”Ideologisasi” Profesi Planner Dalam Proses Pendidikan Perencanaan Oleh : Dhani M. Muttaqin, ST* Direktur Eksekutif Pengurus Nasional Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Komunitas ahli perencanaan wilayah dan kota atau yang belakangan sering disebut Ahli Penataan Ruang (seiring dengan UU PR No 26/2007) sering menyebut namanya sebagai Planner. Planner merupakan sebuah profesi berbasis keilmuan yang spesific yaitu pendidikan bidang Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) sebagaimana yang disyaratkan dalam proses sertifikasi perencanaan bahwa calon certified Planner harus pernah mengenyam pendidikan di bidang PWK pada jenjang S1/S2/S3. Lingkup profesi planner tidak hanya terbatas pada planner profesional saja, tetapi beragam mulai dari birokrat pemerintahan, real estate, akademisi, aktivis sosial, politisi dan derivasi profesi lainnya yang masih berkaitan dengan aktivitas perencanaan pembangunan. Hal ini menggambarkan luasnya kesempatan dan kemungkinan kiprah para alumni pendidikan PWK. Secara umum dapat dikatakan bahwa kebutuhan terhadap tenaga planner pada berbagai derivasi profesi planner sangatlah besar dan ini harus diimbangi dengan adanya supply planner yang mencukupi baik dari segi jumlah dan maupun kualitas. Kebutuhan terhadap planner harus direspon oleh institusi pendidikan perencanaan untuk menghasilkan supply planner yang memadai dan sebagai proses awal kaderisasi planner. Pada kenyataannya justru pada institusi pendidikan terjadi planner loss yang cukup besar. Berdasarkan penelitian sampling sederhana terhadap beberapa angkatan Departemen Teknik Planologi ITB didapatkan bahwa kisaran angka rata-rata lulusan yang tidak menggeluti profesi planner adalah sebesar 40 %, sedangkan di perguruan tinggi lainnya angka itu lebih rendah yaitu pada kisaran 20 – 30 %. Meskipun pada akhirnya pilihan profesi itu merupakan pilihan masing-masing individu, tetapi angka planner lost yang cukup besar tersebut merupakan sebuah kerugian bagi keberlanjutan profesi planner dan sekaligus sebuah indikasi adanya suatu hal yang kurang pas dalam proses pendidikan perencanaan yang terjadi sekarang. Tingginya angka planner lost pada lulusan planologi/PWK ditenggarai salah satunya adalah karena minimnya informasi, pemahaman dan pemaknaan mengenai profesi planner dalam proses alih pengetahuan pendidikan perencanaan. Adalah salah satu tanggung jawab institusi pendidikan perencanaan dan para akademisi untuk melakukan proses kaderisasi awal terhadap calon-calon planner yang masih berstatus mahasiswa. Proses pendidikan perencanaan terasa kering dari semangat penurunan nilai dan idealisme planning, padahal proses ini sangat penting untuk menanamkan identitas profesi planner. Jargon-jargon yang dibuat untuk membentuk dan memperkuat identitas komunitas seperti ”The Few, The Proud, The Planner” yang dikenal sepintas dari para pengajar dan senior alihalih memberikan spirit corpse malah seringkali ditanggapi dengan banyak tanda tanya : The Few ??? The Proud ??? The Planner ??? Proses pendidikan perencanaan selain memberikan pengetahuan dan metode teknis perencanaan juga harus dapat memberikan jiwa, semangat, pemaknaan, etika dan kebanggaan profesi planner kepada para mahasiswanya dengan kata lain perlu adanya proses ”ideologisasi” profesi planner dalam proses pendidikan perencanaan kita. Secara umum ideologisasi merupakan sebuah proses yang dilakukan dalam sebuah komunitas/kelompok masyarakat untuk mengajak/menurunkan nilai-nilai ideal yang diyakini kepada masyarakat yang lebih luas atau generasi penerusnya dengan tujuan untuk menjadikan nilai-nilai ideal tersebut sebagai sebuah pegangan dan bahkan pedoman hidup. Dalam konteks ini, “ideologisasi” yang dimaksud adalah upaya yang dilakukan para planner senior, khususnya planner akademisi, untuk menanamkan nilai-nilai ideal profesi perencanaan secara objektif kepada para calon planner sehingga calon planner menjadi kenal, faham, berminat, dan lebih jauh lagi menjadi bagian dari keluarga besar planner di masa mendatang. Dalam tataran teknis, proses ini dapat diturunkan dalam beberapa aspek diantaranya : a. Kurikulum pendidikan Kurikulum pendidikan PWK harus memperkenalkan dinamika profesi planner, selain teori dan teknikteknik analisis perencanaan. Spektrum dan derivasi profesi planner yang luas harus diperkenalkan sehingga calon planner dapat menyesuaikan minat dan spesialisasi yang akan ditekuninya. Lebih teknisnya adalah dengan semakin banyaknya mata kuliah pilihan sesuai dengan minat setiap individu. b. Karakter pengajar Pengajar yang menguasai materi secara baik dan memiliki antusiasme dan semangat untuk mengembangkan profesi planner akan lebih memiliki pengaruh dalam membentuk pemahaman substansi materi dan ketertarikan terhadap planning secara keseluruhan. c. Metode pengajaran Metode pengajaran berupa diskusi mengenai pengenalan dan pengetahuan terhadap kondisi real di lapangan serta pemetaan derivasi profesi planner dengan melibatkan praktisi planning yang kompeten. d. Mentorship Proses ini dilakukan oleh institusi pendidikan dengan melibatkan institusi praktisi planner baik berupa institusi negara, perusahaan konsultan, LSM maupun individu planner melalui kerja praktek, tugas akhir, magang dengan arahan untuk memperkenalkan dunia planner pasca kampus. Skenario idealnya adalah dengan pendekatan tersebut mahasiswa menjiwai, tertarik dan dapat menempatkan dirinya dalam jenis profesi planner yang sesuai dengan minatnya serta memiliki roadmap yang jelas mengenai profesi planner yang akan dijalaninya. Selanjutnya adalah tugas organisasi profesi, dalam hal ini Ikatan Ahli Perencana (IAP), untuk melakukan proses kaderisasi selanjutnya melalui penjaringan anggota muda dan pelatihan-pelatihan pengembangan profesi untuk langsung menjaring dan mengenalkan para planner muda ini kepada dunia nyata profesi planner. Pada akhirnya apapun upaya yang dilakukan oleh institusi pendidikan perencanaan ataupun organisasi profesi (IAP), ketertarikan dan minat para planner muda akan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang real pragmatis - subjektif seperti : aktualisasi karya, penghargaan dan penerimaan masyarakat serta imbal balik finansial dibandingkan dengan alasan nilai dan idealisme planning.