pemanfaatan asap cair sebagai obat scabies pada kambing

advertisement
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
PEMANFAATAN ASAP CAIR SEBAGAI OBAT SCABIES
PADA KAMBING
(Use of Liquid Smoke (Brolisis) for Scabies Treatments in Goats)
ANASTASIA SISCHA JATI UTAMI, A.A.NG.B. S. DINATA dan S. GUNTORO
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, Jl. By-Pass Ngurah Rai Pesanggaran, Denpasar
ABSTRACT
Within green tehnology era benefit from the nature as a solution of environmental green effects is
necessary to be developed. Any kind of chemical products should be avoided and replaced by the use of
organic products. Pyrolisis ia a technology to save the environment. Material used in this study is material
waste of cattle feed. The result of pyrolisis is liquid smoke. This liquid smoke was dispersed from smoke
steam in the water or as a result from pyrolisis condense from leaf and branch. By applying this technology
topically on the skin lessions infected by scabies, 2 week after application the sheep showed healing progress
from scabies. This application was done to 15 sheep, applied 3 times within 2 weeks.
Key Words: Pyrolisis, Liquid Smoke, Scabies
ABSTRAK
Dalam era teknologi hijau pemanfaatan bahan-bahan ramah lingkungan sebagai solusi permasalahan
lingkungan yang timbul belakangan ini sangat diperlukan. Segala macam bentuk bahan kimia dihindarkan
dan mengarah pada penggunaaan bahan organik. Termasuk penggunaan obat-obat kimia juga mulai
dikurangi. Teknologi pemanfaatan lingkungan secara organik salah satunya adalah pirolisa. Bahan yang
digunakan dalam pirolisa ini adalah bahan sisa pakan dari ternak yang tersisa di kandang. Hasilnya diperoleh
asap cair. Asap cair ini merupakan disperse dari uap asap dalam air, atau cairan hasil kondensasi dari pirolisa
batang dan daun. Dengan mengoleskan asap cair pada bagian ternak yang terkena scabies setelah aplikasi 2
minggu ternak sembuh dari scabies. Pengaplikasian dilakukan pada 15 ekor kambing. Rata-rata pemberian
sebanyak 3 kali dalam 2 minggu.
Key Words: Pyrolisa, Asap Cair, Skabies
PENDAHULUAN
Masalah lingkungan dewasa ini telah
menjadi isu yang penting karena rusaknya
lingkungan memberi dampak yang luas bagi
kehidupan masyarakat. Banyaknya produk
kimia yang bahan-bahannya teresidu menjadi
bahan yang tidak dapat didegradasi oleh
lingkungan menyebabkan perlunya solusi
untuk pemecahannya. Salah satu produk kimia
yang berbahaya adalah obat-obat hewan karena
produk obat biasanya akan teresidu dalam
tubuh hewan dan nantinya akan teresidu dalam
tubuh manusia karena di konsumsi. Karena
hewan rentan terhadap penyakit tentunya
sistem pengobatan hewan sangat penting
diterapkan. Salah satu penyakit pada hewan
yang sulit ditanggulangi adalah scabies yang
504
disebabkan oleh parasit Scabies scabiei. Desa
Pucak Sari kecamatan Buleleng Bali mayoritas
masyarakatnya memelihara kambing. Kambing
yang dipelihara peternak di daerah ini sering
terkena penyakit scabies. Sistem pemeliharaan
ternak dan kondisi serta sanitasi kandang
menyebabkan tingginya resiko penularan antar
kambing. Untuk itu harus dicari solusi
pengobatan dari alam yang bahannya tidak
berbahaya dan mudah terdegradasi tapi tetap
efektif dalam pemakaiannya. Penggunaan
bahan obat alternatif terutama diambil dari
tanaman. Bahan tanaman yang berasal dari
sisa-sisa pakan ternak yang terbuang begitu
saja ternyata dapat diolah menjadi bahan yang
berguna bagi ternak dengan proses pirolisis
yang menghasilkan asap cair.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Pirolisis atau termolisis adalah proses
dekomposisi kimia dengan menggunakan
pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Proses ini
sebenarnya merupakan bagian dari proses
karbonisasi yaitu proses untuk memperoleh
karbon atau arang, jadi sebagian menyebut
bagian pada proses pirolisis merupakan High
Temperature Carbonization (HTC), lebih dari
500 ºC. Proses pirolisis menghasilkan produk
berupa bahan bakar padat yaitu karbon, cairan
berupa campuran tar dan beberapa zat lainnya.
Produk lain adalah gas berupa karbon dioksida
(CO2), metana (CH4) dan beberapa gas yang
memiliki kandungan kecil. Hasil dari pirolisa
ini nantinya adalah asap dalam bentuk cair
berwarna hitam pekat. Asap cair ini banyak
mengandung hidrokarbon dan senyawa
polifenol yang berasal dari tanaman.
Kandungan hidrogen juga terdapat dalam
produksi asap cair ini. Asap cair merupakan
cairan disperse uap dalam air atau cairan
kondensasi dari pyrolisa kayu tempurung
kelapa atau bahan sejenis sehinggga
menghasilkan asap cair yang memiliki sifat
spesifik asap. Asap cair memiliki sifat
antioksidatif dan bisa digolongkan sebagai
antioksidan alami.
Scabies atau kudis adalah penyakit
mamalia yang gatal dan menular pada mamalia
domestik atau mamalia liar yang disebabkan
oleh parasit dalam bentuk tungau (mite)
Sarcoptes
scabiei
(SOULSBY,
1986).
Berdasarkan analisis sekuens daerah ribosomal
RNA menunjukkan perbedaan diantara spesies
(SOULSBY, 1986). Berdasarkan ekperimental
tidak ada penularan scabies dari anjing ke
tikus, marmot, domba dan kambing. Hal
tersebut menunjukan bahwa Sarcoptes scabiei
mempunyai induk semang yang spesifik
(ARLIAN et al., 1994). Tiap induk semang
hanya
berbeda
dalam
ukuran
tetapi
morfologinya
sangat
sulit
dibedakan
(HUNGGERFORD, 1975).
Sarcoptes scabiei dapat ditemukan di
seluruh dunia (MAC CARTHY et al., 2004),
penularan dapat terjadi apabila ada kontak
langsung dengan larva, nimfa dan tungau
betina fertil baik dari permukaan kulit secara
langsung atau dari benda-benda yang terinfeksi
Sarcoptes scabiei (SASMITA et al., 2005).
Prevalensi scabies pada manusia di negara
yang berkembang sebesar 4% sampai 27%
(GULDBAKKE, 2006), sedangkan prevalensi
pada ternak cukup tinggi seperti pada babi
sebesar 20% sampai 80% (DAMRIYASA et al.,
2004).
Prevalensi scabies pada populasi kambing
lebih fluktuatif, mulai kurang dari 5% sampai
mendekati 100% dan mortalitas cukup tinggi
antara 67 – 100% pada kambing umur muda
dan sekitar 11% pada kambing dewasa.
Prevalensi kudis scabies yang cukup tinggi
juga dilaporkan di Malaysia. Kejadian scabies
pada babi tampaknya juga cukup tinggi sebesar
33,7%. Scabies merupakan penyakit kulit yang
berkerak dan sangat mengganggu dalam
aktivitasnya yang berakibat menurunnya
produktivitas daging dan kulit.
Scabies umumnya disebut itch mite
merupakan penyakit yang menyebabkan gatal
sehingga menyebabkan depresi dan kelelahan
(KEMP et al., 2002). Prevalensi scabies pada
manusia tinggi, para ahli dermatologi
memperkirakan bahwa lebih dari 300 juta
kasus scabies pada manusia tinggi, para ahli
dermatologi memperkirakan bahwa lebih dari
300 juta kasus scabies pada manusia terjadi
setiap tahun di dunia (ARLIAN et al., 1994).
Tungau sarkoptik terdiri dari spesies Sarcoptes
scabei yang bersembunyi di dalam kulit dan
menyebabkan kudis sarkoptik (NOBLE dan
NOBLE, 1989).
Sarcoptes scabiei mempunyai banyak
varietas sesuai dengan induk semangnya yaitu
manusia, anjing, babi, biri-biri, kambing, kuda,
sapi (LEVINE, 1994). Diagnosa scabies yang
dilakukan saat ini masih didasarkan pada gejala
klinis dan pemeriksaan mikroskopis dengan
membuat kerokan kulit (scraping) daerah yang
menunjukan gejala krusta, dan terjadi
allopesia. Tungau tidak selalu mudah
ditemukan dan umumnya dengan kerokan
ditemukan positif sekitar 30 – 50% (SOULSBY,
1986).
Scabies atau kudis adalah salah satu
penyakit yang sering dijumpai pada kambing
yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei
yang ditandai dengan gatal-gatal, kulit
mengeropeng, bulu rontok di daerah terifestasi
dan pada stadium lanjut kulit bisa menebal dan
berlipat-lipat. Scabies menyebar dengan mudah
melalui kontak langsung, dan bahan-bahan
yang ada di kandang seperti pagar, tempat
pakan, dan bahan terkontaminasi lain yang
bertindak sebagai carrier (BLOOD et al., 1983).
Penyakit ini menimbulkan kerugian akibat
505
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
penurunan berat badan (MANURUNG et al.,
1992), penurunan produksi daging, kualitas
kulit dan gangguan kesehatan masyarakat
(ISKANDAR, 2000) dan penurunan harga jual
kambing
sampai
1/3
harga
normal
(MANURUNG, 1991). Bahkan MANURUNG et al.
(1986) menyebutkan bahwa kambing scabies
yang tidak diobati bisa mengalami kematian
dalam tiga bulan. Selain kerugian ekonomis
tersebut, penyakit ini juga sangat merugikan
karena bersifat zoonosis yaitu penyakit ternak
yang mampu menyerang manusia (BLOOD et
al., 1983).
Desa Pucaksari Kecamatan Busungbiu
Buleleng adalah salah satu daerah Prima Tani
yang dalam usahataninya menerapkan integrasi
antara ternak (kambing) dengan perkebunan
(kopi/kakao).
Dalam
upaya
untuk
meningkatkan mutu genetik dan populasi
kambing di daerah Busungbiu telah banyak
dilakukan pemasukan bibit kambing unggul
khususnya dari daerah Jawa. Masuknya
kambing-kambing unggul ini selain dapat
meningkatkan
kualitas
kambing
yang
dipelihara petani, di satu sisi ternyata
membawa dampak penularan penyakit
khususnya scabies. Penyakit ini sangat sulit
untuk diberantas dan selalu kembali berjangkit
terutama pada saat menjelang musim hujan.
Upaya pengendalian penyakit ini telah banyak
dilakukan oleh petani salah satunya dengan
memanfaatkan potensi lokal yang ada di
lingkungan sekitarnya. Pengobatan penyakit
ini, secara tradisional sudah sering dilakukan
oleh petani namun hasilnya tidak begitu
efektif.
Sekarang
ini,
petani
telah
memanfaatkan teknologi untuk mengolah sisa
pakan kambing yang berupa ranting kering
melalui proses pirolisis yang menghasilkan
asap cair. Asap cair ini digunakan oleh
sebagian petani untuk mengendalikan penyakit
scabies yang menjangkiti ternaknya dan secara
empiris hasilnya cukup memuaskan. Melihat
fenomena yang terjadi, perlu kiranya dilakukan
penelitian mengenai pengaruh penggunaan
asap cair sebagai obat pengendalian penyakit
scabies dan zat apa saja yang terkandung di
dalamnya.
506
MATERI METODE
Pengaplikasian diamati pada 15 ekor
kambing yang terkena scabies yang bersifat
kronis di daerah Pucak Sari Singaraja,
Pengaplikasian dilakukan selama 3 kali dalam
2 minggu. Aplikasi dengan menggunakan asap
cair yang masih pekat belum mengalami
penyaringan lebih lanjut. Aplikasi pada hewan
dilakukan secara topical pada daerah yang
terkena scabies. Hasil yang diamati perubahan
kulit dan indikasi perbaikan jaringan dengan
tumbuhnya bulu dan hilangnya penyakit
scabies. Asap cair yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari hasil phyrolisa sisa
pakan kambing yang berasal dari pangkasan
tanaman penaung kopi (gamal, lamtoro,
kaliandra, dll). Instalasi phyrolisa yang
digunakan berasal dari bahan stainless steel
yang terdiri dari reaktor kedap udara, pipa
penyalur asap dan tabung pendingin untuk
kondensasi. Sebelum dipirolisis sisa pakan
kambing (ranting) dikeringkan di bawah sinar
matahari. Setelah kering ranting tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam reaktor dan
ditutup rapat kemudian dipanaskan dengan
menggunakan kompor minyak selama ± 4-5
jam. Selama pembakaran asap yang dihasilkan
disalurkan melalui pipa kemudian didinginkan
melewati tabung air sehingga asap akan
terkondensasi menjadi uap dalam bentuk cair.
Asap yang telah cair ini kemudian disalurkan
ke tempat penampungan.
HASIL
Infestasi tungau Sarcoptes ditentukan
dengan gejala klinik yang patognomonik untuk
penyakit scabies ini. Derajat keparahan
penyakit ditentukan berdasarkan luas daerah
infestasi (ringan bila ≤ 1/3 bagian tubuh
terinfeksi, sedang bila ≤ 2/3 bagian tubuh
terinfeksi dan berat bila > 2/3 bagian tubuh
terinfeksi). Keberhasilan pengobatan kambingkambing terinfeksi scabies dinilai dari
perubahan klinis kulit yang terinfestasi.
Penggunaan asap cair ini memberi efek nyata
terhadap proses kesembuhan terhadap scabies.
Keropeng dan lipatan kulit akibat scabies
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
mulai berangsur hilang. Efek oksidatif dari
peroksida memberikan efek merusak bagi
tungau scabies. Selain itu asap cair memberi
efek fungsional lain seperti antibakteri dan
antijamur ini membuat infeksi sekunder yang
menyertai scabies bisa hilang. Sehingga proses
kesembuhan lebih cepat. Peran bakteriostatik
berasal dari senyawa formaldehida dan juga
kombinasi antar komponen fungsional fenol
dan asam-asam organik yang bekerja sinergis
mencegah
dan
mengontrol
mikrobia
(PSZCZOLA, 1995). Penggunaan asap cair lebih
bersahabat dengan lingkungan karena tidak
menimbulkan pencemaran udara. Asap cair
juga memiliki sifat antioksidan, antibakteri dan
memberikan keamanan dalam pengaplikasiannya karena tidak berbahaya.
Asap cair merupakan cairan dispersi uap
asap dalam air, atau cairan hasil kondensasi
dari pirolisa kayu, tempurung kelapa, atau
bahan sejenis. Pirolisa adalah proses
pemanasan atau destilasi kering suatu bahan,
sehingga menghasilkan asap yang jika
dikondensasi akan menghasilkan asap cair
yang memiliki sifat spesifik asap. Asap cair
adalah hasil dari kondensasi asap hasil
pembakaran kayu. Komponen yang terkandung
dalam proses pembakaran itu antara lain terdiri
dari selulosa, hemiselosa dan lignin yang
mengalami pirolisa sehingga menghasilkan
asap dengan komposisi yang sangat kompleks.
Warna dari asap cair itu adalah kuning
cemerlang dan wama itu akan berubah menjadi
gelap apabila asap cair itu disimpan. Senyawa
hasil pirolisa itu adalah kelompok fenol,
karbonit dan kelompok asam yang secara
simultan mempunyai sifat antioksidasi dan
antimikroba. Kelompok-kelompok itu mampu
mencegah
pembentukan
spora
dan
pertumbuhan bakteri dan jamur serta
menghambat kehidupan bakteri dan jamur serta
menghambat kehidupan virus. Asap cair adalah
hasil dari kondensasi asap hasil pembakaran
kayu. Asap dan asap cair mempunyai
komponen yang sama, Kandungan asap cair
adalah: asam asetat, asam formic, maltol,
methyl
cyclopenenolone,
ethylcyclo
pentenolone,
dimethylcyclopentenolones,
furfural 5- hydroxymethylfurfural.
Dari hasil analisis lab asap cair ini
mengandung senyawa aktif sebagai berikut:
Tabel 1. Kandungan senyawa aktif asap cair
Jenis kandungan
senyawa aktif
o-cresol
Guaniacol
Cresol
p-Ethylguaniacol
Fenol
Jumlah bahan dalam %
2,47
14,21
8,12
11,32
9,20
Hasil analisa kromatrografi asap cair Laboratorium
o-Cresol mempunyai kandungan sebanyak
2,47% merupakan salah satu senyawa fenol
yang dalam industri untuk membunuh jenis
serangga, dan biasa ditambahkan dalam produk
pembersih sebagai desinfektan. Senyawa
guaniacol kandungan senyawa ini adalah
14,21% dan juga p-ethylguanicol sebanyak
11,32% berfungsi sebagai desinfektant.
Senyawa creosol yang mempunyai kandungan
sebanyak 8,12% terdiri dari creosote yang
dibentuk dari PAH yang berwarna hitam pekat
yang telah berubah menjadi coal tar. Bahan ini
berfungsi sebagi psoropsiasis (kasus kemerahan
pada kulit yang disertai dengan radang).
Senyawa creosol ini berfungsi sebagai
antijamur dan antimikroba, digunakan juga
sebagai insektisida dan obat dipping pada
hewan dengan toksisitas yang sedikit. Bahanbahan ini yang telah membuat parasit
Sarcoptes scabiei menjadi mati dan efek
sekundernya dapat terobati.
Dari berbagai bahan asap cair paling tidak
terdapat 3 komponen utama (dominan) yaitu
fenol, karbonil dan asam. Senyawaan hasil
pirolisa itu adalah kelompok fenol, karbonit
dan kelompok asam yang secara simultan
mempunyai sifat antioksidasi dan antimikroba.
Kelompok-kelompok itu mampu mencegah
pembentukan spora dan pertumbuhan bakteri
dan jamur serta menghambat kehidupan bakteri
dan jamur serta menghambat kehidupan virus.
Asap cair sangat adaptif dan dapat diproduksi
secara komersial. Adapun keuntungan yang
dapat diperoleh antara lain untuk mengurangi
kandungan senyawa PAH yang tidak diperlukan
seperti benzo(a)pyrene, untuk mempertahankan
warna dan flavor tidak mengandung lemak dan
kolesterol serta garam, mempunyai aktivitas
antioksidan,
dan
dapat
menurunkan
pertumbuhan
bakteri.
Disamping
itu
507
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
penggunaannya ekonomis dan memperpendek
waktu panas.
Asap cair memiliki sifat antioksidatif dan
bisa digolongkan sebagai antioksidan alami.
Komponen antioksidatif dalam asap cair
umumnya merupakan senyawa fenol. Fenol
dengan titik dididh lebih menunjukan sifat
antioksidatif yang lebih baik jika dibandingkan
dengan senyawa fenol bertitik didih rendah.
Fenol umumnya digunakan sebagai zat
antiseptic. Senyawa fenol dapat bertidak
sebagai termination radikal bebas pada reaksi
oksidasi. Sedangkan komponen asap cair dari
kayu karet yang mampu menghambat oksidasi
dari asam linoleat antara lain dari kelompok
fenol, karbonil, dan asam baik sendiri maupun
berkombinasi.
Keberadaan senyawa yang lain seperti
senyawa pengoksidasi dapat berasal dari
polifenol yang banyak terdapat pada bahan
yang berasal dari tanaman dapat dioksidasi
oleh oksigen pada pH netral atau alkali
membentuk quinon sehingga terbentuk
peroksida. Peroksida ini merupakan bahan
oksidatif yang kuat yang sering digunakan
dalam pemutih dan desinfektant sehingga
bersifat racun. Tetapi peroksida ini mudah
dinetralkan oleh lingkungan dan tidak
meninggalkan residu yang berbahaya karena
teruarai menjadi air dan gas oksigen. Sehingga
zat ini memberi alternatif yang lebih hijau dan
ramah lingkungan.
Peroksida ini dapat digunakan sebagai zat
anti protozoa dan antibakteri sehingga zat ini
dimungkinkan merusak dinding parasit scabies
dan membunuh infeksi sekunder bakteri yang
biasanya mengikuti kejadian scabies. Efek
yang nyata dari asap cair ini juga telah diujikan
pada 15 ekor kambing di daerah pucak sari
dengan hasil yang baik sehingga bahan asap
cair ini dapat digunakan sebagai alternatif
untuk mengobati kasus scabies disamping itu
asap cair ramah lingkungan mudah dihasilkan
dan pengaplikasiannya relative lebih mudah.
Dari segi ekonomis asap cair lebih murah
sehingga tidak membebani pertambahan biaya
produksi bagi peternak. Dengan perhitungan
biaya produksi dalam sekali melakukan
pyrolisa digunakan sebanyak 12 kg batang
kayu dengan menggunakan minyak tanah
sebagai pembakar 0,5 liter dengan asumsi
harga 8000/liter, kemudian menghasilkan asap
cair sebanyak 12% dari jumlah semula
508
sedangkan produk pyrolisa tidak hanya
didapatkan asap cair tetapi ada arang sebanyak
2 kg, arang ini dapat dijual seharga 4000/kg
sehingga dari arang saja biaya produksi sudah
tertutup. Jika pengobatan scabies ini
menggunakan bahan kimia seperti ivermectin
ataupun azuntol tentunya akan diperoleh harga
lebih dari itu. Sehingga bahan asap cair ini
ekonomis untuk dikembangkan lebih lanjut
disamping efek-efek positif yang diberikan
lainnya.
KESIMPULAN
Bahan asap cair mengandung zat aktif yang
berfungsi sebagai antimikroba atau desinfektant
dan juga bisa digunakan sebagai insektisida
sebagai obat dipping dalam menangani kasus
kasus penyakit pada hewan.
Melihat potensi asap cair sangat
menguntungkan dan bersahabat dengan
lingkungan, tidak ada salahnya jika penggunaan
dan penerapan asap cair sebagai bahan obat
dalam pengobatan Scabies dan sumber
antibakteri alami lebih diintensifkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
ARLIAN, L.G., M.S. MORGAN, D.L. VYSZENSKIMOHER and B.L. STEMMER. 1994. Sarcoptes
scabiei: the circulating antibody respone and
induced immunity to scabies. Exp. Parasitol.
78: 37 – 50.
BLOOD, D.C., O.M. RADOSTITS and J.M.
HENDERSON. 1983. Veterinary Medicine, a
text book of the diseases of cattle, goats and
horses. Sixth edition. Bailliere Tindall.
London. p. 965.
DAMRIYASA, I.M., FAILING., R. VOLMER., H. ZAHNER
and C. BAUER. 2004. Prevalence, risk factor
and economic importance of infestations with
Sarcoptes scabiei and Haematopinus suis in
sows of pig breeding farms in Hesse, Germany.
Medical and Veterinary Entomology 18: 361 –
367.
GULDBAKKE, K.K. 2006. Crusted scabies: a clinical
review journal of drugs in dermatology.
(http://findaricles.com/p/articles/mi_mOPDE).
HUNGERFORD, T.G. 1975. Disease of Livestock. 8th
ed. Mc.Graw-Hill Book Company. Sydney.
pp. 894 – 895.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
ISKANDAR, T. 2000. Masalah scabies pada hewan
dan manusia serta penanganannya. Wartazoa
10(1): 28 – 34.
KEMP, D.J, SHELLEY F WALTON, PEARLY HARUMAL
and BART J CURRIE. 2002. The Scourge of
scabies (http://www.google.com/TheScourge
ofScabies/pdf
LEVINE, N.D. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi
Veteriner (terjemahan). Gajah Mada University
Press,Yogyakarta. hlm. 325 – 327
MANURUNG J., BERIAJAYA, S. PARTOUTOMO dan P.
STEVENSON. 1986. Pengobatan kudis kambing
yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei dengan ivermectin dan asuntol.
Penyakit Hewan XVIII(31): 58 – 62.
MANURUNG J., T.B. MURDIATI dan T. ISKANDAR.
1992. Pengobatan kudis pada kambing dengan
oli, vaselin belerang dan daun ketepeng
(Cassia alata L.): penyempurnaan percobaan.
Penyakit Hewan XXIV (43): 27 – 32.
MANURUNG, J. 1991. Pengobatan kudis (Sarcoptes
scabiei) pada kambing dengan oli dan
belerang serta campurannya. Penyakit Hewan
XXIII (41): 45 – 49.
MCCARTHY, J.S, D.J. KEMP, S.F WALTON and B.J.
CURRIE. 2004. Scabies more than just an
irritation. Poatgraduate Medical J. 80: 382 –
387.
NOBLE, E.R. and G.A. NOBLE. 1989. Parasitologi:
the Biology of animals Parasites, 5th Ed. Lea
and Febiger. Philadelphia. pp. 785 – 786.
PSZCZOLA, D.E. 1995. Tour Highlight Production
and Uses of Smoke Based Flavors. Food Tech.
49(1): 70 – 74.
SASMITA, R., H. POEDJI, S. AGUS dan N.W. RIRIEN.
2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Arthropoda
Veteriner. Laboratorium Entomogi dan
Protozoologi. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga, Surabaya.
SOULSBY, E.J.L. 1986. Helmint, Arthropods And
Protozoa of Domesticated Animal. 7th Ed.
509
Download