7 Bab 2 Landasan Teori 2.1 Kerangka Teori Pada

advertisement
Bab 2
Landasan Teori
2.1 Kerangka Teori
Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang teori dari variabel yang akan
diteliti, juga hubungannya dengan teori khusus. Berikut peneliti telah membuat
bagan dari kerangka teori yang akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Penulis, 2014
2.1.1 Consumer Behavior
Consumer behavior atau perilaku konsumen adalah proses dan
aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian,
penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan
keinginannya. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen
untuk membuat keputusan pembelian.Konsumen diasumsikan memiliki informasi
atau pengetahuan yang sempurna berkaitan dengan keputusan konsumsinya.Ruang
7
8
lingkup dari consumer behaviorbersifat luas karena studi ini selalu berkembang
seiring konsumen memilih, menggunakan sebuah produk atau jasa.
Seperti yang ditulis dalam buku Consumer Behavior & Marketing Strategy(J
Paul Peter, 2010), perilaku konsumen ialah interaksi dari aspek kognitif, afektif,
perilaku, dan lingkungan. Dengan kata lain, perilaku konsumen meliputi pikiran dan
perasaan konsumen dari pengalamannya, dan juga keputusan pembeliannya. Bukan
hanya itu, lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku konsumen, seperti
komentar konsumen lain, informasi harga, promosi, suasana toko, tampilan produk,
juga kemasan.
1. Perilaku konsumen bersifat dinamis
Artinya perilaku ini memiliki intense untuk selalu berubah, karena perasaan,
pikiran, dan keputusan konsumen dapat selalu berubah seiring dengan
perubahan yang ada.
2. Perilaku konsumen meliputi interaksi
Perilaku konsumen meliputi interaksi dari pikiran, perasaan, keputusan
konsumen, dan lingkungannya. Maka dari itu pemasar harus dapat memahami
produk apa yang tepat untuk target konsumen.
3. Perilaku konsumen meliputi pertukaran
Pertukaran diantara manusia, baik konsumen dengan konsumen (pertukaran
komentar, pengetahuan), maupun konsumen dengan pihak perusahaan.
Saat perusahaan telah mampu melakukan analisis konsumen dengan baik, dan
dapat mengerti keinginan juga kebutuhan konsumen, kemudian dengan senantiasa
memberikan nilai seperti yang mereka harapkan, pikiran maupun perasaan konsumen
akan menghasilkan nilai yang positif, hal ini mendukung minat dan keputusan
pembelian konsumen, jika perusahaan terus aktif dan konsisten memberikan nilai
yang konsumen harapkan, maka semakin lama nilai tersebut akan mengantarkan
konsumen melakukan keputusan pembelian berulang,
dan pada akhirnya
mengantarkan mereka menjadi pelanggan yang loyal atau setia terhadap perusahaan.
2.1.2Loyalitas Pelanggan
Loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai komitmen dari pelanggan untuk
bertahan, dan melakukan pembelian ulang atas produk atau jasa terpilih secara
9
konsisten dimasa yang akan datang (Hurriyati, 2005). Loyalitas mengacu pada wujud
dari perilaku konsumen dalam mengambil keputusan pembelian, hal ini terbentuk
melalui berbagai tahapan sesuai dengan proses pembelajaran dan pengalaman yang
dialami pelanggan dalam aktivitas pertukaran produk yang terjadi antara pelanggan
dan penyedia barang atau jasa. Customer loyalty dipengaruhi secara positif oleh
kepuasan yang diterima konsumen setelah mengkonsumsi sebuah produk barang atau
jasa.Customer loyalty akan membentuk komitmen, kepercayaan, juga menciptakan
nilai positif bagi pelanggan.
Tingkat kepuasan pelanggan bersifat abstrak, dan dapat dipengaruhi oleh
berbagai hal, seperti sistem penerimaan produk, performa produk, citra perusahaan
atau citra merek, juga keunggulan yang ditawarkan perusahaan dengan berbagai
bentuk, baik dari faktor internal maupun eksternal perusahaan. Terdapat lima
karakteristik yang membuat pelanggan setia terhadap perusahaan, yaitu: kepuasan
pelanggan, ketertarikan secara emosional, kepercayaan pelanggan terhadap merek
atau perusahaan, pengurangan pilihan dan kebiasaan, juga riwayat hubungan
konsumen dengan perusahaan.
Gambar 2.2 Bagan Kepuasan Pelanggan
Sumber: Buku Manajemen Jasa(Tjiptono, 2004)
2.1.2.1 Jenis Loyalitas
Menurut Griffin dalam bukunya yang berjudul Customer Loyalty (Griffin,
2003), loyalitas atau kesetiaan dari pelanggan dapat dibagi menjadi empat jenis,
yaitu:
10
1. Tanpa Loyalitas
Beberapa konsumen tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa
tertentu.Jenis ini ditandai dengan tingkat ketertarikan dan tingkat pembelian yang
rendah.
2. Loyalitas yang lemah
Jenis ini ditandai dengan ketertarikan yang rendah, namun pembelian berulang yang
cukup tinggi.Hal ini dikarenakan konsumen membeli karena suatu kebiasaan, dengan
kata
lain,
faktor
nonsikap
dan
faktor
situasi merupakan
alasan
utama
membeli.Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk kebutuhan sehari-hari.
3. Loyalitas tersembunyi
Tingkat ketertarikan konsumen terhadap suatu perusahaan atau produk dinilai relatif
tinggi, namun tingkat pembelian berulang terbilang rendah, hal ini menunjukan
loyalitas konsumen yang tersembunyi, hal ini dipengaruhi situasi dan bukan sikap
dari konsumen yang menentukan pembelian berulang.
4. Loyalitas premium
Pada jenis ini, terjadi keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian ulang yang
tinggi pula.Hal ini dikarenakan faktor sikap, baik pikiran maupun perasaan dari
konsumen akan suatu perusahaan atau produk.
2.1.2.2 Keuntungan Loyalitas Pelanggan
Griffin menyatakan bahwa ada keuntungan-keuntungan yang dapat
perusahaan dapatkan jika terus menerus menjaga loyalitas pelanggannya, antara lain:
1. Mengurangi biaya pemasaran
Hal ini dimaksudkan, agar perusahaan dapat menarik konsumen baru dengan
mudah, karena biaya untuk menarik konsumen baru dinilai relatif tinggi.
2. Mengurangi biaya transaksi
Dengan adanya loyalitas pelanggan, biaya-biaya seperti biaya negosiasi
kontrak, pemrosesan pesanan, dan lain-lain dapat di minimalisasi.
3. Mengurangi biaya turn over konsumen
Biaya pergantian konsumen yang besar termasuk juga biaya customer
relationship management, dan lain-lain.
11
4. Meningkatkan penjualan silang
Loyalitas pelanggan memudahkan perusahaan untuk menawarkan berbagai
jenis produk, dan melakukan penjualan silang.Kepercayaan konsumen
berpengaruh pada keputusan pembeliannya.
5. Positive word of mouth
Seperti yang telah diketahui bahwa wordof mouth telah menjadi strategi
pemasaran yang ampuh, dengan adanya loyalitas dari pelanggan, penyebaran
positive word of mouthakan terjadi dengan sendirinya.
2.1.3Moment of Truth
Sebelum mendapatkan kepercayaan, dan loyalitas pelanggan, hal yang harus
diperhatikan perusahaan ialah moment of truth. Moment of truth ialah interaksi yang
terjadi antara perusahaan dan pelanggan, disebut juga sebagai saatpertama kali
dimana pelanggan akan memberikan penilaian terhadap seluruh aspek yang
dipikirkan dan dirasakannya terhadap suatu perusahaan, atau merek. Hal ini
menimbulkan perceived value dari pelanggan, dengan menampilkan hal-hal yang
menarik minat pelanggan, menciptakan perasaan senang, dengan menyediakan
produk dan pelayanan terbaik, maka persepsi nilai dari konsumen diharapkan akan
bernilai positif.
Moment of truth selama ini dihubungkan dengan kualitas pelayanan yang
diberikan suatu perusahaan, namun lebih dari itu, moment of truth telah
mempengaruhi aspek kognitif maupun afektif pelanggan, bahkanfaktor visual seperti
tampilan fisik toko dapat mempengaruhi customer perceived value. Hal ini
berpengaruh pada experience dan memorability pelanggan. Pine dan Gilmore
mengatakan “Companies stage on experience when they engage customers in
memorable ways”.
2.1.4Store Atmosphere
Pendapat bahwa store atmosphere mempengaruhi keputusan pembelian
konsumen telah dikemukakan oleh Kotler pada tahun 1973, hal ini diterangkan
kembali melalui jurnal internasional dengan judul The Effects of Store Atmosphere
on Consumer Behavior yang ditulis oleh Peter Bohl (Bohl, 2012). Secara umum
definisi store atmosphere merupakan kegiatan merancang lingkungan pembelian
dalam suatu toko dengan menentukan karakteristik fisik toko tersebut melalui
12
pengaturan dan pemilihan aktivitas barang yang ditawarkan, lingkungan pembelian
yang terbentuk pada akhirnya akan menciptakan citra dari restoran itu sendiri, hal ini
menimbulkan suatu kesan positif melalui afektif maupun kognitif konsumen, yang
menarik dan menyenangkan bagi mereka dan mempengaruhi emosi konsumen saat
melakukan pembelian. Tujuan dari perusahaan ialah mendapatkan keputusan
pembelian dari konsumen atas produk yang mereka tawarkan, atau dapat dikatakan
bahwa tujuan dari suatu perusahaan ialah meningkatkan penjualan, banyak
perusahaan yang ambil bagian dalam meningkatkan manajemen store atmosphere,
namun pada kenyataannya, store atmosphere dapat menjadi bumerang bagi
perusahaan karena ketidaksukaan konsumen akan manajemen store atmosphere yang
dijalankan suatu perusahaan. Elemen-elemen dalam store atmosphere harus dikuasai
oleh perusahaan sebelum memutuskan untuk melakukan strategic management store
atmosphere, elemen-elemen tersebut, yaitu:
1. Exterior facilities. Elemen ini berfokus pada desain bagian luar toko, meliputi
architectural style, dan keadaan dari lingkungan sekitar
2. General interior, meliputi lighting atau penerangan, juga skema warna dari
toko.
3. Store layout, meliputi jarak antar bagian operasional yang satu dengan yang
lainnya, furniture yang digunakan, juga penempatan kasir.
4. Point of purchase display.
5. Social dimensions yang meliputi keramaian, seragam dari para pegawai, dan
lain-lain.
Desain toko merupakan salah satu strategi penting dalam bisnis, dari definisi
diatas maka dapat dijelaskan bahwa suasana toko merupakan penciptaan suasana
dengan menggunkan komunikasi visual yang dapat mempengaruhi persepsi juga
respon pelanggan yang berpengaruh pada keputusan pembelian. Suasana toko
merupakan kombinasi dan karakteristik fisik toko secara menyeluruh yang akan
menciptakan citra dalam benak konsumen, karena dalam proses pembelian,
konsumen tidak hanya merespon terhadap produk yang ditawarkan, tapi juga
terhadap lingkungan tempat pembelian. Melalui store atmosphere management yang
baik, diharapkan konsumen akan tertarik dan terdorong untuk melakukan pembelian.
13
2.1.4.1 Peran Store Atmosphere dalam Pemasaran
Konsep manajemen suasana toko berhubungan dengan kegiatan yang
dilakukan oleh pemasar, karena pemasar memiliki kendali untuk mengatur pengaruh
situasi yang diciptakan melalui lingkungan toko.Atmosfir dapat membantu
konsumen dalam membentuk arah, juga mengarahkan perhatiannya, hal ini mampu
meningkatkan kemungkinan pelanggan untuk melakukan pembelian produk.Atmosfir
juga dapat mengekspresikan berbagai aspek mengenai toko kepada konsumen,
seperti segmen pasar dan citra toko, bukan hanya itu, atmosfir juga menimbulkan
reaksi emosi tertentu dari konsumen, misalnya perasaan senang, bangga atau
semangat.
Pemasar diharapkan mampu untuk mengidentifikasi proses pengambilan
keputusan dari konsumen. Suasana toko yang baik akan meningkatkan daya tarik dan
kesadaran konsumen terhadap kontak antara konsumen dan perusahaan yang
ditimbulkan dari suasana toko tersebut.
2.1.5Customer Experience
Customer experience adalah interaksi antara konsumen dan perusahaan,
interaksi ini menciptakan persepsi konsumen baik secara sadar maupun tidak
sadar.Customer experience telah menjadi salah satu faktor penentu penting bagi
keberhasilan
suatu
perusahaan,
setiap
perusahaan
berlomba-lomba
untuk
memberikan pengalaman terbaik bagi pelanggannya.Dalam tulisannya yang dimuat
di situs Forbes, Martin Zwilling menyatakan bahwa terdapat enam kunci sukses
dalam menciptakan pengalaman konsumen yang baik, yaitu:
1. Dengarkan pelanggan
Setiap hubungan membutuhkan kemampuan mendengarkan yang baik, sama baiknya
seperti kemampuan berbicara. Perusahaan harus dapat mendengarkan keinginan,
aspirasi, dan tujuan pelanggan.Kesempatan untuk dapat diapresiasi dan didengar
adalah pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan tak dapat dilupakan.
2. Memanfaatkan strategi diferensiasi dari produk dan jasa
Pengalaman tak terlupakan ialah pengalaman yang berbeda.Perusahaan harus dapat
melihat perbedaan dari produk atau jasa yang ditawarkannya dengan yang
ditawarkan oleh kompetitor.
14
3. Menunjukkan nilai yang ditawarkan oleh perusahaan
Langkah awal untuk menunjukan nilai yang perusahaan tawarkan ialah dengan
mengetahui apa yang konsumen butuhkan, dan inginkan. Hal ini mampu
menumbuhkan hubungan dengan consumn yang menunjukan nilai lebihm dan tidak
hanya sekedar mengenai harga atau kualitas. Saat perusahaan telah berhasil
menciptakan loyalitas pelanggan, mereka akan terus melakukan pembelian, dan
merekomendasikannya kepada orang lain.
4. Menunjukkan semangat dan kreatifitas dari setiap solusi
Saat perusahaan mampu menunjukan semangat dan kreatifitas dari setiap solusi yang
ditawarkan, pelanggan dapat menjadi value seeker, mereka mencari nilai dari setiap
pengalaman, dan hubungan.
5. Menunjukkan komitmen perusahaan
Saat berhubungan dengan pelanggan, fokuslah terhadap mereka, lakukan apa yang
perusahaan dapat beri untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.
6. Memberi kepuasan kepada konsumen
Dengan senantiasa menjaga komunikasi, keterlibatan, dan hubungan emosional
perusahaan akan mengerti apa yang pelanggan butuh dan inginkan dari segala aspek
baik pengalaman kognitif maupun afektif.
2.1.6Experiential Marketing
Experiential marketing dapat di definisikan sebagai memori atau
ingatan, juga pengalaman yang tertanam dalam pikiran juga perasaan
seseorang.Hal ini dapat mempengaruhi instensitas pembelian dari konsumen
melalui emosi yang ditimbulkan, juga menaikan nilai yang melekat pada
produk atau merek itu sendiri.
Dalam jurnal internasional yang berjudul The Evolution of
Experiential Marketing, Qader (Qader, 2013) mengemukakan bahwa dalam
pemasaran tradisional, pemasar melihat konsumen sebagai rational decisionmaker, yang berarti mereka hanya peduli tentang keuntungan fungsional dari
produk yang ditawarkan, namun pemasaran modern mengenal yang disebut
dengan experiential marketing, dimana konsumen dilihat sebagai rational
and emotional human being yang tidak hanya peduli akan keuntungan
fungsional produk, namun juga mengharapkan pengalaman menarik dan tidak
15
terlupakan dari proses pembelian, dan penggunaan suatu produk, seperti
contohnya restoran Nanny's Pavillon yang memfokuskan dirinya untuk
memberikan pengalaman yang unik dan bernilai positif bagi pelanggannya.
Menurut Pine dan Gilmore (B. Joseph Pine, 1999) terdapat 4 tingkatan dalam
ilmu pemasaran (economic value) yakni commodities, goods, service dan
experience yang masing-masing tingkatan memiliki arti dan pengaruh
masing-masing yang berkaitan dengan kepuasan konsumen.
-
Commodities
Komoditi atau komoditas merupakan bahan material yang diambil secara
langsung dari alam misalnya flora, fauna, air, udara, tanah serta mineral. Pada
umumnya komoditi diproses lebih lanjut sehingga diperoleh suatu
karakteristik tertentu dan lebih bermanfaat dan mempunyai nilai jual jika
dilakukan pengolahan lebih lanjut.
-
Goods
Goods merupakan komoditi sebagai bahan mentahnya atau merupakan bahan
setengah jadi dan siap dijual.Harga goods itu sendiri ditentukan berdasarkan
pada biaya produksi.
-
Services
Service lebih kenal dengan jasa yang dipergunakan untuk memenuhi
keinginan konsumen. Konsumen pada umumnya menilai manfaat dari
servicelebih tinggi dari apayang konsumen ekspektasikan atau harapkan
(kepuasan).
-
Experience
Experience atau pengalaman konsumen adalah suatu kejadian yang terjadi
apabila organisasi atau perusahaan dengan sengaja menggunakan services
sebagai prasarana dan goods menjadi penyangga untuk dapat menarik hati
atau minat konsumen secara individual dan emosional. Badan usaha berusaha
mengikat pengalaman disekeliling goods maupun services yang ada untuk
dapat menarik konsumen lebih banyak. Konsumen secara umum menilai
pengalaman berdasarkan pada ingatan atas kejadian yang menarik hati.
Pergerakan economic value dari keempat tingkatan yang ada mulai dari
commodities, goods, service dan experience akan meningkatkan nilai bagi konsumen,
karena setiap individu konsumen menemukan bahwa dalam tiap tingkatan tersebut
16
mereka dapat menemukan apa yang mereka inginkan secara relevan. Setiap
perusahaan memiliki tingkat experience yang berbeda-beda sehingga mereka lebih
mudah mendiferensiasikan apa yang mereka tawarkan. Pendekatan yang dapat
digunakan oleh perusahaan untuk dapat menggerakan economic value menuju pada
tingkatan experiential yaitu dengan menambah elemen-elemen yang dapat
mempertinggi interaksi yang berkaitan secara langsung dengan panca indra melalui
penglihatan, suara, sentuhan, rasa dan bau dari konsumen tersebut. Tahapan-tahapan
dalam pergerakan economic value adalah mengolah barang atau bahan baku (extract
commodities), tahap membuat barang atau produk (make goods), tahap memberikan
pelayanan (deliver services) dan tahap pengalaman (stage experience) yang
mempunyai arti memberikan pengalaman yang bersifat memorable (selalu diingat
dan dikenang dalam pikiran).
Experiential Marketing merupakan suatu metode pemasaran yang relatif baru,
yang disampaikan ke dunia pemasaran lewat sebuah buku Experiential Marketing:
How to Get Customers to Sense, Feel, Think, Act, and Relate to Your Company and
Brands, oleh Bernd H. Schmitt. Schmitt (Schmitt, 1999), menyatakan bahwa esensi
dari konsep experiential marketing adalah pemasaran dan manajemen yang didorong
oleh pengalaman. Dalam bukunya, Schmitt juga mengemukakan tentang pendekatan
features and benefits (F & B) dalam pemasaran tradisional. Dalam pemasaran
tradisional ini, pemasar menganggap konsumen berfikir melalui suatu proses
pengambilan keputusan, yang mana masing-masing karakteristik dari suatu produk,
baik barang atau jasa, akanmemberikan keuntungan yang jelas, dan karakteristik ini
dievaluasi oleh pembeli-pembeli potensial (baik pembeli yang telah mengenal
produk tersebuat maupun yang belum). Bagaimanapun juga, Schmitt mengganggap
konsep ini sangat membatasi cara pandang pemasar terhadap pengambilan keputusan
yang diambil oleh konsumen, yang melibatkan elemen rasionalitas dan logika, serta
aspek emosional dan irasional dalam pembelian. Experiential marketing dapat sangat
berguna untuk sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan merek yang berada pada
tahap penurunan, membedakan produk mereka dari produk pesaing, menciptakan
sebuah citra dan identitas untuk sebuah perusahaan, meningkatkan inovasi dan
membujuk pelanggan untuk mencoba dan membeli produk.Hal yang terpenting
adalah menciptakan pelanggan yang loyal.
Pelanggan mencari perusahaan dan merek-merek tertentu untuk dijadikan bagian
dari hidup mereka.Pelanggan juga ingin perusahaan-perusahaan dan merek-merek
17
tersebut dapat berhubungan dengan hidup mereka, mengerti mereka, menyesuaikan
dengan kebutuhan mereka dan membuat hidup mereka lebih terpenuhi.Dalam era
informasi, teknologi, perubahan dan pilihan, setiap perusahaan perlu lebih selaras
dengan para pelanggan dan pengalaman yang diberikan produk atau jasa mereka.
2.1.6.1 Karakteristik Experiential Marketing
Schmitt (Schmitt, 1999) membagi experiential marketing menjadi empat kunci
karakteristik antara lain:
1. Fokus kepada pengalaman yang diterima konsumen
Suatu pengalaman terjadi sebagai pertemuan, dimana konsumen
menjalani atau melewati situasi tertentu yang memberikan nilai yang
dapat ditangkap oleh indera, juga emosional, kognitif, perilaku dan
relasional yang dapat menggantikan nilai-nilai fungsional. Dengan adanya
pengalaman
tersebut,
dapat
menghubungkan
perusahaan
beserta
produknya dengan gaya hidup konsumen yang mendorong terjadinya
pembelian.
2. Menguji situasi yang dialami oleh konsumen
Berdasarkan pengalaman yang telah ada, konsumen tidak hanya
menginginkan suatu produk dilihat dari keseluruhan situasi pada saat
mengkonsumsi produk tersebut tetapi juga dari pengalaman yang
didapatkan pada saat mengkonsumsi produk tersebut.
3. Mengenali aspek rasional dan emosional sebagai pemicu dari
konsumsi
Dalam experiential marketing, perusahaan hendaknya melihat sisi
emosional atau perasaan konsumen.Jangan memperlakukan konsumen
hanya sebagai pembuat keputusan yang rasional tetapi konsumen lebih
dipengaruhi secara emosional dan ditantang secara kreatif.
4. Metode dan perangkat yang bersifat elektik
Metode dan perangkat untuk mengukur pengalaman seseorang lebih
bersifat elektik. Maksudnya lebih bergantung pada objek yang akandiukur
18
atau lebih mengacu pada setiap situasi yang terjadi daripada
menggunakan suatu standar yang sama dari waktu ke waktu. Pada
experiential marketing , merek bukan hanya sebagai tanda pengenal
badan usaha saja, melainkan lebih sebagai pemberi pengalaman positif
pada konsumen sehingga dapat menimbulkan loyalitas pada konsumen
terhadap badan usaha dan merek tersebut.
Schmitt (Schmitt, 1999) juga mengungkapkan bentuk pengalamanberbeda yang
dirasakan
konsumen,
dari
landasan
teori
pemasaran
yang
ada,
Schmitt
mengungkapkan lima strategi, yaitu; sensory experience, emotional experience,
thinking experience, action experience, dan relevance.Kelima strategi diatas harus
dikuasai oleh perusahaan untuk senantiasa menciptakan pengalaman baik yang
diterima oleh konsumen.Sensory experience berbicara tentang pengalaman
konsumen melalui indera yang dimilikinya, baik melalui visual, auditory, olfactory,
dan tactile response.Emotional experience mengungkapkan emosi yang ditimbulkan
konsumen dari pengalaman yang diterimanya.Thinking experience ialah aspek
kognitif atau pemikiran konsumen tentang pengalamannya.Action experience
berhubungan dengan social identity dan belonging sense, sedangkan relevance atau
related experience ialah pengalaman yang berhubungan dengan social recognition
atau social belongs dari konsumen.
2.1.7Brand Awareness
Brand awareness didefinisikan sebagai kesadaran konsumen terhadap sebuah
merek.Kevin Lane Keller, dalam bukunya yang berjudul Strategic Brand
Management(Keller, 2013), Keller mengatakan bahwa kesadaran akan sebuah merek
berhubungan dengan kekuatan dimana seseorang dengan mudah menemukan sebuah
merek yang mereka sukai di dalam pikirannya.
Kotler (Philip Kotler, 2007) menyebutkan juga bahwa brand awareness
merupakan kemampuan konsumen dalam mengidentifikasi merek dalam kondisi
yang berbeda, hal ini juga merupakan cerminan pengenalan merek terhadap kinerja
perusahaan. Selanjutnya kesadaran akan sebuah merek ini dapat berubah
tingkatannya seiring dengan pengalaman yang diterimanya.
19
2.1.8Brand Image
Menurut The American Marketing Association dalam buku Kotler & Keller
(Philip Kotler, 2007) merek adalah tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi
dari semua yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang
ditawarkan dan untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa milik pesaing.
Selain membedakan satu produk dengan produk yang lain, merek juga memberi
manfaat bagi konsumen diantaranya membantu mengidentifikasi manfaat yang
ditawarkan dan kualitas produk. Konsumen lebih mempercayai produk dengan
merek tertentu daripada produk tanpa merek meskipun manfaat yang ditawarkan
sama(Ferrinadewi, 2008)
Brand image atau citra merek merupakan keseluruhan persepsi terhadap suatu
merek yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap
waktu.Brand image dibangun berdasarkan kesan, pemikiran ataupun pengalaman
yang dialami seseorang terhadap suatu merek yang pada akhirnya membentuk sikap
terhadap merek yang bersangkutan(Keller, 2013). Berdasarkan pengertian dari diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa brand image adalah sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek tertentu dan dapat disampaikan melalui
sarana komunikasi yang tersedia. Merek terbaik akan memberikan jaminan kualitas
dari produk yang mereka tawarkan. Hal lain yang menjadi fokus perusahaan ialah hal
pemberian nama dari sebuah produk atau merek, pemberian nama pada sebuah
produk hendaknya tidak hanya dijadikan sebagai sebuah simbol, karena merek
memiliki enam tingkat pengertian yang akan membentuk citra merek, yaitu:
-
Atribut
Semua merek memiliki atribut.Artibut diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui
dengan pasti atribut-atribut yang terkandung dalam sebuah merek. Atribut
merupakan kategori dengan fitur-fitur mengenai karakteristik produk dan jasa yang
ada saat proses pembelian dan konsumsi. Atribut ini dapat digolongkan menjadi 2
bagian :
a. Atribut Produk
Asosiasi produk terbentuk secara langsung mengenai karakteristik dari produk dan
jasa
yang
bersangkutan.Asosiasi
ini
merupakan
strategi
yang
paling
seringdigunakan.Mengembangkan asosiasi ini sangat efektif karena atribut sangat
bermakna dan dapat diterjemahkan dalam pembelian suatu merek.
20
b. Atribut non Produk
Atribut dari non-produk dapat langsung mempengaruhi proses pembelian dan
konsumsi
tetapi
tidak
langsung
mempengaruhi
kinerja
produk
yang
bersangkutan.Atribut non-produk merupakan atribut yang tidak berhubungan
langsung dengan kinerja produk dan terbentuk dari aktifitas pemasaran.
Berikut beberapa contoh atribut non- produk:
-
Manfaat
Merek memberi banyak manfaat bagi konsumen antara lain; membantu konsumen
dalam mengidentifikasi manfaat yang ditawarkan dan kualitas produk. Konsumen
tidak membeli merek, tetapi konsumen membeli manfaat dari produk yang
ditawarkan.Produsen harus mampu menerjemahkan atribut menjadi manfaat bagi
konsumen, baik manfaat fungsional maupun manfaat emosional. Manfaat fungsional
mengacu pada kemampuan fungsi produk yang ditawarkan, sedangkan manfaat
emosional adalah kemampuan merek untuk membuat penggunanya merasakan
sesuatu hal selama proses pembelian atau sesudahnya, perasaan ini dapat mempengaruhi
minat pembelian ulang pada konsumen. Ketika konsumen menggunakan merek tertentu maka ia
akan terhubung dengan merek tersebut artinya konsumen akan membawa citra dari
pengguna sekaligus karakteristik merek itu sendiri, dan manfaat yang diinginkan oleh
konsumen akan mempengaruhi pilihannya terhadap berbagai merek.
-
Nilai
Merek menyatakan sesuatu tentang nilai bagi konsumen. Nilai sering diartikan
sebagai penilaian konsumen yang menyeluruh terhadap utilitas produk didasarkan
atas persepsinya atas apa yang diterima dan dikorbankan. Berdasarkan defenisi ini,
maka tidak mengherankan jika konsumen seringkali melakukan analisa biayamanfaat sebelum melakukan pembelian untuk menentukan besarnya nilai yang akan
diterimanya. Merek yang memiliki nilai yang tinggi akan dihargai oleh konsumen
sebagai merek yang memiliki kelas, sehingga dapat mencerminkan pengguna dari
merek tersebut.
-
Kepribadian
Merek memiliki kepribadian, yaitu cerminan kepribadian bagi penggunanya. Jadi
diharapkan dengan menggunakan suatu merek, kepribadian pengguna akan tercermin
dari merek yang digunakannya. Ikatan hubungan psikografis antara merek dengan
konsumen akan menjadi kuat dan member warna emosional ketika terdapat
kecocokan antara merek dan kepribadian konsumen. Konsumen sering merasa
21
kesulitan ketika harus mengekspresikan identitasnya karena itu biasanya mereka
menggunakan merek yang mengandung simbol dan arti yang dapat menggambarkan
dirinya.Oleh karena itu konsumen memiliki kecenderungan untuk membeli merek
yang memilki kepribadian yang serupa dengan konsep dirinya, (Ferrinadewi, 2008).
Dalam hal ini pemilihan merek merupakan salah satu cara individu mengekspresikan
dirinya. Hal ini tentunya akan mendorong pemilik merek untuk menyelaraskan gaya
hidup konsumennya dengan nilai emosional merek.
2.1.9 Nilai Pelanggan
Hurriyati dalam bukunya yang berjudul Bauran Pemasaran dan Loyalitas
Konsumen mengemukakan bahwa pada dasarnya, para pelanggan akan membeli dari
perusahaan yang mereka yakini menawarkan nilai yang dipikirkan pelanggan
(customer perceived value) yang tertinggi(Hurriyati, 2005).
Menurut Kotler dan Keller(Philip Kotler, 2007), “Nilai yang dipikirkan
pelanggan adalah selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua manfaat serta
biaya tawaran tertentu dan alternatif-alternatif lain yang dipikirkan”, Kotler juga
menyatakan bahwa nilai pelanggan adalah selisih nilai pelanggan total dan biaya
pelanggan total, dimana nilai pelanggan total adalah sekumpulan manfaat yang
diharapkan oleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu dan biaya pelanggan total
adalah sekumpulan biaya yang diharapkan oleh konsumen yang dikeluarkan untuk
mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan dan membuang produk atau jasa. Dari
definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai pelanggan merupakan segala sesuatu
yang diinginkan konsumen dalam produk atau jasa dengan memaksimalkan kualitas
yang diterima konsumen dari biaya yang dikeluarkan.
2.1.9.1 Karakteristik Nilai Pelanggan
Pelanggan menilai produk dengan membandingkan manfaat yang diperoleh
dengan biaya yang dikeluarkan.Manfaat inilah yang menjadi salah satu komponen
yang menentukan nilai pelanggan dari sebuah produk.
-
Manfaat
Manfaat atau nilai pelanggan total (total customer value) adalah nilai moneter yang
dipikirkan atas sekumpulan manfaat ekonomis, fungsional, dan psikologis yang
diharapkan oleh pelanggan atas tawaran pasar tertentu (Philip Kotler, 2007).
22
(Hurriyati, 2005)menyatakan bahwa selain manfaat dari produk dan jasa, masih
terdapat lagi manfaat dari sisi relationship yang terdiri dari citra, kepercayaan, dan
solidaritas. Manfaat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Manfaat ekonomis
Manfaat ekonomis adalah keuntungan dari sisi finansial tetapi tidak terlepas dari
kualitas produk atau jasa yang ditawarkan. Pelanggan akan mencari perusahaan yang
menawarkan produk atau jasa yang berkualitas dengan harga yang lebih murah,
bukan mencari produk atau jasa yang murah namun tidak berkualitas. Hurriyati
dalam bukunya yang berjudul Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen
(Hurriyati, 2005)mengatakan bahwa sebuah usaha dengan harga yang rendah dan
kualitas yang sama dapat dengan mudah mengkomunikasikan nilai ekonomisnya
kepada pelanggan.
b. Manfaat fungsional
Manfaat fungsional adalah manfaat yang didapat dari mengkonsumsi barang atau
jasa yang sifatnya tangible seperti fisik produk, pelayanan dan kecakapan
karyawan.Produk yang ditawarkan mampu memenuhi fungsi yang sebenarnya, dan
memuaskan pelanggan.
c. Manfaat psikologis
Manfaat psikologis adalah manfaat yang berasal dari perasaan atau pernyataan dari
produk atau jasa yang memiliki keuntungan emosional yang berhubungan dengan
kebutuhan psikologis yang lebih pribadi, misalnya keamanan, reputasi, dan
persahabatan.Manfaat emosional lebih bersifat intangible yaitu kegunaan yang
diperoleh dari nilai afektif (perasaan) terhadap produk atau jasa, dapat dikatakan
manfaat ini didapat dari kemampuan produk untuk membangkitkan perasaan atau
emosi penggunanya,seperti manfaat citra dan reputasi merk. Merk dagang yang dapat
memberikan
keuntungan
emosional
akan
memenuhi
kebutuhan
psikologis
konsumen.
2.1.9.2 Menciptakan Nilai Pelanggan
Penciptaan nilai kepada pelanggan merupakan pendekatan dari manajemen
strategis yang dapat digunakan perusahaan untuk meningkatkan loyalitas pelanggan.
Pelanggan tidak hanya menerima kualitas, melainkan harus merasakan bahwa nilai
23
yang diterima sudah sesuai dengan besarnya uang yang telah dikeluarkan.Penciptaan
nilai tidak terjadi dalam waktu yang sangat singkat melainkan dalam penciptaannya
dibutuhkan suatu proses. Sumber-sumber nilai tersebut dapat diciptakan dalam
berbagai bentuk, antara lain :
1. Nilai berbasis harga produk
Produk yang berkualitas rendah dijual dengan harga rendah, akan dirasakan
cukup memuaskan bila pelayanannya baik dan produk tersebut belum tentu
diterima sebagai produk dengan nilai rendah. Demikian pula produk dengan
harga tinggi, dimana konsumen menginginkan produk yang mahal karena
adanya keyakinan bahwa produk yang mahal memiliki nilai yang tinggi
disertai dengan pelayanan yang memuaskan. Produk berkualitas tinggi yang
dijual dengan harga tinggi, tidak akan dirasakan sebagai produk yang
mempunyai nilai tinggi apabila pelayanan yang diberikan tidak memuaskan.
2. Nilai kemudahan atau akses
Konsumen akan memberikan nilai tertinggi bila dengan mudah mendapatkan
produk tertentu yang dibutuhkannya. Produk tersebut dapat ditemukan di
berbagai tempat.
3. Nilai berbasis pilihan
Memberi kesempatan pada pelanggan untuk menyeleksi berbagai pilihan
yang tersedia atau bagaimana pelanggan mengakses pilihan-pilihan tersebut,
sehingga menciptakan nilai bagi mereka. Nilai berbasis pilihan dibagi
menjadi beberapa bagian, seperti di bawah ini:
a. Nilai berbasis karyawan
Perusahaan memiliki karyawan yang bisa diandalkan sehingga pelanggan
merasa puas dan nyaman menggunakan produk. Informasi yang tepat dan
jelas serta pelayanan karyawan yang baik, akan membentuk nilai positif
dalam pribadi pelanggan.
b. Nilai yang memampukan
Banyak perusahaan dihargai oleh pelanggan bukan karena produk atau jasa
yang dihasilkannya, tetapi karena produk atau jasa membuat pelanggan
24
mampu melakukan sesuatu.Nilai hubungan mengacu pada nilai yang tercipta
ketika sebuah perusahaan membuat pelanggannya merasa lebih nyaman
berhubungan dengan perusahaan.
c. Nilai kejutan
Nilai ini diciptakan dengan memberikan berita baik atau perlakuan istimewa,
suatu pengalaman yang tidak terlupakan bagi pelanggan.
d. Nilai ingatan
Nilai ingatan adalah nilai yang tercipta ketika pelanggan terlibat dalam suatu
peristiwa atau pengalaman yang melekat dalam ingatan mereka dalam jangka
waktu yang panjang.
e. Nilai pengalaman
Nilai ini sangat terkait dengan penciptaan nilai saat pelanggan sedang
mencoba suatu produk atau jasa. Perusahaan dapat menciptakan nilai
pengalaman dengan menambahkan hiburan pada penawaran pelayanan atau
perusahaan dapat melakukannya dengan mengubah pengalaman pelayanan
menjadi pengalaman tak terlupakan dengan menciptakan pelayanan yang
menyenangkan dan memberikan pelayanan istimewa yang tidak akan
dilupakan pelanggan.
Selain mencari tahu kesempatan-kesempatan pembentukan nilai, tugas dari suatu
tim pemasaran adalah menciptakan serangkaian manfaat bagi pelanggan dengan
biaya yang rendah sehingga produk memiliki nilai yang superior. Konsep penciptaan
nilai pelanggan yang superior (superior customer value).
Gambar 2.3 Penciptaan Nilai Konsumen
Sumber: flatworldknowledge.com
25
2.1.10Superior Customer Value
Saat ini dikenal suatu istilah dalam pemasaran modern yaitu value-driven
marketing, yang dimana teknik pemasaran ini berbeda dengan pemasaran
tradisional.Tujuan dari value-driven marketing ialah menciptakan kesan yang dalam
dari aspek afektif maupun kognitif konsumen (Doyle, 2003).Kesan inilah yang
menjadi nilai bagi hidup mereka.Dengan pendekatan ini, perusahaan dapat
menciptakan daya tarik bagi konsumen atau target pasar yang baru, juga
mendapatkan loyalitas pelanggan.Customer value adalah sebuah konsep yang paling
banyak digunakan oleh pelaku bisnis.Konsep ini sederhana dan dapat digunakan
sebagai langkah awal perumusan strategi selanjutnya.Banyak keputusan strategis
perusahaan atau pemilik merek menggunakan konsep ini sebagai landasan utamanya,
namun sayangnya konsep ini sering kali tidak terformulasikan dengan baik, ini
dikarenakan para pelaku bisnis tidak menggunakan hitungan-hitungan sistematis
dengan analisis data yang canggih, tetapi melalui judgment.
Paradigma saat ini strategi perusahaan tidak hanya pada bagaimana mengalahkan
pesaing, namun bagaimana menciptakan kepuasan pelanggan (customer satisfaction).
Dengan terciptanya kepuasan pelanggan maka akan mendorong mereka untuk
menggunakan produk atau jasa kita kembali. Salah satu yang penting dalam
memberikan kepuasan kepada pelanggan adalah seberapa besar value atau nilai yang
dirasakan atau diterima oleh pelanggan.Customer value merupakan selisih antara
customer received (yang diterima) dengan customer sacrifice (pengorbanan).
Nilai pelanggan yang superior (superior customer value) didefinisikan sebagai
kemampuan perusahaan menawarkan produk dengan persepsi kualitas atau manfaat
jauh di atas persepsi pelanggan atas harga atau pengorbanan, dimana dalam
penciptaan nilai tersebut, perusahaan tidak hanya mencari proposisi nilai yang
memuaskan target pelanggannya tetapi harus lebih efektif dibandingkan dengan
pesaing(Davina Armbrister, 2009). Peningkatan jumlah pelanggan baru dan proporsi
jumlah loyalitas pelanggan yang besar merupakan sumber utama pertumbuhan
bisnis. Menurut Hurriyati (Hurriyati, 2005), terdapat tiga pendekatan yang dapat
dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan nilai pelanggan yang superior yaitu
sebagai berikut:
26
1. Economic Value To The Customer
Dapat diciptakan jika perusahaan dapat meningkatkan profitabilitas pelanggan
dengan membantu pelanggan dalam hal peningkatan penjualan, pengurangan biaya,
dan hal lainnya yang berhubungan dengan beban (sejumlah nilai; uang) yang harus
dibayarkan.
2. Diferential Advantage
Dapat diciptakan jika pelanggan mempunyai persepsi bahwa produk atau layanan
yang ditawarkan oleh perusahaan memiliki keunggulan yang dirasakan sangat
penting sehingga mereka lebih menyukai produk atau layanan tersebut.
3. Brand Development
Dapat diciptakan dengan membentuk atribut, manfaat yang dimiliki oleh merek
tersebut, dimana merek yang dapat mempresentasikan target pasarnya berpeluang
besar dibeli dan sulit digoyahkan pesaing.
Ketiga pendekatan tersebut dibutuhkan untuk meningkatkan profitabilitas
perusahaan dimana setiap pelanggan mempunyai life cycle, mulai pelanggan sebagai
prospek, membeli pertama kali, menjadi pembeli tetap, sampai akhirnya pindah ke
kompetitor. Jika pada tahap awal consumers’ life cycle sudah pindah ke pesaing,
perusahaan akan rugi karena hilangnya kesempatan memenangkan target pelanggan.
Kondisi tersebut mengisyaratkan perlunya perusahaan untuk selalu berupaya
meningkatkan nilai pelanggan.Sukses tidaknya suatu perusahaan dalam menciptakan
pelanggan yang loyal sangat bergantung pada kemampuan perusahaan dalam
menciptakan nilai dan secara terus-menerus berupaya untuk memperbaikinya.
Dari landasan teori diatas, penulis tertarik dan ingin meneliti hubungan, dan
besarnya pengaruh store atmosphere, dan experiential marketing terhadap citra
merek, juga dampaknya terhadap superior customer value, yang dimana jika nilai
superior tersebut dapat dengan senantiasa diberikan, maka perusahaan akan
mendapatkan loyalitas pelanggan.
2.1.11 Hubungan Antar Variabel
Penelitian ini dilakukan untuk meneliti nilai superior dari konsumen atau
superior customer value, dimana nilai pelanggan telah menjadi fokus sebagian besar
perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.Superior customer value mencakup nilai
27
fungsional, sosial dan emosional. Nilai fungsional berkenaan dengan biaya moneter,
waktu, juga kenyamanan, nilai sosial berhubungan dengan kemampuan produk
dalam meningkatkan konsep diri konsumen, sedangkan nilai emosional berhubungan
dengan tanggapan emosional yang muncul dari akibat penggunaan suatu produk atau
jasa, seperti halnya perasaan senang atau bangga.
Untuk meningkatkansuperior customer value, dibutuhkan beberapa strategi, baik
dalam
peningkatan
kualitas
produk,
pelayanan,
juga
penerapan
strategi
positioning,diferensiasi, maupun pengaturan suasana toko.Hal ini dijelaskan oleh
jurnal yang berjudul Value Creation Challenges in Multichannel Retail Business
Models (Yrjölä, 2014)Pembentukan nilai konsumen ini dapat menciptakan citra
merek yang baik dibenak pelanggan.Citra dari merek erat kaitannya dengan logo,
kualitas, program pemasaran, pengalaman konsumen, dan faktor pembeda dengan
perusahaan lainnya.
Faktor diatas dapat mendukung terciptanya citra merek yang positif dibenak
konsumen, hal ini dapat dilakukan dengan program pemasaran yang baik, sehingga
menghasilkan pengalaman yang menarik bagi pelanggan. Suasana toko atau atmosfir
toko dapat menjadi faktor yang membedakan suatu toko dengan toko yang lain, hal
ini juga dapat menimbulkan persepsi kualitas, dan pengaruh terhadap pembentukan
nilai konsumen, hal ini dikemukakan oleh Ishwar Kumar dalam jurnal yang berjudul
Influence of Store Atmospherics on Customer Value(Ishwar Kumar, 2010). Begitu
pula halnya dengan citra sebuah merek, dan pengalaman konsumen atauexperiential
marketing yang dirasakan pelanggan, yang berhubungan dengan indera pengelihatan,
pendengaran, penciuman, juga perasaan, dan interaksi yang tercipta.
Berdasarkan penguraian di atas, maka diketahui bahwastore atmosphere, dan
experiential marketingdapat mempengaruhi citra merek, dan ketiganya memiliki
pengaruh terhadap penciptaan nilai superior dari konsumen atau superior customer
value.Dengan demikian, jika perusahaan dapat melaksanakan managementstore
atmosphereyang sesuai dan menciptakanexperiential marketingyang baik dan tidak
terlupakan bagi konsumen, maka hal itudapat menciptakan citra merek yang positif
di benak konsumen, akhirnya hal ini akan berdampak pada penciptaan nilai superior
bagi konsumen.Dengan senantiasa berusaha menciptakan pengalaman yang bernilai
positif bagi pelanggan, perusahaan mampu menciptakan superior customer value,
nilai ini akhirnya akan menciptakan loyalitas pelanggan terhadap suatu produk atau
merek.
28
2.2 Kerangka Pemikiran
Dari teori yang telah dijabarkan diatas, peneliti telah membuat kerangka
pemikiran
yang
akan
digunakan
sebagai
acuan
rumusan
masalah
dan
pemecahannya.Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh store atmosphere dan
experiential marketing terhadap brand image baik secara simultan maupun parsial,
juga melihat pengaruh yang ditimbulkan terhadap variabel endogen superior
customer value baik secara langsung maupun tidak langsung.Kerangka pemikiran
dari penelitian ini dirangkum pada gambar dibawah ini.
T-2
Store
Atmosphere
T-4
T-1
Brand Image
Experiential
T-5
Marketing
T-3
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis, 2014
Superior
Customer
Value
Download