POLA SPASIAL DAN ANALISIS KEJADIAN MALARIA DI PULAU KAPOPOSANG KAB. PANGKEP TAHUN 2011 Irma Muslimin, Arsunan Arsin, Rasdi Nawi Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spasial dan hubungan kondisi fisik rumah, perindukan nyamuk, kebiasaan keluar pada malam hari, penggunaan kelambu dan penggunaan obat anti nyamuk dengan kejadian malaria. Jenis penelitian ini adalahcross sectional study dengan jumlah populasi sebanyak 515 orang. Sampel sebanyak 254 dipilih secara Exhaustic sampling. Uji statistik bivariat dengan Chi Square dan Multivariat dengan Regresi Logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kondisi fisik rumah (p=0,048),kebiasaan keluar rumah malam hari (p=0,019) dan penggunaan kelambu (p=0,046) berhubungan dengan kejadian malaria. Sedangkan tempat perindukan nyamuk (p=0,654) dan penggunaan obat anti nyamuk(p=1,000) tidak berhubungan dengan kejadian malaria. Hasil uji multivariat logistik regresi ditemukan bahwa kondisi fisik rumah merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian malaria (wald 4,546; p = 0,033). Kata kunci: kejadian malaria, pola spasial Abstract The study aims to investigate the spatial pattern and the relationship of house physical condition, mosquito breeding ground, the habits of going out at night, mosquito net uses, and the use of mosquito repellent, with malaria incidence. It is a cross sectional study involving 254 samples.Chi square test was used for bivariate analysis and logistic regression was used for multivariate analysis. The study indicates that the physical condition of the house (p=0,048), the habits of out at night(p=0,019), and the use of mosquito net (p=0,046), have a significanttor of malaria incidencecorrelation with malaria incidence. While mosquito breeding ground (p=0,654) and the use of mosquito repellent (1,000) have no correlation with malaria incidence. The multivariate logistic regression analysis reveals that the physical condition of the house is the most influential fbuilding had the strongest association with malaria incidence (wald 4,546; p = 0,033). Keywords: Incidence of Malaria, Spasial Pattern 1 Pendahuluan Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius yang dihadapi negara-negara sedang berkembang di dunia terutama Negara di daerah tropis dan sub-tropis, termasuk di Indonesia1. WHO (World Health Organization) memperkirakan saat ini kira-kira 2,5 milyar manusia di dunia tinggal atau hidup di wilayah-wilayah endemis malaria, sampai saat ini malaria masih menjadi masalah kesehatan terbesar di dunia. Hal ini dapat diketahui dengan masih tingginya kasus malaria di wilayah-wilayah Afrika sebelah utara gurun Sahara, kirakira 275 juta dari 500 juta penduduknya terinfeksi malaria, 100 juta diantaranya dengan gejala-gejala klinis. Dalam wilayah endemis yang luas itu setiap tahun sebanyak 1 juta orang meninggal karena penyakit malaria. Di luar benua Afrika, kira-kira 100 ribu orang meninggal setiap tahun karena malaria 2. Selama periode 2000-2004, angka endemis malaria di seluruh tanah air cenderung menunjukkan peningkatan. Di Pulau Jawa dan Bali, Annual Parasite Insidence (API) selama periode waktu 1995 – 2000 per 1000 penduduk meningkat pesat dari 0,07 (1995), 0,08 (1996), 0,12 (1997), 0,30 (1998), 0,52 (1999), dan 0,81 (2000). Pada tahun 2002 API turun dari 0,47 dan menjadi 0,32 pada tahun 2003 per 1000 penduduk. KLB malaria selama periode 1998 – 2003 telah menyerang di 15 propinsi yang meliputi 84 desa endemis dengan jumlah penderita 27.000 dengan 368 kematian3. Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia terutama di wilayah Indonesia bagian timur (Tudo,2005). Di Sulawesi Selatan, dari 24 kabupaten/kota yang melapor pada tahun 2007 jumlah penderita Malaria klinis sebanyak 13.029 penderita dengan jumlah yang positif sebanyak 1.927 orang (14,79 %) dengan kasus tertinggi di Kab.Selayar, Bulukumba, Enrekang dan Tator. Sedangkan untuk tahun 2008 jumlah penderita Malaria klinis mengalami penurunan menjadi 8.886 kasus dengan jumlah positif sebanyak 1.153 kasus (12,98 %). Kasus tertinggi di Kab. Selayar, Pangkep, Luwu Utara, Enrekang dan Tator atau AMI sebesar 1,14 per 1000 penduduk 4. Terjadi peningkatan kasus malaria di Kabupaten Pangkajene Kepulauan Khususnya di pulau Kapoposang, untuk tahun 2000 ditemukan 262 kasus, sedangkan tahun 2001 ditemukan penderita klinis sebanyak 1106 orang. Parasit rate (PR) dilaporkan untuk dua tahun terakhir juga mengalami peningkatan dari 5,14% (2000) menjadi 13,76% (2001) (Profil Kesehatan Kab. Pangkep, 2001). Pada tahun 2010 angka kejadian malaria di Kelurahan Mattiro Ujung sebanyak 33 penderita dari 1.309 penduduk. Pada tahun 2010 dipulau Kapoposang dilaporkan API = 17,57 permil dan AMI 25,21 permil. Angka ini menyebabkan pulau Kapoposang sebagai daerah meso endemik penyakit malaria. Malaria muncul sebagai hasil interaksi agent (Plasmodium), proses transmisi dan host (manusia dan nyamuk anopheles) yang semuanya dipengaruhi oleh lingkungan (Suharjo, 2009). Adanya perumahan masyarakat yang memiliki kondisi rumah yang terbuka tanpa plafon, ventilasi tanpa dipasang kawat kasa dan kondisi dinding rumah yang berlubang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kejadian malaria. Hal ini disebabkan karena nyamuk sangat mudah masuk ke dalam rumah yang keadaannya tidak tertutup seperti dinding yang ada lubang. Habitat perkembangbiakan nyamuk anopheles adalah genangan-genangan air baik air tawar maupun air payau yang harus selalu berhubungan dengan tanah. Tempat perkembang biakan nyamuk anopheles air payau terdapat di muara-muara sungai dan rawa-rawa yang 2 tertutup. Penelitian yang dilakukan oleh Kazwaini (2006) menemukan bahwa tempat perindukan nyamuk anopheles berupa laguna menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk yang potensial bagi perkembangbiakan nyamuk baik dengan kondisi keruh maupun jernih. Sosial budaya juga berpengaruh terhadap kejadian malaria seperti: kebiasaan keluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk. Tingkat kesadaran muasyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria seperti penyehatan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat anti nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan malaria 5. Salah satu instrumen yang dapat digunakan dalam membantu pengendalian penyakit malaria adalah sistem informasi geografis (SIG). SIG memberikan informasi data secara spasial/keruangan sehingga dapat dipergunakan sebagai sarana pendukung upaya pengendalian ataupun pencegahan penyakit Malaria lebih terarah, efisien dan efektif. Metode Penelitian Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola spasial dan hubungan kondisi fisik rumah, tempat perindukan nyamuk, kebiasaan keluar rumah malam hari, penggunaan kelambu dan penggunaan obat anti nyamuk dengan kejadian malaria.Hasil riset ini diharapkan dapat menjadi (1) salah satu sumber informasi yang penting Bagi Dinas Kehatan Propinsi Sulawesi Selatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkep pada umumnya dan pihak Puskesmas Sarappo pada khusunya dalam upaya untuk mencegah dan mengendalikan penyakit malaria. (2) Sebagai salah satu referensi bagi institusi kesehatan dan institusi lainnya yang berkepentingan untuk berpartisipasi dalam peningkatan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit malaria. (3) Menambah pengetahuan masyarakat secara tidak langsung, khususnya dalam hal pencegahan dan pengendalian penyakit malaria. Penelitian ini merupakan penelitian observasional desain Cross Sectional Study. studi Cross Sectional, yaitu rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan dan penyakit serentak pada individu-individu dari populasi tunggal, pada satu saat atau periode6 dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (GIS) yang memiliki kemampuan untuk memvisualisasikan, mengeksplorasi, memilah-milah data, dan menganalisis data pola spasial. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang bermukim di pulau Kapoposang Tahun 2011. Penarikan sampel secara non probability sample dilakukan dengan cara “Exchaustic sampling”. Yaitu seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian, yakni Setiap individu yang bermukim di pulau Kapoposang Kabupaten Pangkep yang telah diperiksa darahnya. Data primer diperoleh dengan cara pengambilan sampel darah, melakukan wawancara langsung terhadap responden dengan berpedoman pada kuesioner yang telah tersedia yang memuat pertanyaan-pertanyaan maupun pernyataan-pernyataan yang digunakan untuk menggali informasi mengenai variabel-variabel yang akan dianalisis pada penelitian ini yang mana erat kaitannya dengan kejadian malaria. Observasi langsung juga dilakukan untuk melihat kondisi fisik rumah responden dan jarak tempat perindukan nyamuk dengan rumah responden. 3 Pengolahan data yang dilakukan meliputi penyuntingan data, koding, pemasukan data ke computer dan pembersihan data. Analisis data yang dilakukan untuk penelitian ini menggunakan analisis univariat, bivariat dan multivariat. Tampilan data kategorik berupa frekuensi dan persentase dan analisis bivariat menggunakan chi square dengan uji fisher exact dengan α=0,05 dan multivariat dengan regresi berganda logistik. Analisis data menggunakan program SPSS. Hasil dan Pembahasan Penyakit malaria menimbulkan masalah terutama daerah endemis yang menyebabkan manusia berusaha untuk menemukan metode-metode yang tepat untuk memberantasnya. Penyakit ini disebabkan oleh suatu agent tertentu yang infektif oleh parasit plasmodium dengan perantaraan nyamuk anopheles yang dapat disebarkan dari satu sumber infeksi kepada manusia. Faktor kesehatan lingkungan fisik, kimia, biologis, dan sosial budaya sangat berpengaruh terhadap penyebaran penyakit malaria. Pada penelitian ini, seluruh penderita malaria berada di wilayah RT 1 pulau Kapoposang (gambar 1). Jumlah penderita malaria dalam penelitian ini sebanyak 5 orang. Seluruh penderita malaria adalah jenis kelamin laki-laki dengan umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan yang bervariasi.Distribusi penderita malaria menurut karakteristik lokasi tempat tinggal, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil Uji Statistik (Tabel 2) menunjukkan bahwa kondisi fisik rumah, kebiasaan keluar rumah malam hari dan penggunaan kelambu berhubungan dengan kejadian malaria, sedangkan tempat perindukan dan penggunaan obat anti nyamuk tidak berhubungan dengan kejadian malaria. Rumah adalah struktur fisik, orang menggunakan untuk tempat berlindung yang dilengkapi beberapa fasilitas yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani baik untuk keluarga maupun individu. Kondisi fisik rumah berkaitan sekali dengan kejadian malaria, terutama yang berkaitan dengan mudah atau tidaknya nyamuk masuk ke dalam rumah adalah ventilasi yang tidak di pasang kawat kasa dapat mempermudah nyamuk masuk kedalam rumah. Langit-langit atau pembatas ruangan dinding bagian atas dengan atap yang terbuat dari kayu, internit maupun anyaman bambu halus sebagai penghalang masuknya nyamuk ke dalam rumah dilihat dari ada tidaknya langit-langit pada semua atau sebagian ruangan rumah. Kualitas dinding yang tidak rapat jika dinding rumah terbuat dari anyaman bambu kasar ataupun kayu/papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5 mm² akan mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah7. Keberadaan suatu tempat perindukan nyamuk dapat mempengaruhi tingkat kepadatan di wilayah sekitarnya dalam radius yang cukup luas, mengingat kemapuan terbang nyamuk anopheles yang cukup jauh, yaitu o,5-3 km, atau sekitar 2 km. sehingga apabila dalam radius tersebut terdapat pemukiman, maka tempat perindukan nyamuk tersebut merupakan faktor risiko bagi masyarakat di pemukiman tersebut untuk terkena penyakit malaria. Kebiasaan keluar rumah pada malam hari merupakan saat yang efektif untuk terjadinya penularan. Nyamuk anopheles betina mengigit manusia atau hewan untuk perkembangan telurnya. Nyamuk anopheles aktif mencari makan pada malam hari biasanya mulai mengigit petang hari hingga menjelang pagi dengan puncak gigitan untuk setiap spesies berbeda. Penggunaan kelambu merupakan upaya yang paling efektif mencegah digigit nyamuk pada saat tidur dibandingkan dengan upaya yang lain. Penggunaan kelambu lebih 4 baik dari pada penggunaan obat pengusir nyamuk dengan berbagai cara pemakaiannya. Risiko tersebut diantaranya adalah dapat menghindari masuknya insektisida ke dalam tubuh manusia melalui inhalasi atau jaringan kulit serta risiko lain dari obat pengusir nyamuk yang dibakar, khususnya bagi orang yang mempunyai gangguan sistem pernafasan.penggunaan obat anti nyamuk adalah cara untuk menghindari kontak atau gigitan dari nyamuk anopheles pada saat malam hari dengan menggunakan obat anti nyamuk, baik yang berupa obat anti nyamuk bakar, semprot, elektrik, atau repellent. Hasil uji statistik (Tabel 3) menunjukkan bahwa variabel kondisi fisik rumah merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian malaria dengan nilai wald 4,546 dan berpengaruh 8,490 kali terhadap kejadian malaria. Simpulan Penelitian ini telah menemukan bahwa kondisi fisik rumah, kebiasaan keluar rumah malam hari dan penggunaan kelambu berhubungan dengan kejadian malaria. Tempat perindukan nyamuk dan penggunaan obat anti nyamuk tidak berhubungan dengan kejadian malaria. Hasil analisis multivariat menunjukkan kondisi fisik rumah merupakan variabel paling berpengaruh terhadap kejadian malaria dengan nilai wald 4,546. Perlu diupayakan program pemberdayaan masyarakat khususnya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan lingkungan bebas malaria, menghilangkan breeding place, perbaikan kondisi rumah dari yang tidak kedap serangga menjadi kedap serangga, dan peningkatan praktik pencegahan, yaitu pemberian informasi kepada masyarakat tentang pentingnya menghindari kebiasaan keluar rumah malam hari, penggunaan kelambu, dan penggunaan obat anti nyamuk untuk mengurangi kontak nyamuk Anopheles dengan manusia sehat. Ucapan Terima Kasih Ucapan terimakasih dan penghargaan kepada Tim Pembimbing Penelitian, Fakultas Kesehatan Masyarakat program Pasca Sarjana UNHAS, Dinas Kesehatan Kab.Pangkep SulSel, para responden serta rekan-rekan mahasiswa magister jurusan Epidemiologi. Daftar Acuan 1. Frits, Wamaer. 2003. Hubungan Kondisi Fisik Bangunan Rumah dan tempat perindukan Nyamuk dengan Kejadian Malaria Pada Anak Umur 6-59 Bulan di Unit Pelayanan Kesehatan di Distrik Fakfak. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 2. Suhardiono. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Insiden Penyakit Malaria di Kelurahan Teluk Dalam Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan. Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia. 2: 22-34. 3. Erdinal, Dewi Susanna dan Ririn Arminsih. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar. Makara Kesehatan. 2:64-70. 5 4. Dinas Kesehatan Kabupaten. 2008. Profil Kesehatan Kabuapten Pangkajene Kepulauan. 5. Husin, Hasan. 2007. Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria di Puskesmas Sukamerindu Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu Propinsi Bengkulu. Tesis tidak diterbitkan. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. 6. Murti, Bhisma. 1995. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Gajah Mada University Press: Jogjakarta. 7. Ahmadi, Supri. 2008. Faktor Risiko Kejadian Malaria di Desa Lubuk Nipis Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim. Tesis tidak diterbitkan. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Tabel 1. Distribusi Penderita Malaria Berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal, Umur, Jenis Kelamin, Tingakat Pendidikan dan Pekerjaan Di Pulau Kapoposang Kabupaten Pangkep Tahun 2011 Penderita Malaria Penderita 1 Penderita 2 Penderita 3 Penderita 4 Penderita 5 Sumber: Data Primer Lokasi tempat tinggal RT 1 RT 1 RT 1 RT 1 RT 1 Umur (tahun) Jenis kelamin Tingkat Pendidikan Pekerjaan 45 9 20 11 64 Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Tidak Tamat SD SD Tamat SD SD Tamat SLTA Nelayan Sekolah Nelayan Sekolah Ka.Dusun Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat Variabel yang DitelitiDi Pulau kapoposang kabupaten Pangkep Tahun 2011 Variabel Kondisi Fisik Rumah Buruk Baik Tempat Perindukan Nyamuk Dekat Jauh Kebiasaan Keluar Rumah Malam hari Ya Tidak Penggunaan Kelambu Tidak 4 Ya 1 Penggunaan Obat Kejadian Malaria Positif Negatif n % n % Jumlah n % p 3 2 6,3 1,0 45 204 93,8 99,0 48 206 100,0 100,0 0,048 1 4 1,1 2,5 93 156 98,9 97,5 94 160 100,0 100,0 0,654 4 1 5,9 0,5 64 185 94,1 99,5 70 185 100,0 100,0 0,019 100,0 100,0 0,046 4,7 0,6 82 167 95,3 99,4 86 168 6 Anti Nyamuk Tidak Ya Sumber : Data Primer 5 0 2,2 0,0 221 28 97,8 100,0 226 28 100,0 100,0 1,000 Tabel 3. Model Regresi Berganda Logistik Pola Spasial dan Analisis Kejadian Malaria di Pulau Kapoposang Kabupaten Pangkep Tahun 2011 Variabel Kondisi Fisik Rumah Kebiasaan Keluar Rumah Mala Hari Penggunaan Kelambu Jarak Tempat perindukan Constant Sumber : Data Primer B Wald Sig, Exp(B) 2,139 4,546 ,033 8,490 95% CI lower upper 1,189 60,646 -2,462 1,187 ,034 ,085 ,008 ,874 2,047 ,081 3,034 2,844 1,228 6,955 ,092 ,947 ,008 7,746 1,085 20,786 ,717 0,098 83,622 12,027 7