BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motif Pembelian Perilaku konsumen dalam melakukan pembelian pasti didasari oleh sebuah motif. Begitu pula dengan nasabah yang melakukan pembelian jasa kredit. Motif pembelian tidak terbentuk tanpa sesuatu atau faktor yang mempengaruhi pembentukannya dan bagaimana pengaruh dari motif itu sendiri terhadap minat beli nasabah hingga akhirnya mengambil keputusan untuk membeli jasa kredit. Oleh karena itu, jika kita mempelajari faktor tersebut dan pengaruh dari motif pembelian itu sendiri, kita bisa membuat strategi yang tepat dalam mempengaruhi perilaku nasabah agar membeli jasa kredit. Hal ini mendasari peneliti untuk ingin lebih mengetahui upaya yang bisa dilakukan terhadap fenomena atau permasalahan yang timbul akibat motif pembeli nasabah. “Every buying decision has a motive behind it” yang artinya setiap keputusan pembelian pasti mempunyai motif dibelakangnya (G. L. Manning, Ahearne, & Reece, 2012). Sebuah motif pembelian bisa dipelajari dari timbulnya kebutuhan, dorongan, dan hasrat yang ingin dipenuhi. Bahkan beberapa keputusan pembelian dipengaruhi oleh lebih dari satu motif pembelian dan biasanya motif-motif ini didasarkan pada dorongan kebutuhan, keinginan, atau dorongan hasrat setiap individu yang dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor lingkungan sekitarnya. Pada saat nasabah melakukan pembelian kredit pasti karena adanya kebutuhan yang menurutnya belum terpenuhi. Kebutuhan tersebut bisa dikarenakan oleh keadaan finansial yang belum tercukupi. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi seseorang mengambil keputusan pembelian : 1 a) Basic Need Gambar 2.1 : Basic Needs (G. L. Manning & Reece, 2004) Basic needs nerasal dari teori Abraham Maslow atau Maslow’s Hierarchy of Needs (G. L. Manning & Reece, 2004) yang terdiri dari lima tingkatan kebutuhan manusia. Pertama, Physiological Needs yang biasa disebut sebagai kebutuhan utama atau kebutuhan mendasar seperti kebutuhan akan makanan, minuman, dan tempat tinggal. Kedua, Security Needs seperti kebutuhan terhadap keselamatan dan keamanan. Ketiga, Social Needs yaitu kebutuhan bersosialisasi dan rasa memiliki. Selanjutnya terdapat tingkatan kebutuhan keempat, Esteem Needs adalah kebutuhan akan status dan penghargaan (perasaan dihargai). Dan yang terakhir, Self Actualization merupakan kebutuhan menemukan jati diri atau pengembangan diri dan pengakuan. Berdasarkan penjelasan diatas, kredit termasuk tingkatan kebutuhan kedua. Dan kebutuhan, keinginan, dan hasrat pembelian kredit ini disebabkan karena finansial yang tidak mencukupi atau finansial yang dia miiki belum puas sehingga membutuhkan finansial tambahan. Konsumen akan merasa puas apabila kebutuhannya atau harapannya sesuai dengan apa yang dia dapatkan atau lebih. b) Group Influence 2 Gambar 2.2 : Group Influence (G. L. Manning & Reece, 2004) Group Influence terbagi kedalam empat kelompok utama yang merupakan faktor-faktor sosial dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Kelompok pertama, Role Influence adalah pengaruh yang berasal dari kelompok masyarakat sekitar, organisasi, dan institusi yang diikuti. Kelompok kedua, Reference Group Influence yaitu pengaruh yang secara langsung ataupun tidak langsung berlaku sebagai pembanding atau referensi yang membentuk perilaku dan sikap seseorang agar menjadi sama dengan kelompok tertentu. Sedangkan kelompok ketiga, Sosial Class Influence adalah pengaruh yang berasal dari suatu tingkatan strata atau kelas sosial yang ada dimasyarakat yang biasanya menjadi panutan baik sikap maupun gaya hidupnya. Dan kelompok terakhir, Culture & Subculture Influence adalah pengaruh yang berasal dari kebudayaan yang dianut. Kelompok-kelompok pengaruh diatas cukup memberikan pengaruh dalam pembentukan motif pembelian nasabah ataupun dalam pengambilan keputusan pembelian. Dan bisa saja motif pembelian KUPEG dipengaruhi oleh kelompok pertama, yaitu karena teman satu kerjanya menggunakan KUPEG dari PT.Bank Himpunan Saudara, Tbk. Dari kedua faktor diatas, bisa saja bahwa nasabah menggunakan kredit karena banyaknya orang yang menggunakan kredit untuk menambal kebutuhan yang belum terpenuhi dan menambah dalam hal finansial untuk membeli sesuatu barang atau jasa 3 (dalam sisi kebutuhan terhadap keamanan), serta karena teman satu kerjanya menggunakan KUPEG dari PT.Bank Himpunan Saudara, Tbk (dalam sisi kelompok pengaruh pertama). Berdasarkan uraian diatas, terdapat model proses pengaruh keputusan pembelian : Gambar 2.3 : Modification of The Buyer Behavior Model Setiap orang pasti memiliki motif yang berbeda-beda dalam melakukan keputusan pembelian suatu barang ataupun jasa (G. L. Manning & Reece, 2004). Motif pembelian dapat dibagi menjadi : 2.1.1 Emotional Buying Motives Emotional buying motives atau motif pembelian emosial adalah salah satu hal yang mendorong calon pelanggan untuk bertindak karena gaya tarik atas sentimen atau gairah tertentu. Emosi dapat menjadi sangat kuat dan kadang kala berlaku sebagai dasar dari motif pembelian yang dominan (B. L. Manning & Reece, 2006). 4 Dengan kata lain, motif pembelian emosional adalah suatu cara beli konsumen terhadap barang jasa secara subjektif seperti perasaaan suka atau tidak suka. Hal ini meliputi hasrat pribadi, kesukaan, kebanggaan, rasa takut, kasih sayang, atau status sosial. Misalnya pada saat konsumen menggunakan kredit, konsumen dapat meningkatkan finansial dan dapat membeli barang dan jasa yang sebelumnya belum bisa konsumen capai. Pada saat konsumen bisa membeli barang dan jasa yang dulu belum bisa di beli, konsumen akan bangga karena bisa membeli apa yang konsumen inginkan. 2.1.2 Rational Buying Motives Motif pembelian rasional atau rational buying motives biasanya mengacu pada alasan calon pelanggan atau penilaiannya yang berdasarkan proses pemikiran yang objektif. Beberapa motif pembelian rasional yang umum meliputi keuntungan potensial mutu dari pelayanan, dan ketersediaan bantuan teknik. Pembelian yang berdasarkan pada motif pembelian rasional umumnya merupakan hasil dari evaluasi yang objektif dari informasi yang tersedia. Pembeli secara saksama memeriksa informasi produk atau jasa dengan sikap yang secara relatif bebas dari emosi superior adalah suatu nilai tambah dari produk yang dapat membangun loyalitas konsumen (B. L. Manning & Reece, 2006). 2.1.3 Patronage Buying Motives Motif pembelian patronase adalah salah satu yang menyebabkan calon pelanggan membeli produk dari saru bisnis tertentu. Calon pelanggan biasanya sebelumnya telah memiliki prioritas kontak langsung atau tak langsung dengan bisnis tersebut dan menilai kontak ini bermanfaat. Dalam situasi tersebut, dimana sedikit atau tidak ada perbedaan yang berarti antara dua produk, motif patronase dapat menjadi sangat penting. Pada saat produk yang serupa menjadi sangat umum, motif ini merupakan hal baru yang penting (B. L. Manning & Reece, 2006). 5 2.1.4 Product Buying Motives Motif pembelian produk atau product buying motives adalah motif yang mengarahkan calon pelanggan untuk membeli suatu produk ketimbang produk yang lain. Cukup menarik bahwa, keputusan ini kadang kala dibuat tanpa perbandingan langsung antara produk yang bersaing. Pembeli cukup percaya bahwa suatu produk lebih superior dibandingkan produk lainnya (G. L. Manning & Reece, 2004). Motif pembelian produk terdiri atas : a) Brand Preference Merek adalah nama, istilah tanda, symbol, rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing (Philip Kotler & Keller, 2007). Banyak pemasar berusaha untuk membangun kesetiaan pada merek (B. L. Manning & Reece, 2006). Bagi pemilik merek, melakui penciptaan merek yang kuat mampu memberikan nilai tambah. Misalnya saja reputasi merek yang baik akan memungkinkan pemilik merek menentukan harga yang premium (Lupiyoadi & Hamdani, 2008). Brand reputation and product attributes that may exert some influences on consumers’ reaction and purchasing behaviour (Chowdhury & Andaleeb, 2007) atau reputasi merek dan atribut produk mungkin saja dapat menyebabkan beberapa pengaruh terhadap reaksi konsumen dalam perilaku pembelian. Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Brand Preference adalah suatu merek yang bisa atau punya kekuatan untuk mereferensikan merek tersebut kepada orang lain. b) Quality Preference Crosby mengemukakan “quality has been defined as ‘conforming to requirements’” atau kualitas sudah diartikan sebagai penyesuaian dengan permnintaan pasar (Palmer, 2001). Pelanggan sekarang cenderung untuk memiliki standar kualitas yang tinggi (G. L. Manning et al., 2012). Dalam rangka 6 memenangkan persaingan antar bank maka ketepatan strategi pemasaran ditentukan melalui kualitas jasa. Hal ini berarti untuk dapat memenangkan persaingan antar bank, maka dapat ditentukan dari sejauh mana kualitas jasa yang diterima pelanggan dan sejauh mana kualitas jasa tersebut memenuhi keinginan dan kebutuhan terhadap jasa yang digunakan Kasmir (2008). Product quality enhances competitive advantage (Chowdhury & Andaleeb, 2007) atau qualitas produk (barang atau jasa) meningkatkan daya saing. Perceived quality is related to purchase intention atau Kualitas yang diterima berhubungan dengan minat beli (Liljander, Polsa, & Riel, 2009). “Good quality shall not be compromised with high cost” dengan kata lain kualitas yang bagus tidak bisa dihubungkan dengan harga yang mahal. “Good quality to consumers’ point of view is fairer and cheaper price” atau kualitas yang bagus dari sudut pandang konsumer adalah keadilan atau kelayakan dan harga yang murah (Yap, Tong, & Lai, 2011). c) Price Preference Harga adalah sejumlah uang yang dikenakan untuk sebuah produk atau jasa (Phillip Kotler & Armstrong, 2011). Bagi dunia perbankan sendiri, harga adalah bunga, biaya administrasi, biaya provisi, komisi, biaya kirim, biaya tagih, biaya sewa, biaya iuran, dan biaya-biaya lainnya (Kasmir, 2008). Perceived price affects the consumers’ purchase intention (Yap et al., 2011) atau dengan kata lain harga yang diterima mempengaruhi minat beli konsumen. “price judgment may determine consumer purchasing behaviour and decisions” yang artinya penilaian terhadap harga menentukan kemungkinan perilaku konsumen dalam pembelian (Ramirez & Goldsmith, 2009). Bank Saudara menetapkan bunga sebesar 14% untuk KUPEG dan BJB menetapkan bunga 10% (Bank BJB memiliki bunga kredit lebih rendah dari Bank Saudara). Namun dibandingkan dengan BRI, Bank Saudara mempunyai bunga kredit yang lebih kecil. 7 d) Design or Engineering Preference Desain adalah sesuatu yang membedakan antara produk yang satu dengan produk yang lain Sumarni (2004). Banyak perusahaan bertaruh bahwa desain produk yang superior akan menjadi kunci untuk memenangkan pelanggan pada abad kedua puluh satu (B. L. Manning & Reece, 2006). Dengan kata lain, dengan mempunyai desain yang superior akan membuat pelanggan membeli produk atau jasa tersebut. Pada Perbankan desain kredit meliputi persyaratan yang mudah, jangka waktu pengembalian kredit dan waktu pencairan. Bank Saudara mempunyai kebijakan dalam hal jangka waktu pengembalian kredit yaitu maksimal 10 tahun sedangkan BJB hanya 8 tahun saja (BankSaudara, 2012a). Disini, penulis hanya menggunakan variabel Product Buying Motives saja. Maka variabel yang tidak digunakan hanya dijelaskan hal mendasarnya saja. 2.2 Minat Beli Minat merupakan aktivitas psikis yang timbul karena adanya perasaan (afektif) dan pikiran (kognitif) terhadap suatu barang atau jasa yang diinginkan. Minat beli dapat diartikan sebagai suatu sikap senang terhadap objek yang membuat individu berusaha untuk mendapatkan objek tersebut dengan cara membayar uang atau dengan pengorbanan (Schiffman & Kanuk, 2007). Minat beli merupakan instruksi diri konsumen untuk melakukan pembelian atas suatu produk, melakukan perencanaan, mengambil tindakan-tindakan yang relevan seperti mengusulkan, merekomendasikan, memilih, dan akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan pembelian (Rossiter dan Percy, 1998). “Based on past studies on branded products, the factors of perceived price, quality, confidence, social influence, and brand image are proven predictors for purchase intention” (Yap et al., 2011). Artinya berdasarkan 8 penelitian terdahulu bahwa merek produk, adalah faktor yang mempengaruhi penerimaan harga, kualitas, kepercayaan, pengaruh sosial, dan citra merek telah membuktikan memprediksi minat beli. 2.3 Uji Hipotesis Hipotesis penelitian merupakan suatu pernyataan yang menggambarkan hubungan antara beberapa konsep atau kontruk yang dapat diuji secara empirik. penelitian merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian Hipotesis bersangkutan (Sugiama, 2008). Pengertian Empiris adalah segala informasi yang diperoleh melalui eksperimen, penelitian, atau observasi (FilsafatPendidikan, 2011). Hipotesis penelitian ini termasuk hipotesis asosiatif (korelasi dan kausal) dikarenakan jenis masalah penelitian yang diangkat adalah masalah asosiatif atau relasional (korelasi dan kausal) (Sugiama, 2008). Berdasarkan uraian diatas, dapat dibuat hipotesis seperti : H1 : Brand Preference berhubungan terhadap Minat beli KUPEG. H2 : Quality Preference berhubungan terhadap Minat beli KUPEG H3 : Price Preference berhubungan terhadap Minat beli KUPEG H4 : Design or Engineering Preference berhubungan terhadap Minat beli KUPEG H5 : Brand Preference berpengaruh signifikan terhadap Minat beli KUPEG. H6 : Quality Preference berpengaruh signifikan terhadap Minat beli KUPEG. H7 : Price Preference berpengaruh signifikan terhadap Minat beli KUPEG. H8 : Design or Engineering Preference berpengaruh signifikan terhadap Minat beli KUPEG. 9