NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN

advertisement
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN
PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA PEMAIN BAND
Oleh :
JEMMY SOERYONO PUTRO
QUROTUL UYUN
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI & ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2006
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN
PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA PEMAIN BAND
Telah Disetujui Pada
Tanggal
Dosen pembimbing Utama
(Qurotul Uyun S.Psi,M.si)
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA PADA PEMAIN BAND
Jemmy Soeryono Putro
Qurotul Uyun
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara
kecerdasan emosi dengan penyalahgunaan napza pada pemain band.
Dugaan
awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara
kecerdasan emosi dengan pemakaian napza pada pemain band. Semakin tinggi
kecerdasan emosi, semakin rendah penyalahgunaan napza. Sebaliknya Semakin
rendah kecerdasan emosi, semakin tinggi penyalahgunaan napza.
Subjek dalam penelitian ini adalah pemain band di Yogyakarta yang
memainkan musik beraliran rock. Teknik pengambilan data yang digunakan
adalah menggunakan skala. Adapun skala yang digunakan adalah menggunakan
skala penyalahgunaan napza yang berjumlah 32 aitem, mengacu pada aspek yang
dikemukakan oleh Afiatin (1998) dan skala kecerdasan emosi yang berjumlah 48
aitem yang mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Goleman (1997).
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
fasilitas program SPSS versi 12.0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara
kecerdasan emosi dengan penyalahgunaan napza pada pemain band Korelasi
product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar rxy= -0.622 dengan
nilai p= 0,000 (p<0,01) yang artinya ada hubungan negatif yang sangat signifikan
antara kecerdasan emosi dengan penyalahgunaan napza pada pemain band
Kata Kunci : Kecerdasan Emosi, Penyalahgunaan Napza.
PENGANTAR
Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman yang semakin modern menuntut banyak perubahan
dalam kehidupan, termasuk perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup
terkadang cenderung mengarah kepada gaya hidup yang tidak baik, gaya hidup
yang penuh dengan kegengsian yang mendorong manusia untuk mengikuti
mainstream, misalnya kehidupan glamour, konsumtif, dan juga gaya hidup
mengkonsumsi napza. Penyalahgunaan napza saat ini merupakan bagian dari gaya
hidup yang banyak dilakukan orang khususnya anak muda. Dalam dunia musik,
napza sudah menjadi barang yang tidak asing lagi, banyak pemain band atau
pemain musik yang mengkonsumsi narkoba.
Gaya hidup dan tingkah laku pemusik Barat (bermusik sambil
mengkonsumsi napza) juga diikuti pemusik rock Indonesia, misalnya drummer
The Rollies, Iwan (meninggal karena overdosis), Gito Rollies, Bimbim, Kaka, dkk
(Grup Slank), Dany S. Gumelar (vokalis Java Jive), January Christy, Sandy
Handoko (Drummer Jamrud meninggal overdosis), Fitrah (gitaris Jamrud
meninggal overdosis), Jockie (Keybordiest God Bless). (www.gatra.com &
www.kompas.com & www.Gusmus.net. 11/07/2006).
Napza adalah
singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
Narkotika berasal dari bahasa Ingggris "narcotics" yang artinya obat bius.
Narkotika adalah bahan yang berasal dari tiga jenis tanaman Papaper Somniferum
(Candu), Erythroxyion coca (kokain) dan cannabis sativa (ganja) baik murni
maupun bentuk campuran. Cara kerjanya mempengaruhi susunan syaraf yang
dapat membuat tidak dapat merasakan apa-apa, bahkan bila ada bagian tubuh
yang disakiti sekalipun. (www.sahiva.or.id.08/03/2006).
Penyalahgunaan napza adalah pemakaian non medical atau ilegal barang
haram yang dinamakan napza(narkotika, psikotropika, dan zat adiktif) yang dapat
merusak kesehatan dan kehidupan yang produktif manusia pemakainya (Willis,
2005).
Menurut data pada tahun 2003, 1.800.000 anak Indonesia menjadi pecandu
narkoba dan 11.344 anak ditangkap polisi karena melakukan tindak kriminal. Hal
itu terjadi karena IQ hanya berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis dan
analitis (otak kiri). Sedangkan EQ lebih banyak berhubungan dengan perasaan
dan
emosi
(otak
kanan)
(www.kompas.com/07/03/2006).
Hal
tersebut
menunjukkan bahwa IQ tidak mampu berperan dalam mengendalikan seseorang
untuk tidak menggunakan napza, EQ berhubungan dengan perasaan dan emosi
yang dapat berfungsi untuk meredakan ketegangan mental dan mengurangi stres
agar tidak mencari pelampiasan dengan perilaku negatif.
Menurut Goleman (1997) seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang
baik memiliki ciri sebagai berikut, memiliki kesadaran diri yang baik, memiliki
kendali dorongan hati, mampu memotivasi diri, optimis, kemampuan berempati,
dan memiliki kecakapan sosial. Nevid, dkk (1997) penyalahgunaan napza sangat
erat kaitannya dengan sejumlah faktor yang melibatkan faktor-faktor kognitif
seperti harapan dan keyakinannya tentang napza, proses pengambilan keputusan
dan kesadaran diri. Kesadaran diri merupakan salah satu aspek dari kecerdasan
emosi.
Tanpa kendali dorongan hati yang baik, pengguna akan melakukan apa
saja untuk memenuhi kebutuhannya akan napza (Siregar, 1990). Kendali
dorongan hati berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan. Kendali dorongan
hati membantu mengarahkan seseorang dalam memenuhi kebutuhan yang
dinginkan, sehingga seseorang akan lebih terkontrol dalam memenuhi
keinginannya. Berdasarkan paparan di atas peneliti sangat tertarik untuk meneliti
apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan penyalahgunaan napza
pada pemain band.
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Penyalahgunaan Napza
Perkembangan napza berawal sejak tahun 2737 SM ketika kaisar Cina
bernama Shen Nung menulis naskah farmasi yang bernama “Pen Tsao”(Great
Herbal). Salah satu ramuan itu adalah disebut “liberator of Sin” atau “delight
giver” (pemberi kesenangan) yang ditujukan untuk kesenangan, obat lemah
badan, malaria, rematik dan analgesik (Martin, 1977).
Menurut Maslim (1997) penyalahgunaan napza adalah penggunaan
zat secara salah (misuse) atau disalahgunakan (abuse). Penyalahgunaan zat
adalah penyalahgunaan zat di luar indikasi medis, tanpa petunjuk atau resep
dokter, penyalahgunaan sendiri secara teratur atau berkala sekurangkurangnya dalam satu bulan.
Penyalahgunaan napza menurut Wicaksana (1998)
terjadi bila pola
pengguna zat tersebut merusak, paling sedikit satu bulan sehingga
menimbulkan gangguan dalam pekerjaan, belajar dan pergaulan.
Penyalahgunaan obat adalah penggunaan obat untuk kepentingan non
medis, menggunakan obat melebihi takaran dan tidak mengikuti aturan
pemakaian (Yatim, 1996, Hadjim, 1988; Thornburg 1982).
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa
penyalahgunaan napza adalah penggunaan obat yang tidak sesuai
dengan kepentingan medis yang melebihi dosis atau takaran, penyalahgunaan
sendiri secara teratur atau berkala sekurang-kurangnya dalam satu bulan.
Menurut Afiatin (1998) upaya untuk melakukan deteksi dini dapat
dilakukan
dengan
terlebih
dahulu
memahami
tentang
gejala-gejala
penyalahgunaan dan ketergantungan (adiksi) terhadap napza. Berikut ini akan
diuraikan gejala yang akan di klasifikasikan menjadi empat aspek, yaitu :
1. Aspek Kondisi Fisik
Seseorang yang menyalahgunakan atau ketergantungan napza
biasanya memiliki gejala seperti, sering mengeluh pusing, sering batuk
dan pilek yang berkepanjangan, matanya cenderung merah sayu dan
tatapannya kosong, berjalan sempoyongan
2. Aspek Kondisi Psikis
Seseorang yang menyalahgunakan atau ketergantungan napza
biasanya memiliki gejala seperti, menunjukkan sikap membangkang,
mudah tersinggung sehingga sering marah secara meledak-ledak,
menuntut kebebasan yang lebih besar, tidak dapat menunda keinginan,
suka mengambil resiko tinggi, misalnya melayani tanggapan balapan,
berkelahi, emosinya sangat labil, sikapnya manipulatif
3. Aspek Hubungan Sosial
Seseorang yang menyalahgunakan atau ketergantungan napza
biasanya memiliki gejala seperti, semakin jarang ikut kegiatan keluarga
atau asrama, mulai melupakan tanggung jawab rutin rumah, merongrong
keluarga untuk minta uang dengan berbagai alasan. Selain itu mereka
bercerita pada keluarga yang mau mendengarkan keluhannya, jarang mau
makan bersama keluarga, sering menginap di rumah teman dengan
berbagai alasan, menolak orang tua atau saudara masuk kamarnya,
omongannya sering tidak dapat dipercaya. Mereka juga sering ingkar janji
dengan berbagai alasan, temannya berganti-ganti dan jarang mau
mengenalkan orang yang bersangkutan. Dan juga suka membolos dari
sekolah, kuliah atau tempat kerja.
4. Aspek Perubahan Perilaku
Seseorang yang menyalahgunakan atau ketergantungan napza
biasanya memiliki gejala seperti, sering pulang larut malam, sering pergi
ke diskotek, selalu mengeluhkan kehabisan uang. Selain itu mereka juga,
sering mencuri uang atau barang di rumah, perubahan ritme tidur,
perubahan bahasa yang digunakan, sering berlama-lama di kamar mandi,
suka mengurung diri di dalam kamar, malas mengurus diri. Mereka juga
sering makan permen karet atau mentol untuk menghilangkan bau mulut,
senang memakai kaca mata gelap dan membawa obat tetes mata, senang
memakai baju lengan panjang untuk menutupi bekas sayatan, sering
membunyikan musik keras-keras tanpa memperdulikan orang lain, di
kamarnya ada lilin atau pewangi ruangan, alat-alat yang dapat digunakan
untuk teler, ada obat-obatan, kertas timah, bau-bau khas yang tidak biasa
di rumah itu, ada jarum suntik dan biasanya jika ditanya ia bersikukuh
bahwa barang-barang tersebut bukan miliknya.
2. Kecerdasan Emosi
Istilah ”emotional qoutient” diciptakan
dan secara resmi
didefinsikan oleh John (Jack) Mayer dari Universitas New Hampshire, dan
Peter Salovey dari Universitas Yale pada tahun 1990. Menurut Peter Salovey
dan Jack Mayer (1997) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali
perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk pikiran, memahami
perasaan dan maknanya, mengendalikan perasaan membantu secara mendalam
sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual
Goleman (1997) menganggap bahwa emosi adalah suatu keadaan
mental yang melibatkan aspek biologis, psikologis maupun untuk bertindak.
Selain itu Semaon & Kenrick (1994) juga memgemukakan pengertian yang
hampir sama yaitu bahwa emosi memiliki tiga komponen yang saling terkait
aspek fisiologis (yang mencakup sistem saraf), aspek perilaku (khususnya
gerakan atau ekspresi wajah) dan aspek pengalaman fenomenologis (yang
melibatkan aspek kognitif dan perasaan).
Berdasarkan dari beberapa pengertian kecerdasan emosi di atas maka
dapat disimpulkan, bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk
mengenali perasaan diri, mengendalikan dorongan hati (impuls), menunda
kepuasaan, mampu memotivasi diri, mambangun kesadaran diri, mampu
menghadapi frustasi, mengatur suasana hati serta mampu berempati.
Menurut Goleman (1997), aspek
kecerdasan emosi meliputi
kemampuan berikut ini :
1. Kesadaran diri (self-awareness)
Kesadaran diri ialah perhatian yang terus menerus terhadap keadaan batin
seseorang.
2. Kendali Dorongan Hati (self-control)
Kemampuan untuk
menunda kepuasaan yang tujuannya adalah untuk
menjaga keseimbangan emosi dan bukan untuk menekan emosi, sehingga
berdampak positif terhadap pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati..
3. Mampu memotivasi diri sendiri
Orang yang mampu membangkitkan semangat hidupnya yang kendur,
tidak mudah putus asa terhadap cobaan hidup.
4. Optimis
Bersikap optimis berarti memiliki pengharapan yang kuat bahwa secara
umum harapan-harapan dalam kehidupan akan tercapai.
5. Kemampuan berempati
Kemampuan untuk
mengetahui bagaimana perasaan orang lain dan
memahami prospektif mereka.
6. Kemampuan untuk membina hubungan atau kecakapan sosial
Mampu menangani atau mengendalikan emosi diri sendiri dan memahami
emosi orang lain.
METODE PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini pemain musik beraliran rock yang berdomisili di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun karakteristik subyek sebagai berikut :
a. Subyek berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
b. Subyek merupakan pemain musik beraliran rock.
c. Subyek berdomisili di Yogyakarta.
B. Metode Pengumpulan Data
1. Skala Penyalahgunaan Napza
Penelitian ini menggunakan skala penyalahgunaan napza terdiri dari
empat aspek penyalahgunaan napza yaitu aspek kondisi fisik, aspek kondisi
psikis, aspek hubungan sosial, aspek perubahan perilaku, dari teorinya Afiatin
(1998).
2. Skala Kecerdasan Emosi
Penelitian ini menggunakan skala kecerdasan emosi yang terdiri dari
enam aspek yaitu kesadaran diri (Self-awareness), kendali dorongan hati (SelfControl), mampu memotivasi diri sendiri, optimis, kemampuan berempati,
kemampuan untuk membina hubungan atau kecakapan sosial, dari teorinya
Goleman (1997).
C. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson yang ada dalam
fasilitas komputer program SPSS versi 12.00 for windows. Teknik ini digunakan
untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (Kecerdasan Emosi) dengan
variabel tergantung (Penyalahgunaan Napza) pada pemain band.
HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Data Penelitian
Tabel 6
Desktipsi Data Penelitian
Variabel
Hipotetik
Min Maks µ
Penyalahgunaan Napza 21
Kecerdasan emosi
45
84
52.5
180 112.5
s
Empirik
Min Maks Mean
SD
10.5 21 65
22.5 93 180
39.9136 9.58410
139.5185 17.92562
Tabel 7
Kriteria kategori skala
Kategori
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Nilai
X > ( µ - 1.8 s )
(µ - 1.8 s ) < X = ( µ - 0.6 s )
(µ - 1.8 s ) < X = ( µ + 0.6 s )
(µ + 0.6 s ) < X = (µ + 1.8 s )
X > (µ + 1.8 s )
Tabel 8
Kategorisasi Penyalahgunaan Napza
Kategori
Rentang score
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
X < 33.6
33.6 < X = 46.2
46.2 < X = 58.8
58.8 < X = 71.4
X > 71.4
Jumlah
Prosentasi
14
45
16
6
0
17.28%
55.55%
19.75%
7.40%
0
Tabel 9
Kategorisasi Kecerdasan Emosi
Kategori
Rentang score
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
X < 72
72 < X = 99
99 < X = 126.6
126 < X = 153
X >153
2
Jumlah
Prosentasi
0
2
11
52
16
0
2.69%
13.58%
64.19%
19.75%
Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Tabel 10
Hasil Uji Normalitas
Variabel
KS-Z
p
Korelasi
Penyalahgunaan Napza
Kecerdasan Emosi
1.011
0.898
0.259
0.396
Normal
Normal
b. Uji Linearitas
Data yang diperoleh menunjukkan F = 65.455; p = 0.000 sehingga
korelasi antara penyalahgunaan napza dan kecerdasan emosi linier.
3. Hasil Uji Hipotesis
Peneliti menggunakan analisis Pearson untuk menguji ada
tidaknya hubungan antara penyalahgunaan napza dan kecerdasan emosi.
Hasil analisis Pearson Correlation menunjukkan angka rxy= -0.622 dengan
nilai p= 0,000 (p<0,01), hal ini menunjukan bahwa ada hubungan negatif
yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dan
penyalahgunaan
napza. Dengan demikian hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Nilai
negatif menunjukkan ada hubungan negatif antara penyalahgunaan napza
dan kecerdasan emosi. Semakin tinggi kecerdasan emosi semakin rendah
penyalahgunaan napza. Sebaliknya Semakin rendah kecerdasan emosi
semakin tinggi penyalahgunaan napza.
4. Analisis Tambahan
1. Berdasarkan analisis lebih lanjut yang dilakukan maka korelasi yang di
dapat
dari
masing-masing
aspek
kecerdasan
emosi
dengan
penyalahgunaan napza adalah sebagai berikut :
1. Kesadaran diri dengan
penyalahgunaan napza berkorelasi negatif
sangat signifikan ditunjukkan dengan rxy= - 0.553.( p<0,01)
2. Kendali dorongan hati dengan
penyalahgunaan napza berkorelasi
negatif sangat signifikan ditunjukkan dengan rxy= - 0.654.( p<0,01)
3. Motivasi dengan
penyalahgunaan napza berkorelasi negatif sangat
signifikan ditunjukkan dengan rxy= - 0.536.( p<0,01)
4. Optimis dengan
penyalahgunaan napza berkorelasi negatif sangat
signifikan ditunjukkan dengan rxy= - 0.638.( p<0,01)
5. Empati dengan
penyalahgunaan napza berkorelasi negatif sangat
signifikan ditunjukkan dengan rxy= - 0.489.( p<0,01)
6. Kemampuan untuk membina hubungan atau kecakapan sosial
penyalahgunaan
napza
berkorelasi
negatif
sangat
signifikan
ditunjukkan dengan rxy= - 0.415.( p<0,01)
2. Sumbangan efektif pada aspek-aspek kecerdasan emosi yang paling
mempengaruhi penyalahgunaan napza dapat diketahui dari nilai R Square
sebagai berikut :
1. Kendali Dorongan hati
Diketahui nilai R Square = 0.428 yang berarti bahwa aspek
kecerdasan
emosi
yang
paling
berpengaruh
besar
terhadap
penyalahgunaan napza adalah dorongan hati. Dengan kata lain,
semakin positif dorongan hati seseorang, maka semakin rendah
penyalahgunaan napza pada pemain band.
2. Optimis
Diketahui nilai R Square = 0.486 yang berarti bahwa aspek
kedua dari kecerdasan emosi yang berpengaruh besar terhadap
penyalahgunaan napza adalah optimis. Dengan kata lain. Optimistis
yang besar pada diri
seseorang adalah faktor penting untuk
menghindari penyalahgunaan napza.
PEMBAHASAN
Hasil analisis Pearson Correlation terhadap variabel kecerdasan emosi
dengan
penyalahgunaan napza diketahui ada hubungan negatif yang sangat
signifikan, yaitu diketahui dengan nilai korelasi sebesar rxy= -0.622 dengan nilai
p= 0,000 (p<0,01). Dengan kata lain, ada hubungan negatif yang sangat signifikan
antara kecerdasan emosi dengan
penyalahgunaan napza. Semakin tinggi
kecerdasan emosi, maka semakin rendah
penyalahgunaan napza. Sebaliknya,
semakin rendah kecerdasan emosi, maka semakin tinggi penyalahgunaan napza.
Sesuai dengan penelitian, salah satu aspek kecerdasan emosi adalah
kendali dorongan hati. Kendali dorongan hati merupakan kepekaan seeorang
terhadap kata hatinya. Kendali dorongan hati tersebut mampu menciptakan sebuah
keseimbangan emosi dan menjaga keseimbangannya (Goleman, 1997). Hal ini
akan berdampak positif bagi orang yang memiliki kepekaan tersebut, misalnya
mampu mengendalikan amarah, tidak ceroboh dalam berbuat, serta memikirkan
tindakannya
dengan
matang,
sehingga
bentuk-bentuk
kesalahan
dapat
diminimalisir atau dihindari, termasuk seseorang untuk tidak menyalahgunakan
napza. Salovey dan Mayer mengatakan bahwa kecerdasan emosi akan mendukung
terciptanya kemampuan pengendalian diri atau kontrol diri (Shapiro, 1998).
Pengendalian diri yang baik dapat menjaga individu untuk tidak berperilaku yang
bertentangan dengan norma masyarakat atau tidak terlibat dalam tindak kejahatan
Dapat dikatakan
bahwa kecerdasan emosi dapat membantu seseorang dalam
mengendalikan diri atau mengontrol dirinya sehingga akan tercipta perilaku yang
baik, dalam hal ini khususnya perilaku kecederungan penyalahgunaan napza.
Seseorang yag memiliki kecerdasan emosi yang baik pasti mampu untuk
mengendalikan dirinya untuk tidak mengkonsumsi napza. Hal ini juga didukung
oleh hasil analisis secara statistical, bahwa kendali dorongan hati terbukti
memiliki pengaruh yang besar untuk mengendalikan diri seseorang untuk tidak
menggunakan napza.
Lazarus dan Taylor (Kurniyanti, 2001) menyebutkan bahwa orang optimis
cenderung lebih berbahagia dalam menikmati hidupnya. Selain itu, merekapun
dapat terhindar dari dari masalah-masalah mental seperti depresi ataupun perilaku
negatif. Seseorang yang optimis mampu mengatasi masalah-masalah yang terjadi
dalam hidupnya sehingga mereka cenderung untuk dapat menikmati hidupnya
dengan nyaman. Hal tersebut dapat mengurangi perasaan tidak nyaman ataupun
ketakutan terhadap kegagalan. Optimis juga akan mengurangi tingkat stres
seseorang yang dapat memicu seseorang untuk melampiaskan suatu hal dalam
perilaku negatif, penyalahgunaan napza. Hal ini juga didukung oleh hasil analisis
secara statistical, yang menunjukkan bahwa optimis juga terbukti memiliki
pengaruh yang besar untuk tidak menggunakan napza.
Sebagaimana yang dikatakan Goleman (1997) bahwa orang yang
memiliki kecerdasan emosi yang baik akan mampu memotivasi diri sendiri dan
bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati (impuls) dan tidak
melebih-lebihkan kesenangan: mengatur suasana hati dan menjaga beban stres
tidak melumpuhkan kemampuan berpikir. Emosi merujuk pada suatu perasaan
dan pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian
untuk bertindak. Dengan demikian seseorang yang memiliki kecerdasan emosi
yang baik memiliki pengendalian diri dan kontrol yang kuat sehingga mempunyai
penyalahgunaan napza yang rendah.. Sebaliknya seseorang yang kecerdasan
emosinya rendah akan dengan melakukan tindakan-tindakan negatif untuk
mencari
pelampiasan
ataupun
menghilangkan
stres,
mereka
biasanya
mengkonsumsi napza untuk mencari pelarian dari masalah yang mereka hadapi,
sehingga
dapat
disimpulkan
kecerdasan
emosi
berhubungan
dengan
penyalahgunaan napza.
Menurut Goleman (1997) salah satu dari komponen kecerdasan emosi
adalah kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang yang di rasakan seseorang pada
suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan sendiri:
memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri kepercayaan diri yang
kuat. Kesadaran diri ini memungkinkan pikiran rasional memberikan informasi
penting untuk menyingkirkan suasana hati yang tidak menyenangkan, pada saat
yang bersamaan kesadaran diri bisa membantu mengelola diri sendiri, serta
menyadari dan mengelola emosi. Semakin tinggi kesadaran diri, semakin pandai
dalam menangani perilaku negatif diri sendiri. Artinya seseorang akan menyadari
segala perilakunya, mereka bisa berpikir baik atau buruk suatu perilaku apabila
dilakukan, pikirannya dapat memberikan informasi pada dirinya agar terhindar
dari keinginam-keinginan untuk berbuat yang negatif.
Apabila dalam diri
seseorang muncul perasaan atau keingian untuk mengkonsumsi napza, pikiran
rasional orang tersebut mampu menyadarkannya atau mampu memberikan
informasi yang baik agar tidak mengkonsumsi napza karena hal tersebut
merupakan perilaku atau perbuatan yang negatif.
Nurco mengemukakan 6 faktor yang bisa menyebabkan seseorang
terlibat penggunaan napza, untuk menekan frustasi dan dorongan agresif, tidak
mampu menunda pemuasan, tidak ada identifikasi seksual yang adekuat, tidak
cukup kesadaran dan upaya untuk mencapai tujuan-tujuan yang bisa diterima
secara sosial, menampilkan perilaku yang berisiko untuk menunjukkan
kemampuan diri, untuk menekan rasa bosan (Wilford, 1981). Salah satu dari
beberapa faktor yang dikemukakan di atas adalah tidak mampu menunda
pemuasan, hal tersebut merupakan bagian dari aspek kecedasan emosi yang
berhubungan dengan kendali dorongan hati atau self-control, yaitu kemampuan
untuk menunda kepuasaan yang tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan
emosi dan bukan untuk menekan emosi, sehingga berdampak positif terhadap
pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati. Orang yang tidak mampu menunda
kepuasan memiliki kecerdasan emosi yang rendah sehingga memiliki
untuk
mengkonsumsi napza.
Kelemahan
dalam
penelitian
adalah
alat
ukur
pada
skala
penyalahgunaan napza kurang mengungkapkan penyalahgunaan napza. Jadi untuk
peneliti selanjutnya diharapkan mampu untuk mengembangkan alat ukur
penyalahgunaan napza.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti diterima atau terbukti,
bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi
dengan penyalahgunaan napza pada pemain band. Semakin tinggi kecerdasan
emosi semakin rendah
penyalahgunaan napza. Sebaliknya Semakin rendah
kecerdasan emosi semakin tinggi penyalahgunaan napza
SARAN
1. Bagi subyek penelitian
Bagi pemain band disarankan untuk dapat menjaga
kecerdasan
emosinya agar dapat meningkatkan kualitas hidup, dapat mengarahkan dan
mengendalikan emosi terhadap suatu hal agar lebih baik serta terhindar dari
perilaku atau perbuatan negatif (penyalahgunaan napza). Bagi pemain band
yang kecerdasan emosinya masih tergolong rendah dan sedang disarankan
untuk meningkatkan kecerdasan emosinya. Karena kecerdasan emosi sangat
bermanfaat untuk menunjang kesuksesan dalam hidup.
2. Bagi penelitian selanjutnya
Bagi peneliti yang tertarik melakukan untuk penelitian tentang
penyalahgunaan napza
dengan metode kuantitatif, hendaknya mencari
hubungan variabel-variabel lain yang diduga mempengaruhi penyalahgunaan
napza, misalnya tingkat religiusitas, adversity, konformitas, selain kecerdasan
emosi.
DAFTAR PUSTAKA
Afiatin, T. 1998. Bagaimana Menghindarkan Diri Dari Penyalahgunaan Napza.
Jurnal Psikologi, Vol 6 No.2.
2001. Persepsi Terhadap Diri dan Lingkungan Pada Remaja
Penyalahgunaan Napza (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif.
Psikologika No. 12
Alsa, A. 2003. Pendekatan Kuantitatif & Kualitatif Serta Kombinasinya Dalam
Penelitian Psikologi. Yogyakarta.: Pustaka Pelajar
Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. (Cet.IV) Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Basri, H. 2004. Remaja Berkualitas. Yogyakarta : Pustaka pelajar.
Chandra, L. S.1978. Gejala Dini Penyalahgunaan obat dan penanggulangannya,
Makalah : Simposium Kesehatan Jiwa “Peranan Keluarga dalam Usaha
prevensi penyalahgunaan obat/kimia. Jakarta : Yayasan Kesehatan Jiwa
Dharmawangsa, hal 20-30.
Cooper, R.K & Sawaf, A. 1997. Executive EQ : Kecerdasan Emosional dalam
Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Djuwariah. 2002. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Agresivitas
Remaja. Psikologika UII no. 13, 69-76.
Effendi, A. 2005. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SO & Succesful
Intelligence Atas IQ. Bandung : Alfabata.
Elfida, D. 1995. Hubungan antara Kemampuan Mengontrol Diri dan Berperilaku
Delikuensi pada Remaja. Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta : Fakultas
Psikologi UGM.
Goleman, D. 1997. Emotional Intelligence. Jakarta : Gramedia.
Hadi, S. 2001. Metodologi Researsh Jilid 2. Yogyakarta : Andi Offset.
Haryanto. 1989. Panyalahgunaan Narkoba.(Tinjauan Psikologi Perkembangan).
Makalah Seminar Obat dan Kenakalan Remaja Yang Diselenggarakan
oleh Badan Pengelola Pengabdian Pada Masyarakat. Fak Farmasi UGM
dan Pembinaan Generasi Muda Kanwil Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan DIY.
Hawari, D. 1991. Penyalahgunaan Narkotika & Zat Adiktif. FKUI
2000. Penyalahgunaan Napza. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.
Hidayat, T. 1999. Upaya pengobatan dan Rehabilitasi Ketergantungan Narkotika,
psikotropika dan Zat Adiktif. Jakarta : PT Gramedia.
Hilman (1985). Proses Menuju Ketergantungan Obat, Kelompok Resiko Tingga
dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Penyalahguna Obat. Proyek/NS/83.
Makalah : Departemen Sosial. UNDP Bersama Proyek Peningkatan Peran
Serta Masyarakat Dalam Penanggulangan Obat-Obatan Di Indonesia.
Hurlock, E.B. 1978. Adolescence Developmental. Tokyo : McGraw-Hill
Kogakusha, Ltd.
Joewana, S. 1989. Gangguan Pengguna Zat, Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif
lain. Jakarta : PT Gramedia.
Kurniyanti, Y. 2001.. Korelasi antara Kecerdsan Intelektual dan Kecerdaan
Emosional dengan Penyesuaian Diri Remaja. Tesis, tidak diterbitkan,
Universitas 17 Agustus. Surabaya
Martin, B. 1977. Abnormal Psychology. Clinical and Scientific Perspectives. Holt,
Rinehart, and Winston, New York.
Maslim.1997. Pengguna Klinis Obat Psikotropik : Panduan Praktis. Jakarta :RSU
Husada.
Patton. 2002. EQ Pengembangan Sukses Lebih Bermakna. Jakarta : PT Mitra
Publisher.
Rahmawati, V.D. 2002. Hubungan Antara Perilaku Mengakses Situs Porno Dan
Religiusitas Pada Remaja. Jurnal Psikologi. No. 1, 1-13.
Ronodikoro. S. 1992. Laporan Studi Kasus Daerah Rawan Penyalahgunaan
Narkotika. Laporan penelitian(tidak diterbitkan. Fakultas Psikologi UGM)
Salovey, P & Sluyter, D/J. 1997. Emotional Development and Emotional
Intelligence : Educational Implications. New York : Harper Collins
Publisher, Inc.
Seamon, J.G. & Kenrick, D.T. 1994. Psychology. Engelwood Cliffs, Nj: Prentice
Hall.
Shapiro, L.E. 1998. Mengajarkan emotional Intelligence pada anak(A.T.
Kantjono, Pengalih bahasa). Jakarta :PT Gramedia Pustaka Utama.
Siregar, L.1990. Penyalahgunaan Zat Psikotropika, Diktat Kuliah : PPDSI
Psikiatri Bag. Psikiatri FK UNPAD.
1990. Substance abuse Lexicon, List of Definition (WHO draft
document).
Soekedy. 2002. Menyiram Bara Narkoba. Penerbit : Millenium Publishser.
Stein, S.J Ph.D & Book H. E. 2000. Ledakan EQ 15 Prinsip dasar kecerdasan
emosional meraih sukses. Bandung : Kaifa.
Thornburg. 1982. Development in Adolescence, 2nd edition. California :
Brooks/cole Publishing Company.
Wicaksana. 1998. Stres, Depresi dan Penyalahgunaan Narkoba(Narkotika dan
Obat Berbahaya, Alkohol, serta Zat Adiktif Lainnya Dikalangan Muda.
Makalah : Sarasehan Pramuka Yogyakarta.
Wilford, B. B. 1981. Drug Abuse. Chicago : American Medical Assosiation,
Illionis.
Willis, S. S. 2005. Remaja dan Masalahnya. Bandung : Alfabeta
Yatim, D,I.. 1991. Apakah Penyalahgunaan Obat Itu. D.I, Yatim & Irwanto
(penyunting). Kepribadian, keluarga dan narkotika. Tinjauan Psikologis.
Jakarta : Arzan.
.1996. Kepribadian, keluarga dan Narkotika. Tinjauan Psikologi.
Editor : Yatim & Irwanto. Jakarta : Arzan.
Yen, T & Atmadji. 2003. Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan
Prestasi Kerja Distributor Multi Level Marketing(MLM). Jurnal Psikologi,
Vol.18 No.2.
www.depkes.go.id (07/03/2006).
www.e-psikologi.com (/07/03/2006).
www.gatra.com (11/07/2006).
www.google.com (10/03/2006).
www.gusmusmus.net. (11/07/2006).
www.kompas.com (11/07/2006).
www.pikiranrakyat.com (06/03/2006).
Identitas Penulis
Nama
: Jemmy Soeryono Putro
Alamat
: Jalan Kaliurang km.5 Gg. Megatruh Gayamsari. Blok. G.1 Depok
Sleman Yogyakarta
Telp
: 081578889413
Download