BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
2.1
Jasa dan Pariwisata
2.1.1 Pengertian Jasa
Sehubungan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini
maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang memerlukan
penjelasan. Lupiyoadi dan Hamdani (2008: 6) mengemukakan bahwa jasa
merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukan berbentuk produk fisik
atau kontruksi, yang umumnya dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan serta
memberikan nilai tambah (misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau
kesehatan) konsumen.
Dalam bukunya Pemasaran Jasa, Nirwana (2012) mengutip dari Stanton,
mendefinisikan jasa sebagai kegiatan yang dapat diidentifikasikan secara
tersendiri dan pada prinsipnya tidak dapat diraba secara fisik (intangible) tetapi
dapat dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan pelanggan. Keberadaan jasa
tidak tergantung pada keberadaan benda fisik lainnya, sehingga jasa dapat berdiri
sendiri.
Dalam bisnis jasa, fokus pelanggan menjadi pilihan tepat untuk
menjalankan aktivitas pemasaran. Pelayanan purnajual kepada pelanggan adalah
perwujudan terciptanya layanan konsumen. Hal ini juga menjadi salah satu cara
8
9
untuk mempertahankan pelanggan. Oleh karena itu, pemasaran relasional menjadi
sangat signifikan dalam bisnis jasa. (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006).
2.1.2 Karakteristik dan Klasifikasi Jasa
Lupiyoadi dan Hamdani (2008: 6) mengemukakan bahwa produk jasa
memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk barang (fisik). Griffin
menyebutkan karakteristik jasa sebagai berikut:
1. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba,
didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting dari hal ini
adalah nilai tak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk
kenikmatan, kepuasan, atau kenyamanan.
2. Unstorability (tidak dapat disimpan). Jasa tidak mengenal persediaan
atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini
disebut juga inseparability (tidak dapat dipisahkan), mengingat pada
umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan.
3. Customization (kustomisasi). Jasa sering kali didesain khusus untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan.
Berdasarkan klasifikasi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade
Organization-
WTO),
sesuai
dengan
GATS/WTO-
Central
Product
Classification/MTN.GNS/W/120, ruang lingkup klasifikasi bisnis jasa meliputi:
1. Jasa Bisnis
2. Jasa Komunikasi
3. Jasa Konstruksi dan Jasa Teknik
10
4. Jasa Distribusi
5. Jasa Pendidikan
6. Jasa Lingkungan Hidup
7. Jasa Keuangan
8. Jasa Kesehatan dan Jasa Sosial
9. Jasa Kepariwisataan dan Jasa Perjalanan
10. Jasa Rekreasi, Budaya, dan Olahraga
11. Jasa Transportasi
12. Jasa Lain-lain
2.1.3 Pengertian Pariwisata
Khodyat (2013: 14) menyatakan bahwa menurut para ahli bahasa secara
etimologis, kata “pariwisata” berasal dari bahasa Sansekerta dan terdiri dari dua
suku kata, yaitu kata “pari” yang berarti “seluruh, semua dan penuh”, dan suku
kata “wisata” yang berarti “perjalanan”. Dengan demikian, kata “pariwisata”
dapat diartikan sebagai “perjalanan yang penuh” ;yaitu “…berangkat dari suatu
tempat, menuju dan singgah di suatu atau beberapa tempat dan kembali ke tempat
asal semula”.
Bahasa Inggris mengenal kata “travel”, “tour” dan kata “tourism”. Kata
“travel” dapat diterjemahkan dan mempunyai arti yang sama dengan kata
“perjalanan” atau “wisata”. Kata “tour” berarti “perjalanan keliling” yang
sebenarnya sama artinya dengan kata “pariwisata”.
11
Bahasa Inggris mengenal kata “tourism” pada abad ke 19. Akhiran
“…ism” yang melekat pada kata “tour…” mengacu pada pahamatau fenomena
yang terkait pada pengertian “tour”. Sama halnya seperti kata “ism”, pada kata
“ideal” sehingga menjadi “idealism”, pada kata “capital” sehingga menjadi
“capitalism”, kata “feodal” sehingga menjadi kata “feodalism” dan lain
sebagianya.
Disamping itu kata “tourism” sering juga diartikan sebagai “perjalanan
keliling” atau “tour” yang terorganisir (“organized tour”). Bahkan ada yang
mengartikannya sebagai “… komersialisasi kebutuhan manusia saat melakukan
perjalanan”.
Menurut Koen Meyers yang dikutip oleh Refdino (2013), pariwisata
adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh sementara waktu dari tempat
tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau
mencari nafkah melainkan hanya untuk memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan
waktu
senggang
atau
libur
serta
tujuan-tujuan
lainnya.
(http://assharrefdino.blogspot.com, 2013)
2.1.4 Pariwisata salah satu Aspek dari Perdagangan Jasa
Menurut Amalia (2013: 390) dalam jurnal kepariwisataan Indonesia
menyatakan, dalam penjelasan atas Undang Undang Kepariwisataan (UUK) Baru
kerancuan istilah biro perjalanan serta agen perjalanan tidak terdapat lagi karena
keduanya terlebur dalam istilah ‘usaha jasa perjalanan wisata’ terulas dalam pasal
14 huruf (d) selengkapnya sebagai berikut:
12
Yang dimaksud dengan ‘usaha jasa perjalanan wisata’ adalah usaha biro
perjalanan wisata dengan agen perjalanan wisata. Usaha biro perjalanan wisata
meliputi usaha penyediaan jasa perencanaan perjalanan dan/atau peyediaan jasa
pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata termasuk penyelenggraan perjalanan
ibadah. Usaha agen perjalanan wisata meliputi usaha jasa pemesanan sarana
seperti pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi serta pengurusan dokumen
perjalanan.
Pariwisata adalah salah satu aspek dari perdagangan jasa (trade in service),
perdaganagan yang menempatkan jasa sebagai komoditi dan suatu industri bukan
sekedar kegiatan usaha semata. WTO membedakan empat sektor yang termasuk
dalam usaha jasa pariwisata dan perjalanan.
a. Hotel and Restaurant (including catering) (CPC 641-643);
b. Travel Agencies and Tour Operator Services (CPC 7471);
c. Tourism Guides Services (CPC 7472);
d. Other.
2.1.5 Pariwisata Sebagai Industri Jasa
Isdaryono (2013) menyatakan bahwa Pariwisata adalah usaha yang
menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan
penyelenggaraan pariwisata. Salah satu jenis usaha pariwisata disini difokuskan
pada kondisi tour operator (selanjutnya dibaca biro perjalanan wisata/BPW) di
Indonesia. Sektor BPW dianggap penting karena sebagai salah satu sektor yang
nantinya akan terlibat langsung dengan liberalisasi perdagangan jasa pariwisata.
13
Yoeti (2008: 70) merumuskan pariwisata sebagai industri jasa. Masingmasing perusahaan yang membentuk industri pariwisata adalah perusahaan jasa
yang masing-masing bekerja sama menghasilkan produk yang dibutuhkan
wisatawan selama dalam perjalanan wisata yang dilakukannya pada suatu daerah
tujuan wisata. Masing-masing produk melengkapi produk lain untuk memberi
kepuasan kepada wisatawan. Adapun faktor-faktor produksi untuk pariwisata
adalah:
1. Kekayan Alam (natural resources)
2. Modal (capital)
3. Tenaga Kerja (man power)
4. Keterampilan (skill)
Dengan memahami pariwisata sebagai industri jasa maka sejalan dengan itu
perlu dipahami pula hal-hal berikut:
1. Pada penyediaan jasa-jasa pariwisata berlaku pula hukum ekonomi dan
tidak terlepas dari masalah permintaan (demand) dan penawaran (supply).
2. Penawaran (supply) dalam industri pariwisata tidak tersedia secara bebas,
diperlukan pengolahan dan pengorbanan (biaya) untuk memperolehnya.
Menurut Yoeti (2008: 72), produk industri pariwisata bersifat lebih
kompleks
dibandingkan
dengan
produk
perusahaan
manufaktur
yang
memproduksi produk berwujud. Seorang pemasar pariwisata haruslah memahami
dan mengerti sifat dan karakter produk yang akan ditawarkan kepada wisatawan
sebagai konsumen. Produk industri pariwisata memiliki karakteristik sebagai
berikut :
14
1. Tidak terjadi transfer of ownership
Bisnis pariwisata menjual jasa pelayanan. Ketika konsumen membeli jasa
pelayanan yang diinginkan, konsumen hanya berhak menikmati pelayanan itu
selama diperjanjikan dan tidak terjadi pemindahan hak milik walau wisatawan
membayar sejumlah uang, sehingga uang yang dibayar wisatawan hanya
berupa jasa pelayanan
2. Tidak bisa ditabung
Produk-produk yang membentuk paket wisata tidak dapat ditabung atau
disimpan seperti produk manufaktur. Pada barang-barang berwujud, setelah
diproduksi dan belum dijual, produk dapat disimpan untuk dijual keesokan
harinya. Hal ini tidak mungkin dilakukan pada komponen produk industri
pariwisata.
3. Produk tidak dapat dipindahkan
Dalam industri pariwisata, produk tidak dapat dipindahkan ke tempat
konsumen berada atau tinggal. Dengan kata lain, produk industri pariwisata
tidak dapat dipindahkan, akan tetapi konsumen (wisatawan) harus datang ke
tempat produk yang diproduksi berada.
4. Proses produksi dan konsumsi jatah bersamaan waktunya.
Produsen penghasil jasa tidak mungkin melakukan proses produksi tanpa
bantuan konsumen. Misalnya, wisatawan harus datang ke hotel dimana ia
menginap atau ke objek wisata yang akan dilihat atau disaksikannya. Hal ini
dapat dijelaskan oleh Schmoll yang merumuskan bahwa pada dasarnya
produksi industri pariwisata tidak dapat diproduksi jauh sebelum adanya
15
permintaan dari wisatawan sebagai konsumen. Dalam proses konsumsi itu,
wisatawan juga
memerlukan bantuan produsen atau penjual untuk
mengkonsumsinya sehingga konsumsi dapat berjalan sempurna. Misalnya,
untuk melakukan perjalanan wisata, wisatawan dibantu oleh produsen (dalam
hal ini pemimpin tur) yang mengurus segala kebutuhan wisatawan selama tur
diselenggarakan.
5. “Fragmented Supply vs Composite Demand”
Untuk menyusun suatu paket wisata diperlukan beberapa produk yang
dihasilkan oleh beberapa pemasok, akan tetapi sebaliknya jika wisatawan
membeli selalu dalam paket wisata yang utuh. Suatu paket wisata bukan
dibentuk oleh satu produk tetapi terdiri atas beberapa produk yang dihasilkan
beberapa perusahaan yang berbeda dalam kepemilikan, manajemen, lokasi,
produk, dan pemasarannya. Dilain pihak, wisatawan ingin membelinya dalam
paket yang utuh. Produk industri pariwisata sering diproduksi atau dijual
berdasarkan “on an incremental basis”, ada produk lain yang ditambahkan
terhadap suatu produk sehingga produk sehingga produk itu dapat memuaskan
pembeli.
6. Motivasi perjalanan beragam
Setiap orang melakukan perjalanan wisata dengan motivasi yang berbedabeda, baik rasional maupun tidak rasional. Motivasi tersebut lebih banyak
dipengaruhi oleh hasrat (passion) dan harapan yang akan dicapai bila
melakukan wisata.
16
7. “The Dominant Role of Travel Intermediaries”
Dalam kepariwisataan perantara dalam penjualan (Sales Intermediaries)
seperti Travel agent, tour operator, Reservation Services, Hotel and Charter
Brokers, Co-operative Travel Organizations merupakan ‘Channel Captain’
dalam pemasaran produk industri pariwisata dan peranannya sangat
menentukan. Tanpa bantuan perantara dapat dikatakan pemasaran produk
perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam kelompok industri pariwisata
sukar dilakukan.
8. “Complementarity of Tourist Service”
Produk perusahaan yang memberikan pelayanan wisata nilainya akan tinggi
bila produk tersebut dikombinasikan dengan produk lain hingga memiliki nilai
yang lebih tinggi bagi wisatawan. Contohnya adalah kombinasi dari
transportasi, akomodasi, restoran, objek dan atraksi wisata.
9. Pemasaran memerlukan dukungan organisasi resmi
Dengan karakter penawaran yang terpisah-pisah, terdiri dari perusahaan kecil
menengah, permintaan dalam suatu paket yang utuh maka wajar bila
pemerintah turut membantu suksesnya pemasaran kepariwisataan. Untuk itu
perlunya peranan organanisasi pariwisata baik tingkat nasional dan daerah,
baik organisasi pemerintah dan swasta untuk mensukseskan kegiatan
pemasaran baik untuk tingkat daerah maupun tingkat nasional.
10. Memerlukan After Sales Services
Diperlukan adanya layanan purna jual pada produk wisata. Pada paket wisata
setelah dibeli, Biro Perjalanan Wisata mengatakan program tur dapat
17
dijuallihat pada ‘tour itinerary’ dalam brosur terlampir. Pembeli tidak bisa
langsung menikmati perjalanan wisata yang dibelinya, tanpa bantuan si
penjual wisatawan tidak dapat berangkat sendirian. Si pembeli tidak mungkin
melakukannya sendiri karena semua reservasi dilakukan oleh Biro Perjalanan
Wisata yang menyusun rencana perjalanan dan penjual paket wisata yang
dibeli calon wisatawan.
11. “Perishable Product”
Ada pakar yang menyatakan bahwa produk industri pariwisata adalah produk
yang cepat rusak (perishable). Bila terlalu lama tidak dipakai atau digunakan
akan rusak dan tidak berguna atau tidak terpakai lagi dan akan mendatangkan
kerugian bagi perusahaan. Hal ini dapat terjadi pada komponen produk
industri pariwisata seperti pada penerbangan. Jika sebuah pesawat Boeing 747
memiliki kapasitas 450 tempat duduk sedangkan pada waktu keberangkatan
hanya diisi oleh 300 penumpang maka sisanya 150 tempat duduk yang tidak
terisi dianggap sebagai perishable karena tidak terjual.
2.2
Pemasaran
2.2.1 Pengertian Pemasaran
Kotler dan Keller (2009: 5) mengemukakan bahwa American Marketing
Association (AMA) menawarkan definisi formal berikut: Pemasaran adalah satu
fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengomunikasikan,
dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan
18
pelanggan dengan cara yang menguntungkan organiasi dan pemangku
kepentingannya.
Definisi pemasaran yang lain menurut Assauri ( 2010:5) adalah sebagai
kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan
dan keinginan melalui proses pertukaran.
Berikut evolusi gagasan-gagasan pemasaran awal (Kotler, 2009:19) :
1. Konsep Produksi
Konsep ini menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang
tersedia dalam jumlah yang banyak dan tidak mahal. Para manager dari
bisnis yang berorientasi pada produksi berkonsentrasi untuk mencapai
efisiensi produksi yang tinggi, biaya rendah, dan distribusi massal.
2. Konsep Produk
Konsep produk berpendapat bahwa konsumen menyukai produk yang
menawarkan kualitas, kinerja, atau fitur inovatif terbaik. Manager dari
organisasi ini berfokus untuk membuat produk yang unggul dan senantiasa
memutakhirkannya.
3. Konsep Penjualan
Konsep penjualan beranggapan bahwa konsumen dan bisnis, jika
dibiarkan tidak akan membeli cukup banyak produk organisasi.
Karenanya, organisasi tersebut harus melakukan upaya penjualan dan
promosi yang agresif.
19
4. Konsep Pemasaran
Konsep pemasaran beranggapan bahwa kunci untuk mencapai tujuan
organisasi adalah menjadi lebih efektif daripada pesaing dalam
menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan
yang lebih baik kepada pasar sasaran yang dipilih.
5. Konsep Pemasaran Holistik
Konsep pemasaran holistik didasarkan atas pengembangan, desain, dan
pengimplementasian program pemasaran, proses, dan aktivitas-aktivitas
yang menyadari keluasan dan sifat saling ketergantungannya. Pemasaran
holistik menyadari bahwa “segala hal berarti” dalam pemasaran-dan
bahwa perspektif yang luas dan terintegrasi sering kali diperlukan. Jadi,
pemasaran holistik adalah suatu pendekatan yang berusaha menyadari dan
mendamaikan ruang lingkup dan kompleksifitas aktivitas pemasaran.
2.2.2 Bauran Pemasaran
Lupiyoadi dan Hamdani (2008: 70) mengemukakan bahwa bauran
pemasaran pada produk barang yang kita kenal selama ini berbeda dengan bauran
pemasaran untuk produk jasa. Hal ini terkait dengan perbedaan karakteristik jasa
dan barang. Bauran pemasaran produk barang mencakup 4P: product, price,
place, dan promotion. Sedangkan untuk jasa keempat hal tersebut masih dirasa
kurang mencukupi. Para pakar pemasaran menambahkan tiga unsur lagi: people,
process, dan customer service. Ketiga hal ini terkait dengan sifat jasa dimana
tahapan operasi hingga konsumsi merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat
20
dipisahkan serta mengikutsertakan konsumen dan pemberi jasa secara langsung,
dengan kata lain terjadi interaksi langsung antara keduanya (meski tidak untuk
semua jenis
mempengaruhi
jasa). Sebagai suatu bauran,
satu
sama
lain
sehingga
unsur-unsur tersebut
bila
salah
satu
tidak
saling
tepat
pengorganisaiannya akan mempengaruhi strategi pemasaran secara keseluruhan.
Dengan demikian, unsur bauran pemasaran jasa terdiri atas tujuh hal,
yaitu:
1. Product (produk): jasa seperti apa yang ingin ditawarkan
2. Price (harga): bagaimana strategi penentuan harga.
3. Promotion (promosi): bagaimana promosi yang harus dilakukan.
4. Place (tempat): bagaimana sistem penyampaian jasa yang akan
diterapkan.
5. People (orang): jenis kualitas dan kuantitas orang yang akan terlibat
dalam pemberian jasa.
6. Process (proses): bagaimana proses dalam operasi jasa tersebut.
7. Customer service (layanan konsumen): tingkat jasa yang bagaimana
yang akan diberikan kepada konsumen.
2.3
Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam
mendapatkan, menggunakan (memakai, mengkonsumsi) dan menghabiskan
produk (barang dan jasa) termasuk proses yang mendahului dan mengikuti
tindakan ini. (Supranto dan Limakrisna, 2007: 4).
21
Sedangkan menurut Mangkunegara (2005: 4) mengemukakan bahwa
perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu,
kelompok atau organisasi yang berhubuungan dengan proses pengambilan
keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis
yang dapat dipengaruhi lingkungan.
Dari dua jenis definisi di atas dilihat ada dua hal penting dari perilaku
konsumen yaitu proses pengembalian keputusan dan kegiatan fisik yang
semuanya
ini
melibatkan
individu
dalam
menilai,
mendapatkan
dan
mempergunakan barang-barang dan jasa secara ekonomis. Dengan kata lain
perilaku konsumen adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku konsumen dalam
arti tindakan-tindakan yang dilakukan untuk membeli suatu barang atau jasa
tertentu.
2.4
Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi
Perilaku
Konsumen dalam
Pengambilan Keputusan Pembelian
2.4.1 Faktor Budaya
Kotler dan Armstrong ( 2008 : 159 ) menyatakan bahwa Budaya adalah
kumpulan nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari oleh
anggota masyarakat dari keluarga dan institusi penting lainnya.
Dalam konteks pemahaman budaya dan pengaruhnya terhadap perilaku
konsumen budaya didefinisikan sebagai keseluruhan dari keyakinan, nilai dan
kebiasaan yang dipelajari oleh suat kelompok masyarakat tertentu yang membantu
mengarahkan perilaku konsumen. (Suryani, 2008: 285).
22
Perusahaan pemasar dapat mempelajari kebudayaan masyarakat melalui
interaksi baik fisik maupun elektronik seperti televisi, radio dan lain-lain yang
disebut alkulturasi. Proses ini penting bagi perusahaan pemasar apabila ingin
memasarkan produknya kepada masyarakat dengan budaya yang berbeda.
(Prasetijo dan Ihalauw, 2005: 186).
2.4.2 Faktor Sosial
1. Kelompok Referensi
Dari berbagai kelompok yang ada, bentuk kelompok yang mempunyai
relevansi dengan perilaku konsumen adalah kelompok acuan (referensi).
Kelompok acuan merupakan individu atau kelompok yang dijadikan rujukan yang
mempunyai pengaruh nyata bagi individu. Konsumen yang mengacu perilakunya
pada kelompok rujukan tertentu belum tentu menjadi anggota kelompok itu.
(Suryani, 2008: 215).
Supranto dan Limakrisna (2007: 4) mengemukakan bahwa kelompok
referensi bisa mempunyai pengaruh /dampak yang positif atau negatif pada
konsumen. Banyak kelompok referensi menyatukan makna budaya positif yang
diinginkan dan menjadi kelompok referensi yang “assosiative” sehingga
konsumen ingin menyamai atau melebihi (emulate) atau berafiliasi dengannya!
Kelompok sosial lainnya mewujudkan makna yang tidak disukai (distasteful) dan
membantu sebagai suatu titik referensi dimana orang lain menghindari , mereka
(kelompok sosial tersebut) menjadi kelompok referensi yang “dissosiative”
23
2. Keluarga
Kotler dan Armstrong ( 2008 : 165 ) mengemukakan bahwa Anggota
keluarga bisa sangat mempengaruhi perilaku pembeli. Keluarga adalah organisasi
pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan telah diteliti
secara ekstensif. Pemasar tertarik pada peran dan pengaruh suami, istri, serta
anak-anak dalam pembelian barang dan jasa yang berbeda.
Bagi kebanyakan konsumen, keluarga merupakan kelompok rujukan yang
utama untuk berbagai sikap dan perilaku. Keluarga merupakan pasar target utama
bagi kebanyakan produk dan kategori produk. (Schiffman dan Kanuk, 2008:325)
3. Peran dan Status
Seseorang menjadi anggota banyak kelompok-keluarga, klub, dan
organisasi. Posisi seseorang dalam masing-masing kelompok dapat didefinisikan
dalam peran dan status. Peran terdiri dari kegiatan yang diharapkan dilakukan
seseorang sesuai dengan orang-orang disekitarnya. Masing-masing peran
membawa status yang mencerminkan nilai umum
yang diberikannya dalam
masyarakat. (Kotler dan Armstrong, 2008 : 168)
2.4.3 Faktor Pribadi
Kepribadian konsumen sifatnya unik, dengan demikian tidak ada dua
konsumen yang memiliki kepribadian yang sama persis. Karena keunikan inilah,
maka menjadi tantangan bagi pemasar untuk melakukan perlakuan yang berbeda.
Dua orang yang sama-sama membutuhkan pelayanan jasa wisata, sangat
24
dimungkinkan untuk dilayani secara berbeda karena karakteristik kepribadiaannya
yang berbeda. (Suryani, 2008: 57).
Pemasar harus cukup jeli melihat kepribadian konsumen dan ciri-cirinya.
Demikian uniknya, sehingga kepribadian justru sering menjadi dasar yang tepat
untuk segmentasi produk yang memiliki fungsi dan kegunaan yang dekat dengan
ciri-ciri kepribadian. Dalam persaingan yang semakin ketat, ceruk-ceruk pasar
dengan ciri-ciri kepribadian yang khas justru mendatangkan peluang yang
menguntungkan. (Prasetijo dan Ihalauw, 2005: 50).
2.4.4 Faktor Psikologis
Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran
konsumen antara kedatangan rangsangan pemasaran dari luar dan keputusan
pembelian akhir. Empat faktor psikologis kunci- motivasi, persepsi, pembelajaran
dan memori-mempengaruhi respon konsumen secara fundamental. (Kotler dan
Keller, 2009: 177).
1. Motivasi
Setiadi (2008:94) menyatakan bahwa Motivasi berasal dari Bahasa latin
yang berbunyi movere yang berarti dorongan atau menggerakkan.
Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan,
menyalurkan dan mendukung perilaku manusia. Motivasi semakin penting
agar konsumen mendapatkan tujuan yang diinginkannya secara optimum.
25
2. Persepsi
Schiffman dan Kanuk (2008:137) menyatakan persepsi didefinisikan
sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan
menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal
mengenai duia. Proses ini dapat dijelaskan sebagai “bagaimana kita
melihat dunia di sekililing kita”.
3. Pembelajaran
Supranto dan Limakrisna (2007: 115) menyatakan bahwa pembelajaran
penting bagi proses konsumsi. Kenyataannya, perilaku hasil pembelajaran,
seperti diuraikan pada Gambar 2.1, orang memperoleh sebagian besar
sikapnya, nilai (value), rasa (=taste), perilaku, preferensi, arti simbolik dan
perasaan melalui pembelajaran.
culture
Values
Attitudes
Tastes
Preferences
Sub culture
Social class
Family
Friends
Learning
Institusion
Skills
Feelings
Meanings
Behavior
Experiences
Mass Media
Advertising
Sumber : Supranto dan Limakrisna (2007: 116)
Gambar 2.1
Learning in A Key To Consumer Behaviour
Purchase
and use
behavior
26
4. Memori
Kotler dan Keller (2009: 181) mengungkapkan bahwa semua informasi
dan pengalaman yang kita hadapi ketika kita menjalani hidup
dapat
berakhir di memori jangka panjang kita. Ahli psikologi kognitif
membedakan antara memori jangka pendek (short term memory-STM)penyimpanan informasi temporer dan terbatas-dan memori jangka panjang
(long term memory- LTM)- penyimpanan yang lebih permanen dan pada
dasarnya tidak terbatas.
2.5
Motivasi Perjalanan Wisata
Menurut Robert W. MacIntosh dalam bukunya Tourism: Principles,
Practise and Philosophies yang dikutip oleh Yoeti (2008: 113) mengatakan
mengapa orang melakukan perjalanan wisata disebabkan oleh empat hal, yaitu:
1. Motivasi Fisik
Orang-orang melakukan perjalanan wisata, tujuannya untk mengembalikan
keadaan fisik yang sudah lelah karena bekerja terus, mereka perlu
beristirahat dan bersantai, melakukan kegiatan olahraga, agar sekembali
dari perjalanan wisata bergairah dan bersemangat kembali waktu masuk
kerja.
2. Motivasi Kultural
Orang-orang tergerak hatinya untuk melakukan perjalanan wisata
disebabkan ingin melihat dan menyaksikan tingkat kemajuan kebudayaan
suatu bangsa, baik kebudayaan di masa lalu maupun apa yang sudah
27
dicapainya sekarang, di samping ingin melihat dan menyaksikan adatistiadat, kebiasaan hidup (the way of life) suatu bangsa yang berbeda
dengan apa yang dimiliki negara lain.
3. Motivasi Personal
Orang-orang ingin melakukan perjalanan wisata karena adanya keinginan
untuk mengunjungi sanak keluarga yang sudah lama tak bertemu atau
mencari kenalan teman yang sudah lama tidak bertemu.
4. Motivasi Status dan Prestise
Ada orang-orang tertentu yang beranggapan dengan melakukan perjalanan
wisata dapat meningkatkan status dan prestise keluarga, menunjukkan
mereka memiliki kemampuan ketimbang orang lain.
2.6
Faktor-faktor Stimulus Dalam Membeli Paket Perjalanan Wisata
2.6.1 Faktor Persepsi Harga
Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih,
mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu
gambaran yang berarti dari dunia ini. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda
dari objek yang sama karena adanya tiga proses persepsi:
1. Perhatian yang selektif
2. Gangguan yang selektif
3. Mengingat kembali yang selektif
28
Faktor-faktor persepsi ini –yaitu perhatian, gangguan, dan mengingat kembali
yang selektif- berarti bahwa para pemasar harus bekerja keras agar pesan yang
yang disampikan diterima. Setiadi (2008:15).
Kotler dan Keller (2009: 67) menyatakan bahwa harga adalah salah satu
elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan; elemen
lain
menghasilkan biaya. Mungkin harga adalah elemen termudah dalam program
pemasaran untuk disesuaikan; fitur produk, saluran, dan bahkan komunikasi
membutuhkan lebih banyak waktu. Harga juga mengkomunikasikan positioning
nilai yang dimaksudkan dari produk atau merek perusahaan ke pasar. Produk yang
dirancang dan dipasarkan dengan baik dapat dijual dengan harga tinggi dan
menghasilkan laba yang besar.
Menurut Kotler dan Keller (2009: 72) menyatakan bahwa memahami
bagaimana konsumen sampai pada persepsi harga mereka adalah prioritas
pemasaran yang penting.
1. Harga Referensi
Riset memperlihatkan bahwa meskipun konsumen mungkin mempunyai
pengetahuan yang cukup banyak tentang kisaran harga yang terlibat,
ternyata hanya sedikit konsumen yang dapat mengingat harga spesifik
produk secara akurat. Meskipun demikian, ketika mempelajari produk,
konsumen
sering
menerapkan
harga
referensi
(reference
price),
membandingkan harga yang diteliti dengan harga referensi internal yang
mereka ingat atau dengan kerangka referensi ekternal seperti “harga eceran
regular” yang terpasang.
29
2. Asumsi harga kualitas
Banyak konsumen menggunakan harga sebagai indikator kualitas.
Penetapan harga pencitraan sangat efektif untuk produk sensitif seperti
mobil mahal. Harga dan persepsi kualitas mobil berinteraksi. Mobil yang
harganya lebih mahal dianggap memiliki kualitas tinggi. Mobil yang
berkualitas tinggi biasanya dianggap memiliki harga yang lebih tinggi dari
harga sesungguhnya. Beberapa merek mengadopsi ekslusivitas dan
kelangkaan sebagai sarana untuk menekankan keunikan dan membenarkan
penetapan harga premium.
3. Akhiran Harga
Banyak penjual yakin harga harus berakhir dengan angka ganjil.
Pelanggan melihat barang dengan $299 berada dalam kisaran $200 dan
bukan $300.
Riset
memperlihatkan bahwa
konsumen cenderung
memproses harga dari “kiri ke kanan” dan bukan membulatkan.
Pengkodean harga dengan cara ini penting jika ada batasan harga mental
pada harga pembulatan yang lebih tinggi.
Harga yang berakhiran dengan angka 0 dan 5 juga umum di pasar; akhiran
harga tersebut dianggap lebih mudah diproses dan diingat oleh konsumen.
Tanda “obral” disebelah harga dapat menaikkan permintaan, tetapi hanya
jika tidak digunakan secara berlebihan.
30
2.6.2 Faktor Kualitas Produk
Puspita (2013: 396) menyatakan bahwa Kualitas produk dan jasa
didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa yang
dihasilkan dari pemasaran, rekayasa, produksi dan pemeliharaan yang membuat
produk dan jasa tersebut dapat digunakan memenuhi harapan pelanggan atau
konsumen.
Kotler dan Keller (2009: 143) mengungkapkan bahwa kepuasan juga
tergantung pada kualitas produk dan jasa. Kualitas (quality) adalah totalitas fitur
dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Ini jelas merupakan definisi
yang berpusat pada pelanggan. Kita dapat mengatakan bahwa penjual telah
menghantarkan kualitas ketika produk atau jasanya memenuhi atau melebihi
ekspetasi pelanggan.
Menurut David Garvin yang dikutip Vincent Gasperz dalam buku Husein
Umar (2005: 37) untuk menentukan dimensi kualitas produk, dapat melalui
delapan dimensi seperti yang dipaparkan berikut ini:
1. Perfomance
Hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan
karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli
barang tersebut.
2. Features
Yaitu aspek perfomansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar,
berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
31
3. Reliability
Hal ini berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang
berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode
waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
4. Conformance
Hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang
telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
Konfirmasi merefleksikan derajat ketepatan antara karakteristik design
produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.
5. Durability
Yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau
masa pakai barang.
6. Serviceability
Karakteristik
yang
berkaitan
dengan
kecepatan,
kompetensi,
kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan
barang.
7. Aesthetics
Merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai
estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari
preferensi individual.
8. Fit and Finish
Sifat subyektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai
keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas.
32
2.6.3 Faktor Destinasi
Legawa (2008) menyatakan bahwa destinasi pariwisata adalah suatu
entitas yang mencakup wilayah geografis tertentu yang didalamnya terdapat
komponen produk pariwisata (attraction, amenities, accebilities) dan layanan,
serta unsur pendukung lainnya (masyarakat, pelaku industri pariwisata, dan
institusi pengembang) yang membentuk sistem yang sinergis dalam menciptakan
motivasi kunjungan serta totalitas pengalaman kunjungan bagi wisatawan.
Tipologi Destinasi Pariwisata (UN-WTO)
1. Kawasan perairan/bahari (coastal zone)
2. Kawasan pantai (beach destination and site)
3. Kawasan gurun (destination in desert &Ariad areas)
4. Kawasan pegunungan (mountain destinations)
5. Kawasan Taman Nasional (natural & sensitive)
6. Kawasan ekowisata (ecotourism destinations)
(http://abylegawa.blogspot.com, 2008)
Menurut Sudiarta (2011) dalam jurnalnya menyatakan, menurut Mill and
Morison, menggambarkan pariwisata sebagai suatu sistem dengan empat elemen
atau variable: 1). Permintaan (demand), 2). Perjalanan (travel), 3). Destinasi
(destination) dan 4). Pemasaran (Marketing). Empat komponen tersebut saling
ketergantungan dan mempengaruhi sehingga sistem dapat berjalan dengan baik
(Cathy et.al 2008). Bila digambarkan sebagai suatu model, elemen permintaan
dapat disamakan dengan daerah asal wisatawan atau Tourist Generating Countries
(TGC) sedangkan destinasi dapat disamakan dengan daerah tujuan wisata atau
33
Tourist Destination Countries (TDC) yang merupakan daerah tujuan bagi
wisatawan. Sedangkan elemen perjalanan (travel) dan pemasaran (marketing)
adalah penghubung Antara TGC dan TDC.
Travel akan membawa wisatawan dari daerah asal menuju daerah tujuan
wisata, misalnya wisatawan dari Eropa menuju ke Bali (Destinasi). Sedangkan
elemen marketing berperan memasarkan, mengkomunikasikan daerah tujuan
wisata kepada wisatawan di daerah asalnya. Sehingga wisatawan akan mengetahui
berbagai daya Tarik yang ada didaerah tujuan wisata, dengan adanya kegiatan
marketing dan berbagai bentuk promosi dan komunikasi yang dilakukan.
2.6.4 Faktor Promosi
Kotler dan Keller (2009: 219) menyatakan bahwa promosi penjualan (sales
promotion), bahan inti dalam kampanye pemasaran, terdiri dari koleksi insentif ,
sebagaian besar jangka pendek, yang dirancang untuk menstimulasi pembelian
yang lebih cepat atau lebih besar atas produk atau jasa tertentu oleh konsumen
atau perdagangan.
Menurut Setiadi (2008:257) promosi penjualan dapat dirancang untuk
memperkenalkan produk baru, dan juga membangun merek dengan penguatan
pesan dan citra perusahaan. Selain itu promosi penjualan dapat mendorong
konsumen dengan segera untuk melakulan pembelian.
Secara umum terdapat tiga tujuan dari promosi penjualan, yaitu :
1. Merangsang permintaan oleh pengguna industri atau konsumen rumah
tangga
34
2. Memperbaiki kinerja pemasaran dari penjual kembali
3. Sebagai suplemen periklanan, penjualan tatap muka, hubungan masyarakat
dan pemasaran langsung.
Menurut Kotler dan Keller (2009: 189) menyatakan bahwa setiap alat
komunikasi mempunyai karakter unik dan biayanya sendiri.
1. Iklan
Iklan menjangkau pembeli yang tersebar secara geografis. Iklan dapat
membangun citra jangka panjang bagi produk atau memicu penjualan
cepat.
2. Promosi Penjualan
Perusahaan menggunakan alat promosi penjualan – kupon, kontes,
premi dan semacamnya – untuk menarik respon pembeli yang lebih
kuat dan lebih cepat, termasuk efek jangka panjang seperti
menjelaskan penawaran produk dan mendorong penjualan yang
menurun.
3. Hubungan Masyarakat dan Publisitas
Pemasaran cenderung kurang memanfaatkan hubungan masyarakat,
tetapi program yang dipikirkan dengan baik dan dikoordinasikan
dengan elemen bauran pemasaran lainnya bisa sangat efektif, terutama
jika perusahaan harus menantang konsepsi konsumen yang salah.
4. Pemasaran langsung dan Interaktif
Pemasaran langsung dan interaktif mempunyai banyak bentuk (melalui
telepon, online, dan secara pribadi).
35
5. Penjualan Personal
Penjualan personal merupakan alat paling efektif pada setiap proses
pembelian selanjutnya, terutama dalam membentuk preferensi,
keyakinan, dan tindakan pembeli.
2.7
Proses Keputusan Pembelian Konsumen
Kotler dan Keller (2009: 184) menyatakan bahwa proses psikologis dasar
memainkan peranan penting dalam memahami bagaimana konsumen benar-benar
membuat keputusan pembelian mereka. Selanjutnya diterangkan bahwa, periset
pemasaran telah mengembangkan “model tingkat” proses keputusan pembelian
(lihat Gambar. 2.2).
Pengenalan
Masalah
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Perilaku
Pascapembelian
Sumber : Kotler dan Keller (2009: 185)
Gambar 2.2
Model Lima Tahap Proses Pembelian Konsumen
1. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari suatu masalah atau
kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Pemasar
harus mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu dengan
mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen.
2. Pencarian Informasi
Ternyata, konsumen sering mencari jumlah informasi yang terbatas.
Keadaan pencarian informasi yang lebih rendah disebut perhatian tajam.
36
Pada tingkat ini seseorang hanya menjadi lebih reseptif terhadap informasi
tentang sebuah produk. Pada tingkat berikutnya, seseorang dapat
memasuki pencarian informasi aktif: mencari bahan bacaan, menelepon
teman, melakukan kegiatan online, dan mengunjungi toko untuk
mempelajari produk tersebut.
Sumber informasi utama di mana konsumen dibagi menjadi empat
kelompok:
a. Pribadi : Keluarga, teman, tetangga, rekan.
b. Komersial : Iklan, situs Web, wiraniaga, penyalur, kemasan, tampilan.
c. Publik : Media massa, organisasi pemeringkat konsumen.
d. Eksperimental : Penangan, pemeriksaan, dan penggunaan produk.
Secara umum konsumen menerima informasi terpenting tentang sebuah
produk dari komersial-yaitu sumber yang didominasi pemasar. Meskipun
demikian, informasi yang paling efektif sering berasal dari sumber pribadi
atau sumber publik yang merupakan otoritas independen.
3. Evaluasi Alternatif
Tidak ada proses evaluasi tunggal yang digunakan oleh semua konsumen,
atau oleh seorang konsumen dalam semua situasi pembelian. ada beberapa
proses, dan sebagaian besar model terbaru melihat konsumen membentuk
sebagaian besar penilaian secara sadar dan rasional.
Beberapa konsep dasar yang akan membantu kita memahami proses
evalusai: Pertama, konsumen berusaha memuaskan sebuah kebutuhan.
Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga,
37
konsumen melihat masing-masing produk sebagai sekelompok atribut
dengan berbagai kemampuan untuk menghantarkan manfaat yang
diperlukan untuk memuaskan kebutuhan ini.
4. Keputusan Pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi antarmerek dalam
kumpulan pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk maksud untuk
membeli merek yang paling disukai. Dalam melaksanakan maksud
pembelian, konsumen dapat membentuk lima subkeputusan: merek (merek
A), penyalur (penyalur 2), kuantitas (satu komputer), waktu (akhir
minggu), dan metode pembayaran (kartu kredit). Dalam pembelian produk
sehari-hari, keputusannya lebih kecil dan kebebasannya juga lebih kecil.
Sebagai contoh, saat membeli gula, seorang konsumen tidak banyak
berpikir tentang pemasok atau metode pembayaran.
5. Perilaku Pascapembelian
Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami konflik dikarenakan
melihat fitur tertentu yang mengkhawatirkan atau mendengar hal-hal
menyenangkan tentang merek lain dan waspada terhadap informasi yang
mendukung keputusannya. Komunikasi pemasaran seharusnya memasok
keyakinan dan evaluasi yang memperkuat pilihan konsumen dan
membantunya merasa nyaman tentang merek tersebut.
Karena itu, tugas pemasar tidak berakhir dengan pembelian. Pemasar harus
mengamati kepuasan pascapembelian, tindakan pascapembelian, dan
penggunaan produk pascapembelian.
38
Kepuasan merupakan fungsi kedekatan antara harapan dan anggapan
kinerja produk. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja
produk, maka semakin besar pula ketidakpuasan konsumen.
Pada tindakan pasca pembelian, jika konsumen puas, mereka mungkin
ingin membeli produk itu kembali dan mereka cenderung mengatakan halhal yang baik tentang merek kepada orang lain. Sebaliknya jika konsumen
merasa kecewa mungkin mereka akan mengabaikan atau mengembalikan
produk tersebut.
2.8
Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya mengenai perilaku konsumen dalam pengambilan
keputusan juga dilakukan oleh Sari (2013) dengan judul “Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Terhadap Keputusan Menggunakan Dua
Ponsel ( GSM dan CDMA ) pada Medical Representative PT. SOHO Industri
Pharmasi”. Sampel dari penelitian yang dilakukan adalah para medical
representative PT. SOHO Industri Pharmasi yang menggunakan dua ponsel (GSM
dan CDMA) yang berlokasi di Jakarta. Metode analisis yang digunakan oleh Sari
adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linear. Hasil penelitian yang didapat
membuktikan bahwa variabel bebas seperti budaya, sosial, pribadi, dan psikologi
bersama-sama atau secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keputusan
konsumen untuk menggunakan / membeli dua ponsel ( GSM dan CDMA ) pada
Medical Representative PT. SOHO Industri Pharmasi, dimana variable faktor
budaya berpengaruh negative terhadap keputusan penggunaan/ pembelian dua
39
ponsel (GSM dan CDMA), untuk faktor sosial tidak berpengaruh signifikan
terhadap keputusan penggunaan/ pembelian dua ponsel (GSM dan CDMA),
sedangkan untuk faktor pribadi dan psikologi berpengaruh signifikan terhadap
keputusan penggunaan/ pembelian dua ponsel (GSM dan CDMA). Persamaan
penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama menganalisis tentang
perilaku konsumen, sedangkan perbedaannya adalah pada objek penelitiannya.
2.9
Kerangka Pemikiran
Menurut Pantiyasa (2010) dalam penelitiannya yang mengutip dari Kotler
bahwa ada hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi wisatawan dalam
membeli paket wisata bersumber dari dimensi-dimensi variable Antara lain:
Produk, harga, tempat, promosi, keamanan, dan budaya.
Menurut Harlina (2013) menyatakan bahwa hasil penelitian dari Wibowo
dan Purwantini (2011) membuktikan bahwa terdapat pengaruh positif dan
signifikan Antara kualitas produk, harga, dan promosi terhadap keputusan
pembelian. Hal ini yang mendasarkan seberapa berpengaruh antara variabelvariabel X terhadap variable Y, karena mayoritas antara variable kualitas, harga,
dan promosi berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian.
Berdasarkan uraian diatas, maka skema kerangka teoritis dari penelitian ini
dapat dilihat pada gambar 2.3 adalah sebagai berikut :
40
Persepsi Harga
(X1)
Kualitas Produk
Keputusan Pembelian
Paket Wisata
Kili Kili Adventure
(X2)
Destinasi
(Y)
(X3)
Promosi
(X4)
Gambar 2.3
Skema Kerangka Pemikiran
2.10
Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atau jawaban yang
diharapkan terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya perlu di
uji secara empiris. Dan yang akan diuji adalah:
1. Diduga terdapat pengaruh persepsi harga terhadap keputusan pembelian
paket wisata Kili Kili Adventure.
2. Diduga terdapat pengaruh kualitas produk terhadap keputusan pembelian
paket wisata Kili Kili Adventure.
3. Diduga terdapat pengaruh destinasi/ tujuan wisata terhadap keputusan
pembelian paket wisata Kili Kili Adventure.
4. Diduga terdapat pengaruh promosi terhadap keputusan pembelian paket
wisata Kili Kili Adventure.
Download