Bab I

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dalam menjalankan aktivitasnya, perusahaan tidak dapat terpisah dari
pihak yang berkepentingan untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan. Hal ini
menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk menerbitkan laporan keuangan.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 1 tahun 2009,
laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan
kinerja keuangan suatu entitas. Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang
bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan
keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga bertujuan untuk menunjukkan hasil
pertanggungjawaban
manajemen
atas
penggunaan
sumber
daya
yang
dipercayakan kepada mereka, serta untuk membantu pengguna laporan keuangan
dalam memprediksi arus kas masa depan dan khususnya dalam hal waktu dan
kepastian diperolehnya kas dan setara kas. Oleh karena itu, dalam rangka
mencapai tujuan tersebut informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus
memenuhi karakteristik kualitatif. Sesuai dengan Konsep Dasar dalam
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) karakteristik kualitatif
informasi dibedakan menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Kualitas primer
terdiri dari informasi yang relevan dan reliabel, sedangkan kualitas sekunder
terdiri dari informasi yang comparable dan konsisten. (Kurniawati, 2012).
1
2
Informasi yang relevan adalah informasi yang dapat memengaruhi
pemakai laporan keuangan dalam proses pengambilan keputusan, sedangkan
informasi yang reliabel adalah informasi yang bebas dari pengertian yang
menyesatkan, kesalahan material dan dapat diandalkan pemakainya sebagai
penyajian yang tulus dan jujur dari yang seharusnya disajikan atau yang secara
wajar dapat disajikan. Selanjutnya, Kurniawati (2012) menambahkan informasi
yang disajikan akan lebih bermanfaat jika dapat dibandingkan (comparability)
baik dengan laporan keuangan periode sebelumnya maupun dengan laporan
keuangan entitas lain. Informasi yang disajikan juga harus konsisten, yang berarti
mengaplikasikan metode akuntansi yang sama untuk kejadian-kejadian serupa,
dari suatu periode ke periode berikutnya.
Molida (2011) menjelaskan bahwa laporan keuangan tidak hanya
menyajikan informasi mengenai angka-angka, tetapi juga harus mencakup
informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan dan kinerja perusahaan dalam
rangka pengambilan keputusan ekonomi. Oleh karena itu, perusahaan ingin selalu
menunjukkan kinerja terbaik ketika menerbitkan laporan keuangannya. Apabila
perusahaan tidak dapat mencapai kinerja terbaiknya, maka perusahaan akan
termotivasi untuk melakukan kecurangan pada laporan keuangan. Ketika suatu
laporan keuangan terdapat salah saji yang material, maka informasi yang
terkandung menjadi tidak valid untuk digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan.
Kecurangan merupakan penyakit sosial dan masalah ekonomi yang
memprihatinkan. Hal ini dapat menyebabkan turunnya nilai pasar dan
3
mengarahkan
perusahaan-perusahaan
pelaku
kecurangan
menuju
pada
kebangkrutan. Selain itu skandal akuntansi keuangan dapat merugikan pemegang
saham dan menimbulkan hilangnya kepercayaan investor di pasar keuangan. Jika
financial statement fraud merupakan masalah yang begitu besar, maka peran
auditor sebagai pihak yang bertanggungjawab harus mampu mendeteksi
kecurangan sebelum akhirnya berkembang menjadi skandal akuntansi yang
merugikan (Norbarani, 2012).
Terdapat empat kategori kecurangan/ fraud yang paling sering menimpa
perusahaan-perusahaan di dunia. Pertama adalah pencurian data (data fraud),
dimana para pelaku pencurian data biasanya mengarah ke data-data yang lebih
bersifat sensitif. Jenis yang kedua adalah penggelapan (embezzlement) yang
terjadi ketika para pelaku yang pada umumnya adalah pegawai dengan sengaja
menjadikan perusahaan tempatnya bekerja sebagai sasaran untuk maksud
memperkaya diri sendiri. Selanjutnya adalah penipuan atas jasa perbankan online
(online banking) yang banyak terjadi di lingkungan perbankan, dan yang terakhir
adalah penipuan/ penggelapan atas cek dimana hal ini terjadi ketika para pelaku
memanipulasi cek untuk mencuri data dari rekening perusahaan (Hutomo, 2012).
Kecurangan (fraud) dalam suatu perusahaan dapat muncul ketika ada
tekanan (pressure) untuk melakukan tindakan tersebut. Pada umumnya yang
mendorong terjadinya kecurangan adalah tekanan perusahaan untuk dapat selalu
menunjukkan performa yang baik dan akhirnya dapat menarik investor untuk
menanamkan modalnya. Selain itu adanya kesempatan dari pihak yang memiliki
hubungan istimewa dan sifat rasionalisasi dapat mendorong seorang manajer
4
untuk melakukan kecurangan, dimana para pelaku mencari pembenaran atas
tindakannya (Hutomo, 2012).
Kecurangan akuntansi telah berkembang di berbagai negara besar seperti
di Amerika Serikat, dimana dampak dari kecurangan tersebut sangat besar dan
telah merugikan banyak pihak. Pada tahun 2001 terjadi kasus Enron yang
diperkirakan menimbulkan kerugian bagi Enron sebesar US$ 50 miliar, ditambah
dengan kerugian investor sebesar US$ 32 miliar dan ribuan pegawai Enron harus
kehilangan dana pensiun mereka sebesar US$ 1 miliar (Soselisa dan Mukhlasin,
2008).
Kasus serupa juga terjadi di Indonesia yang merupakan salah satu negara
dengan kasus korupsi tertinggi di dunia. Hal ini dibuktikan dengan adanya
likuidasi beberapa bank, kasus kejahatan perbankan, manipulasi pajak, dan
korupsi baik di pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. BAPEPAM-LK
sebagai badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan menemukan
beberapa kasus kecurangan akuntansi yang menimpa perusahaan-perusahaan di
Indonesia. Sebagai contoh kasus yang menimpa PT Kimia Farma pada tahun
2001. PT Kimia Farma adalah sebuah badan usaha milik negara yang sahamnya
diperdagangkan di bursa sehingga statusnya menjadi perusahaan publik.
Berdasarkan indikasi dari Kementerian BUMN dan pemeriksaan BAPEPAM-LK
ditemukan adanya salah saji dalam laporan keuangan yang mengakibatkan salah
saji (overstatement) laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001
(Molida, 2011). Koroy (2008) menambahkan bahwa manajemen PT Kimia Farma
5
melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada dua unit usaha yang tidak
disampling oleh auditor eksternal.
Selain kasus PT Kimia Farma, BAPEPAM-LK juga menemukan skandal
akuntansi yang menimpa PT Pakuwon Jati Tbk pada tahun 2004. PT Pakuwon Jati
Tbk ditemukan telah melakukan pelanggaran dalam penyajian laporan keuangan.
BAPEPAM-LK menjatuhkan sanksi administratif berupa peringatan tertulis pada
PT Pakuwon Jati Tbk dan sanksi administratif berupa peringatan tertulis kepada
akuntan Sdr. Zulfikar Ismail (Annual Report BAPEPAM-LK, 2004 dalam
Hutomo, 2012). PT Sari Husada Tbk pada tahun 2005 juga diduga melakukan
pelanggaran peraturan BAPEPAM-LK berkaitan dengan transaksi share buy back
oleh manajemen dan orang dalam. PT Sari Husada Tbk menerima sanksi
administratif dan perintah untuk melakukan tindakan tertentu dalam bentuk denda
kepada komisaris dan direksi PT Sari Husada Tbk (Puspitasari, 2011).
Kerugian lain yang timbul dari adanya kasus kecurangan yaitu dapat
merugikan hubungan eksternal bisnis, semangat kerja karyawan, reputasi
perusahaan, dan branding (PriceWaterHouseCoopers, 2003 dalam Kurniawati,
2012). Bahkan beberapa efek dari skandal akuntansi, seperti reputasi perusahaan
yang buruk dapat memberikan dampak jangka panjang (Soselisa dan Mukhlasin,
2008). Spathis (2002) dalam Norbarani (2012) menjelaskan bahwa kerugian
dalam kecurangan akuntansi di pasar modal adalah menurunnya akuntabilitas
manajemen dan membuat para pemegang saham meningkatkan biaya monitoring
terhadap manajemen.
6
Teori Cressey yang pertama kali dikenalkan pada tahun 1953
menyimpulkan bahwa secara garis besar terdapat tiga kondisi yang mendasari
terjadinya kecurangan akuntansi. Tiga kondisi tersebut adalah tekanan (pressure),
kesempatan (opportunity) dan rasionalisasi/sikap (rationalization/attitude) yang
disebut sebagai fraud triangle. Konsep fraud triangle diperkenalkan dalam
literatur profesional pada SAS No. 99 (Skousen et al., 2008). Skousen et al.
(2008) menambahkan penjelasan mengenai kondisi yang terdapat pada segitiga
kecurangan (fraud triangle) yaitu:
1.
Insentif/ Tekanan: manajemen atau pegawai lain mendapatkan
tekanan untuk melakukan kecurangan.
2.
Kesempatan: situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau
pegawai untuk melakukan kecurangan.
3.
Sikap/ Rasionalisasi: ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai
etis yang memperbolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan
tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang
cukup menekan untuk membuat tindakan yang tidak jujur.
Penggunaan analisis fraud triangle dalam pendeteksian kecurangan
laporan keuangan pernah dilakukan oleh Skousen (2008) yang menguji efektivitas
pengadopsian teori fraud triangle milik Cressey dalam SAS No. 99 untuk
mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Penelitian tersebut mengembangkan
variabel yang terdapat dalam segitiga fraud yang kemudian dikembangkan lagi
dalam beberapa proksi ukuran. Hasil penelitian milik Skousen (2008) berhasil
menunjukkan keefektivan fraud triangle dalam mendeteksi kecurangan laporan
7
keuangan. Penelitian lain yang pernah dilakukan untuk mendeteksi kecurangan
laporan keuangan menggunakan perspektif fraud triangle adalah penelitian milik
Lou dan Wang (2009) yang dilakukan di Taiwan dengan menghubungkan
variabel-variabel dalam fraud triangle dengan terjadinya kecurangan laporan
keuangan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa fraud triangle dapat digunakan
untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan pada perusahaan yang terdapat di
Taiwan.
Komponen variabel yang terdapat dalam segitiga kecurangan (fraud
triangle) tidak dapat secara langsung diamati, sehingga perlu dikembangkan
proksi untuk mengukurnya (Norbarani, 2012). Menurut SAS No. 99 terdapat
empat jenis tekanan yang mungkin mengakibatkan kecurangan pada laporan
keuangan. Jenis tekanan tersebut adalah financial stability, external pressure,
personal financial need, dan financial targets. Dalam penelitian ini menggunakan
jenis tekanan financial stability yang kemudian dikembangkan dengan proksi
financial leverage dan personal financial need yang kemudian dikembangkan
dengan proksi kepemilikan saham oleh orang dalam. SAS No. 99 juga
mengklasifikasikan peluang atau kesempatan yang mungkin terjadi pada
kecurangan laporan keuangan. Jenis peluang tersebut termasuk nature of industry,
ineffective monitoring, dan organizational structure. Dalam penelitian ini
menggunakan ineffective monitoring yang kemudian dikembangkan dengan
proksi transaksi dengan pihak istimewa. SAS No. 99 juga menjelaskan mengenai
komponen terakhir dalam fraud triangle, yaitu rasionalisasi/ sikap dimana
komponen ini merupakan komponen yang paling sulit diukur. Dalam penelitian
8
ini proksi yang dikembangkan untuk mengukur rasionalisasi/ sikap adalah opini
auditor dan jenis KAP. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik
untuk meneliti skripsi dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh
terhadap Kecurangan Laporan Keuangan dalam Perspektif Fraud Triangle
(Studi Empiris pada Perusahaan Non-Keuangan yang Terdaftar di BEI
Tahun 2007-2011).
B. Batasan Masalah Penelitian
Batasan masalah yang dilakukan peneliti agar pembahasan dalam penelitian tidak
meluas adalah terbatas pada permasalahan:
1.
Perusahaan non-keuangan yang terdaftar di BEI pada periode tahun
2007-2011.
2.
Variabel yang digunakan hanya yang terdapat dalam fraud triangle
yaitu variabel tekanan yang diproksikan oleh financial leverage dan
kepemilikan saham oleh orang dalam; variabel kesempatan yang
diproksikan oleh transaksi dengan pihak istimewa dan variabel
rasionalisasi/sikap yang diproksikan oleh opini auditor dan jenis KAP.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1.
Apakah financial leverage berpengaruh positif terhadap kecurangan
laporan keuangan?
9
2.
Apakah kepemilikan saham oleh orang dalam berpengaruh negatif
terhadap kecurangan laporan keuangan?
3.
Apakah transaksi dengan pihak istimewa berpengaruh positif terhadap
kecurangan laporan keuangan?
4.
Apakah opini auditor unqualified berpengaruh negatif terhadap
kecurangan laporan keuangan?
5.
Apakah KAP the big four berpengaruh negatif terhadap kecurangan
laporan keuangan?
D. Tujuan Penelitian
1.
Untuk menguji apakah financial leverage berpengaruh positif terhadap
kecurangan laporan keuangan.
2.
Untuk menguji
apakah kepemilikan
saham
oleh orang dalam
berpengaruh negatif terhadap kecurangan laporan keuangan.
3.
Untuk menguji apakah transaksi dengan pihak istimewa berpengaruh
positif terhadap kecurangan laporan keuangan.
4.
Untuk menguji apakah opini auditor unqualified berpengaruh negatif
terhadap kecurangan laporan keuangan.
5.
Untuk menguji apakah KAP the big four berpengaruh negatif terhadap
kecurangan laporan keuangan.
10
E. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat di bidang teoritis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan bacaan
bagi peneliti selanjutnya dan meningkatkan perkembangan terhadap
teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu teori fraud
triangle dalam pendeteksian kecurangan laporan keuangan.
2.
Manfaat di bidang praktik.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan
oleh
pemegang
saham
dalam
menganalisis
dan
menetapkan pilihan investasi yang tepat, sehingga tidak terjebak dalam
situasi yang merugikan investasinya.
Download