efektifitas cell penetrating peptide vp22 sebagai adjuvan dalam

advertisement
EFEKTIFITAS CELL PENETRATING PEPTIDE VP22 SEBAGAI
ADJUVAN DALAM VAKSIN DNA FLU BURUNG
Novita Damayanti1, Amarila Malik1, Budiman Bela2, Silvia Tri Widyaningtyas2
1
2
Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia
Institute of Human Virology and Cancer Biology University of Indonesia
E-mail: [email protected] Abstrak
Indonesia merupakan negara dengan jumlah infeksi dan angka kematian flu burung
tertinggi di dunia sehingga diperlukan adanya pengembangan vaksin flu burung di Indonesia.
Vaksin DNA memerlukan dosis yang tinggi untuk respon imun yang baik sehingga
diperlukan sistem penghantaran yang baik dan adjuvan untuk meningkatkan respon imun
dengan dosis rendah. Salah satu adjuvan yang dapat digunakan adalah cell penetrating peptide
yang mampu menghantarkan makromolekul secara intraseluler. Vaksin DNA flu burung
menggunakan gen penyandi antigenitas yaitu neuraminidase, hemaglutinin, dan nukleoprotein
yang difusikan dengan VP22. Artikel ini membahas mengenai pengembangan vaksin flu
burung. Kemampuan VP22 dalam penghantaran interseluler telah dibuktikan pada tahun
2001, bahwa dengan adanya fusi NA-VP22 dapat meningkatkan apoptosis. Penelitian tersebut
mengalami perkembangan lima sampai tujuh tahun kemudian, hasil dari imunostaining
menunjukan ekspresi SFV-VP22-HA lebih tinggi dibandingkan SFV-HA demikian juga
VP22-NP lebih tinggi dibandingkan NP sehingga dapat dikatakan bahwa VP22 merupakan
adjuvan efektif dalam meningkatkan imunogenesitas vaksin DNA yang menjanjikan untuk
pengembangan vaksin DNA flu burung.
Kata kunci: flu burung; VP22; adjuvan; ekspresi; vaksin DNA
Abstract
Indonesia is a country with the highest level of infection and death number caused by
avian influenza, so it is necessary to develop a vaccine against avian influenza. DNA vaccine
needs high dose to give a good immune response so it is important to have a good delivery
system and adjuvant to increase immune response by a low dose. One of adjuvant that can be
used is cell penetrating peptide can deliver macromolecule intraseluler. Vaccines DNA
against human-avian influenza used gene expressed antigenicity, neuraminidase,
hemagglutinin, and nucleoprotein fused with VP22. This article discusses the development of
avian influenza vaccine. VP22 in intercellular delivery capability has been demonstrated in
1 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
2001 that by fusion of NA-VP22 may increase apoptosis. The research has developed five to
seven years later, the results of immunostaining showed expression of SFV-VP22-HA was
higher than SFV-VP22-HA as well as higher than NP NP so that it can be said that the VP22
is an effective adjuvant in enhancing DNA vaccines promising immunogenecity development
of DNA vaccines for avian influenza.
Keywords: avian influenza; VP22; adjuvant; expression; DNA vaccine
Pendahuluan
Flu burung (avian influenza [AI]) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus influenza
tipe A yang terdapat pada unggas. Influenza A umumnya tidak menular pada manusia namun
beberapa subtipe di antaranya dapat menginfeksi manusia, seperti subtipe H5N1 (Horimoto T,
Kawaoka Y. 2001). Virus influenza H5N1 terdiri dari dua jenis, Low Pathogenic H5N1 Avian
Influenza (LPAI) hanya menimbulkan infeksi ringan pada unggas sedangkan Highly
Pathogenic H5N1 Avian Influenza (HPAI) menyebabkan infeksi ringan bahkan kematian pada
unggas dan dapat menular ke manusia (Robbins & Cotran, 2010).
Tahun 1997 dunia dikejutkan dengan merebaknya flu burung H5N1 yang menginfeksi
dan menewaskan 6 dari 18 penduduk Hongkong yang terinfeksi (Horimoto T, Kawaoka Y.
2001). Tahun 2004, subtipe H5N1 dan H7N2 telah menginfeksi puluhan penduduk Vietnam,
Thailand, dan Kanada. Berdasarkan laporan dari WHO (2012), sejak tahun 2003 HPAI
menyebar luas ke beberapa negara, dengan angka kematian yang cukup tinggi, namun pada
tahun 2012 telah terjadi kecenderungan penurunan baik angka kesakitan ataupun angka
kematian manusia yang terkena infeksi virus H5N1. Hingga 26 April 2013, telah dilaporkan
sebanyak 628 kasus infeksi HPAI-H5N1 dan 374 diantaranya telah meninggal dunia.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah infeksi dan angka kematian tertinggi di dunia
(WHO, 2013).
Kasus infeksi clade baru pada unggas yang merebak awal tahun ini, yaitu penyebaran
virus flu burung clade 2.3.2 pada unggas hingga mencakup 11 propinsi, menunjukkan
perlunya upaya penanggulangan yang lebih nyata, efektif, dan ekonomis sehingga berdampak
cukup besar dalam pencegahan infeksi virus HPAI-H5N1. Pengobatan menggunakan
osetalmivir dan ribavirin dapat menyebabkan resistensi sehingga diperlukan adanya terapi
yang lebih baik atau strategi vaksinasi melawan infeksi virus influenza (Goodman, Alan G, et
al., 2011). Salah satunya adalah vaksinasi yang memberikan proteksi dalam jangka waktu
lama dan efektif dalam mencegah infeksi (Allegra, 2008).
2 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
WHO merekomendasikan vaksin dengan formulasi Trivalent Inactivated Vaccines
(TIV) dari dua strain subtipe virus influenza A dan satu strain virus influenza B yang dipilih
berdasarkan antigenitas, genetik, dan fenotip oleh WHO Collaborating Center, diinaktifkan
dengan formalin (baik berupa keseluruhan virus, subvirion, maupun antigen permukaan)
(Compans, 2009). Vaksin dari virus yang diinaktifkan mempunyai kekurangan yaitu kurang
ekonomis dalam produksi karena memerlukan penanganan yang lebih khusus dan
memerlukan dosis yang tinggi (Rappuoli, Rino dan Fabio Bagnoli, 2011). Sebagai upaya
mengatasi berbagai kelemahan yang terjadi pada penggunaan vaksin tersebut mulailah
dikembangkan vaksin rekombinan/vaksin DNA. Vaksin DNA mulai dikembangkan namun
diperlukan dosis yang tinggi untuk respon imun yang baik sehingga diperlukan sistem
penghantaran yang baik dan adjuvan untuk meningkatkan respon imun dengan dosis rendah
(Jain, Kewal K., 2008).
Adjuvan dapat berupa bahan kimia, protein ataupun DNA. Bahan kimia yang dapat
dijadikan adjuvan contohnya alumunium fosfat. DNA yang memiliki sekuens non-metilasi
(purin-purin-sitosin-guanosin-pirimidin-pirimidin) atau CpG dapat menjadi adjuvan karena
memiliki efek menstimulasi sistem imun. Selain itu, cell penetrating peptide yang memiliki
kemampuan penghantaran intraseluler dapat dijadikan adjuvan (Ellis, Ronald W. & Bernard
R. Brodeur, 2003).
Adjuvan yang digunakan adalah cell penetrating peptide VP22 karena terdapat
beberapa laporan bahwa protein tegumen HSV-1, VP22 dapat meningkatkan imunogenesitas
antigen yang difusikan bersamanya. Mekanisme peningkatan imunogenesitas tersebut
dikarenakan kemampuan VP22 dalam penghantaran intraseluler maupun interseluler. VP22
dapat menghantarkan makromolekul menembus membran plasma (intraseluler) (Saha,
Sukumar, et al., 2006).
Penyebab utama timbulnya virus penyebab pandemik antara lain adanya rekombinasi
dua glikoprotein utama pada permukaan virion yaitu hemaglutinin dan neuraminidase antar
subtipe berbeda sehingga agar dapat merangsang sistem kekebalan tubuh, vaksin harus
dirancang berdasarkan virus rekombinasi tersebut (Goodman, Alan G, et al., 2011).
Hemaglutinin sangat mudah bermutasi sehingga kurang diminati untuk dikembangkan
sebagai vaksin yang dapat merangsang proteksi silang antar isolat sedangkan gen
nukleoprotein (NP) dan matriks (M) mempunyai laju mutasi yang rendah sehingga lebih
3 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
diminati untuk dikembangkan menjadi vaksin yang merangsang proteksi silang antar isolat
(Saha, Sukumar, et al., 2006).
Untuk menekan jumlah kasus terinfeksi dan meninggal dunia yang disebabkan flu
burung di Indonesia yang cukup tinggi dibandingkan negara lain, diperlukan adanya upaya
pengembangan vaksin flu burung yang lebih efektif dengan mencari adjuvan yang efektif
dalam meningkatkan imunogenesitas vaksin DNA sehingga didapatkan vaksin DNA yang
efektif dan ekonomis (dosis vaksin dan biaya produksi yang rendah).
Virus Influenza
Virus influenza merupakan virus RNA berpolaritas negatif termasuk dalam famili
Orthomyxoviridae. Virus influenza mempunyai selubung fosfolipid dari membran sitoplasma
sel yang terinfeksi (Horimoto T & Kawaoka Y, 2001). Virus ini mempunyai tonjolan (spikes)
pada selubung yang digunakan untuk menempel pada reseptor yang spesifik pada sel-sel
hospesnya pada saat menginfeksi sel. Terdapat 2 jenis spikes yaitu glikoprotein hemaglutinin
(HA) dan neuraminidase (NA) (Gambar 1). Hemaglutinin dan neuraminidase merupakan
antigen utama virus influenza. Hemaglutinin berperan dalam penempelan, penetrasi, dan fusi
virus dengan membran plasma sel hospes. Fungsi neuraminidase adalah membantu virus
mempenetrasi lapisan mukus menuju ke sel epitelial pada saluran pernafasan dan mencegah
agregasi virus yang baru sehingga partikel virus baru dapat dilepaskan dari sel tubuh penderita
(sel hospes) (Stanley, Jacqueline, 2002).
[Sumber: CSB LAB, 2012, telah diolah kembali]
Gambar 1. Struktur virus influenza
4 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
Tabel 2. Protein pada virus influenza
NO
Protein
# Asam
amino
# Molekul
1
PB2
759
30-60
2
PB1
757
30-60
3
PA
716
30-60
4
HA
550
500
5
NP
498
1000
6
NA
454
100
M1
252
3000
M2
97
beberapa
NS1
230
0
NEP/NS2
121
130-200
Fungsi
subunit RNA polimerase, pengikatan
selubung
subunit RNA polimerase,
endonuklease, pemanjangan RNA
subunit RNA polimerase, aktivitas
protease
glikoprotein permukaan, pengikatan
dengan reseptor, aktivitas fusi,
antigen virus utama
protein nukleokapsid, pengikatan
RNA, diperlukan untuk replikasi,
pengaturan masuknya RNA
neuraminidase (glikoprotein
permukaan), pelepasan virus
protein matrix, pelepasan
ribonukleoprotein nuklear, budding
kanal ion, protein integral membran,
pelepasan selubung virus
penghambatan proses pelepasan
interferon m-RNA penderita
pelepasan ribonukleoprotein nuklear
7
8
[Sumber: CSB LAB, 2012, telah diolah kembali]
Partikel virus (virion) mengandung genom asam nukleat berupa RNA yang beruntai
tunggal dengan polaritas negatif, terdiri dari 8 molekul RNA (13.5 kb) yang mengkode sekitar
11 jenis protein dalam kompleks ribonukleoprotein (RNP), merupakan kode genetik untuk
proses replikasi yang terjadi di dalam nukleus sel hospes. Kompleks ribonukleoprotein terdiri
dari RNA yang terikat pada nukleoprotein (NP) dan kompleks RNA-dependent RNA
polimerase merupakan suatu heterotrimer yang mengandung tiga subunit yaitu protein
polymerase acidic (PA), polymerase basic protein 1 (PB1), dan polymerase basic protein 2
(PB2), yang bertanggung jawab dalam replikasi dan transkripsi RNA. Nukleokapsid (NP)
merupakan protein utama komponen RNP dalam membentuk inti yang berbentuk heliks
berperan dalam proses replikasi virus (Potter, C. W., 2002).
Kompleks ribonukleoprotein diselubungi oleh suatu cangkang protein matriks 1 (M1)
bersifat hidrofobik yang berfungsi memberikan bentuk virus. Protein matriks ada dua jenis
yaitu protein matriks 1 (M1) dan protein matriks 2 (M2) yang merupakan kanal ion
penghubung antara bagian luar dengan bagian dalam. Satu komponen lainnya yang dimiliki
5 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
virus influenza adalah Nuclear Export Protein (NEP) yang lebih dikenal sebagai protein nonstruktural 2 (NS2) yang berperan dalam penglepasan ribonukleoprotein (Potter, C. W., 2002).
Mekanisme pertahanan tubuh penderita infeksi virus influenza diperantarai sel natural
killer (NK) dan sel T CD8+. Sel T CD4+ berperan penting dalam sistem imun penderita
karena menghasilkan sitokin. Sel B, antigen presenting cell (APC), dan fagosit juga berperan
penting dalam sistem imun melawan infeksi (Stanley, Jacqueline, 2002).
Siklus Replikasi Virus Influenza
Replikasi virus diawali dengan fase adsorpsi virus. Setelah pembentukan protein
subunit HA1 dan HA2, HA1 yang mengandung domain pengikat reseptor akan berikatan
dengan molekul reseptor pada permukaan sel hospes [Gambar 2] (Tabel 2) yang mengandung
asam N-asetil sialat (Gupte, Suraj, 2011) berupa ikatan galaktosa (GAL) dengan asam sialat
(SA) α 2,3 (SAα2,3GAL) pada saluran pencernaan unggas sedangkan α 2,6 (SAα2,6GAL)
pada saluran pernafasan manusia (Rappuoli, Rino & Giuseppe Del Giudice, 2011).
Selanjutnya adalah fase penetrasi virus dan pelepasan selubung virus yang terjadi 2030 menit setelah adsorpsi virus (Gupte, Suraj 2011). Setelah berikatan dengan reseptor, virus
masuk ke dalam sel hospes melalui proses endositosis dimediai reseptor klatrin (restriksive
endosome). Protein M2 pada membran virus mengkatalisis ion H+ masuk ke dalam virion
menyebabkan penurunan pH (pH asam antara 5-6) di dalam endosom, merangsang perubahan
konformasi struktural glikoprotein HA0 (membentuk pori dalam endosom) yang
mengakibatkan terpaparnya peptida fusi HA2 sambil mempertahankan domain pengikat
reseptor HA1. Peptida fusi menyisip ke dalam membran endosom menyebabkan fusi
membran virus dengan membran endosom [lepasnya selubung virus] diikuti disosiasi protein
M1 dengan ribonukleoprotein menyebabkan pelepasan ribonukleoprotein (RNP’s) ke dalam
sitoplasma sel inang (Tabel 2). Ribonukleoprotein ditranspor aktif dari sitoplasma menuju
nukleus sel hospes oleh nukleokapsid (bagian dari RNP) untuk mensitesis RNA virus (vRNA)
(Rappuoli, Rino & Giuseppe Del Giudice, 2011).
Transkripsi dan replikasi materi genetik virus influenza terjadi di dalam inti sel
sehingga ribonukleoprotein virus perlu memiliki kemampuan untuk melakukan translokasi
dari sitoplasma ke dalam inti sel. Komponen protein pembentuk RNP virus ialah NP, PA,
PB1, dan PB2, memiliki nuclear localization signal (NLS), suatu struktur yang dapat
berikatan dengan komponen sel yang berperan dalam transportasi molekul ke dalam inti sel
(Boulo et al., 2007).
6 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
Untai negatif genom virus digunakan sebagai template dalam transkripsi mRNA
positif oleh kompleks RNA-dependent RNA polimerase (PB1, PB2, dan PA) menggunakan
promotor RNA influenza dan primer berasal dari pre-mRNA sel hospes (transkripsi pertama).
mRNA virus ditranslasikan menjadi protein M1, NS2 (untuk mentransport mRNA dari
nukleus menuju sitoplasma), dan NS1 yang diperlukan untuk sintesis RNA virus. Protein
yang dihasilkan kemudian ditransport lagi ke dalam nukleus mengikat RNA virus membentuk
ribonukleoprotein/RNP. Replikasi terjadi dari RNA virus (-) menjadi cRNA (+) yang
kemudian menjadi template untuk pembentukan RNA virus yang baru. RNA virus yang baru
berfungsi sebagai template untuk pembentukan mRNA virus yang baru (transkripsi kedua).
mRNA virus yang baru ditranslasikan menjadi protein struktural yaitu HA, NA, dan M2, yang
disisipkan ke dalam membran retikulum endoplasma dan terglikosilasi kemudian ditransport
menuju badan Golgi untuk dihantarkan menuju membran sel dan bergabung dengan
ribonukleoprotein yang telah dihasilkan sebelumnya. Interaksi antara komponen struktural
virus dengan RNP dibantu M1 membentuk 8 segmen gen dalam virion. Partikel virus baru
keluar dari membran sel hospes melalui budding dengan bantuan NA sehingga siap untuk
menginfeksi sel lain (Luke, Kimberly A., 2008).
[Sumber: Harper, 1994, telah diolah kembali]
Gambar 2. Replikasi virus influenza
7 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
Vaksin DNA
Vaksin DNA merupakan vaksin yang mengandung satu atau lebih plasmid DNA, yang
mengkode ekspresi dari protein inti virus atau protein selubung virus. Sel hospes yang
diimunisasi akan menggunakan DNA untuk mengekspresikan dan memproduksi protein virus
yang bersifat antigenik. Vaksin DNA secara injeksi intramuskular menyebabkan DNA masuk
ke dalam jaringan otot yang mengandung beberapa sel dendritik membentuk APC, yang
kemudian mengaktifkan respon imun (Wang, Gang, et al, 2011).
Vaksin DNA dapat diproduksi skala besar dengan mudah, pemberian berulang, dan
sangat stabil dibandingkan protein atau polimer biologi lainnya. Vaksin DNA efektif dalam
merangsang respon imun spesifik terhadap antigen namun dalam dosis yang besar disebabkan
beberapa faktor yaitu transfeksi rendah, ekspresi antigen yang kurang memadai, dan
penghalang ekstraseluler maupun intraseluler dalam tubuh penjamu sehingga diperlukan
adanya design vaksin DNA. Beberapa strategi meliputi optimasi kodon dan gen antigen,
pemilihan antigen yang tepat, sistem penghantaran dan rute pemberian vaksin yang memadai,
penggunaan sitokin dan molekul kostimulan sebagai adjuvan, penggunaan booster,
penghantaran vaksin tertarget. Diantara semua strategi tersebut, sistem penghantaran antigen
tertarget terbukti meningkatkan imunogenesitas dan mengurangi dosis vaksinasi (Wang,
Gang, et al, 2011).
Cell Penetrating Peptide
Strategi penghantaran makromolekul ke sistolik sebagian besar diformulasikan dengan
meniru jalur masuknya virus dan bakteri secara selular. Strategi ini berfokus pada pengeluaran
makromolekul dari endosom ke dalam sitosol melalui pengaturan pH dan aktivitas
redoks/enzim dengan vesikel endositosis. Metode ini diperantarai oleh cell penetrating
peptide yang bertujuan menghantarkan makromolekul menembus membran plasma. “Cell
penetrating peptide (CPPs)” atau protein transduction domains (PTDs) merupakan peptida
amfifatik dengan panjang sekitar 30 asam amino dengan muatan total positif. Salah satunya
CPPs berasal dari glikoprotein yang menempel pada selubung lipid virus seperti virus HIV
dan tegumen virion virus Herpes (Gad, 2007).
Protein struktural virus Herpes Simplex (HSV) VP22 adalah komponen utama
tegumen virion yang terletak di antara kapsid dan selubung. VP22 adalah protein terfosforilasi
dengan berat molekul 38 kDa dan dikodekan oleh gen UL49. VP22 adalah protein
8 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
multifungsional untuk sistem penghantaran intraselular dan pengikatan mikrofilamen. VP22
berperan dalam induksi hancurnya sitoskeleton, translokasi nuklear selama mitosis, dan
pengikatan kromatin dan membran nuklear (Tihanyi, Karoly & Monika Vastag, 2011). VP22
efektif dalam menghantarkan beberapa protein, seperti GFP dan p53, yang aktif membelah
dan berdiferensiasi sehingga meningkatkan efektivitas timidin kinase dan sitosin deamidase
dalam sistem terapi gen untuk pengobatan kanker baik secara in vitro maupun in vivo serta
berperan membantu penyebaran antigen dari sel yang terinfeksi ke sel dendritik. C-terminal
dari VP22 (residu 267-301) diperlukan untuk translokasi membran (Gad, 2007).
VP22 yang terfusi dalam suatu protein memperantarai pemindahan protein fusi
tersebut dari sel yang terinfeksi ke dalam sel yang tidak terinfeksi (menyebar antar sel).
Pemindahan asam nukleat secara interseluler tersebut menyebabkan terbentuknya antigen
presenting cell (APC) yang lebih banyak sehingga respon imun baik respon antibodi maupun
seluler yang terbentuk diharapkan meningkat. Vaksin DNA yang mengkodekan fusi VP22
dengan glikoprotein virus hespes, protein papilomavirus atau nukleoprotein virus influenza
menunjukan adanya peningkatan respon imun spesifik antigen (Tihanyi, Karoly & Monika
Vastag, 2011).
VP22 memperantarai penghantaran protein yang difusikan dengannya menuju ke
sitoplasma sel sekitarnya akan mengalami degradasi oleh proteasome menjadi fragmen
peptida. Molekul MHC kelas I disintesis dalam retikulum endoplasma. Peptida yang dibentuk
proteasome, ditransport ke dalam retikulum endoplasma melalui transporters associated with
antigen processing (TAP) 1&2. Kemudian, peptida diproses oleh aminopeptidase ERAAP
dan bergabung dengan molekul MHC kelas I. Kompleks peptida dengan molekul MHC kelas
I ditransport ke permukaan sel membentuk APC. Pembentukan kompleks antigen dengan
molekul MHC-I mengaktifkan sel T dengan marker protein permukaan CD8 (sel T CD8+)
yang mengaktifkan sel T sitotoksik untuk melisiskan sel menimbulkan respon imun seluler
(Murphy, Kenneth, 2012).
Protein eksogen akan terendositosis masuk ke dalam sitoplasma bentuk endosom yang
ketika pHnya menurun, protease aktif mendegradasi protein antigen menjadi fragmenfragmen peptida. Molekul MHC kelas II terbentuk di dalam retikulum endoplasma yang akan
ditransport ke permukaan sel melalui vesikel. Vesikel yang membawa fragmen peptida
mengalami fusi dengan vesikel yang membawa molekul MHC kelas II di dalam sitoplasma
yang kemudian akan ditransport ke permukaan sel membentuk APC. Sel T CD4 mengenali
kompleks MHC kelas II dengan peptida menyebabkan pengaktifan makrofag untuk
9 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
menghancurkan antigen, membantu sel B mensekresikan imunoglobulin melawan molekul
bebas, dan meregulasi respon imun (Murphy, Kenneth, 2012).
Metodologi
Artikel ini disusun dengan metode tinjauan pustaka dengan membandingkan jurnal
yang membahas fusi nukleoprotein dengan VP22, fusi hemaglutinin dengan VP22, fusi
neuraminidase dengan VP22 sehingga dapat diketahui keberhasilan kemampuan VP22
sebagai adjuvan dalam meningkatkan imunogenesitas baik respon imun humoral maupun
seluler dari nukleoprotein, hemaglutinin, dan neuraminidase. Selain itu, penelusuran berbagai
buku dan jurnal lainnya yang dapat menunjang kemampuan penghantaran VP22 secara
intraseluler maupun interseluler, dan pembahasan efektifitas VP22 sebagai adjuvan dalam
vaksin DNA flu burung.
Pembahasan
Imunologi dan Imunisasi terhadap Virus Flu Burung
Virus Influenza A sangat penting dalam bidang kesehatan karena sangat patogen baik
bagi manusia, dan binatang, yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi, di
seluruh dunia. Virus influenza A ini dapat menyebabkan pandemik karena mudahnya
bermutasi, baik berupa antigenic drift ataupun antigenic shift sehingga membentuk varianvarian baru yang lebih patogen (Tamher & Noorkasiani, 2008). Virus flu burung HPAI H5N1
merupakan salah satu jenis virus influenza A yang menjadi perhatian karena dapat menyebar
ke manusia terutama mereka yang kontak langsung dengan unggas dan dengan cepat dapat
mengalami rekombinasi genetik yang disebabkan antigenic shift menjadi pandemik global
(Zimmer, Gert, 2010).
Gejala pada orang yang terinfeksi pada virus influenza antara lain demam selama
beberapa hari, sakit kepala, fotofobik, malaise, dan radang tenggorokan. Penderita infeksi
influenza yang menggunakan salisilat (aspirin) selama fase permulaan infeksi dapat
menyebabkan sindrom Reye (ensefalitis) (Stanley, Jacqueline, 2002).
Berbagai macam pengobatan dan vaksinasi telah dikembangkan untuk mengatasi virus
flu burung, di antaranya vaksin mengandung virus yang dilemahkan dan dimatikan dengan
10 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
sistem propagasi virus. Pandemik global membutuhkan vaksin dalam jumlah banyak untuk
imunisasi sejumlah besar penduduk dunia. Keterbatasan tersedianya telur ayam berembrio
bebas patogen spesifik untuk propagasi virus sehingga sulit untuk memenuhi permintaan akan
vaksin tersebut. Selain itu, sistem propagasi virus memerlukan BSL tingkat 3 sehingga vaksin
yang dihasilkan menjadi kurang ekonomis. Pengembangan vaksin mulai diteliti dengan perlu
memperhatikan formulasi dan pengecekan imunogenesitas dan toksisitas (Zimmer, 2010).
Salah satu pengembangannya adalah vaksin DNA yang mudah diproduksi skala besar.
Mekanisme vaksin DNA dalam merangsang sistem imun adalah setelah plasmid DNA
disuntikkan ke dalam jaringan secara intramuskular maka plasmid DNA akan bereplikasi
secara autonom di dalam nukelus, transkripsi, dan memproduksi protein asing atau antigen
yang dikode oleh gen vaksin dalam sitoplasma. Antigen ini langsung dapat menstimulasi sel
B yang kemudian dapat memproduksi antibodi terhadap antigen atau protein asing yang
dikode oleh plasmid DNA. Sel yang mengandung protein asing tersebut kemudian dapat
bersifat sebagai sel penyaji antigen (antigen presenting cells/APC), yang kemudian dapat
melalui jalur-jalur tertentu, baik melalui jalur major histocompatibility complex (MHC) I pada
sel T CD8+ atau MHC II pada sel T CD4+ sehingga mengalami proses yang berbeda dalam
merangsang sistem imunitas tubuh (Rappuoli, Rino dan Fabio Bagnoli, 2011).
Ikatan Ag-MHC I menyebabkan antigen dikenali oleh sel Tc, aktivasi sitokin sehingga
terjadi lisis pada APC. Ikatan Ag-MHC II dapat mengaktivasi Th (Donelly, Wahren, dan Liu,
2005). Protein asing juga dapat langsung masuk ke dalam suatu sel penyaji lainnya misalnya
sel dendritik, sehingga dengan demikian selain dapat merangsang sistem imun humoral juga
dapat merangsang sistem imun selular. Karena proses pembentukan antigen oleh sel hospes
setelah vaksinasi DNA menyerupai produksi antigen pada saat terinfeksi dengan
mikroorganisme secara alamiah, maka respon imun yang dapat terjadi akibat vaksinasi DNA
sama dengan respon imun yang diinduksi oleh mikroorganisme patogen (Rappuoli, Rino dan
Fabio Bagnoli, 2011).
Vaksin DNA umumnya kurang imunogenik sehingga memerlukan dosis yang cukup
tinggi untuk merangsang sistem imun secara efektif. Hal tersebut menyebabkan vaksin DNA
menjadi kurang ekonomis. Salah satu upaya dalam mengatasi kelemahan tersebut adalah
menggunakan adjuvan yang efektif menghantarkan antigen secara intraseluler. Adjuvan yang
kini banyak dikembangkan adalah cell penetrating peptide (Wang, Gang, et al, 2011).
11 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
Efektifitas VP22 sebagai Adjuvan
Efektifitas VP22 sebagai adjuvan dalam vaksin DNA flu burung diamati dengan
membandingkan tiga penelitian yaitu plasmid penyandi protein fusi nukleoprotein dengan
VP22, fusi hemaglutinin dengan VP22. dan fusi neuraminidase dengan VP22. Plasmid
tersebut yang akan digunakan untuk vaksin DNA dalam penanganan kasus flu burung.
Plasmid penyandi protein fusi nukleoprotein dengan VP22 hasil konstruksi
ditransfeksikan ke dalam sel mamalia kemudian diamati dengan imunostaining untuk
mengamati fungsi VP22 menggunakan pembanding plasmid yang mengandung gen
nukleoprotein. Setelah didapatkan hasil plasmid tersebut dapat terekspresi di dalam sel
mamalia, fungsi VP22 dipastikan kembali dengan imunisasi mencit. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sukumar Saha, et al. menunjukkan saat diinfeksi dengan NP-VP22 lebih
banyak sel yang berfluoresensi, dibandingkan NP menandakan bahwa ekspresi protein NPVP22 lebih tinggi dibandingkan dengan plasmid NP. Mencit yang divaksinasi dengan NPVP22 menunjukan respon humoral dan produksi interferon γ (IFN- γ) lebih tinggi
dbandingkan dengan mencit yang divaksinasi plasmid nukleoprotein (Saha, Sukumar, et al.
2006).
Penelitian yang menggunakan plasmid penyandi protein fusi hemaglutinin dengan
VP22 menggunakan metode yang hampir sama yaitu transfeksi ke dalam sel mamalia BHK21 dengan metode lipofektamin kemudian setelah 48 jam diamati dengan imunostaining
menggunakan antibodi poliklonal anti-HA namun tidak dilakukan imunisasi mencit. Hasil
imunostaining dengan pengamatan di bawah mikroskop konvokal menunjukkan jumlah sel
yang berfluoresensi lebih banyak pada perlakuan yang ditransfeksikan HA-VP22
dibandingkan dengan plasmid HA menandakan bahwa terjadi penyebaran antigen antar sel.
Kesimpulan dari penelitian menunjukkan bahwa adanya kemungkinan vaksin DNA
menggunakan plasmid HA-VP22 lebih efektif, karena VP22 memperantarai penghantaran
antigen antar sel sehingga sebaiknya dilanjutkan dengan imunisasi mencit (Yang, Shi Gui, et
al., 2009).
Beberapa protein virus menginduksi respon apoptosis sel yang terinfeksi salah satunya
adalah neuraminidase. Neuraminidase mengaktifkan TGF-β laten, penginduksi apoptosis
dalam sel epitelial. Apoptosis diinduksi oleh antigen (agen penginfeksi) meliputi aktivasi
enzim pengkonversi interleukin (IL)-1β (ICE; caspase 1) yang mengaktifkan pro-IL-1β dan
pro-IL18 dan aktivasi NF-kB dan NF-IL 16 yang mengatur ekspresi banyak gen sitokin
12 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
Kemampuan apoptosis neuraminidase dan pengaruh fusi neuraminidase (NA)-VP22 diteliti
oleh S. J. Morris (Morris, S. J., et al., 2002).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekspresi protein neuraminidase
menginduksi apoptosis dan ekspresi fusi NA-VP22 menginduksi apoptosis dengan lebih baik
dikarenakan protein fusi NA-VP22 tersebut mengalami translokasi antar sel melalui medium.
Neuraminidase mengaktifkan antibodi TGF-β (transforming growth factor-β) yang
menginduksi apoptosis. Dengan demikian, VP22 mempunyai kemampuan menghantarkan
protein antigen yang difusikan bersamanya secara interseluler menyebabkan banyak sel yang
terinfeksi neuraminidase yang menginduksi reaksi antibodi apoptosis sel yang terinfeksi
(Morris, S. J., et al., 2002).
Ketiga penelitian di atas membuktikan bahwa VP22 dapat menjadi adjuvan vaksin
DNA yang efektif saat difusikan bersama antigen karena membantu penyebaran antigen
secara intraseluler dan interseluler sehingga jumlah sel pengekspresi protein antigen
meningkat, hal tersebut dapat mengurangi peningkatan jumlah APC yang merangsang sistem
kekebalan tubuh.
Penutup
Cell penetrating peptide VP22 merupakan salah satu adjuvan vaksin DNA flu burung
yang efektif dalam meningkatkan respon imun dikarenakan VP22 memiliki kemampuan
menyebarkan makromolekul berupa antigenitas utama virus flu burung secara interseluler.
Kemampuan VP22 sebagai adjuvan vaksin DNA sebaiknya tidak hanya dikembangkan untuk
virus flu burung saja melainkan perlu adanya penelitian untuk virus-virus berbahaya lainnya.
VP22 hanya merupakan salah satu adjuvan, diharapkan adanya penelitian-penelitian untuk
menemukan adjuvan-adjuvan lainnya yang belum pernah ada. Kemampuan VP22 sebagai
adjuvan telah banyak diteliti namun belum banyak penelitian yang memastikan keamanan
(toksisitas) vaksin DNA yang difusikan dengan VP22 agar VP22 dapat dijadikan adjuvan
untuk vaksin DNA yang dapat diedarkan untuk imunisasi dalam beberapa penyakit, dalam hal
ini adalah flu burung. Penelusuran tinjauan pustaka dalam pembuatan artikel ini menemukan
bahwa penelitian ini layak dilakukan di Indonesia terutama jika didukung oleh pemerintah
dalam hal fasilitas dan pendanaan, mengingat masih adanya ancaman pandemi flu burung.
13 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
Kepustakaan
Allegra, Ernesto P. (Ed.). (2008). Avian Influenza Research Progress. New York: Nova
Science Publisher, Inc.
Boulo S., Akarsu H., Ruigrok R.W., Baudin F. Nuclear Traffic of Influenza Virus Proteins
and Ribonucleoprotein Complexes. Virus Res. 2007; 124:12-21.
Compans, Richard W. dan Walter A. Orenstein (Ed.). (2009). Vaccines for Pandemic
Influenza. New York: Springer, 85-88.
CSB LAB. (2011). Avian Influenza. Seoul, Korea. Dikutip pada tanggal 8 Oktober 2012 dari:
http://www.csblab.or.kr/avianinfluenza/.
Donelly, Wahren, dan Liu. (2005). DNA Vaccines: Progress and Challenges. J Immunol, 175,
633-639.
Ellis, Ronald W. dan Bernard R. Brodeur. (2003). New Bacterial Vaccines. New York:
Kluwer Academic / Plenum Publishers.
Gad, Shayne Cox. (2007). Handbook of Pharmaceutical Biotechnology. Kanada: John
Wiley&Sons, Inc., 287-289.
Goodman, Alan G, et al. (2011). A Human Multi-Epitope Recombinant Vaccinia Virus as a
Universal T Cell Vaccine Candidate against Influenza Virus. Ploes One, 6, 10, 1-11.
Gupte, Suraj. (2011). Influenza “Complete Spectrum”. Philadelphia: Elsevier.
Harper. (1994). Molecular Virology. Oxford UK: BIOS Scientific Publishers Limited, 31-32,
52-56.
Horimoto T & Kawaoka Y. (2001). Pandemic threat posed by avian influenza A viruses. Clin
Microbiol Rev, 14, 1, 129-149.
Jain, Kewal K. (2008). The Handbook of Nanomedicine. New Jersey: Humana Press.
Luke, Kimberly A. (2008). Regulation of the Cellular p53 Protein by the Influenza NonStructural 1 (NS1) Protein. US: ProQuest.
Morris, S. J., H. Smith, dan C. Sweet. (2002). Exploitation of the Herpes Simplex Virus
Translocating Protein VP22 to Carry Influenza Virus Proteins into Cells for Studies of
Apoptosis: Direct Confirmation that Other Proteins May Have a Role. Archives of
Virology (2002), 147, 961-979.
Murphy, Kenneth. (2012). Janeway’s Immunobiology 8th Ed. New York: Garland Science,
Taylor & Francis Group, LLC.
Potter, C.W. (Ed.). (2002). Influenza. Amsterdam: Elsevier Science B.V.
Rappuoli, Rino dan Fabio Bagnoli (Ed.). (2011). Vaccine Design: Innovative Approaches and
Novel Strategies. UK: Caister Academic Press.
Rappuoli, Rino & Giuseppe Del Giudice (Ed.). (2011). Influenza Vaccines for the Future 2nd
Ed. Berlin: Springer.
14 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
Robbins & Cotran. (2010). Pathologic Basis of Disease 8th Edition. Philadelphia: Saunders
Elsevier Inc.
Saha, Sukumar, et al. (2006). A Fused Gene of Nucleoprotein (NP) and Herpes Simplex Virus
Genes (VP22) Induces Highly Protective Immunity Against Different Subtypes of
Influenza Virus. Science Direct Virology, 354, 48-57.
Stanley, Jacqueline. (2002). Essentials of Immunology & Serology. New York: Delmar
Thomson Learning.
Tihanyi, Karoly & Monika Vastag. (Ed.). (2011). Solubility, Delivery and ADME Problems of
Drugs and Drug-Candidates. USA: Bentham Science Publishers, 190.
Wang, Gang, Li Pan, dan Yongguang Zhang. (2011). Approaches to improved targeting of
DNA vaccines. Human Vaccines 7, 12, 1271-1281.
WHO. (2013, 21 Mei). Cumulative Number of Confirmed Human Cases of Avian Influenza
A/(H5N1)
dilaporkan
ke
WHO
23
April,
2013.
Dikutip
dari:
http://www.who.int/influenza/human_animal_interface/H5N1_cumulative_table_archive
s/en/index.html.
Yang, Shi Gui, et al. (2010). Expression of H5N1 influenza virus hemagglutinin protein fused
with protein transduction domain in an alphavirus replicon system. Journal of
Virological Methods 163, 31–39.
Zimmer, Gert. (2010). RNA Replicons - A New Approach for Influenza Virus
Immunoprophylaxis. Viruses 2010, 2, 413-434; doi:10.3390/v2020413
15 Ekspresi plasmid…, Novita Damayanti, FF UI, 2013
Download