I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada organisme tingkat tinggi, perilaku merupakan respon terhadap stimulus yang adequat. Perilaku terjadi melalui hasil interaksi berbagai sistem organ dalam tubuh, terutama sistem saraf dan endokrin. Keduanya dapat bekerja sinergis dalam satu sistem yang sama yaitu neuroendokrin. Salah satu fungsi utama sistem saraf adalah mengendalikan kondisi lingkungan internal organisme untuk menjadi relatif stabil (homeostasis). Sistem saraf bekerja dengan menyebabkan respon perilaku yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi internal tubuh (misalnya perilaku makan, minum dan termoregulasi) dan perilaku yang dapat melindungi individu dari individu lainnya (misalnya perilaku emosional, agresi, dan reproduksi). Sama halnya dengan sistem endokrin, sistem saraf juga berfungsi mengendalikan kerja organ dengan mensintesis senyawa kimia (neurohormon/neurotransmitter) dari sel-sel neurosekretori. Senyawa tersebut akan ditranspor melalui pembuluh darah menuju organ targetnya (Brown, 1991). Hormon bekerja secara spesifik terhadap organ targetnya melalui suatu reseptor. Kecepatan sekresi hormon tidak selalu konstan, namun berfluktuasi sebagai fungsi waktu. Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan sekresi hormon adalah irama sirkadian (Brown, 1991). Menurut Roizen dan Oz (2007), irama sirkadian adalah siklus bioritmik yang mengatur siklus biologis irama tidur-bangun dengan alokasi 1/3 waktu untuk tidur dan 2/3 untuk bangun atau beraktivitas. Dr. Richard Restak, seorang ahli saraf menyatakan bahwa, irama terjaga dan tidur yang teratur menimbulkan pengaruh stabilisasi pada kesehatan psikologis dan fisik. Stabilisasi tersebut tidak terlepas dari aktivitas hormon, salah satunya adalah hormon melatonin yang berasal dari neurotransmitter serotonin dan disekresikan oleh kelenjar pineal. Serotonin berperan penting dalam aktivitas sehari-hari karena terlibat dalam perilaku motorik, emosi, dan suasana mental. Gangguan fungsi serotonin diduga menjadi penyebab berbagai gangguan kejiwaan, seperti depresi, gangguan kecemasan, dan schizophrenia (Purves, et al., 2004). Regulasi serotonin dalam tubuh dipengaruhi oleh irama sirkadian (Axelrod, 1982). Quay, dalam penelitiannya pada tahun 1963 menyatakan bahwa terjadi peningkatan kadar serotonin pada kelenjar pineal saat siang hari dan menurun saat malam hari (pada manusia). 1 Penelitian memperlihatkan bahwa kehidupan modern yang sibuk yang didukung oleh perkembangan teknologi dapat mengganggu irama internal dan mempengaruhi lingkungan internal serta kesehatan tubuh (Sherwood, 1996). Dr. Restak menyebutkan bahwa gangguan terhadap irama sirkadian alamiah adalah jadwal kerja yang berubah-ubah. Perkembangan teknologi saat ini telah menyebabkan 62 % penduduk bumi terpapar cahaya buatan pada malam hari (Navara dan Nelson, 2007), dan kurang terpapar cahaya alami pada pagi atau siang hari. Terman, et al. (1986) menyatakan bahwa peningkatan cahaya interior dapat meringankan masalah subklinis seperti tidur berlebihan (oversleeping), makan berlebihan (overeating), kekurangan energi, dan gangguan kerja. Menurut Dr. Ott (1982) cahaya dapat meningkatkan kekuatan otot. Cahaya juga berkaitan dengan beberapa gangguan kejiwaan seperti SAD (Seasonal Affective Disorder) atau Affective Disorder (Edward and Torcellini, 2002). Menurut Edward dan Torcellini (2002), SAD berkaitan erat dengan ketersediaan cahaya luar ruangan (terutama berkurang di musim dingin). Lebih lanjut, Edwad dan Torcellini (2002) menambahkan bahwa tanpa ketersediaan cahaya dengan intensitas dan durasi yang tepat, irama sirkadian dapat terganggu sehingga meningkatkan resiko SAD. Purves, et al. (2004) menyatakan bahwa, pada tingkat parah SAD atau AD dapat menyebabkan depresi berat dan gangguan disorder yang didefinisikan dengan beberapa kriteria standar seperti makan dan tidur tidak teratur, penurunan daya konsentrasi dan minat seksual, serta rasa bersalah yang berlebihan. Purves, et al. (2004) juga menambahkan pasien dengan AD erat kaitannya dengan kekurangan neurokimia dalam tubuh, terutama serotonin. Pengobatan yang paling efektif umumnya menggunakan beberapa obat yang mengandung SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) yang bekerja dengan menghambat penyerapan kembali serotonin pada sel saraf, sehingga jumlahnya di dalam tubuh meningkat. Sampai saat ini penelitian yang mengkaji pengaruh fotoperiode terhadap ekspresi serotonin masih terbatas. Coccaro dan Murphy (1991) menyatakan bahwa efek serotonin telah diketahui mempengaruhi perilaku sehari-hari seperti tidur, nafsu makan, interaksi sosial, ketahanan terhadap rasa sakit, dan suasana hati. Lebih lanjut Coccaro dan Murphy (1991) menyebutkan ketidakseimbangan konsentrasi serotonin dalam tubuh dapat mempengaruhi kondisi individu yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku. Kekurangan serotonin dapat menyebabkan antara lain, kecemasan, tertekan, fobia, pesimistis, gelisah, tidak percaya diri, mudah marah, dan 2 gangguan tidur. Kelebihan serotonin dapat menyebabkan munculnya gangguan kardiovaskuler, sesak napas, serta ganguan makan. Berbagai studi menunjukkan bahwa kadar serotonin rendah ditemukan pada individu impulsive, depresi, atau memiliki gangguan kejiwaan (Fishbein, 1998). B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diangkat permasalahan yang akan dipecahkan dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana pengaruh fotoperiode pendek terhadap fisiologi perilaku agresi dan tidur tikus putih (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769) jantan galur wistar? 2. Bagaimana pengaruh fotoperiode pendek terhadap berat badan, jumlah konsumsi air (water intake), dan kadar gula darah tikus putih (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769) jantan galur wistar? C. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Pengaruh fotoperiode pendek terhadap fisiologi perilaku agresi dan tidur tikus putih (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769) jantan galur wistar. 2. Pengaruh fotoperiode pendek terhadap berat badan, jumlah konsumsi air (water intake), dan kadar gula darah tikus putih (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769) jantan galur wistar D. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat : 1. Memperkaya informasi ilmiah mengenai pengaruh fotoperiode pendek terhadap fisiologi perilaku agresi dan tidur, berat badan, jumlah konsumsi air (water intake) dan kadar gula darah tikus putih (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769) jantan galur wistar. 2. Memperkaya informasi berkenaan dengan penelitian yang menggunakan hewan coba berupa tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769). 3