri seseorang, sehingga menyebabkan
munculnya perubahan perilaku.
Aktivitas mental itu terjadi karena adanya aksi individu dengan
lingkungan yang disadari (Wina, 2013:112). Kimbel dan Garmesi dalam Didi
Supriyadi dan Deni Darmawan (2012:27) mendefinisiskan bahwa, “Learning
is a relaktively permanent change in a behavioral tendency and is the result of
reinforced practice”. Penjelasan mengenai belajar tersebut, paling tidak
terdapat tiga esensi pokok yang di antaranya: yaitu pertama, pengalaman atau
latihan (proses); kedua, ada hasil (result) yaitu terjadinya perubahan tingkah
laku; dan ketiga adalah, behavioral tendency yaitu tingkah laku sebagai hasil
belajar itu cenderung permanen.
Mulyani dan Johar (2001:37) mendefinisikan “model pembelajaran
merupakan suatu rencana atau pola yang dapat diguanakan untuk membentuk
kurikulum, merancang bahan-bahan pengajaran, dan membimbing pengajaran
di kelas atau yang lain”. Bruce, Marsya, dan Emily (2011:6) mengemukakan
Model of teaching are really models of learning. As we help students
acquire information, ideas, skills, values, ways of thinking, and means
of expressing themselves, we are also teacing them how to learn. In
fact, the most importan long-term outcome of instruction may be
student’ increased capabilities to learn more easily and effectively in
the future, both because of the knowledge and skill they have acquired
and because they have mastered more learning processes.
Penjelasan yang dikemukakan oleh Bruce, Marsya, dan Emily pada
dasarnya model dari mengajar sejatinya ialah model pembelajaran yang
membantu peserta didik memperoleh informasi, keterampilan berpikir, nilai,
cara berpikir, serta mengekspresikan dirinya, mengajarkan kepada peserta didik
bagaimana cara belajar. Faktanya, hasil dari pembelajaran jangka panjang yang
paling penting mungkin ialah meningkatkan kemapuan peserta didik dalam
pembelajaran dengan lebih mudah dan hasil yang baik di masa depan, karena
meraka memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta mereka juga mampu
menguasai lebih banyak proses pembelajaran.
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada
commit to user
strategi metode atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
khusus yang membedakan dengan strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri
tersebut ialah:
1. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai).
3. Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil.
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai (Hamruni, 2012:6).
5. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah
pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial;
dan (4) sistem pendukung. Keempat bahian tersebut merupakan pedoman
praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran (Rusman,
2014:136)
6. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak
tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat
diukur; (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang (Rusman,
2014:136).
Model pembelajaran dikelompokkan menjadi empat kelompok seperti
yang dikemukakan oleh Bruce, Marsya, dan Emily (2011:25) sebagai berikut:
We have grouped our models of teaching into four families whose members
share orientations toward human beings and how they learn. These are:
 The information-processing family
 The social family
 The personal family
 The behavioral systems family
Model pembelajaran terdiri dari 4 kelompok yang dikelompokkan oleh Bruce,
Marsya, dan Emily tersebut ialah (1) kelompok model-model pengolahan
informasi; (2) kelompok model-model interaksi sosial atau social models; (3)
kelompok model-model pembelajaran individu; (4) kelompok model-model
sistem perilaku atau behavioural system.
Berdasarkan pada penjelasan di atas, model pembelajaran merupakan
suatu proses yang memiliki langkah-langkah atau prosedur dilakukan oleh guru
dan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran
digunakan dalam upaya mencapai keberhasilan materi atau pembelajaran yang
disampaikan oleh guru. Guru merancang sedemikian rupa model pembelajaran
to user
yang cocok bagi keberhasilancommit
kompetensi
yang dicapai.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
b. Model Pembelajaran Social Science Inquiry
Pembelajaran inquiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung
ke dalam proses ilmiah dalam waktu yang relatif singkat. Model pembelajaran
inquiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses
berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri
jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Wina Sanjaya, 2014:196).
Strategi pembelajaran inquiry merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran
yang berorientasi kepada siswa (student centered approach) (Wina Sanjaya,
2014:197)
Sasaran utama kegiatan pembelajaran inquiry adalah (1) keterlibatan
siswa secara maksimal; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis
pada tujuan pembelajaran; dan (3) mengembangkan sikap percaya pada diri
siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inquiry (Trianto, 2010:166).
Strategi pembelajaran inquiri menekankan kepada perkembangan anak,
dalam penggunaan strategi pembelajaran inquiry terdapat beberapa prinsip
yang harus diperhatikan oleh setiap guru. Setiap prinsip tersebut dijelaskan di
bawah ini:
1) Berorientasi pada pengembangan intelektual
Tujuan utama dari strategi inquiri adalah pengembangan kemampuan
berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain
berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.
Karena itu, kriteria keberhasilan proses pembelajaran bukan
ditentukan oleh sejauh manasiswa menguasai materi pelajaran, akan
tetapi sejauh mana siswa beraktifitas mencari dan menemukan
sesuatu.
2) Prinsip interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik
interaksi antar siswa dengan guru, bahkan interaksi antar siswa
dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti
menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai
pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu
mengarahkan (directing) agar siswa bisa mengembangkan
kemampuan berpkirnya melalui interaksi mereka.
3) Prinsip bertanya
Kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya
sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Oleh karena itu
kemampuan guru untuk
bertanya
commit
to userdalam setiap langkah inquiri sangat
diperlukan. Apakah itu bertanya hanya sekedar untuk meminta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk
mengembangkan kemampuan, atau bertanya untuk menguji.
4) Prinsip belajar untuk berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar
adalah proses berpikir (learning how to think). Belajar berpikir logis
dan rasional perlu didukung oleh pergerakan otak kanan, misalnya
dengan memasukkan unsur-unsur yang dapat mempengaruhi emosi,
yaitu unsur estetika melalui proses belajaryang menyenangkan dan
menggairahkan.
5) Prinsip keterbukaan
Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Tugas
guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan
kepada siswa mengembangakan hipotesis dan secara terbuka
membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan (Wina Sanjaya,
2014:199-201).
Model pembelajaran social science inquiry merupakan salah satu dari
beberapa turunan dari strategi pembelajaran inquiry. Inquiry sosial dapat
dipandang sebagai suatu strategi pembelajaran yang berorientasi kepada
pengalaman siswa (Wina Sanjaya, 2014:206). Model pembelajaran social
science inquiry (Inquiri study sosial)/inquiry social termasuk dalam kelompok
model pembelajaran interaksi sosial seperti yang dikemukakan oleh Bruce
Joyce. Model pembelajaran yang berorientasi pada interaksi sosial menekankan
pentingnya hubungan sosial yang berkembang dalam proses interaksi sosial di
antara individu, hal ini dimaksudkan sebagai upaya memperbaiki masyarakat
dengan memperbaiki hubungan-hubungan interpersonal melalui prosedur
demokratis, yaitu demokrasi Pancasila yang menekankan pada musyawarah
untuk mencapai mufakat.
Abdul Aziz (2012:59) mengemukakan “Secara filosofis model dari
kategori ini berasumsi bahwa pendidikan dapat mengembangkan individu
secara individual dengan merefleksikan cara-cara menangani berbagai
informasi dalam konsep dan nilai-nilai”. Model inquiry sosial yang termasuk
dalam model interaksi sosial bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah-masalah sosial dengan cara berpikir logis.
Model pembelajaran sosial science inquiry selaras dengan paradigma
konstruktifisme oleh Jean Piaget, yang melandasi timbulnya strategi kognitif
commit to user
disebut meta cognition. Preisseisen dalam Martinis Yamin (2010:9) “Meta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
cognition merupakan keterampilan yang dimiliki siswa dalam mengatur dan
mengontrol proses berpikirnya”. Meta cognition tersebut memiliki empat jenis
keterampilan, yaitu:
a.
b.
c.
d.
Keterampilan pemecahan masalah (Problem solving)
Keterampilan pengambilan keputusan (Decision making)
Keterampilan berpikir kritis (Critical thinking)
Keterampilan berpikir kreatif (Creative thinking)
(Martinis Yamin, 2010:9-10)
Menurut pandangan dari teori konstruktivisme, belajar merupakan
proses aktif dari subyek belajar untuk merekonstruksi makna sesuatu entah itu
teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain (Sardiman, 2011:37).
Sesuai dengan prinsip tersebut, maka proses mengajar, bukanlah kegiatan
memindahkan pengetahuan dari guru ke subyek belajar/siswa, tetapi suatu
kegiatan yang memungkinkan subyek belajar merekonstruksi sendiri
pengetahuannya (Sardiman, 2011:38). Sehingga prinsip penting dari teori
konstruktivisme ini yaitu berpikir lebih bermakna dari pada mempunyai
jawaban yang benar atas sesuatu.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan
sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergulat dengan ide-ide. Guru
tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa.
Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus
menemukan, mentransformasikan satu informasi kompleks ke situasi
lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka
sendiri (Trianto, 2010:113).
Daniel Muijs dan Davis Reynolds (2008:97) mengemukakan, “Di
dalam pendidikan, ide-ide konstruktifis diterjemahkan sebagai, semua pelajar
benar-benar mengkonstruksikan pengetahuan untuk dirinya sendiri dan bukan
pengetahuan yang datang dari guru diserap oleh murid”. Berikut ini fakta
bahwa murid adalah konstruktor pengetahuan aktif memiliki sejumlah
konsekuensi:
1) Belajar selalu merupakan proses aktif. Belajar adalah tentang
membantu murid untuk mengkonstruksikan makna mereka sendiri,
bukan tentang mendapatkan jawaban yang benarkarean dengan cara
seperti ini murid dilatih untuk mendapatkan jawaban yang benar
commit to user
tanpa benar-benar memahami
konsepnya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
2) Anak-anak belajar yang paling baik dengan menyelesaikan berbagai
konflik kognitif (konflik dengan berbagai ide dan prakonsepsi lain)
melalui pengalaman refleksi dan metakognisi.
3) Konstruksi pengetahuan bukan sesuatu uang bersifat individual
semata. Belajar juga dikonstruksikan secara sosial, melalui interaksi
dengan teman sebaya, guru, dan sebagainya. Dengan demikian, yang
terbaik adalah mengkonstruksikan situasi belajar secara sosial
dengan mendorong kerja dan diskusi kelompok.
4) Belajar secara betul-betul mendalam berarti mengkonstriksikan
pengetahuan secara menyeluruh, dengan mengeksplorasi dan
menengok kembali materi yang kita pelajari dan bukan dengan cepat
pindah dari satu topik ke topik seperti pada pendekatan pengajaran
langsung.
5) Mengajar adalah tentang memberdayakan pelajar, dan
menmungkinkan pelajar untuk menemukan dan melakukan refleksi
terhadap pengalaman-pengalaman realistis. (Daniel Muijs & Davis
Reynolds, 2008:97)
Konsekuensi bahwa siswa adalah konstruktor pengetahuan aktif yang
telah dipaparkan tersebut, semakin memperkuat bahwa teori belajar
konstruktivisme selaras dengan model pembelajaran social science inquiry.
Langkah-langkah dari model pembelajaran tersebut sesuai dengan teori belajar
konstruktivisme.
Pada awalnya pembelajaran model inquiry banyak diterapkan dalam
ilmu-ilmu alam (natural science). Namun demikian para ahli ilmu sosial
mengadopsi strategi inquiry yang kemudian dinamakan inquiry sosial. Byron
Massialas dan Benjamin Cox adalah perwakilan dari pelaksanaan pendekatan
inquiry sosial yang diaplikasikan pada studi sosial. Perhatiannya ditunjukkan
pada perbaikan masyarakat, yaitu pemecahan masalah-masalah sosial. Sekolah
hendaknya berperan aktif dalam rekonstruksi budaya secara kreatif.
Bruce Joyce dalam Wina (2013:205) mengungkapkan :
“Inkuiri sosial merupakan strategi pembelajaran dari kelompok sosial
(sosial family) subkelompok konsep masyarakat (consep of society).
Subkelompok ini didasarkan pada asumsi bahwa metode pendidikan
bertujuan untuk mengembangkan anggota masyarakat ideal yang dapat
hidup serta mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat. Oleh karena
itu siswa harus diberi pengalaman yang memadahi bagaimana cara
memecahkan persoalan-persoalan yang muncul di masyarakat. Melalui
pengalaman itulah setiap individu akan dapat membangun pengetahuan
commit
user
yang berguna bagi dirinya
dantomasyarakatnya.”
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
Strategi
dikembangkan
pembelajaran
oleh
inquiry
Massialas
sosial
(social
science
Cox.
Made
Wena
dan
inquiry)
(2010:81)
mengungkapkan, pemilihan strategi atau model pembelajaran inkuiri sosial
untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran sosial karena :
a. Strategi ini khusus dirancang untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan siswa dalam memecahkan masalah-masalah sosial.
b. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi ini terbukti
efektif meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa dalam
memecahkan masalah-masalah sosial, menurut Joice & Weil dalam
(Made Wena, 2010:81).
c. Strategi ini merupakan sinkronisasi antara teori mengajar dan teori
belajar, yang memiliki prosedur yang sistematis dan mudah di
terapkan oleh pengajar.
Masalah-masalah sosial atau masalah kehidupan masyarakat yang
dibahas atau dikaji dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran social science inquiry membedakan dengan model inkuiri pada
umumnya. Masalah yang terjadi pada individu belum bisa dikatakan sebagai
permasalahan sosial. Anna Leon Guerrero dan Kristine Zentgraf (2009:15)
mengungkapkan kaitannya dengan masalah sosial, “Sociologists argue that
social problems are not based upon individual weaknesses or failures, but
rather on inequalities based on class, race and ethnicity, and power”.Anna
Leon Guerrero dan Kristine Zentgraf pakar sosiologi berpendapat bahwa
permasalahan sosial adalah bukan berdasar atas kekurangan ataupun gangguan
yang sifatnya individu, tetapi lebih atas ketidaksamaan berdasarkan golongan,
ras, kesukuan, dan kewenangan.
Ada tiga karakteristik pengemangan strategi inquiry sosial. Pertama,
adanya aspek (masalah) sosial dalam kelas yang dianggap penting dan dapat
mendorong terciptanya diskusi kelas. Kedua, adanya rumusan hipotesis sebagai
fokus untuk inquiry. Ketiga, Penggunaan fakta sebagai pengujian hipotesis
(Wina Sanjaya, 2014:206).
Berikut ini tahap-tahap model pembelajaran Social Science Inquiry
yang dikemukakan oleh Made Wena (2010:82-83) ada enam tahap
pembelajaran:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
1) Orientasi
Dalam tahap ini guru harus membantu siswa menjadi peka dan
membantu mengembangkan kepekaan siswa terhadap permasalahan
sosial yang dihadapi menjadi salah satu tujuan tahap ini.
2) Pengembangan Hipotesis
Proses pengembangan hipotesis sejelas mungkin, sebagai
konsekuensi dari permasalahan yang sedang dikaji. Hipotesis yang
diajukan dapat dijadikan penuntun pada proses inkuiri selanjutnya, di
mana siswa berusaha untuk memverifikasi komponen-komponen
masalah yang sedang dipecahkan.
3) Definisi
Dalam tahap ini hipotesis yang diajukan diklarifikasi dan
didefinisikan, sehingga semua kelompok siswa dapat memahami dan
mengomunikasikan permasalahan yang dibahas.
4) Eksplorasi
Dalam tahap ini hipotesis yang diajukan diperluas/dianalisis,
implikasinya, asumsi-asumsinya, dan deduksi yang mungkin
dilakukan dari hipotesis tersebut.
5) Pengumpulan bukti dan fakta
Dalam tahap ini fakta dan bukti yang dibutuhkan untuk mendukung
hipotesis dikumpulkan, sesuai dengan karakteristik hipotesis yang
diajukan.
6) Generalisasi
Dari data-data (bukti dan fakta) yang telah dikumpulkan dan
dianalisis, siswa didorong untuk mencoba mengembangkan beberapa
kesimpulan dan dari berbagai kesimpulan yang telah dibuat siswa
diajar bagaimana memilih pemecahan masalah yang paling tepat.
Made Wena (2010:84-85) mengemukakan, secara ringkas kegiatan guru
dan siswa selama proses pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penerapan Inkuiri Sosial Di Kelas
No
1.
Tahap
Pembelajaran
Orientasi
Kegiatan Guru
Memberikan contoh kasus
yang berhubungan dengan
pembelajaran.
Merangsang
tumbuhnya
kepekaan sosial siswa.
Kegiatan Siswa
Menerima
kasus.
contoh
Mempelajari kasus
yang
dijadikan
bahan pembelajaran.
Membimbing siswa untuk Melakukan analisis
melakukan
analisis terhadp kasus yang
permasalahan pada kasus dihadapi.
yang sedang dibahas.
Merangsang siswa untuk Melakukan
tanya
commit to user
mengajukan
pertanyaan- jawab dengan guru.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
2.
Hipotesis
3.
Definisi
4.
Eksplorasi
pertanyaan terkait dengan
kasus yang dibahas
Membimbing siswa untuk
mengkaji hubungan antara
data dan sejenisnya, yang
terkait dengan kasus yang
dibahas.
Membantu
siswa
mengembangkan hipotesis
yang berhubungan dengan
masalah yang dikaji.
Hipotesis yang diajukan
oleh siswa kemudian diuji
bersama oleh guru dan
siswa.
Membantu siswa untuk
melakukan
validitas
terhadap hipotesis yang
diajukan.
Membantu siswa untuk
melihat
kompatibilitas
hipotesis.
Membantu siswa untuk
meninjau
kesesuaian
hipotesis dengan fakta dan
bukti yang mendukung atau
bukti
yang
tidak
mendukung.
Mengkaji hubungan
antara variabel/data
pada contoh kasus
yang dihadapi.
Mengembangkan
hipotesis.
Melakukan
pengujian hipotesis.
Melakukan validasi
hipotesis.
Melihat
kompatibilitas
hipotesis
Melihat/meninjau
kesesuaian hipotesis
dengan fakta dan
bukti
yang
mendukung
atau
bukti
yang
mendukung.
Membimbing siswa untuk Melakukan
mengklarifikasi
hipotesis klarifikasi hipotesis.
yang diajukan kemudian
mendefinisikannya,
sehingga semua kelompok
siswa dapat memahami dan
mengkomunikasikan
permasalahan yang dibahas.
Membimbing
siswa Mendefinisikan
mendefinisikan
hipotesis hipotesis.
yang diajukan.
Membimbing siswa untuk Merumuskan
merumuskan hipotesis.
hipotesis.
Membantu siswa untuk Melakukan analisis
memperluas/menganalisis
terhadap
hipotesis
hipotesis
yang
yang diajukan.
commit
to diajukan.
user
Membantu siswa untuk Melihat
implikasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
menganalisis
implikasi
hipotesis yang diajukan.
Membantu siswa untuk
menganalisis
asumsiasumsinya dan deduksi yang
mungkin dilakukan dari
hipotesis tersebut.
Membimbing
siswa
mengkaji
kualitas
dan
kekurangan hipotesis.
Membimbing siswa untuk
menganalisis
tingkat
validitas
logisnya
dan
konsistensi
internal
hipotesis yang diajukan.
5
6.
Tahap
pengumpulan
bukti dan fakta
Generalisasi
Membimbing siswa untuk
mengumpulkan fakta dan
bukti yang dibutuhkan.
Membimbing siswa caracara mengumpulkan bukti,
fakta,
data
yang
berhubungan
dengan
hipotesis yang diajukan.
Mendorong siswa untuk
belajar
memverifikasi,
mengklarifikasi,
mengategorikan,
dan
mereduksi data-data.
Membantu
siswa
mengungkapkan
penyelesaian masalah yang
dipecahkan.
Membimbing siswa untuk
mencoba mengembangkan
beberapa kesimpulan.
Membantu siswa untuk
menganalisis
masingmasing kesimpulan yang
telah dibuat.
Membimbing siswa untuk
memilih
pemecahan
commit to user
masalah yang paling tepat.
hipotesis
yang
diajukan.
Menganalisis
asumsi-asumsi dan
melakukan deduksi.
Menganalisis
kualitas
dan
kekurangan
hipotesis.
Melakukan analisis
tingkat
validitas
logisnya
dan
konsistensi internal
hipotesis
yang
diajukan.
Melakukan
pengumpulan
data/fakta/bukti yang
mendukung
hipotesis.
Melakukan
pengumpulan
data/fakta/bukti yang
mendukung
hipotesis.
Melakukan
verifikasi,
klarifikasi, kategori,
dan reduksi data.
Mengungkapkan
penyelesaian
masalah
yang
dipecahkan.
Mengembangkan
beberapa
kesimpulan.
Melakukan analisis
atas masing-masing
kesimpulan
yang
telah dibuat.
Melakukan
pemilihan
pemecahan masalah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
Tahap-tahap pelaksanaan dalam model social inquiry meliputi:
orientasi, hipotesis, definisi, eksplorasi, pembuktian, dan generalisasi.
Pada tahap orientasi, siswa menetapkan masalah sosial yang akan
dijadikan pembahasan kelas. Guru memberi bantuan dengan
menciptakan suasana kondusif. Pada tahap hipotesis, siswa
merumuskan jawaban sementara atas masalah tersebut. Jawaban yang
muncul di kelas dapat lebih dari satu. Tahap definisi, siswa mengadakan
pembahasan tentang, pengertian, istilah, dan konsep pada hipotesis.
Pada tahap eksplorasi, siswa menguji hipotesis. Pada tahap ekplorasi,
siswa mengiji hipotesis dengan mengajukan sejumlah asumsi melalui
pola berpikir deduktif. Dalam hal ini hipotesis diuji secara logis. Pada
tahap pembuktian, siswa mengumpulkan data, sianalisis, dan
dihubungkan dengan hipotesis. Dengan demikian hipotesis diuji secara
empiris benar atau tidakny. Pada tahap akhir siswa melakukan
generalisasi, yaitu menyusun pernyataan yang terbaik untuk
memecahkan masalah (Winarno, 2013:172-173).
Langkah-langkah dalam penerapan model pembelajaran inkuiri sosial
disampaikan oleh Abdul Aziz Wahab (2012:62) adalah sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
Orientasi terhadap masalah
Menyusun hipotesis
Membuat perumusan dan pembatasan masalah
Melakukan eksplorasi
Mengumpulkan fakta-fakta dan data
Berdasarkan hasil analisis dirumuskan
Generalisasi atau pernyataan terhadap masalah.
Dalam penerapan model ini prinsip reaksi guru adalah membantu siswa
dalam berinkuiri dan menjelaskan posisi. Membantu siswa dalam memperbaiki
metode kerjanya dan dalam melaksanakan rencananya. Sistem sosialnya adalah
agak terstruktur, di mana guru sebagai pemrakarsa inquiry dan melihat fasefase yang dilalui siswa.
c. Definisi Konseptual Model Pembelajaran Social Science Inquiry
Model pembelajaran sosial science inquiry adalah model pembelajaran
yang memanfatkan permasalahan sosial kemasyarakatan serta menekankan
aspek sosial di dalam kelas, sehingga dapat mengembangkan kemampuan
berpikir siswa serta mampu memecahkan masalah-masalah sosial yang relevan
dalam kehidupan sehari-hari. Siswa mendapatkan pengalaman belajar yang
commit
to user
baik melalui model pembelajaran
inkuiri
sosial.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
d. Definisi Operasional Model Pembelajaran Social Science Inqury
Model pembelajaran social science inquiry yaitu model pembelajaran
yang karakteristiknya adalah:
1) Penggunaan aspek sosial dalam pembelajaran.
2) Rumusan hipotesis sebagai fokus dalam inquiry
3) Penggunaan fakta sebagai pengujian hipotesis.
Pelaksanaan model tersebut terbagi dalam 6 tahap sebagai berikut: 1) tahap
orientasi; 2) tahap hipotesis; 3) tahap definisi; 4) tahap eksplorasi; 5) tahap
pengumpulan bukti dan fakta, serta 6) tahap generalisasi.
2. Civic
Skills
Siswa
Pada
Kompetensi
Dasar
Mengaktualisasikan
Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat secara Bebas dan Betanggung
Jawab
a. Tinjauan Mengenai Civic Skills
Civic dalam bahasa Inggris artinya mengenai warganegara atau
kewarganegaraan. Sedangkan skill merupakan keterampilan atau kecakapan.
Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia keterampilan diartikan kelebihan atau
kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mampu menggunakan akal, pikiran,
ide, dan kreatifitasnya dalam mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu.
Dikemukakan oleh Winarno dan Wijianto (2010:50) sebagai berikut:
Pendidikan Kewarganegaraan mengembangkan tiga komponen pokok
sebagai kompetensi peserta didik agar memiliki civic knowledge
(pengetahuan kewarganegaraa), civic values/dispositions (nilai atau
karakter
kewarganegaraan),
dan
civic
skill
(keterampilan
kewarganegaraan). Civic knowledge berkenaan dengan apa yang perlu
diketahui dan dipahami secara layak oleh warga negara.Civic
values/dispotitions berkenaan dengan sifat dan karakter yang baik dari
seorang warga negara baik secara pribadi maupun publik.Civic skill
berkenaan dengan apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh warga
negara bagi kelangsungan bangsa dan negara. Civic skill meliputi:
keterampilan intelektual dan keterampilan partisipasi.
Paradigma berarti suatu model atau kerangka berpikir yang digunakan
dalam proses pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Wuri Wuryandani &
Fathurrohman (2012:12) mengemukakan, “tujuan PKn paradigma baru adalah
to useryang mengembangkan tiga fungsi
mengembangkan pendidikancommit
demokrasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
pokok, yakni mengambangkan kecerdasan warganegara (civic intellegece),
membina tanggung jawab warganegara (civic responcibility), dan mendorong
partisipasi warga negara (civic participation)”.
Dalam pembelajaran PKn, kompetensi dasar atau sering disebut
kompetensi minimal, yang akan ditransformasikan dan ditransmisikan pada
peserta didik terdiri dari tiga jenis, yang di antaranya:
Pertama, kompetensi pengetahuan kewargaan (civic knowledge), yaitu
kemampuan dan kecakapan yang terkait dengan materi inti pendidikan
kewarganegaraan (Civic Education); kedua, kompetensi sikap
kewargaan (civic dispotision), yaitu kemampuan dan kecakapan yang
terkait dengan kesadaran dan komitmen warganegara antara lain
komitmen akan kesetaraan gender, toleransi, kemajemukan, dan
komitmen untuk peduli serta terlibat dalam penyelesaian persoalanpessoalan warganegarayang terkait dengan pelanggaran HAM; dan
ketiga, kompetensi keterampilan kewarganegaraan (civic skills), yaitu
kemampuan dan kecakapan mengartikulasikan keterampilan
kewarganegaraan seperti kemampuan berpartisiapsi dalam proses
pembuatan kebijakan publik, kemampuan melakukan kontrol terhadap
penyelenggara negara dan pemerintahan (Komarudin Hidayat &
Asyumardi Azra, 2010:8-9).
Civic Skills merupakan komponen esensial kedua dari Civic Education
(Pendidikan Kewarganegaraan) dalam masyarakat demokratis. Keterampilan
kewarganegaraan (civic skills) meliputi keterampilan berpartisispasi, dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, berperan aktif mewujudkan masyarakat
madani (civil society), keterampilan mempengaruhi dan memonitoring jalannya
pemerintahan dan proses pengambilan keputusan politik, serta keterampilan
memecahkan masalah sosial, keterampilan mengadakan koalisi, kerja sama dan
mengelola konflik (Winarno dan Wijianto, 2010:55). Dimensi keterampilan
kewarganegaraan (civic skills) meliputi keterampilan partisipasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara (Wuri Wuryandani dan Fathurrohman,
2012:13).
Pengertian ketrampilan kewarganegaraan disampaikan dalam bahan
diskusi terbatas oleh Cholisin (2010:1) sebagai berikut ini.
Ketrampilan kewarganegaraan dikembangkan agar pengetahuan yang
diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan
to user
dalam menghadapi commit
masalah-masalah
kehidupan berbangsadan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
bernegara. Civic skills mencakup intelectual skills (ketrampilan
intelektual) dan participation skills (ketrampilan partisipasi).
Ketrampilan intelektual yang terpenting bagi terbentuknya warga
negara yangberwawasan luas, efektif dan bertanggung jawab antara lain
adalah ketrampilan berpikir kritis. Ketrampilanberpikir kritis meliputi
mengidentifikasi, menggambarkan/mendeskripsikan, menjelaskan,
menganalisis,mengevaluasi,
menentukan dan mempertahankan
pendapat yang berkenaan dengan masalah-masalah publik. Cita-cita
demokrasi dapat diwujudkan dengan sesungguhnya bila setiapwarga
negara dapat berpartisipasi dalam pemerintahannya. Sedangkan
ketrampilan partisipasi meliputi:berinteraksi, memantau, dan
mempengaruhi.
Berikut ini komponen keterampilan intelektual disampaikan dalam
diskusi terbatas oleh Cholisin yang diolah dari Center for Civic Education
(1994). National Standard for Civics andGovernment, p. 1-5.
Tabel 2.2 Ketrampilan Kewarganegaraan: Komponen Ketrampilan Intelektual
UNSUR KETRAMPILAN PARTISIPASI WARGA NEGARA
1. Mengidentifikasi (menandai/menunjukkan) dibedakan menjadi ketrampilan:
a. Membedakan
b. Mengkelompokkan/mengklasifikasikan
c. Menentukan bahwa sesuatu itu asli.
2. Menggambarkan (memberikan uraian/lustrasi), misalnya tentang:
a. Proses
b. Lembaga
c. Fungsi
d. Alat
e. Tujuan
f. Kualitas.
3. Menjelaskan (mengklarifikasi/menafsirkan), misalnya tentang:
a. Sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa
b. Makna dan pentingnya peristiwa atau ide
c. Alasan bertindak.
4. Menganalisis, misalnya tentang kemampuan menguraikan:
a. Unsur-unsur atau komponen-komponen ide (gagasan), proses politik,
institusi-nstitusi
b. Konsekuensi dari ide, proses politik, institusi-institusi
c. Memilah mana yang merupakan cara dengan tujuan, mana yang
merupakan fakta dan pendapat, mana yang merupakan tanggungjawab
pribadi dan mana yang merupakantanggungjawab publik.
5. Mengevaluasi pendapat/posisi: menggunakan kriteria/standar untuk
membuat keputusantentang:
a. kekuatan dan kelemahan isue/pendapat
commit to user
b. menciptkan pendapat baru.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
6. Mengambil pendapat/posisi:
a. dari hasil seleksi berbagai posisi
b. membuat pilihan baru.
7. Mempertahankan pendapat/posisi:
a. mengemukakan argumentasi berdasarkan asumsi atas posisi yang
dipertahankan/diambil/dibela
b. merespons posisi yang tidak disepakati.
Sedangkan ketrampilan kewarganegaraan, komponen ketrampilan
partisipasi warga negara disampaikan dalam diskusi terbatas oleh Cholisin
yang diolah dari Center for Civic Education (1994). National Standard for
Civics andGovernment, p. 127-135. Dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.3 Ketrampilan Kewarganegaraan: Komponen Ketrampilan Partisipasi
UNSUR KETRAMPILAN PARTISIPASI WARGA NEGARA
1. Berinteraksi (termasuk berkomunikasi tentunya) terhadap obyek yang berkaitan
dengan masalah-masalah publik, yang termasuk dalam ketrampilan ini, adalah:
a. bertanya, menjawab, berdiskusi dengan sopan santun
b. menjelaskan artikulasi kepentingan
c. membangun koalisi, negoisasi, kompromi
d. mengelola konflik secara damai
e. mencari konsensus.
2. Memantau/memonitor masalah politik dan pemerintahan terutama dalam
penanganan persoalan-persoalan publik,yang termasuk ketrampilan ini adalah:
a. Menggunakan berbagai sumber informasi seperti perpustakaan, surat kabar,
TV, dll untukmengetahui persoalan-persoalan publik
b. Upaya mendapatkan informasi tentang persoalan publik dari kelompokkelompokkepentingan, pejabat pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah.
3. Mempengaruhi proses politik, pemerintah baik secara formal maupun informal,
yang termasuk ketrampilan ini adalah:
a. Melakukan simulasi tentang kegiatan: kampanye, pemilu, dengar pendapat
di DPR/DPRD,pertemuan wali kota, lobby, peradilan
b. Memberikan suara dalam suatu pemilihan
c. Membuat petisi
d. Melakukan pembicaraan/memberi kesaksian di hadapan lembaga publik;
e. Bergabung atau bekerja dalam lembaga advokasi untuk memperjuangkan
tujuan bersama atau pihak lain
f. Meminta atau menyediakan diri untuk menduduki jabatan tertentu.
Komponen civic skills yang disampaikan oleh Cholisin dapat
disesuaikan jika diterapkan dalam materi pembelajaran siswa Sekolah
Menengah Pertama kelas VII, agar tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
dapat sejalan kompetensi dasar
yang dipelajari.
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
Keterampilan Kewarganegaraan menurut Branson dalam Winarno dan
Wijianto (2010:54) terbagi menjadi dua yang di antaranya adalah adalah
kecakapan intelektual (Intellectual Skills) dan kecakapan berpartisipasi
(Participatory Skills). Winarno (2012:146) mengungkapkan, “kecakapankecakapan intelektual kewarganegaraan yang penting untuk seorang warga
negara yang berpengetahuan, efektif, dan bertanggung jawab, disebut sebagai
kemampuan berpikir kritis”. Berpikir kritis tujuannya untuk menguji suatu
pendapat atau ide. Termasuk di dalam proses ini ialah melakukan
pertimbangan atau pemikiran yang didasarkan pada pendapat yang diajukan.
Sapriya (2011:87) mengemukakan:
Berpikir kritis dapat mendorong siswa untuk mengeluarkan ide-ide
baru. Pembelajaran keterampilan berpikir kritis kadang-kadang
dikaitkan dengan berpikir kreatif. Apabila hal ini dilakukan maka
sebagian pembelajaran berpikir kreatif yang dijadikan sebagai langkah
pertama. Selama langkah pertama ini, para siswa dapat membuat ide
baru lagi. Sedangkan pada langkah berikutnya barulah mereka
menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk melakukan pengujian
atau penilaian terhadap ide-ide yang dibuat.
Intellectual skills merupakan keterampilan berpikir kritis. Jika
konteksnya Pendidikan Kewarganegaraan, berpikir kritis di sini otomatis
berkaitan dengan isu-isu sosial kemasyarakatan dan kewarganegaraan dalam
kehidupan sehari-hari. Peserta didik tidak hanya tahu tapi juga terampil dalam
menguji pengetahuannya atau ide yang dimiliki. Selain intellectual skills, yang
tercakup dalam civic skills ialah participatory skills atau keterampilan
kewarganegaraan. Kecakapan partisipatori merupakan kecakapan-kecakapan
yang dibutuhkan untuk partisipasi yang bertanggung jawab dalam proses
politik masyarakat madani. Termasuk dalam kecakapan partisipasi ialah
interacting
(berinteraksi),
monitoring
(memantau),
dan
influencing
(mempengaruhi).
Berdasarkan uraian penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa civic
skills merupakan keterampilan kewarganegaraan sebagai upaya mewujudkan
masyarakat yang demokratis yaitu terlibat dalam memajukan negara dalam hal
commit
user
ikut mengontrol, mengawasi,
danto mempengaruhi
jalannya kenegaraan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Berpartisipasi, berkoalisi, dan memiliki keterampilan dalam memecahkan
masalah.
b. Civic Skills pada Kompetensi Dasar Mengaktualisasikan Kebebasan
Mengemukakan Pendapat Secara Bebas dan Bertanggung Jawab
Yahya, Triyanto, dan Runik (2013:22) mengungkapkan:
melalui pendidikan kewarganegaraann atau civic education diharapkan
mampu melahirkan warganegara yang baik sesuai dengan Pancasila dan
UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan dalam pengertian sebagai
civic education diharapkan mampu melahirkan warga negara yang
cerdas dan baik untuk seluruh jalur dan jenjng pendidikan.
Menciptakan warga negara yang cerdas dan baik bukanlah perkara
mudah, meskipun hal tersebut dipelajari di bangku sekolah hingga perguruan
tinggi melalui Pendidikan Kewarganegaraan, belumlah mampu menjawab
permasalahan yang terjadi. Tidak hanya kempuan kognitif saja yang perlu
dikembangkan dalam menciptakan warga negara yang baik dan cerdas,
melainkan juga keterampilan serta karakter kuat yang dibentuk. Civic skills
atau keterampilan kewarganegaraan merupakan komponen atau dimensi ke dua
dari Pendidikan Kewarganegaraan.
The youth describes three skills in the quote: (1) doing research on
issues that matter to them, (2) actually working on a team with others,
and (3) talking with teachers about issues that matter to them and that
they put to use in the belief or attitude that adults will listen to youth’s
ideas. Another interplay of civic attitudes and civic skills is depicted in
the following quote in which two of the youth reminisce about the
impact of the program on their ability to speak in front of classmates,
their ability to work on a team with others (civic skills), and the civic
attitude that one can learn from people who are different from oneself
(Nicole Nicotera, 2013:74).
Kutiban di atas dapat diartikan bahwa, youth menjelaskan tiga
keterampilan dalam kutipan: (1) melakukan penelitian tentang isu-isu yang
penting bagi mereka, (2) benar-benar bekerja pada tim dengan orang lain, dan
(3) berbicara dengan guru tentang masalah yang penting bagi mereka dan
bahwa mereka menempatkan untuk digunakan dalam keyakinan atau sikap
yang dewasa, akan mendengarkan ide-ide pemuda. Interaksi lain sikap sipil dan
commit
to user dalam kutipan berikut di mana
keterampilan kewarganegaraan
digambarkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
dua pemuda bernostalgia tentang dampak program terhadap kemampuan
mereka untuk berbicara di depan teman-teman sekelasnya, kemampuan mereka
untuk bekerja dalam sebuah tim dengan orang lain (keterampilan
kewarganegaraan), dan sikap sipil yang satu dapat belajar dari orang-orang
yang berbeda dari diri sendiri.
Civic skills dalam standar isi PKn tingkat SMP/MTs ditandai dengan
penggunaan kata kerja, seperti menampilkan perilaku, menampilkan ketaatan,
menerapkan
perilaku
dan
mengaktualisasikan.
Dimensi
keterampilan
kewarganegaraan (civic skills) pada materi Pendidikan Kewarganegaraan
persekolahan tingkat SMP/MTs, Winarno (2013:165) menjelaskan dalam
bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 2.4 Dimensi Civic Skills dalam PKn sekolah tingkat SMP/MTs
Kelas
Semester
VII
1
2
VIII
1
2
IX
1
2
Dimensi Keterampilan Kewarganegaraan
(Civic Skills)
Menerapkan norma-norma, kebiasaan, adat
istiadat dan peraturan yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Menampilkan
perilaku
kemerdekaan
mengeluarkan pendapat.
Mengaktualisasikan
kemerdekaan
mengemukakan pendapat secara bebas dan
bertanggung jawab.
Menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilainilai Pancasila.
Menampilakan
partisipasi
dalam
usaha
pembelaan negara.
Menampilakan peran serta dalam usaha
pembelaan negara.
Menampilkan prestasi diri sesuai kemampuan
demi keunggulan bangsa.
Menampilkan peran serta dalam berbagai aktifitas
untuk mewujudkan prestasi diri sesuai kemapuan
demi keunggulan bangsa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
Pada
penelitian
ini
kompetensi
dasar
yang
digunakan
ialah
“mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan
bertanggung jawab”. Terlihat dari kata kerja yang digunakan adalah
“mengaktualisasikan” maka kompetensi
dasar, indikator serta tujuan
pembelajaran dirancang dalam upaya mencapai keberhasilan dimensi PKn
yaitu ranah civic skills.
Civic
skills
yang
dipelajari
dalam
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan pada kompetensi dasar mengaktualisasikan kemerdekaan
mengemukakan pendapat di antaranya ialah mencakup keterampilan berpikir
dan
keterampilan
kemerdekaan
berpartisipasi.
mengemukakan
Siswa
pendapat
mampu
secara
mengaktualisasikan
bebas
dan
mampu
mempertanggungjawabkan pendapatnya.
Setiap orang dilahirkan merdeka, yang berarti dirinya memiliki hak
untuk bebas dari tekanan politik maupun bentuk-bentuk penekanan lain yang
bersifat mengekang kebebasan individu. Hak individu yang diakui secara
universal adalah hak untuk mengeluarkan pendapat.Setiap orang memerlukan
hak tersebut agar dirinya dapat menyampaikan apa yang menjadi
kepentingannya, kehendaknya atau harapannya. Penyampaian pendapat
merupakan salah satu sarana untuk mengkomunikasikan berbagai hal yang ada
dalam pikiran dan benak setiap orang (Saronji dan Asy’ari, 2004:111).
Pengungkapan ide gagasan melalui pendapat pada dasarnya diawali dari
kegiatan berpikir. Meskipun berpikir merupakan kegiatan yang tersembunyi
dalam lubuk hati, tetapi jika hasil pemikiran itu diungkap akan berpengaruh
terhadap situasi tertentu, hal ini menunjukkan pentingnya mengkomunikasikan
gagasan.
Kebebasan mengemukakan pendapat jangan diartikan sebagai
kebebasan tanpa batas, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab.
Kebebasan yang bertanggung jawab dalam praktiknya akan
mengarahkan warga masyarakat pada cara-cara mengemukakan
pendapat secara tertib, santun, dan tidak anarkis. Banyak cara dan
pilihan dalam mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung
jawab, seperti musyawarah, dialog interaktif, berunjuk rasa, protes
lewat tulisan dan atraksi kesenian, pembuatan puisi, film, dan lain-lain,
dan happening art (Faridy, 2009:103).
Kebebasan mengemukakan pendapat dalam demokrasi Pancasila
to user
dibatasi oleh hak-hak orang. commit
Oleh karena
itu, penggunaan kebebasan itu harus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
disertai dengan rasa tanggung jawab. Dengan demikian, kebebasan
bertanggung jawab memiliki arti penting sebagai berikut: 1) Pendapat, ide,
gagasan, dan aspirasi individu atau kelompok dapat disampaikan tanpa
melanggar hak orang lain. 2) Kebebasan memerhatikan ketertiban umum. 3)
Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. 4) Kebebasan menghargai aturan
yang berlaku. 5) Adanya kepastian hukum.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam kompetensi dasar
mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab mencakup di
antaranya: Pertama, mengkaji masalah sosial yang berkaitan dengan kebebasan
mengemukakan pendapat. Kedua mengungkapkan ide, gagasan, serta pendapat
secara bebas dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan dan memilih
kesimpulan yang paling tepat. Ketiga, saling berinteraksi, bekerja sama, saling
menghargai pendapat orang lain.
c. Definisi Konseptual Civic Skills
Civic Skills merupakan keterampilan kewarganegaraan yang harus
dimiliki dan dikembangkan oleh setiap warga negara agar pengetahuan yang
diperoleh, menjadi sesuatu yang bermakna karena dapat digunakan untuk
menghadapi permasalahan dalam kehidupan berbangsa dan beregara.
d. Definisi Operasional Civic Skills
Civic skills merupakan salah satu komponen PKn yang harus dimiliki
warga negara dalam upaya mewujudkan warganegara yang cerdas dan
demokratis. Civic skills mencakup komponen:
1. Intelectual skills (ketrampilan berpikir)
2. participation skills (ketrampilan partisipasi)
3. Faktor-Faktor Belajar yang Mempengaruhi Civic Skills Siswa pada
Kompetensi Dasar Mengaktualisasikan Kemerdekaan Mengemukakan
Pendapat secara Bebas dan Bertanggung Jawab
Interaksi dalam belajar-mengajar dapat ditemukan bahwa proses belajar
yang dilaksanakan oleh peserta didik merupakan kunci keberhasilan belajar.
Proses belajar merupakan aktifitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.
commit to user
Dimyati dan Mujiono (2010:237-238) mengemukakan, “Aktifitas belajar dialami
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
oleh siswa sebagai suatu proses, yaitu proses belajar sesuatu. Aktifitas belajar
tersebut juga dapat diketehui oleh guru dari perlakuan siswa terhadap bahan
belajar”. Proses belajar, yaitu suatu kegiatan yang dialami dan dihayati oleh siswa
sendiri, juga bisa dikatakan sebagai kegiatan mental mengolah bahan ajar atau
pengalaman lain. Dimyati dan Mujiono (2010:238) mengemukakan, “Kegiatan
atau proses belajar terpengaruh oleh sikap, motivasi, konsentrasi, mengolah,
menyimpan, menggali, dan unjuk berprestasi”.
Secara global, faktor-faktor yang mempngaruhi belajar siswa dapat
dibedakan menjadi tiga macam:
1) Faktor internal (faktor dari siswa), yakni keadaan jasmani dan rohani siswa.
2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi di sekitar siswa.
3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar
siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk
melakukan kegiatan pembelajaran (Indah Komsiyah, 2012:89).
Proses belajar merupakan hal yang kompleks. Siswalah yang menentukan
terjadi atau tidak terjadi belajar. Untuk bertindak belajar siswa menghadapi
masalah-masalah secara intern. Jika siswa tidak bisa mengatasi masalahnya, maka
ia tidak belajar dengan baik. Faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa
yang berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut:
1) Sikap terhadap Belajar; 2) Motivasi Belajar; 3) Konsentrasi Belajar; 4)
Mengolah Bahan Belajar; 5) Menyimpan Perolehan Hasil Belajar; 6)
Menggali Hasil Belajar yang Tersimpan; 7) Kemampuan Berprestasi atau
Unjuk Hasil Belajar; 8) Rasa Percaya Diri Siswa; 9) Intelegensi dan
Keberhasilan Belajar; 10) Kebiasaan Belajar; 11) Cita-cita Siswa (Dimyati
& Mudjiono, 2010:245-247)
Faktor intern yang mempengaruhi belajar menurut Hamdani (2011:139142) dijelakan sebagai berikut ini:
1) Kecerdasan (inteligensi)
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini
sangat ditentukan oleh tinggi-rendahnya inteligensi yang normal
selalu menunjukkan kecakap yang sesuai dengan tingkat
perkembangan sebaya. Ada kalanya perkembangan ini ditandai oleh
kenajuan-kemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak
lainnya.
2) Faktor jasmaniah atau
faktortofisiologis
commit
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
Kondisi jasmaniah/fisiologis umumnya sangat berpengaruh terhadap
kemampuan belajar seseorang. Panca indra yang tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, seperti mengalami sakit, caat tubuh,
perkembangan yang tidak sempurna, berfungsinya kelenjar yang
membawa kelainan tingkah laku.
3) Sikap
Dalam diri siswa harus ada sikap positif (menerima) kepada sesama
siswa atau kepada gurunya. Sikap positif ini akan menggerakkannya
untuk belajar. Ada siswa yang sikapnya negatif (menolak) kepada
sesama siswa atau gurunya tidak akan mempunyai kemampuan untuk
belajar.
4) Minat
Minat memiliki pengaruh yang besar terhadap belajar atau kegiatan.
Pelajaran yang menarik minat siswa akan lebih mudah dipelajari dan
disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah
minat seseorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah, siswa
diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannya
sendiri. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap
sesuatu, akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang
diinginkan dapat tercapai.
5) Bakat
Tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh
bakat yang dimilikinya. Bakat mempengaruhi tinggi rendahnya
prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar,
terutama belajar keterampilan, bakat memegang peranan penting
dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik.
6) Motivasi
Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut
merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan
belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana
cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pila, dalam
kegiatan belajar mengajar seorang anak didik akan berhasil jika
mempunyai motivasi untuk belajar.
Berdasarkan paparan di atas disimpulkan bahwa faktor intern keberhasilan
proses belajar muncul dari dalam diri siswa sendiri atau berkaitan dengan
kemauan siswa. Namun, proses belajar dapat terjadi atau bertambah lebih kuat
jika mendapat dorongan dari lingkungan siswa atau faktor ekstern belajar.
Dimyati dan Mudjiono (2010:248-253) menyatakan, “Ditinjau dari segi siswa,
maka ditemukan beberapa faktor ekstern yang mempengaruhi pada aktivitas
belajar, yaitu: (1) Guru sebagai pembina siswa belajar, (2) Prasarana dan sarana
pembelajaran, (3) Kebijakan Penilaian, (4) Lingkungan sosial siswa di sekolah,
commit to user
(5) Kurikulum sekolah”.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Hamdani (2011:143-144) menjelaskan, “faktor ekstern yang dapat
mempengaruhi belajar adalah keadaan keluarga, keadaan sekolah, dan lingkungan
masyarakat”. Berikut penjabarannya:
1) Keadaan keluarga
Orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan dimulai dari
keluarga. Adapun sekolah merupakan pendidikan lanjutan. Peralihan
pendidikan informal ke lembaga lembaga formal memerlukan
kerjasama yang baik antara orang tua dengan guru sebagai pendidik
dalam usaha meningkatkan hasil belajar anak. Perhatian orang tua dapat
memberikan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Hal ini
karena anak memerlukan waktu, empat, dan keadaan yang baik untuk
belajar.
2) Keadaan sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat
penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu
lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong siswa untuk belajar
lebih giat. Leadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran,
hubungan guru dengan siswa, dan kurilukum. Hubungan antara guru
dan siswa yang kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya.
3) Keadaan masyarakat
Di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam proses
pelaksanaan pendidikan. Lingkungan alam sekitar sangat berpengaruh
terhadap perkembangan pribadi anak sebab dalam kehidupan seharihari anak akan lebih layak bergaul dengan lingkungan tempat ia berada.
Dapat dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak karena
dalam pergaulan hidup segari-hari seorang anak akan selalu
menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya.
(Hamdani, 2011:143-144)
Kondisi siswa, dukungan lingkungan, serta kemapuan guru sangatlah
mempengaruhi berjalannya proses pembelajaran. Jika komponen tersebut saling
bersinergi maka pencapaian proses dan hasil belajar dapat sejalan dengan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Sehingga proses pembelajaran yang efektif
memerlukan berbagai dukungan dari dalam peserta didik maupun dari luar peserta
didik, dua komponen tersebut mempengaruhi ketercapaian kompetensi dasar serta
tujuan pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
4. Pengaruh Model Pembelajaran Social Science Inquiry Terhadap Civic Skills
Siswa
Pada
Kompetensi
Dasar
Mengaktualisasikan
Kemerdekaan
Mengemukakan Pendapat secara Bebas dan Bertanggung Jawab
Garis besar mata pelajaran PKn mencakup kecerdasan kewarganegaraan
(Civic Knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan nilai-nilai
kewarganegaraan (civic values). Dalam penelitian ini kompetensi dasar yang
digunakan ialah mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat
secara bebas dan bertanggung jawab, dan kompetensi dasar ini termasuk dalam
dimensi PKn civic skills. Suwarma al Muchtar, dkk dalam Winarno (2013:170)
“menyajikan berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengembangkan keterampilan kewarganegaraan siswa (civic skills). Model
tersebut salah satunya adalah model social inquiry/social science inquiry”. Model
social inquiry dapat diadaptasi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
khususnya untuk mengembangkan kompetensi perilaku sosial warga negara dan
lebih cepat memperkuat mutu pembelajaran dalam kegiatan praktek belajar
kewarganegaraan (Winarno, 2013:172).
Model pembelajaran social science inquiry berpengaruh terhadap civic
skills terlihat dari konsep model pembelajaran social science inquiry yang
dirancang untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam memecahkan
masalah-masalah sosial, serta model tersebut berorientasi pada interaksi sosial.
Hal tersebut sesuai dengan isi civic skills atau keterampilan kewarganegaraan
(intellectual skill dan partisipatory skill) yang meliputi di antaranya, keterampilan
memecahkan masalah-masalah sosial, keterampilan berinteraksi, keterampilan
berkoalisi dan sebagainya.
5. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan yaitu penelitian terdahulu yang mirip atau
menyerupai dengan penelitian yang kita lakukan. Pada umumnya suatu penelitian
tidak berasal dari penelitian murni akan tetapi ada penelitian terdahulu yang
memiliki kesamaan. Penelitian yang relevan untuk penelitian ini adalah :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
Widiantara A, G, Lasmawan I Wayan, Suarni Ni Ketut, (2013) “Determinasi
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Sosial Terhadap Sikap Sosial dan Hasil
Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Sigaraja”.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) terdapat perbedaan secara signifikan
sikap sosial antar siswa yang belajar dengan model pembelajaran inkuiri sosial
dan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional (F=52,541;
sig.=0,000;P<0,05), 2) terdapat perbedaan secara signifikan hasil belajar IPS
antara siswa yang belajar dengan pembelajaran inkuiri sosial dan siswa yang
belajar dengan pembelajaran konvensional (F=10,413; sig.=0,002;P<0,05), 3)
secara simultan terdapat perbedaan yang signifikan sikap sosial dan hasil belajar
IPS antara siswa yang belajar menggunakan pembelajaran inkuiri sosial dan siswa
yang
belajar
menggunakan
pembelajaran
konvensional
(F=82,788;
sig.=0,000;P<0,05).
Persamaan penelitian yang relevan di atas dengan penelitian ini terletak
pada penggunaan variabel x yaitu model pembelajaran inquiry sosial atau social
science inquiry, keduanya merupakan penelitian eksperimen yang objeknya ialah
siswa-siswi sekolah menegah pertama. Perbedaan penelitian yang relevan dengan
penelitian ini terletak pada tujuannya, penelitian yang relevan di atas bertujuan
untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan atar variabel sedangkan penelitian
ini bertujuan mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel x dengan variabel y.
B. Kerangka Berpikir
Guru sering menghadapi permasalahan dalam hal mengajar terutama pada
pemilihan model pembelajaran yang belum memperhatikan kompetensi dasar
serta tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal tersebut menyebabkan
pembelajaran kurang bermakna serta perhatian peserta didik terhadap proses
pembelajaran melemah. Menggunakan model pembelajaran tentunya juga
mempertimbangkan kompetensi dasar dan tujuan dari pembelajaran itu sendiri.
Sehingga peserta didik tidak merasakan bosan dan jenuh ketika sedang belajar
karena proses pembelajaran yang selalu monoton.
Penelitian ini kompetensi dasar yang digunakan adalah mengaktualisasikan
commit todengan
user bebas dan bertanggung jawab.
kemerdekaan mengemukakan pendapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
Kompetensi dasar tersebut termasuk dalam salah satu fokus komponen
Pendidikan
Kewarganegaraan
yaitu
civic
skills
atau
keterampilan
kewarganegaraan.
Model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan
keterampilan kewarganegaraan ada beberapa macam, salah satuanya ialah model
pembelajaran Social Science Inquiry/Social inquiry. Model pembelajaran tersebut
tergolong dalam kategori model pembelajaran yang berorientasi pada interaksi
sosial. Model dari ketegori ini menekankan pentingnya hubungan sosial yang
berkembang dalam proses interaksi sosial di antara individu.
Peneliti memperhatikan tahapan dalam mendesain pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan untuk mengembangkan civic skills siswa baik keterampilan
intelektual (cognitive/intellectual civic skills) maupun keterampilan partisipatoris
(participatory skills) tahapan tersebut ialah: tahap pertama, merumuskan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai, yaitu ranah civic skills; kedua merumuskan
materi Pkn yang nantinya akan dijadikan bahan belajar; ketiga, merumuskan
model sekaligus di dalamnya metode pembelajaran yang sesuai.
Berdasarkan uraian di atas kerangka berpikir dari penelitian ini dapat
digambarkan dalam bentuk sekema berikut ini:
Model Pembelajaran
Social Science Inquiry
(X)
Civic skills siswa pada kompetensi
dasar mengaktualisasikan
kemerdekaan mengemukakan
pendapat secara bebas dan
bertanggung jawab (Y)
Gambar 2.5 Sekema Kerangka Berpikir
C. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir tersebut maka hipotesis
dari penelitian ini yaitu, ”Ada pengaruh model pembelajaran social science inquiry
terhadap civic skills siswa pada kompetensi dasar mengaktualisasikan kemerdekaan
mengemukakan pendapat secara bedas dan bertanggung jawab”
commit to user
Download