II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Feline Infectious Peritonitis Feline Infectious Peritonitis merupakan salah satu penyakit pada kucing yang disebabkan oleh virus dari famili coronaviridae, yaitu coronavirus (Norris 2007). Tidak semua kucing yang terinfeksi coronavirus dapat terserang FIP. Namun, ketika virus tersebut bermutasi kucing memiliki kemungkinan untuk terserang FIP. Infeksi tersebut dapat terjadi sangat fatal dan menyebabkan kematian (Anonim 2010). Coronaviridae Coronaviridae memiliki satu genus, coronavirus, yang dapat dibedakan kedalam empat kelompok antigenik I (mamalia), II (mamalia), III (unggas) dan IV (unggas). Virus dalam tiap kelompok menunjukkan reaksi-silang antigen tertentu, dan terdapat sejumlah serotype dalam satu spesies virus. Hewan yang kebal terhadap satu serotype rentan terhadap infeksi oleh serotype yang berbeda dari coronavirus (Fenner et al. 1995). Gambar 1. Partikel coronavirus dengan gambaran mikroskop elektron (Horzinek, Lutz 2000) Coronavirus merupakan virus RNA untai tunggal yang memiliki peplomer berbentuk tongkat dan luar biasa besarnya mencuat dari amplop sehingga menyebabkan partikel itu berbentuk korona matahari (Fenner et al. 1995). Virus ini menginfeksi berbagai spesies mamalia dan unggas, penyebab penting dari penyakit pernafasan dan pencernaan, ensefalomyelitis, hepatitis, serositis dan vaskulitis. Hal tersebut karena kebanyakan coronavirus memiliki tropisme yang kuat bagi sel epitel saluran pernafasan dan pencernaan (Horzinek, Lutz 2000). Keseluruhan siklus replikasi coronavirus berlangsung dalam sitoplasma dan relatif lambat. Untai RNA polaritas minus lengkap ditranskripsi dari RNA virion. Dari RNA virion tersebut dihasilkan himpunan tersarang mRNA dengan urutan unik pada ujung 5’nya yang kemudian ditranslasi. Pendewasaan melalui penguncupan ke dalam retikulum endoplasma dan sisterna Golgi. Terakhir virion dilepaskan melalui eksitosis (Fenner et al. 1995). Patogenesa Rute masuknya virus Feline Infectious Peritonitis ke dalam tubuh tidak diketahui dengan pasti. Menurut Aiello (1998), infeksi dapat disebabkan oleh ingesti virus atau juga transmisi secara aerosol. Setelah virus masuk melalui ingesti atau terpapar secara aerosol, virus Feline Infectious Peritonitis pada mulanya bereplikasi pada tonsil atau epitelium usus. Kemudian virus ditransportasikan melalui makrofag dan monosit menuju organ target primer seperti hati, limpa dan viceral lymph node. Perkembangan Feline Infectious Peritonitis dan bentuk klinis penyakit (seperti effusive atau noneffusive) tergantung pada respon kekebalan dalam tubuh kucing. Kucing dengan respon kekebalan humoral yang kuat dan kekebalan seluler (cell-mediated immunity, CMI) yang lemah atau tidak ada sama sekali respon perlawanan maka Virus FIP akan berkembang menjadi suatu bentuk viremia yang terus menerus dan bentuk FIP effusive. Bentuk penyakit effusive ini dihasilkan dari tersebarluasnya pembentukan dan deposisi immune complex pada pembuluh darah dan bertambahmudahnya aktivasi vaskulitis, kerusakan pembuluh, serta kebocoran serum dan protein ke dalam rongga tubuh. FIP non-effusive berkembang kronis pada kucing dengan respon kekebalan seluler dan kekebalan humoral yang hanya sebagian (tidak sempurna). Karakteristik pada kucing dengan keadaan ini yaitu immune-mediated (tampak adanya keterlambatan reaksi hipersensitivitas), granuloma perivaskular, lesio pada viscera abdominal, paru-paru, mata dan otak. Kucing yang memiliki respon kekebalan seluler yang kuat dengan atau tanpa respon kekebalan humoral, salah satunya dapat sembuh sempurna atau menjadi carrier infeksi persisten yang asimptomatik. Kontak langsung dengan kucing terinfeksi akan menyebabkan FIP berkembang pada kucing-kucing tersebut, terutama pada kondisi stres atau co-infeksi dengan Feline Leukemia Virus (FeLV). Beberapa yang asimptomatik, kucing yang seropositif carrier mungkin selanjutnya akan menjadi seronegatif dan berhenti mengeluarkan virus. Gejala Klinis Gejala klinis Feline Infectious Peritonitis sering berubah-ubah dan kompleks, tergantung variasi refleksi virus dalam tubuh, respon imunitas alami dan pengaruh dari stres lingkungan pada kucing (Norris 2007). Secara umum gejalanya seperti anoreksia, depresi, kehilangan berat badan, muntah, diare, ikterus, seizure atau gejala syaraf lain, keguguran, uveitis dan lesio granuloma retina (Shaw, Ihle 1997). Infeksi FIPV bisa berupa granuloma (kering, non-effusive, parenchymatous) atau effusive (basah, non-parenchymatous). Ini pertama kali dilaporkan oleh Montali dan Standberg tahun 1972 (Pedersen 2009). Menurut Barr, Bowman (2006), target FIP tipe basah adalah pada rongga tubuh sedangkan tipe kering memiliki target berbagai organ. Menurut Norris (2007), pasien dengan FIP effusive atau basah memiliki protein tinggi pada ruang abdominal, ruang perikardial (sekitar jantung) dan atau rongga toraks, demam, kehilangan berat badan, anemia dan peningkatan level serum globulin, meskipun tidak semua kucing mengikuti stereotype ini. Menurut Eldredge et al. (2008), FIP effusive pada kucing tampak sebagai penyakit kronis. Cairan berakumulasi pada rongga tubuh, terlihat dari gejala sulit bernafas karena adanya cairan pada rongga toraks atau pembesaran abdomen akibat cairan yang berakumulasi pada abdomen. Akumulasi cairan pada kantung jantung (pericardial) dapat menyebabkan kematian mendadak. Gejala klinis lain dari FIP tipe basah yaitu dehidrasi, muntah, diare, jaundice dan urin pekat. Jaundice dan urin pekat ini disebabkan oleh kegagalan hati. Feline Infectious Peritonitis yang non-effusive atau tipe kering menunjukkan gejala klinis yang hampir mirip FIP effusive, bedanya pada FIP noneffusive tidak dihasilkan cairan. Hal tersebut menyebabkan penyebaran dari bentuk ini sulit untuk didiagnosa (Eldredge et al. 2008). Karakteristik dari FIP tipe kering yaitu keberadaan granuloma pada organ-organ parenkim seperti ginjal, mesenteric lymph nodes, dinding perut (peritonium), hati, sistem syaraf pusat dan mata (Pedersen 2009). Sekitar 90% dari kasus FIP bentuk kering terlihat dari kerusakan pada mata atau otak, atau keduanya (Eldredge et al. 2008). Teknik Diagnosa Feline Infectious Peritonitis adalah salah satu penyakit virus yang sangat serius pada kucing. Diagnosa penyakit yang disebabkan oleh virus FIP dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, diagnosa radiografi dan ultrasonografi. Juga dengan pemeriksaan laboratorium diantaranya yaitu cell blood count (CBC), profil biokimia serum, analisis cairan, analisis cerebrospinal fluid (CSF), biopsi dan serologi (Shaw, Ihle 1997). Menurut Sharif et al. (2010), gejala klinis FIP tidak spesifik. Abnormalitas haematologi dan biokimia pada kasus FIP juga tidak spesifik. Uji serologi yang tersedia sekarang memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang rendah untuk mendeteksi infeksi aktif dan reaksi silang (cross-react) dengan strain FCoV berpatogenisitas rendah, Feline Enteric Coronaviruses (FECV). Reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) digunakan untuk mendeteksi FCoV dengan cepat dan sensitif, tetapi hasilnya harus diinterpretasikan dalam konteks gejala klinis. Sekarang ini, suatu diagnosa untuk memastikan adanya infeksi FIP dapat ditentukan dengan pemeriksaan histopatologi. Differensial Diagnosa Barr, Bowman (2006) menyebutkan bahwa penyakit Feline Infectious Peritonitis memiliki banyak kemiripan dengan penyakit lain sehingga differensial diagnosanya penting untuk diketahui. Demam yang tidak diketahui asal penyebabnya dapat membingungkan ketika penyakit yang lain pun menimbulkan gejala demam yang sama. Sakit jantung yang menyebabkan effusi pleural, dengan ciri khas keparahan spesifik yang rendah. Lesio dari lymphoma, khususnya pada ginjal, dengan pemeriksaan palpasi. Tumor central nervous system (CNS), penyakit respiratori (seperti Feline Calicivirus, Feline Herpes Virus, chlamydiosis, atau bakteri), pensteatitis (yellow fat disease), panleukopenia yang menyebabkan enteritis dan kerusakan hati merupakan penyakit-penyakit yang juga menampakkan gejala klinis yang mirip dengan penyakit Feline Infectious Peritonitis. Pengobatan Tidak ada terapi yang terbukti efektif dalam pengobatan penyakit Feline Infectious Peritonitis (Norris 2007). Pada umumnya kucing mengalami infeksi sekunder (selain FIP bentuk basah atau kering) dan kemudian mati (Eldredge et al. 2008). Menurut Aiello (1998), pengobatan cenderung untuk mengobati gejalanya (pengobatan simptomatis), bukan berdasarkan penyebabnya (pengobatan kausalis). Prednisolon atau cyclophosphamide, kedunya diberikan sebagai obat immunosupresif meskipun tingkat keberhasilannya terbatas. Kortikosteroid untuk membantu pencegahan penyebaran ke daerah mata (Barr, Bowman 2006). Pentoxifylline (Trental) digunakan oleh beberapa dokter hewan untuk pengobatan pada kerusakan pembuluh darah. Aspirin dosis rendah digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Interferon dan vitamin tambahan, khususnya vitamin C, diberikan pula dengan harapan dapat membantu menjaga daya tahan tubuh (Eldredge et al. 2008). 2.2. Kucing Kucing merupakan salah satu hewan karnivora mutlak atau obligat karnivora, artinya kebutuhan protein dalam tubuh dipenuhi sepenuhnya dengan memakan daging. Pencernaan kucing sangat mudah beradaptasi dengan makanan berupa daging namun terbatas beradaptasi dengan makanan mengandung karbohidrat dan serat (Bradshaw 1993). Biasanya kucing bersifat territorial dan hidup berpasangan atau sebagai kelompok keluarga (Smith, Mangkoewidjojo 1988). Secara fisologis dapat hidup pada suhu yang panas sehingga kucing kurang peka terhadap stres panas (Bradshaw 1993). Menurut Grzimek (1975) dan Allexander (1986), kucing domestik memiliki klasifikasi ilmiah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chorda Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Subkelas : Theria Ordo : Carnivora Sub ordo : Fissipedia Super famili : Cynofelidae Famili : Felidae Subfamili : Machairodonyinae Genus : Felis Spesies : Felis domesticae Gambar 2. Kucing lokal (Felis domesticae) 2.3. Ginjal Anatomi Ginjal Kucing memiliki dua ginjal yang terletak pada cranial rongga abdomen, masing-masing satu pada garis ventral otot lumbar hypaxial (Gambar 3). Masingmasing ginjal ini menempel pada otot lumbar tertutup oleh suatu penutup diantara parietal peritonium. Tidak ada mesenteric tambahan, terlihat organ abdominal yang lain dan ginjal digambarkan pada retroperitoneal. Ginjal kanan terkesan lebih ke cranial dibandingkan yang kiri karena pada bagian kiri rongga abdomen terdapat organ perut yang mendorong ginjal kiri dari posisi yang seharusnya (Aspinall, O’Reilly 2004). Gambar 3. Situs viscerum ginjal kucing (Eldredge et al. 2008) Sebagai salah satu organ dalam sistem urogenital, ginjal memiliki dua daerah utama yaitu korteks di bagian luar yang beraspek gelap dan medulla di bagian dalam yang agak cerah, berbentuk piramid terbalik (Dellmann, Brown 1992). Korteks normal berwarna gelap merah kecoklatan, tapi warna ini mungkin juga dipengaruhi substansi-substansi yang disaringnya (Aspinall, O’Reilly 2004). Pada kucing dewasa korteks seringkali berwarna kuning karena kandungan lemak yang besar pada sel epitel tubular (Newman et al. 2007). Ginjal kucing memiliki karakteristik bentuk seperti kacang dan memiliki suatu bagian yang dikenal dengan hilus. Pada bagian inilah terdapat pembuluh darah, saraf dan ureter masuk dan keluar dari ginjal (Aspinall, O’Reilly 2004). Menurut Dellmann, Brown (1992) kucing memiliki tipe ginjal unilobar atau unipiramid. Tipe ini sangat khas karena perpaduan lobusnya yang sempurna, sehingga apeks piramid membentuk papil umum yang bergerigi, disebut kresta renalis, duktus papilaris bermuara dalam pelvis renalis. Histologi Ginjal Pada sediaan ginjal dengan pembesaran rendah, akan tampak bagian ginjal yang terdiri dari kapsula, korteks dan medula. Kapsula adalah bagian luar yang membalutt ginjal. Baggian terluarnnya memilik ki serabut kolagen k sertta serabut elastik e pekat, seddangkan baggian dalamnnya terdiri dari d jaringann ikat longggar. Pada kaapsula ginjal anjiing, kuda dan d babi meemiliki otott polos, seddangkan pada ginjal kucing k tidak mem miliki otot poolos (Dellm mann, Brown n 1992). Unnit fungsionnal ginjal adalah a nefro on, yang meliputi m korrpuskulus reenalis (Gambar 4) yaitu glomerulus dalam d kapsu ula Bowmaan dan sisteem tubular yang t konvvoluti prokksimalis, jerrat (lup) Henle H dan ttubuli konv voluti meliputi tubuli distalis yaang dikumppulkan ke dalam d tubu uli pengumppul (Newm man et al. 2007). 2 Korpuskullus renalis terbentuk t daari jalinan kapiler k atau glomeruluss yang mem masuki jalinan eppitel ujungg nefron yang meluaas, yang diisebut kapssula glomeerulus (kapsula Bowman). B E Epitel kapssula pada korpuskulus k renalis khhas berupa epitel pipih selappis (Dellmaann, Brown 1992). Gambar 4. 4 Histologi korpuskuluus renalis giinjal kucingg. Tubuli diistal (5), vakuola lemak (6),, macula deensa (8), tubbuli proksim mal (9), urinnary space (12). Perbeesaran 250x. (Baccha, Bacha 2000) m eppitel yang bbersifat asiidofil, Tuubuli proksimalis padaa nefron memiliki berbentukk piramid deengan inti buulat terletak k basal dan memiliki m mikrovili panjang yang disebbut brush border b padaa permukaaan bebasnyaa. Epitel tuubuli proksiimalis pada karnnivora, teruutama pada kucing, baanyak menggandung buutir lipid berupa trigliserida dan fosfolipid. Tubuli distalis memiliki epitel yang lebih rendah sehingga lumennya cenderung lebih besar, selnya sempit, dan intinya tampak lebih banyak dibandingkan sayatan melintang tubuli proksimalis. Selain itu, tubuli distalis tidak memiliki brush border pada permukaan epitel dan sitoplasmanya tampak lebih pucat serta kurang asidofil (Dellmann, Brown 1992). Fungsi Ginjal Secara umum ginjal memiliki fungsi membuang bahan-bahan sampah tubuh dari hasil pencernaan atau yang diproduksi oleh metabolisme. Menurut Guyton, Hall (1997), ginjal menjalankan fungsi yang multiple diantaranya pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan konsentrasi osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektolit, pengaturan keseimbangan asam-basa, ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing, pengaturan tekanan arteri, sekresi hormon dan glukoneogenesis. Patologi Anatomi dan Histopatologi Ginjal yang Terinfeksi FIP Ginjal yang terinfeksi virus Feline Infectious Peritonitis memperlihatkan perubahan-perubahan baik secara anatomi maupun histologi. Ukuran ginjal seringkali menjadi sangat besar, diameternya 5 cm lebih besar dari ginjal normal (Pedersen 2009). Lesio granuloma banyak terlihat pada kapsula ginjal dan menyebar kebawah ke dalam parenkim ginjal (Gambar 5 dan 6). Gambar 5. Patologi anatomi ginjal kucing dengan FIP tipe kering (Pedersen 2009) Gambar 6. Ginjal kucing yang terinfeksi FIP tipe kering (Sharif et al. 2010) Histopatologi ginjal yang terinfeksi FIP menunjukkan adanya degenerasi hebat dan nekrosa dalam lapisan endothelium tubuli convoluted, kebanyakan sitoplasmolisis (Gambar 7). Ditunjukkan juga oleh terjadinya nefritis interstisialis yang memiliki ciri banyaknya infiltrasi limfosit, sel plasma dan beberapa neutrofil mati, disertai dengan dilatasi dan kongesti pembuluh darah interstisial. Luka vaskuler dikelilingi oleh proliferasi sel radang merupakan karakteristik untuk FIP tipe basah sedangkan ciri khas FIP tipe kering yaitu lesio granuloma. Pada lesio granuloma (Gambar 8) banyak terdapat fokus sel radang dan lesio nekrosaproliferatif (Sharif et al. 2010). Gambar 7. Gambaran histopatologi ginjal dengan lesio infiltrasi granuloma perivenous pada vena cortical renal. Pewarnaan Papanicolaou’s hematoxylin counterstain (Kipar et al. 2005) Gambar 8. Histopatologi ginjal kucing terinfeksi FIP. Pewarnaan Haematoxylin & Eosin (Sharif et al. 2010)